Anda di halaman 1dari 4

Apa itu Crosshijaber?

Crosshijaber merupakan istilah bagi pria yang berpenampilan seperti wanita


muslim. Dia menggunakan hijab syar’i bahkan cadar. Para crosshijaber ini
dianggap meresahkan karena mereka berani masuk ke tempat yang semestinya
hanya dimasuki wanita, seperti toilet. Mereka bahkan tidak ragu berada di masjid
dan menyusup ke bagian shaf shalat wanita.

Menilik dari sejarah, Crosshijaber merupakan bentuk lain dari crossdressing yang
sudah ada sejak zaman dahulu. Pada umumnya pria lah yang menjadi pelaku
crossdressing ini. Istilah crosshijaber ini juga diambil dari crossdressing, di mana
pria mengenakan dress dan tampil dengan makeup.
Apakah Crosshijaber sama dengan transgender?

Perilaku yang juga dikenal dengan sebutan trasvestisisme ini sering kali dianggap
sebagai suatu penyimpangan karena disalahpahami sebagai penyakit seksual.
Namun, pada beberapa masa crossdressing merupakan bagian dari kebudayaan
tertentu.

Istilah crossdressing ini tak sama dengan kondisi transgender. Seseorang yang
melakukan crossdressing ini pun dapat memiliki tujuan beragam dari sebagai
penyamaran hingga sebagai hiburan atau ekspresi diri.
Apa penyebab terjadinya Crossdressing?

Seperti dikutip dari Psychology Today, tidak ada penyebab khusus kenapa
perilaku menyimpang ini terjadi.

Berdasarkan penelitian, crossdressing sebenarnya sudah dilakukan manusia sejak


masa kanak-kanak. Ada kesenangan tersendiri saat anak-anak mencoba baju
lawan jenisnya. Dan saat masa puber, kesenangan tersebut berubah menjadi
kenikmatan seksual. Seiring pertambahan usia dan ketika perilaku mencoba baju
lawan jenis ini terus diulangi dan dilakukan, keinginan untuk bertukar pakaian
menjadi lebih kuat bahkan meskipun kenikmatan seksual yang dirasakan
berkurang.

menurut American Psychiatric Association, Seorang pria yang suka crosdressing


dianggap mengidap gangguan trasvestis jika dia konsisten dan intens merasakan
gairah seks dari berfantasi, atau akting memakai satu atau lebih busana yang pada
umumnya dipakai lawan jenisnya. Fantasi atau perilaku ini terus terjadi
setidaknya enam bulan dan menyebabkan rasa tertekan pada individu tersebut atau
mengalami gangguan disfungsi sosial, profesional dan kesehariannya dengan
orang-orang terdekatnya.
Apakah penyimpangan trasvestisisme bisa disembuhkan?

Pscyhology Today menyebutkan jika hanya suka crossdressing tidak selalu


membutuhkan perawatan atau terapi.

BACA JUGA: Sukses sebagai Influencer, 4 Hijaber Dunia Ini Punya Brand
Kosmetik Halal Sendiri

Pelaku crossdressing terkadang direferensikan untuk terapi oleh orang lain, seperti
orang tuanya atau pasangannya, bukan atas keinginannya sendiri. Kalaupun
pelaku crossdressing mendatangi psikolog, hal itu karena mereka merasa depresi
atau tertekan dengan keinginannya berdandan memakai baju lawan jenisnya itu.

Menurut Net Doctor, penelitian juga mengungkapkan sebagian besar pelaku


crosdressing bukanlah homoseksual atau penyuka sesama jenis. Mereka tetap
menjadi heteroseksual hanya saja memang suka memakai baju lawan jenisnya.

Fatwa Haram MUI bagi pelaku crosshijaber

Crosshijaber sendiri merupakan bagian dari crossdressing, yaitu perilaku


seseorang yang suka mengenakan pakaian khas lawan jenisnya, lengkap dengan
dandanannya. Pria memakai busana wanita dan sebaliknya.

Tak hanya itu, pelaku crossdressing kerap menirukan tingkah laku lawan jenisnya.
Bedanya, crosshijaber adalah perilaku menyimpang di mana seorang pria
mengenakan busana muslimah.

Fenomena ini tentu saja sangat meresahkan kaum wanita, khususnya muslimah.
PBNU, Muhammadiyah, dan MUI kompak menyoroti hal ini. MUI dan PBNU
menyebut crosshijaber adalah penyimpangan dan di luar ajaran Islam. Bahkan
MUI memfatwakan perilaku ini adalah haram.

Sementara Muhammadiyah

Menurut sekretaris PP Muhammadiyah Abdul Mut'i, pelaku crosshijaber sudah


meresahkan masyarakat, khususnya para muslimah.
Crosshijaber muncul karena masyarakat permisif pada LGBT

Munculnya fenomena crosshijaber tak lepas dari permisifnya masyarakat terhadap


perilaku menyimpang LGBT. Pelaku LGBT tidak hanya memuaskan hasrat
seksual mereka yang berbeda orientasinya itu, namun juga dalam keseharian
cenderung berperilaku sesuai gender yang mereka hasratkan.

Dalam perjalanan ke Bali beberapa waktu lalu, saya sempat satu bus dengan
seorang LGBT. Dari awal, saya sebenarnya sudah curiga dia LGBT karena tindak-
tanduknya sedikit kemayu.

Setelah basa-basi perkenalan, pria yang saya taksir usianya masih 20-an tahun ini
akhirnya dengan terus terang mengaku dia adalah gay. Mungkin karena dia
melihat gelagat kecurigaan saya.

Dari pengakuannya, dia menceritakan banyak komunitas LGBT di Kota Malang.


Mereka sekarang sudah berani tampil terbuka karena masyarakat sendiri
cenderung sudah menganggap biasa atau permisif terhadap perilaku menyimpang
mereka.

Akibatnya, banyak pelaku LGBT yang dengan terang-terangan berani tampil


crossdressing saat berada di luar rumah.

Seperti ketika ada event Malang Flower Carnival pada bulan September 2018 lalu.
Panitia mengundang komunitas waria/transgender untuk ikut serta.

Mirisnya, peserta dari kalangan transgender ini menampilkan busana yang tak
patut dipertontonkan di depan umum, apalagi banyak penonton anak-anak.

Saya melihat masyarakat yang menonton event tersebut malah menyoraki seolah
memberi semangat. Beberapa fotografer baik itu dari media atau blogger antusias
memotret mereka, entah dengan motif apa.
Cara Mengenali Pelaku Crosshijaber dengan cepat

Mengenali pelaku crossdressing lebih mudah daripada mengenali pelaku


crosshijaber. Meskipun sudah berdandan menyerupai wanita, secantik apapun
penampilannya tetap ada ciri-ciri maskulinnya.

Yang paling mudah ditandai adalah ada atau tidaknya jakun/tembolok. Ini adalah
ciri fisik lelaki yang paling menonjol dan mudah terlihat.

Selain itu, pelaku crossdressing juga bisa dikenali lewat suaranya. Meskipun dia
sudah berusaha melebutkan suaranya, tetap ada kesan berat atau suara bass yang
menjadi ciri khas lelaki.
Namun, berbeda dengan pelaku crosshijaber. Sulit untuk mengenali mereka
karena busana yang dikenakan nyaris menutupi seluruh badan.

Meski begitu, ada 2 cara untuk bisa mengenali pelaku crosshijaber dengan cepat.
1. Ajaklah berbicara

Karena busana muslimah menutupi hampir seluruh tubuh, cara paling mudah
untuk mengenal siapa di balik busana tersebut adalah dengan mengajaknya bicara.
Bila ada seseorang memakai gamis lengkap dengan cadarnya, kemudian tindak-
tanduknya sedikit mencurigakan, lekaslah ajak bicara.

Dari sisi psikologis, bagi pelaku tindakan ini akan mengejutkan mereka. Karena
terkejut dan tak menyangka akan disapa dan diajak bicara, kegugupan mereka
akan semakin terlihat sehingga kemungkinan besar orang yang ada di balik
busana gamis dan cadar itu adalah pria pelaku crosshijaber.

Jika terduga crosshijaber itu masih tenang dan kemudian membalas salam atau
sapaan, perhatikan nada suaranya. Pastinya ada kesan suara berat khas kaum
Adam.

Jika masih belum pasti dan belum bisa mendengar suara beratnya, teruslah
mengajak berbicara seolah-olah ingin kenal lebih dekat dengannya. Perlahan,
terduga crosshijaber ini akan menampilkan kegugupannya sehingga bisa dikenali
bahwa ia adalah pria.
2. Perhatikan cara berjalannya

Cara berjalan perempuan asli berbeda dengan perempuan jadi-jadian. Desain


busana muslimah memang cenderung lebar pada bagian bawahnya sehingga
mungkin bisa menutupi kekakuan cara berjalan pelaku crosshijaber.

Namun, mereka masih bisa dikenali dengan memperhatikan arah langkah kakinya.
Perempuan cenderung melangkahkan kaki secara menyilang, atau membentuk
huruf X. Sementara langkah pria cenderung lurus ke depan.

Terkait fenomena crosshijaber ini, saya sepakat dengan Muhammadiyah bahwa


polisi harus mengusut apa motif di balik perilaku menyimpang ini. Pelaku
crosshijaber sudah pasti meresahkan masyarakat, khususnya kalangan kaum
muslimah.

Dengan penampilan fisik yang tersembunyi di balik busana gamis dan hijab,
mereka bisa dengan mudah menyelinap di fasilitas-fasilitas khusus kaum wanita.

Anda mungkin juga menyukai