LATAR BELAKANG
Diabetes adalah suatu epidemi yang diperkirakan oleh Federasi
Diabetes Internasional yang mempengaruhi lebih dari 415 juta orang di
seluruh dunia. Diabetes mellitus, adalah penyakit yang disebabkan oleh
berkurangnya produksi insulin karena pemberantasan β-sel pankreas secara
otomatis (tipe 1) atau resistensi insulin perifer (tipe 2), yang pada akhirnya
akan menghasilkan hiperglikemia berat, kegagalan organ, dan peningkatan
morbiditas, dan, mungkin, mortalitas. Kegagalan homeostasis glukosa dapat
menyebabkan berbagai komplikasi tambahan seperti penyakit kardiovaskular,
dan menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, adalah penyebab
utama gagal ginjal, kebutaan, dan amputasi. Standar perawatan saat ini untuk
pasien diabetes tipe 1 melibatkan pemantauan harian kadar glukosa darah dan
injeksi insulin terus menerus, dan untuk pasien dengan diabetes tipe 2, terapi
oral atau injeksi. Kedua perawatan memiliki efek samping masing-masing
termasuk ketosis dan koma hipoglikemik. Sudah diterima secara luas bahwa
terapi yang ditujukan untuk regenerasi atau penggantian sel β penghasil
insulin yang rusak bisa menjadi obat yang lebih permanen untuk mengobati
diabetes. Penemuan sel induk berpotensi majemuk, yang memiliki
kemampuan berevolusi ke semua jenis sel, telah mengilhami penggunaan sel-
sel ini untuk pengobatan penyakit dan skrining obat. Kemampuan untuk
menghasilkan pasokan tak terbatas dari agregat penghasil insulin dari sel
induk, dan transplantasi berikutnya ke situs yang mudah diakses, dapat
menghasilkan penyembuhan permanen bagi jutaan pasien yang terkena
diabetes[1].
Diabetes adalah salah satu penyakit yang paling umum, mahal, dan
melemahkan di dunia. Transplantasi pankreas dan pulau telah menunjukkan
keberhasilan dalam membangun kembali kontrol glukosa dan membalikkan
komplikasi diabetes. Namun, keduanya dibatasi oleh ketersediaan donor,
kebutuhan untuk imunosupresi terus menerus, kehilangan jaringan yang
ditransplantasikan karena dispersi, dan kurangnya vaskularisasi. Untuk
mengatasi keterbatasan ketersediaan pulau kecil, di sini, kami menyelidiki
potensi sel batang mesenkim sumsum tulang yang dibedakan menjadi agregat
yang memproduksi insulin seperti pulau. Agregat penghasil insulin yang
menyerupai pulau, ditandai dengan ekspresi gen, terbukti mirip dengan pulau
pankreas dan menunjukkan imunostaining positif untuk insulin dan
glukagon.[1].
Tabel 2
KESIMPULAN
PENDAPAT
Sel punca atau stem cell saat ini menjadi inovasi baru dan harapan
dalam mengupayakan kesembuhan bagi para penderita penyakit-penyakit
degeneratif karena seperti yang telah dibahas diatas bahwa secara alami stem
cell memiliki tugas untuk menggantikan sel yang tua atau sakit, para ilmuwan
menggagaskan berbagai ide untuk menggunakan stem cell sebagai terapi
untuk pasien dengan berbagai macam kondisi medis. Gagasan yang dimakud
adalah dengan memberi pasien stem cell atau sel terdiferensiasi. Di Indonesia
sendiri teknik stem cell sudah lazim digunakan untuk penyembuhan kanker
darah atau yang biasa dikenal denngan leukimia.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sabek OM, Farina M, Fraga DW, et al. Three-dimensional printed polymeric
system to encapsulate human mesenchymal stem cells differentiated into
islet-like insulin-producing aggregates for diabetes treatment.Tissue
Engineering 2016;7(13):1-2, 7. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov
2. Arvizu GB, Lara IP, Campos RV, et al. Autologous mesenchymal stem cells
and cutaneous autograft as a treatment for chronic ulcer secondary to diabetes
mellitus 2. Cirugía y Cirujanos 2015;83(6):532-5. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov
3. Solis MA, Velasques IM, Correa R, et al. Stem cells as a potential therapy
for diabetes mellitus: a call-to-action in Latin America. Diabetol Metab Syndr
2019;11(20):1-4. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov
4. Badwey AE, Badri NE. Clinical Efficacy of Stem Cell Therapy for Diabetes
Mellitus: AMeta-Analysis. .PLoSONE 2016;11(4):1-2, 10. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov