Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA


PASIEN HERNIA NUKLEUS
PULPOSUS (HNP)

oleh:
Lidatu Nara Shiela, S.Kep
NIM. 122311101048

PROGRAM PROFESI NERS


UNIVERSITAS JEMBER
2016
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan pada pasien dengan Hernia Nukleus Pulposus (HNP) di


ruang Seruni telah disetujui dan disahkan pada:

Hari, tanggal : November 2016

Tempat: Ruang Seruni RSD dr. Soebandi Jember

Jember, November 2016

Pembimbing Klinik Mahasiswa

(..............................................) (............................................)
NIP. NIM

Pembimbing Akademik ,

(..................................................)
NIP.
LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
HERNIA NUKLEUS PULPOSUS (HNP)
Oleh: Lidatu Nara Shiela, S.Kep

A. Konsep Teori tentang Penyakit


1. Pengertian
Menurut Tarwoto (2007), hernia nukleus pulposus (HNP) adalah
keadaan dimana terjadi penonjolan atau perubahan tempat/bentuk pada
nukleus pulposus dalam diskus intervertebralis.

2. Patofisiologi

3. Tanda dan Gejala

Gambar 1. Hernia Nukleus Pulposus (HNP)


Diskus intervertebralis adalah lempengan kartilago yang membentuk
sebuah bantalan diantara tubuh vertebra. Material yang keras dan fibrosa ini
digabungkan dalam satu kapsul. Bantalan seperti bola dibagian tengah
diskus disebut nukleus pulposus. HNP merupakan rupturnya nukleus
pulposus (Smeltzer & Bare, 2001).
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah keadaan nukleus pulposus
keluar menonjol untuk kemudian menekan searah kanalis spinalis melalui
anulus fibosis yang sobek, merupakan suatu nyeri yang disebabkan oleh
proses patologis dikolumna vertebralis pada diskus intrevertebalis
(Muttaqin, 2008).
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah suatu keadaan yang
diakibatkan oleh penonjolan nukleus pulposus dari diskus kedalam anulus
(cincin fibrosa disekitar diskus) yang disertai dengan kompresi akar-akar
saraf (Batticaca, 2008).

2. Patofisiologi
Daerah lumbal adalah daerah yang paling sering mengalami hernisasi
pulposus, kandungan air diskus berkurang bersamaan dengan
bertambahnya usia. Selain itu serabut menjadi kotor dan mengalami
hialisasi yang membantu perubahanyang mengakibatkan herniasi nukleus
pulposus melalui anulus dengan menekan akar-akar syaraf spinal.
Sebagian besar dari HNP terjadi pada lumbal antara L4 sampai L5,
atau L5 sampai S1. Arah herniasi yang paling sering adalah posterolateral.
Karena radiks saraf pada daerah lumbal miring ke bawah sewaktu berjalan
keluar melalui foramena neuralis, maka herniasi discus antara L5 dan S1.
Perubahan degeneratif pada nukleus pulpolus disebabkan oleh
pengurangan kadarprotein yang berdampak pada peningkatan kadar cairan
sehingga tekanan intra distal meningkat, menyebabkan ruptur pada anulus
dengan stres yang relatif kecil. Adanya trauma baik secara langsung atau
tidak langsung pada diskus intervertebralis akan menyebabkan komprensi
hebat dan transaksi nukleus pulposus (HNP). Nukleus yang tertekan hebat
akan mencari jalan keluar, dan melalui robekan anulus tebrosus
mendorong ligamentum longitudinal terjadilah herniasi.
Menurut Tarwoto (2007), proses degeneratif yang terjadi pada diskus
intervertebralis diantaranya terjadi perubahan pada anulus fibrosus dan
nukleus pulposus. Pada anulusus fibrosus terjadi kerusakan dan serat-serat
fibroelastik terputus yang kemudian diganti jaringan ikat. Perubahan ini
akan menimbulkan rongga-rongga pada anulus. Perubahan yang terjadi
pada nukleus pulposus adalah adanya penurunan kemampuan pengikatan
air sehingga volume nukleus polpusus menjadi menurun. Perubahan kedua
komponen tersebut menyebabkan tahanan inter diskus akanmenurun. Jika
terjadi peninggian tekanan pada diskus intervertebralis secara tiba-tiba dan
berlangsung lama maka materi nukleus pulposus akan menonjol mengisi
anulus fibrosus yang rusak. Penonjolan nukleus ke belakang lateral dan
menekan saraf pada radiks dorsalis (mengandung serat saraf sensorik)
yang berjalan dalam kanalis vertebralis akan menimbulkan rasa nyeri.
Gerakan-gerakan yang berubah posisi tulang belakang seperti
membungkuk, bersin dan batuk akan menambah rasa nyeri.
Pada tahap pertama robeknya annulus fibrosus itu bersifat
sirkumferensial. Oleh karena adanya gaya traumatis yang berulang.
Robekan itu menjadi lebih besar dan timbul sobekan radial. Jika hal ini
telah terjadi, maka resiko herniasi nucleus pulposus hanya menunggu
waktu dan trauma berikutnya saja. Gaya presipitasi itu dapat diasumsikan
seperti gaya traumatis ketika hendak menegakan badan waktu terpeleset,
mengangkat benda berat, dan sebagainya. Kerusakan pada diskus
intervertebralis ini dapat di sebabkan karena proses dengeneratif misalnya
makin berkurangnya daya lentur, menurunnya jaringan kolagen, dan
menurunnya kandungan air dengan bertambahnya usia, trauma tulang
belakang, faktor genetik, operasi tulang belakang, kelainan postur seperti
kifosis, lordorsis, karena kelainan tulang belakang lainnya seperti
spondilitis, spinal stenosis.

