Anda di halaman 1dari 5

RAHASIA DOA MUSTAJAB

Kami tidak akan membahas mengenai etika berdoa, karena dalam setiap agama tentunya
sudah diajarkan mengenai tata cara dan etika berdoa, kami yakin para pembaca sudah lebih
memahaminya. Tujuan kami menulis jauh dari maksud menggurui, semata hanya ingin berbagi
pengalaman. Dengan kata lain, apa yang kami sampaikan adalah hal yang sudah dapat kami
lakukan dan kami alami sendiri. Tujuan kami menulis adalah untuk berbagi kepada sesama,
barangkali dapat memberi sedikit manfaat untuk para pembaca yang budiman. Dengan
menggunakan akal budi dan hati nurani (nur/cahaya dalam hati) kami selalu berusaha
mencermati, mengevaluasi dan kemudian menarik benang merah, berupa nilai-nilai (hikmah)
dari setiap kejadian dan pengalaman dalam doa-doa kami.

Berkaitan dengan Waktu dan tempat yang dianggap mustajab untuk berdoa, kiranya setiap
orang memiliki kepercayaan dan keyakinan yang berbeda-beda. Kedua faktor itu berpengaruh
pula terhadap kemantapan hati dan tekad dalam mengajukan permemohonan kepada Tuhan
YME. Namun banyak juga orang meyakini doanya akan dikabulkan Tuhan, walaupun doanya
bersifat verbal atau sebatas ucapan lisan saja. Hal ini sebagai konsekuensi, bahwa dalam
berdoa hendaknya kita selalu berfikir positif (prasangka baik) pada Tuhan.

SULITNYA MENILAI KESUKSESAN DOA

Banyak orang merasa doanya tidak/belum terkabulkan. Tetapi banyak pula yang merasa bahwa
Tuhan telah mengabulkan doa-doa tetapi dalam kadar yang masih minim, masih jauh dari target
yang diharapkan. Itu hanya kata perasaan, belum tentu akurat melihat kenyataan sesunggunya.
Memang sulit sekali mengukur prosentase antara doa yang dikabulkan dengan yang tidak
dikabulkan. Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor berikut ;

Kita sering tidak mencermati, bahkan lupa, bahwa anugrah yang kita rasakan hari ini, minggu
ini, bulan ini, adalah merupakan “jawaban” Tuhan atas doa yang kita panjatkan sepuluh atau
dua puluh Tahun yang lalu. Apabila sempat terlintas fikiran atau kesadaran seperti itu, pun kita
masih meragukan kebenarannya. Karena keragu-raguan yang ada di hati kita, akan
memunculah asumsi bahwa hanya sedikit doa ku yang dikabulkan Tuhan.

Doa yang kita panjatkan pada Tuhan YME biasanya menurut ukuran kita adalah baik dan ideal,
akan tetapi apa yang baik dan ideal menurut kita, belum tentu baik menurut Tuhan. Tanpa kita
sadari bisa saja Tuhan mengganti permohonan dan harapan kita dalam bentuk yang lainnya,
tentu saja yang paling baik untuk kita. Tuhan Sang Pengelola Waktu, mungkin akan
mengabulkan doa kita pada waktu yang tepat pula. Ketidaktahuan dan ketidaksadaran kita akan
bahasa dan kehendak Tuhan, membuat kita menyimpulkan bahwa doa ku tidak dikabulkan
Tuhan.

Prinsip kebaikan meliputi dua sifat atau dimensi, universal dan spesifik. Kebaikan universal,
akan berlaku untuk semua orang atau makhluk. Kebaikan misalnya keselamatan, kesehatan,
kebahagiaan, dan ketentraman hidup. Sebaliknya, kebaikan yang bersifat spesifik artinya, baik
bagi orang lain, belum tentu baik untuk diri kita sendiri. Atau, baik untuk diri kita belum tentu baik
untuk orang lain. Kebaikan spesifik meliputi pula dimensi waktu, misalnya tidak baik untuk saat
ini, tetapi baik untuk masa yang akan datang. Memang sulit sekali untuk memastikan semua itu.
Tetapi paling tidak dalam berdoa, kemungkinan-kemungkinan yang bersifat positif tersebut perlu
kita sadari dan terapkan dalam benak. Kita butuh kearifan sikap, kecermatan batin, kesabaran,
dan ketabahan dalam berdoa. Jika tidak kita sadari kemungkinan-kemungkinan itu, pada
gilirannya akan memunculkan karakter buruk dalam berdoa, yakni; sok tahu. Misalnya berdoa
mohon berjodoh dengan si A, mohon diberi rejeki banyak, berdoa supaya rumah yang
ditaksirnya dapat jatuh ke tangannya. Jujur saja, kita belum tentu benar dalam memilih doa dan
berharap-harap akan sesuatu. Kebaikan spesifik yang kita harapkan belum tentu menjadi
berkah buat kita. Maka kehendak Tuhan untuk melindungi dan menyelamatkan kita, justru
dengan cara tidak mengabulkan doa kita. Akan tetapi, kita sering tidak mengerti bahasa Tuhan,
lantas berburuk sangka, dan tergesa menyimpulkan bahwa doaku tidak dikabulkan Tuhan.

Tidak gampang memahami apa “keinginan” Tuhan. Diperlukan kearifan sikap dan ketajaman
batin untuk memahaminya. Jangan pesimis dulu, sebab seseorang yang selalu giat mengasah
ketajaman batin, ia akan mampu memahami apa dan bagaimana “bahasa” Tuhan. Orang
seperti ini disebut orang yang mampu “nggayuh kawicaksanane Gusti”.

KUNCI RAHASIA TERKABULNYA DOA

Agar doa menjadi mustajab (tijab/makbul) dapat kita lakukan suatu trik dan tip. Penting untuk
memahami bahwa doa sesungguhnya bukan saja sekedar permohonan (verbal). Lebih dari itu,
doa adalah usaha yang nyata. Permohonan kepada Tuhan dapat ditempuh dengan lisan. Tetapi
doa juga butuh penggabungan antara dimensi batiniah dan lahiriah (laten dan manifesto)
metafisik dan fisik. Doa akan menjadi mustajab dengan jalan kita mampu mewaspadai dan
menghayati sinyal-sinyal sebagai berikut;

Dalam berdoa seyogyanya menggabungkan 4 unsur dalam diri kita; meliputi; hati, pikiran,
ucapan, tindakan. Bukankah Tuhan berjanji akan mengabulkan setiap doa makhlukNya? tetapi
mengapa kita sering merasa ada saja doa yang tidak terkabul ? Kita tidak perlu berprasangka
buruk kepada Tuhan. Justru kegagalan doa kita, berarti ada yang salah dengan diri kita sendiri.
Misalnya kita berdoa mohon kesehatan. Hati kita berniat ingin jasmani-rohani selalu sehat. Doa
juga diikrarkan terucap melalui lisan kita. Pikiran kita juga sudah memikirkan bagaimana
caranya hidup yang sehat. Tetapi tindakan kita malah makan jerohan, makanan berkolesterol,
dan makan secara berlebihan. Nah, itu namanya tidak kompak dan tidak konsisten. Doa yang
mustajab harus konsisten dan kompak melibatkan empat unsur di atas. Antara hati, ucapan,
pikiran, dan tindakan jangan sampai terjadi kontradiktori.

Untuk hasil akhir, pasrahkan semuanya kepada “tugas” Tuhan tetapi ingat, usaha mewujudkan
doa merupakan tugas manusia. Berdoa harus dilakukan dengan kesadaran yang penuh, bahwa
manusia bertugas mengoptimalkan prosedur dan usaha, perkara hasil atau targetnya tidak
sesuai harapan, biarkan itu menjadi kebijaksanaan dan kewenangan Tuhan. Dengan kata lain,
tugas kita adalah berusaha maksimal, keputusan terakhir tetap ada di tangan Tuhan. Saat ini
orang sering keliru mengkonsep doa. Asal sudah berdoa, lalu semuanya dipasrahkan kepada
Tuhan. Bahkan cenderung berdoa hanya sebatas lisan saja. Selanjutnya doa dan harapan
secara mutlak dipasrahkan pada Tuhan. Ini kesalahan besar umat manusia. Sikap demikian
namanya fatalistis. Sikap fatalis seseorang menyebabkan kemalasan, perilaku tidak masuk akal
dan mudah putus asa. Ujung-ujungnya Tuhan akan dikambinghitamkan, dengan menganggap
bahwa kegagalan doanya memang sudah menjadi nasib yang digariskan Tuhan. Atau lebih
parah lagi, dengan menganggap kegagalannya sebagai bentuk cobaan dari Tuhan (bagi orang
yang beriman). Itu salah kaprah namanya. Sebab kepasrahan itu artinya pasrah akan
penentuan kualitas dan kuantitas hasil akhir. Yang namanya ikhtiar atau usaha tetap menjadi
tugas dan tanggungjawab manusia.

Berdoa jangan menuruti harapan dan keinginan diri sendiri, sebaliknya berdoalah menurut
kehendak Tuhan. Karena kita sulit mengetahui apakah doa atau harapan kita itu menurut Tuhan
baik dan tepat untuk kita. Walaupun kita anggap doa yang kita panjatkan adalah baik tidak
menyimpang dari ajaran agama. Kita juga tidak tahu persis, apakah kelak permintaan kita jika
dikabulkan Tuhan akan membawa kebaikan atau malah sebaliknya membuat kita celaka.
Berdoa secara spesifik dan detil dapat mengandung resiko. Misalnya doa agar supaya tender
proyek jatuh ke tangan kita, atau berdoa agar kita terpilih menjadi Bupati. Padahal jika kita
bener-bener menjadi Bupati tahun ini, di dalam struktur pemerintahan terdapat orang-orang
berbahaya yang akan “menjebak” kita melakukan korupsi. Apa jadinya jika Tuhan mengabulkan
permohonan kita. Maka berdoalah menurut kehendak Tuhan. Caranya hanya memohon yang
terbaik untuk diri kita. Sebagai contoh; ya Tuhan, andai saja proyek itu memberi kebaikan
kepada diriku, keluargaku, dan orang-orang disekitarku, maka berikan proyek itu kepadaku,
namun apabila tidak berkah untuk ku, jauhkanlah. Dengan berdoa seperti itu, kita serahkan jalan
cerita kehidupan ini kepada Gusti Allah, Tuhan Yang Maha Bijak. Doa yang ideal dan etis
adalah doa yang tidak menyetir Tuhan, doa yang tidak menuruti kemauan diri, doa yang pasrah
kepada Sang Maha Pengatur. Niscaya Tuhan akan memilihkan kita yang terbaik…buat kita !
Sayangnya, kita sering lupa bahwa doa kita adalah doa sok tahu pasti baik buat kita, dan doa
yang telah menyetir kehendak Tuhan.

DOA MERUPAKAN PROYEKSI PERBUATAN KITA,

AMAL KEBAIKAN KITA PADA SESAMA MENJADI DOA

TAK TERUCAP YANG MUSTAJAB.

Kalimat sederhana ini merupakan kata kunci memahami misteri dalam doa; doa adalah
permintaan !! Doa kita akan terkabul atau tidak tergantung dari amal kebaikan yang pernah kita
lakukan terhadap sesama. Terkabulnya atau gagalnya doa-doa kita merupakan cerminan akan
amal kebaikan yang pernah kita lakukan. Jika kita sadar atau tidak sering mencelakai orang lain
maka doa mohon keselamatan akan sia-sia. Sebaliknya, orang yang selalu menolong dan
membantu sesama, kebaikannya menjadi doa, hidupnya selalu mendapat kemudahan dan
mendapat keselamatan. Kita gemar dan ikhlas mendermakan harta kita untuk membantu orang-
orang yang memang tepat untuk dibantu. Selanjtnya cermati apa yang akan terjadi pada diri
kita, rejeki seperti tidak ada habisnya! Semakin banyak beramal, akan semakin banyak pula
rejeki kita. Bahkan sebelum kita mengucap doa, Tuhan sudah memenuhi apa-apa yang kita
harapkan. Itulah pertanda, bahwa perbuatan dan amal kebaikan kita pada sesama, akan
menjadi doa yang tak terucap, tetapi sungguh yang mustajab.
Berikut ini merupakan “rumus” agar supaya kita lebih cermat dalam mengevaluasi diri kita
sendiri;

Jangan pernah berharap-harap kita menerima (anugrah), apabila kita enggan dalam
memberi.

Jangan pernah berharap-harap akan selamat, apabila kita sering membuat orang lain
celaka.

Jangan pernah berharap-harap mendapat limpahan harta, apabila kita kurang peduli
terhadap sesama.

Jangan pernah berharap-harap mendapat keuntungan besar, apabila kita selalu


menghitung untung rugi dalam bersedekah.

Jangan pernah berharap-harap meraih hidup mulia, apabila kita gemar menghina sesama.

Lima “rumus” di atas hanya sebagian contoh. Silahkan para pembaca yang budiman dapat
mengidentifikasi sendiri rumus-rumus selanjutnya.

Doa akan menjadi mustajab, asalkan kita mampu memadukan empat unsur di atas. Serta
perbuatan kita tidak bertentangan dengan isi doa yang kita panjatkan pada Tuhan. Pada tataran
tertentu amal kebaikan kita akan menjadi doa mustajab, hanya jika, kita melakukannya dengan
keikhlasan sejati. Setingkat dengan keikhlasan kita di pagi hari saat “membuang ampas
makanan” tak berarti.

JIKA INGIN DIBERI,

MEMBERILAH TERLEBIH DAHULU !

Dahulu saya pernah kebanyakan pengangkah, sehingga giat sekali memanjatkan berbagai
macam doa. Siang-malam berdoa isinya permohonan apa saja yang diinginkan. Berdoa hanya
pada waktu tertentu yang saya anggap tijab. Tetapi saya masih merasakan kehampaan dalam
hidup. Bahkan saya merasakan realitas yang terjadi justru semakin menjauh dari harapanku
seperti yang terucap dalam doa-doaku. Lama-kelamaan saya menyadari ada yang tidak beres
dalam prinsip yang saya pahami.

Saya sadar merasa sangat kurang dalam melakukan amal kebaikan terhadap sesama. Saya
berfikir, betapa buruknya tabiatku, yang banyak meminta-minta, tetapi sedikit “memberi”.
Kuingat-ingat, apa saja amal kebaikan pernah kulakukan pada sesama, Parah…sepertinya kok
nggak ada… atau aku yang sudah lupa. Namun yang teringat justru keburukan dan kesalahan
yang pernah kulakukan pada teman, keluarga, orang tua, dan pada orang lain. Aku menjadi
resah sendiri, merasa hidupku tidak bermanfaat untuk orang banyak, sementara aku nggak tahu
malu, selalu meminta-minta terus pada Tuhan. Egois, maunya enaknya sendiri. Berharap-harap
memperoleh hak-hakku sebagai manusia ciptaan Tuhan, tetapi enggan memenuhi kewajiban.

Hingga pada suatu saat saya mendapatkan pelajaran hidup yang sangat berarti, paling tidak
menurut diri saya sendiri. Sejak itu, saya rombak total tata cara melewati hari-hariku. Dengan
sekuat tenaga, setiap saat ada kesempatan kulakukan sesuatu yang kira-kira ada manfaat
untuk orang lain. Mulai dari hal-hal sepele, sampai yang tidak sepele. Dalam hatiku, aku malu
sebagai makhluk Tuhan, pikirku tak akan berdoa lagi untuk meminta-minta kepada Tuhan. Jika
berdoa memohon sesuatu, hanya kulakukan untuk mendoakan teman, kerabat, keluarga, atau
orang-orang yang minta dibantu doa. Sedangkan untuk diriku sendiri, tiada yang pantas
kulakukan selain lebih banyak mensyukuri nikmat dan anugrah Tuhan. Banyak mengucapkan
syukur saja tidak cukup. Aku harus lebih pandai mensyukuri nikmat dan anugrah Tuhan. Rasa
bersyukur serta doa-doa kepada Tuhan melebur dan mewujud menjadi satu. Rasa bersyukur
termanifestasikan kedalam perbuatan yang bermanfaat untuk banyak orang. Cara berdoa tidak
sekedar terucap melalui mulut, tapi mewujud dalam perbuatan.

Caraku berdoa seperti itu, mungkin terasa “aneh dan nyleneh” bagi orang yang berilmu tinggi
dan menguasai ajaran agama secara teksbook, Maklum saya ini orang bodoh yang masih
belajar ke sana-kemari. Tetapi paling tidak, akhirnya saat ini kutemukan juga kehidupan yang
penuh dengan ketenangan, kecukupan, kebahagiaan dan ketentraman lahiriah dan batiniah.

Mohon maaf apabila banyak kata dan ucapan yang kurang berkenan, saya menyadari sebagai
orang yang masih bodoh banyak kekurangan, tetapi memaksa diri untuk menulis.

Anda mungkin juga menyukai