Anda di halaman 1dari 34

ASE PEMBANGUNAN PERTANIAN INDONESIA

Oleh :
Ariq Dewi Maharani, SP., MP.
1
KERAGAAN

 Pertanian Indonesia ada yang mengibaratkan: ”Hidup


enggan, mati tak mau”
 Dalam perjalanan Indonesia merdeka, sektor pertanian
pernah tercatat menjadi primadona atau leading sector
dalam perekonomian yang menyumbang sekitar 70%
lebih dari PDRB dan penciptaan lapangan kerja sekitar
52 % sekitar tahun 1980-an
 Kesemrawutan dan tak adanya visi jangka panjang
pembangunan ekonomi di negara ini membuat pertanian
kemudian terpuruk dan peran sektor pertanian dalam
perekonomian tak lebih dari sekadar pengganjal atau
pelengkap bagi sektor lain (adjusting atau following
sector).
2
KERAGAAN
 Dalam satu dekade lebih terakhir, sebagian besar
subsektor pertanian, perkebunan, peternakan, dan
perikanan mengalami kemerosotan kinerja dan
petaninya mengalami pemiskinan secara dramatis.

 Sementara ketergantungan pada impor pangan dan


produk pertanian lain meningkat tajam. Bahkan,
Indonesia sempat menjadi penerima bantuan pangan
terbesar dunia pada masa krisis.

 Sejarah menunjukkan sekitar tahun 1980 dan 1990


Malaysia, Thailand, Vietnam pernah belajar pertanian di
Indonesia. Kini, negara-negara tersebut sudah menyalip
”Sang Guru” dalam pertanian.
3
KERAGAAN
 Indonesia yang pada awal abad ke-19 merupakan
eksportir gula terbesar kedua dunia (setelah Kuba)
kini berbalik menjadi importir gula terbesar kedua
dunia. Beras yang dulu swasembada, kini juga harus
impor.
 Hal yang sama terjadi untuk produk pangan penting
lain, seperti jagung dan kedelai, serta produk horti-
kultura, seperti buah-buahan dan tanaman hias, se-
perti pisang, jeruk, durian, dan mangga.
 Dulu, kita bisa memenuhi sendiri kebutuhan dalam
negeri, bahkan ekspor, kini produk impor menyerbu
bukan saja untuk konsumsi hotel, restoran, dan
supermarket, tetapi juga rumah tangga.
4
FASE PERTANIAN INDONESIA
 Jatuh bangun sektor pertanian sangat terkait erat dengan
berbagai faktor, seperti sistem nilai, kemajuan ilmu pengetahuan,
perubahan teknologi, kebijakan ekonomi makro, dan strategi
pembangunan ekonomi yg diterapkan peme-rintah.
 Setelah mengalami fase-fase kritis masa revolusi hingga
pertengahan tahun 1960-an, menurut beberapa pakar pertanian,
Indonesia sebenarnya cukup berhasil membangun fondasi atau
basis pertumbuhan ekonomi yang baik pada tahun 1970-an,
dengan terintegrasinya pembangunan pertanian dalam kebijakan
ekonomi makro.
 Salah satu indikator yang dirasakan langsung oleh masyarakat
banyak adalah tercapainya swasembada beras tahun 1980-an.
Namun, kondisi kondusif bagi pertanian itu berakhir tragis pada
akhir 1980-an dan 1990-an, dengan terjadinya fase dekonstruktif
sektor pertanian karena proteksi berlebihan terhadap industri
yang mengorbankan pertanian.
5
FASE PERTANIAN INDONESIA

Pembangunan Pertanian Indonesia Bisa Dibagi


Dalam Enam Fase, yaitu:
1.Fase 1 : Fase Revolusi (1945-1965)
2.Fase 2 : Fase Konsolidasi (1967-1978)
3.Fase 3: Tumbuh Tinggi (1978-1986)
4.Fase 4: Fase Dekonstruksi (1986-1997)
5.Fase 5: Fase Krisis (1997-2001)
6.Fase 6: Fase Transisi dan Desentralisasi (2001-
sekarang)
6
Sektor Pertanian dalam Struktur Ekonomi Indonesia

Konsolidasi Tumbuh tinggi Dekonstruksi Krisis Ekonomi Transisi Revitalisasi


Uraian 1967-78 1978-86 1986-97 1997-01 2002-2004 2004-2006
PDB Pertanian 3.39 5.72 3.38 1.57 3.22 2.27
Tanaman pangan 3.58 4.95 1.9 1.62 2.8
Tanaman Perkebunan 4.53 5.85 6.23 1.29 6.72
Peternakan 2.02 6.99 5.78 -1.29 1.13
Perikanan 3.44 5.15 5.36 5.45 7.61

Pangsa Pertanian 1965 1975 1985 1995 2000 2005


57.10 30.20 22.90 17.10 17.00 14.54

Pangsa Tenaga Kerja 1965 1975 1985 1995 2000 2005


Pertanian na 62 56 48 46 44
Sektor Lain na 38 44 52 54 56
FASE 1: FASE REVOLUSI (1945-1965)
7
FASE 1: FASE REVOLUSI (1945-1965)
 Pada Fase ini merupakan langkah awal Pemerintah
membangun pertanian adalah melakukan nasionalisasi
perkebunan dan perusahaan milik eks pemerintahan
kolonial Belanda dan Jepang.
 Pertanian pangan belum mampu meningkatkan
kesejahteraan rakyat hingga akhir tahun 1950-an. Produksi
dan produktivitas padi baru meningkat setelah gerakan
intensifikasi dibakukan menjadi Bimbingan Massal pada
awal tahun 1960-an.
 Gerakan intensifikasi baru menemukan momentumnya
dengan adanya Demonstrasi Massal berupa plot-plot
percontohan dari para peneliti/mahasiswa tingkat akhir IPB
pada lahan petani di pantai utara Jawa.
 Apalagi, pada saat yang sama juga bermunculan berbagai
varietas unggul baru padi, gandum, jagung, dan tanaman
biji-bijian lainnya.
FASE 2: FASE KONSOLIDASI (1967-1978)
8
FASE 2: FASE KONSOLIDASI (1967-1978)
 Pada fase ini, sektor pertanian tumbuh 3,39 persen. Pertumbuhan
ini terutama disumbangkan oleh subsektor tanaman pangan dan
perkebunan yang tumbuh 3,58 persen dan 4,53 persen. Produksi
beras mencapai di atas 2 juta ton pada tahun 1970-an dan
produktivitas berhasil ditingkatkan menjadi dua kali lipat dari tahun
1963, yakni menjadi 2,5-3 ton per hektar.

 Tiga kebijakan penting pertanian diterapkan pada masa ini, yakni


intensifikasi, ekstensifikasi, dan diversifikasi, yang didu-kung
kemampuan meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian.
Fondasi kokoh untuk terjadinya pertumbuhan tinggi sektor
pertanian pada periode berikutnya juga berhasil diciptakan pada
fase ini. Perhatian besar ditunjukkan oleh pemerintah pada upaya
menggenjot pembangunan sarana/infrastruktur vital pertanian,
seperti sarana irigasi, jalan, dan industri pendukung, seperti semen
dan pupuk.
9
FASE 2: FASE KONSOLIDASI (1967-1978)
Selain itu juga dilakukan berbagai pembenahan
institusi ekonomi, seperti konsolidasi kelompok
tani hamparan, koperasi unit desa dan koperasi
pertanian lainnya, terobosan skema pendanaan,
serta sistem latihan dan kunjungan sebagai
andalan sistem penyuluhan.

Peranan kredit pertanian (bersubsidi), keterjang-


kauan akses finansial hingga pelosok pedesaan
yang terjadi pada masa tersebut, dinilai sebagai
reformasi spektakuler bidang ekonomi yang tidak
bisa ditandingi oleh negara berkembang mana
pun.
FASE 3: FASE TUMBUH TINGGI (1978-1986)
10
FASE 3: FASE TUMBUH TINGGI (1978-1986)
 Fase ini cukup penting bagi ekonomi pertanian
Indonesia. Sektor pertanian tumbuh di atas 5,7% karena
strategi pembangunan ekonomi yang berbasis
pertanian.
 Produksi pangan, perkebunan, perikanan, dan
peternakan meningkat, dengan pertumbuhan 6,8%.
Lonjakan kinerja produksi, terutama pangan, seperti
beras, jagung, dan biji-bijian lainnya ini, terutama
disebabkan oleh mening katnya peran riset atau iptek
dalam sektor pertanian.
 Program Revolusi Hijau dan revolusi teknologi pangan
berhasil meningkatkan produktivitas pangan hingga
5,6% dan memungkinkan tercapainya swasembada
pangan pada tahun 1984. Ketika itu, daerah produksi
padi identik dengan kesejahteraan pedesaan.
11
FASE 3: FASE TUMBUH TINGGI (1978-1986)
 Kelemahan: Revolusi Hijau melalui sistem mono-
kultur yang dipaksa di semua wilayah yang
secara geografis sangat beragam dan secara
tradisional selama ini mampu sub sisten dengan
bahan makanan pokok lain, seperti jagung, ubi,
dan sagu menyebabkan ketahanan pangan
sangat rentan terhadap perubahan iklim dan
meng-akibatkan ekologi memburuk.

 Revolusi Hijau juga memunculkan ketergan-


tungan petani kecil dan buruh tani pada tuan
tanah dan pada input pertanian yang mahal dari
luar, seperti bibit, pupuk, dan pestisida.
12

Fase Tumbuh Tinggi


 Akselerasi pembangunan pertanian ditandai
pertumbuhan yang tinggi dan perluasan basis
produksi.
 Efektifitas kebijakan harga dalam menunjang
pertumbuhan pertanian.
 Kritik terhadap revolusi hijau, dilihat dari
pemerataan dan lingkungan.
FASE 4: FASE DEKONSTRUKSI (1986-1997)
13
FASE 4: FASE DEKONSTRUKSI (1986-1997)

 Akibat kebijakan yang diterapkan sebelum dan selama periode ini,


sektor pertanian mengalami kontraksi pertumbuhan hingga di
bawah 3,4 persen per tahun. Para perumus kebijakan dan
ekonom mengacuhkan sektor ini sehingga pertanian terbengkalai.
 Anggapan telah dicapainya keberhasilan swasembada pangan
telah memunculkan persepsi bahwa pembangunan pertanian
akan bergulir dengan sendirinya (taken for granted) dan
melupakan prasyarat pemihakan dan kerja keras seperti yang
dilakukan pada periode sebelumnya.
 Masa gelap pertanian semakin kental dengan adanya kebijakan
teknokratik pembangunan ekonomi yang mengarah pada strategi
industrialisasi footloose secara besar-besaran pada awal tahun
1990-an.
 Sejak 1980-an, berbagai komponen proteksi untuk sektor industri
diberikan sehingga industri dan manufaktur tumbuh di atas dua
digit per tahun. Saat itu muncul keyakinan Indonesia telah
mampu bertransformasi dari negara agraris menjadi negara
industri.
14
FASE 4: FASE DEKONSTRUKSI (1986-1997)
 Kebijakan yang diterapkan pemerintah diarahkan untuk menyedot
seluruh sumberdaya dari sektor pertanian ke industri karena proyek-
proyek pertanian dianggap tak bisa mendatangkan hasil secepat
industri/investasi di perkotaan.
 Kebijakan pangan murah yang ada didesain untuk mensubsidi industri
dengan cara menjaga harga barang-barang tetap terjangkau oleh upah
para pekerja di perkotaan.
 Upaya proteksi besar-besaran secara sistematis terhadap industri itu
membuat profitabilitas usaha pertanian tergerogoti, memicu
kemerosotan investasi dan produktivitas di sektor pertanian, serta
merapuhkan basis pertanian di tingkat yang paling dasar atau petani di
pedesaan.
 Kebijakan pertanian yang sangat distortif sehingga meresahkan
masyarakat. contoh, upaya memangkas rantai tata niaga komoditas
dengan mendirikan lembaga pemasaran baru yang kental dengan aroma
perburuan rente oleh pelaku ekonomi dan birokrasi yang sangat
sentralistik.
 Kebijakan ini mengakibatkan ambruknya kesejahteraan petani dan
melencengnya pembangunan di Indonesia.
FASE 5: FASE KRISIS (1997-2001)
15

