Demam Skarlet
Demam Skarlet
DEMAM SKARLET
Disusun Oleh :
RSUD SUBANG
1
1. DEFINISI
Demam Scarlet (dikenal dengan scarlatina dalam referensi literatur yang lebih tua)
adalah sindrom yang ditandai dengan faringitis eksudatif, demam, dan exanthem merah
terang. Hal ini disebabkan oleh streptococcus pyrogenic exotoxins (SPEs) tipe A, B, dan C
yang diproduksi oleh streptococcus beta-hemolitik grup A (GABHS) yang ditemukan dalam
sekresi dan pengeluaran dari hidung, telinga, tenggorokan, dan kulit. Demam Scarlet dapat
mengikuti infeksi luka streptokokus atau luka bakar, serta infeksi saluran pernafasan bagian
atas (Sotoodian, 2017).
2. ETIOLOGI
2
jam sampai 7 hari. Penularan dapat terjadi saat penyakit akut dan selama fase subklinis
(Sotoodian, 2017).
3. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, sejauh ini belum ada penelitian mengenai demam scarlet. Sehingga,
kebanyakan peneliti lebih terfokus pada bakteri streptokokus yang mengakibatkan berbagai
macam penyakit menular. Salah satunya adalah demam scarlet.
Berdasarkan data penelitian yang dilakukan di SDN 13 Padang, hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa carrier bakteri Streptococcus β hemolyticus Group A pada usapan tenggorok
dari 104 murid SD Negeri 13 Padang adalah sebanyak 2 orang (1,9%). SD Negeri 13 merupakan
sekolah yang sebagian besar (>90%) muridnya bertempat tinggal di tepi pantai dan perumahan
padat penduduk dengan sanitasi lingkungan kurang baik. Hal ini dapat menjadi faktor yang
memudahkan terjadinya penularan bakteri Streptococcus β hemolyticus Grup A.
Penelitian Durmaz et al di Malatya Turki pada 909 orang anak sehat didapatkan 130 anak
(14,3%) bakteri Streptococcus β hemolyticus Group A pada usapan tenggorok nya. Lloyd et al
mendapatkan 8,4% bakteri Streptococcus β hemolyticus Group A pada usapan tenggorok anak
umur 5-17 tahun di Chennai dan Viviane mendapatkan pada anak sehat umur 5-15 tahun sebesar
9,46% (Ellya, 2017).
4. PATOFISIOLOGI
Sesuai namanya "scarlet fever", berupa erupsi eritematosa yang dikaitkan dengan penyakit
demam. Toxin yang beredar diproduksi oleh GABHS dan sering disebut sebagai racun
erythemogenic atau eritrogenik. Peredaran toxin menimbulkan terjadinya produksi mediator
lokal inflamasi yang dilanjutkan dengan terjadinya dilatasi pembuluh darah yang dapat
menyebabkan ruam patognomonik. Biasanya, tempat replikasi GABHS demam scarlet adalah
tonsil dan faring.
Biasanya, replikasi GABHS dalam scarlet fever adalah tonsil dan faring. Secara klinis
tidak dapat dibedakan antara demam scarlet yang diikuti infeksi streptokokus pada kulit dan
jaringan lunak, demam scarlet bedah, ataupun demam scarlet nifas (Sotoodian, 2017).
3
5. MANIFESTASI KLINIS
Hampir semua pasien demam Scarlet mengalami nyeri tenggorokan dan ruam kemerahan.
Gejala lain yang sering menyertai penyakit ini adalah sebagai berikut (Sotoodian, 2017) :
- Ruam merah di sekitar leher dan dada, lalu meluas ke bagian tubuh yang lain
- Ruam di daerah lipatan-lipatan tubuh biasanya lebih gelap sehingga membentuk garis
merah
- Muka memerah
- Lidah tampak merah dan bertotol-totol dan sering disebut lidah strawberry
- Nyeri tenggorokan disertai radang yang tampak memerah dan bercak luka yang memutih
- Susah menelan
4
6. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
.1. DIAGNOSIS
Anamnesa :
Pemeriksaan Fisik :
- Tonsil hiperemis
- Faring hiperemis
- Palatum dan uvula dapat merah, edema, dan tertutup dengan petekie, eksantema merah,
berbintik-bintik atau papuler halus, dan pucat pada penekanan
5
Pemeriksaan Penunjang
Selain tes darah dan urine, standar yang dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan
medis lengkap pada demam scarlet adalah :
6
- Kultur tenggorokan atau uji streptokokus yang cepat
7
7. TATALAKSANA
7.1.FARMAKOLOGI
Tujuan terapi antibiotik adalah mengurangi durasi gejala dan mencegah komplikasi.
Meskipun infeksi GAS (group A streptococcus) seperti demam scarlet umumnya rentan
terhadap banyak antibiotik, penisilin tetap menjadi pilihan karena efektivitas dan
keamanannya terbukti (lihat 'Pilihan pengobatan untuk demam scarlet') (Holden, dkk., 2015).
