B. Ciri-Ciri Biografi
Kita dapat mengenali suatu tulisan biografi dengan memperhatikan karakteristiknya.
Adapun ciri-ciri biografi adalah sebagai berikut:
Biografi memiliki struktur baku dalam pembuatannya, meliputi orientasi, reorientasi, dan
peristiwa.
Isi biografi dibuat berdasarkan fakta (faktual) sesuai dengan kisah hidup tokoh yang
diceritakan.
Gaya penulisan biografi dibuat dalam bentuk narasi sehingga lebih menarik untuk dibaca.
Terdapat kisah yang menarik dan menginspirasi dalam kehidupan tokoh biografi sehingga
dapat mempengaruhi pembaca.
Biografi juga mengandung hal-hal yang dapat memotivasi seseorang sehingga mencontoh
atau meneladani kehidupan tokoh dalam biografi tersebut.
C. Struktur Biografi
Secara umum, struktur teks biografi terdiri dari tiga bagian. Mengacu pada pengertian
biografi, adapun struktur biografi tersebut adalah sebagai berikut:
Orientasi, yaitu bagian dalam tulisan biografi yang berisi tentang pengenalan tokoh atau
gambaran awal mengenai tokoh yang sedang diceritakan.
Peristiwa dan Masalah, yaitu bagian dalam tulisan biografi yang berisi mengenai
peristiwa yang pernah dialami oleh tokoh. Ini termasuk masalah yang dihadapi dalam
upaya mencapai tujuan, serta pengalaman yang menginspirasi yang dialami oleh tokoh.
Reorientasi, yaitu bagian penutup dari sebuah biografi dan sifatnya opsional saja. Pada
bagian ini penulis memberikan pandangannya terhadap tokoh yang diceritakan di dalam
biografi tersebut.
D. Jenis-Jenis Biografi
Biografi dapat dibedakan ke dalam tiga kelompok. Sesuai dengan pengertian biografi
di atas, adapun beberapa jenis biografi adalah sebagai berikut:
1. Biografi Berdasarkan Izin Penulisan
Authorized Biography, yaitu suatu biografi yang penulisannya telah mendapatkan
izin atau sepengetahuan dari tokoh yang akan diceritakan kisah hidupnya.
Unauthorized Biography, yaitu suatu biografi yang penulisannya tidak atas izin dan
sepengetahuan tokoh yang akan diceritakan kisah hidupnya. Umumnya penulisan
unauthorized biography dilakukan karena tokoh yang akan diceritakan telah wafat.
2. Biografi Berdasarkan Isinya
Biografi Perjalanan Hidup, yaitu biografi yang isinya tentang perjalanan hidup
seorang tokoh secara lengkap atau mengambil beberapa bagian dari perjalanan hidup
yang dianggap berkesan.
Biografi Perjalanan Karir, yaitu biografi yang isinya tentang perjalanan karir
seorang tokoh mulai dari awal hingga karir yang dilakukan saat ini. Atau dapat juga
menceritakan perjalanan karir seorang tokoh dalam mencapai kesuksesan tertentu.
3. Biografi Berdasarkan Masalah yang Dibahas
Biografi Politik, yaitu biografi yang isinya tentang kisah hidup tokoh suatu Negara
dilihat dari sudut pandang politik. Meskipun melalui riset, pada umumnya biografi
politik mengandung sarat akan kepentingan penulis atau tokoh yang diceritakan.
Biografi Intelektual, yaitu biografi yang isinya menjelaskan kisah hidup tokoh
intelektual dilihat dari sudut pandang ilmiah. Biografi intelektual dibuat melalui
berbagai riset dan penulisannya menggunakan bahasa ilmiah.
Berdasarkan Jurnalistik, yaitu biografi yang penulisannya didapatkan dari hasil
wawancara langsung dengan tokoh yang akan ditulis kisahnya.
4. Biografi Berdasarkan Penerbit
Buku Sendiri, yaitu suatu biografi tokoh yang dijadikan buku oleh penerbit dengan
biaya produksi mulai dari penulisan, percetakan dan pemasaran ditanggung sendiri.
Tujuan dari penulisan biografi ini adalah untuk dijual dipasaran atau mendapatkan
perhatian publik.
