Anda di halaman 1dari 9

PERBEDAAN LEAN MANUFACTURING DAN TOYOTA

PRODUCTION SYSTEM

Oleh:

Nama: Ilham Fhadillah (0516101070)


M. Riky Firdaus (0516101045)
Achmad Faizal (0516101041)

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS WIDYATAMA
BANDUNG
2019
A. Lean Manufacturing
a. Konsep Lean Manufacturing

Lean adalah suatu upaya terus-menerus untuk menghilangkan pemborosan (Waste) dan
meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang/jasa) agar memberikan nilai kepada
pelanggan (customer value). APICS Dictionary (2005), mendefinisikan Lean sebagai suatu
filosofi bisnis yang berlandaskan pada minimasi penggunaan sumber-sumber daya (termasuk
waktu) dalam berbagai aktivitas perusahaan. Lean berfokus pada identifikasi dan eliminasi
aktivitas- aktivitas tidak bernilai tambah (non-value-adding activities) dalam desain, produksi
(untuk bidang manufaktur) atau operasi (untuk bidang jasa), dan supply chain management,
yang berkaitan langsung dengan pelanggan (Gaspersz, 2011).

Lean yang diterapkan pada keseluruhan perusahaan disebut sebagai lean enterprise. Lean
yang diterapkan pada manufacturing disebut sebagai lean manufacturing, dan lean yang
diterapkan dalam bidang jasa disebut sebagai lean service, lean yang diterapkan pada bank
disebut sebagai lean banking, lean dalam bidang retail disebut lean retailing, lean dalam
bidang pemerintahan disebut sebagai lean government dan lain-lain (Gaspersz, 2011).

Terdapat lima prinsip lean yaitu:

1. Mengidentifikasi nilai produk berdasarkan perspektif pelanggan.

2. Mengidentifikasi value stream mapping untuk setiap produk

3. Menghilangkan pemborosan yang tidak bernilai tambah dari semua aktivitas sepanjang value
stream.

4. Mengorganisasikan agar material, informasi dan produk mengalir secara lancar dan efesien
sepanjang proses value stream menggunakan sistem tarik (pull system)

5. Terus menerus mencari teknik dan alat peningkatan (improvement tools and techniques)
untuk mencapai keunggulan dan peningkatan secara terus- menerus.