3. Etiologi
Penyebab dari HNP yaitu sebagai berikut.
a. Trauma, hiperfleksia, injuri pada vertebra
b. Spinal stenosis
c. Ketidakstabilan vertebra karena salah posisi, mengangkat
d. Pembentukan osteophyte
e. Degenerasi dan degidrasi dari kandungan tulang rawan annulus dan
nucleus mengakibatkan berkurangnya elastisitas sehingga
mengakibatkan herniasi dari nukleus hingga annulus
f. Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat beban berat, duduk,
mengemudi dalam waktu lama.
g. Sering membungkuk
h. Posisi tubuh saat berjalan
i. Proses degeneratif (usia 30-50 tahun)
j. Kelemahan otot-otot perut, tulang belakang.

4. Tanda dan Gejala


Menurut Tarwoto (2007), tanda dan gejala tergantung pada lokasi yang
terkena yaitu sebagai berikut.
a. Pada daerah lumbal
Terjadi nyeri daerah pinggang pada satu sisi yang menjalar ke arah
tungkai dan kaki, kelemahan otot kaki, parestesia, kebas pada kaki,
gangguan eliminasi bowel, bladder dan seksual mungkin saja dapat
terjadi. Nyeri tekan pada daerah herniasi dan pergerakan tulang
belakang berkurang.
b. Pada daerah servikal
Menimbulkan rasa nyeri pada leher atau pundak menjalar pada
lengan, gangguan sensitibilitas pada lengan atas bawah sisi radius dan
ibu jari.
c. Mati rasa, gatal dan penurunan pergerakan satu atau dua ekstremitas.
d. Nyeri tulang belakang.
e. Kelemahan satu atau lebih ekstremitas.
f. Kehilangan control dari anus dan atau kandung kemih sebagian atau
lengkap.

Gejala hernia nukleus pulposus (HNP) adalah adanya nyeri di daerah


diskus yang mengalami herniasasi diikuti dengan gejala pada daerah yang
diinorvasi oleh radika spinalis yang terkena oleh diskus yang mengalami
herniasasi yang berupa pengobatan nyeri ke daerah tersebut, mati rasa,
kelayuan, maupun tindakan-tindakan yang bersifat protektif. Hal lain yang
perlu diketahui adalah nyeri pada hernia nukleus pulposus ini diperberat
dengan meningkatkan tekanan cairan intraspinal (membungkuk,
mengangkat, mengejan, batuk, bersin, juga ketegangan atau spasme otot),
akanberkurang jika tirah baring.

5. Komplikasi
Menurut Tarwoto (2007), komplikasi yang dapat terjadi pada
penderita dengan HNP yaitu sebagai berikut.
a. Kelemahan motoric
b. Hilangnya sensori
c. Gangguan fungsi seksual
d. Inkontinensia bowel dan bladder
6. Pemeriksaan penunjang
Menurut Muttaqin (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
untuk klien yang menderita HNP yaitu sebagai berikut.
a. Rontgen foto lumbosakral
Tidak banyak didapatkan kelainan. Kadang-kadang didapatkan artrosis,
menunjang tanda-tanda devormutas vertebra, penyempitan diskus
intervertebralis.