500 mg / 6 jam
8
Clarithromycin, oral 1-12 tahun 7,5 mg/kg/dibagi dalam dua
dosis/hari (max 250 mg)
250 mg 2x/hari
12 tahun dan diatas 10 hari
12 tahun 12 mg/kg (max 500 mg)
1x/hari
6 bulan – 12 tahun
500 mg 1 x/hari
12 tahun dan diatas
Azithromycin, oral 5 hari
12 tahun
Amoksisilin yang diberikan secara oral, diberikan sebagai dosis harian tunggal selama
sepuluh hari, sama efektifnya dengan pemberian phenoxymethylpenicillin oral (penisilin V) atau
amoksisilin yang diberikan beberapa kali per hari selama sepuluh hari. Pendekatan ini mungkin
sesuai di mana kepatuhan terhadap beberapa dosis penisilin sulit dicapai. Pasien yang dianggap
tidak mungkin menyelesaikan terapi oral selama sepuluh hari harus diberi satu dosis
benzilpenisilin benzathine tunggal (Holden, dkk., 2015)
Untuk pasien dengan alergi penisilin, pengobatan pilihan adalah sefalosporin generasi
pertama (kecuali untuk pasien dengan riwayat anafilaksis dengan penisilin) atau makrolida,
seperti eritromisin, klaritromisin atau azitromisin (Holden, dkk., 2015).
9
Eritromisin dikaitkan dengan tingkat efek samping gastrointestinal yang jauh lebih tinggi
dari pada agen lainnya. Azitromisin memiliki waktu paruh yang lebih lama dan konsentrasi
intraseluler yang berkelanjutan dibandingkan dengan pengobatan alternatif, dan karena itu kasus
yang lebih pendek (lima hari) efektif terhadap faringitis streptokokus (Holden, dkk., 2015).
7.2.NON FARMAKOLOGI
- Istirahat cukup
- Pemberian nutrisi dan cairan yang cukup (minum air putih yang cukup)
- Berkumur dengan air yang hangat dan berkumur dengan obat kumur antiseptik untuk
menjaga kebersihan mulut (Holden, dkk., 2015).
8. KOMPLIKASI
Demam Scarlet biasanya merupakan penyakit ringan dan merupakan self limiting disease
dalam sekitar satu minggu. Setelah ruam diatasi, kulit pada ujung jari akan mengelupas
(deskuamasi). Komplikasi dapat terjadi, walaupun jarang dengan perawatan antibiotik yang
tepat. Kemungkinan komplikasi supuratif meliputi:
- Abses peritonsillar / retropharyngeal
- Limfadenitis serviks
- Mastoiditis
- Sinusitis akut
- Otitis media
- Pneumonia
- Artritis septik
- Infeksi sistem saraf pusat (meningitis, abses otak).
Selain itu, komplikasi yang dapat terjadi setelah infeksi terselesaikan adalah
glomerulonefritis post streptokokus akut dan demam reumatik akut. Komplikasi non-supuratif
dan imun dimediasi ini kadang-kadang terlihat di negara maju, namun tetap menjadi penyebab
umum penyakit jantung dan ginjal di negara-negara berkembang (Holden, dkk., 2015).
10
9. PENCEGAHAN
Anak-anak dengan demam scarlet seharusnya tidak kembali ke sekolah atau tempat
penitipan anak sampai setidaknya 24 jam setelah memulai terapi antimikroba yang tepat.
Kontak dekat dengan anak-anak lain selama periode ini harus dihindari. Jika anak dirawat di
rumah sakit, staf harus mengikuti protokol sampai minimal 24 jam setelah memulai terapi
antimikroba yang tepat (Sotoodian, 2017).
Anggota keluarga dan keluarga penderita faringitis GAS berisiko tinggi terkena infeksi
GAS invasif. Orang-orang yang berhubungan dekat dengan pasien yang terkena dampak
harus disarankan untuk waspada dan mencari pertolongan medis jika mereka melihat gejala
infeksi GAS (Sotoodian, 2017).
Jika terjadi kemungkinan demam scarlet di sekolah atau tempat penitipan anak, ahli
kesehatan masyarakat setempat harus diberitahu dan diberi saran. Manajemen kesehatan
masyarakat mencakup 'informasi dan saran' untuk individu yang terpapar, pengecualian
individu bergejala dan pertimbangan penggunaan chemoprophylaxis (Sotoodian, 2017).
10. PROGNOSIS
Prognosis demam Skarlet pada umumnya baik jika diberikan antibiotik secara
tuntas. Banyak pasien yang membaik sempurna setelah 4-5 hari, dan gejala-gejala pada kulit
membaik selama beberapa minggu. Demam Skarlet yang tidak diterapi akan mempunyai
prognosis yang buruk (Sotoodian, 2017).
11
DAFTAR PUSTAKA
Ellya, Nadia. 2017. “Makalah Epidemiologi Penyakit Menular, Penyakit Menular : Scarlet Fever
(Demam Skarlet)” (Online). Tersedia : www.academia.edu/32018655 [ 16 Maret 2018 ]
Holden Elisabeth., Hirminder Ubhi., and Mitul Patel. 2015. “Scarlet fever: acute management
and infection control” (Online). Tersedia : https://www.pharmaceutical-journal.com [ 17
Maret 2018]
Kliegman R., Richard A. Behrman., Hal B Jenson., Bonita A. Stanton. 2007. “Ilmu Kesehatan
Anak Esensial”. Nelson Textbook of Pediatrics 18th edition : Philadelphia.
12