Anda di halaman 1dari 43

REFERAT

“AKUT ABDOMEN”

Disusun oleh:

Primadilla Rahma Anggia Ayu

1102015178

Pembimbing:

dr. Ida Widayanti, Sp. Rad

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI

RS Umum dr. Drajat Prawiranegara Serang

Periode 7 April 2019 – 14 Mei 2019


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan
kasih sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini. Sholawat serta salam
semoga selalu tercurahkan kepada tauladan sepanjang masa, Nabi Muhammad
SAW, beserta para keluarganya, sahabatnya, dan umatnya hingga akhir zaman,
aamiin. Penulisan laporan kasus yang berjudul “Akut Abdomen“ ini dimaksudkan
untuk memenuhi tugas dalam menempuh kepanitraan klinik di bagian ilmu
radiologi di RSUD dr. Drajat Prawiranegara.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan kasus ini tidak akan terwujud
tanpa adanya bantuan, dukungan serta bimbingan dari berbagai pihak. Maka dari
itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu, terutama kepada dr. Ida Widayanti, Sp. Rad yang telah
memberikan arahan serta bimbingan ditengah kesibukan dan padatnya aktivitas
beliau.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih jauh dari
sempurna, oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan
guna perbaikan di kemudian hari. Akhir kata, semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kedokteran.

Serang, 25 April 2019,

Primadilla Rahma A.A


Penyusun

2
BAB I
PENDAHULUAN

Akut abdomen merupakan suatu keadaan yang terjadi mendadak di rongga


abdomen dengan gejala utama yang timbul adalah nyeri perut dan dapat
mengancam nyawa dan membutuhkan tindakan yang segera. Akut abdomen dapat
terjadi pada pasien muda, tua, laki-laki maupun perempuan, dan pada semua
tingkatan.1
Keadaan akut abdomen merupakan 7% gejala utama pasien datang ke
Instalasi Gawat Darurat. Prevalensi kasus akut abdomen pada rawat inap meliputi
20-40% dari pasien rawat inap. Pada penelitian, didapatkan penyebab akut
abdomen meliputi 33% merupakan nyeri abdomen non spesifik yang banyak
terdapat pada wanita muda, 23% appendisitis akut dan 8,8% disebabkan oleh kolik
bilier yang biasanya diderita oleh wanita tua. Hampir separuh dari keadaan akut
abdomen tersebut memerlukan terapi pembedahan.2
Studi lain menyebutkan bahwa 5% sampai 10% dari semua kunjungan gawat
darurat atau 5 sampai 10 juta pasien di Amerika Serikat merupakan kasus akut
abdomen. Kegawatan abdomen yang datang ke rumah sakit dapat berupa kegawatan
bedah atau kegawatan non bedah. Penyebab tersering dari akut abdomen antara lain
appendisitis, kolesistitis, obstruksi usus (volvulus), pankreatitis dan tukak
lambung.3 Namun kadang-kadang diagnosis akut abdomen baru dapat ditegakkan
setelah pemeriksaan fisis dan pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan
laboratorium serta pemeriksaan radiologi yang lengkap dan observasi yang ketat.4
Oleh karena tingginya angka kunjungan gawat darurat pasien akut abdomen
maka dibutuhkan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit
ini yaitu seperti pemeriksaan radiologi yang lengkap yang menggunakan berbagai
modalitas pemeriksaan radiologi yang tersedia.

3
BAB II
AKUT ABDOMEN

1.1 Definisi
Abdomen akut merupakan suatu keadaan mendadak di dalam rongga
abdomen yang memerlukan tindakan segera. Tindakan ini pada umumnya adalah
tindakan operatif, tetapi pada beberapa keadaan tidak dilakukan operasi atau
berbahaya sekali jika dilkaukan tindakan operatif, misalnya pankreatitis akut,
apendisitis infiltrat.1,5
Hal-hal yang dapat menimbulkan abdomen akut, antara lain :
1. Keadaan di dalam abdomen sendiri, yaitu :
- Peradangan mendadak salah satu oorgan intra-abdominal
- Perforasi
- Perdarahan intra-abdominal
- Ileus obstruktif atau paralitik
2. Keadaan diliar abdomen, misalnya kelainan di rongga toraks, dapat
menimbulkan ileus paralitik.5

1.2 Epidemiologi
Tercatat bahwa 5% sampai 10% dari semua kunjungan gawat darurat atau
5 sampai 10 juta pasien di Amerika Serikat merupakan kasus akut abdomen.
Kegawatan abdomen yang datang ke rumah sakit dapat berupa kegawatan bedah
atau kegawatan non bedah.3
Studi lain menunjukkan bahwa 25% dari pasien yang datang ke gawat
darurat mengeluh nyeri perut.6

1.3 Etiologi
Penyebab paling umum dari sakit perut akut di bagian gawat darurat tidak
spesifik nyeri perut (35%), radang usus buntu (17%), obstruksi usus (15%),
4
penyebab urologi (6%), gangguan empedu (5%), penyakit divertikular (4%) dan
pankreatitis (2%).7
Penyebab akut abdomen dapat dibagi menjadi penyebab non bedah dan
bedah. Penyebab non bedah dibagi menjadi 3 kategori, yaitu 8
1. Gangguan metabolik dan endokrin : uremia, krisis diabetic, krisis penyakit
Addison.
2. Gangguan hematologi : krisis anemia sel sabit, leukemia akut, dan
penyakit darah lainnya.
3. Obat-obatan dan racun : keracunan logam berat, ketergantungan obat
narkotik.

Sedangkan penyebab bedah dapat dibagi menjadi 5, yaitu 8


1. Perdarahan : Trauma organ padat (hepar, lien), ruptur aneurisma aorta,
ruptur limpa spontan , ulserasi intestinal
2. Inflamasi : Appendisitis akut, cholesistitis akut, divertikulosis Meckel ‘s,
pankreatitis akut
3. Iskemik : Hernia strangulata, volvulus, trombosis a.meseterica
4. Obstruksi : Ileus obstruktivus, Volvulus sigmoid, caecal volvulus, hernia
inkarserata, intusupsepsi, carsinoma colorektal
5. Perforasi : Perforasi gaster, perforasi duodenum, perforasi kolon/sigmoid,
perforasi diverticulum

1.4 Patofisiologi
Akut abdomen terjadi karena nyeri abdomen yang timbul tiba – tiba atau
sudah berlangsung lama. Nyeri yang dirasakan dapat ditentukan atau tidak oleh
pasien tergantung pada nyeri itu sendiri. Nyeri abdomen dapat berasal dari organ
dalam abdomen termasuk nyeri viseral, dari otot, lapisan dari dinding perut (nyeri
somatic). Nyeri viseral biasanya nyeri yang ditimbulkan terlokalisasi dan berbentuk
khas, sehingga nyeri yang berasal dari viseral dan berlangsung akut biasanya

5
menyebabkan tekanan darah dan denyut jantung berubah, pucat dan berkeringat dan
disertai fenomena viseral yaitu muntah dan diare. Lokasi dari nyeri abdomen bisa
mengarah pada lokasi organ yang menjadi penyebab nyeri tersebut. Walaupun
sebagian nyeri yang dirasakan merupakan penjalaran dari tempat lain. Oleh karena
itu nyeri yang dirasakan bisa merupakan lokasi dari nyeri tersebut atau sekunder
dari tempat lain.9

1.5 Gejala Klinis


Keluhan yang menonjol pada akut abdomen adalah nyeri perut. Nyeri
disebabkan oleh iritasi mukosa, spasme otot polos, iritasi peritoneum,
pembengkakan kapsul, atau peregangan saraf secara langsung.1
Nyeri abdomen terdiri atas tiga jenis, yaitu :
1. Nyeri visceral.
Nyeri visceral berasal dari organ dalam perut, yang diinervasi oleh
serat saraf autonomik dan merespon terutama ke sensasi distensi dan
kontraksi. Nyerinya tidak terlokalisasi dan cenderung dialihkan ke daerah-
daerah yang memiliki asal embrional yang sama dengan daerah yang
terkena. Struktur Foregut (lambung, duodenum, hati, dan pankreas)
menyebabkan nyeri abdomen atas. Struktur Midgut (usus halus, kolon
proximal, dan appendiks) menyebabkan nyeri periumbilical. Struktur
Hindgut (kolon distal dan traktus GU) menyebabkan nyeri abdomen bawah.
2. Nyeri somatik.
Nyeri somatik berasal dari peritoneum parietal, yang diinervasi oleh
saraf somatik, yang merespon gangguan dari infeksi, zat kimia, atau proses
inflamasi lainnya. Nyeri somatic bersifat tajam dan terlokalisasi.
3. Nyeri alih (Reffered Pain).
Nyeri alih adalah nyeri yang jauh dari sumber lesinya dan hasil dari
konvergensi dari serat saraf di saraf tulang belakang. Contoh yang paling

6
umum adalah nyeri pada scapula karena kolik bilier, nyeri perut karena
kolik ginjal dan nyeri bahu karena darah atau infeksi pada diafragma.7

Sifat nyeri, cara tombulnya pada permulaan dan perjalanan penyakit sangat
penting untuk menegakkan diagnosis. Sifat nyeri dibagi dalam 3 bagian, yaitu :
1. Nyeri di pusat
Jika terdapat nyeri sentral hebat terpusat diperut, dapat dipikirkan
kemungkinan tahap awal obstruksi usus halus, apendisitis dan pankreatitis,
walaupun yang terakhir ini jarang sekali ditemukan. Jika sewaktu
pengamatan terjadi perkembangan klinis, seperti kenaikan suhu, muntah,
atau nyeri tekan lokal, diagnosis akan lebih jelas.
Jika nyeri di pusat yang hebat ini diikuti dengan syok, harus dipikirkan
kemungkinan volvulus usus halus, kehamilan ektopik yang terganggu,
pankreatitis akut, oklusi pembuluh koroner, oklusi vena mesenterika
(jarang), atau aneurisma aorta yang robek atau pecah (jarang).
Bila pada penderita ini ditemukan juga defans muskuler, perlu dipikirkan
perforasi tukak peptik atau perforasi dari saluran cerna.
2. Kolik
Nyeri bersifat kolik disertai muntah dan distensi yang makin besar,
tetapi tanpa defans muskuler yang jelas mungkin disebabkan oleh obstruksi
usus halus.

3. Nyeri lokal dan rangsang peritoneum local


Nyeri setempat disertai nyeri tekan dan defans muskuler ditempat
nyeri banyak penyebabnya, tergantung letak nyeri. Letak kanan atas
mungkin disebabkan oleh perforasi tukak peptik duodenum, abses hati, atau
kolesistitis akut.Letak kiri atas mengarah pada kelainan limpa, sepeti
rupture, infark jantung, atau pankreatitis akut (ekor pankreas terletak dikiri
atas dan mencapai hilus limpa). Letak dikanan bawah mengarahkan
perhatian pada apendisitis dan kelainan diagnosis bandingnya, sedangkan
7
pada letak dikiri bawah harus dipikirkan kemungkinan adneksitis (pelvic
inflammatory disease, PID) atau diverticulitis (sering di Negara barat,
terutama pada orang dewasa dan usia lanjut).1

Gambar 1 : Penyebab tersering akut abdomen

1.6 Diagnosis Akut Abdomen


1. Anamnesis
Dalam anamnesis penderita gawat abdomen, pada saat nyeri dirasakan pertama
kali, nyeri viseral biasanya nyeri yang ditimbulkan terlokalisasi dan berbentuk khas
dan perlu ditanyakan dahulu permulaan timbulnya nyeri (kapan mulai, mendadak
atau berangsur), letaknya (menetap, pindah atau beralih), keparahannya dan
sifatnya (seperti ditusuk, tekanan, terbakar, irisan, bersifat kolik), perubahannya
(bandingkan dengan permulaan), lamanya, apakah berkala, dan faktor apakah yang
mempengaruhinya (adakah yang memperingan atau memberatkan seperti sikap
tubuh, makanan, minuman, nafas dalam, batuk, bersin, defekasi, miksi). Harus
ditanyakan apakah pasien pernah mengalami nyeri seperti ini.9

8
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan keadaan umum, wajah, denyut
nadi, pernapasan, suhu badan, dan sikap baring. Gejala dan tanda dehidrasi,
perdarahan, syok, dan infeksi atau sepsis juga perlu diperhatikan (lihat Tabel 2.3)24
Tabel 1 : Tanda pemeriksaan fisik pada berbagai gambaran gawat abdomen1
Keadaan Tanda klinis penting
Awal perforasi saluran Perut tampak cekung (awal), tegang, bunyi usus
cerna atau saluran lain kurang aktif (lanjut), pekak hati hilang, nyeri
tekan, defans muskuler
Peritonitis Penderita tidak bergerak, bunyi usus hilang
(lanjut), nyeri batuk, nyeri gerak, nyeri lepas,
defans muskuler, tanda infeksi umum, keadaan
umum merosot
Massa, infeksi atau Massa nyeri (abdomen, pelvis, rektal), nyeri tinju,
abses uji lokal (psoas), tanda umum radang
Obstruksi usus Distensi perut;peristalsis hebat (kolik usus) yang
tampak di dinding perut, terdengar (borborigmi),
dan terasa (oleh penderita yang bergerak); tidak
ada rangsangan peritoneum
Ileus paralitik Distensi, bunyi peristalsis kurang atau hilang,
tidak ada nyeri tekan lokal. Pada iskemia/
strangulasi, distensi tidak jelas (lama), bunyi usus
mungkin ada, nyeri hebat sekali, nyeri tekan
kurang jelas, jika kena usus mungkin keluar darah
dari rectum, tanda toksis
Perdarahan Pucat, syok, mungkin distensi, berdenyut jika
aneurisma aorta, nyeri tekan lokal pada
kehamilan ektopik, cairan bebas (pekak geser),
anemia

3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan rutin berupa,darah lengkap, kimia darah dan pemeriksaan urin
sebaiknya dikerjakan. Terjadi peningkatan sel darah putih adalah indikasi proses
inflamasi dengan ditemukannya pergeseran hitung jenis ke kiri. Begitu juga bila
leukosist menurun menandakan adanya infeksi virus, gastroenteritis .

9
4. Pemeriksaan Radiologis
Pencitraan diagnostik yang perlu dilakukan biasanya foto abdomen untuk
memastikan adanya tanda peritonitis, udara bebas, obstruksi, atau paralisis usus.
1
Pemeriksaan foto abdomen 3 posisi perlu dilakukan untuk menentukan adanya
tanda perforasi, ileus dan obstruksi usus. Selain itu, pada foto polos abdomen juga
dapat ditentukan adanya kalsifikasi pada pankreas, fraktur tulang belakang dan
adanya batu radiolusen pada kontur ginjal.3

Gambar 2 : foto polos abdomen normal

Pemeriksaan ultrasonografi sangat membantu untuk menegakkan diagnosis


kelainan hati, saluran empedu, dan pankreas.Apendisitis akut pun dapat dipastikan
dengan ultrasonografi sehingga dapat dihindari pembedahan yang tidak perlu.1
Pemeriksaan colon in loop, endoskopi saluran cerna dan CT scan abdomen
dilakukan sesuai dengan indikasi.3
2.1.7 Penatalaksanaan Akut Abdomen
Tatalaksana pasien dengan akut abdomen yaitu terapi farmakologi dan terapi
bedah terapi endoskopi dan terapi radiologi intervensi serta terapi melalui
laparoskopi. Endoskopi terapi, pengobatan radiologi intervensi dan terapi
menggunakan laparoskopi dewasa modalitas umum untuk mengobati pasien
dengan perut akut. Beberapa penelitian melaporkan bahwa pengobatan dini dengan
pemberian analgesik dapat memberikan penghilang rasa sakit dan tidak diagnosis
jelas. Analgesik yang sering digunakan adalah opioid. Selain itu, antibiotik yang

10
tepat harus diberikan sesuai dengan indikasi, misalnya untuk peritonitis. Dalam
beberapa kondisi, pengobatan antibiotik empiris dapat diberikan saat membuat
diagnosis kerja sakit perut tanpa menunggu hasil kultur tests. 7
Keadaan dimana pendekatan radiologi menjadi pilihan pertama yaitu pada
abses hati dimana aspirasi abses melalui ultrasonografi abdomen harus dilakukan
bersamaan dengan terapi antibiotic.7
Secara umum pada akhirnya penanganan pasien dengan akut abdomen adalah
menentukan apakah pasien tersebut merupakan kasus bedah yang harus dilakukan
tindakan operasi atau jika tindakan bedah tidak perlu dilakukan segera kapan kasus
tersebut harus dilakukan tindakan bedah.7

1.7 Klasifikasi
1.5.1 APENDISITIS
1.5.1.1 Definisi Apendisitis
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini lebih sering menyerang
laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun. Apendisitis merupakan penyebab paling
umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah dari rongga abdomen dan
merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.10
1.5.1.2 Klasifikasi Apendisitis
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu; 9
 Apendisitis akut
Apendisitis akut datang dengan gejala khas yang diawali oleh radang mendadak
umbai cacing, disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal.
 Apendisitis kronik.
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya : riwayat
nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopik dan mikroskopik.

11
1.5.1.3 Pemeriksaan Penunjang
A. Radiologi

 Foto Polos abdomen


Pada apendisitis akut, pemeriksaan foto polos abdomen tidak banyak
membantu. Mungkin terlihat adanya fekalit pada abdomen sebelah kanan bawah
yang sesuai dengan lokasi apendiks, gambaran ini ditemukan pada 20% kasus.11,12

Kalau peradangan lebih luas dan membentuk infiltrat maka usus pada bagian
kanan bawah akan kolaps. Dinding usus edematosa, keadaan seperti ini akan
tampak pada daerah kanan bawah abdomen kosong dari udara. Gambaran udara
seakan-akan terdorong ke pihak lain. Proses peradangan pada fossa iliaka kanan
akan menyebabkan kontraksi otot sehingga timbul skoliosis ke kanan. Bila sudah
terjadi perforasi, maka pada foto abdomen tegak akan tampak udara bebas di bawah
diafragma. Kadang-kadang udara begitu sedikit sehingga perlu foto khusus untuk
melihatnya.11,12

Kalau sudah terjadi peritonitis yang biasanya disertai dengan kantong-kantong


pus, maka akan tampak udara yang tersebar tidak merata dan usus-usus yang
sebagian distensi dan mungkin tampak cairan bebas, gambaran preperitoneal fat
line menghilang, pengkaburan psoas line. Walaupun terjadi ileus paralitik tetapi
mungkin terlihat pada beberapa tempat adanya permukaan cairan udara (air-fluid
level) yang menunjukkan adanya obstruksi. Foto x-ray abdomen dapat mendeteksi
adanya fecalith (kotoran yang mengeras dan terkalsifikasi, berukuran sebesar
kacang polong yang menyumbat pembukaan appendik) yang dapat menyebabkan
appendisitis. Ini biasanya terjadi pada anak-anak. Foto polos abdomen supine pada
abses appendik kadang-kadang memberi pola bercak udara dan air fluid level pada
posisi berdiri/LLD ( decubitus ), kalsifikasi bercak rim-like (melingkar) sekitar
perifer mukokel yang asalnya dari appendik. Pada appendisitis akut, kuadran kanan

12
bawah perlu diperiksa untuk mencari appendikolit : kalsifikasi bulat lonjong, sering
berlapis. 11,12

Gambar 3 : Foto polos abdomen apendisitis

 Barium enema
Pemeriksaan radiologi dengan kontras barium enema hanya digunakan pada
kasus-kasus menahun. Pemeriksaan radiologi dengan barium enema dapat
menentukan penyakit lain yang menyertai apendisitis. Barium enema adalah suatu
pemeriksaan x-ray dimana barium cair dimasukkan ke kolon dari anus untuk
memenuhi kolon. Tes ini dapat seketika menggambarkan keadaan kolon di sekitar
appendik dimana peradangan yang terjadi juga didapatkan pada kolon. Impresi
ireguler pada basis sekum karena edema (infiltrasi sehubungan dengan gagalnya
barium memasuki appendik (20% tak terisi) Terisinya sebagian dengan distorsi
bentuk kalibernya tanda appendisitis akut,terutama bila ada impresi sekum.
Sebaliknya lumen appendik yang paten menyingkirkan diagnosa appendisitis akut.
Bila barium mengisi ujung appendik yang bundar dan ada kompresi dari luar yang
besar dibasis sekum yang berhubungan dengan tak terisinya appendik tanda abses

13
appendik. Barium enema juga dapat menyingkirkan masalah-masalah intestinal
lainnya yang menyerupai appendiks, misalnya penyakit Chron’s, inverted
appendicel stump, intususepsi, neoplasma benigna/maligna. 11,12

Gambar 4 : Barium enema apendisitis

 Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi telah banyak digunakan untuk diagnosis apendisitis akut
maupun apendisitis dengan abses. Untuk dapat mendiagnosis apendisitis akut
diperlukan keahlian, ketelitian, dan sedikit penekanan transduser pada abdomen.
Apendiks yang normal jarang tampak dengan pemeriksaan ini. Apendiks yang
meradang tampak sebagai lumen tubuler, diameter lebih dari 6 mm, tidak ada
peristaltik pada penampakan longitudinal, dan gambaran target pada penampakan
transversal. Keadaan awal apendisitis akut ditandai dengan perbedaan densitas pada

14
lapisan apendiks, lumen yang utuh, dan diameter 9 – 11 mm. Keadaan apendiks
supurasi atau gangrene ditandai dengan distensi lumen oleh cairan, penebalan
dinding apendiks dengan atau tanpa apendikolit. Keadaan apendiks perforasi
ditandai dengan tebal dinding apendiks yang asimetris, cairan bebas intraperitonial,
dan abses tunggal atau multipel. Akurasi ultrasonografi sangat dipengaruhi oleh
pengalaman dan kemampuan pemeriksa. Pada beberapa penelitian, akurasi antara
90 – 94%, dengan nilai sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85 dan 92%. Pemeriksaan
dengan Ultrasonografi (USG) pada apendisitis akut, ditemukan adanya fekalit,
udara intralumen, diameter apendiks lebih dari 6 mm, penebalan dinding apendiks
lebih dari 2 mm dan pengumpulan cairan perisekal. Apabila apendiks mengalami
ruptur atau perforasi maka akan sulit untuk dinilai, hanya apabila cukup udara maka
abses apendiks dapat diidentifikasi .11,12

Ultrasound adalah suatu prosedur yang tidak menyakitkan yang menggunakan


gelombang suara untuk mengidentifikasi organ-organ dalam tubuh. Ultrasound
dapat mengidentifikasi appendik yang membesar atau abses. Walaupun begitu,
appendik hanya dapat dilihat pada 50% pasien selama terjadinya appendisitis. Oleh
karena itu, dengan tidak terlihatnya apendiks selama ultrasound tidak
menyingkirkan adanya appendisitis. Ultrasound juga berguna pada wanita sebab
dapat menyingkirkan adanya kondisi yang melibatkan organ ovarium, tuba falopi
dan uterus yang gejalanya menyerupai appendisitis. Hasil usg dapat dikatagorikan
menjadi normal, non spesifik, kemungkinan penyakit kelainan lain,
atau kemungkinan appendik. Hasil usg yang tidak spesifik meliputi adanya dilatasi
usus, udara bebas, atau ileus. Hasil usg dikatakan kemungkinan appendiks jika ada
pernyataan curiga atau jika ditemukan dilatasi appendik di daerah fossa iliaka
kanan, atau dimana usg di konfermasikan dengan gejala klinik dimana kecurigaan
appendisitis.11,12

15
Gambar 5: USG apendisitis

 Computed Tomography Scanning (CT Scan)


Pada keadaan normal apendiks, jarang tervisualisasi dengan pemeriksaan
skening ini. Gambaran penebalan diding apendiks dengan jaringan lunak sekitar
yang melekat, mendukung keadaan apendiks yang meradang. CT-Scan mempunyai
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90 – 100% dan 96 – 97%, serta akurasi
94 – 100%. Ct-Scan sangat baik untuk mendeteksi apendiks dengan abses atau
flegmon.1,13

Gambar 6 : CT Scan appendisitis


16
Tabel 2: Perbandingan pemeriksaan penunjanng apendisitis akut

Perbandingan pemeriksaan penunjanng apendisitis akut:


Ultrasonografi CT-Scan
Sensitivitas 85% 90 - 100%
Spesifisitas 92% 95 - 97%
Akurasi 90 - 94% 94 - 100%
Keuntungan Aman Lebih akurat
relatif tidak mahal Mengidentifikasi abses dan flegmon
lebih baik
Dapat mendignosis kelainan Mengidentifikasi apendiks normal
lain pada wanita lebih baik
Baik untuk anak-anak
Kerugian Tergantung operator Mahal
Sulit secara tehnik Radiasi ion
Nyeri Kontras
Sulit di RS daerah Sulit di RS daerah

Pada pasien yang tidak hamil, CT-scan pada daerah appendik sangat
berguna untuk mendiagnosis appendisitis dan abses periappendikular sekaligus
menyingkirkan adanya penyakit lain dalam rongga perut dan pelvis yang
menyerupai appendisitis. 1,13

 Appendikografi
Appendikografi : Teknik pemeriksaan radiologi untuk memvisualisasikan appediks
dengan menggunakan kontras media positif barium sulfat. Dapat dilakukan secara
oral dan anal.1

17
Gambar 7 : Apendikografi

 Laparoskopi (Laparoscopy)

Meskipun laparoskopi mulai ada sejak awal abad 20, namun penggunaanya untuk
kelainan intraabdominal baru berkembang sejak tahun 1970-an. Dibidang bedah,
laparoskopi dapat berfungsi sebagai alat diagnostik dan terapi. Disamping dapat
mendiagnosis apendisitis secara langsung, laparoskopi juga dapat digenakan untuk
melihat keadaan organ intraabdomen lainnya. Hal ini sangat bermanfaat terutama
pada pasien wanita. Pada apendisitis akut laparoskopi diagnostik biasanya
dilanjutkan dengan apendektomi laparoskopi.1,13

B. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium masih merupakan bagian penting untuk menilai awal


keluhan nyeri kwadran kanan bawah dalam menegakkan diagnosis apendisitis akut.
Pada pasien dengan apendisitis akut, 70-90% hasil laboratorium nilai leukosit dan
neutrofil akan meningkat, walaupun hal ini bukan hasil yang karakteristik.11

18
1.5.2 KOLESISTITIS AKUT
1.5.2.1 Definisi
Kolesistitis akut (radang kandung empedu) adalah reaksi inflamasi akut
dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan
demam. Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%)
sedangkan sebagian kecil kasus (10%) timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis
akut akalkulus). Trias yang terdiri dari nyeri akut kuadran kanan atas, demam dan
leukositosis sangat sugestif.14

1.5.2.2 Pemeriksaan Penunjang


1.5.2.3 Foto Polos Abdomen
Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis akut.
Hanya pada 15% pasien kemungkinan dapat terlihat batu tidak tembus pandang
(radiopak) oleh karena mengandung kalsium cukup banyak. Kolesistografi oral
tidak dapat memperlihatkan gambaran kandung empedu bila ada obstruksi sehingga
pemeriksaan ini tidak bermanfaat untuk kolesistitis akut. Gambaran adanya
kalsifikasi diffus dari kandung empedu (empedu porselain) menunjukkan adanya
keganasan pada kandung empedu.16

Gambar 8 : Foto polos abdomen, tampak batu – batu empedu berukuran kecil
19
 CT Scan dan MRI

Sensitifitas dan spesifisitas pemeriksaan CT scan abdomen dan MRI dilaporkan


lebih besar dari 95%. Pada kolesistitis akut dapat ditemukan cairan perikolestik,
penebalan dinding kandung empedu lebih dari 4 mm, edema subserosa tanpa
adanya ascites, gas intramural dan lapisan mukosa yang terlepas. Pemeriksaan
dengan CT – scan dan MRI dapat memperlihatkan adanya abses perikolesistik yang
masih kecil yang mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan USG. CT scan dan MRI
juga bermanfaat untuk melihat struktur sekitar bila diagosis dengan pemeriksaan
sebelumnya kurang meyakinkan.16

20
Gambar 9: Atas : CT – scan abdomen, tampak batu – batu empedu dan penebalan
dinding kandung empedu.
Bawah : MRI abdomen T1 dengan kontras, tampak batu-batu empedu
dalam kandung empedu yang menebal.

 Ultrasonografi

Pemeriksaan Ultrasonografi atau USG mempunyai sensitivitas antara 90-


95% dan spesifitas 80-85% dalam mendiagnosa kolesistitis. Jika diameter batu
empedu besar dari 2 mm, sensitivitas dan spesifitas USG menjadi lebih dari 95%.
Pada pemeriksaan USG dapat ditemukan adanya penebalan dinding kandung
empedu lebih dari 4 mm, cairan di daerah perikolesistik dan tanda Murphy
sonografi positif. Adanya batu juga dapat menunjang diagnosis. Kandung empedu
yang terdistensi oleh cairan akan tampak membesar dan lebih tervisualisasi dengan
baik setelah 8 jam puasa.16,17

Gambar 10 : Pemeriksaan USG pada kolesistitis. Tampak batu pada kandung empedu.

 Endoscopic Retrogard Cholangiopancreatography (ERCP)

21
Endoscopic Retrogard Cholangiopancreatography atau ERCP dapat
digunakan untuk melihat struktur anatomi bila terdapat kecurigaan adanya batu
empedu di duktus biliaris komunis, cacing atau telur cacing yang tidak terlihat pada
foto rontgen dan kelainan lain seperti curiga penyempitan atau stenosis duktus
bilier, tumor atau lain-lain. Selain untuk diagnostik, ERCP ini juga dapat dilakukan
sebagai terapi terutama pada pasien yang berisiko tinggi untuk menjalani operasi
laparaskopi kolesistektomi. Pemeriksaan ERCP ini mempunyai kekurangan seperti;
membutuhkan tenaga dan fasilitas khusus, teknik yang invasif dan biaya yang tinggi
serta kemungkinan adanya komplikasi seperti pankreatitis (3-5% kasus).16,17

Gambar 11 : ERCP menunjukkan


anatomi dari duktus biliar dan batu
empedu

 Skintigrafi Saluran Empedu (Cholescintigraphy)

Skintigrafi saluran empedu atau juga disebut hepatobiliary iminodiacetic


acid scan (HIDA) merupakan prosedur pencitraan nuklear yang diguna untuk
memeriksa sistem bilier. Tracer radioaktif dimasukkan lewat intravena kemudian
disirkulasikan ke hepar dan diekskresikan di kandung empedu. Pemeriksaan ini
sulit dilakukan dan mempunyai sensitivitas dan spesifitas lebih rendah dari USG.
Normalnya gambaran kandung empedu, duktus biliaris komunis dan duodenum
akan terlihat dalam 30-45 menit setelah penyuntikan zat. Jika tidak terlihat kandung
empedu setelah 1 jam 30 menit sangat menyokong ke arah obstruksi kandung
empedu atau kolesistitis akut.17

22
Gambar 12 : Kiri: Normal scintigrafi, HIDA mengisi kandung empedu setelah 45

menit. Kanan: HIDA tidak mengisi kandung empedu setelah 1 jam 30


menit

1.5.3 ILEUS
1.5.3.1 Definisi ileus
Ileus merupakan suatu kondisi dimana terdapat gangguan pasase atau lumen
di usus yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan emergensi. Ileus terutama
dibagi dua berdasarkan penyebabnya, yaitu ileus obstruktif dan ileus paralitik.1
1.5.3.2 Klasifikasi ileus
A. Ileus Obstruktif

I. Definisi

Ileus obstruktif (mekanik) merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang


terjadi karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus

23
sehingga menyebabkan penyempitan atau penyumbatan lumen usus dan
menyebabkan pasase lumen usus terganggu. Penyakit ini dapat disebabkan karena
adanya adhesi, volvulus, invaginasi, ataupun radang kronik.1

II. Klasifikasi

Berdasarkan lokasi obstruksinya, ileus obstruktif dibedakan atas:

 Letak tinggi: duodenum sampai jejunum


 Letak rendah: kolon – sigmoid – rectum
Obstruksi letak tinggi dan letak rendah di batasi oleh iliocecal
junction.
Berdasarkan stadiumnya, ileus obstruktif dibedakan atas:
 Parsial: menyumbat sebagian lumen
 Simple/komplit: menyumbat seluruh lumen
 Strangulasi: simple dengan jepitan vasa
III. Radiologi
Untuk radiologi ileus perlu diperhatikan beberapa hal :
1. Posisi terlentang (supine). Gambaran yang diperoleh yaitu
pelebaran usus di proksimal daerah obstruksi, penebalan dinding
usus, gambaran seperti duri ikan (Herring Bone Appearance).
Gambaran ini didapat dari pengumpulan gas dalam lumen usus
yang melebar.

2. Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis


didapatkan adanya air fluid level dan step ladder appearance.

3. Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan


perforasi usus. Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase
usus. Bila air fluid level pendek berarti ada ileus letak tinggi,
sedangkan jika panjang-panjang kemungkinan gangguan di kolon.
Gambaran yang diperoleh adalah adanya udara bebas infra
diafragma dan air fluid level. 5
24
Pada foto polos abdomen, 60-70% dapat dilihat adanya pelebaran usus dan
hanya 40% dapat ditemukan adanya air fluid level. Walaupun pemeriksaan
radiologi hanya sebagai pelengkap saja, pemeriksaan sering diperlukan pada
obstruksi ileus yang sulit atau untuk dapat memperkirakan keadaan obstruksinya
pada masa pra-bedah.

 Ileus Obstruktif Letak Tinggi (usus halus)

Gambar 13 : Gambaran Herring Bone Appearance dan air fluid level (step ladder
appearance).

Pada ileus obstruktif letak tinggi tampak :18

 Dilatasi usus di proksimal sumbatan (sumbatan paling distal di


iliocecal junction) dan kolaps usus dibagian distal sumbatan.
 Penebalan dinding usus halus yang terdilatasi (gambaran herring
bone appearance) karena dua dinding usus halus yang menebal dan
menempel membentuk gambaran vertebra (dari ikan), dan muskulus
yang sirkular menyerupai kostanya.
 Tampak gambaran air fluid level yang pendek-pendek yang
berbentuk seperti tangga disebut juga step ladder appearance karena
cairan transudasi berada dalam usus halus yang mengalami distensi.
25
 Ileus Obstruksi Letak Rendah (kolon)

Gambar 14 : Tampak dilatasi usus dengan gambaran udara di proksimal usus.

Pada ileus obstruktif letak rendah tampak:18

 Usus besar terlihat berdilatasi di perifer.


 Tampak air fluid level (step ladder appearance) sedikit, akibat cairan
transudasi berada dalam usus halus yang terdistensi dan air fluid
level yang panjang-panjang di kolon.
 Tidak ada gambaran udara di rektum bila obstruksi sudah
berlangsung lama
 Bila curiga perforasi lakukan foto toraks tegak atau foto lateral
dekubitus.

B. Ileus Paralitik

I. Definisi

Ileus Paralitik (adynamic ileus) adalah keadaan dimana usus gagal atau tidak
mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya. Ileus paralitik

26
ini bukan suatu penyakit primer usus melainkan akibat dari berbagai penyakit
primer, namun yang paling umum saat keadaan pascaoperasi.1

II. Klasifikasi

Berdasarkan lokasi obstruksinya, ileus obstruktif dibedakan atas:

 Letak tinggi: duodenum sampai jejunum


 Letak rendah: kolon – sigmoid – rectum
Obstruksi letak tinggi dan letak rendah di batasi oleh iliocecal
junction.
Berdasarkan stadiumnya, ileus obstruktif dibedakan atas:
 Parsial: menyumbat sebagian lumen
 Simple/komplit: menyumbat seluruh lumen
 Strangulasi: simple dengan jepitan vasa
III. Radiologi
1. BNO (Foto Polos Abdomen)
 Ileus Paralitik

Semilunar
shadow

27
Gambar 14 : Dilatasi usus dari proksimal hingga distal dengan air fluid level

Pada ileus paralitik tampak :18

 Dilatasi usus secara menyeluruh dari gaster sampai rektum.


 Lambung seringkali ikut distensi
 Penebalan dinding usus halus yang mengalami dilatasi memberikan
gambaran herring bone appearance, karena dua dinding usus halus yang
menebal dan menempel membentuk gambaran vertebra dan muskulus
yang sirkuler menyerupai kosta gambaran penebalan usus besar yang
juga distensi tampak pada tepi abdomen.
 Tampak gambaran air fluid level yang pendek-pendek yang berbentuk
seperti tangga atau disebut juga step ladder appearance di usus halus dan
air fluid level yang panjang-panjang di kolon.

2. Ultrasonografi

Pemeriksaan ultrasonografi tidak banyak membantu diagnosis ileus


obstruktif, namun pada pemeriksaan ini dapat didapatkan cairan intraluminal dan
edema di abdomen. Kemudian, adanya perubahan anatomikal arteri dan vena

28
mesenterika superior dapat terlihat, hal ini menunjukan adanya malrotasi namun
tidak selalu ditemukan.

3. Computed Tomography Scan

Pada gambaran CT volvulus dapat bervariasi. Lokasi hernia diafragma,


letak puntiran serta posisi akhir dari lambung dapat di determinasikan. CT scanning
mempunyai sensitivitas spesifisitas yang baik untuk mendiagnosis adanya obstruksi
usus, termasuk volvulus. Pengambilan titik transisi di beberapa lokasi dengan CT
scan signifikan untuk mendiagnosis volvulus. “The Whirl Sign” merupakan
gambaran khas pada CT scan yang menunjukan adanya volvulus. Arah putaran
volvulus juga dapat dilihat pada CT scan.

Gambar 15 : CT Scan menunjukan gambaran khas “The Whirl Sign” (panah);


Volvulus intestinal (kanan) dan Volvulus Midgut (kiri)

1.5.3 PANKREATITIS AKUT


1.5.3.1 Definisi Pankreatitis Akut
Pankreatitis Akut terjadi karena peradangan pankreas yang menyebabkan aktivasi
enzim-enzim pankreas di dalam sel-sel pankrean, sehingga menyebabkan kerusakan
jaringan.19
1.5.3.2 Pemeriksaan Radiologi
 Foto Polos Abdomen

29
i. Gambaran foto polos abdomen yang dijumpai pada pankreatitis akut
adalah adanya dilatasi dari usus kecil yang berdekatan ; sentinel loop,
gambaran ini merupakan gambaran yang paling sering dijumpai pada
pankreatitis akut, meskipun tidak spesifik, dilaporkan dijumpai pada 50%
penderita pankreatitis akut. Dilatasi tersebut biasanya berlokasi pada
kuadran kiri atas, tetapi dapat pula terlihat pada tempat terdapatnya iritasi
usus oleh eksudat. Dinding usus atau lipatan pada sentinel loop dapat
menebal karena adanya edema intramural yang disebabkan oleh rangsangan
proses inflamasi di dekatnya. Usus kecil ditempat lain berisi sedikit atau
tidak sama sekali berisi gas, tetapi kadang-kadang terjadi ileus paralitik
umum.

Gambar 16: Sentinel Loop sign pada pankreatitis akut.


Distensi duodenum karena iritasi proses inflamasi merupakan suatu variasi
dari sentinel loop. Bila keadaan ini disertai spasme pada duodenum distal, maka
akan tampak gambaran duodenal cut off sign.

30
Gambar 17 : Colon Cut Off sign pada pankreatitis akut
Kadang-kadang tampak gaster terpisah dari fleksura dodenoyeyunal dan
kolon, hal ini karena adanya edema hebat pada korpus dan kaput pankreas, atau
oleh karena terjadinya pengumpulan eksudat inflamasi.
Dilatasi kolon ascendens dan transversum yang berisi gas disertai dengan
menghilangnya udara dalam kolon descenden; colon cut off sign yang disebabkan
karena penyebaran enzim-enzim pankreas dan eksudat purulen sepanjang bidang
aksial disekitar arteri mesenterika superior dan mesokolin transversum.
 Barium Meal

Pada pemeriksaan barium penderita pankreatitis akut akan terlihat pergeseran


lambung dan duodenum akibat pankreas yang membesar karena edema, akbat
koleksi cairan atau karena pseudokista. Bila proses peradangan bertambah berat
maka akan tampak spikulasi dan penebalan lipatan mukosa lambung atau dinding
medial dari duodenum. Kadang-kadang pada duodenum terjadi obstruksi oleh
karena proses peradangan periduodenal.
Eksudat inflamasi yang dihasilkan pankreatitis akut dapat menyebar
ke bawah sepanjang dasar usus kecil menimbulkan edema dan penebalan
lipatan mukosa atau dapat menyebar ke kolon melalui ligamentum
gastrokolika dan menimbulkan pendataran haustra bagian inferior kolon
transversum dan terutama pada haustra sepanjang tepi superior.

31
Gambar 18 : penyempitan lumen disertai mukosa yang irreguler di daerah
duodenum pars 3 pada pankreatitis akut.
 Ultrasonografi

Gambaran yang didapatkan bervariasi tergantung berat dan stadium penyakit


dan dapat berubah secara signifikan dalam periode beberapa jam. Pankreas yang
terkena dapat berupa edema, nekrotik, atau hemoragik.14
Edema akan menyebabkan segmen yang terkena membesar dan terjadi
pengurangan ekogenitas karena peningkatan air di dalam parenkim. Pada keadaan
severe acute panreatitis gambaran yang ditunjukkan USG tidak terlalu spesifik,
karena USG cukup sulit untuk menilai daerah yang mengalami nekrotik. Meskipun
demikian adanya peningkatan ekhogenitas yang heterogen pada pankreas yang
membesar patut dicurigai sebagai suatu proses nekrosis, disamping adanya koleksi
cairan intrapankreatik atau peripankreatik yang merupakan suatu komplikasi dari
severe acute pancreatitis.14,17

32
Gambar 19 : USG edema pada pancreas.

 Pemeriksaan CT Scan

Pemeriksaan CT scan sampai saat ini merupakan gold standard untuk


diagnosis pankreatitis akut. CT scan lebih mampu menunjukkan gambaran nekrosis
yang nantinya bisa bisa menentukan derajat keparahan dari pankreatitis melalui CT
severity index (CTSI). Gambaran pankreatitis akut dengan CT scan akan terlihat
pembesaran pankreas yang difus atau lokal dan didaerah tersebut terjadi penurunan
densitas. Inflamasi lemat peripankreatik menyebabkan densitas jaringan lemak
berbatas kabur, tetapi lemak disektar arteri mesenterika superior tidak terkena.14
Perdarahan, nekrotik ataupun infeksi sekunder bisa terlihat dari adanya
peningkatan densitas yang heterogen disertai koleksi cairan di sekitar pankreas. 12
Pada severe acute pancreatitis, gambaran daerah/zona batas tegas yang tidak
enhance pada pemberian kontras menunjukkan adanya daerah nekrosis. Ketika
sampai pada keadaaan dimana hampir 90% daerah pankreas mengalami nekrosis

33
maka disebut bahwa pankreas tersebut disebut sebagai complete necrosis atau
central cavitary necrosis.14,18

Gambar 20 : CT scan abdomen menggunakan kontras, terlihat adanya edema


peripankreatik dan retroperitoneal. Adanya gambaran nekrosis pada bagian body
dan leher pankreas.
 Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging ( MRI )

Seperti pada pemeriksaan radiologi yang lain, maka MRI pun dapat
membantu diagnosis pankreatitis akut. Tapi pemeriksaan MRI ini jarang
dilakukan, karena pemeriksaan ini lebih mahal dari CT scan dan lebih sukar
diperoleh secara tepat, disamping hasil yang diperoleh hampir sama dengan
CT scan. Pemeriksaan MRI ini hanya dilakukan apabila pasien dalam keadaan
hamil atau alergi terhadap kontras.

34
Gambar 21: Kiri : Gambaran MRI T1WI fat-supressed potongan axial ,
menunjukkan edema kelenjar pankreas dan inflamasi peripankreas, terlihat juga
perdarahan kecil di dalam pankreas. Kanan : Gambaran MRI T1WI fat-
supressed potongan axial setelah pemberian kontras, tampak kurangnya
penyangatan didaerah korpus, konsisten dengan suatu nekrosis pada pankreas.

Berbeda halnya bila pemeriksaan dikombinasikan dengan MRCP.


Pemeriksaan ini menjadi penting untuk menilai adanya biliary pancreatitis. MRI
memberikan keuntungan dari teknik cross sectional imaging nya, sementara MRCP
memberikan keuntungan dalam kemampuannya menilai duktus bilaris dan duktus
pankreatikus seperti pada ERCP.

1.5.4 ULKUS PEPTIKUM


1.5.4.1 Definisi Ulkus Peptikum
Ulkus peptikum atau sering disebut tukak lambung adalah penyakit
diskontinuitas mukosa lambung dan dapat terjadi kerusakan atau hilangnya jaringan
mukosa, sub mukosa sampai lapisan otot. Penyakit ini paling sering menyebabkan
perforasi yang dapat mengakibatkan pneumoperitoneum.19
Penyakit ini dapat disebabkan oleh adanya infeksi helicobacter pylory,
makanan atau obat-obatan.14

35
1.5.4.1 Pemeriksaan Penunjang Ulkus Peptikum
1. Pemeriksaan infeksi kuman Helicobater Pylori

Non invasive: urea breath test, test antibodi H. pylori, tes saliva assay.

Invasive : tes kultur, tes histopatologi, tes urease, PCR. 14,20


2. Endoskopi

Pemeriksaan endoskopi merupakan gold standar untuk pemeriksaan


ulkus peptikum. Endoskopi GI atas digunakan untuk mengidentifikasi
perubahan inflamasi, ulkus, dan lesi. Melalui endoskopi dapt dilihat secara
langsung keadaan mukosa dan dapat juga dilakukan biopsy. Endoskopoi
dapat mendeteksi lesi yang tidak terlihat melalui pemeriksaan sinar X
karena ukuran atau lokasi lesi.21
3. Pemeriksaan radiologi 22,23

 Foto polos

Pada pemeriksaan foto polos tidak dapat memperlihatkan ulkus,

kecuali jika sudah terjadi perforasi. Foto polos abdomen menjadi

pencitraan utama pada akut abdomen, termasuk pada perforasi viskus

abdomen. Pada foto polos abdomen didapatkan adanya gambaran

pneumoperitoneum. 4

36
Gambar 22 : foto polos abdomen dan torak dengan gambaran
pneumoperitoneum.
 Barium meal

Pada pemeriksaan menggunakan zat kontras oral atau barium meal akan
ditemukan gambaran en face (dari depan) dapat memperlihatkan zat kontras yang
terkumpul pada kawah ulkus pada dinding yang terkena, dengan lipatan mukosa

37
yang menyebar mengelilingi ulkus. Pada pandangan on profile (dari samping) ulkus
tampak sebagai kantung yang keluar dari dinding lambung.

Gambar 23 : tampak additional shadow pada pemeriksaan barium meal.

Gambar 24 : tampak en face pada ulkus peptikum

38
Gambar 25 : Ulkus pada duodenum pada pemeriksaan barium meal.

 CT scan

Pada pemeriksaan ulkus peptikum menggunakan ct scan tidak


tervisualisasi kecuali bila sudah terjadi penetrasi atau perforasi. Tampak
defek mukosa dan outpouching luminal dengan tingkatan inflamasi yang
bervariasi.

39
Gambar 26: Ulkus gaster dengan perforasi pada kurvatura minor dan dikelilingi
oleh penebalan dinding.Ditemukan juga air bubble di depan hepar pada
peritoneum anterior.

40
BAB III
KESIMPULAN

Akut abdomen merupakan suatu keadaan yang terjadi mendadak di rongga


abdomen dengan gejala utama yang timbul adalah nyeri perut dan dapat
mengancam nyawa dan membutuhkan tindakan yang segera. Banyak penyakit yang
menimbulkan gejala di daerah abdomen, beberapa diantaranya tidak memerlukan
terapi pembedahan, sehingga evaluasi pasien dengan nyeri abdomen harus
dilakuakn dengan cermat.
Berbagai penyebab pada keadaan akut abdomen dapat berasal dari intra dan
ekstra abdomen. Morbiditas dan mortalitas ditentukan oleh kecepatan penanganan
yang sangat tergantung dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang terutama pemeriksaan radiologis.
Apapun penyebabnya, pada akut abdomen, gejala utama yang sangat
menonjol adalah nyeri akut pada daerah abdomen. Kadang- kadang penyebab
utama sudah ditemukan namum diagnosis akut abdomen dapat ditegakkan setelah
dilakukan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan
laboratorium serta pemeriksaan radiologi yang lengkap dan masa observasi yang
ketat.

41
DAFTAR PUSTAKA

1. R,Sjamsuhidajat, Wim de jong.2010.Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta: EGC


2. Dombal FT, Margulies M. 1996. Acute Abdominal Pain. Gut.bmj.com
3. Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V.Jakarta : Balai
Penerbit FKUI
4. Pierce A. Grace & Neil R. Borley, 2007. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EMS
5. Rasad, Sjahriar. 2005. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
6. Cordell WH, Keene KK, Giles BK, et al. 2002. The high prevalence of pain in emergency
medical care. Am J Emerg Med 20:165-169.
7. Millham FH. 2010. In:. Acute abdominal pain. Feldman M, Friedman LS, Brandt LJ, eds
Feldman: sleisenger and fordtran's gastrointestinal and liver disease. 9th ed. Philadelphia:
Elvesier.
8. Sabiston, et al. 2007. Sabiston texbook of surgery the biological basis of modern surgical
practice. Edisi ke 18. Saunders, An Imprint of Elsevier
9. McQuaid K. Approach to the patient with gastrointestinal disease. In: Goldman L, Schafer
AI, eds. 2012. Goldman: Goldman’s cecil medicine. 24th ed. Philadelphia: Elvesier;. p. 828-
44.
10. Arif Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setiowulan.
2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga. Jakarta : Media Aesculapius. Hal 560-563.
11. Mantu, F. N, 1994, Catatan Kuliah Bedah Anak,145, Jakarta, EGC.
12. Birnbaum BA, Wilson SR. 2000. Appendicitis at the millennium. Radiology .May; 215:
337e48.
13. Jaffe Bernard,Berger David. 2006. The Appendix.Schwartz’s principles of surgery, 8th
ed.Chapter 29.New York:McGraw-Hill: p 1119-35.
14. Isselbacher, KJ, Braunwald E, Martin JB, Fauci AS, Kasper DL. 2009. Harrison: Prinsip –
Harrison. Prinsip – Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Editor Bahasa Indonesia: Prof. Dr. H.
Ahmad H. Asdie. Edisi 13. EGC. Jakarta.
42
15. Towfigh S, McFadden DW, Cortina GR, et al. 2010. Porcelain gallbladder is not associated
with gallbladder carcinoma. Am Surg;67(1):7-10.
16. O’Connor, Owen J, Michael M. Maher. 2011. American Joural of Radiology. 4th
edition.vol:196.
17. Sudoyo W. Aru, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2009. Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi IV. EGC.
Jakarta.
18. Soetikno, Ristaniah D. 2011. Radiologi Emergensi. Bandung: PT. Refika Aditama.
19. ME , Breen, Dorfman M, Chan SB. 2008. Pneumoperitoneum Without Peritonitis: A Case
Report. Am J Emerg Med, 26:841. e1-2
20. M. Kliegman, Robert. 2007. Nelson Text Book of Pediatric-18th Ed. USA : Saunders El
sevier. p 1569-1570
21. Price SA, Wilson LM. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Dasar – Dasar Penyakit. EGC.
Jakarta.
22. Munoz A, Katerndahl, DA. 2000. Diagnosis and Management of Acute Pancreatitis. AAFP.
pp: 164 -174 http://www.aafp.org/afp/2000/0701/p164.html
23. Gaillard F, Goel A. Peptic Ulcer Disease. http://radiopaedia.org/articles/peptic-ulcer-disease
diunduh pada tanggal 24 Maret 2015.
24. Akut abdomen pada https://fkunmul04.files.wordpress.com/2008/10/akut-abdomen.pdf di
unduh tanggal 24 maret 2015.

43

Anda mungkin juga menyukai