Gambar 4. Hasil rontgen pada HNP

b. Cairan serebrospinal
Biasanya normal. Jika didapatkan blok akan terjadi prot, indikasi
operasi.
c. EMG
Terlihat potensial kecil (fibrolasi) di daerah radiks yang terganggu.
Kecepatan konduksi menurun
d. Iskografi
Pemeriksaan diskus dilakukan menggunakan kontras untuk melihat
seberapa besar daerah diskus yang keluar pada kanalis vertebralis.
e. Elektroneuromiografi (ENMG)
Untuk mengetahui radiks yang terkena atau melihat adanya
polineuropati.
f. Tomografi scan
Melihat gambaran vertebra dan jaringan di sekitarnya termasuk diskus
intervertebralis.
g. MRI
Pemeriksaan MRI dapat melokalisasi protrusi diskus kecil. Jika secara
klinis tidak didapatkan pada MRI maka pemeriksaan CT scan dan
mielogram dengan kontras dapat dilakukan untuk melihat derajat
gangguan pada diskusi vertebralis.
h. Mielografi
Mielografi merupakan pemeriksaan dengan bahan kontras melalui
tindakan lumbal pungsi dan penyinaran dengan sinar. Jika diketahui
adanya penyumbatan hambatan kanalis spinalis yang mungkin
disebabkan HNP. Mielografi menentukan adanya herniasi diskus atau
derajat herniasi.
i. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan rutin dilakukan dengan laboratorium klinik untuk menilai
komplikasi terhadap organ lain dari cedera tulang belakang.

7. Penatalaksanaan
Menurut Muttaqin (2008), penatalaksanaan pada penderita HNP yaitu
sebagai berikut.
a. Terapi konservatif
1) Tirah Baring
Penderita harus tetap berbaring di tempat tidur selama beberapa hari
dengan sikap yang baik adalah sikap dalam posisi setengah duduk,
yaitu tungkai dalam sikap fleksi pada sendi panggul dan lutut
tertentu. Tempat tidur tidak boleh memakai pegas sehingga tempat
tidur harus dari papan yang lurus dan ditutup dengan lembar busa
tipis. Tirah baring bermanfaat untuk nyeri panggung bawah mekanin
akut. Lama tirah baring bergantung pada berat rintangannya
gangguan yang dirasakan penderita. Pada HNP memerlukan waktu
yang lebih lama. Setelah berbaring dianggap cukup maka dilakukan
latihan/dipasang korset untuk mencegah terjadinya kontraktur dan
mengembalikan lagi fungsi-fungsi otot.
2) Medikamentosa
a) Simptomatik
- Analgesik (salisilat, paracetamol)
- Kortikosteroid (prednisone, prednisolon).
- Antiinflamasi non-steroid (AINS) seperti piroksikan
- Antiinflamsi: phanyibutazone.
- Antidepresan trisiklik (amitriptilin).
- Obat penenang minor (diazepam, klordiasepoksid).
- Relaksan otot: metaxalone, methacarbamol, chlorzazone.
b) Kausal: kolagenese.
3) Fisioterapi
Biasanya dalam bentuk diatermi (pemanasan dengan jangkauan
permukaan yang lebih dalam) untuk relaksasi otot dan mengurangi
lordisis.
b. Terapi operatif
Terapi operatif dikerjakan jika dengan tindakan konsevatif tidak
memberikan hasil yang nyata, kambuh berulang atau terjadi defisit
neurologis.
1) Laminektomi : pegangkatan lamina vertebral dan dengenerasi
diskus, untuk membebaskan tekanan pada akar saraf

Gambar 5. Laminectomy

2) Lumbal/Cervikal mikrodisrektomi: pegangkatan diskus yang


mengalami degenerasi dengan menggunakan teknik pembedahan
mikro
3) Spinal fusi: menempatkan tulang baru pada kedua vertebra (bone
graf) untuk memfiksasi vertebra.
c. Rehabilitasi
Mengupayakan penderita segera bekerja seperti semula agar tidak
mengantungkan diri pada orang lain dalam melakukan kegiatan sehari-
hari (activity of daily living) serta klien tidak mengalami komplikasi
pneumonia, infeksi saluran kemih, dan sebagainya.
B. Clinical Pathway