Lean manufacturing dapat didefinisikan sebagai suatu pendekatan untuk mengidentifikasi dan
menghilangkan pemborosan (waste) atau aktivitas-aktivitas yang tidak memiliki nilai tambah
(non-value-adding activities) melalui peningkatan terus-menerus secara radikal (radical
continous inprovement) dengan cara mengalirkan produk (material, work-in-process, output)
dan informasi menggunakan sistem tarik (pull system) dari pelanggan internal dan eksternal
untuk mengejar keunggulan dan kesempurnaan (Gaspersz, 2011).
b. Waste
Waste didefiniskan sebagai segala aktivitas pemakaian sumber daya (resources) yang tidak
memberikan nilai tambah (value added) pada produk. Pada dasarnya semua waste yang terjadi
berhubungan erat dengan waktu. Ada 8 jenis waste yang tidak memberikan nilai dalam proses
bisnis atau manufaktur, antara lain adalah sebagai berikut (Liker, 2006):
1. Produksi berlebihan (overproduction)
Memproduksi lebih banyak dari yang permintaan, atau memproduksi sebelum diinginkan. Hal
ini terlihat pada simpanan material. Ini adalah akibat dari produksi berdasarkan permintaan
spekulatif.
Produksi berlebihan juga berarti membuat lebih banyak dari yang dibutuhkan oleh proses
berikutnya, membuat sebelum diinginkan oleh proses berikutnya, atau membuat lebih cepat
dari yang dibutuhkan oleh proses berikutnya.
Penyebab over produksi: Logika just-in-case (untuk jaga-jaga), Penggunaan otomatisasi yang
salah, Proses setup yang lama, Penjadwalan yang salah, Ketidakseimbangan beban kerja,
Rekayasa berlebihan, Inspeksi berlebihan, dll.
2. Menunggu (Waiting)
Waktu menunggu dalam proses harus dihilangkan. Prinsipnya adalah memaksimalkan
penggunaan / efisiensi pekerja daripada memaksimalkan penggunaan mesin-mesin.
Penyebab menunggu termasuk: Ketidakseimbangan beban kerja, Pemeliharaan yang tidak
terencana, Waktu setup yang lama, Penggunaan otomatisasi yang salah, Masalah kualitas yang
tidak selesai, Penjadwalan yang salah, dll.
3. Transportasi (transportation)
Tidak ada nilai tambah pada produk. Daripada memperbaiki transportasi, akan lebih baik bila
dikurangi atau dihilangkan. Beberapa penyebab transportasi tinggi: Layout pabrik yang buruk,
Pemahaman yang buruk terhadap aliran proses produksi, Ukuran lot besar, lead time besar, dan
area penyimpanan yang besar.
4. Secara keliru/berlebihan (Inefficient Process)
Harus dihilangkan dengan cara bertanya mengapa sebuah proses diperlukan dan mengapa
sebuah produk diproduksi. Semua langkah proses yang tidak diperlukan harus dihilangkan.
Beberapa penyebabnya: Perubahan produk tanpa perubahan proses, Logika just-in-
case,Keinginan konsumen yang sebenarnya tidak jelas, Proses berlebihan untuk menutupi
downtime, Kurang komunikasi.
5. Work In Process (WIP)
Material antar operasi yang timbul karena lot produksi yang besar atau proses-proses dengan
waktu siklus yang panjang.
Penyebab inventory berlebihan: Melindungi perusahaan dari inefisiensi dan masalah-masalah
tak terduga, Kompleksitas produk, Penjadwalan yang salah, Peramalan pasar yang buruk,
Beban kerja tidak seimbang, Supplier yang tidak bisa diandalkan, Kesalahan komunikasi,
6. Gerakan yang tidak perlu (unnecessary motion)
Gerakan-gerakan tubuh yang tidak perlu, seperti mencari, meraih, memutar akan membuat
proses memakan waktu lebih lama. Daripada melakukan otomatisasi terhadap gerakan sia-sia,
operasionalnya sendiri yang seharusnya diperbaiki.
Penyebabnya antara lain: efektifitas manusia/mesin yang buruk, metode kerja yang tidak
konsisten, layout fasilitas yang buruk, pemeliharaan dan organisasi tempat kerja yang buruk,
gerakan tambahan saat menunggu
7. Produk cacat (defective product)
Memproduksi barang cacat, sehingga membutuhkan pengerjaan ulang atau bahkan dibuang
karena tidak bisa diperbaiki. Jelas ini merupakan pemborosan pemakaian bahan, waktu, tenaga
kerja, dan sumber daya yang lain. Aktivitas ini merupakan kesia-siaan yang sempurna.
Mencegah timbulnya cacat lebih baik daripada mencari dan memperbaiki cacat. Penyebabnya
antara lain: Kontrol proses yang lemah, Kualitas buruk, Tingkat inventory tidak seimbang,
Perencanaan maintenance yang buruk, Kurangnya pendidikan / training / instruksi kerja,
Desain produk, Keinginan konsumen tidak dimengerti .
8. Kreativitas karyawan yang tidak dimanfaatkan (Underutilizing People)
Kehilangan waktu, gagasan, keterampilan, peningkatan, dan kesempatan belajar karena tidak
melibatkan atau mendengarkan karyawan.
Penyebabnya antara lain: Budaya bisnis, politik, Perekrutan yang buruk, Rendah / tidak adanya
investasi untuk training, Strategi upah rendah, turnover tinggi.
c. Aplikasi Lean
Ada beberapa aplikasi yang bisa diterapkan pada suatu sistem yang menjalankan lean, adalah
sebagai berikut:
1. Mengurangi ukuran lot produksi
2. Mengurangi waktu set up
3. Fokus pada pemasok tunggal
4. Menjalankan kegiatan pemeliharaan preventif (preventive maintenance)
5. Penurunan cycle time
6. Mengurangi persediaan (stock) untuk mengekpos manufaktur, distribusi dan masalah
penjadwalan.
7. Menggunakan peralatan yang baru atau teknologi.
8. Menggunakan teknik change over cepat.
9. Continous atau one pieces flow.
10. Produksi menggunakan sistem tarik atau kanban.
11. Menghapus kemacetan (bottleneck).
12. Menggunakan teknik pemeriksaan kesalahan atau pokayoke, dan
13. Menghilangkan waste.
Menurut (Gaspersz, 2012) Persyaratan dan landasan bagi perusahaan untuk menyebarkan lean
production meliputi:
1. Kombinasikan berfikir lean dengan strategi bisnis
2. Integrasikan dengan para penyalur (supplier) dan pelanggan (customer)
3. Komitmen manajemen
4. Keterlibatan semua staff
D. Long-Term Philosophy Toyota (“4P” Model of the Toyota Way)

Keputusan manajemen berdasarkan pada suatu filosofi yang jangka panjang, bahkan atas
biaya dari sasaran keuangan jangka pendek.
1. Process (Eliminate Waste)
a. Buat proses “flow” untuk memunculkan permasalahan
b. Beban kerja yang rata (Heijunka)
c. Berhenti ketika ada suatu masalah mutu “quality”(Jidoka)
d. Sistem tarik (pull system) untuk menghindari produksi berlebih
e. Menstandarisasi tugas-tugas untuk perbaikan berkelanjutan
f. Gunakan visual kontrol sehingga tidak ada masalah yang tersembunyikan
g. Gunakan pada yang dapat dipercaya
2. People and Partner (Respect,Challange and Grow Them)
a. Pertumbuhan para pimpinan (leader) yang hidup sesuai filsafat
b. Rasa hormat, berkembang dan memberikan tantangan ke team
c. Rasa hormat, tantangan dan membantu para supplier
3. Problem Solving (Continous Improvement and Learning)
a. Mempelajari organisasi yang berkesinambungan melalui Kaizen
b. Memahami situasi secara menyeluruh Membuat keputusan-keputusan secara bertahap
melalui konsesus, secara menyeluruh mempertimbangkan semua opini.
B. Sistem Produksi Toyota
Sistem produksi Toyota dikembangkan dan dipromosikan oleh Toyota MotorCorporation dan
telah dipakai oleh banyak perusahaan Jepang sebagai ekor darikrisis minyak di tahun 1973.
Tujuan utama dari sistem ini adalah menyingkirkan melalui aktivitas perbaikan, berbagai jenis
pemborosan yang tersembunyi dalam perusahaan misalnya sumberdaya atau tenaga kerja yang
terlalu banyak. Sistem produksi Toyota adalah suatu metode ampuh untuk membuat produk
karena sistem ini merupakan alat efektif untuk menghasilkan tujuan akhir laba. Untuk
mencapai pengurangan biaya, produksi harus dengan cepat dan secara fleksibel menyesuaikan
diri dengan perubahan permintaan pasar tanpa kelebihan waktu yang tak berguna. Gagasan
semacam itu dicapai dengan konsep Just In Time: menghasilkan barang yang diperlukan, dalam
jumlah yang diperlukan, dan padawaktu diperlukan.
a. Just In Time dan Jidouka
Toyota Production System mempunyai dua pilar, yaitu just in time dan jidouka. Hubungan
kedua pilar tesebut dapat dilihat pada gambar dibawah. Just in time adalah memproduksi dan
mengirim barang yang diperlukan, pada saat diperlukan, dan sejumlah yang diperlukan, untuk
meningkatkan efisiensi pekerjaan dan menghilangkan berbagai macam muda di tempat kerja.
Pilar ini merupakan salah satu pilar dari Toyota Production System yang sangat penting untuk
melakukan produksi secara efisien tanpa muda dan hanya membuat barang yang sesuai pesanan
pelanggan saja. Alat kontrol yang digunakan untuk produksi just in time disebut dengan
kanban. Dengan kanban, proses berikut hanya menarik barang yang dibutuhkan, pada saat
dibutuhkan sejumlah yang dibutuhkan dari proses sebelum. Proses sebelum hanya
memproduksi sejumlah yang telah diambil oleh proses sesudah. Fungsi kanban adalah untuk
memberi instruksi produksi dan instruksi pengiriman; sebagai alat kontrol visual yang dapat
mencegah produksi berlebih dan sebagai pendeteksi adanya keterlambatan atau proses yang
terlalu cepat.
Berikut ini adalah tiga prinsip dasar produksi just in time:
1. Pull system (sistem tarik)
Perencanaan produsi member petunjuk hanya kepada proses terakhir, artinya hanya boleh
memproduksi sejumlah yang telah digunakan oleh proses berikutnya, proses berikut
mengambil ke proses sebelum, dan proses sebelum hanya boleh membuat sejumlah yang telah
diambil, sehingga dengan pengambilan oleh proses berikut pelaksanaan just in time dapat
terjamin. Selain itu, dengan melakukan pengambilan oleh proses berikut, berarti barang tidak
stagnan, dan masalah dapat dibuat menjadi jelas dengan menggunakan kanban.
2. Continous Flow Process
Untuk dapat memproduksi barang yang diperlukan, pada saat diperlukan, dan sejumlah yang
