Anda di halaman 1dari 12

DETERGEN

(Pengertian, Sifat-Sifat, Jenis, Manfaat, Cara Pembuatan dan Analisis)

Disusun oleh Kelompok 10 :

Nafi’aturrifdah J3L117042
Wahdi Muhammad A J3L117064
Yusuf Sidik A J3L117096
Hafni Afrisilia S J3L217193
Ivan Ferdiansyah J3L217195
Shelly Yulianti S J3L217199

PROGRAM KEAHLIAN ANALISIS KIMIA


SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2019
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya, sehingga makalah yang bertema detergen ini berhasil diselesaikan. Ucapan
terima kasih penulis sampaikan kepada ibu Armi Wulanawati, M.Si selaku dosen
mata kuliah petrokimia dan polimer yang telah memberikan arahan serta masukan
dalam penyusunan dan pembuatan makalah ini. Tidak lupa penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa Analisis Kimia yang turut memberi
bantuan secara fisik maupun moril selama proses pembuatan makalah ini. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Oktober 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

PRAKATA 2
DAFTAR ISI 3
1 PENDAHULUAN 4
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Tujuan 4
2 TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 Detergen 5
2.2 Produksi Detergen 5
2.3 Analisis dan Klasifikasi Detergen 5
2.3.1 Surfaktan Anionik 6
2.3.2 Surfaktan Kationik 6
2.3.3 Surfaktan Nonionik 7
2.3.4 Surfaktan Amfoter 7
2.4 Pembuatan Detergen 8
2.4.1 Detergen Anionik 8
2.4.2 Detergen kationik 9
2.4.3 Detergen Nonionik 9
2.4.4 Detergen Amfoterik 9
2.5 Manfaat Detergen 10
2.6 Analisis dengan Metode Ekstraksi dan Spektrofotometri 10
3 SIMPULAN 12
DAFTAR PUSTAKA 12

3
1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahan pembersih atau sering disebut dengan detergen merupakan produk


primer yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Detergen sering digunakan
baik dalam rumah tangga, industri, perhotelan, rumah makan, dan lain-lain.
Kebutuhan detergen semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah
penduduk di Indonesia. Berdasarkan data dari survei penduduk antar sensus (Supas),
peningkatan jumlah penduduk sejak 2015 hingga 2019 mencapai 267 juta jiwa dan
diperkirakan jumlah ini akan terus meningkat hingga 2020. Peningkatan ini juga
dipengaruhi oleh jumlah konsumen yang semakin banyak karena pendapatan yang
membaik dan juga daya beli masyarakat yang tinggi (Puspitasari et al 2013).
Berdasarkan bentuknya detergen yang berada di pasaran terdiri dari dua jenis
yakni detergen cair dan detergen bubuk. Kedua jenis detergen tersebut memiliki
fungsi yang sama yakni sebagai pembersih. Seiring berjalannya waktu detergen cair
lebih banyak digunakan masyarakat karena lebih efisien dalam penanganan dan
pemakaiannya. Kandungan detergen yang sering digunakan adalah surfaktan LAS
(Linier Alkylbenzen Sulfonat) yang berasal dari petroleum, akan tetapi terdapat juga
surfaktan lain yang sering digunakan sebagai pembersih (Utomo et al . 2018)
Zaman dahulu sebelum ditemukannya sabun dan detergen, membersihkan
pakaian kotor hanya menggunakan air. Namun, penggunaan air sebagai bahan
pencuci tidak efisien karena tidak mampu mengangkat minyak dan lemak pada
kotoran. Proses mencuci menjadi lebih baik setelah ditemukannya sabun. Akan tetapi,
sabun memiliki beberapa kelemahan yaitu sabun merupakan garam dari asam lemah
sehingga larutannya agak basa karena terjadi hidrolisis parsial. Masalah lainnya ialah
sabun biasa membentuk garam dengan ion-ion kalsium, magnesium, atau besi yang
ada dalam air sadah (hard water). Garam-garam itu tidak larut dalam air, sehingga
garam ini dapat membuat warna kecokelatan pada pakaian. Masalah-masalah ini
dapat diselesaikan dengan ditemukannya detergen. Detergen sintetik ini memiliki
rantai hipofilik yang panjang dan ujung ionik polar. Ujung yang polar pada senyawa
detergen tersebut tidak membentuk garam yang mengendap dengan ion-ion dalam air
sadah, sehingga kinerjanya menjadi jauh lebih baik dibandingkan dengan sabun.

1.2 Tujuan
Tujuan penulisan makalah untuk memenuhi tugas mata kuliah petrokimia dan
polimer, serta untuk mengetahui jenis-jenis detergen, manfaat, dan metode
analisisnya.

4
2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Detergen

Detergen merupakan salah satu produk yang diperoleh dari minyak. Reaksi
pembentukkan detergen dari minyak dilakukan dengan mereaksikan suatu alkali
(NaOH atau KOH) dengan minyak. Detergen dalam air membentuk larutan koloid.
Detergen mengandung garam C16 dan C18, namun dapat juga mengandung beberapa
karbosilat dengan bobot atom lebih rendah. Detergen dibuat dari bahan petrokimia
dengan rumus R-SO3 Na+ R adalah gugus alkil benzen yang dibuat dari propilen dan
benzen. Detergen merupakan penyebab menurunya tegangan permukaan zat cair.
Adanya detergen di dalam sel akan menurunkan tegangan permukaan antara dinding
sel dengan membran sitoplasma. Akibatnya, membran tersebut akan terlepas bila
diluar sel larutanya lebih pekat, maka dengan cepat saluran cairan plasma akan
mengalir keluar (Saparuddin 2018).
Detergen terdiri atas tiga komponen utama, yaitu surfaktan, bahan bulders
(senyawa fosfat) dan bahan aditif (pemutih dan pewangi) Surfaktan dapat dibagi ke
dalam beberapa golongan berdasarkan gugus hidrofil yaitu surfaktan anionik,
kationik, nonionik dan amfoter. Gugus hidrofob sufaktan anionik terdiri dari rantai
lurus (terbiodegradasi) dan ada yang bercabang (tak terbiodegradasi) (Fernianti et al
2017).

2.2 Produksi Detergen

Detergen, merupakan suatu kebutuhan rumah tangga, yang pemakaiannya


cukup tinggi. Dalam penggunaannya dewasa ini detergen yang umum digunakan
ialah detergen anionik berupa LAS (Linier Alkylbenzen Sulfonate). Detergen LAS
diproduksi melalui dua tahap yaitu proses sulfonasi dan tahap netralisasi. Proses
sulfonasi dapat dilakukan dengan penambahan oleum 20% yang bertujuan untuk
meningkatkan randemen reaksi dan menurunkan hasil reaksi samping berupa air, dan
selanjutnya dinetralkan dengan larutan basa berupa NaOH hingga pH detergen
berkisar antara 8-9.

2.3 Analisis dan Klasifikasi Detergen

Analisis kandungan detergen dapat dilakukan dengan beberapa metode yang


diantaranya ialahdengan metode titrimetri. Metode titrasi dapat mengacu pada SNI
06-4075-1996 dapat dilakukan dengan titrasi asam basa dengan menggunakan titran
laurtan hyamine 0.005 M, dan indikator fenolftaline, dengan perubahan warna dari
warna merah muda hingga putih kebiruan. Metode lain yang dapat dilakukan ialah
dengan metode spektofotometri. Metode yang umum digunakan ialah metode MBAS
(Methylene Blue Alkyl Sulfonate), yaitu dengan mengekstraksi sampel dengan
kloroform dan menambahkan reagen metilen bitru yang selanjutnya diukur serapan
dari larutan tersebut dengan spektrofotometer UV Vis pada panjang gelombang 653

5
nm, kemudian absorbansi sampel diplotkan kedalam persamaan regresi standar,
sehingga diketahui kadar detergen dalam sampel (Utomo et al 2018).
Klasifikasi surfaktan berdasarkan muatannya dibagi menjadi empat golongan
yaitu surfaktan anionik, kationik, nonionic dan amfoter. Berikut adalah penjelasan
mengenai klasifikasi keempat jenis surfaktan.
2.3.1 Surfaktan Anionik

Surfaktan anionik, yaitu surfaktan dengan bagian aktif permukaannya terikat


pada suatu anion. Surfaktan anionik terdisosiasi dalam air untuk membentuk anion
amfifilik seperti gugus sulfat atau sulfonat dan kation seperti logam alkali (Na+, K+).
Contoh surfaktan anionik adalah linear alkil benzene sulfonate (LAS), lauril sulfat,
dan natrium stearat. Berikut adalah struktur dari salah satu jenis surfaktan anionic
berupa LAS.

(Smulders et al 2002).
Gambar 1. Struktur kimia linear alkil benzene sulfonate (LAS)

2.3.2 Surfaktan Kationik

Surfaktan kationik, yaitu surfaktan dengan bagian aktif permukaannya terikat


pada suati kation. Surfaktan kationik terdisosiasi dalam air menjadi kation amfifilik
seperti garam amina atau garam ammonium kuartener dan anion, pada umumnya dari
jenis halogen. Contoh surfaktan kationik adalah dodesilamin hidroklorida dan garam
imidazolinium.

(Smulders et al 2002).
Gambar 2. Struktur kimia garam imidazolinium

6
2.3.3 Surfaktan Nonionik
Surfaktan nonionik yaitu surfaktan dengan bagian aktif permukaannya tidak
membawa muatan. Surfaktan non ionik tidak terionisasi dalam larutan air, karena
gugus hidrofilik mereka adalah jenis yang tidak dapat dipisahkan, seperti alkohol,
fenol, eter, ester, atau amida. Sebagian besar surfaktan nonionik ini dibuat hidrofilik
dengan adanya rantai polietilen glikol, yang diperoleh dengan kondensasi poli etilena
oksida. Kondensasi poli propilena oksida menghasilkan polieter yang berlawanan
dengan polietilena oksida sedikit bersifat hidrofobik. Rantai polieter ini digunakan
sebagai gugus lipofilik. Contoh surfaktan non ionik adalah alkil fenol etoksilat
(APE), asam lemak alkanolamida (FAA), dan alkil poliglukosida.

(Smulders et al 2002).
Gambar 3. Struktur kimia alkil fenol etoksilat (APE)

2.3.4 Surfaktan Amfoter

Surfaktan amfoter, yaitu surfaktan yang mengandung anion dan kation pada
bagian aktif permukaannya tergantung pada pH larutan. Dalam larutan pH asam,
molekul memperoleh muatan positif dan berperilaku seperti surfaktan kationik,
sedangkan dalam larutan pH basa mereka menjadi bermuatan negatif dan berperilaku
seperti yang anionik. Muatan positif pada umumnya yaitu ammonium sedangkan
sumber muatan negatif dapat bervariasi (karboksilat, sulfat, dan sulfonat). Contoh
surfaktan amfoter adalah alkil betain dan alkil sulfobetain

(Smulders et al 2002).
Gambar 4. Struktur kimia alkilbetain.

7
2.4 Pembuatan Detergen

Bahan dasar detergen adalah dodekil benzena. Reaksi dilakukan dalam


reaktor bersisi kaca yang dipasang dengan mixer efisien. Dodekil benzena
dimasukkan ke dalam reaktor kaca dicampur dengan asam 22% oleum, pada suhu
antara 32-46°C. Kemudian dicampurkan pada suhu 46°C selama kurang lebih 2 jam
sampai reaksi selesai. Tahapan berikutnya netralisasi dengan NaOH yang
memberikan 60% alkil aril sulfonat dan 40% diluet (natrium sulfat). Adapun
pembuatan detergen dengan berbagai jenis detergen dilakukan sebagai berikut:

2.4.1 Detergen Anionik

2.4.1.1 Pembentukan Alkil Aril Sulfonat


Alkil aril sulfonat terbentuk dari sulfonasi alkil benzena, alkil benzena
mengandung inti dengan satu atau lebih rangkaian alifatik (alkil). Inti alkil benzena
bisa benzena, toluene, xylena, atau fenol. Alkil benzena yang biasa digunakan adalah
jenis DDB (deodecil benzena). Pembuatan deodecil benzena (C6H6C12H25)
dilakukan dengan alkilasi benzena dengan alkena (C12H24) dibantu dengan katalis
asam. Alkilasi benzena kemudian dilakukan reaksi Fiedel-74 Craft. Detergen alkil
benzena yang dihasilkan melalui proses Fiedel-Craft memliki sifat degradasi biologis
yang buruk karena terdapat 300 isomer dari propilen tetramer (Susanti dan Susilowati
2016)

2.4.1.2 Olefin Sulfat dan Sulfonat


Olefin sulfat dan sulfonat diproses dengan menggunakan tiga cara, yaitu
proses Oxo, proses Alfol, dan proses WI. Wels. Proses Oxo dilakukan dengan cara
direksikan olefin dengan karbon monoksida dan hidrogen pada suhu 160°C sampai
175°C dengan tekanan 100-250 atm, menghasilkan aldehida. Aldehida kemudian
dihidrogenasi dengan bantuan nikel sebagai katalis sehingga menghasilkan suatu
senyawa alkohol. Aldehida berkurang pada saat terbentuknya alkohol. Alkohol yang
dihasilkan dari proses oxo sebagian besar memiliki berat molekul kecil dibandingkan
berat molekul alkohol alami. Oxo-alkohol yang memiliki berat molekul tinggi
mengalami sulfonasi. Alkohol ini banyak digunakan untuk kosmetik dan produk
cairan rumah tangga
Proses Alfol ( Proses Ziegar) merupakan suatu proses aluminium trietil yang
dihilangkan dengan logam aluminium dan hidrogen untuk menghasilkan
dietilaluminium hidrida. Hidrida dihilangkan dengan etena untuk menghasilkan 3 mol
aluminium trietil. Dua pertiganya didaur ulang, sementara sisa trietil direaksikan
dengan etena untuk menghasilkan campuran berat molekul tinggi pada aluminium
alkil. Kemudian alkil aluminium dioksidasi dan dihidrolisis dengan air untuk
menghasilkan alkohol dan aluminium hidroksida.
Proses selanjutnya adalah proses WI. Wels. Proses ini dilakukan dengan cara
direaksikan alfa olefin dengan hidrogen bromida dengan bantuan peroksida atau
cahaya ultraviolet. Alkil bromida diubah menjadi ester melalui logam halida yang

8
katalisasi dengan asam organik. Ester kemudian dihidrolisis menghasilkan alkohol.
Berikut adalah reaksi yang terjadi.

(Sumardjo 2008)
Gambar 4 Reaksi proses WI. Wels

2.4.2 Detergen kationik

Pembuatan detergen kationik dapat dilakukan dengan menetralisasi amina


lemak dengan asam asetat dan dapat larut dalam air, sehingga menghasilkan amina
asetat. Alkil trimetil ammonium klorida (RN(CH3))3+Cl dihasilkan dari alkilasi
lengkap amina lemak atau tetriari amina dengan alkil halida lemak. Berikut adalah
reaksi yang terjadi.
R-NH2 + 3 CH3Cl RN(CH2)2Cl + HCl
R2NH + 2 CH2Cl R2N(CH2)2Cl + HCl

2.4.3 Detergen Nonionik

Detergen nonionik dapat dibuat dengan dua cara, yaitu pembuatan etilen
oksida 75 dan amina oksida. Pembuatan etilen oksida 75 dilakukan dengan cara
mereaksikan senyawa yang mengandung kelompok hidrofobik dengan etilen oksida
atau propilen oksida, dilakukan pada suhu 150-220°C. Hasil yang diperoleh
dinetralkan dengan 30% asam sulfur dan asam asetat glasial. Sedangkan pembuatan
amina oksida dapat dibuat dengan cara mengoksidasi amina tetriari.
2.4.4 Detergen Amfoterik

Proses pembuatannya yaitu amina lemak dasar (lauril amina) direksikan


dengan metil akrilat untuk menghasilkan ester N-lemak-u-amino propionik.
Kemudian disaponifikasi dengan NaOH membentuk garam natrium. Berikut adalah
reaksi yang terjadi.

(Sumardjo 2008)
Gambar 5 Reaksi pembuatan detergen amfoterik

9
2.5 Manfaat Detergen
Detergen berfungsi sebagai surfaktan yang dapat menurunkan tegangan
permukaan suatu zat. Karena sifat surfaktan inilah detergen biasanya digunakan untuk
membersihkan pakaian dari noda atau kotoran yang bersifat nonpolar. Detergen juga
bisa digunakan sebagai pembersih serba guna. Detergen yang dikombinasikan dengan
mineral tertentu dapat digunakan untuk membersihkan berbagai barang. Selain itu,
manfaat detergen yang lain adalah bisa digunakan untuk membersihkan karat pada
engsel pintu. Engsel pintu yang terbuat dari logam merupakan salah satu komponen
penting dari sebuah pintu. Namun, jika engsel tersebut berkarat, maka pintu akan sulit
untuk ditutup maupun dibuka. Karena itulah engsel pintu harus dihindarkan atau
dibersihkan dari karat. Dengan begitu, engsel pintu akan kembali bersih dan licin
sehingga pintu bisa dibuka dan ditutup dengan mudah.

2.6 Analisis dengan Metode Ekstraksi dan Spektrofotometri


Spektroskopi yaitu pengukuran intensitas absorbansi dalam daerah spektra
tertentu, dapat digunakan secara luas, terutama jika suatu zat dalam campuran reaksi
mempunyai absorbansi khas yang kuat dalam daerah spektrum yang dapat dicapai
dengan mudah (Atkins, 1996). Pengukuran absorbansi atau transmitasi dalam
spektrofotometri inframerah dan daerah tampak digunakan untuk analisis kualitatif
dan kuantitatif spesies kimia. Absorbansi spesies ini berlangsung dalam dua tahap,
yang pertama yaitu M + hv = M*, merupakan eksitasi spesies akibat absorbsi foton
(hv) dengan waktu hidup terbatas (10-8 – 10-9 detik).
Tahap kedua adalah relaksasi dengan berubahnya M* menjadi spesies baru
dengan reaksi fitokimia (Khopkar, 2002). Sinar ultraviolet dan sinar tampak
memberikan energi yang cukup untuk terjadinya transisi elektronik. Dengan demikian
spektra ultraviolet dan spektra tampak dikatakan sebagai spektra elektronik. Keadaan
energi yang paling rendah disebut dengan keadaan dasar (ground state). Transisi-
transisi elektronik akan meningkatkan energi molekuler dari keadaan dasar ke satu
atau lebih tingkat energi tereksitasi (Utomo et al . 2018). Puncak absorbansi (λmaks)
dapat dihubungkan dengan jenis ikatan-ikatan yang ada dalam spesies. Spekroskopi
absorbsi berguna untuk mengkarakterisasikan gugus fungsi dalam suatu molekul dan
untuk analisis kuantitatif (Khopkar,2002). Ada tiga macam proses penyerapan energi
ultraviolet dan sinar tampak yaitu: (1) penyerapan oleh transisi elektron dan elektron
anti ikatan, (2) penyerapan oleh transisi elektron d dan f pada molekul tertentu, (3)
penyerapan oleh perpindahan muatan (Utomo et al . 2018).
Ekstraksi pelarut menyangkut distribusi suatu zat terlarut (Solut) diantara dua
fase cair yang tidak saling bercampur. Secara umum ekstraksi ialah proses penarikan
suatu zat terlarut dari larutannya didalam air oleh suatu pelarut dari larutannya yang
tidak dapat bercampur dengan air. Tujuan ekstraksi ialah memisahkan suatu
komponen dan campurannya dengan menggunakan pelarut (Santi 2009). Ekstraksi
cair-cair ditentukan oleh distribusi Nerst atau hukum partisi yang menyatakan “pada

10
konsentrasi dan tekanan yang konstan, analit akan terdistribusi dalam proporsi yang
selalu sama diantara dua pelarut yang tidak saling bercampur”. Perbandingan
konsentrasi pada keadaan seimbang dalam dua fasa disebut dengan koefisien
distribusi atau koefisien partisi (Santi 2009)
Analisis kadar kandungan surfaktan anionik pada detergen yang terdapat
dalam air detergen dapat dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri.
Pereaksi yang digunakan untuk analisis sulfaktan anionik secara spektrofotometri
adalah metilen biru atau malasit hijau. Metilen biru dan malasit hijaun merupakan
senyawa organik hidrofob dan mempunyai gugus amonium kwarterner yang
memungkinkan lebih selektif dan kuantitatif untuk membentuk suatu asosiasi ion
dengan sulfaktan yang mempunyai hidrokarbon yang panjang, karena semakin
panjang rantai hidrokarbon suatu senyawa, makin hidrofob senyawa tersebut dan
semakin kuat tambatannya dengan ion lawan yang mempunyai hidrofobilitas yang
besar. Sehingga memungkunkan sulfaktan anionik akan memiliki selektifitas yang
tinggi dengan menggunakan pengompleks malasit hijau membentuk suatu asosiasi
ion.
Reaksi yang terjadi antara sulfaktan dan metilen biru atau malasit hijau
merupakan reaksi pasangan ion yang terjadi akibat gaya elektrostatis antara ion logam
dengan counter ion (ion lawan). Reaksi asosiasi ion dalam proses ekstraksi pelarut
berdasarkan pada interaksi elektrostatis antara komponen penyusunnya dan sifat
hidrofobik kompleks asosiasi ion. Semakin besar gaya elektrostatis antara komponen-
komponen penyusun kompleks asosiasi ion semakin dekat jaraknya dan kompleks
asosiasi ion yang terbentuk semakin kuat. Kompleks asosiasi ion cukup stabil dalam
pelarut kurang polar. Jika berada dalam pelarut polar seperti air, komponen penyusun
dari kompleks pasangan ion berada dalam bentuk ionik dan ion lawan dan tidak dapat
dideteksi sebagai satu kasatuan. Kompleks pasangan ion akan terjadi apabila senyawa
ionik dan ion lawan berada dalam pelarut organik dengan adanya gaya elektrostatik
(Utomo et al . 2018)
Prinsip dari prosedur analisis ini adalah Surfaktan anionik bereaksi dengan
warna biru metilen membentuk pasangan ion baru yang terlarut dalam pelarut
organik, Intensitas warna biru yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer dengan
panjang gelombang 652 nm. Serapan yang terukur setara dengan kadar surfaktan
anionik. Cara kerja dengan metode spektrofotometri ini dengan: Memasukkan sampel
sebanyak 100 ml ke dalam corong pisah. Agar netral sampel ditambahkan 2-3 tetes
indikator fenolftalien dan NaOH 1N sampai warna larutanmenjadi merah muda.
Kemudian ditambahkan H2SO4 sampai warna merah muda hilang dan menjadi
bening. Setelah itu larutan ditambahkan 25 ml larutan metilen biru. Ektraksi larutan
dengan 10 ml CH2CI2 (diklrometana) dan biarkan selama 30 detik. Biarkan terjadi
pemisahan fase. Goyang perlahan, apabila terbentuk emulsi tambahkan isopropil
alkohol. Pisahkan lapisan bawah (CH2CI2) dan lakukan ektraksi dengan
menggunakan kertas saring dan Na2SO4 anhidrat. Lakukan ektraksi dengan cara
yang sama sebanyak 3 kali dan gabungkan hasil ektraksi. Perlakukan blanko aquades
seperti langkah seperti diatas. Kemudian larutan sampel dan blanko dimasukkan
kedalam kuvet, dan diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang 652 nm.

11
3 SIMPULAN

Detergen terbagi menjadi 4 jenis yaitu, detergen anionik, kationik, nonionik


dan amfoter yang bermanfaat sebagai surfaktan yang dapat membersihkan pakaian
atau benda dari pengotor yang bersifat nonpolar, dan detergen dapat dianalisis dengan
menggunakan metode ekstraksi maupun spektrofotometri UV-VIS.

DAFTAR PUSTAKA

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1996. SNI 06-4075-1996 Tentang Detergen


Cuci Cair. Jakarta (ID) : Badan Standardisasi Nasional
Fernianti D, Mardwita, Suryati L. 2017. Pengaruh Jenis Detergen Dan Rasio
Pengenceran Terhadap Proses Penyerapan Surfaktan Dalam Limbah Detergen
Menggunakan Karbon Aktif Dari Ampas Teh. J. Destilasi. 2 (2) : 10-14
Khopkar SM. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Saptorahardjo A, penerjemah.
Jakarta (ID) : UI Press. Terjemahan dari Basic Concepts of Analaytical
Chemitry.
Puspitasari, Arnelli, Suseno A. 2013. Formulasi larutan pencuci dari surfaktan hasil
sublasi limbah laudry. J.Sains & Aplikasi. 16 (1) : 11-16.
Saparuddin. 2018. Pengaruh Perendaman Dengan Detergen Yang Berbeda Terhadap
Pertumbuhan Rumput Laut (Kappaphycus Alvarezii) Pada Sistem Rakit
Apung. J.Techno Fish. 2 (1) : 1-11
Santi A. 2009. Penurunan konsentrasi surfaktan pada limbah detergen dengan proses
potokatalitik sinarUV. J.Tek.Kim . 4(1) : 260-264
Smulders E, Rahse W, Rybinski WV, Steber J. Sung E, Wiebel F. 2002. Laundry
Detergents. Weinheim (DE): Wiley-VCH Verlag GmbH.
Sumardjo D. 2009. Pemanfaatan Detergen. Jakarta (ID) : EGC
Utomo WP, Nugraheni Z, Rosyidah A, Shafwah, Naashihah L, Nurfitria N,
Ulfindrayani IF. 2018. Penentuan Kadar Surfaktan Anionik dan Fosfat dalam
Air Limbah Laundry di Kawasan Surabaya. J Akta Kimia. 3 (1) : 127-140

12

Anda mungkin juga menyukai