Stress fisik
Degenerasi
Trauma (respon beban berat)

Kadar protein dan air


Syok spinal,
Kompresi Kelumpuhan otot
dan fraksi nukleus Kelemahan
Ligament otot post
longitudinal Mati rasa, hilang Gangguan fungsi Kelumpuhan
nukleus polposus <<
spasme otot leher pernapasan lateral menyempit sensitivitas rectal dan kandung
kemih
Annulus fibrosus robek Tetraplegia Gangguan
Stress fisik (respon Kesulitan bernapas Pemisahan lempeng Cemas Peningkatan intradistal mobilitas fisik
beban berat) tulang rawan Gangguan pola
Nucleus keluar Gangguan
eliminasi
Pola napas tidak mobilitas fisik Kurang informasi Rupture pada annulus Tirah baring lama
Nyeri pada leher, efektif Serabut annulus robek
bahu, punggung
Kurang pengetahuan Nucleus pecah Penekanan jaringan
sampai kaki
Nucleus keluar sekitar

Nyeri akut
Risiko kerusakan
HNP integritas kulit

Servikal Lumbal
Prosedur pembedahan Laminektomi
Menekan spinal Blok saraf Gangguan saraf Gangguan saraf Gangguan saraf Gangguan saraf
cord simpatis motorik sensorik otonom motorik
Kurang informasi Tindakan insisi Post operasi

Kurang pengetahuan Cedera sel Putusnya vena/ Efek pembedahan Program


arteri pembatasan gerak
Risiko cedera
Hambatan
mobilitas fisik
Degranulasi sel mast Perdarahan massif
Post anastesi

Pelepasan mediator Kehilangan volume


kimia cairan Penurunan fungsi
medulla oblongata

Medulla spinalis Risiko penurunan


volume cairan tubuh Penurunan refleks
batuk
Korteks serebri

Nyeri akut Akumulasi sekret

Bersihan jalan
nafas tidak efektif
C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Muttaqin (2008), pengumpulan datasubjektif dan objektif pada
klien dengan gangguan sistem persarafan sehubungan dengan HNP
bergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri, dan adanya komplikasi pada
organ vital lainnya.

a) Anamnesis
(1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan
diagnosa medis. HNP terjadi pada usia pertengahan, kebanyakan pada
jenis kelamin pria dan pekerjaan atau aktivitas berat (mengangkat
barang berat atau mendorong benda berat).
(2) Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah nyeri pada punggung bawah. Untuk lebih lengkap pengkajian
nyeri dengan pendekatan PQRST.
(a) Provocking accident
Adanya riwayat trauma (mengangkat atau mendorong benda
berat).
(b) Quality and quantity
Sifat nyeri seperti di tusuk-tusuk atau seperti di sayat, mendenyut,
seperti kena api, nyeri tumpul dan kemeng yang terus- menerus.
Penyebaran nyeri apakah bersifat nyeri radikuler atau nyeri
alih(referred pain). Nyeri bersifat menetap, atau hilang timbul,
semakin lama semakin nyeri. Nyeri bertambah hebat karena
pencetus seperti gerakan-gerakan pinggang batuk atau mengejan,
berdiri atau duduk untuk jangka waktu yang lama dan nyeri
berkurang jika istirahat berbaring. Sifat nyeri khas dari posisi
berbaring ke duduk, nyeri bertambah jika ditekan area L5-S1
(garis antar dua krista liraka).
(c) Region, radiating, and relief
Letak atau lokasi nyeri menunjukkan nyeri dengan tepat sehingga
letak dapat diketahui dengan cermat.
(d) Scale of pain
Pengaruh posisi tubuh atau anggota tubuh berkaitan dengan
aktivitas tubuh, posisi yang dapat meredakan rasa nyeri dan
memperberat nyeri. Pengaruh pada aktivitas yang menimbulkan
rasa nyeri dan memperberat nyeri. Obat-obatan yang sedang
diminum seperti analgetik, berapa lama diminumkan.
(e) Time
Sifatnya akut, subakut, perlahan-lahan atau bertahap, bersifat
menetap, hilang timbul, makin lama makin nyeri. Nyeri pinggang
bawah yang intermiten (dalam beberapa minggu sampai beberapa
tahun).
(3) Riwayat penyakit sekarang
Adanya riwayat trauma akibat mengangkat atau mendorong benda
yang berat. Pengkajian yang didapat, meliputi keluhan paraperesis
flasid, parestesia, dan retensi urine. Keluhan nyeri pada punggung
bawah, di tengah-tengah antara bokong dan betis, belakang tumit dan
telapak kaki. Klien sering mengeluh kesemutan (parastesia) atau baal
bahkan kekuatan otot menurun sesuai dengan distribusi persyaratan
yang terlibat. Pengkajian riwayat menstruasi, adneksitis dupleks
kronik, yang juga dapat menimbulkan nyeri punggung bawah yang
keluhan hamper mirip dengan keluhan nyeri HNP sangat diperlukan
agar penegakkan masalah klien lebih komprehensif dan memberikan
dampak terhadap intervensi keperawatan selanjutnya.
(4) Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi apakah klien pernah
menderita TB tulang, osteomilitis, keganasan (mielo multipleks),
metabolik (osteoporosis) yang sering berhubungan dengan
peningkatan risiko terjadinya herniasi nucleus pulposus (HNP).
Pengkajian lainnya untuk mendengar adanya riwayat hipertensi,
riwayat cedera tulang belakang sebelumnya, diabetes mellitus,
penyakit jantung yang berguna sebagai tindakan lainnya untuk
menghindarinya komplikasi.
(5) Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang mengalami
hipertensi dan diabetes mellitus.
(6) Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien berguna untuk
menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons
atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam
keluarga maupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul
pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas,
rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
Adanya perubahan berupa paralisis anggota gerak bawah memberikan
manifestasi yang berbeda pada setiap klien yang mengalami gangguan
tulang belakan dari HNP. Semakin lama klien menderita paraparese
tersebut bermanisfestasi pada koping yang tidak efektif.
b) Pemeriksaan Fisik
(1) Keadaan umum
Pada keadaan HNP umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran.
Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, contohnya bradikardi yang
menyebabkan hipotensi yang berhubungan dengan penurunan
aktivitas karena adanya parapase.
(2) B1(Breathing)
Jika tidak menggangu sistem pernapasan biasanya didapatkan infeksi,
ditemukan tidak ada batuk, tidak ada sesak napas, dan frekuensi
pernapasan normal. Palpasi, taktil fremitus seimbang kanan dan kiri.
Pada perkusi, terdapat suara resonan pada seluruh lapang paru.
Auskultasi tidak terdengar bunyi napas tambahan.
(3) B2 ( Blood)
Jika tidak ada gangguan pada sistem kardiovaskular, biasanya nadi
kualitas dan frekuensi nadi normal, tekanan darah normal, dan nada
auskultasi tidak ditemukan bunyi jantung tambahan.
(4) B3 (Brain)
Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
(a) Keadaan umum
Kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus lumbal, adanya
angulus, pelvis yang miring/asimetris, muskulatur paravertebral
atau pantat yang asimetris, postur tungkai yang abnormal.
Hambatan pada pergerakan punggung, pelvis, dan tungkai selama
bergerak.
(b) Tingkat kesadaran
Tingkat keterjagaan klien biasanya compos mentis
(c) Pengkajian fungsi serebral
Status mental: observasi penampilan, tingkah laku, nilai
gayabicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien
yang telah lama menderita HNP biasanya status mental klien
mengalami perubahan.
(d) Pengkajian saraf kranial
Pengkajian ini meliputi pengkajian saraf cranial I-XII.
- Saraf I
Biasanya pada klien HNP tidak ada kelainan dan fungsi
penciuman.
- Saraf II
Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
- Saraf III, IV, dan VI
Biasanya tidak mengalami gangguan mengangkat kelopak mata,
pupil isokor.
- Saraf V
Pada klien HNP umunya tidak didapatkan paralisis pada otot
wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
- Saraf VII
Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris
- Saraf VIII
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
- Saraf IX dan X
Kemampuan menelan baik.
- Saraf XI
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapesius.
- Saraf XII
Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikultasi. Indra pengecapan normal.
(e) Pengkajian sistem motorik
Kekuatan fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungkai bawah, kaki, ibu
jari, dan jari lainnya dengan menyeruh klien untuk melakukan
gerak fleksi dan ekstensi dengan menahan gerakan. Atrofi otot pada
maleolus atau kaput fibula dengan membandingkan anggota tubuh
kanan-kiri. Fakulasi (kontraksi involunter yang bersifat halus) pada
otot-otot tertentu.
(f) Pengkajian refleks
Refleks achiles pada HNP lateral L 4-5 negatif, sedangkan refleks
lutut/patela pada HNP lateral di L4-5 negatif.
(g) Pengkajian sistem sensorik
Pemeriksaan sensasi raba, nyeri, suhu, profunda, dan sensasi getar
(vibrasi) untuk menentukan dermantom yang tertanggu sehingga
dapat ditentukan pula radiks mana yang terganggu. Palpasi dan
perkusi harus dikerjakan dengan hati-hati atau cermat sehingga
tidak membingungkan klien. Palpasi dimulai dari area nyeri yang
ringan ke arah yang paling terasa nyeri. Nyeri pinggang bawah
yang intermiten (dalam beberapa minggi sampai beberapa tahun)
nyeri menjalar sesuai dengan distribusi saraf skhiatik. Sifat nyeri
khas dari posisi berbaring ke duduk, nyeri mulai dari bokong dan
terus menjalar ke bagian belakang lutut, kemudian ke tungkai
bawah. Nyeri bertambah hebat karena pencetus seperti gerakan-
gerakan pinggang, batuk atau mengejan, berdiri atau duduk untuk
jangka waktu yang lama dan nyeri berkurang jika berbaring.
Penderita sering mengeluh kesemutan (parestesia) atau baal bahkan
kekuatan otot menurun sesuai dengan distribusi persarafan yang
terlibat. Nyeri bertambah jika ditekan daerah L5-S1 (garis antardua
krista liraka). Pada percobaan laseque tes atau tes mengangkat
tungkai yang lurus (straight leg raising), yaitu mengangkat tungkat
secara lurus dengan fleksi di sendi panggul, akan rasakan nyeri di
sepanjang bagian belakang (tanda laseque positif).
(5) B4 (Bladder)
Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah, dan karakteristik urine,
termasuk berat jenis urine. Penurunan jumlah urine dan peningkatan
retensi cairan dapat terjadi akibat menurunnya perfusi pada ginjal.
(6) B5 (Bowel)
Pemenuhan nutrisi berkurang karena adanya mual dan asupan nutrisi
yang kurang. Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian
ada tidaknya lesi pada mulut atau perubahan pada lidah dapat
menunjukan adanya dehidrasi.
(7) B6 (Bone)
Adanya kesulitan untuk beraktivitas dan menggerakan badan karena
adanya nyeri, kelemahan, kehilangan sensori, serta mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

