Anda di halaman 1dari 25

Daftar Isi

BAB I...........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN........................................................................................................................1
BAB II..........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN........................................................................................................................3
A. Akut Abdomen.................................................................................................................3
a. Definisi.........................................................................................................................3
b. Etiologi.........................................................................................................................3
b. Tanda dan Gejala..............................................................................................................5
B. Anestesi pada Akut Abdomen..........................................................................................9
1. Anestesi Spinal...........................................................................................................10
2. Blok epidural..............................................................................................................14
3. anestesi spinal epidural kombinasi (CSE)..................................................................14
4. General anestesi..........................................................................................................16
KESIMPULAN..........................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................22
BAB I
PENDAHULUAN

 Akut abdomen merupakan suatu gejala-gejala dengan onset akut dan mengarah
pada penyebab dalam abdomen. Keadaan akut abdomen merupakan keadaan darurat
dan dapat mengancam nyawa bila tidak ditatalaksana dengan tepat1. Gejala utama pada
akut abdomen adalah nyeri perut. Akut abdomen biasanya memerlukan tatalaksana
terapi pembedahan segera. Keadaan darurat dalam abdomen dapat disebabkan karena
infeksi, obstruksi, iskemia, atau perforasi. 2

Akut abdomen dapat terjadi pada berbagai usia dan jenis kelamin. Gejala nyeri
perut merupakan gejala yang biasa dikeluhkan oleh pasien yang datang ke Instalasi
Gawat Darurat. Oleh karena itu, diperlukan ketepatan dalam mendiagnosis awal
keadaan akut abdomen. Dalam mendiagnosis akut abdomen diperlukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang baik serta pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan radiologi yang lengkap. Pada keadaan akut abdomen
juga dilakukan observasi yang ketat.3

Ketidakseimbangan elektrolit atau syok biasanya timbul pada akut abdomen, hal
ini harus segera diatasi untuk meningkatkan kesehatan pasien dan menyelamatkan
nyawanya. Dan pembedahan adalah andalan, yang membutuhkan anestesi. Saat ini,
metode yang umum digunakan adalah anestesi umum intubasi trakea, anestesi epidural,
anestesi epidural tulang belakang gabungan, atau metode anestesi lainnya.
Konsekuensinya, pemilihan harus dibuat dengan mempertimbangkan situasi khusus
pasien. Selain itu, metode anestesi berfungsi secara diskriminatif. Meskipun upaya
penelitian yang cukup besar dalam metode anestesi dalam beberapa dekade terakhir, ada
beberapa ruang untuk perbaikan dalam pemulihan fungsi gastrointestinal secara
keseluruhan.
BAB II
PENDAHULUAN

A. Akut Abdomen

a. Definisi
Akut abdomen adalah suatu kondisi abdomen yang terjadi secara tiba-tiba dan
berlangsung kurang dari 24 jam, biasanya menimbulkan gejala nyeri yang dapat terjadi
karena masalah bedah dan non bedah. Pada beberapa pasien dengan akut abdomen
perlu dilakukan resusitasi dan tindakan segera.1

Keadaan klinis akut abdomen memerlukan pemeriksaan yang seksama dan cepat
untuk memutuskan perlunya tindakan operasi dan dimulainya terapi yang tepat. Oleh
karena itu, diagnosis awal yang tepat dapat menentukan terapi yang dipilih seperti
perlunya tindakan laparoskopi atau laporotomi segera.2

b. Etiologi
Penyebab akut abdomen dapat dibagi menjadi penyebab non bedah dan
bedah. Penyebab non bedah dibagi menjadi 3 kategori, yaitu :3
1. Gangguan metabolik dan endokrin : uremia, krisis diabetic, krisis penyakit
Addison.
2. Gangguan hematologi : krisis anemia sel sabit, leukemia akut, dan penyakit
darah lainnya.
3. Obat-obatan dan racun : keracunan logam berat, ketergantungan obat narkotik.

Sedangkan penyebab bedah dapat dibagi menjadi 5, yaitu :3


1. Perdarahan : Trauma organ viscera, ruptur aneurisma arteri, kehamilan ektopik
terganggu, ulkus intestinal, perdarahan pankreas.
2. Infeksi : appendicitis, kolesistitis, abses hati, abses diverticular.
3. Perforasi : perforasi ulkus gastrointestinal, perforasi kanker gastrointestinal,
perforasi diverticulum.
4. Obstruksi : adhesi yang berhubungan dengan obstruksi usus besar, hernia
incarserata, kanker gastrointestinal.
5. Iskemia : thrombosis atau emboli arteri mesenterika, colitis iskemik, torsi
ovarium, hernia strangulata.
Keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan akut abdomen dapat dibagi
menjadi 6 bagian besar kategori, yaitu:
1. Inflamasi

Kategori inflamasi ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu yang
disebabkan bakteri dan kimiawi. Inflamasi akibat bakterial seperti appendisitis
akut divertikulitis, dan beberapa kasus Pelvic Inflammatory Disease. Inflamasi
akibat kimiawi antara lain perforasi dan ulkus peptikum.

2. Mekanik

Penyebab mekanis misalnya keadaan obstruksi, seperti hernia inkarserata,


perlengkapan, intussusepsi, malrotasi usus dengan volvulus, atresia kongenital
atau stenosis usus. Penyebab tersering obstruksi mekanik usus besar adalah Ca
kolon.

3. Neoplasma

4. Vaskular

Kelainan vaskular seperti trombosis atau embolisme a. mesenterika yang


menyebabkan aliran darah terhenti sehingga timbul nekrosis jaringan, dengan
ganggren usus.

5. Defek Kongenital

Defek congenital yang dapat menyebabkan akut abdomen seperti atresia


duondenum, omphalocele atau hernia diaphragmatica.

6. Trauma

Penyebab traumatik dari akut abdomen bervariasi dari luka tusuk dan
tembak sampai luka tumpul abdominal yang menyebabkan keadaan rusaknya
organ visera seperti ruptur lien.

Penyebab nyeri perut terkadang dapat diprediksi berdasarkan lokasi dan


jenis rasa sakit sehingga membantu dalam menegakkan diagnosis. Perkiraan
penyebab berdasarkan fakta bahwa patologi struktur yang mendasari di setiap
regio cenderung memberikan nyeri perut maksimal di regio tersebut.4

Tabel Etiologi Nyeri Abdomen Berdasarkan Lokasi

b. Tanda dan Gejala


A. Nyeri Perut

Akut abdomen terjadi karena nyeri abdomen yang timbul tiba-tiba atau
sudah berlangsung lama. Nyeri abdomen ini dapat berupa nyeri visceral, nyeri
somatic maupun nyeri alih.

1. Jenis dan Letak Nyeri Perut

a. Nyeri Viseral

Nyeri viseral terjadi bila terdapat rangsangan pada organ atau struktur dalam
rongga perut, misalnya karena cedera atau radang. Peritoneum viserale yang
menyelimuti organ perut dipersarafi oleh sistem saraf otonom dan tidak peka
terhadap rabaan, atau pemotongan. Akan tetapi, bila dilakukan tarikan atau
regangan organ, atau terjadi kontraksi yang berlebihan pada otot yang
menyebabkan iskemia akan timbul nyeri.
Pasien yang merasakan nyeri viseral biasanya tak dapat menunjukkan secara
tepat letak nyeri sehingga biasanya ia menggunakan seluruh telapak tangannya
untuk menunjuk daerah yang yang nyeri. Nyeri viseral kadang disebut nyeri
sentral. Penderita memperlihatkan pola yang khas sesuai dengan persarafan
embrional organ yang terlibat. Karena tidak disertai rangsang peritoneum, nyeri
ini tidak dipengaruhi oleh gerakan sehingga penderita biasanya dapat aktif
bergerak.5

b. Nyeri Somatik

Nyeri somatik terjadi karena rangsangan pada bagian yang dipersarafi oleh
saraf tepi, misalnya regangan pada peritoneum parietalis, dan luka pada dinding
perut. Rangsang yang menimbulkan nyeri ini dapat berupa rabaan, tekanan,
rangsang kimiawi, atau proses radang.5

Rangsangan pada permukaan peritoneum parietal akan menghasilkan


sensasi yang tajam dan terlokalisir di area stimulus. Ketika peradangan pada
viseral mengiritasi pada peritoneum parietal maka akan timbul nyeri yang
terlokalisir. Nyeri dirasakan seperti ditusuk atau disayat. Peradangannya sendiri
maupun gesekan antara kedua peritoneum dapat menyebabkan perubahan
intensitas nyeri. Gesekan inilah yang menjelaskan nyeri kontralateral pada
apendisitis akut. Setiap gerakan penderita akan menambah rasa nyeri, baik berupa
gerak tubuh maupun gerak napas yang dalam.5
Tabel Perbedaan Nyeri Visceral dan Nyeri Somatik

2. Sifat Nyeri

a. Nyeri Alih

Nyeri alih terjadi jika suatu segmen persarafan melayani lebih dari satu
daerah. Misalnya diafragma yang berasal dari regio leher C3-C5 pindah ke bawah
pada masa embrional sehingga rangsangan pada diafragma oleh perdarahan atau
peradangan akan dirasakan di bahu. Demikian juga pada kolestitis akut, nyeri
dirasakan pada daerah ujung belikat. 5

b. Nyeri Proyeksi

Nyeri proyeksi adalah nyeri yang disebabkan oleh rangsangan saraf sensoris
akibat cedera atau peradangan saraf. Contoh yang terkenal adalah nyeri phantom
setelah amputasi, atau nyeri perifer setempat akibat herpes zooster.5

c. Hiperestesia
Hiperestesia atau hiperalgesia sering ditemukan di kulit jika ada peradangan
pada rongga di bawahnya. Pada akut abdomen, tanda ini sering ditemukan pada
peritonitis setempat maupun peritonitis umum. Nyeri peritoneum parietalis
dirasakan tepat pada tempat terangsangnya peritoneum sehingga penderita dapat
menunjuk dengan tepat lokasi nyerinya, dan pada tempat itu terdapat nyeri tekan,
nyeri gerak, nyeri batuk serta tanpa rangsangan peritoneum lain dan defans
muskuler yang sering disertai hipersetesi kulit setempat. 5

d. Nyeri Kontinyu

Nyeri akibat rangsangan pada peritoneum parietal akan dirasakan terus


menerus, misalnya pada reaksi radang. Otot dinding perut menunjukkan defans
muskuler secara refleks untuk melindungi bagian yang meraadang dan
menghindari gerakan atau tekanan setempat.5

e. Nyeri Kolik

Kolik merupakan nyeri viseral akibat spasme otot polos organ berongga dan
biasanya diakibatkan oleh hambatan pasase dalam organ tersebut (obstruksi usus,
batu ureter, batu empedu, peningkatan tekanan intraluminer). Nyeri ini timbul
karena hipoksia yang dialami oleh jaringan dinding saluran. Karena kontraksi
berbeda maka kolik dirasakan hilang timbul. Yang khas ialah trias kolik yang
terdiri dari serangan nyeri perut yang hilang timbul mual atau muntah dan gerak
paksa.5

f. Nyeri Iskemik

Nyeri perut juga dapat berupa nyeri iskemik yang sangat hebat, menetap,
dan tidak mereda. Nyeri merupakan tanda adanya jaringan yang terancam
nekrosis. Lebih lanjut akan tampak tanda intoksikasi umum seperti takikardia,
keadaan umum yang jelek dan syok karena resorbsi toksin dari jaringan nekrosis.5

g. Nyeri Pindah

Nyeri berubah sesuai dengan perkembangan patologi. Misalnya pada tahap


awal apendisitis. Sebelum radang mencapai permukaan peritoneum, nyeri viseral
dirasakan di sekitar pusat disertai rasa mual karena apendiks termasuk usus
tengah. Setelah radang terjadi di seluruh dinding termasuk peritoneum viserale,
terjadi nyeri akibat rangsangan peritoneum yang merupakan nyeri somatik. Pada
saat ini, nyeri dirasakan tepat pada letak peritoneum yang meradang, yaitu di perut
kanan bawah. Jika apendiks kemudian mengalami nekrosis dan gangren
(apendisitis gangrenosa) nyeri berubah lagi menjadi nyeri iskemik yang hebat,
menetap dan tidak menyurut, kemudian penderita dapat jatuh dalam keadaan
toksis.5

3. Onset dan Progresifitas Nyeri

Onset timbulnya nyeri dapat menunjukkan keparahan proses yang terjadi.


Onset dapat digambarkan dalam bahasa mendadak (dalam detik), cepat (dalam
jam), dan perlahan (dalam beberapa jam). Nyeri hebat yang terjadi mendadak
pada seluruh abdomen merupakan suatu keadaan bahaya yang terjadi intra
abdomen seperti perforasi viscus atau ruptur aneurisma, kehamilan ektopik, atau
abses. Dengan adanya gejala sistemik (takikardi, berkeringat, takipneu dan syok)
menunjukkan dibutuhkannya resusitasi dan laparotomi segera.5

4. Karakteristik Nyeri

Sifat, derajat, dan lamanya nyeri sangat membantu dalam mencari penyebab
utama akut abdomen. Nyeri superfisial, tajam dan menetap biasanya terjadi pada
iritasi peritoneal akibat perporasi ulkus atau ruptur appendiks, ovarian abses atau
kehamilan ektopik. Nyeri kolik terjadi akibat adanya kontraksi intermiten otot
polos, seperti kolik ureter, dengan ciri khas adanya interval bebas nyeri. Nyeri
kolik biasanya dapat reda dengan analgetik biasa. Sedangkan nyeri strangulata
akibat nyeri iskemia pada strangulasi usus atau trombosis vena mesenterika
biasanya hanya sedikit mereda meskipun dengan analgetik narkotik. Faktor-faktor
yang memicu atau meredakan nyeri penting untuk diketahui.5

B. Anestesi pada Akut Abdomen


Ketidak seimbangan elektrolit atau syok biasanya timbul pada akut abdomen,
hal ini harus segera diatasi untuk meningkatkan kesehatan pasien dan
menyelamatkan nyawa pasien.Tindakan yang dilakukan adalah pembedahan yang
membutuhkan anestesi. Pilihan anestesi yang akan dilakukan harus memperhatikan
berbagai faktor seperti umur, jenis kelamin, status fisik pasien, serta jenis operasi
yang akan dilakukan.
Pilihan anestesi yang dilakukan pada pasien bayi dan anak-anak adalah anestesi
umum, mengingat pada usia tersebut pasien kurang kooperatif. Sedangkan pada
pasien dewasa dapat dipilih anestesi spina, spinal epidural kombinasi dan anestesi
regional. Anestesi umum inhalasi sungkup muka atau anestesi umum intravena
dapat dipilih pada orang dewasa bila waktu operasi kurang dari 1 jam. Pada orang
tua cenderung dipilih anestesi regional kecuali tindakan yang digunakan tidak
memungkinkan untuk anestesi regional. Hal yang patut diingat adalah tindakan
anestesia dan obat-obatan yang diberikan kepada pasien memiliki interaksi dengan
penyakit sistemik maupun pengobatan yang tengah dijalani pasien, sehingga status
fisik pasien sebelum menjalani operasi merupakan salah satu pertimbangan dalam
menentukan jenis anestesi yang digunakan.6,7,8
Berdasarkan lokasi, posisi, durasi dan manipulasi operasi pada daerah
abdominal, terdapat beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, diantaranya
sebagai berikut

1. Anestesi Spinal
Anestesi spinal merupakan blok regional yang dilakukan dengan
menyuntikkan obat anestesi ke dalam ruang subaraknoid melalui tindakan
pungsi lumbal1 . Tepat setelah injeksi, obat anestesi bekerja dengan
menginhibisi konduksi serabut saraf yang melalui ruang subaraknoid. Ruang
subaraknoid spinal terletak di daerah foramen magnum hingga ke S2 pada orang
dewasa dan S3 pada anak-anak. Injeksi anestesi lokal dibawah L1 pada orang
dewasa dan L3 pada anak-anak membantu dalam menghindari trauma pada
medula spinalis. Anestesi spinal sering pula disebut dengan blok subaraknoid
melalui injeksi intratekal. Dalam melakukan teknik anestesi spinal, terdapat
beberapa posisi pasien yang dapat dipilih. Pasien dapat diposisikan lateral,
pronasi, maupun posisi duduk, dengan melakukan pendekatan midline maupun
paramedian. Jarum yang dipenetrasikan melewati dua struktur yaitu yang
pertama penetrasi dari ligamentum flavum dan yang kedua penetrasi membran
dura-araknoid. Kemudian stilet ditarik dan bila sudah terlihat adanya cairan
serebrospinal yang mengalir, tanda penetrasi jarum sudah berhasil. Jika selama
penetrasi jarum, pasien mengeluh parestesia persisten dan merasa sakit, maka
dokter harus menarik dan mengarahkan jarum kembali. Pada pasien dengan
gangguan faal hemostasis, infeksi di daerah lumbal, dehidrasi, syok, pasien
dengan SIRS, serta pasien dengan kelainan tulang belakang, tindakan anestesi
spinal merupakan sutau kontraindikasi.6
Anestesi spinal dipengaruhi oleh beberapa faktor penting seperti posisi
dari pasien saat injeksi dilakukan dan setelah injeksi dilakukan, dosis obat yang
digunakan serta lokasi dari penetrasi jarum anestesi. Ketika dosis obat yang
digunakan lebih tinggi serta lokasi injeksi dilakukan lebih kearah superior, maka
level anestesi akan dirasakan pada arah superior oleh pasien. Faktor lainnya
yang mempengaruhi anestesi spinal seperti umur, cairan serebrospinal, bentuk
anatomi kolumna vertebralis, volume obat yang digunakan, tekanan
intraabdominal, arah jarum saat penetrasi, tinggi badan pasien, serta kehamilan.
Larutan anestesi lokal dapat dibuat dalam kondisi hiperbarik (memiliki densitas
yang lebih tinggi dari CSF) maupun dalam kondisi hipobarik (memiliki densitas
yang lebih rendah dari CSF). Larutan hipobarik dapat dibuat dengan
menambahkan glukosa atau dibuat hipobarik dengan menambahkan air yang
steril maupun fentanyl pada larutan anestesi. Jika pasien diposisikan dengan
keadaan posisi kepala lebih dibawah, maka larutan anestesi hiperbarik berada
diposisi lebih superior, sedangkan larutan hipobarik akan berada pada posisi
kaudal. Begitu pula sebaliknya bila pasien berada pada posisi kepala diatas.
Sedangkan larutan isobarik akan tetap berada pada lokasi injeksi.7
a) Beberapa kondisi yang menjadi kontraindikasi anestesi spinal, yaitu:
1) Hypovolemia akibat pengeluaran darah atau dehidrasi. Pasien ini cenderung
mengalami penurunan curah jantung yang berat karena hilangnya respon
vasokonstriksi kompensatroik.
2) Curah jantung rendah yang menetap, penurunan aliran balik vena lebih
lanjut akan menurunan curah jantung, membahayakan perfusi organ-organ
vital.
3) Sepsis kulit lokal, hal ini dapat mencetuskan infeksi.
4) Riwayat alergi terhadap obat-obat anestesi lokak golongan amida.
5) Penyakit SSP penyerta, beberapa ahli akan cenderung menghindari teknik
ini karena takut disalahkan apabila timbul perburukan.
6) Pasien yang sangat tidak kooperatif.
B. Komplikasi Spinal menjadi 2, yaitu:
1. Komplikasi Tindakan
a) Hipotensi Berat Akibat blok simpatis, terjadi “venous pooling”. Pada
pasien dewasa dapat dicegah dengan pemberian infus cairan elektrolit 1000
ml atau koloid 500 ml.
b) Bradikardi Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi
akibat blok sampai T-2.
c) Hipoventilasi Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat
kendali napas.
d) Trauma pembuluh darah
e) Trauma saraf
f) Mual muntah
g) Gangguan pendengaran
h) Blok spinal tinggi, atau spinal total
2. Komplikasi pasca tindakan
a) Nyeri tempat suntikan
b) Nyeri punggung
c) Nyeri kepala karena kebocoran likuor
d) Retensi urine
e) Meningitis
C. Teknik Anestesi Spinal
Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada
garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan
di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit
perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit
pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.
1.) Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus.
Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang
stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar processus spinosus mudah
teraba. Posisi lain adalah duduk.
2.) Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka,
misal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau di atasnya berisiko
trauma terhadap medula spinalis.
3.) Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
4.) Beri anestesi lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1-2%
sebanyak 2-3 ml.
5.) Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G,
25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G
dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit
10 cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2 cm agak sedikit ke arah sefal,
kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum
tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum
(bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring
bevel mengarah ke atas atau ke bawah, untuk menghindari kebocoran likuor
yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resistensi
menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang
semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik)
diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik.
Kalau yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak
keluar, putar arah jarum 90º biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal
secara kontinyu dapat dimasukan kateter. Posisi duduk sering dikerjakan
untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid (wasir) dengan anestetik
hiperbarik. Jarak kulit – liga mentum flavum dewasa ± 6cm.
2. Blok epidural
Anestesi epidural adalah teknik yang dapat digunakan sebagai anestesi
bedah primer atau sebagai sumber daya untuk manajemen nyeri pasca operasi.
Ini aman dan relatif mudah dipelajari dan dilakukan. Kegiatan ini mengulas
anatomi, indikasi, kontraindikasi, dan teknik yang diperlukan untuk melakukan
prosedur ini dan menyoroti peran tim interprofessional dalam memberikan dan
meningkatkan perawatan bagi pasien yang menjalani pembedahan atau
memerlukan manajemen nyeri pasca operasi multimodal.
Anestesi epidural adalah teknik untuk manajemen nyeri perioperatif
dengan berbagai aplikasi dalam anestesiologi. Ini berguna sebagai anestesi
primer, tetapi paling sering digunakan sebagai adjuvan manajemen nyeri. Ini
bisa berupa suntikan tunggal atau infus berkelanjutan untuk menghilangkan rasa
sakit jangka panjang. Selain manfaat berpotensi memberikan analgesia yang
sangat baik, penggunaannya mengurangi paparan anestesi lain dan analgesik,
mengurangi efek samping. Ini juga terbukti menurunkan kadar kortisol,
mempercepat kembalinya fungsi usus, menurunkan kejadian PE dan DVT pada
periode pasca operasi, dan mempersingkat masa tinggal di rumah sakit.
Tujuan anestesi epidural
 Garis besar relevansi dan manfaat yang terkait dengan penggunaan
anestesi epidural untuk manajemen nyeri pasca operasi.
 Tinjau indikasi, kontraindikasi, anatomi, dan teknik yang digunakan
untuk memberikan anestesi atau analgesia epidural.
 Identifikasi efek samping paling umum yang terkait dengan
penggunaan anestesi epidural atau analgesia.
 Uraikan pentingnya kolaborasi dan komunikasi di antara tim perawatan
kesehatan yang terlibat dalam perawatan pasien yang menerima anestesi
epidural atau analgesia untuk meningkatkan hasil.
Indikasi anestesi epidural
Epidural berguna untuk anestesi, bedah intra-abdominal besar, atau
bedah tulang belakang, asalkan relaksasi otot tidak diperlukan. Teknik ini juga
dapat digunakan untuk manajemen nyeri intra-op atau pasca-operasi. Ini dapat
menurunkan risiko bedah dan morbiditas populasi pasien tertentu, misalnya
pasien dengan penyakit jantung iskemik. Ini juga telah terbukti mengurangi
komplikasi paru-paru pasca operasi dan meningkatkan pengembalian fungsi usus
setelah operasi perut.
Kontraindikasi:
Mutlak
 Penolakan pasien
 Bakteremia
 Infeksi lokal di tempat tusukan
 Diatesis hemoragik atau antikoagulan terapeutik
 Peningkatan tekanan intrakranial
Relatif
 Stenosis aorta yang signifikan
 Shunt kanan ke kiri dan HTN paru
 Deformitas anatomi tulang belakang
Blok epidural adalah tindakan blok regional yang dilakukan dengan jalan
menyuntikkan obat analgetik lokal ke dalam ruang epidural. Injeksi bisa
dilakukan di daerah torakal, lumbal, maupun kaudal. Diawali dengan memasang
alat pantau yang diperlukan. Kemudian pasien diposisikan kearah lateral kanan
maupun kiri. Selanjutnya dilakukan desinfeksi area injeksi. Larutan anestesi
lokal yang sering digunakan adalah lidokain atau bupivakain. Sebelum
memasukkan obat anestesi, dilakukan uji bebas tahanan sebagai tanda bahwa
ujung jarum sudah masuk ke dalam ruangan epidural dengan menarik spuit dan
memastikan terisi udara. Setelah obat bekerja, dilakukan penilaian ketinggian
blok dengan skor Bromage. Tekanan darah dan denyut nadi pasien dipantau
setelah injeksi obat anestesi. Pada operasi daerah abdominal bawah dan inguinal,
sering digunakan blok epidural lumbal. Pada pasien yang tidak kooperatif,
gangguan faal hemostatis, pasien dengan infeksi di daerah pungsi lumbal,
dehidrasi, syok, anemia, dan kelainan anatomi tulang belakang, blok epidural
merupakan suatu kontraindikasi.6,7

3. anestesi spinal epidural kombinasi (CSE)


anestesi spinal epidural kombinasi adalah anestesi yang cocok untuk pasien
dengan kondisi fisik yang sehat dan sirkulasi darah yang baik.
Anestesi spinal epidural kombinasi:
a. onset cepat
b. tinggi blok dapat ditambah
c. durasi blok dapat diperpanjang
d. penatalaksanaan nyeri pasca bedah yang baik

Teknik CSE
 pasien posisi duduk atau lateral
 antisepsis
 identifikasi interpace L3-L4 atau L4-L5
 jarum tuohy diinsersikan dengan tehnik loss of resistence sampai ruang
epidural.
 Jarum spinal dimasukkan melalui jarum tuohy sampai ujung jarum spinal
menembus back hole dan terasa menembus dura
 Bila CSF keluar dafri pangkal jarum, masukkan anestesi lokal untuk spinal
 Setelah itu, jarum spinal dicabut dan kateter epidural dimasukkan sedalam 4
cm
 Cabut jarum epidural
 Aspirasi kateter epidural untuk memastikan tidak ada darah dan CSF
 Injeksikan NaCl0,9% 1 cc untuk memastikan patensi.
 Fiksasi kateter epidural
 Pasien dibaringkan

 Bila blok spinal telah terfiksasi (biasanya 15-20 menit), bila perlu blok dapat
ditinggikan dengan menambahkan dosis bupivakain 0,5% plain per epidural
1,5-2 ml (terutama pada pasien obstetrik)
 Pada kasus non-obstetrik, epidural untuk menambah AL bila operasi berjalan
lama
 Epidural dapat digunakan untuk penatalaksanaan nyeri pasca bedah (APS)
 Risiko PDPH yang sangat kecil pada AKSE
 Keuntungan dan kerugian AKSE pada satu dengan dua interspace masih
belum diketahui

4. General anestesi
General anestesi merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit secara
sentral disertai hilangnya kesadaran (reversible) akibat pemberian obat anestesi.

Rees dan Gray membagi anestesi menjadi 3 (tiga) komponen yaitu :

1. Hipnotika : pasien kehilangan kesadaran

2. Anestesia : pasien bebas nyeri

3. Relaksasi : pasien mengalami kelumpuhan otot rangka

Tindakan general anestesi terdapat beberapa teknik yang dapat dilakukan


adalah general anestesi dengan teknik intravena anestesi dan general anestesi
dengan inhalasi yaitu dengan face mask (sungkup muka) dan dengan teknik
intubasi yaitu pemasangan endotrecheal tube atau anestesi imbang (balanced)
yaitu antara gabungan keduanya.
A. Teknik General Anestesi

General anestesi menurut Mangku dan Senapathi (2017), dapat dilakukan


dengan 3 teknik, yaitu:2
1. General Anestesi Intravena

Teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat


anestesi parenteral langsung ke dalam pembuluh darah vena.
Beberapa variasi anestesia intravena:

1) Anestesia intravena klasik

Pemakaian kombinasi obat ketamin hidroklorida dengan sedatif contoh:


diazepam, midazolam atau dehidro benzperidol. Komponen trias anestesi yang
dipenuhi dengan teknik ini adalah : hipnotik dan anestesia.
Indikasi :
Pada operasi kecil dan sedang yang tidak memerlukan relaksasi lapangan
operasi yang optimal dan berlangsung singkat, dengan perkecualian operasi
didaerah jalan nafas dan intraokuler.
Kontraindikasi:

a) Pasien yang rentan terhadap obat-obat simpatomimetik, misalnya: penderita


diabetes melitus, hipertensi, tirotoksikosis dan paeokromo sitoma
b) Pasien yang menderita hipertensi intrakranial

c) Pasien penderita glaukoma

d) Operasi
intra okuler

2) Anestesi
intravena total

Pemakaian kombinasi obat anestetika intravena yang berkhasiat hipnotik,


analgetik dan relaksasi otot secara berimbang. Komponen trias anestesia yang
dipenuhi adalah hipnotik, analgesia dan relaksasi otot.
Indikasi :

Operasi-operasi yang memerlukan relaksasi lapangan operasi


optimal Kontraindikasi :
Tidak ada kontra indikasi absolut. Pemilihan obat disesuaikan dengan
penyakit yang diderita pasien.
3) Anestesia-analgesia neurolept

Pemakaian kombinasi obat beuroleptik dengan analgetik opiat secara


intravena. Komponen trias anastesia yang dipenuhinya adalah sedasi atau
hipnotik ringan dan analgesia ringan. Kombinasi lazim adalah
dehidrobenzperidol dengan fentanil. Jika tidak terdapat fentanil dapat
digantikan dengan petidin atau morfin.
Indikasi :
a) Tindakan diagnostik endoskopi seperti laringoskopi, bronkoskopi,
esofaguskopi, rektos-kopi
b) Sebagai suplemen tindakan
anestesi lokal Kontraindikasi :
a) Penderita parkinson, karena pada pemberian dehidrobenzperidol akan
menyebabkan peningkatan gejala parkinson
b) Penderita penyakit paru obstruktif

c) Bayi dan anak-anak sebagai kontraindikasi relatif.

2. General Anestesi Inhalasi


Teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan memberikan kombinasi
obat anestesi inhalasi yang berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap
melalui alat atau mesin anestesi langsung ke udara inspirasi.

1. Anestesi Imbang

Merupakan teknik anestesi dengan mempergunakan kombinasi obat-obatan


baik obat anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi atau kombinasi
teknik general anestesi dengan analgesia regional untuk mencapai trias
anestesi secara optimal dan berimbang.
Obat anestesi yang masuk ke pembuluh darah atau sirkulasi kemudian
menyebar ke jaringan. Yang pertama terpengaruh oleh obat anestesi ialah
jaringan kaya akan pembuluh darah seperti otak, sehingga kesadaran menurun
atau hilang, hilangnya rasa sakit, dan sebagainya. Seseorang yang memberikan
anestesi perlu mengetahui stadium anestesi untuk menentukan stadium terbaik
pembedahan itu dan mencegah terjadinya kelebihan dosis.8
B. Pasca Anestesi
1. Gangguan pernapasan cepat menyebabkan kematian karena hipoksia sehingga harus
diketahui sedini mungkin dan segera di atasi. Penyebab yang sering dijumpai sebagai
penyulit pernapasan adalah sisa anastesi (penderita tidak sadar kembali) dan sisa
pelemas otot yang belum dimetabolisme dengan sempurna, selain itu lidah jatuh
kebelakang menyebabkan obstruksi hipofaring. Kedua hal ini menyebabkan
hipoventilasi, dan dalam derajat yang lebih berat menyebabkan apnea.
2. Sirkulasi
Penyulit yang sering di jumpai adalah hipotensi syok dan aritmia, hal ini disebabkan
oleh kekurangan cairan karena perdarahan yang tidak cukup diganti. Sebab lain
adalah sisa anastesi yang masih tertinggal dalam sirkulasi, terutama jika tahapan
anastesi masih dalam akhir pembedahan.
3. Regurgitasi dan Muntah
Regurgitasi dan muntah disebabkan oleh hipoksia selama anastesi. Pencegahan
muntah penting karena dapat menyebabkan aspirasi.
4. Hipotermi
Gangguan metabolisme mempengaruhi kejadian hipotermi, selain itu juga karena
efek obat-obatan yang dipakai. General anestesi juga memengaruhi ketiga elemen
termoregulasi yang terdiri atas elemen input aferen, pengaturan sinyal di daerah
pusat dan juga respons eferen, selain itu dapat juga menghilangkan proses adaptasi
serta mengganggu mekanisme fisiologi pada fungsi termoregulasi yaitu menggeser
batas ambang untuk respons proses vasokonstriksi, menggigil, vasodilatasi, dan juga
berkeringat.
5. Gangguan Faal Lain
Diantaranya gangguan pemulihan kesadaran yang disebabkan oleh kerja anestesi
yang memanjang karena dosis berlebih relatif karena penderita syok, hipotermi,
usia lanjut dan malnutrisi sehingga sediaan anestesi lambat dikeluarkan dari dalam
darah.

C. Waktu Pulih Sadar


1. Definisi Pulih Sadar Pulih sadar merupakan bangun dari efek obat anestesi
setelah proses pembedahan dilakukan. Lamanya waktu yang dihabiskan pasien di
recovery room tergantung kepada berbagai faktor termasuk durasi dan jenis
pembedahan, teknik anestesi, jenis obat dan dosis yang diberikan dan kondisi
umum pasien. Menurut Gwinnutt (2012) dalam bukunya mengatakan sekitar 30
menit berada dalam ruang pemulihan dan itu pun memenuhi kriteria pengeluaran.
Pasca operasi, pulih dari anestesi general secara rutin pasien dikelola di recovery
room atau disebut juga Post Anesthesia Care Unit (PACU), idealnya adalah
bangun dari anestesi secara bertahap, tanpa keluhan dan mulus dengan
pengawasan dan pengelolaan secara ketat sampai dengan keadaan stabil menurut
penilaian Score Aldrete.9
2. Penilaian Waktu Pulih Sadar Penilaian dilakukan saat masuk recovery room,
selanjutnya dinilai dan dicatat setiap 5 menit sampai tercapai nilai minimal 8.
Pasien bisa dipindahkan ke ruang perawatan jika nilai pengkajian pasca anestesi
adalah 8-10. Lama tinggal di ruang pemulihan tergantung dari teknik anestesi
yang digunakan (Larson, 2009). Menurut teori Matthew Gwinnutt 2012
dibukunya mengatakan bahwa membutuhkan waktu 30 menit pasien bias dipindah
ke ruangan itupun harus memenuhi kriteria pengeluaran . Tingkat pulih sadar
seseorang pasca anestesi dengan general anestesi dilakukan perhitungan
menggunakan Modified Score Aldrete.9
KESIMPULAN

Akut abdomen dapat terjadi pada berbagai usia dan jenis kelamin. Gejala nyeri perut
merupakan gejala yang biasa dikeluhkan oleh pasien yang datang ke Instalasi Gawat Darurat.
Oleh karena itu, diperlukan ketepatan dalam mendiagnosis awal keadaan akut abdomen.
Dalam mendiagnosis akut abdomen diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik
serta pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi
yang lengkap. Pada keadaan akut abdomen juga dilakukan observasi yang ketat.

Ketidakseimbangan elektrolit atau syok biasanya timbul pada akut abdomen, hal ini
harus segera diatasi untuk meningkatkan kesehatan pasien dan menyelamatkan nyawanya.
Dan pembedahan adalah andalan, yang membutuhkan anestesi. Saat ini, metode yang umum
digunakan adalah anestesi spinal, anestesi epidural, anestesi spinal epidural kombinasi, dan
anestesi general. Konsekuensinya, pemilihan harus dibuat dengan mempertimbangkan situasi
khusus pasien. Selain itu, metode anestesi berfungsi secara diskriminatif. Meskipun upaya
penelitian yang cukup besar dalam metode anestesi dalam beberapa dekade terakhir, ada
beberapa ruang untuk perbaikan dalam pemulihan fungsi gastrointestinal secara keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Cordell WH, Keene KK, Giles BK, et al: The high prevalence of pain in emergency
medical care. Am J Emerg Med 20:165-169, 2002.
2. Graff LG, Robinson D: Abdominal pain and emergency department evaluation.
Emerg Med Clin North Am 19:123-136, 2001.
3. Sabiston, et al. 2007. Sabiston texbook of surgery the biological basis of modern
surgical practice. Edisi ke 18. Saunders, An Imprint of Elsevier
4. Dombal FT, Margulies M. 1996. Acute Abdominal Pain. Gut.bmj.com
5. Graff LG, Robinson D: Abdominal pain and emergency department evaluation.
Emerg Med Clin North Am 19:123-136, 2001.
6. Mangku, G., Senapathi, T.G.A. Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta : PT Macanan
Jaya Cemerlang, 2017 : 185 – 188
7. Morgan Jr GE, Mikhail MS, Murray MJ. Clinical Anesthesiology 7th(ed). New York:
McGraw-Hill Companies.2017.
8. Christopherson R, Beattie C. Preioperative Morbidity in Patients Randomized to
Epidural or General Anesthesia fot Lower Extremity Vascular Surgery. Philadelphia :
Lippincott Company. 2010 : 422-434.
9. Department of Anesthesiology, Faculty of Medicine Hasanuddin University, 2015

Anda mungkin juga menyukai