Buku Subsidi, yaitu biografi tokoh yang biaya penulisannya dan produksinya
ditanggung oleh sponsor. Jika dilihat dari sisi komersil, biografi seperti tidak akan
laku atau harga jualnya terlalu tinggi sehingga tidak terjangkau.
1. BIOGRAFI SULTAN HASANUDDIN
b. Perjuangan
Pertentangan kaum Adat dengan kaum Paderi atau kaum agama turut melibatkan
Tuanku Imam Bonjol. Kaum paderi berusaha membersihkan ajaran agama islam yang
telah banyak diselewengkan agar dikembalikan kepada ajaran agama islam yang murni.
Pada awalnya timbulnya peperangan ini didasari keinginan dikalangan pemimpin
ulama di kerajaan Pagaruyung untuk menerapkan dan menjalankan syariat Islam sesuai
dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah yang berpegang teguh pada Al-Qur'an dan sunnah-
sunnah Rasullullah shalallahu 'alaihi wasallam. Kemudian pemimpin ulama yang
tergabung dalam Harimau nan Salapan meminta Tuanku Lintau untuk mengajak Yang
Dipertuan Pagaruyung beserta Kaum Adat untuk meninggalkan beberapa kebiasaan yang
tidak sesuai dengan Islam.
Dalam beberapa perundingan tidak ada kata sepakat antara Kaum Padri dengan
Kaum Adat. Seiring itu dibeberapa nagari dalam kerajaan Pagaruyung bergejolak, dan
sampai akhirnya Kaum Padri dibawah pimpinan Tuanku Pasaman menyerang Pagaruyung
pada tahun 1815, dan pecah pertempuran di Koto Tangah dekat Batu Sangkar. Sultan
Arifin Muningsyah terpaksa melarikan diri dari ibukota kerajaan ke Lubukjambi.
Pada 21 Februari 1821, kaum Adat secara resmi bekerja sama dengan pemerintah
Hindia-Belanda berperang melawan kaum Padri dalam perjanjian yang ditandatangani di
Padang, sebagai kompensasi Belanda mendapat hak akses dan penguasaan atas wilayah
darek (pedalaman Minangkabau). Perjanjian itu dihadiri juga oleh sisa keluarga dinasti
kerajaan Pagaruyung di bawah pimpinan Sultan Tangkal Alam Bagagar yang sudah
berada di Padang waktu itu. Perlawanan yang dilakukan oleh pasukan padri cukup
tangguh sehingga sangat menyulitkan Belanda untuk mengalahkannya. Oleh sebab itu
Belanda melalui Gubernur Jendral Johannes van den Bosch mengajak pemimpin Kaum
Padri yang waktu itu telah dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol untuk berdamai dengan
maklumat Perjanjian Masang pada tahun 1824. Tetapi kemudian perjanjian ini dilanggar
sendiri oleh Belanda dengan menyerang nagari Pandai Sikek. Pada tahun 1833 perang
berubah menjadi perang antara kaum Adat dan kaum Paderi melawan Belanda, kedua
pihak bahu-membahu melawan Belanda, Pihak-pihak yang semula bertentangan akhirnya
bersatu melawan Belanda. Diujung penyesalan muncul kesadaran, mengundang Belanda
dalam konflik justru menyengsarakan masyarakat Minangkabau itu sendiri. Bersatunya
kaum Adat dan kaum Padri ini dimulai dengan adanya kompromi yang dikenal dengan
nama Plakat Puncak Pato di Tabek Patah yang mewujudkan konsensus Adat basandi
Syarak (Adat berdasarkan agama).
Penyerangan dan pengepungan benteng kaum Padri di Bonjol oleh Belanda dari
segala jurusan selama sekitar enam bulan (16 Maret-17 Agustus 1837) yang dipimpin
oleh jenderal dan para perwira Belanda, tetapi dengan tentara yang sebagian besar adalah
bangsa pribumi yang terdiri dari berbagai suku, seperti Jawa, Madura, Bugis, dan
Ambon.
3 kali Belanda mengganti komandan perangnya untuk merebut Bonjol, yaitu
sebuah negeri kecil dengan benteng dari tanah liat yang di sekitarnya dikelilingi oleh
parit-parit. Barulah pada tanggal 16 Agustus 1837, Benteng Bonjol dapat dikuasai setelah
sekian lama dikepung.
Pada bulan Oktober 1837, Tuanku Imam Bonjol diundang ke Palupuh untuk
berunding. Tiba di tempat tersebut dia langsung ditangkap dan dibuang ke Cianjur, Jawa
Barat. Kemudian dipindahkan ke Ambon dan akhirnya ke Lotak, Minahasa, dekat
Manado. Di tempat terakhir itu ia meninggal dunia pada tanggal 8 November 1864.
Tuanku Imam Bonjol dimakamkan di tempat tersebut.
c. Penghargaan
Perjuangan yang telah dilakukan oleh Tuanku Imam Bonjol dapat menjadi
apresiasi akan kepahlawanannya dalam menentang penjajahan, sebagai penghargaan dari
pemerintah Indonesia, Tuanku Imam Bonjol diangkat sebagai Pahlawan Nasional
Indonesia sejak tanggal 6 November 1973.
5. BIOGRAFI PATIMURA
Sisingamangaraja XII adalah pejuang gigih yang lahir di Bakara, Tapanuli pada 18
Februari 1845. Selama hidup, ia habiskan waktunya untuk memperjuangkan wilayahnya dari
penjajahan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Ia meninggal di Dairi pada 17 Juni 1907
dan mendapat gelar pahlawan nasional Indonesia pada tanggal 9 November, melalui Keppres
No. 590 Tahun 1961. Kiprahnya Sisingamangaraja XII bermula pada tahun 1867 saat ia naik
tahta menggantikan ayahnya. Ia menjadi Tapanuli yang gigih melawan kompeni. Kala itu
Belanda mulai masuk ke Tapanuli dan Sisingamangaraja XII mengumpulkan para penguasa
lokal untuk melawan. Lobi Belanda selama beberapa tahun untuk masuk ke wilayah Tapanuli
selalu gagal, hingga puncaknya terjadi perang pada 19 Februari 1878 antara tentara kolonial
versus pasukan Sisingamangaraja XII di pos pasukan Belanda di Bahal Batu, dekat Tarutung.
Pasukan Sisingamangaraja mengalami kekalahan dan mundur, sementara itu tentara Belanda
terus merengsek mengejar sembari membakar tiap desa yang dilaluinya. Pertempuran kembali
terjadi di Balige, Sisingamangaraja XII terkena tembakan di bagian atas lengan. Ia kembali
harus mundur dan menetapkan taktik gerilya untuk melawan Belanda. Taktik berpindah
tempat ini berhasil membuat tentara Belanda kewalahan hingga pada 1989 Belanda
mengetahui pasukan Sisingamangaraja XII menyingkir ke Lintong. Pasukan
Sisingamangaraja XII kembali dibombardir dengan alat modern, sehingga harus mundur dan
bertahan di Dairi.
Mulai saat itu Belanda berhasil menguasai Tapanuli dan selama bertahun-tahun tidak
ada pertempuran. Namun, sebenarnya Sisingamangaraja XII tetap berjuang dengan menjalin
banyak sekutu dan mengobarkan semangat anti penjajah sampai ke Aceh. Karena inilah, pada
masa ini banyak perlawanan-perlawanan dari penguasa lokal terhadap Belanda. Sampai
akhirnya Belanda tahu bahwa bahwa perlawanan raja-raja lokal tersebut akibat dari pengaruh
Sisingamangaraja XII.
Belanda pun menawarkan “perdamaian” dengan penobatan Sisingamangaraja sebagai
Sultan Batak, namun Sisingamangaraja XII menolak. Kemudian Pemerintah Hindia Belanda
mengirim pasukan Marsose di bawah komando Hans Christoffel ke Tapanuli. Dairi dikepung
hampir selama tiga tahun, sampai akhirnya pada 17 Juni 1907, terjadi pertempuran hebat yang
menewaskan Sisingamangaraja XII. Lalu pengikut beserta kerabatnya ditawan, tahun ini
menandai rampungnya perlawanan Sisingamangaraja XII terhadap Belanda.
Disusun Oleh :
Titin Agustina
Kelas : X IPS 4