(a) Look
Kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus lumbal, adanya
angulus, pelvis yang miring/asimetris, muskulatur paravertebral
atau pantat yang asimetris, dan postur tungkai yang abnormal.
(b) Feel
Ketiak meraba kolumna vertebralis dicari kemungkinan adanya
deviasi kelateral atau antero-posterior. Palpasi dari area dengan
rasa nyeri ringan ke arah yang paling terasa nyeri.
(c) Move
Adanya kesulitan atau hambatan dalam melakukan pergerakan
punggung, pelvis, dan tungkai selama bergerak.

2. Diagnosa keperawatan
1) Pre operasi
a) Nyeri akut berhubungan dengan penjepitan saraf pada diskus
intervertebralis, tekanan di daerah distribusi ujung saraf
b) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi
neuromuscular
c) Cemas yang berhubungan dengan ancaman, kondisi sakit, dan
perubahan kesehatan.
d) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi terkait
kondisi sakit
e) Risiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan
imobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer, tirah baring lama.
2) Intra operasi
a) Resiko penurunan volume cairan tubuh berhubungan dengan
kehilangan cairan tubuh
b) Resiko cedera berhubungan dengan tindakan operasi
3) Post operasi

a) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan


produksi sekret.
b) Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan
c) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan program pembatasan
gerak
d) Risiko infeksi berhubungan dengan insisi operasi
3. Perencanaan keperawatan

Diagnosa
No Tujuan Kriteria hasil Intervensi keperawatan
keperawatan
1. Nyeri akut Tujuan: NOC: NIC
berhubungan Setelah dilakukan 1. Pain level Paint management
dengan penjepitan tindakan 2. Pain control a. Kaji nyeri secara komprehensif (lokasi,
saraf pada diskus keperawatan 3. Comfort level karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intervertebralis, selama …x 24 jam dan faktor presipitasi)
tekanan di daerah diharapkan nyeri Kriteria Hasil: b. Beri penjelasan mengenai penyebab nyeri
distribusi ujung dapat berkurang 1. Mampu mengontrol nyeri c. Observasi reaksi nonverbal dari
saraf (tahu penyebab nyeri, ketidaknyamanan
mampu menggunakan
tehnik nonfarmakologi d. Segera immobilisasi daerah fraktur
untuk mengurangi nyeri, e. Tinggikan dan dukung ekstremitas yang
mencari bantuan) terkena
2. Melaporkan bahwa nyeri f. Ajarkan pasien tentang alternative lain
berkurang dengan untuk mengatasi dan mengurangi rasa
menggunakan manajemen nyeri
nyeri g. Ajarkan teknik manajemen stress
3. Mampu mengenali nyeri misalnya relaksasi nafas dalam
(skala, intensitas, h. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
frekuensi, dan tanda nyeri) dalam pemberian obat analgeik sesuai
4. Menyatakan rasa nyaman indikasi
setelah nyeri berkurang
2. Gangguan Setelah dilakukan NOC NIC:
mobilitas fisik tindakan a. Exercise therapy: ambulation
berhubungan keperawatan a. Joint Movement: Active b. Monitoring vital sign sebelum/sesudah
dengan disfungsi selama …x24 jam b. Mobility Level latihan dan lihat respon pasien saat latihan
neuromuscular gangguan mobilitas c. Self care : ADLs c. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang
fisik teratasi d. Transfer performance rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan
Kriteria hasil: d. Bantu klien untuk menggunakan tongkat
saat berjalan dan cegah terhadap cedera
a. Klien meningkat dalam
e. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain
aktivitas fisik
tentang teknik ambulasi
b. Mengerti tujuan dari
f. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
peningkatan mobilitas
c. Memverbalisasikan
g. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan
perasaan dalam
ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
meningkatkan kekuatan
h. Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi
dan kemampuan berpindah
dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.
d. Memperagakan
i. Berikan alat bantu jika klien memerlukan.
penggunaan alat Bantu
j. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi
untuk mobilisasi (walker)
dan berikan bantuan jika diperlukan
3. Ansietas Tujuan: NOC : NIC:
berhubungan Setelah dilakukan - Anxiety self-control Anxiety Reduction
dengan ancaman, tindakan - Anxiety level a. Identifikasi tingkat kecemasan pasien
kondisi sakit, dan keperawatan b. Jelaskan semua prosedur dan apa yang
perubahan selama 1 x Kriteria hasil dirasakan selama prosedur
kesehatan. 30menit, ansietas a. Mampu mengidentifikasi c. Pahami perspektif pasien terhadap
berkurang dan mengungkapkan kecemasan
gejala cemas d. Dorong keluarga untuk senantiasa
b. Mengidentifikasi, menemani pasien dan memberikan
mengungkapkan dan ketenangan pada pasien
menunjukkan teknik e. Bantu pasien untuk mengenal situasi yang
untuk mengontrol cemas dapat menyebabkan cemas
c. Tanda-tanda vital dalam f. Berikan informasi mengenai kondisi
rentang normal penyakit pasien
d. Postur tubuh ekspresi g. Dorong pasien untuk mengungkapkan
wajah, bahasa tubuh dan perasaan, ketakutan, dan persepsi terhadap
tingkat aktivitas rasa sakit yang dialaminya
menunjukkan h. Kolaborasikan pemberian obat untuk
berkurangnya kecemasan menenangkan pasien
4. Kurang Tujuan: NOC: NIC :
pengetahuan Setelah dilakukan Pengetahuan tentang penyakit
berhubungan tindakan dan prosedur operasi a. Kaji pengetahuan klien tentang
dengan kurangnya keperawatan penyakitnya dan prosedur operasi
informasi terkait selama ...x
prosedur 30menit, pasien Kriteria hasil:
a. Pasien mampu b. Jelaskan tentang proses penyakit (tanda
pembedahan mengetahui
menjelaskan kembali dan gejala), identifikasi kemungkinan
informasi terkait
tentang penyakit, penyebab. Jelaskan kondisi tentang klien
kondisinya
b. Pasien mengenal c. Jelaskan tentang prosedur operasi
kebutuhan operasi tanpa d. Diskusikan perubahan gaya hidup yang
cemas mungkin digunakan untuk mencegah
komplikasi
