Salah seorang komandan Romawi mengutus seorang nashrani Arab untuk menyelidiki
kondisi para sahabat dari dalam. Sepulangnya dari menjalankan tugas, utusan itu
berkomentar, "Kami mendapati suatu kaum 'sebagai pendeta di malam hari dan penunggang
kuda di siang hari', demi Tuhan, kalau seandainya anak raja mereka mencuri, pasti mereka
akan memotong tangannya. Atau kalau seandainya ia berzina, pasti mereka merajamnya."
Qaeqalan berkomentar, "Demi Tuhan, kalau anda benar, perut bumi tentu lebih baik
daripada permukaannya."
Kita yakin terhadap keimanan para sahabat, yang tidak bisa dibandingkan dengan keimanan
manusia di abad manapun. Terhadap ibadah mereka kita juga tidak ragu. Kisah-kisah
menakjubkan dari kualitas ibadah mereka sering kita baca. Kekhusyu'annya, totalitasnya,
kuantitasnya, ihsannya. Mereka adalah model manusia yang menjadikan hidup dan mati
mereka bernilai ibadah dan ketaatan kepada Allah. Itu semua menjadikan mereka layak
dijuluki sebagai para rahib. Adalah Ali bin Abi Thalib RA, ketika waktu shalat tiba, ia begitu
terguncang dan wajahnya pucat. Ada yang bertanya, “Ada apa dengan dirimu wahai Amirul
Mukminin?” ia menjawab, “Karena waktu amanah telah datang. Amanah yang disampaikan
kepada langit, bumi, dan gunung, lalu mereka tidak sanggup memikulnya dan aku sanggup.”
Akan tetapi keahlian mereka dalam pertempuran dan menunggang kuda tentu juga tidak kita
nafikan. Tabiat kehidupan gurun yang panas dan keras menempa mereka menjadi manusia-
manusia yang memiliki fisik yang tangguh. Belum lagi dengan tradisi perang antar suku di
masa Jahiliyah. Maka, keahlian perang merupakan tuntutan hidup jika seseorang ingin
mempertahankan hidupnya dan suatu suku ingin mengukuhkan eksistensinya
1
Kemudian Islam datang mendesain kepribadian mereka secara seimbang antara 'otot' dan
'hati' sehingga menjadi manusia sempurna. Kekuatan otot yang tak diimbangi dengan hati
yang bersih akan menjadikan seseorang berkepribadian kasar. Ciri-ciri kebinatangan lebih
mendominasi ketimbang kemanusiannya. Demikian pula sebaliknya, kekuatan ruhiyah tanpa
didukung kemantapan fisik merupakan ketidak-seimbangan.
Bisa jadi, hati yang bersih dan jiwa yang suci menjadi jaminan bagi tergeraknya fisik untuk
melakukan aksi amal nyata. Karena iman selain sebagai dasar beramal, ia juga sebagai
energi yang melahirkan amal. Makin besar energi yang tersedia, makin banyak amal yang
bisa dilakukan. Sebaliknya, jika energi iman kecil, maka dorongan amal pun menjadi kecil
dan daya tahan beramal juga menjadi kecil. Seorang mukmin hendaknya banyak melakukan
aktivitas keimanan dan membersihkan jiwanya.
Syaikh Jum'ah Amin berkomentar pada salah satu ceramahnya, "Mereka bisa menjadi para
penunggang kuda di siang hari karena mereka telah terlebih dahulu menjadi rahib-rahib di
malam harinya."
Dakwah adalah aktifitas memberi (atha') dan pengorbanan (tadhiyah). Seorang dai
mengorbankan tenaga, pikiran, harta, dan waktunya untuk Islam dan ummat Islam. Memberi
yang bersumber dari ketulusan niat dan kesucian akidah akan menampakkan buahnya
sepanjang masa. Yang tak kenal musim dan tak berubah oleh perubahan cuaca. Tak kan
membuatnya melambung oleh tingginya sanjungan dan tak kan tenggelam oleh hinaan.
Karena bukan untuk sanjungan ia memberi, bukan untuk manusia ia berkarya, dan bukan
untuk kedudukan ia berkorban. Semuanya adalah bagian dari pengabdiannya kepada
Rabbnya.
َب ْال َعالَمِ ين َ علَ ْي ِه مِ ْن أَجْ ٍر ِإ ْن أَجْ ِر
َ ي ِإ ََّل
ِ علَى َر َ { َو َما أ َ ْسأَلُ ُك ْم109}
"Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan-ajakan itu; Upahku tidak lain
hanyalah dari Tuhan semesta alam." (As-Syu'ara': 109)
Memberi yang tidak bersumber dari ketulusan niat dan kebersihan akidah tidaklah
permanen. Ia hanyalah umpan di kail yang dilemparkan untuk mendapatkan ikan yang lebih
besar dan kontan. Kekecewaan akan menyergap demi melihat umpannnya tidak berbalas
dan ikan tidak didapat. Ia akan patah arang manakala gayung tidak bersambut dan
ajakannya tidak dihiraukan. Oleh sebab itu sejak pertama kali menerima wahyu, Rasulullah
saw. sudah diingatkan Allah, agar tidak berharap balasan dari apa yang diberikannya
kepada ummat.
2
Seorang mukmin yang baik akan beranggapan bahwa amal perbuatannya masih sangat
sedikit, dan melihat dirinya masih belum maksimal untuk menunaikan hak-hak Allah.
Memandang kecil amal perbuatan yang telah dan menganggap diri masih kurang dalam
melakukan kebaikan, akan memacu seseorang untuk mengoleksi kebaikan demi kebaikan
serta berusaha meraih keutamaan. Sedangkan membangga-banggakan amal akan
membuat seseorang tinggi hati dan merendahkan orang lain.
Tugas-tugas dakwah dan beban hidup begitu banyak menggelayuti tubuh kita.
Tugas-tugas pekerjaan, urusan rumah tangga dan anak-anak, tugas-tugas kemasyarakatan,
terutama tugas-tugas dakwah. Kita tentu siap menghadapi semua itu sebagai konseksueksi
seorang muslim yang punya kepedulian terhadap nasib Islam dan ummatnya. Namun
tentunya kita menyadari bahwa Tenaga dan pikiran sangat terbatas, waktu yang tersedia
rasanya tidak mencukupi. Target-target yang harus dicapai terasa berat. Tantangan dan
hambatan begitu banyak menghadang. Belum lagi kondisi diri yang tidak selalu fit baik
secara fisik maupun mental spiritual. Kalau bukan karena kehidupan berjamaah, dimana
tangan kita bergandeng terajut bersama tangan-tangan lain untuk mengangkat beban-beban
itu, tentu tak sanggup kita memanggulnya seorang diri.
Karenanya, Agar beban terasa ringan, ada baiknya kita sejenak luangkan waktu untuk
tumpahkan duka dan curahkan perasaan, mengadukan kelemahan kita kepada yang
Mahakuat, mengakui kekerdilan diri kepada yang Maha Besar, menyambung nafas kita yang
tersengal-sengal itu dengan mengadu kepada yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, di
sepertiga malam terakhir, di keheningan malam, di kala makhluk Allah larut dalam dekapan
mimpi. Kala Tuhan semesta alam turun ke langit dunia untuk mendengarkan bisikan hamba-
Nya.
"Tuhan kita Tabaraka wa Ta'ala turun pada setiap malam ke langit dunia, saat tersisa
sepertiga malam terakhir lalu Dia berfirman, 'Siapa yang berdoa kepada-Ku pasti Aku
kabulkan, siapa yang meminta-Ku pasti Aku beri, dan siapa meminta ampunan kepada-Ku
Aku akan mengampuninya." (Bukhari Muslim).
3
Ikhwati fillah...
Dari Jabir r.a, ia barkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya pada
malam hari itu benar-benar ada saat seorang muslim dapat menepatinya untuk memohon
kepada Allah suatu kebaikan dunia dan akhirat, pasti Allah akan memberikannya
(mengabulkannya) dan itu setiap malam.” (H.R. Muslim dan Ahmad)
Orang yang kontinyu mengerjakan qiyamullail pasti dicintai dan dekat dengan Allah.
Rasulullah saw. bersabda,
َ ع ْن ْال َج
س ِد ْ ت َو َم
َ ِط َر َدة ٌ ِلل َّداء ٌ اْلثْ ِم َوت َ ْكف
ِ ِير لِلسَّيِئ َا ِ ْ ع ْن ِ َّ ام اللَّ ْي ِل قُ ْربَة ٌ إِلَى
َ ٌ َّللا َو َم ْن َهاة َّ علَ ْي ُك ْم بِ ِقيَ ِام اللَّ ْي ِل فَإِنَّه ُ َدأَبُ ال
َ َصالِحِ ينَ قَ ْبلَ ُك ْم َوإِ َّن قِي َ
“Hendaklah kalian melakukan shalat malam, karena hal itu tradisi orang-orang shalih
sebelummu, mendekatkan diri kepada Allah, menghapus dosa, menolak penyakit dan
pencegah dari dosa, menghapus kesalahan, dan mengusir penyakit dari tubuh." (HR.
Tirmidzi)
Dapat dipahami bahwa qiyamullail selain medekatkan diri kepada Allah dapat
mencetak keshalihan dan kesehatan fisik dari penyakit dan batin dari lumuran dosa.
Berbagai kebaikan dan manfaat Allah sediakan untuk hamba melalui sarana qiyamullail. Tak
cukupkah dipahami, bagaimana tingkat kuatnya ruhiyah seseorang yang dapat mengusir
kantuk menghasung penat lalu berangkat berwudhu untuk menghadap rabbnya. Jasadnya
sesungguhnya punya hak untuk istirahat dari penatnya siang, namun sebagian waktu
istirahatnya itu diabaikan demi Tuhannya.
Dari Sahal bin Sa’ad ra, ia berkata, "Malaikat Jibril datang kepada Nabi saw. lalu
berkata,
4
“Malaikat Jibril as datang kepada Nabi SAW lalu berkata : Wahai Muhamad hiduplah
sebebas-bebasnya akhirnyapun kamu akan mati. Cintalah siapa saja yang kamu cintai pasti
kamu akan berpisah dengannya. Berbuatlah semaumu, pasti akan dapat balasan."
Kemudian ia melanjutkan, "Kemuliaan orang mukmin dapat diraih dengan melakukan shalat
malam dan harga dirinya dapat ditemukan dengan tidak minta tolong orang lain." (Hakim)
Seorang diri ingin mulia di sisi Allah dan di sisi manusia hendaknya ia membiasakan
qiyamullail. Wajahnya akan ceria, karena dia bermunajat dengan ar-rahman maka
terpancarlah nur dari wajahnya. Maka ia akan dicintai oleh sesame manusia kerena Allah
mencintainya.
Tirmidzi meriwayatkan dari Abdullah bin Salam dari Nabi saw. bersabda :
َ اس نِ َيا ٌم ت َ ْد ُخلُوا ْال َجنَّةَ ِب
س ََل ٍم ُ َّصلُّوا َوالن
َ ام َو
َ الط َع ْ َ شوا الس َََّل َم َوأ
َّ ط ِع ُموا ُ اس أ َ ْف
ُ َّأَيُّ َها الن
“Wahai manusia sebarkanlah salam, berikanlah makanan dan shalt malamlah pada waktu
orang-orang tidur, kalian kan masuk surga dengan selamat." (Tirmidzi)
Seorang da’i yang ingin berhasil da’wahnya harus menabur kasih sayang kepada
seluruh lapisan masyarakat. Hal itu dapat digapai dengan wajah yang berseri-seri,
mengucapkan salam, mengulurkan bantuan dan silatu al-rahim dan pada malam hari
memohon kepada Allah diawali dengan qiyamullail, namun mereka yang kontinyu
melaksankan qiyamullail sangat sedikit jumlahnya, semoga kita termasuk kelompok ini yang
dapat masuk surga Allah.
Qiyamullail memerlukan kesungguhan dan kebulatan tekad, jika demikian akan sangat
mudah merealisasikannya dengan izin Allah, berikut ini kiat-kiat pendorong meninggalkan
tempat tidur untuk bermunajat dengan yang maha pengasih.
Inilah yang dapat disajikan kepada akhi dan ukhti fillah, tentang urgensi, keutamaan
dan kiat-kiat qiyamullail. Semoga memberikan motivasi kepada kita menjadi orang yang
dekat dengan Allah, mulia disisi Allah dan disisi manusia yang akhirnya menjadi penghuni
surga. Aamiin...