diperlukan, maka produk tidak diproduksi dalam lot, tetai stok ditiadakan sehingga diperluakan
produksi dengan cara continous flow process. Bila barang dibuat dengan cara proses
berkelanjutan maka lead time produksi menjadi lebih singkat, muda menjadi lebih singkat.
3. Membuat sejumlah yang diperlukan berdasarkan takt time Hubungan antara perencanaan
poduksi dengan perencanaan penjualan. Rencana produksi harus sesuai dengan pesanan
pelanggan. Oleh karena itu, dalam hal menentukan takt time, tidak hanya ditentukan
berdasarkan kemampuan mesin atau peralatan, tetapi dihitung berdasarkan jumlah yang
diperlukan dan waktu kerja murni.
Sedangkan, jidouka adalah alat yang dapat mencegah berulangnya abnormal dan tidak
mengalirkan cacat dengan cara mendeteksi sesuatu abnormalitas seperti abnormalitas mesin
atau peralatan, abnormal pada kualitas, pekerjaan terlambat, kemudian menghentikan mesin
atau line (disebut dengan line stop) dan menginformasikannya. Jadi, dasar pemikiran dari
jidouka adalah “Proses berikutnya adalah pelanggan”, maksudnya setiap line proses melakukan
pekerjaannya dengan baik dan menjaga kualitas dengan pengecekan kualitas sebelum masuk
ke proses berikutnya. Proses berikutnya dianggap sebagai pelanggan sehingga harus diberikan
produk yang sebaik mungkin tanpa ada cacat atau abnormal pada produk tersebut. Prinsip
dasarnya adalah menghentikan proses jika terjadi abnormal dengan cara tidak perlu mengawasi
peralatan karena jika proses sudah selesai, mesin akan berhenti dengan sendirinya. Sasaran dari
jidouka adalah membuat part yang 100% baik, mencegah masalah pada mesin atau alat, dan
menghemat sumber daya manusia (tidak perlu pengawas untuk mesin atau alat). Maka, sasaran
dari Toyota Production System untuk mengurangi biaya produksi adalah : hanya membuat
barang yang berkaitan untuk dijual (produksi just in time berdasarkan pada takt time), membuat
kendaraan berkualitas baik (melakukan jidouka), memproduksi produk yang lebih murah
(menghilangkan muda secara tuntas), dan menciptakan tempat kerja yang kuat dan dapat
merespon terhadap perubahan yang ada. Tujuan dari Toyota Production System adalah agar
setiap elemen kerja di perusahaan dapat peka untuk menemukan muda sehingga dapat
membuat kaizen.
Kaizen adalah suatu upaya untuk mengusahakan perbaikan secara terus menerus pada
proses yang ditemukan ada muda, mura, dan muri. Tujuan kaizen adalah menghasilkan produk
dengan kualitas yang lebih baik, lebih murah (karena biaya produksinya diturunkan), lebih
aman (dengan cara meningkatkan safety), lebih cepat (mempersingkat lead time), dan lebih
mudah dibuat (meningkatkan produktivitas).
C. Perbedaan Lean Manufacturing dan Toyota Production System
a. Toyota Production System
Jika kita ingin tahu apa sebenarnya Toyota Productin System (TPS) itu, berarti kita harus
mendengar dari pencetusnya. Dalam bukunya Taichi ohno memberikan tiga kunci pernyataan
adalah:
1. Basis dasar dari TPS adalah murni eliminasi waste
2. Penrurunan biaya adalah tujuan akhir
3. Setelah perang dunia kedua fokus mengarah kepada bagaimana memproduksi produk
berkualitas baik, pada tahun 1955 fokus kepada bagaimana memproduksi produk dalam
jumlah yang tepat sesuai kebutuhan.
Dua pilar utama dalam TPS terhadap fokus quantitas adalah Jus In Time dan Jidoka. Dengan
demikian produksi akan menghasilkan jumlah yang tepat, pada saat yang tepat dengan kualitas
yang tepat seperti konsep Jidoka yang 100 % inspeksi, sehingga tak ada produk cacat yang
keluar di akhir produksi.
b. Lean Manufacturing
Dalam konsep Lean Manufacturing ada beberapa indikator yaitu:
1. less material
2. less invesment
3. less space
4. less inventory
5. less people
Perbedaan pertama adalah pada Lean manufacturing produksi tidak hanya fokus pada
pengendalian jumlah tetapi juga pengendalian kualitas.

Anda mungkin juga menyukai