e. Diskusikan tentang terapi dan pilihannya
f. Eksplorasi kemungkinan sumber yang
bisa digunakan/ mendukung
g. Tanyakan kembali pengetahuan klien
tentang penyakit, prosedur operasi
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan Kriteria Hasil: a. Auskultasi jalan nafas
bersihan jalan tindakan a. Menunjukkan bersihan b. Ajarkan teknik nafas dalam dan batuk
nafas keperawatan jalan napas yang efektif efektif
berhubungan selama …x24 jam b. Batuk efektif c. Lakukan suction jika perlu
dengan akumulasi ketidakefektifan c. Mengeluarkan secret d. Observasi tanda-tanda vital
sekret bersihan jalan nafas secara efektif e. Kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya
terkontrol d. Mempunyai jalan napas
yang paten
e. Suara nafas vesikuler
NOC f. RR 16-20 kali/menit
1. Pencegahan
aspirasi
2. Status
pernapasan
Nyeri akut Setelah dilakukan Kriteria Hasil: NIC
berhubungan tindakan a. Mampu mengontrol nyeri Manajemen Nyeri
dengan proses keperawatan (tahu penyebab nyeri, a. Lakukan pengkajian nyeri secara
pembedahan selama …x24 jam, mampu menggunakan komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
nyeri akut tehnik nonfarmakologi durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
terkontrol untuk mengurangi nyeri, presipitasi
mencari bantuan) b. Observasi reaksi nonverbal dari
b. Melaporkan bahwa nyeri ketidaknyamanan
NOC berkurang dengan
1. Tingkat nyeri menggunakan manajemen c. Kurangi faktor presipitasi nyeri
2. Kontrol nyeri nyeri d. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
3. Tingkat c. Mampu mengenali nyeri e. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
kenyamanan (skala, intensitas, frekuensi f. Kolaborasikan dengan dokter jika ada
dan tanda nyeri) keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
d. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
e. Tanda vital dalam rentang
normal
Hambatan Setelah dilakukan Kriteri Hasil: NIC
mobilitas fisik tindakan
berhubungan keperawatan a. Pergerakan sendi a. Tentukan batasan gerak sendi dan akibat
dengan program selama …x24 jam, pada fungsi gerak
b. Berjalan dengan nyaman b. Lakukan ROM aktif dan ROM pasif untuk
pembatasan gerak hambatan mobilitas
fisik terkontrol latihan
c. Bantu pasien meningkatkan jadwal ROM
aktif
NOC: d. Bantu pasien menggerakan sendi secara
teratur dengan nyeri minimal
1. Pergerakan e. Kolaborasi dengan fisioterapi untuk
mengembangkan dan melaksanakan
program latihan
Risiko infeksi Setelah dilakukan a. tidak ada tanda infeksi a. Monitor tanda dan gejala infeksi sistenik
berhubungan tindakan dan lokal, Monitor kerentanan terhadap
dengan insisi keperawatan b. penyembuhan luka baik infeksi
operasi selama …x24 jam, b. Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
resiko ineksi c. Dorong masukkan nutrisi yang cukup,
terkontrol masukan cairan, dan istirahat
d. Laporkan kecurigaan infeksi, Laporkan
NOC : kultur positif
Risk Control
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses asuhan keperawatan. Format
evaluasi yang sering dipakai adalah format SOAP, dalam format ini kita
dapat mengetahui perkembangan keadaan pasien. Apakah masalah
keperawatannya sudah terselesaikan atau belum.

5. Discharge Planning
a. Istirahat total.
b. Menurunkan berat badan.
c. Menghindari mengangkat benda berat dengan cara membungkuk
seperti mengangkat air galon.
d. Memakai korset.
e. Melakukan senam yoga.
f. Berenang.
g. Pijatan ringan.
h. Memperbaiki postur tubuh saat duduk atau berdiri.
i. Menghindaridari terjatuh.
j. Menghindari olahraga yang berat seperti bermain bola, beladiri , dll.
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, F. B. 2008.Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika .

Johnson, M. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC). Second Edition. New


Jersey: Upper Saddle River.

Mc Closkey, C.J., et al. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC). Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River.

Muttaqin, A. 2008.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


SistemPersarafan.Jakarta: Salemba Medika.

NANDA. 2012. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi.


Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &


Suddarth Volume 3. Jakarta: EGC.

Tarwoto. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan,


Jakarta: CV. Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai