Anda di halaman 1dari 7

Hudoyo A., Nurmayasari I. and Haryono D.

(2019): Peningkatan Produktivitas Jagung di


Indonesia

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS JAGUNG DI INDONESIA


(Effort on Increasing the Corn Yield in Indonesia)

Agus Hudoyoa, Indah Nurmayasaria, Dwi Haryonoa

a
Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Jl. Prof Dr. Soemantri Brojonegoro
No 1 Bandar Lampung 35145, Indonesia
Corresponding Author: Telp 0817-6011-689 E-mail : agus.hudoyo@gmail,com

Naskah diterima : Naskah disetujui :

ABSTRACT

The objective of this study was to know the impact of the efforts on increasing of the
corn yield in Indonesia. The data used in this study are the FAO’s data. They were analyzed
by using the econometric model. It is the multiple regression model which its dependent
variable is the corn yield and its independent variables are six dummy variables for
differentiating seven periods of the intensification programs. The data are time series, i.e.
from 1961 to 2017. The result revealed that the intensification programs had been
statistically significant in increasing the corn productivity. At the beginning of the green
revolution (1961-1967), the average of its productivity was 0.97 ton/ha and in the period
2015-2017 (Upsus), the average of its productivity was 5.23 ton/ha. In this period, the
average increase in productivity was 0.32 ton/ha/year which was the highest compared with
the periods of the other intensification program.
Keywords: Corn Yield, Intensification, Increase

PENDAHULUAN menunjukkan bahwa Indonesia mengalami


defisit jagung sebesar 0,26 juta ton. Defisit
Setelah padi, jagung merupakan komoditas jagung ini juga dialami pada tahun-tahun
tanaman pangan penting bagi Indonesia. sebelumnya.
Selain menjadi komoditas pangan (food), Untuk mengatasi defisit jagung
jagung merupakan bahan baku penting tersebut, Indonesia melakukan berbagai
untuk pakan ternak (feed). Menurut usaha untuk meningkatkan produksi, baik
Tangendjaja et al. (2003), pakan ternak melalui perluasan tanam (ekstensifikasi)
memerlukan 51% jagung. maupun melalui peningkatan produktivitas
Pada 2016, kebutuhan jagung untuk (intensifikasi). Dengan semakin terbatasnya
pangan dan pakan di Indonesia diperkirakan lahan pertanian, intensifikasi menjadi
berturut-turut sebanyak 41% dan 28% dari alternatif yang strategis untuk peningkatan
total penggunaan jagung dan yang tercecer produksi jagung.
(FAO, 2019). Sisanya 31% adalah untuk Sejak akhir 1960-an, intensifikasi jagung
penggunaan lain, benih dan tercecer. Angka sudah dilakukan seiring dengan intensifikasi
total penggunaan dan tercecer jagung padi. Secara keseluruhan terjadi peningkatan
tersebut adalah sebanyak 23,84 juta ton. produktivitas jagung. Namun demikian,
Sementara itu, produksi jagung pada 2016 perubahannya berfluktuasi. Sebagai contoh,
adalah sebesar 23,58 juta ton. Data ini produktivitas jagung pada 1969 sebesar 2,29

Indonesian Journal of Socio Economics, Volume 1, No .., Page ..-..(2019)


Hudoyo A., Nurmayasari I. and Haryono D. (2019): Peningkatan Produktivitas Jagung di
Indonesia

ton/ha, sedangkan pada 1982, 3. HASIL DAN PEMBAHASAN


produktivitasnya sebesar 2,06 ton/ha. Pada
2008, produktivitas jagung mencapai 4,00 Produksi padi pada 1961 dan 2017 secara
ton/ha tetapi ini menurun menjadi sebesar berturut-turut yaitu sebesar 2,28 dan 27,95
3,79 ton/ha pada 2015 (FAO, 2018). Oleh juta ton jagung pipilan kering. Sementara itu,
sebab itu, permasalahannya adalah apakah luas panennya pada 1961 dan 2017 secara
program intensifikasi jagung secara berturut-turut yaitu 2,46 dan 5,38 juta ha
signifikan berpengaruh dalam meningkatkan (Gambar 1).
produktivitas jagung. Studi ini berusaha
untuk menjawab pertanyaan ini. Produksi Ls panen
(juta ton) (juta ha)
30 15
2. METODE
25 13
Data yang digunakan dalam
20 10
penelitian ini adalah data deret waktu (1961-
2017) yang berupa data produksi jagung dan 15 8
luas panen. Sumber data adalah website
resmi FAO. 10 5
Periode 1961-2017 digolongkan 5 3
dalam delapan periode berikut:
0 0
1961-1967: Awal Revolusi hijau dan
1961
1966
1971
1976
1981
1986
1991
1996
2001
2006
2011
2016
introduksi Bimas
1968-1979: Bimas/Inmas Produksi (juta ton) Luas panen (juta ha)
1980-1986: Difusi inovasi - Intensifikasi
khusus (Insus) Gambar 1. Produksi dan luas panen jagung
1987-1997: Supra Insus
1998-2004: Krisis moneter (krismon) dan Berdasarkan data produksi dan luas
reformasi panen, dapat dihitung produktivitas lahan.
2005-2014: Revitalisasi pertanian (Revtan) Hasil perhitungan datampilkan pada Gambar
2015-2016: Upaya Khusus (Upsus) 2. Produktivitas jagung sebesar 0,93 ton/ha
Model analisis data yang digunakan
pada 1961 dan 5.20 ton/ha pada 2017.
pada penelitian ini dapat dilihat pada
persamaan berikut: ton/ha
𝑌𝑡 = 𝑏0 + ∑7𝑖=1 𝑏𝑖 𝐷𝑖𝑡 + 𝑒𝑡 6.00
Keterangan: 5.00
Y : Produktivitas padi (ton gkp/ha) 4.00
b0, b1, …, b7: Estimator 3.00
D1 : D1=1 untuk 1961-1967, D1=0: lainnya 2.00
D2 : D2=1 untuk 1968-1979, D2=0: lainnya 1.00
D3 : D3=1 untuk 1980-1986, D3=0: lainnya 0.00
D4 : D4=1 untuk 1987-1997, D4=0: lainnya
2006
1961
1966
1971
1976
1981
1986
1991
1996
2001

2011
2016

D5 : D5=1 untuk 1987-1997, D4=0: lainnya


D6 : D6=1 untuk 1998-2004, D4=0: lainnya Produktivitas (ton/ha)
D7 : D7=1 untuk 2005-2014, D5=0: lainnya
e : Galat Gambar 2. Produktivitas jagung
t : Tahun: 1961, 1962, …, 2017

Indonesian Journal of Socio Economics, Volume 1, No .., Page ..-..(2019)


Hudoyo A., Nurmayasari I. and Haryono D. (2019): Peningkatan Produktivitas Jagung di
Indonesia

Hasil analisis data dapat dilihat pada ton/ha


Tabel 1. Tabel ini menunjukkan bahwa 5.50
berdasarkan uji F, variabel-variabel bebas 5.00
secara bersama-sama berpengaruh signifikan 4.50
(α=1%) terhadap produktivitas. Selain itu, 4.00
variabel-variabel bebas dapat menjelaskan 3.50
99,51% variasi produktivitas. 3.00
2.50
Tabel 1. Model empiris faktor-faktor yang 2.00
mempengaruhi produktivitas padi 1.50
(ton/ha) 1.00
Variabel bebas Koefisien thitung Signifikan 0.50
Intersep 5,23 30,94 * 0.00
D1 -4,26 -21,11 *
D2 -4,10 -21,73 *
D3 -3,57 -17,67 *
D4 -3,02 -15,85 *
D5 -2,29 -11,33 * Gambar 2. Rata-rata produktivitas jagung
D6 -0,97 -5,03 * pada berbagai periode
Fhitung 192,15 *
R2 95,84%
Observasi (n) 57
Pada awal revolusi hijau (1961-
Keterangan:
1967), rata-rata produktivitas jagung adalah
* : Signifikan pada taraf nyata (α) = 1% sebesar 0,97 ton/ha. Pada periode berikutnya
(1968-1979), rata-rata produktivitasnya
Tabel 1 juga menunjukkan bahwa sebesar 1,12 ton/ha. Rata-rata peningkatan
tiap variabel bebas berpengaruh signifikan produktivitasnya adalah sebesar 0.01
(α=1%) terhadap produktivitas padi. ton/ha/tahun (Tabel 2).
Berdasarkan hasil Uji F dan Uji t ini, model Periode 1968-1979 adalah saat
empris dapat digunakan untuk analisis dilaksanakannya intensifikasi secara massal
selanjutnya. di berbagai sentra produksi padi yang
Berdasarkan batasan operasional dilakukan melalui program Bimas/Inmas.
berbagai variabel boneka, dapat dihitung Bimas adalah kegiatan penyuluhan secara
produktivitas lahan untuk tanaman padi pada massal melalui intensifikasi dan
berbagai periode program intensifikasi. ekstensifikasi dalam penyuluhan Panca
Hasil perhitungan ini dapat dilihat pada Usahatani:
Tabel 2 dan ditampilkan pada Gambar 3. 1. Penggunaan bibit unggul
2. Penggunaan pupuk yang tepat
Tabel 2. Rata-rata produktivitas jagung (ton/ha) 3. Cara bercocok tanam yang baik
Periode Uraian Prodtv. ∆ 4. Penanggulangan hama dan penyakit
ton/ha t/ha/th
5. Perbaikan sistem pengairan
1961-67 Awal revolusi hijau 0,97
1968-79 Bimas/Inmas 1,12 0,01 Sementara itu, Inmas adalah langkah
1980-86 Difusi inovasi&Insus 1,66 0,08 lanjutan program Bimas yang dilaksanakan
1987-97 Supra Insus 2,21 0,05
1998-04 Krismon&reformasi 2,94 0,10 melalui pemberian kredit usahatani.
2005-14 Revitalisasi Prtn. 4,26 0,13 Tujuan kegiatan penyuluhan tersebut
2015-17 Upaya Khusus 5,23 0,32
adalah agar para petani mengadopsi Panca
Keterangan: ∆ adalah rata-rata peningkatan produktivitas dari
periode sebelumnya per tahun Usahatani tersebut. Menurut Rogers (2003),
adopsi dan difusi suatu inovasi dilalui dalam
lima tahapan berikut:

Indonesian Journal of Socio Economics, Volume 1, No .., Page ..-..(2019)


Hudoyo A., Nurmayasari I. and Haryono D. (2019): Peningkatan Produktivitas Jagung di
Indonesia

1. Pengetahuan (knowledge) Sejak 1987, program Bimas


2. Persuasi diterapkan melalui program Supra Insus.
3. Keputusan: tolak atau terus Program ini adalah program Insus yang
4. Implementasi dilakukan dengan kerjasama antar-kelompok
5. Konfirmasi tani dalam satu Wilayah Kerja Penyuluhan
Kelima tahapan difusi inovasi Pertanian (WKPP). Pada program ini
tersebut memerlukan waktu cukup lama diterapkan 10 unsur teknologi berikut:
untuk tersebarnya inovasi Panca Usahatani. 1. Pengaturan pola tanam
Tabel 2 menunjukkan bahwa diperlukan 2. Pengolahan tanah yang sempurna
sekitar 20 tahun, yakni dari pertengahan 3. Penggunaan benih bersertifikat
tahun 1960-an sampai dengan pertengahan 4. Pergiliran varietas
1980-an. Pada periode 1980-1986, rata-rata 5. Penerapan jarak tanam yang sesuai
produktivitas jagung sebesar 1,66 ton/ha dengan baku teknis
Angka ini menunjukkan bahwa rata-rata 6. Pemupukan berimbang
peningkatan produktivitas pada periode ini 7. Tata guna air di tingkat usahatani
yaitu sebesar 0,08 ton/ha/tahun (Tabel 2). 8. Penggunaan pupuk pelengkap cair
Mulai musim tanam 1979/1980 9. Pemakaian pestisida secara bijaksana dan
dilaksanakan program Intensifikasi khusus pengendalian jasad pengganggu secara
(Insus). Insus jagung adalah program Bimas terpadu
yang dilakukan oleh satu kelompok 10. Penanganan panen dan pascapanen
hamparan seluas 1.000 ha. Pada program Tujuan pelaksanaan Insus adalah
Insus ini, para petani dalam satu kelompok untuk menghindari turunnya produktivitas.
hamparan mengoptimalkan potensi lahan, Namun peningkatan produktivitas pada saat
penerapan teknologi, daya dan dana. pelaksanaan Supra Insus (1987-1997), yakni
Kegiatan kelompok tani pada program ini 0.05 ton/ha/tahun, lebih rendah dari
adalah merumuskan rencana kerja, mencari peningkatan produktivitas periode
informasi dan sekaligus menyebarkannya, sebelumnya (1980-1986), yakni 0.08
mengkoordinasikan dan mengawasi kegiatan ton/ha/tahun. Salah satu penyebabnya adalah
anggota, melakukan berbagai usaha dalam adanya serangan penyakit bulai di berbagai
menggalang kerjasama antar-anggota dan sentra produksi jagung. Salah satu faktor
kerjasama dengan pihak luar kelompok, yang menyebabkannya adalah rentannya
serta menghadiri berbagai forum jasad pengganggu terhadap pestisida karena
komunikasi dengan para pemuka penggunaannya berlebihan. Hal ini karena
masyarakat di wilayah kerjanya. program Bimas/Inmas dari sejak awal sangat
Pada periode 1987-1997, rata-rata gencar dalam menyuluhkan penggunaan
produktivitas jagung sebesar 2,21 ton/ha. pestisida (Rolling and van de Fliert, 1994).
Rata-rata peningkatan produktivitasnya Oleh sebab itu, pada program Supra Insus,
yaitu sebesar 0.05 ton/ha/tahun (Tabel 2). para petani dianjurkan untuk menggunakan
Peningkatan ini lebih rendah dari pada pestisida secara bijaksana. Selain itu,
peningkatan yang dicapai pada periode dilakukan inovasi teknologi pengendalian
sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa jasad penganngu secara terpadu yang
setelah difusi inovasi, produktivitas jagung mengikuti rekomendasi FAO, yakni
meningkat dengan laju yang semakin teknologi yang disebut Integrated Pest
berkurang. Manajemen (IPM). IPM adalah integrasi

Indonesian Journal of Socio Economics, Volume 1, No .., Page ..-..(2019)


Hudoyo A., Nurmayasari I. and Haryono D. (2019): Peningkatan Produktivitas Jagung di
Indonesia

berbagai jenis metode pengendalian jasad seluruh penduduknya memperoleh pangan


penganggu tanaman dalam menekan yang cukup, mutu yang layak, aman; yang
populasinya hingga di bawah tingkat didasarkan pada optimalisasi pemanfatan
kerusakan ekonomis. Pada penerapan IPM, dan berbasis pada keragaman sumber daya.
pestisida yang digunakan seminimum Terkait dengan sasaran ini, pemenuhan
mungkin untuk mengurangi risiko terhadap kebutuhan jabung dilaksanakan melalui
kerusakan lingkungan dan kesehatan peningkatan produksi jagung dalam negeri
manusia. yang merupakan prioritas pembangunan
Program IPM di Indonesia dimulai nasional. Kegiatan yang dilakukan untuk
pada 1989 dengan mendidik para petani peningkatan produksi jagung diarahkan
terpilih di Sekolah Lapang Petani. Setelah untuk:
lulus dari pendidikan ini para petani tersebut 1. membangun dan mengembangkan
menyebarkan pengetahuannya ke para kawasan/sentra produksi,
petani lainnya. Terdapat dua fase kegiatan 2. meningkatkan efisiensi usahatani
ini, yakni Fase Pertama pada 1989-1992 dan melalui inovasi teknologi,
Fase Kedua pada 1993-1999 (Mariyono et 3. memanfaatkan sumberdaya alam secara
al., 2010). optimal,
Pada periode 1998-2004, saat krisis 4. memberdayakan petani serta masyarakat
moneter dan era reformasi, terjadi pedesaan,
pergantian presiden sebanyak tiga kali, 5. mengembangkan kelembagaan dan
yakni Presiden Habibi (1998-1999), kemitraan,
Presiden Abdurrahman Wahid (1999-2001) 6. mengembangan sarana–prasarana,
dan Presiden Megawati (2001-2004). 7. memperluas areal tanam, dan
Namun demikian, produktivitas jagung pada 8. mengembangan sistem perbenihan
periode ini malah meningkat menjadi perlindungan tanaman (Badan Litbang
sebesar 2,94 ton/ha dengan rata-rata Pertanian, 2018).
peningkatannya sebesar 0,10 ton/ha/th. Hal Rata-rata produktivitas jagung pada
ini kemungkinan disebabkan oleh periode ini sebesar 4.26 ton/ha dengan rata-
pendekatan system agribisnis jagung yang rata peningkatannya sebesar 0.13
dilaksanakan sejak 1991. ton/ha/tahun. Angka ini lebih tinggi
Periode selanjutnya, 2005-2014 daripada periode-periode sebelumnya.
adalah Revitalisasi Pertanian, atau secara Walaupun demikian, potensi
lengkap disebut Revitalisasi Pertanian, peningkatan produktivitas jagung tersebut
Perikanan, dan Kehutanan (RPPK). Pada dapat lebih tinggi. Potensi ini tidak tercapai
periode ini, pembangunan ketahanan pangan oleh desentralisasi berbagai kegiatan
diarahkan pada kekuatan ekonomi domestik pembangunan dari pemerintah pusat ke
yang mampu menyediakan pangan yang pemerintah di tingkat kabupaten/kota.
cukup bagi seluruh penduduk, terutama dari Pelaksanaan desentralisasi ini berdasarkan
produksi dalam negeri, dalam jumlah dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
keragaman yang cukup, aman, dan tentang Pemerintahan Daerah. Salah satu
terjangkau dari waktu ke waktu. Sasaran konsekuensinya adalah penyelenggaraan
pembangunannya diarahkan untuk penyuluhan pertanian dilaksanakan oleh
kemandirian pangan yang diartikan sebagai pemerintah kabupaten/kota yang tidak siap
kemampuan suatu bangsa untuk menjamin dalam menyesuaikan perubahan ini. Sebagai

Indonesian Journal of Socio Economics, Volume 1, No .., Page ..-..(2019)


Hudoyo A., Nurmayasari I. and Haryono D. (2019): Peningkatan Produktivitas Jagung di
Indonesia

contoh, para penyuluh pertanian dipindah- peningkatan produksi padi, jagung dan
tugaskan pada instansi non-pertanian, kedelai.
sedangkan para pegawai yang tidak berlatar Rata-rata produktivitas jagung pada
belakang pertanian diberi tugas sebagai periode 2015-2017 adalah sebesar 5.23
penyuluh pertanian. ton/ha dengan rata-rata peningkatannya
Periode terakhir yang dianalisis yaitu sebesar 0.32 ton/ha/tahun (Tabel 2). Laju
periode 2015-2017 saat tiga tahun awal peningkatan ini merupakan peningkatan
pelaksanaan program Upaya Khusus terbesar dibandingkan laju peningkatan
(Upsus) peningkatan produksi padi, jagung berbagai periode program intensifikasi
dan kedelai. Kegiatan-kegiatan yang periode-periode sebelumnya.
dilakukan pada program ini untuk
peningkatan produksi jagung adalah sebagai KESIMPULAN
berikut (Permentan No. 03/2015):
1. Pengembangan jaringan irigasi Program-program peningkatan produktivitas
2. Optimalisasi lahan jagung secara statistik signifikan dalam
3. Pengembangan sistem bercocok tanam meningkatkan produktivitas jagung.
4. Gerakan Penerapan Pengelolaan Pada awal revolusi hijau (1961-
Tanaman Terpadu (GP-PTT) 1967), rata-rata produktivitas jagung sebesar
5. Penyediaan bantuan benih 0,97 ton/ha dan pada periode 2015-2017
6. Penyediaan bantuan pupuk (Upsus), rata-rata produktivitasnya sebesar
7. Penyediaan bantuan alat dan mesin 5,23 ton/ha.
pertanian (Alsintan) Rata-rata peningkatan produktivitas
8. Pengendalian OPT dan dampak pada program Upsus sebesar 0.32
perubahan iklim ton/ha/tahun. Peningkatan produktivitas ini
9. Asuransi Pertanian merupakan peningkatan terbesar
10. Pengawalan dan pendampingan dibandingkan peningkatan produktivitas
Permentan No. 14/2015 merupakan berbagai periode program intensifikasi
pedoman pengawalan dan pendampingan jagung sebelumnya.
terpadu penyuluh, mahasiswa, dan Bintara
Pembina Desa dalam rangka Upsus DAFTAR PUSTAKA
peningkatan produksi padi, jagung dan
kedelai. Berdasarkan pedoman ini, Badan Litbang Pertanian. 2018. Revitalisasi
organisasi pengawalan dan pendampingan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan.
tersebut terdiri dari empat tim, yakni Tim e-file RPKK.
Pembina Tingkat Pusat, Tim Pembina http://www.litbang.pertanian.go.id/spe
Tingkat Provinsi, Tim Pelaksana Tingkat cial/rppk/efile
Kabupaten/Kota, Tim Pelaksana Tingkat Badan Pengendalian Bimas. 1997. Sejarah
Kecamatan. Pelibatan TNI AD dari Kasad di Bimas (perkembangan intensifikasi
tingkat pusat sampai Babinsa di tingkat Pertanian dan peranannya dalam
kecamatan serta pelibatan perguruan tinggi, pembangunan pertanian). Sekretariat
baik dosen maupun mahasiswanya dalam Badan Pengendalian Bimas. Jakarta.
kegiatan pengawalan dan pendampingan FAO. 2018. http://faostat3.fao.org/home/E.
dapat mempercepat pencapaian tujuan yang Hudoyo, A., Nurmayasari, I., Haryono, D.
dicanangkan program Upsus, yakni 2016. Analysis for self-sufficiency of
rice in Indonesia: Forecast of its

Indonesian Journal of Socio Economics, Volume 1, No .., Page ..-..(2019)


Hudoyo A., Nurmayasari I. and Haryono D. (2019): Peningkatan Produktivitas Jagung di
Indonesia

production and consumption. The USR


Seminar on Food Security (UISFS),
Bandar Lampung, Indonesia, August
23-24, 2016.
Mariyono J., Kompas T., and Grafton R.
2010. Shifting from Green Revolution
to environmentally sound policies:
technological change in Indonesian
rice agriculture. Journal of the Asia
Pacific Economy, Taylor & Francis
Journals, vol. 15(2), pages 128-147.
Pingali, P.B. 2001. Green Revolution:
Impacts, limits, and the path ahead.
PNAS, 109, 12302-12308.
Rogers, E.M. 2003. Diffusion of
Innovations. 5th Edition. Free Press,
New York.
Rolling, N. and van de Fliert, E., 1994.
Transforming extension for
sustainable agriculture: the case of
integrated pest management in rice in
Indonesia. Agriculture and human
value, 11 (2/3), 96–108.
Tangendjaja, B., Y. Yusdja, &Ilham, N.
(2003). Analisis Ekonomi Permintaan
Jagung untuk Pakan. Ekonomi Jagung
Indonesia. Badan Litbang
Kementerian Pertanian.

Indonesian Journal of Socio Economics, Volume 1, No .., Page ..-..(2019)

Anda mungkin juga menyukai