Anda di halaman 1dari 26

Makalah Kegawatdaruratan Sistem

KEPERAWATAN KLIEN
dengan
KEGAWATDARURATAN SISTEM PENCERNAAN
dan
KERACUNAN

Oleh Kelompok 3 :
1. Choiriyah Fitriani
2. Faroid A.G
3. Handoko Mudho Prayitno
4. Heru Prasetyo Utomo
5. Lulu Wati
6. M. Fahrur Rozi
7. Maulindawati
8. Septian Adi Candra

PRODI S-1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HAFSHAWATY
ZAINUL HASAN GENGGONG
2013
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pertolongan penderita gawat darurat dapat terjadi dimana saja baik
di dalam rumah sakit maupun di luar rumah sakit, dalam penanganannya
melibatkan tenaga medis maupun non medis termasuk masyarakat awam.
Pada pertolongan pertama yang cepat dan tepat akan menyebabkan
pasien/korban dapat tetap bertahan hidup untuk mendapatkan pertolongan
yang lebih lanjut.
Salah satu kasus gawat darurat yang memerlukan tindakan segera
dimana pasien berada dalam ancaman kematian karena adanya gangguan
hemodinamik adalah trauma abdomen di mana secara anatomi organ-
organ yang berada di rongga abdomen adalah organ-organ pencernaan.
Selain trauma abdomen kasus-kasus kegawatdaruratan pada system
pencernaan salah satunya perdarahan saluran cerna baik saluran cerna
bagian atas ataupun saluran cerna bagian bawah bila hal ini dibiarkan tentu
akan berakibat fatal bagi korban atau pasien bahkan bisa menimbulkan
kematian. Oleh karena itu, kita perlu memahami penanganan kegawat-
daruratan pada system pencernaan secara cepat, cermat dan tepat sehingga
hal-hal tersebut dapat kita hindari.
Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas
biasanya lebih tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma
tusuk. Walaupun tehnik diagnostik baru sudah banyak dipakai, misalnya
Computed Tomografi, namun trauma tumpul abdomen masih merupakan
tantangan bagi ahli klinik. Diagnosa dini diperlukan untuk pengelolaan
secara optimal.
Evaluasi awal sangat bermanfaat tetapi terkadang cukup sulit
karena adanya jejas yang tidak jelas pada area lain yang terkait. Jejas pada
abdomen dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam. Pada
trauma tumpul dengan velisitas rendah (misalnya akibat tinju) biasanya
menimbulkan kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul velositas
tinggi sering menimbulkan kerusakan organ multipel.
Perforasi adalah kemungkinan yang bisa terjadi pada trauma
abdomen. Gejala perangsangan peritonium yang terjadi dapat disebabkan
oleh zat kimia atau mikroorganisme. Bila perforasi terjadi dibagian atas,
misalnya lambung, maka terjadi perangsangan oleh zat kimia segera
sesudah trauma dan timbul gejala peritonitis hebat.
Bila perforasi terjadi di bagian bawah seperti kolon, mula-mula
timbul gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk
berkembang biak. Baru setelah 24 jam timbul gejala-gejala akut abdomen
karena perangsangan peritoneum. Mengingat kolon tempat bakteri dan
hasil akhirnya adalah faeses, maka jika kolon terluka dan mengalami
perforasi perlu segera dilakukan pembedahan. Jika tidak segera dilakukan
pembedahan, peritonium akan terkontaminasi oleh bakteri dan faeses. Hal
ini dapat menimbulkan peritonitis yang berakibat lebih berat.
Pada klien yang mengalami trauma abdomen biasanya mengalami
perlukaan satu atau beberapa organ abdomen. Hampir ¼ dari seluruh
kematian trauma abdomen dikarenakan mengalami perlukaan satu atau
beberapa organ abdomen. Oleh karena itu, sebagai tenaga kesehatan
khususnya perawat perlu mengetahui tentang asuhan keperawatan yang
diberikan pada pasien yang mengalami trauma abdomen.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, bagaimana landasan teori dari kasus
kegawatdaruratan system pencernaan dan penanganan pada keracunan ?

1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui landasan teori dari kasus kegawatdaruratan
system pencernaan dan penanganan pada keracunan
1.3.2. Tujuan Khusus
1.3.2.1. Untuk mengetahui jenis-jenis trauma abdomen
1.3.2.2. Untuk mengetahui etiologi dari trauma abdomen
1.3.2.3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari trauma abdomen
1.3.2.4. Untuk mengetahui penanganan kasus trauma abdomen
1.3.2.5. Untuk mengetahui penanganan kasus-kasus keracuna
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Trauma Abdomen


Trauma abdomen adalah kerusakan organ abdomen (lambung, usus
halus, pankreas, kolon, hepar, limpa, ginjal) yang disebabkan oleh trauma
tembus, biasanya tikaman atau tembakan; atau trauma tumpul akibat
kecelakaan mobil, pukulan langsung atau jatuh.
Rongga abdomen memuat baik organ-organ yang padat maupun yang
berongga. Trauma tumpul disebabkan adanya deselerasi cepat dan adanya
organ-organ yang tidak mempunyai kelenturan (noncompliant organ) seperti
hati, limpa, pankreas, ginjal, atau pembuluh darah dapat menimbulkan
kehilangan darah substansional ke dalam rongga peritoneum. Trauma tumpul
pada abdominal dapat terjadi karena kecelakaan motor, jatuh, atau pukulan.
Kompresi dan perlambatan dari trauma tumpul menyebabkan fraktur pada
kapsula dan parenkim organ padat, sementara organ berongga dapat kolaps
dan menyerap energi benturan.

2.2. Jenis-Jenis Trauma Abdomen


a. Cedera pada Lambung dan Usus Halus
b. Cedera pada Duodenum dan Pankreas
c. Cedera pada Kolon
d. Cedera pada Hepar
e. Cedera pada Limpa
f. Cedera pada Ginjal
 Cedera Vaskuler
 Cedera Parenkim
2.3. Etiologi Trauma Abdomen
Penyebab trauma abdomen antara lain :
2.3.1 Trauma, iritasi , infeksi,obstruksi dan operasi .
2.3.2 Kerusakan organ abdomen dan pelvis dapat disebabkan trauma
tembus, biasanya tikaman atau tembakan dan trauma tumpul akibat
kecelakaan mobil,pukulan langsung atau jatuh.
2.3.3 Luka yang tampak ringan bisa menimbulkan cedera eksterna yang
mengancam nyawa

2.4. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis trauma abdomen dapat meliputi :
2.4.1 Nyeri (khususnya karenagerakan)
2.4.2 Nyeri tekan dan lepas(mungkin menandakan iritasi peritonium
karena cairan gastrointestinal atau darah)
2.4.3 Distensi abdomen
2.4.4 Demam
2.4.5 Anoreksia
2.4.6 Mual dan muntah
2.4.7 Tatikardi
2.4.8 Peningkatan suhu tubuh

2.5. Penatalaksanaan Trauma Abdomen


2.5.1 Trauma Tumpul Abdomen
Hal umum yang perlu mendapat perhatian adalah atasi dahulu
ABC bila pasien telah stabil baru kita memikirkan penatalaksanaan
abdomen itu sendiri. Pipa lambung, selain untuk diagnostic, harus segera
dipasang untuk mencegah terjadinya aspirasi bila terjadi muntah.
Sedangkan kateter di pasang untuk mengosongkan kandung kencing dan
menilai urin. Pada trauma tumpul, bila terdapat kerusakan intra
peritoneum harus dilakukan laparotomi, sedangkan bila tidak, pasien
diobservasi selama 24-48 jam.
Tindakan laparotomi dilakukan untuk mengetahui organ yang
mengalami kerusakan. Bila terdapat perdarahan, tindakan yang dilakukan
adalah penghentian perdarahan. Sedangkan pada organ berongga,
penanganan kerusakan berkisar dari penutupan sederhana sampai reseksi
sebagian.

2.5.2 Trauma Tembus Abdomen


Hal umum yang perlu mendapat perhatian adalah atasi dahulu ABC
bila pasien telah stabil baru kita memikirkan penatalaksanaan abdomen itu
sendiri. Pipa lambung, selain untuk diagnostic, harus segera dipasang
untuk mencegah terjadinya aspirasi bila terjadi muntah. Sedangkan kateter
di pasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin.
Peningkatan nyeri di daerah abdomen membutuhkan eksplorasi
bedah. Luka tembus dapat mengakibatkan renjatan berat bila mengenai
pembuluh darah besar atau hepar. Penetrasi ke limpa, pancreas, atau ginjal
biasanya tidak mengakibatkan perdarahan massif kecuali bila ada
pembuluh darah besar yang terkena. Perdarahan tersebut harus diatasi
segera, sedangkan pasien yang tidak tertolong denan resusitasi cairan harus
menjalani pembedahan segera.

2.6 Penanganan Pre Hospital Dan Hospital


2.6.1 Pre Hospital
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang
mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi
dilokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah
ditemukan lukati kaman, luka trauma benda lainnya, maka harus
segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada
indikasi. Jika korban tidak berespon, makasegera buka dan
bersihkan jalan napas.
2.6.1.1 Airway Managemen
1. Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membukajalan
napas menggunakan teknik ‘head tilt chin lift’ atau
menengadahkan kepala dan mengangkat dagu,periksa
adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya
jalan napas.Muntahan, makanan, darah atau benda asing
lainnya.
2. Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa
pernapasan dengan menggunakan cara ‘lihat-dengar-
rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah
ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukanpemeriksaan
status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat
tidaknyapernapasan).
3. Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jikapernapasan
korban tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan
napas dapatdilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi,
lakukan resusitasi jantungparu segera. Rasio kompresi dada
dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30kali
kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).

4. Penanganan awal trauma non- penetrasi(trauma tumpul)


a. Stop makanan dan minuman
b. Imobilisasi
c. Kirim kerumah sakit.
5. Penetrasi (trauma tajam)
a. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan(pisau atau
benda tajam lainnya) tidak boleh dicabut kecuali
dengan adanya timmedis.
b. Penanganannya bila terjadi luka tusuk
cukupdengan melilitkan dengan kain kassa pada
daerah antara pisau untuk memfiksasipisau
sehingga tidak memperparah luka.
c. Bila ada usus atau organ lain yang keluar,maka
organ tersebut tidak dianjurkan dimasukkan
kembali kedalam tubuh, kemudianorgan yang
keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih
atau bila ada verbansteril.
d. Imobilisasi pasien.
e. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
f. Apabila ada luka terbuka lainnya maka
balutluka dengan menekang.
g. Kirim ke rumahsakit.

2.6.1.2 Hospital
1. Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding
abdomen, seorang ahli bedah yang berpengalaman akan
memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan
dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada
luka masuk dan luka keluar yang berdekatan.
a. Skrinning pemeriksaan rontgen
Foto rontgen torak tegak berguna untuk me-
nyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumo-
toraks atau untuk menemukan adanyaudara intra
peritonium. Serta rontgen abdomen sambil tidur
(supine) untukmenentukan jalan peluru atau
adanya udara retroperitoneum.

b. IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning


Ini di lakukan untuk mengetauhi jeniscedera
ginjal yang ada.
c. Uretrografi.
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture
uretra.
d. Sistografi
Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya
cedera pada kandung kencing,contohnya pada :
 fraktur pelvis
 traumanon-penetrasi

2. Penanganan pada trauma benda tumpul dirumah sakit :


a. Pengambilan contoh darah dan urine
Darah di ambil dari salah satu venapermukaan
untuk pemeriksaan laboratorium rutin, dan juga
untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti
pemeriksaan darah lengkap, potasium, glukosa,
amilase.
b. Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks
antero posterior dan pelvis adalah pemeriksaan
yang harus di lakukan pada penderita dengan
multi trauma, mungkin berguna untuk
mengetahui udara ekstraluminal di retro
peritoneum atau udara bebas di bawah diafrag-
ma, yang keduanya memerlukan laparotomi
segera.

c. Study kontras urologi dan gastrointestinal


Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah
duodenum, kolon ascendens atau decendens dan
dubur.
(Hudak & Gallo, 2001).

2.7 Keracunan
2.7.1 Pengertian Keracunan
Racun adalah zat yang ketika tertelan, terisap, diabsorbsi,
menempel pada kulit atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah
yang relative kecil menyebabkan cedera dari tubuh dengan adanya
reaksi kimia.
Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau
senyawa kimia dalam tubuh manusia yang menimbulkan efek
merugikan pada yang menggunakannya. Keracunan melalui
inhalasi dan menelan materi toksik, baik kecelakaan dan karena
kesengajaan, merupakan kondisi bahaya kesehatan. Sekitar 7% dari
semua pengunjung departemen kedaruratan dating karena masalah
toksik.
Keracunan adalah masuknya zat ke dalam tubuh yang dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan bahkan dapat menyebabkan
kematian.
Dalam pengertian sederhana keracunan adalah kejadian
masuknya racun kedalam tubuh manusia.

2.7.2 Etiologi
Keracunan dapat disebabkan oleh beberapa hal, berdasarkan
wujudnya, zat yang dapat menyebabkan keracunan antara lain : zat
padat (obat-obatan, makanan), zat gas (CO2), dan zat cair (alkohol,
bensin, minyak tanah, zat kimia, pestisida, bisa/ racun hewan)
Racun racun tersebut masuk ke dalam tubuh manusia melalui
beberapa cara, diantaranya :
1. Melalui kulit
2. Melalui jalan napas (inhalasi)
3. Melalui saluran pencernaan (mulut)
4. Melalui suntikan
5. Melalui mata (kontaminasi maata)

2.7.3 Macam-Macam Keracunan


1. Mencerna (menelan) racun
Tindakan yang dilakukan adalah menghilangkan atau
menginaktifkan racun sebelum diabsorbsi, untuk memberikan
perawatan pendukung, untuk memelihara system organ vital,
menggunakan antidote spesifik untuk menetralkan racun, dan
memberikan tindakan untuk mempercepat eliminasi racun
terabsorbsi.
Penatalaksanaan umum :
a. Dapatkan control jalan panas, ventilasi, dan oksigensi. Pada
keadaan tidak ada kerusakan serebral atau ginjal, prognosis
pasien bergantung pada keberhasilan penatalaksanaan pernapasan
dan sisitem sirkulasi.
b. Coba untuk menentukan zat yang merupakan racun, jumlah, kapan
waktu tertelan, gejala, usia, berat pasien dan riwayat kesehatan
yang tepat.
c. Tangani syok yang tepat.
d. Hilangkan atau kurangi absorbsi racun.
e. Berikan terapi spesifik atau antagonis fisiologik secepat mungkin
untuk menurunkan efek toksin.
f. Dukung pasien yang mengalami kejang. Racun mungkin memicu
system saraf pusat atau pasien mungkin mengalami kejang karena
oksigen tidak adekuat.
g. Bantu dalam menjalankan prosedur untuk mendukung
penghilangan zat yang ditela, yaitu:
 Diuresis untuk agens yang dikeluarkan lewat jalur ginjal.
 Dialisis
 Hemoperfusi (proses melewatkan darah melalui sirkuit
ekstrakorporeal dan cartridge containing an adsorbent [karbon
atau resin], dimana setelah detoksifikasi darah dikembalikan ke
pasien.
h. Pantau tekanan vena sentral sesuai indikasi.
i. Pantau keseimbangan cairan dan elektrolit.
j. Menurunkan peningkatan suhu.
k. Berikan analgesic yang sesuai untuk nyeri.
l. Bantu mendapatkan specimen darah, urine, isi lambung dan
muntah.
m. Berikan perawatan yang konstan dan perhatian pada pasien koma.
n. Pantau dan atasi komplikasi seperti hipotensi, disritmia jantung dan
kejang.
o. Jika pasien dipulangkan, berikan bahan tertulis yang menunjukan
tanda dan gejala masalah potensial dan prosedur untuk bantuan
ulang.
 Minta konsultasi dokter jiwa jika kondisi tersebut karena usaha
bunuh diri
 Pada kasus keracunan pencernaan yang tidak disengaja berikan
pencegahan racun dan instruksi pembersihan racun rumah pada
pasien atau keluarga
2. Keracunan melalui inhalasi
Penatalaksanaan umum :
a. Bawa pasien ke udara segar dengan segera; buka semua pintu
dan jendela.
b. Longgarkan semua pakaian ketat.
c. Mulai resusitasi kardiopulmonal jika diperlikan.
d. Cegah menggigil; bungkus pasien dengan selimut.
e. Pertahankan pesien setenang mungkin.
f. Jangan berikan alcohol dalam bentuk apapun.
3. Keracunan makanan
Keracunan makanan adalah penyakit yang tiba-tiba dan
mengejutkan yang dapat terjadi setelah menelan makanan atau
minuman yang terkontaminasi.
Pertolongan Pertama Pada Keracunan Makanan:
a. Untuk mengurangi kekuatan racun, berikan air putih
sebanyak-banyaknya atau diberi susu yang telah dicampur
dengan telur mentah.
b. Agar perut terbebas dari racun, berikan norit dengan dosis 3-
4 tablet selama 3 kali berturut-turut dalam setia jamnya.
c. Air santan kental dan air kelapa hijau yang dicampur 1
sendok makan garam dapat menjadi alternative jika norit
tidak tersedia.
d. Jika penderita dalam kondisi sadar, usahakan agar muntah.
Lakukan dengan cara memasukan jari pada kerongkongan
leher dan posisi badan lebih tinggi dari kepala untuk
memudahkan kontraksi
e. Apabila penderita dalam keadaan pingsan, bawa segera ke
rumah sakit atau dokter terdekat untuk mendapatkan
perawatan intensif.
4. Gigitan ular
Bisa (racun) ular terdiri dari terutama protein yang mem-
punyai efek fisiologik yang luas atau bervariasi. Sistem multiorgan,
terutama neurologic, kardiovaskuler, sisitem pernapasan mungkin
terpengaruh.
Bantuan awal pertama pada daerah gigitan ular meliputi
mengistirahatkan korban, melepaskan benda yang mengikat seperti
cincin, memberikan kehangatan, membersihkan luka, menutup luka
dengan balutan steril, dan imobilisasi bagian tubuh dibawah tinggi
jantung. Es atau torniket tidak digunakan. Evaluasi awal di depar-
temen kedaruratn dilakukan dengan cepat meliputi :
a. Menentukan apakah ular berbisa atau tidak.
b. Menentukan dimana dan kapan gigitan terjadi sekitar gigitan.
c. Menetapkan urutan kejadian, tanda dan gejala (bekas gigi,
nyeri, edema, dan eritema jaringan yang digigit dan
didekatnya).
d. Menentukan keparahan dampak keracunan.
e. Memantau tanda vital.
f. Mengukur dan mencatat lingkar ekstremitas sekitar gigitan
atau area pada beberapa titik.
g. Dapatkan data laboratorium yang tepat (mis. HDL, urinalisi,
dan pemeriksaan pembekuan).
5. Sengatan serangga
Manifestasi klinis bervariasi dari urtikaria umum, gatal,
malaise, ansietas, sampai edema laring, bronkhospasme berat, syok
dan kematian. Umumnya waktu yang lebih pendek diantara
sengatan dan kejadian dari gejala yang berat merupakan prognosis
yang paling buruk.
Penatalaksanaan umum:
a. Berikan epineprin (cair) secara langsung. Masase daerah
tersebut untuk mempercepat absorbsi.
b. Jika sengatan pada ekstermitas, berikan tornikuet dengan
tekanan yang tepat untuk membendung aliran vena dan
limfatik.
c. Instruksikan pasien untuk hal-hal berikut:
 Injeksi segera dengan epineprin
 Buang penyengat dengan garukan cepat kuku jari
 Bersihkan area dengan sabun air dan tempelkan es
 Pasang tornikuet proksimal terhadap sengatan
 Laporkan pada fasilitas perawatan kesehatan terdekat
untuk pemeriksaan lebih lanjut
6. Keracunan obat Serangga
a. Cara menangani Keracunan obat Serangga
Ada beberapa cara untuk memberikan pertolongan
pertama dalam menangani keracunan obat serangga, diantaranya
adalah ;
1) Apabila obat serangga terkena kulit dan membahayakan,
maka segera anda lepaskan pakaian anda dan basuh kulit
anda dengan air mengalir, gunakan juga sabun. Apabila
daerah yang terkena obat serangga itu ada luka, maka anda
perlu berhati-hati karena racun akan menyerap semakin cepat
ke dalam tubuh anda.
2) Apabila obat serangga tertelan, segera anda konsumsi karbon
aktif agar racunnya dapat terserap.
3) Jika berbagai gejala terus muncul, segera bawa korban ke
rumah sakit atau hubungi dokter. Penanganan yang semakin
cepat akan semakin baik, jangan sampai terlambat.
4) Untuk mengeluarkan racun serangga dari tubuh, minum air
putih yang banyak. Air dapat menetralkan racun.
5) Jika ada pohon kelapa muda, anda bisa menggunakannya
dengan cara mengambil airnya dan campurkan dengan garam
dan minumkan pada penderita. Usahakan si penderita sampai
muntah.
b. Cara mencegah terjadinya keracunan obat serangga
Seperti yang dikatakan oleh pepatah bahwa mencegah
tentunya lenih baik dari apda mengobati. Berikut ini ada
beberapa cara untuk mencegah terjadinya keracunan obat
serangga, diantaranya ;
1) Apabila anda ingin meggunakan obat serangga, sebaiknya
anda berhati-hati apalagi bila anda ingin menggunakannya di
daerah beramain anak anda.
2) Sebaiknya anda membaca terlebih dahulu instruksi cara
menggunakannya dengan benar. Perlu juga anda perhatikan
dosis pemakaian yang dianjurkan di dalam kemasan tersebut.
3) Jauhkan obar racun serangga tersebut dari jangkauan anak
anda dan simpanlah di tempat yang aman.
4) Sebaiknya anda mencuci bersih buah dan sayur yang anda
beli, karena biasanya produk tersebut mengandung
insektisida.
5) Anda juga perlu menjelaskan dengan jelas pada keluarga
anda mengenai bahaya racun serangga.
6) Inilah uraian singkat mengenai menangani keracunan obat
serangga. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.

2.7.4 Gambaran klinis


Penilaian keadaan klinis yang paling awal adalah status
kesadaran. Alat ukur yang paling sering digunakan adalah GCS
(Glasgow Coma Scale). Apabila pasien tidak sadar dan tidak ada
keterangan apapun, maka diagnosis keracunan dapat dilakukan
pereksklusionam dan semua penyebab penurunan kesdaran seperti
meningoensefalitis, trauma, perdarahan subaraknoid/ intrakranial,
subdural/ ekstradural haematom, hipoglikemia, diabetik
ketoasidosis, uremia, ensefalopati.

Penemuan klinis seperti ukuran pupil mata, frekuensi


napas dan denyut nadi mungkin dapat membantu penegakan
diagnosis pada pasien dengan penurunan kesadaran.

Gambaran klinis Kemungkinan penyebab


Pupil pin point, frekuensi napas turun Opoioid, inhibitor kolinesterase
(organofosfat, carbamate insektidida),
klonidin, fenotiazin
Dilatasi pupil, laju napas turun Benzodiazepin
Dilatasi pupil, takikardia Antidepresan trisiklik, amfetamin,
ekstasi, kokain, antikolonergik
(benzeksol, benztropin), antihistamin
Sianosis Obat depresan SSP, bahan penyebab
methaemoglobinemia
Hipersalivasi Organofosfat/ karbamat, insektisida
Nistagmus, ataksia, tanda serebral Antikonvulsan (frenitoin, karbamazepin),
alcohol
Gejala ekstrapiramidal Fenotiazin, haloperidol, metoklopramid
Seizures Antidepresan trisiklik, antikonvulsan,
teofilin, antihistamin, OAINS,
fenothiazin, isoniazid
Hipertemia Litium, antidepresan trisiklik,
antihistamin
Hipertemia dan hipertensi, takikardi, Amfetamin, ekstasi, kokain
agitasi
Hipertemia dan takikardi, asidosis Salsilat
metabolic
Bradikardia Penghambat beta, digoksin, opioid,
klonidin, antagonis kalsium (kecuali
dihidropiridin), organofosfat insektisida
Abdominal cramp, diare, takikardi, Withdrawal alkohol, opiat,
halusinasi benzodiazepine

2.7.5 Pemeriksaan Penunjang


Analisis toksikologi harus dilakukan sedini mungkin, hal ini
selain dapat membantu penegakan diagnosis juga berguna untuk
kepentingan penyidikan polisi pada kasusu kejahatan. Sampel yang
dikirim ke laboratorium adalah 50 ml urin, 10 ml serum, bahan
muntahan dan feses.

1. Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan radiologi perlu dilakukan terutama bila curiga adanya


aspirasi zat racun melalui inhilasi atau adanya dugaan perforasi
lambung.

2. Laboratorium klinik

Pemeriksaan ini penting dilakukan terutama analisis gas darah.


Beberapa gangguan gas darah dapat membantu penegakan
diagnosis penyebab keracunan.

Pemeriksaan fingsi hati, ginjal dan sedimen urin harus pula


dilakukan karena selain berguna untuk mengetahui dampak
keracunan juga dapat dijadiakan sebagai dasar diagnosis penyebab
keracunan seperti keracunan parasetamol atau makanan yang
mengandung asam jengkol.

3. Pemeriksaan EKG

Pemeriksaan ini juga perlu dilakukan pada kasus keracunan karena


sering diikuti terjadinya gangguan irama jantung yang berupa sinus
takikardi, sinus bradikardi, takikardi supraventrikuler, takikardi
ventrikuler, fibrilasi ventrikuler, asistol, disosiasi elektromekanik.
Beberapa faktor predosposisi timbulnya aritmia pada keracunan
adalah keracunan obat kardiotoksik, hipoksia, nyeri dan ansietas,
hiperkarbia, gangguan elektrolit darah, hipovolemia, dan penyakit
dasar jantung iskemik.

2.7.6 Penatalaksanaan
2.7.6.1 Stabilisasi
Penatalaksanaan keracunan pada waktu pertama kali berupa
tindakan resusitasi kardiopulmoner yang dilakukan dengan cepat
dan tepat berupa pembebasan jalan napas, perbaikan fungsi
pernapasan, dan perbaikan sistem sirkulasi darah.
2.7.6.2 Dekontaminasi
Dekontaminasi merupakan terapi intervensi yang bertujuan untuk
menurunkan pemaparan terhadap racun, mengurangi absorpsi dan
mencegah kerusakan.
2.7.6.3 Dekontaminasi pulmonal
Dekontaminasi pulmonal berupa tindakan menjauhkan korban dari
pemaparan inhalasi zat racun, monitor kemungkinan gawat napas
dan berikan oksigen lembab 100% dan jika perlu beri ventilator.
2.7.6.4 Dekontaminasi mata
Dekontaminasi mata berupa tindakan untuk membersihkan mata
dari racun yaitu posisi kepala pasien ditengadahkan dan miring ke
posisi mata yang terburuk kondisinya. Buka kelopak matanya
perlahan dan irigasi larutan aquades atau NaCL 0,9% perlahan
sampai zat racunnya diperkirakan sudah hilang.
2.7.6.5 Dekontaminasi kulit (rambut dan kuku)
Tindakan dekontaminasi paling awal adalah melepaskan pakaian,
arloji, sepatu dan aksesorisd lainnnya dan masukkan dalam wadah
plastik yang kedap air dan tutup rapat, cuci bagian kulit yang
terkena dengan air mengalir dan disabun minimal 10 menit
selanjutnya keringkan dengan handuk kering dan lembut.
2.7.6.6 Dekontaminasi gastrointestinal
Penelanan merupakan rute pemaparan yang tersering, sehingga
tindakan pemberian bahan pengikat (karbon aktif), pengenceran
atau mengeluarkan isi kambung dengan cara induksi muntah atau
aspirasi dan kumbah lambung dapat mengurangi jumlah paparan
bahan toksik.
2.7.6.7 Eliminasi
Tindakan eliminasi adalah tindakan untuk mempercepat
pengeluaran racun yang sedang beredar dalam darah, atau dalam
saluran gastrointestinal setelah lebih dari 4 jam.
2.7.6.8 Antidotum
Pada kebanyakan kasus keracunan sangat sedikit jenis racun yang
ada obat antidotumnya dan sediaan obat antidot yang tersedia secara
komersial sangat sedikit jumlahnya

2.7.7 Asuhan keperawatan


2.7.7.1 Pengkajian
Pengkajian difokusakan pada masalah yang mendesak seperti jalan
nafas dan sirkulasi yang mengancam jiwa,adanya gangguan asam
basa,keadaan status jantung,status kesadran.
Riwayat kesadaran : riwayat keracunan,bahan racun yang
digunakan,berapa lama diketahui setelah keracunan,ada masalah
lain sebagi pencetus keracunan dan sindroma toksis yang
ditimbulkan dan kapan terjadinya.

2.7.7.2 Pemeriksaan fisik


Pendahuluan fisik racun, berdasarkan sifat-sifat organo leptik,
seperti bentuk, warna, bau dan rasa. Selain itu, dengan dilakukan
pemijaran akan dapat diketahui apakah bahan atau zat yang kita
periksa merupakan senyawa organic anorganik. Senyawa organic
tidak meninggalkan sisa setelah pemijaran.
a. Bentuk
Bentuk racun dapat berupa bahan atau rasa (serbuk, Kristal, tablet,
kapsul), bahan atau zat cair lanjut (larutan, sirup, suspense, obat
suntik) setegah padat (salep,cream) campuran bahan atau zat padat
dengan cairan (muntahan, isi perut) dan mungkin juga gas atau uap.
Pada tablet atau kapsul mungkin tertera nama obat atau kandungan
isinya akan mempermudah dalam pemeriksaan selanjutnya.
b. Warna
Bahan atau zat kimia pada umumnya tidak berwarna atau berwarna
putih. Tapi beberapa diantaranya mempunyai warna asli. Warna
asli tersebut dapat berubah bila terjadi oksidasi oleh udara.
Sedangkan warna sediaan jadi, biasanya bukan warna asli tapi
sebagai akibat tambahan zat warna, sehingga tidak dapat digunakan
sebagai cirri yang spesipik.
c. Bau
Pemeriksaan bau dapat dilakukan dengan cara membaui langsung
setelah digerus, setelah digosok dengan dua jari. Jika berupa cairan
di kocok terlebih dahulu dan dibaui langsung setelah dibakar.
d. Rasa
Pemeriksaan rasa dilakukan dengan mencicipi bahan atau zat
peminimal mungkin.

2.7.8 Diagnosa Keperawatan


1. Nutrisi Seimbang: Kurang dari Kebutuhan Tubuh karena tidak
cukup asupan dan pengeluaran yang berlebihan.
2. Risiko Kekurangan Volume Cairan (jika Diare tidak terjadi atau
asupan cairan tidak cukup tetapi tidak memiliki tanda-tanda
dehidrasi)
3. Hipertermia RT proses inflamasi.
4. Manifestasi dengan nyeri perut

2.7.9 Intervensi
1. Pertolongan pertama yang dilakukan meliputi : tindakan umum
yang bertujuan untuk keselamatan hidup,mencegah penyerapan dan
penawar racun ( antidotum ) yan meliputi resusitasi, : Air way,
breathing, circulasi eliminasi untuk menghambat absorsi melalui
pencernaaan dengan cara kumbah lambung,emesis, ata katarsis dan
kerammas rambut.
2. Berikan anti dotum sesuai advis dokter minimal 2 x 24 jam yaitu
pemberian SA.
3. Perawatan suportif; meliputi mempertahankan agar pasien tidak
samapi demam atau mengigil,monitor perubahan-perubahan fisik
seperti perubahan nadi yang cepat,distress pernafasan, sianosis,
diaphoresis, dan tanda-tanda lain kolaps pembuluh darah dan
kemungkinan fatal atau kematian.Monitir vital sign setiap 15 menit
untuk bebrapa jam dan laporkan perubahan segera kepada
dokter.Catat tanda-tanda seperti muntah,mual,dan nyeri abdomen
serta monotor semua muntah akan adanya darah. Observasi fese
dan urine serta pertahankan cairan intravenous sesuai pesanan
dokter.
4. Jika pernafasan depresi ,berikan oksigen dan lakukan suction.
Ventilator mungkin bisa diperlukan.
5. Jika keracunan sebagai uasaha untuk mebunuh diri maka lakukan
safety precautions. Konsultasi psikiatri atau perawat psikiatri klinis.
Pertimbangkan juga masalah kelainan kepribadian,reaksi
depresi,psikosis neurosis, mental retardasi dan lain-lain
6. Memonitor status cairan pasien dengan hati-hati.
7. Rencanakan perawatan untuk memungkinkan periode istirahat
tanpa gangguan bagi pasien.
8. Jika pasien mual, menyarankan dia untuk menghindari gerakan
cepat, yang dapat meningkatkan keparahan mual.
9. Jika pasien dapat mentolerir cairan mulut, menggantikan
kehilangan cairan dan elektrolit dengan kaldu, jahe, dan limun,
sebagai toleransi.
10. Menilai tanda-tanda vital setidaknya setiap 4 jam.
11. Ajarkan pasien tentang masalah keracunan makanan,
menggambarkan gejala dan penyebab yang bervariasi.
12. Ajarkan pasien dengan tindakan pencegahan yang tepat.
Jika dehidrasi terjadi, mengelola lisan dan I.V. cairan seperti yang
diperintahkan.
13. Untuk memudahkan iritasi dubur yang disebabkan oleh diare,
bersihkan daerah tersebut secara hati-hati dan menerapkan
pemberian krim, seperti petroleum jelly.
14. Cuci tangan secara menyeluruh setelah memberikan perawatan
untuk menghindari penyebaran infeksi, dan menggunakan tindakan
pencegahan standar setiap kali menangani muntahan atau tinja.
15. Berikan anti dotum sesuai advis dokter minimal 2 x 24 jam yaitu
pemberian SA.
16. Perawatan suportif; meliputi mempertahankan agar pasien tidak
samapi demamatau mengigil, monitor perubahan-perubahan fisik
seperti perubahan nadi yang cepat, distress pernafasan, sianosis,
diaphoresis, dan tanda-tanda lain kolaps pembuluh darah dan
kemungkinan fatal atau kematian. Monitir vital sign setiap 15 menit
untuk bebrapa jam dan laporkan perubahan segera kepada
dokter.Catat tanda-tanda seperti muntah, mual, dan nyeri abdomen
serta monotor semua muntah akan adanya darah. Observasi fese
dan urine serta pertahankan cairan intravenous sesuai pesanan
dokter.
17. Jika pernafasan depresi, berikan oksigen dan lakukan suction.
Ventilator mungkin bisa diperlukan.
18. Jika keracunan sebagai uasaha untuk mebunuh diri maka lakukan
safety precautions. Konsultasi psikiatri atau perawat psikiatri klinis.
Pertim-bangkan juga masalah kelainan kepribadian, reaksi depresi,
psikosis neurosis, mental retardasi dan lain-lain

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma
tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja . Penatalaksa-
naannya adalah resusitasi dan airway managemen.
Keracunan adalah salah satu penyebab kematian yang sering terjadi
disekitar kita, akibat keracunan yang di sebabkan oleh makanan, gigitan binatang,
dan sengatan serangga. Hal tersebut terjadi karena kelalainan dan kurangnya
pengetahuan dari pihak- pihak tersebut.

3.2. Saran
Saran dari kelompok kami adalah karena ini mengakibatkan kematian dan
terjadi bisa dengan sengaja ataupun tidak sengaja maka untuk itu kita harus hati-
hati pada kasus trauma dan hati-hati terhadap bahan kimia ataupun yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuhidayat. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC


Doenges. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan
dan Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC
Carpenito, 1998. Buku saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek
Klinis, Edisi 6, Jakarta: EGC .
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1.UI : Media

Anda mungkin juga menyukai