Anda di halaman 1dari 12

TUGAS

DEMAM SKARLET

Disusun Oleh :

Nadia Bella Roselina

Titis Cresnaulan Desiyanti

Vemindra Dinda Laksono

TUGAS KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RSUD SUBANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

PERIODE 12 MARET 2018 – 18 MEI 2018

1
1. DEFINISI
Demam Scarlet (dikenal dengan scarlatina dalam referensi literatur yang lebih tua)
adalah sindrom yang ditandai dengan faringitis eksudatif, demam, dan exanthem merah
terang. Hal ini disebabkan oleh streptococcus pyrogenic exotoxins (SPEs) tipe A, B, dan C
yang diproduksi oleh streptococcus beta-hemolitik grup A (GABHS) yang ditemukan dalam
sekresi dan pengeluaran dari hidung, telinga, tenggorokan, dan kulit. Demam Scarlet dapat
mengikuti infeksi luka streptokokus atau luka bakar, serta infeksi saluran pernafasan bagian
atas (Sotoodian, 2017).

2. ETIOLOGI

Demam Scarlet merupakan penyakit streptococcus. Streptococcus merupakan coccus


gram positif yang tumbuh secara berantai dan diklasifikasikan berdasarkan kemampuannya
untuk menghasilkan zona hemolisis pada agar darah dengan perbedaan pada komponen
dinding sel karbohidrat (A-H dan K-T). Streptococcus dapat berupa alpha-hemolitik
(hemolisis parsial), beta-hemolitik (hemolisis lengkap), atau gamma-hemolitik (tidak
hemolisis).

Streptokokus group A merupakan penghuni nasofaring normal. Streptokokus group A


dapat menyebabkan faringitis, infeksi kulit (termasuk eritipelas pioderma dan selulitis),
pneumonia, bakteremia, dan limfadenitis.

Kebanyakan streptococci mengeluarkan enzim hemolyzing dan toksin. Racun


eritrogenik yang dihasilkan oleh GABHS adalah penyebab ruam demam scarlet. Racun
penghasil eritema ditemukan oleh Dick dan Dick pada tahun 1924. Demam Scarlet biasanya
berhubungan dengan faringitis, Namun, dalam kasus yang jarang terjadi. Meskipun infeksi
dapat terjadi sepanjang tahun, kejadian penyakit faring paling tinggi terjadi pada anak usia
sekolah selama musim dingin dan musim semi. Penyebaran yang paling umum terjadi secara
droplet infection, dan jarang terjadi penyebaran melalui makanan yang terkontaminasi.
Organisme ini mampu bertahan dalam suhu dan kelembaban ekstrem, yang
memungkinkan penyebarannya oleh fomites. Masa inkubasi scarlet fever berkisar antara 12

2
jam sampai 7 hari. Penularan dapat terjadi saat penyakit akut dan selama fase subklinis
(Sotoodian, 2017).

3. EPIDEMIOLOGI

Di Indonesia, sejauh ini belum ada penelitian mengenai demam scarlet. Sehingga,
kebanyakan peneliti lebih terfokus pada bakteri streptokokus yang mengakibatkan berbagai
macam penyakit menular. Salah satunya adalah demam scarlet.

Berdasarkan data penelitian yang dilakukan di SDN 13 Padang, hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa carrier bakteri Streptococcus β hemolyticus Group A pada usapan tenggorok
dari 104 murid SD Negeri 13 Padang adalah sebanyak 2 orang (1,9%). SD Negeri 13 merupakan
sekolah yang sebagian besar (>90%) muridnya bertempat tinggal di tepi pantai dan perumahan
padat penduduk dengan sanitasi lingkungan kurang baik. Hal ini dapat menjadi faktor yang
memudahkan terjadinya penularan bakteri Streptococcus β hemolyticus Grup A.

Penelitian Durmaz et al di Malatya Turki pada 909 orang anak sehat didapatkan 130 anak
(14,3%) bakteri Streptococcus β hemolyticus Group A pada usapan tenggorok nya. Lloyd et al
mendapatkan 8,4% bakteri Streptococcus β hemolyticus Group A pada usapan tenggorok anak
umur 5-17 tahun di Chennai dan Viviane mendapatkan pada anak sehat umur 5-15 tahun sebesar
9,46% (Ellya, 2017).

4. PATOFISIOLOGI

Sesuai namanya "scarlet fever", berupa erupsi eritematosa yang dikaitkan dengan penyakit
demam. Toxin yang beredar diproduksi oleh GABHS dan sering disebut sebagai racun
erythemogenic atau eritrogenik. Peredaran toxin menimbulkan terjadinya produksi mediator
lokal inflamasi yang dilanjutkan dengan terjadinya dilatasi pembuluh darah yang dapat
menyebabkan ruam patognomonik. Biasanya, tempat replikasi GABHS demam scarlet adalah
tonsil dan faring.

Biasanya, replikasi GABHS dalam scarlet fever adalah tonsil dan faring. Secara klinis
tidak dapat dibedakan antara demam scarlet yang diikuti infeksi streptokokus pada kulit dan
jaringan lunak, demam scarlet bedah, ataupun demam scarlet nifas (Sotoodian, 2017).

3
5. MANIFESTASI KLINIS

Hampir semua pasien demam Scarlet mengalami nyeri tenggorokan dan ruam kemerahan.
Gejala lain yang sering menyertai penyakit ini adalah sebagai berikut (Sotoodian, 2017) :

- Ruam merah di sekitar leher dan dada, lalu meluas ke bagian tubuh yang lain

- Ruam di daerah lipatan-lipatan tubuh biasanya lebih gelap sehingga membentuk garis
merah

- Muka memerah

- Lidah tampak merah dan bertotol-totol dan sering disebut lidah strawberry

- Demam hingga 38,8 derajat celcius disertai menggigil

- Nyeri tenggorokan disertai radang yang tampak memerah dan bercak luka yang memutih

- Susah menelan

- Kelenjar limpa di leher membengkak

- Mual, muntah dan sakit kepala.

4
6. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
.1. DIAGNOSIS

Anamnesa :

- Suhu naik mendadak


- Muntah, nyeri perut, nyeri kepala, menggigil dan faringitis.
- Dalam 12-24 jam timbul ruam yang khas berwarna merah timbul pertama kali dileher,
dada, dan daerah fleksor menyebar kesuluruh badan dalam 24 jam
- Pada beberapa individu eksantema dapat diraba seperti kulit angsa atau kertas ampelas
yang keras.

Pemeriksaan Fisik :

- Peningkatan suhu tubuh

- Tonsil hiperemis

- Faring hiperemis

- Lidah merah (Strawberry Tongue)

- Palatum dan uvula dapat merah, edema, dan tertutup dengan petekie, eksantema merah,
berbintik-bintik atau papuler halus, dan pucat pada penekanan

- Dahi dan pipi merah, daerah sekitar mulut pucat (circumoral).

5
Pemeriksaan Penunjang

Selain tes darah dan urine, standar yang dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan
medis lengkap pada demam scarlet adalah :

6
- Kultur tenggorokan atau uji streptokokus yang cepat

Kultur positif dari sekret nasofaring Pemeriksaan kultur memiliki sensitivitas


90−95%. hasil yang akurat, pangambilan apus tenggorok dilakukan pada daerah tonsil
dan dinding faring posterior.

- Titer Anti-deoxyribonuclease B dan antistreptolysin-O (antibodi terhadap produk


ekstraselular streptokokus. Pemeriksaan serologis tersebut terjadi peningkatan kadar
antistreptolisin O (ASTO) yaitu lebih dari 160-200 todd/unit yang menunjukan adanya
infeksi Streptococcus
- Hitung total darah lengkap (CBC) biasanya menunjukkan leukositosis. Hitung sel darah
putih (WBC) pada demam scarlet dapat meningkat menjadi 12.000-16.000 / μL, dengan
perbedaan limfosit polimorfonuklear hingga 95%. Selama minggu kedua, eosinofilia,
setinggi 20% dan dapat lebih..
- Urinalisis dan tes fungsi hati dapat menunjukan perubahan yang terkait dengan
komplikasi demam scarlet. Tes tersebut merupakan bagian dari pemeriksaan medis
lengkap.

6.2. DIAGNOSIS BANDING

- Staphylococcal toxic shock syndrome,


- Ruam virus,
- Ruam karena obat-obatan
- Penyakit Kawasaki.
- Penyakit eksantema lain, termasuk campak, rubela dan eksantema virus lain
- Eksantema yang disebabkan oleh enterovirus,
- Roseola

7
7. TATALAKSANA
7.1.FARMAKOLOGI
Tujuan terapi antibiotik adalah mengurangi durasi gejala dan mencegah komplikasi.
Meskipun infeksi GAS (group A streptococcus) seperti demam scarlet umumnya rentan
terhadap banyak antibiotik, penisilin tetap menjadi pilihan karena efektivitas dan
keamanannya terbukti (lihat 'Pilihan pengobatan untuk demam scarlet') (Holden, dkk., 2015).

Pilihan Obat untuk Demam Skarlet

Obat dan rute pemberian Usia Dosis yang Durasi


direkomendasikan

Phenoxymethylpenicillin 1-6 tahun 125 mg / 6 jam


(penicillin V), oral
6-12 tahun 250 mg/ 6 jam 10 hari

12-18 tahun 250-500 mg / 6 jam

500 mg / 6 jam

Dewasa 125 mg 2x/hari

1-5 tahun 250 mg 2x/hari


Cefalexin, oral
5-12 tahun 500 mg 2x/hari 10 hari

12 tahun dan diatas


12 tahun

8
Clarithromycin, oral 1-12 tahun 7,5 mg/kg/dibagi dalam dua
dosis/hari (max 250 mg)

250 mg 2x/hari
12 tahun dan diatas 10 hari
12 tahun 12 mg/kg (max 500 mg)
1x/hari
6 bulan – 12 tahun
500 mg 1 x/hari
12 tahun dan diatas
Azithromycin, oral 5 hari
12 tahun

Sefalosporin terbukti lebih efektif daripada penisilin dalam pengobatan faringitis


streptokokus. Ini mungkin karena penisilin dihidrolisis oleh beta-laktamase yang diproduksi oleh
organisme yang secara alami berada di dalam orofaring, sementara sefalosporin tidak. Namun,
penisilin masih lebih disukai sebagai pengobatan lini pertama karena spektrumnya yang sempit
dan biaya rendah (Holden, dkk., 2015).

Amoksisilin yang diberikan secara oral, diberikan sebagai dosis harian tunggal selama
sepuluh hari, sama efektifnya dengan pemberian phenoxymethylpenicillin oral (penisilin V) atau
amoksisilin yang diberikan beberapa kali per hari selama sepuluh hari. Pendekatan ini mungkin
sesuai di mana kepatuhan terhadap beberapa dosis penisilin sulit dicapai. Pasien yang dianggap
tidak mungkin menyelesaikan terapi oral selama sepuluh hari harus diberi satu dosis
benzilpenisilin benzathine tunggal (Holden, dkk., 2015)

Untuk pasien dengan alergi penisilin, pengobatan pilihan adalah sefalosporin generasi
pertama (kecuali untuk pasien dengan riwayat anafilaksis dengan penisilin) atau makrolida,
seperti eritromisin, klaritromisin atau azitromisin (Holden, dkk., 2015).

9
Eritromisin dikaitkan dengan tingkat efek samping gastrointestinal yang jauh lebih tinggi
dari pada agen lainnya. Azitromisin memiliki waktu paruh yang lebih lama dan konsentrasi
intraseluler yang berkelanjutan dibandingkan dengan pengobatan alternatif, dan karena itu kasus
yang lebih pendek (lima hari) efektif terhadap faringitis streptokokus (Holden, dkk., 2015).

7.2.NON FARMAKOLOGI

- Istirahat cukup
- Pemberian nutrisi dan cairan yang cukup (minum air putih yang cukup)
- Berkumur dengan air yang hangat dan berkumur dengan obat kumur antiseptik untuk
menjaga kebersihan mulut (Holden, dkk., 2015).

8. KOMPLIKASI

Demam Scarlet biasanya merupakan penyakit ringan dan merupakan self limiting disease
dalam sekitar satu minggu. Setelah ruam diatasi, kulit pada ujung jari akan mengelupas
(deskuamasi). Komplikasi dapat terjadi, walaupun jarang dengan perawatan antibiotik yang
tepat. Kemungkinan komplikasi supuratif meliputi:
- Abses peritonsillar / retropharyngeal
- Limfadenitis serviks
- Mastoiditis
- Sinusitis akut
- Otitis media
- Pneumonia
- Artritis septik
- Infeksi sistem saraf pusat (meningitis, abses otak).

Selain itu, komplikasi yang dapat terjadi setelah infeksi terselesaikan adalah
glomerulonefritis post streptokokus akut dan demam reumatik akut. Komplikasi non-supuratif
dan imun dimediasi ini kadang-kadang terlihat di negara maju, namun tetap menjadi penyebab
umum penyakit jantung dan ginjal di negara-negara berkembang (Holden, dkk., 2015).

10
9. PENCEGAHAN
Anak-anak dengan demam scarlet seharusnya tidak kembali ke sekolah atau tempat
penitipan anak sampai setidaknya 24 jam setelah memulai terapi antimikroba yang tepat.
Kontak dekat dengan anak-anak lain selama periode ini harus dihindari. Jika anak dirawat di
rumah sakit, staf harus mengikuti protokol sampai minimal 24 jam setelah memulai terapi
antimikroba yang tepat (Sotoodian, 2017).
Anggota keluarga dan keluarga penderita faringitis GAS berisiko tinggi terkena infeksi
GAS invasif. Orang-orang yang berhubungan dekat dengan pasien yang terkena dampak
harus disarankan untuk waspada dan mencari pertolongan medis jika mereka melihat gejala
infeksi GAS (Sotoodian, 2017).
Jika terjadi kemungkinan demam scarlet di sekolah atau tempat penitipan anak, ahli
kesehatan masyarakat setempat harus diberitahu dan diberi saran. Manajemen kesehatan
masyarakat mencakup 'informasi dan saran' untuk individu yang terpapar, pengecualian
individu bergejala dan pertimbangan penggunaan chemoprophylaxis (Sotoodian, 2017).

10. PROGNOSIS
Prognosis demam Skarlet pada umumnya baik jika diberikan antibiotik secara
tuntas. Banyak pasien yang membaik sempurna setelah 4-5 hari, dan gejala-gejala pada kulit
membaik selama beberapa minggu. Demam Skarlet yang tidak diterapi akan mempunyai
prognosis yang buruk (Sotoodian, 2017).

11
DAFTAR PUSTAKA

Ellya, Nadia. 2017. “Makalah Epidemiologi Penyakit Menular, Penyakit Menular : Scarlet Fever
(Demam Skarlet)” (Online). Tersedia : www.academia.edu/32018655 [ 16 Maret 2018 ]

Holden Elisabeth., Hirminder Ubhi., and Mitul Patel. 2015. “Scarlet fever: acute management
and infection control” (Online). Tersedia : https://www.pharmaceutical-journal.com [ 17
Maret 2018]

Kliegman R., Richard A. Behrman., Hal B Jenson., Bonita A. Stanton. 2007. “Ilmu Kesehatan
Anak Esensial”. Nelson Textbook of Pediatrics 18th edition : Philadelphia.

Sotoodian, Bahman. 2017. “Scarlet Fever” (Online). Tersedia : https://emedicine.medscape.com


[16 Maret 2018]

12

Anda mungkin juga menyukai