Fase Krisis
• Era liberasilasi ala IMF seiring dengan krisis
ekonomi: berbagai kebijakan tidak berpihak pada
sektor pertanian.
• Pertumbuhan rendah dan berbagai kebijakan
mengalami perubahan mendasar.
• Terdapat ketidakjelasan arah pembangunan
pertanian.
16
FASE 5: FASE KRISIS (1997-2001)
 Pada fase ini, sektor per-tanian yang sudah babak belur
harus menanggung dampak krisis, yakni menyerap
limpahan tenaga kerja sektor informal dan perkotaan,
dan harus menjadi penyelamat ekonomi Indonesia.
 Ketergantungan petani pada input produksi mahal dari
luar akibat kebijakan di masa lalu, menjadi bumerang
pada saat panen gagal akibat kekeringan atau saat krisis
ketika keran impor ditutup untuk menghemat devisa,
subsidi pupuk dicabut dan invasi beras dari luar
menyerbu pasar domestik, baik dalam bentuk bantuan
pangan murah, beras selun-dupan maupun impor.
FASE 6 : TRANSISI & DESENTRALISASI (2001-
SEKARANG)
17
FASE 6 : TRANSISI & DESENTRALISASI (2001-SEKARANG)

 Fase transisi dan desentralisasi (2001-sekarang). Ini fase


yang serba tidak jelas bagi para pelaku ekonomi dan
bagi sektor pertanian Indonesia. Pembangunan
pertanian pada era desentralisasi, yang mestinya
diterjemahkan menjadi peningkatan basis kemandirian
daerah dan wewenang daerah untuk lebih leluasa
melakukan kombinasi strategi pemanfaatan keunggulan
komparatif dan kompetitif, ternyata tidak berjalan.

 Pembangunan sektor pertanian di tangan pemerintah


daerah semakin terabaikan.
18
Fase Transisi
 Berlakunya desentralisasi dan otonomi daerah:
pelimpahan kewenangan dalam pembangunan pertanian
tidak diikuti dengan persiapan dan pembenahan institusi,
sehingga menimbulkan ketidakjelasan dalam tanggung
jawab.
 Berbagai kebijakan bersifat adhoc, di sisi lain timbul
kecenderungan ke arah rejim yang proteksionis: berbagai
kebijakan mengalami perubahan.
 Sektor pertanian tumbuh moderat.
19

Fase Revitalisasi
• Kesadaran untuk menjadikan sektor pertanian sebagai
salah satu dari strategi pembangunan nasional (at least
semasa kampanye).
• Namun sampai sekarang ini masih sebatas wacana yang
belum diimplementasikan dengan efektif dan diikuti
dengan political will yang kuat.
• Masih terdapat berbagai inkonsistensi kebijakan.
20

Indonesia sebagai negara agraris

• REVITALISASI PERTANIAN, Pertanian harus menjadi


backbone ekonomi nasional
• Pertanian mengemban fungsi ekonomi, sosial, budaya dan
ketenagakerjaan serta fungsi ekologi.
• PERSOALAN BESAR SAAT INI :
• Pertanian tidak mampu menunjukkan dirinya sebagai bagian dari
kegiatan ekonomi yang produktif dan kompetitif.
 Bagian terbesar petani sebagai pelaku usaha belum sejahtera
 Ketimpangan spasial dalam pembangunan
21
Arah kedepan…?
• Pecahkan Supply Side Constraints secara terencana,
terstruktur dan jangka panjang, meliputi:
• Pekuat sistem produksi komoditas strategis dalam negeri
• Infrastruktur distribusi/pemasaran
• Efektifkan perlindungan tarif/perkuat border
• Ekspor komoditas pertanian (non-pangan):
• Harus beralih dari produk primer ke produk olahan (semi-olahan
dan produk akhir).
• Harus terkait dengan kebijakan industri nasional
• Harus terkait dgn perdagangan
22

Arah kedepan…?
• Perlu ada prioritas agroindustri:
• Industri hilir prioritas: agroindustri beras, agroindustri kakao,
agroindustri karet, agroindustri CPO, agroindustri gula,
industri pengolahan tuna, dan industri pengolahan udang.
• industri itu terkait erat dengan komoditas pertanian utama.
• Rancang Kebijakan Makro dalam insentif fiskal dan moneter
untuk agroindustri:
• Mengatasi hambatan pasokan dalam negeri secara terencana
dan ada target yang ingin dicapai.
23
PERGESERAN PARADIGMA
PEMBANGUNAN PERTANIAN
NASIONAL
Product Driven Market Driven
Agriculture Agriculture
AGRIBUSINESS ACTIVITIES
CARA PANDANG YANG BARU :
PERTANIAN SEBAGAI LAPANGAN USAHA DAN
LAPANGAN KERJA YANG DAPAT MENGHASILKAN
BARANG DAN JASA UNTUK MEMENUHI
PERMINTAAN PASAR DENGAN TUJUAN UNTUK
MEMPEROLEH NILAI TAMBAH YANG MAKSIMAL
SECARA KOMPETITIF
24
PERTANIAN MODEREN
berwawasan Agribisnis

• CARA PANDANG KEGIATAN PERTANIAN SEJAK “POINT OF


PRODUCTION” HINGGA “POINT OF CONSUMPTION” SECARA
SISTEMIK
• MEMANFAATKAN LINGKUNGAN STRATEGIS DENGAN
BERTUMPU PADA SUMBERDAYA WILAYAH, TERINTEGRASI,
TERPADU DAN BERSISTEM AGRIBISNIS
• BERCIRI : BERAKAR KUAT DI PEDESAAN, MENDUKUNG
PENGEMBANGAN WILAYAH DAN MEMANFAATKAN IPTEK
• PELAKUNYA SECARA KONSISTEN BERUPAYA MERAIH “NILAI
TAMBAH” BERKELANJUTAN BERDASAR MEKANISME PASAR
25
KESIMPULAN
 Dari gambaran periodisasi pembangunan per-tanian
dapat disimpulkan naik turunnya pertanian sangat
terkait dengan kebijakan ekonomi makro.

 Tidak ada kebijakan yang konsisten, sistematis, dan


terencana untuk mengembangkan sektor pertanian,
dengan menjadikan pembangunan pertanian sebagai
bagian penting dari kebijakan pembangunan
ekonomi nasional dan pengu-rangan kemiskinan
secara keseluruhan.

 Juga tidak ada kebijakan secara sadar untuk


menjadikan keunggulan komparatif di sektor
pertanian sebagai dasar membangun industri
berbasis pertanian.
TUGAS INDIVIDU
Menyusun makalah individu, max 10 hal. Tentang
pentingnya agribisnis dalam pembangunan pertanian
(topik : pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan
dan, peternakan).

Format makalah akan diupload di e-learning


TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai