Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PRAKTIKUM P3K

MATA KULIAH KESEHATAN KERJA IV

Hera Wahyuningtyas Pangastuti

R0216044

PROGRAM STUDI DIPLOMA 4 KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Surakarta

2018

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tempat kerja adalah suatu tempat yang di dalamnya terdapat tenaga kerja
yang bekerja atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk urusan suatu usaha
serta adanya sumber-sumber bahaya. Jadi dapat dipastikan bahwa di tempat
kerja pasti terdapat potensi bahaya yang mengancam keselamatan dan
kesehatan pekerja.
Adanya potensi bahaya di tempat kerja terkadang disadari oleh pekerja
tapi mereka tidak mengerti dampak yang ditimbulkannya dan cara
mengendalikannya. Akhirnya mereka membiarkannya begitu saja dan
terbiasa dengan keberadaan potensi bahaya tersebut, padahal jika terjadi
kecelakaan kerja dapat mengakibatkan cideranya pekerja bahkan
menimbulkan kematian.Oleh karena itu, dalam rangka memberikan
perlindungan bagi pekerja yang mengalami kecelakaan di tempat kerja perlu
dilakukan pertolongan pertama secara cepat dan tepat.
Pemerintah mengatur pelaksanaan P3K di tempat kerja dalam peraturan
perundangan. Pada Pasal 3 ayat (1) huruf (e) Undang-Undang No.1 Tahun
1970 tentang Keselamatan Kerja disebutkan bahwa “Dengan peraturan
perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk memberi
pertolongan pada kecelakaan”. Hal ini mengindikasikan bahwa perlu adanya
peraturan pelaksanaan yang khusus mengatur tentang pertolongan pertama
pada kecelakaan (P3K). Maka pada tahun 2008 Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : Per.15/Men/VIII/2008 tentang
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan di Tempat Kerja.
Pasal 2 ayat (1) dan (2) Permenakertrans No.Per.15/Men/VIII/2008
menyebutkan bahwa “Pengusaha wajib menyediakan petugas P3K dan
fasilitas P3K di tempat kerja” serta “Pengurus wajib melaksanakan P3K di
tempat kerja”. Hal ini menunjukkan adanya kewajiban bagi pihak
perusahaan/tempat kerja untuk melaksanakan P3K sekaligus menyediakan
petugas P3K dan fasilitas P3K di tempat kerjanya untuk memberikan
perlindungan kepada pekerja saat kecelakaan terjadi.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui cara membuat prosedur P3K di tempat kerja.
2. Untuk mengetahui cara melakukan tindakan pada korban perdarahan dan
syok.
3. Untuk mengetahui cara melakukan perawatan terhadap luka tertusuk
pada korban kecelakaan.
4. Untuk mengetahui cara melakukan pembidaian pada korban patah tulang
dan dislokasi.
5. Untuk mengetahui cara melakukan RJP/CPR pada korban yang
mengalami serangan jantung.

C. Manfaat
1. Bagi Praktikan
a. Dapat membuat dan menerapkan prosedur P3K di tempat kerja atau
dimanapun berada.
b. Dapat memberikan tindakan pada korban perdarahan dan syok.
c. Dapat melakukan perawatan terhadap luka tertusuk pada korban
kecelakaan.
d. Dapat melakukan pembidaian pada korban patah tulang dan dislokasi.
e. Dapat melakukan RJP/CPR pada korban yang mengalami serangan
jantung.
2. Bagi Program Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja
a. Membekali mahasiswa tentang ilmu Pertolongan Pertama Pada
Kecelakaan (P3K).
b. Mengetahui tingkat pemahaman mahasiswa tentang Pertolongan
Pertama Pada Kecelakaan (P3K)
c. Menghasilkan lulusan yang berkompeten.
d. Mendidik mahasiswa dengan praktek secara langsung.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Pertolongan Pertama pada Kecelakaan
Pertolongan pertama pada kecelakaan adalah usaha-usaha untuk
menangani korban kecelakaan sesegera mungkin di tempat kejadian.
Pertolongan pertama pada kecelakaan atau yang disingkat P3K adalah
pertolongan sementara yang diberikan kepada seseorang yang menderita
sakit atau kecelakaan sebelum mendapatkan pertolongan dari dokter
(Mashoed dan Djonet Sutatmo,1981:99). Sedangkan menurut Aip
Syarifuddin dan Muhadi (1992:274) pertolongan pertama pada
kecelakaan adalah pertolongan yang segera diberikan keada korban
kecelakaan sebelum mendapatkan pertolongan dokter.
Dari berbagai pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa
pertolongan pertama pada kecelakaan adalah suatu bentuk pertolongan
sementara terhadap korban yang dilakukan secepat dan setepat mungkin
sebelum mendapatkan pertolongan dari dokter agar korban tidak menjadi
lebih parah.
Adapun tujuan dari P3K adalah sebagai berikut.
a. Mencegah kematian
b. Mencegah cacat yang lebih berat
c. Mencegah infeksi
d. Mengurangi rasa sakit dan rasa takut
Tindakan P3K yang dilakukan dengan benar akan mengurangi cacat
atau penderitaan dan bahkan menyelamatkan korban dari kematian, tetapi
bila tindakan P3K dilakukan tidak baik malah bisa memperburuk akibat
kecelakaan bahkan membunuh korban.
Beberapa prinsip yang harus ditanamkan pada jiwa petugas P3K apabila
menghadapi kecelakaan adalah sebagai berikut ini:

4
a. Bersikaplah tenang, jangan pernah panik. Anda diharapkan menjadi
penolongbukan pembunuh atau menjadi korban selanjutnya
(ditolong).
b. Gunakan mata dengan jeli, setajam mata elang (mampu melihat
burung kecil diantara dedaunan), kuatkan hati/ tega melakukan
tindakan yang membuat korban menjerit kesakitan sementara demi
keselamatannya, lakukan gerakan dengan tangkas dan tepat tanpa
menambah kerusakan. (“Eagle eyes – Lion heart – Ladies hand”).
c. Perhatikan keadaan sekitar kecelakaan cara terjadinya kecelakaan,
cuaca dan sebagainya.
d. Perhatikan keadaan penderita apakah pingsan, ada perdarahan dan
luka, patah tulang, merasa sangat kesakitan.
e. Periksa pernafasan korban. Kalau tidak bernafas, periksa dan
bersihkan jalan nafas lalu berikan pernafasan bantuan (A, B =
Airway, Breathing management).
f. Periksa nadi/ denyut jantung korban. Kalau jantung berhenti,
lakukan pijat jantung luar. Kalau ada perdarahan massif segera
hentikan (C = Circulatory management).
g. Apabila korban shock, cari dan atasi penyebabnya.
h. Setelah A, B, dan C stabil, periksa ulang cedera penyebab atau
penyerta. Kalau ada fraktur (patah tulang lakukan pembidaian pada
tulang yang patah). Jangan buru-buru memindahkan atau membawa
ke klinik atau rumah sakit sebelum tulang yang patah dibidai.
i. Sementara memberikan pertolongan, anda juga harus menghubungi
petugas medis atau rumah sakit rujukan.
j. Setiap menemukan korban yang baru mati dengan tidak sewajarnya
tanpa mengetahui penyebab kematian, maka urutan langkah
penanganan harus baku menurut urutan A, B dan C sesuai
kedaruratan penyebab kematian korban.
2. Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau Cardio Pulmonary Resucitation
(CPR)
Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan pertolongan yang
dilakukan kepada korban yang mengalami henti napas dan henti jantung.
Keadaan ini bisa disebabkan karena korban mengalami serangan jantung
(heart attack), tenggelam, tersengat arus listrik, keracunan, kecelakaan,
dan lain-lain. Pada kondisi napas dan denyut jantung berhenti, sirkulasi
darah dan transportasi oksigen juga berhenti sehingga dalam waktu
singkat organ-organ tubuh terutama organ vital akan mengalami
kekurangan oksigen yang berakibat fatal bagi korban dan mengalami
kerusakan. Organ yang paling cepat mengalami kerusakan adalah otak,
karena otak hanya akan mampu bertahan jika ada asupan glukosa dan
oksigen. Jika dalam waktu lebih dari 10 menit otak tidak mendapat
asupan oksigen dan glukosa, maka otak akan mengalami kematian secara
permanen. Kematian otak berarti pula kematian si korban. Oleh karena
itu golden period (waktu emas) pada korban yang mengalami henti napas
dan henti jantung adalah di bawah 10 menit. Artinya, dalam waktu
kurang dari 10 menit penderita yang mengalami henti napas dan henti
jantung harus sudah mulai mendapatkan pertolongan. Jika tidak, maka
harapan hidup si korban sangat kecil. Adapun pertolongan yang harus
dilakukan pada penderita yang mengalami henti napas dan henti jantung
adalah dengan melakukan resusitasi jantung paru/CPR.
RJP dibagi dalam 3 fase:
a. Bantuan hidup dasar (BHD) (Basic Life Support):
Tindakan BLS dilakukan dengan langkah CAB (Circulation,Airway,
Breathing). Tujuan utama dari BLS adalah untuk melindungi otak
dari kerusakan yang irreversibel akibat hipoksia, karena peredaran
darah akan berhenti selama 3-4 menit
b. Bantuan hidup lanjut (BHL)
D : Pengelolaan Disability (menilai status neurologist)/ Defibrillator/
Drugs/ DD
E : Penilaian Environmental/ ECG / Exposure control (buka baju
penderita tetapi harus dicegah hipotermia
F : Mengatasi Fibrillasi ventrikel
c. Bantuan hidup jangka panjang ( Prolonged Life Support )
G : Gauging, memantau dan mengevaluasi/ Gauging: RJP,
pemeriksaan dan mencari penyebab dasar serta menilai dapat
tidaknya korban diselamatkan dan diteruskan pengobatannya.
H : Human mentation, yaitu penentuan kerusakan otak dan resusitasi
serebral
I : Intensive care, yaitu perawatan intensif jangka panjang
Sebagai pelaksana PPGD (Pertolongan Penderita Gawat Darurat) harus
terampil untuk mengerjakan Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support C
– A – B) dan penanganannya harus cepat dan tepat. Sebab kalau otak
kekurangan oksigen lewat dari 4 menit akan terjadi kerusakan yang
irreversible. Berikut akan dijelaskan metode pelaksanaan Bantuan Hidup
dasar:
a. Circulation
Penekanan dada ini membuat aliran darah dengan meningkatkan
tekanan intra-thoracic dan langsung mengkompresi jantung. Ini
menghasilkan pengiriman oksigen dan aliran darah ke miokardium
dan otak. Penekanan dada yang efektif sangat penting untuk
menyediakan aliran darah selama CPR. Untuk alasan ini semua
pasien cardiac arrest harus menerima penekanan dada. Posisi pijatan
½ bawah tulang dada pasien dengan memposisikan tumit tangan
penolong pada daerah pijatan dan tangan lain diatasnya.
Kompresi dada efektif :
1) Minimal 100 penekanan per menit dan maksimal 120 penekanan
per menit.
2) Dengan kedalaman kompresi minimal 2 inchi/5 cm dan
maksimal 2,4 inchi/6 cm
3) Meminimalkan interupsi dan durasi untuk memaksimalkan
jumlah penekanan yang lakukan permenit.
4) Recoil sempurna yaitu dinding dada kembali ke posisi normal
secara penuh sebelum kompresi dada berikutnya dengan cara
tangan penolong tidak bertmpu pada dada korban di antara dua
penekanan.
5) Menghindari bantuan nafas terlalu sering (avoid
hiperventilation)
30 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan nafas disebut 1 siklus
RJP/CPR (resusitasi jantung paru / cardiopulmonary
resuscitation). 5 siklus RJP dilakukan selama 2 menit. Setelah 5
siklus RJP, dilakukan pengkajian nadi karotis, bila belum
ditemukan nadi maka dilanjutkan 5 siklus RJP berikutnya,
begitu seterusnya
b. Airway
Memiliki tujuan untuk Membebaskan jalan nafas untuk
menjamin pertukaran gas/udara secara normal. Setelah selesai
melakukan prosedur dasar, kemudian dilanjutkan dengan
melakukkan tindakan:
1) Pemeriksaan jalan napas.
Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
sumbatan jalan napas oleh benda asing. Jika terdapat sumbatan
harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat
dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi
dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras
dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang
dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross Finger,
dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk Pada
mulut korban.
2) Membuka jalan napas.
Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda
asing, biasa pada korban tidak sadar tonus otot-otot menghilang,
maka lidah dan epiglotis akan menutup faring dan laring, inilah
salah satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan
napas oleh lidah dapat dilakukan dengan cara tengadah kepala
topang dagu (Head tild - chin lift) dan manuver pendorongan
mandibula (jaw thrust). Teknik membuka jalan napas yang
direkomendasikan untuk orang awam dan petugas, kesehatan
adalah tengadah kepala topang dagu, namun demikian petugas
kesehatan harus dapat melakukan manuver lainnya.
Teknik MEMBUKA Jalan Nafas
a) Head tilt – Chin lift maneuver
b) Jaw thrust without head tilt maneuver (dilakukan kalau ada
dugaan cedera kepala untuk mencegah gerakan leher)
Teknik membersihkan sumbatan jalan nafas:
a) Sumbatan Total (pada kasus henti nafas dan jantung)
Miringkan kepala korban, buka mulut dengan Jaw thrust dan
tekan dagu ke bawah bila otott rahang lemas (Ermaresi
maneuver), sapukan 2 jari yang bersih dan dibungkus kain
kasa atau sarung tangan. Keluarkan semua kotoran dari
rongga mulut.
b) Sumbatan Parsial:
(1) Abdominal thrust
Bantu/ tahan korban tetap bediri atau condong ke depan
atau korban didudukkan diatas kursi. Penolong
merangkul korban dari belakang dengan kedua kepalan
jari di ulu hati. Kemudian dengan badan/ kursi + badan
menahan tubuh korban dari belakang, lakukan hentakan
serentak badan, lengan dan kepalan jari secara
mendadak. Ulangi hingga jalan nafas bebas atau hentikan
bila korban jatuh tidak sadar. Lakukan hentakan
mendadak/ tiba-tiba dan keras pada titik silang garis
antara belikat dan garis punggung tulang belakang.
(2) Chest thrust (pada anak, orang gemuk dan wanita hamil)
Penderita SADAR: Korban adalah anak lebih dari 1
tahun: Lakukan chest thrust 5 kali (tekan tulang dada
dengan jari kedua dan ketiga kira-kira 1 jari dibawah
garis imaginasi antara kedua putting susu). Ulangi
tindakan tersebut hingga sumbatan bergeser atau korban
jatuh tidak sadar
Korban TIDAK SADAR:
(a) Korban diletakkan telentang
(b) Lakukan chest thrust
(c) Tarik lidah dan lihat adakah benda asing atau tidak
(d) Berikan nafas buatan
c) Back blow (untuk bayi)
(1) Korban SADAR: Bila korban bisa batuk keras observasi
ketat. Bila nafas tidak efektif/ berhenti lakukan back
blow 5 kali (hentakan keras mendadak pada punggung di
titik silang antara belikat dengan tulang punggung.
(2) Korban TIDAK SADAR
(a) Tidurkan korban telentang
(b) Lakukan back blow dan chest thrust
(c) Tarik lidah dan dorong rahang bawah untuk
melihat benda asing, bila benda terlihat gaet
dengan jari, bila tidak jangan coba-coba menggaet
dengan jari.
(d) Usahakan memberikan nafas (meniupkan udara)
(e) Bila jalan nafas tetap tersumbat, ulangi langkah
tersebut diatas
(f) Segera panggil bantuan setelah pertolongan
pertama dilakukan 1 menit
c. Breathing
Terdiri dari 2 tahap:
1) Memastikan korban/pasien tidak bernapas.
Dengan cara melihat pergerakan naik turunnya dada, mendengar
bunyi napas dan merasakan hembusan napas korban/pasien.
Untuk itu penolong harus mendekatkan telinga di atas mulut dan
hidung korban/pasien, sambil tetap mempertahankan jalan napas
tetap terbuka. Prosedur ini dilakukan tidak boleh melebihi 10
detik.
2) Memberikan bantuan napas
Jika korban/pasien tidak bernapas, bantuan napas dapat
dilakukkan melalui mulut ke mulut, mulut ke hidung atau mulut
ke stoma (lubang yang dibuat pada tenggorokan) dengan cara
memberikan hembusan napas sebanyak 2 kali hembusan, waktu
yang dibutuhkan untuk tiap kali hembusan adalah 1,5 - 2 detik
dan volume udara yang dihembuskan adalah 700 - 1000 ml (10
ml/kg) atau sampai dada korban/pasien terlihat mengembang.
Penolong harus menarik napas dalam pada saat akan
menghembuskan napas agar tercapai volume udara yang cukup.
Konsentrasi oksigen yang dapat diberikan hanya 16 - 17%.
Penolong juga harus memperhatikan respon dari korban/pasien
setelah diberikan bantuan napas. Lakukan ventilasi 2 kali tiap
kali selesai 30 pijat dada
Cara memberikan bantuan pernapasan :
a) Mulut ke mulut
Bantuan pernapasan dengan menggunakan cara ini
merupakan cara yang tepat dan efektif untuk memberikan
udara paru-paru korban/pasien. Pada saat dilakukan
hembusan napas dari mulut ke mulut, penolong harus
mengambil napas dalam terlebih dahulu dan mulut
penolong harus dapat menutup seluruhnya mulut korban
dengan baik agar tidak terjadi kebocoran saat
mengghembuskan napas dan juga penolong harus menutup
lubang hidung korban/pasien dengan ibu jari dan jari
telunjuk untuk mencegah udara keluar kembali dari hidung.
Volume udara yang diberikan pada kebanyakkan orang
dewasa adalah 700 - 1000 ml (10 ml/kg). Volume udara
yang berlebihan dan laju inpirasi yang terlalu cepat dapat
menyebabkan udara memasuki lambung, sehingga terjadi
distensi lambung.
b) Mulut ke hidung
Teknik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi
dari mulut korban tidak memungkinkan, misalnya pada
Trismus atau dimana mulut korban mengalami luka yang
berat, dan sebaliknya jika melalui mulut ke hidung,
penolong harus menutup mulut korban/pasien.
c) Mulut ke Stoma
Pasien yang mengalami laringotomi mempunyai lubang
(stoma) yang menghubungkan trakhea langsung ke kulit.
Bila pasien mengalami kesulitan pernapasan maka harus
dilakukan ventilasi dari mulut ke stoma.
3. Perdarahan dan Luka
Pada korban kecelakaan sering dijumpai penderita mengalami
perdarahan dan luka-luka. Perdarahan adalah keluarnya darah dari
pembuluh darah yang putus atau rusak. Luka adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tubuh akibat kekerasan dari luar.
Perdarahan ada 2 macam, yaitu:
a. Perdarahan keluar (Revealed bleeding)
Perdarahan keluar adalah perdarahan yang kelihatan
mengalir keluar dari luka dari permukaan kulit. Dari sifat-sifat darah
yang keluar dapat kita bedakan sumber perdarahan sebagai berikut :
Perdarahan Perdarahan Perdarahan
Arteri Vena Kapiler
Warna Merah muda Merah tua Merah
darah muda/tua
Keluarnya Memancar, Mengalir, tidak Merembes
darah berdenyut berdenyut seperti embun,
menutupi
permukaan
luka
Tabel 1. Sifat darah yang keluar berdasarkan sumber perdarahan
1) Tindakan P3K pada perdarahan Arterial
a) Pembalut Tekan. Letakkan kain kasa steril atau kain bersih
diatas luka, lalu tempat luka ditekan sampai perdarahan
berhenti. Bila kasa basah boleh diganti lagi dengan yang
baru. Seelanjutnya lakukan balutan yang ketat diatas kasa
tadi dan bawa ke fasilitas kesehatan.
b) Tekanan langsung pada Tempat tertentu. Lakukan tekanan
pada tempat dimana pangkal arteri berada (antara luka
dengan jantung) diatas tulang atau bagian tubuh yang keras.
Menghentikan perdarahan dengan menekan pada tempat
tertentu.

Gambar 1. Letak pangkal arteri


Gambar 2. Periksa nadi korban.

Gambar 3. Periksa kesadaran korban


c) Tekanan dengan TORNIQUET (Penasah darah).
Perdarahan pada kaki dan lengan yang tidak mampu
dihentikan dengan cara diatas (terutama pada luka
amputasi) dapat dilakukan pemakaian tourniquet. Torniquet
adalah balutan dengan menjepit, sehingga aliran darah
dibawahnya berhenti samasekali. Pemakaian tourniquet
harus hati-hati sekali karena bisa merusak jaringan diujung
luka. Cara pemasangan dan penggunaan Torniquet:
(1) Alasi tempat yang akan dipasang tourniquet dengan
kasa agar kulit tidak lecet.
(2) Pasang tourniquet antara luka dengan jantung, dengan
cara menyimpul mati kain pengikat diatas luka.
(3) Kencangkan balutan dengan tongkat pemutar sampai
perdarahan berhenti.
(4) Setiap 10 – 15 menit tourniquet harus dilonggarkan
dengan cara memutar tongkat kearah berlawanan.
(5) Tunggu ½ - 1 menit. Kalau dalam satu menit darah
tidak mengalir lagi, biarkan tourniquet dalam keadaan
longgar. Kalau terjadi lagi perdarahan, segera
tourniquet dikencangkan kembali.
Beberapa hal yang perlu di ingat dan dikerjakan dalam
penggunakan tourniquet:
(1) Catat jam pemasangan tourniquet
(2) Mulut luka jangan ditutupi dengan kain/ selimut
(3) Catatan waktu pemasangan dan pelonggaran
dikirimkan
Menghentikan perdarahan dengan Torniquet

d) Menjepit pembuluh darah dengan haemostat (klem arteri).


Menghentikan perdarahan dengan klem arteri disarankan
bila pembuluh darah yang putus terlihat dan terjankau oleh
alat, dan harus hati-hati jangan sampai merusak jaringan
yang tidak perlu atau syaraf yang bisa merugikan penderita.
b. Perdarahan dalam (Concealed bleeding)
Perdarahan dalam adalah perdarahan yang bersumber dari
luka/ kerusakan dari pembuluh darah yang terletak di dalam tubuh
(misanya perdarahan dalam perut, rongga dada, rongga perut, kepala
dan lainnya. Perdarahan tidak kelihatan keluar, sehingga tidak dapat
ditaksir volume darah yang sudah terkuras. Tanda perdarahan juga
tidak begitu jelas, kecuali perdarahan pada rongga kepala (darah
keluar dari hidung, telinga dan mulut).
4. Pembidaian
Alat gerak yang terdiri dari tulang, sendi, jaringan ikat dan otot pada
manusia sangat penting. Setiap cedera atau gangguan yang terjadi pada
sistem ini akan mengakibatkan terganggunya pergerakan seseorang untuk
sementara atau selamanya. Gangguan yang paling sering dialami pada
cedera otot rangka adalah patah tulang. Pengertian patah tulang ialah
terputusnya jaringan tulang, baik seluruhnya atau hanya sebagian saja.
Pada dasarnya tulang itu merupakan benda padat, namun masih
sedikit memiliki kelenturan. Bila teregang melampau batas kelenturannya
maka tulang tersebut akan patah. Cedera dapat terjadi sebagai akibat:
a. Gaya langsung, tulang langsung menerima gaya yang besar sehingga
patah.
b. Gaya tidak langsung, gaya yang terjadi pada satu bagian tubuh
diteruskan ke bagian tubuh lainnya yang relatif lemah, sehingga
akhirnya bagian lain inilah yang patah. Bagian yang menerima
benturan langsung tidak mengalami cedera berarti.
c. Gaya puntir, selain gaya langsung, juga tulang dapat menerima
puntiran atau terputar sampai patah. Ini sering terjadi pada lengan.
Gejala dan tanda yang mungkin dijumpai pada patah tulang yaitu:
a. Terjadi perubahan bentuk pada anggota badan yang patah. Seing
merupakan satu-satunya tanda yang terlihat. Cara yang paling baik
untuk menentukannya adalah dengan membandingkannya dengan
sisi yang sehat.
b. Nyeri di daerah yang patah dan kaku pada saat ditekan atau bila
digerakkan.
c. Bengkak, disertai memar/perubahan warna di daerah yang cedera.
d. Terdengar suara berderak pada daerah yang patah (suara ini tidak
perlu dibuktikan dengan menggerakkan bagian cedera tersebut).
e. Mungkin terlihat bagian tulang yang patah pada luka.
Berdasarkan kedaruratannya patah tulang dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Patah tulang terbuka
b. Patah tulang tertutup

Patah tulang terbuka Patah tulang tertutup


Yang membedakannya adalah lapisan kulit di atas bagian yang
patah. Pada patah tulang terbuka, kulit di permukaan daerah yang patah
terluka. Pada kasus yang berat bagian tulang yang patah terlihat dari
luar. Perbedaannya adalah jika ada luka maka kuman akan dengan
mudah sampai ke tulang, sehingga dapat terjadi infeksi tulang. Patah
tulang terbuka termasuk kedaruratan segera.
Melakukan pembidaian memang merupakan penanganan patah
tulang yang paling utama. Pembidaian adalah berbagai tindakan dan
upaya untuk mengistirahatkan bagian yang patah. Pemasangan bidai
dilakukan setelah dipastikan tidak ada gangguan pada pernapasan dan
sirkulasi korban dan luka sudah ditangani.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan bidai,
yaitu:
a. Bidai harus cukup panjang. Pada kasus patah tulang: Melewati sendi
yang ada di pangkal dan ujung tulang yang patah. Pada kasus cedera
sendi: Mencapai dua tulang yang mengapit sendi yang cedera.
b. Bidai harus cukup kuat untuk menghindari gerakan pada bagian yang
patah tulang atau sendi yang cedera, namun tidak mengganggu
sirkulasi.
c. Bila tidak ada alat yang kaku untuk dijadikan bidai, bagian tubuh
yang cedera bisa diikatkan dengan bagian tubuh yang sehat,
misalnya dengan membalut lengan ke tubuh, atau membalut kaki ke
kaki yang sehat.
d. Jangan meluruskan (reposisi) tangan atau kaki yang mengalami
deformitas, pasang bidai apa adanya.
Contoh penanganan patah tulang :
a. Fraktur tulang PAHA bagian ATAS
1) Sebelum memasang bidai usahakan meluruskan tulang
seanatomis mungkin
2) Pasang bidai luar dari tumit hingga pinggang
3) Pasang bidai dalam dari tumit hingga selangkangan
4) Ikat dengan pembalut dasi lipatan 2 kali diatas dan diawah
bagian yang patah
5) Tulang betis diikat dengan pembalut dasi lipatan 1 kali
6) Kedua lutut diikat dengan pembalut dasi lipatan 2 kali
7) Tumit diikat dengan pembalut dasi lipatan 3 kali
8) Bagian yang patah ditinggikan

Gambar 5. Pembidaian paha bagian atas


b. Fraktur tulang PAHA bagian BAWAH
1) Pasang bidai luar dan dalam sepanjang tungkai
2) Tindakan selanjutnya sama seperti 1.
Gambar 6. Pembidaian paha bagian bawah
c. Fraktur pada SENDI LUTUT/ tempurung lutut
1) Balut denga pembalut tekan diatas lutut
2) Pasang bidai dibawah lutut, dengan posisi agak dibengkokkan
3) Beri bantalan dibawah lutut dan pergelangan kaki
4) Untuk mengurangi rasa sakit pergunakan kompreses

Gambar 7. Pembidaian bagian lutut.


d. Fraktur TUNGKAI BAWAH
1) Pasang bidai yang sudah dibungkus selimut dari tumit sampai
paha bagian bawah
2) Berikan bantalan dibawah lutut dan pergelangan kaki

e. Fraktur pada pergelangan kaki dan telapak kaki


1) Pasang pembalut tekan
2) Pasang bidai dibawah telapak kaki
3) Berikan bantalan dibawah tumit
f. Fraktur tulang LENGAN ATAS
1) Pasang bidai luar dari bawah siku hingga melewati bahu dan
bidai dalam sampai ketiak.
2) Ikat dengan 2 pembalut dasi lipatan 3
3) Lipat siku yang sudah dibidai ke dada dan gantungkan ke leher
dengan pembalut segitiga

g. Fraktur tulang LENGAN BAWAH


1) Pasang bidai luar dan dalam sepanjang lengan bawah
2) Ikat dengan pembalut dasi
3) Siku dilipat ke dada dan gantungkan ke leher dengan pembalut
segitiga

h. Fraktur tulang PERGELANGAN TANGAN dan TELAPAK


TANGAN
1) Pasang bidai dari ujung lengan bawah sampai telapak tangan
2) Jari-jari tangan agak melengkung
3) Siku dilipat dan digantungkan ke leher
i. Fraktur tulang LEHER
1) Sangat berbahaya karena didalamnya ada MS(Medula spinalis/
SSTB) dan pembuluh darah
2) Cegah terjadinya shock
3) Bersihkan jalan nafas
4) Pasang Colar spine (penyangga leher)
5) Angkat ke atas tandu (Stretcher)
6) Baringkan dengan dipasang ganjal sekeliling leher

B. Perundang-Undangan
1. Pasal 531 KUHP Yang Menyebutkan Bahwa “Barangsiapa menyaksikan
sendiri ada orang di dalam keadaan bahaya maut, lalai memberikan
atau mengadakan pertolongan kepadanya sedang pertolongan itu dapat
diberikannya atau diadakannya dengan tidak akan menguatirkan, bahwa
ia sendiri atau orang lain akan kena bahaya dihukum kurungan selama-
lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-. Jika
orang yang perlu ditolong itu mati, diancam dengan : KUHP 45, 165,
187, 304s, 478, 535, 566.”
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia
No:Per.15/Men/VIII/2008 tentang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan
Di Tempat Kerja.
3. Bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 3 ayat (1) huruf e Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja perlu menetapkan
ketentuan mengenai pertolongan pertama pada kecelakaan di tempat
kerja.
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
PER.01/MEN/I/2007 tentang Pedoman Pemberian Penghargaan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
5. Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Pasal 86 tentang Ketenagakerjaan.
“Pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas
keselamatan dan kesehatan kerja”.
6. Permenaker No. Per-02/MEN/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan
Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja. Pasal 1.
BAB III
HASIL

A. Gambar Alat dan Prosedur Kerja


1. Gambar Alat
a. Kain Mitela (kain segitiga)

Keterangan :
1) Kain Mitela

Fungsi : untuk membungkus atau mengikat tongkat bidai yang


dipakai untuk melakukan pembidaian pada kasus patah tulang. Kain
mitela juga dapat digunakan sebagai kain pembalutan untuk
perdarahan dan luka.
b. Alat Bidai
Keterangan :
1) Tongkat Bidai

Fungsi : untuk melakukan praktik pemasangan bidai pada kasus


patah tulang
c. Mannequin RJP/CPR
Keterangan :
1) Mannequin tubuh
manusia yang dilengkapi
dengan fungsi sedemikian
rupa untuk melakukan
RJP

Fungsi : media untuk melakukan praktik resusitasi jantung paru


(RJP)
2. Prosedur Kerja
a. Perawatan perdarahan pada luka
1) Luka Terbuka
a) Sebelum melakukan perawatan perdarahan pada luka,
pastikan daerah luka terlihat
b) Bersihkan daerah sekitar luka
c) Usahakan bagian tubuh yang terluka yang mengalami
perdarahan dalam posisi lebih tinggi dari tubuhnya
d) Kontrol perdarahan dengan menutup luka menggunakan
kasa steril atau kain mitela. Apabila tidak terdapat keduanya
dapat menggunakan kain seadanya. Lakukan hal tersebut
hingga darah tidak keluar
e) Apabila perdarahan sudah dapat terkendali, maka balut
luka. Jangan terlalu kencang tetapijangan terlalu longgar
f) Baringkan korban apabila dalam kondisi parah
g) Atasi syok yang ada atau akan timbul pada korban
h) Segera rujuk ke Rumah Sakit
2) Luka Tertusuk
a) Bersihkan perdarahan di sekitar luka
b) Jangan menjabut benda yang menancap di tubuh korban
c) Pertahankan posisi benda yang menancap tersebut sebisa
mungkin dengan menggunakan kain mitela atau benda lain.
d) Apabila kondisi sudah bisa dikendalikan, segera rujuk
korban ke Rumah Sakit
b. Pembidaian pada patah tulang dan dislokasi
1) Fraktur tulang PAHA bagian ATAS maupun BAWAH
a) Sebelum memasang bidai usahakan meluruskan tulang
seanatomis mungkin
b) Pasang bidai luar dari tumit hingga pinggang
c) Pasang bidai dalam dari tumit hingga selangkangan
d) Ikat dengan pembalut dasi lipatan 2 kali diatas dan diawah
bagian yang patah
e) Tulang betis diikat dengan pembalut dasi lipatan 1 kali
f) Kedua lutut diikat dengan pembalut dasi lipatan 2 kali
g) Tumit diikat dengan pembalut dasi lipatan 3 kali
h) Bagian yang patah ditinggikan
2) Fraktur tulang LENGAN ATAS
a) Pasang bidai luar dari bawah siku hingga melewati bahu
dan bidai dalam sampai ketiak.
b) Ikat dengan 2 pembalut dasi lipatan 3
c) Lipat siku yang sudah dibidai ke dada dan gantungkan ke
leher dengan pembalut segitiga
3) Fraktur tulang LENGAN BAWAH
a) Pasang bidai luar dan dalam sepanjang lengan bawah
b) Ikat dengan pembalut dasi
c) Siku dilipat ke dada dan gantungkan ke leher dengan
pembalut segitiga
a. Resusitasi Jantung Paru (RJP)/Cardiopulmonary Resucitation (CPR)
Memulihkan sirkulasi darah/pemijitan, melalui :
1) Letakkan bagian dalam salah satu tangan anda di atas bagian
tengah dada korban. Taruhlah tangan lainnya di atas tangan
yang pertama. Jaga siku anda lurus dan posisi bahu anda tepat di
atas tangan anda
2) Gunakan berat badan bagian atas (tidak hanya lengan) ketika
anda mendorong ke bawah (menekan) dada 4-5,5 cm. Dorong
kuat dan cepat berika dua tekanan tiap dettik atau sekitar 100
tekanan tiap menit
3) Setelah 30 tekanan, miringkan kepala ke belakang-angkat dagu
untuk membuka jalan udara. Bersiaplah untuk memberikan 2
pernapasan penyelamat. Jepit ujung hidung dan berikan napas ke
mulut pasien selama 1 detik. Jika dada naik berikan napas
kedua. Jika tidak naik, ulangi memiringkan kepala ke belakang-
mengangkat dagu dan berikan napas kedua. Itu satu siklus. Jika
ada orang lain selain anda, minta orang tersebut memberikan
dua napas setelah anda melakukan 30 tekanan
4) Ulangi CPR sampai ada tanda pergerakan atau sampai personil
medis gawat darurat mengambil alih.

B. Hasil
1. Pembidaian
2. RJP/CPR (resusitasi Jantung Paru / Cardiopulmonary resuscitation)
a. Circulation

b. Airway
c. Breathing

3. Penanganan syok
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada praktikum Kesehatan Kerja IV, mahasiswa D4 Keselamatan dan


Kesehatan Kerja Semester 5 kelas B melakukan prakrikum Pertolongan Pertama
Pada Kecelakaan (P3K). Dalam melakukan pelatihan P3K mahasiswa didampingi
oleh relawan dari PMI Solo. Pelatihan P3K yang diajarkan seperti pertolongan
pada perdarahan dan syok, pembidaian pada patah tulang dan dislokasi, juga
RJP/CPR (Resusitasi jantung paru / Cardiopulmonary recusitation). Praktikum
dilalukan pada hari Kamis, 8 November 2018 di RK 3 gedung F lantai 2, Fakultas
Kedokteran UNS
1. Perdarahan dan Syok
Pada pertolongan luka tusuk, usahakan area sekitar luka tusuk diberi
penutup (kain) agar darah yang keluar tidak terlalu banyak dan jangan asal
mencabut benda yang menusuk salah satu bagian tubuh, benda tetap
dibiarkan tertancap sampai ada pertolongan yang lebih mantap dilakukan oleh
dokter atau petugas medis lain ketika sudah sampai di rumah sakit, fungsinya
agar dokter mengetahui seberapa dalam luka tusuk dan seberapa bahayanya
bagi korban sehingga dokter bisa melakukan pertolongan dan perawatan yang
lebih baik
Tanda-tanda adanya perdarahan :
a. Luka tusuk
b. Darah keluar dari telinga/hidung
c. Muntah atau batuk darah
d. Memar luas pada batang tubuh
e. Luka tembus dada / perut
f. Nyeri tekan, kaku atau kejang pada perut
g. BAK / BAB berdarah
Pengendalian Perdarahan :
a. Tekan langsung
b. Istirahatkan
c. Tinggikan
d. Tekan nadi antara perdarahan dengan jantung
Tanda-tanda syok :
a. Pernapasan cepat dangkal
b. Nadi cepat lemah
c. Kulit pucat, dingin, lembab
d. Wajah pucat, sianosis pada bibir, lidah dan cuping hidung
e. Pandangan hampa, pupil melebar
Penanganan apabila terjadi syok :
a. Bawa ketempat teduh
b. Telentangkan, angkat tungkai 20 - 30 cm
c. Longgarkan pakaian
d. Selimuti
e. Tenangkan penderita
f. Pastikan jalan nafas dan nafas baik
g. Kontrol perdarahan dan rawat cedera lain
h. Beri O2 bila ada dan jangan beri makan/minum
i. Periksa berkala tanda vital
j. Rujuk
2. Cidera Alat Gerak
Jika terjadi cidera pada alat gerak seperti patah tulang, maka penanganan
yang harus dilakukan adalah imobilisasidan fiksasi dengan cara pembidaian.
Cara yang benar untuk melakukan bidai, khususnya pada bidai keras,
pembidaian dilakukan dari bawah ke atas, bukan dari atas ke bawah. Dan
jangan terlalu kencang maupun terlalu longgar saat melakukan pembidaian.
3. Resusitasi Jantung Paru / Cardiopulmonari Resucitation
Pertolongan yang dapat dilakukan kepada korban dengan kasus tidak
sadarkan diri dan ter indikasi henti jantung adalah :
Pertama, Cek respon, beri rangsang, bisa dilakukan dengan memanggil
korban atau menepuk area tubuh korban, misalnya bahu atau bisa juga
menekan dengan ujung jari di bawah hidung. Kita juga harus meminta tolong
dengan orang-orang di sekitar korban.
Kedua lakukan siklus CAB, yaitu :
a. Circulation, cek nadi di temporalis leher satu sisi, gunakan minimal 2
jari. Bila negatif (nadi tidak terasa), lakukan compressi diantara sternum
sebanyak 30 kali dengan tekanan dan kecepatan yang sama. Kecepatan
kompresi antara 100-120 kompresi perm menit.
b. Airway, Setelah itu cek leher bagian belakang, ada cidera atau tidak. Jika
tidak, lakukan pengecekan jalan nafas dengan mengangkat dagu dan
menarik kepala bagian atas ke belakang. Pengecekan ini dilakukan untuk
mengetahui ada tidaknya sumbatan.
c. Breathing, Jika tidak ada sumbatan, beri bantuan nafas sebanyak 2 kali,
bantuan nafas berhasil jika dada korban mengembang.
Lakukan compressi selama 5 siklus. Setelah 5 siklus, cek nadi.
1) Jika nadi teraba, nafas terasa, cek respon, jika korban sadar,
tanyakan bagaimana kondisinya, bagaimana bisa terjadi seperti itu.
2) Jika nadi teraba namun lemah, nafas tidak terasa, berikan nafas
bantuan sebanyak 12 kali. Setelah itu, posisikan korban ke posisi
lateral stabil.
3) Jika nadi tidak teraba, lakukan compressi ulang, jika ada orang lain,
minta bantuan orang lain untuk mengulanginya.
Beberapa kesalahan yang banyak dilakukan ketika melakukan RJP adalah :
a. Saat mengecek nadi, peletakan jari tidak sesuai seharusnya sehingga nadi
tidak teraba
b. Kecepatan saat memberikan compressi tidak stabil, terkadang lambat,
terkadang keras
c. Urutan saat melakukan pertolongan tidak sesuai
d. Dalam pemberian nafas bantuan kurang mantap (masih ada celah antar
mulut, lupa menutup hidung korban, pengangkatan dagu dan penarikan
kepala bagian atas ke belakang kurang tepat) sehingga dada tidak dapat
mengembang, udara tidak masuk.
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
1. Pertolongan pertama pada kecelakaan adalah upaya memberikan
pertolongan pertama secara cepat dan tepat kepada orang yang terkena
sakit atau cedera. Prosedur pertolongan pertama pada kecelakaan dibuat
untuk kebaikan semua pihak.
2. Pada saat korban terjadi perdarahan dan syok maka luka ditekan dengan
pembalut atau penutup luka dengan catatan luka sudah dibersihkan
sebelumnya. Kontrol luka sambil menunggu pihak yang yang dirujuk
datang untuk menyelamatkannya.
3. Pada saat melakukan perawatan pada luka tertusuk yang harus
diperhatikan adalah benda yang menusuk tidak boleh dicabut, dan harus
dipertahankan posisinya agar tidak menimbulkan perdarahan yang lebih
parah.
4. Pada saat melakukan pembidaian terhadap korban yang harus
diperhatikan adalah pada saat mengikat bidai tidak boleh terlalu kencang
dan tidak terlalu longgar. Dimulai dari bagian bawah ke atas tubuh.
5. Pada saat melakukan RJP/CPR, compressing dan bantuan nafas
dilakukan minimal 5 siklus. Yang harus diperhatikan adalah pada saat
akan melakukan bantuan nafas harus mengetahui ada tidaknya cedera
leher atau ada tidaknya sumbatan jalan nafas.

B. Saran
1. Bagi Praktikan:
a. Sebaiknya praktikan mempersiapkan diri dengan baik sebelum
praktikum
b. Praktikan harus mengetahui prosedur praktikum pelaksanaan
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K).
c. Praktikan harus konsentrasi saat praktikum agar saat melakukan uji
praktikum praktikan tidak mengulang lagi.
2. Bagi Program Studi D4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja:
a. Memberikan ruangan khusus untuk praktikum mengenai pelaksanaaan
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)
b. Pihak prodi seharisnya memberikan standar penilaian hasil praktikum
mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA

Alkatiri, J., Bakri Syakir. 2007. Resusitasi Jantung Paru. Dalam: Sudoyo, Aru S.,
dkk (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid I.
Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.
Anonim. Universitas Sumatra Utara.
Arikunto, S., 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Asih, Y. 1996. Pertolongan Pertama dan RJP. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Panitia, PO. 2016. Basic Life Support

35

Anda mungkin juga menyukai