Anda di halaman 1dari 76

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut Campbell (2002: 36) kata musik berasal dari kata Yunani

muse. Dalam mitologi Yunani dikenal bahwa Sembilan muse, dewi-dewi

bersaudara yang menguasai nyanyian, puisi, kesenian, dan ilmu

pengetahuan, merupakan anak Zeus (Raja Para Dewa) dengan Mnemosyne

(Dewi Ingatan). Dengan demikian, musik merupakan anak cinta ilahiah yang

keanggunan, keindahan, dan kekuatan penyembuhannya yang misterius itu

sangat erat hubungannya dengan tatanan maupun ingatan surgawi tentang

asal-usul dan takdir kita.

Pendidikan sangat penting untuk pengembangan kepribadian anak, di

lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Ada dua jenis pendidikan

yaitu pendidikan formal dan non formal. Pendidikan berawal dari usia dini

dan akan terus berkembang sampai batas waktu yang tidak dapat ditentukan,

karena pendidikan akan semakin maju mengikuti perkembangan zaman.

Salah satu pendidikan yang mampu merangsang kecerdasan anak usia dini

adalah pendidikan seni musik. Hal ini dibenarkan oleh pendapat Amstrong

(2002: 227) bahwa, pendidikan seni musik menjadi salah satu jenis

pendidikan yang mengasah kecerdasan musikal, yaitu kecerdasan dalam

menangkap ritme dan melodi dalam membangkitkan kemampuan

memecahkan masalah. Pendidikan seni music tentunya dapat dijadikan


sebagai terapi untuk mengasah kecerdasan anak. Kepekaan dan

keingintahuan anak terhadap suatu bunyi yang melibatkan rasa mampu

menjadi daya tarik tersendiri untuk anak usia dini.

Menurut Katie (2005:15) menjelaskan bahwa ajarkan musik dan

nyanyian di sekolah karena jenis musik itu sendiri bukan pemaksaan bagi

murid, menanamkan rasa ingin tahu akan musik yang lebih halus dalam

dirinya, rasa ingin yang akan ada selama hidupnya. Musik tidak boleh di

dekati dari sisi intelektual dan rasionalnya, juga tidak harus disampaikan

kepada anak itu sebagai sistem simbol aljabar, atau sebagai penulisan bahasa

rahasia yang tidak memiliki hubungan dengannya. Cara mereka harus di

asah untuk intuisi langsung.

Bermain sambil mengenal atau memainkan alat musik adalah salah

satu cara yang bisa di lakukan agar anak bisa mengenal musik dengan cara

yang menyenangkan sehingga anak dapat memperoleh hal baru yang dapat

diaplikasikan dalam hidupnya sebagai sesuatu pengalaman yang baru atau

untuk mengembangkan aspek–aspek perkembangan anak, hal lain yang

dapat dilakukan anak untuk mengenal alat musik adalah dengan

mendengarkan musik melalui media elektronik maupun mendengarkan

langsung musik yang di mainkan dengan menggunakan alat musik tertentu

mulai dari musik yang paling sederhana.

Mengenalkan anak pada alat musik merupakan hal yang cukup

penting karena dengan musik maupun alat musik tertentu maka anak akan

lebih peka terhadap persepsi bunyi yang ada di lingkungan sekitar anak
dengan berbagai macam bunyi irama yang sering diperdengankan anak

maka secara tidak langsung anak akan mengenal masing masing karakter

bunyi irama yang didengarnya. Dengan mendengarkan musik ataupun

memainkan alat musik sendiri anak akan lebih kreatif dan dapat

mengembangkan kreasi yang dimiliki sesain dengan imajinasinya anak juga

dapat lebih konsentrasi dengan apa yang sedang dilakukannya.

Untuk mencapai hal ini, maka diperlukan pemahaman tentang

optimalisasi kegiatan pembelajaran. Pendidik dapat memberikan materi

pembelajaran sesuai dengan perkembangan siswa. Salah satu upaya untuk

meningkat kan kualitas pembelajaran adalah melakukan implementasi

metode pembelajaran yang tepat. Metode adalah cara atau jalan yang

ditempuh, fungsi metode berarti sebagai alat untuk mencapai tujuan yang

sudah ditetapkan, atau dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk

mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan

nyata dan praktis untuk mencapai untuk mencapai tujuan pembelajaran

Sanjaya (2007:164)

Dari sekian banyaknya metode pembelajaran yang ada, maka salah

satunya adalah metode handsign yang dianggap efektif dalam pembelajaran

musik khususnya untuk pemula seperti yang digunakan oleh TK Kemala

Bhayangkari 62 dalam pembelajaran angklung. Metode ini adalah sebuah

konsep pendekatan pendidikan musik yang dikembangkan di Hungaria pada

pertengahan abad ke-20 oleh Zoltan Kodaly. Filsafatnya mengenai


pendidikan menjadi inspirasi bagi metode ini, yang kemudian dikembangkan

selama beberapa tahun oleh rekan-rekannya.

Menurut Cary (2012:182) langkah pertama ketarikan Kodaly pada

pendidikan music adalah bagaimana guru mengajar. Slogannya termasuk

musik untuk semua orang dan anak anak harus belajar membaca musik

ketika mereka belajar membaca. Metode Kodaly digunakan diseluruh

sekolah umum di Hungaria. Metode ini didasarkan pada mendengarkan,

bernyanyi, dan menciptakan lagu. Melalui mendengar, metode ini juga

menekankan pelatihan telinga sejak setiap instrument meniru nada

bernyanyi, pertama anak harus mendengar bagaimana nada harus terbentuk

pada instrumennya. Anak akan menjadi pemain yang lebih baik jika dia bisa

menyanyi dari potongan potongan ya ia mainkan.

Keunikan metode Kodaly dimana tekik yang sbelumnya terpisah

digabungan menjadi satu pendekatan terpadu yang di dudkung filsafat

Pendidikan musik. Metode Kodaly adalah hand sign atau metode menyanyi

tangan, metode ini digunakan sebagai kombinasi dari solfa. Guru hanya

dapat menggunakan sau tangan untuk satu nada ata kedua tangan untuk

menunjukan dua nada yang berbeda; dia bisa menampilkan perubahan akor

dengan menggunakan Hand Sign. Cary (2012:14-185)

Bogor merupakan salah satu daerah di Jawa Barat. Salah satu alat

musik tradisionalnya adalah angklung, sebagian besar TK di kota Bogor

menggunakan angklung sebagai salah satu kegiatan ekstrakulikuler yang

dipelajari. Dengan harapan sebagai pelestarian budaya yang lambat laun


mulai hilang. Banyak TK di kota Bogor yang berhasil dalam mengajarkan

angklung pada anak usia dini.

Mohd Zainal (2009:24) angklung adalah mainan alat music yang

seluruhnya terbuat dari bamboo. Suara angklung dihasilkan dari dalam

tubuh angklug tanpa menggunakan senar atau membrane ang membentang.

Oleh karena itu angklung sebagai alat perkusi idiophone.

Angklung umumnya berasal dari Jawa Barat. Menurut cerita rakyat

angklung adalah ala music festival pertanian dan juga digunakan selama

perayaan utuk membangkitkan semangat juang tantara. Itu juga terkait si

jawa tarian kuda-kuda. Pada 1920-an, itu digunakan sebagai mainan anak-

anak. Daeng Sutigna dari Bandung, seorang musisi, kemudian mulai

membangkitkan dan mempopulerkan angklung. Dia memperkenalkan nada

yang mirip dengan musik barat, menyusun pengaturan modern dan merekrut

lebih banak penggemr angklung. Mohd Zainal (2009:24)

Angklung merupakan salah alat musik tradisional asli Indonesia yang

berasal dari Jawa bagian barat. Angklung memiliki empat kharisma di mata

internasional yaitu, murah, sederhana, unik, dan berpendidikan seni. Selain

itu alat musik angklung mendapat sorotan istimewa dimata internasional

sebagai alat musik yang sederhana namun menakjubkan, karena

menghasilkan bunyi yang indah dan unik dari pipa-pipa bambu yang

dibenturkan. Suara yang dihasilkan angklung sangat khas. Keistemewaan

inilah yang membuat angklung terkenal sampai ke kanca internasional.


Setiap orang dapat memainkan alat musik angklung baik orang dewasa,

remaja, maupun anak-anak.

Angklung, merupakan alat musik tradisional terbuat dari bambu dan

di mainkan dengan cara digoyangkan. Ansor dalam Hani Indriani (2005:

14) mengemukakan keunggulan dari alat musik angklung, yaitu untuk

memainkan alat musik tersebut pemain tidak di tuntut memiliki

keterampilan dan bakat tertentu, sehingga hampir semua orang di yakini

dapat memainkan alat ini. Angklung juga mudah didapat karena selain dapat

membeli langsung angklung dapat dibuat sendiri dengan menggunakan

bahan baku lokal bersifat leksikal dan individual sehingga dapat

mengembangkan potensi kreativitas, musik serta nilai-nilai seseorang, dan

dapat mengakomodasi unsur-unsur musik dalam pengajaran, dan

pembelajaran dalam pendidikan seni. Hal ini menunjukan bahwa angklung

merupakan salah satu alat musik yang dapat digunakan pada pendidikan

musik di sekolah. Oleh karena itu penggunaannya dapat dijadikan sebagai

media pembelajaran musik atau sebagai sebuah permainan musik.

Menurut Cousins & Persellin (Walace, 1995) pendidik musik telah

menganjurkan penggunaan Curwen hand signs sebgai bantuan dalam

modalitas pemeblajaran kinestetik, salah satu dari beberapa modalitas gaya

belajar digambarkan sebagai saluran sensorik melalui informasi mana yang

diberikan dan diterima. Sebagai contoh, pelajar yang menggunakan gaya

pendengaran memilih untuk menggunakan suara mereka sebagai telinga;

pelajar visual lebih suka menggunakan mata mereka; dan pelajar kinestetik
lebih memilih untuk menggunakan keseluruhan keterlibatan tubuh dan

pengalaman langsung untuk memproses informasi.

Keistimewaan yang dimiliki angklung membuat para guru taman

kanak-kanak (TK) tergerak untuk membuat suatu pembelajaran angklung

untuk anak sebagai langkah awal penerapan pendidikan, seni khususnya seni

musik pada anak usia dini. Tk Kemala Bhayangkari 62 Bogor memiliki

program ekstrakurikuler musik untuk memperkenalkan kepada anak tentang

budaya asli Indonesia. Ekstrakulikuler tersebut adalah angklung.

Pembelajaran angklung dalam ekstrakulikuler musik di TK Kemala

Bhayangkari 62 Bogor menjadi favorit karena di dalam pembelajaran

angklung anak mendapat hal baru seperti mengenal angklung, mengetahui

asal usul angklung, memegang angklung, bahkan memainkan alat musik

bamboo ini. Pembelajaran angklung dalam ekstrakurikuler angklung akan

selalu dipertahankan dan ditingkatkan oleh pihak TK Kemala Bhayangkari

62 Bogor guna menggalakan dan menanamkan kedisiplinan dan pelestarian

budaya Indonesia dalam diri anak TK.

Peneliti tertarik terhadap pembelajaran angklung untuk anak usia dini

karena dewasa ini, di Indonesia pengenalan alat musik tradisional sedang

digalakan kepada para generasi muda untuk melestarikan budaya Indonesia.

Pemberdayaan alat musik tradisional saat ini agar alat musik tradisional

mendapat tempat dihati generasi muda. Terutama, pada alat musik tra-

disional ataupun musik tradisional. Tidak sedikit anak Indonesia yang

melirik alat musik yang terbuat dari bambu ini. Anak lebih menghargai
budaya bangsa Indonesia dengan mengenal dan melestarikan alat musik

angklung didalam warisan budaya bangsa yang mengungkap sesuatu yang

indah dan bermakna. Begitu pula dengan keberadaan alat musik angklung

yang merupakan warisan budaya Indonesia. Anak sekaligus generasi muda

akan menemukan sesuatu yaitu keunikan dari alat musik angklung.

Namun pada kenyataannya mengajarkan angklung di TK tidak

mudah, hal tersebut dikarenakan pada usia TK rentang konsentrasi anak

masih berkisar antara 5-10 menit. Oleh sebab itu untuk mencapai tujuan

pembelajaranya tugas guru adalah menyiapkan media yang menarik dan

sesuai dengan karakteristik pembelajaran anak dalam mengajarkan angklung

di TK.

Kebudayaan merupakan identitas nasional dan ciri khas dari suatu

bangsa, dimana melalui kebudayaan suatu negara dapat memperlihatkan ciri

khas negaranya yang tidak dimiliki oleh negara lain. Sehingga sudah

semestinya kebudayaan ini untuk dilindungi, dipertahankan, dilestarikan,

dan bahkan jika perlu dipromosikan kepada dunia. Jika suatu negara ataupun

warga negara tidak memiliki upaya untuk melidungi kebudayaannya, maka

tidak menutup kemungkinan akan berdampak buruk bagi negara itu sendiri,

misalnya seperti terjadinya pengklaiman kebudayaan yang dilakukan oleh

negara lain.

Seperti yang sudah terjadi sebelumnya, Angklung juga pernah

mendapat pengklaiman dari negara tetangga yaitu negara Malaysia. Setelah

mendapat pengklaiman, baru pemerintah Indonesia mendaftarkan angklung


sebagai warisan budaya Indonesia pada UNESCO (United Nations

Educational, Scientific, and Cultural Organization). Angklung merupakan

alat musik tradisional Indonesia yang terbuat dari bambu. Sebagai warisan

budaya, Angklung memiliki daya tarik bagi wisatawan. Berasal dari

kebudayaan sunda, Angklung juga mempunyai sejarah penting di sekitar

masyarakatnya.

Jika tidak ada inisiatif dari masyarakat Indonesia maupun pemerintah

untuk mempopulerkan Angklung, maka nantinya perjalanan Angklung

hanya sampai pada pematenannya oleh UNESCO dan tidak akan

berkembang diluar Indonesia. Padahal, Angklung juga telah ditetapkan

sebagai warisan budaya dunia. Sudah seharusnya Indonesia sebagai pemilik

budaya tersebut yang memulai untuk mempromosikan dan bahkan harus

mempopulerkannya agar semakin mendunia. Agar dapat terus

mempromosikan warisan budaya Indonesia ini, maka diperlukan peran serta

dari pemerintah maupun non-pemerintah dalam mempromosikan alat musik

Angklung ini kepada masyarakat Internasional, agar nantinya budaya yang

dimiliki bangsa Indonesia tersebut dapat dikenali oleh masyarakat dunia.

Menurut hasil observasi awal peneliti, peneliti menemukan masalah di

Tk Kemala Bhayangkari 62 tersebut pembelajaran musiknya menggunakan

metode kalsikal, dengan menunjukan kertas yang bertuliskan angka

sehingga anak lebih menghafal angka daripada pemahaman tentang nada.

Selain itu juga anak menjadi cepat bosan dan tidak adanya motivasi.
Dari uraian yang telah di paparkan tersebut di atas, bahwa peneliti

berkeinginan untuk melakukan penelitian di TK Kemala Bhayangkari 62.

Adapun judul yang yang digunakan dalam penelitian ini adalah “Bermain

Musik Angklung Melalui Metode Hand Sign Sebagai Kearifan Lokal di

Tk Kemala Bhayangkari 62 Kota Bogor”.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah anak memahami metode handsign untuk bermain

angklung di Tk Kemala Bhayangkari 62?


2. Apakah ada peningkatan dalam metode handsign untuk bermain

angklung?
C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pemahaman anak tentang metode handsign

untuk bermain musik angklung.

2. Untuk mengetahui peningkatan bermain angklung dengan metode

handsign.

D. Manfaat Penilitian

1. Manfaat Teoritis

Manfaat pembahasan khususnya bagi penulis adalah dapat mengetahui

hasil pembelajaran seni angklung dengan metode handsign

2. Manfaat Praktik

Khasanah penulisan karya tulis ilmiah ini menambah wawasan tentang

pengunaan metode handsign dalam pembelajaran seni angklung.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA
A. Bermain
Dunia anak adalah dunia bermain. Dalam kehidupan anak,

bermain mempunyai arti yang sangat penting. Bermain terungkap dalam

berbagai bentuk apabila anak-anak sedang beraktivitas. Dengan bermain

anak memperoleh pengalaman secara langsung dan dapat mengoptimalkan

seluruh aspek perkembangan anak, baik perkembangan sikap,

pengetahuan, keterampilan dan kreativitas yang diperlukan oleh anak

untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Ada beberapa

pendapat menurut para ahli terkait pengertian bermain. Seperti yang

dikemukakan oleh Montolalu (2008:1.18) bahwa:


Bermain bagi anak-anak mempunyai arti yang sangat penting
karena melalui bermain anak dapat menyalurkan segala
keinginan dan kepuasan, kreativitas, dan
imajinasinya.Melalui bermain anak dapat melakukan
kegiatan-kegiatan fisik, belajar bergaul dengan teman sebaya,
membina sikap hidup positif, mengembangkan peran suatu
jenis kelamin, menambah perbendaharaan kata, dan
menyalurkan perasaan tertekan.

Bemain dilakukan secara suka rela dan tidak ada paksaan atau

tekanan dari luar. Piaget menjelaskn bahwa bermain “teridir atas

tanggapan yang diulang sekedar untuk kesenangan fusngsional.” Menurut

Bettelheim kegiatan bermain adalah kegiatan yang “tidak mempunyai

peraturan lain kecuali yang ditetapkan pemain sendiri dan tidak ada hasil

akir yan di maksudkan dalam realitas luar: (Hurlock, 1997 :320).


Isitilah bermain berasal dai kata “main” yang mendapat

imbuhan “ber-an:. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, main adalah

berbuat sesuatu yang menyenangkan hati dengan menggunakan alata atau


tidak. Menurut Mayke S. Tdjasaputra yang penting dan perlu ada didalan

kegiatan bermain adalah rasa senang yang ditandai oleh tertawa (dalam

Nugroho, 2005).
Menurut Diana (2010) bermain adalah kegiatan yang sangat

pntin bagi perkembangan dan pertumbuhan anak. Bermain harus

dilakukan atas inisiatif anak dan atas keputusan anak itu sendiri. Bermain

harus dilakukan dengan rasa senang, sehinga semua kegiatan bermain

yang menyenangkan akan menghasilkan proses belajar pada anak.


Anak-anak belajar melalui permainan. Pengalaman bermain

ang menyenangkan dengan bahan, benda, anak lain, dan dukungan orang

dewasa membantu anak-anak berkembang secara optimal (Mutiah,

2010:91)
Menurut Soetjiningsih (1998) bermain adalah unsur yang

penting untuk perkmbangan ana baik fidik, emosi, mental, intelektual,

kreativitas, dan social. Anak usia sekolah aala usia berkelompok atau

sering disebut usia penyesuaian diri (church & Stone dalam Hurlock,

2008).
Jadi dapat disimpulkan bahwa bermain merupakan kegiatan

yang tidak mepunyai peraturan kecuali peraturan yang ditetapkan pemian

sendiri, bermain juga kebutuhan yang penting untuk anak, dengan bermain

anak bisa belajar berbagi hal slain utuk hiburan, bermain juga dapat

melatih kemampuan social anak terhadap teman sebaya, orang tua, dan

lingkungan sekitarnya. Bermain sangat bereperan penting bagi

perkembangan dan pertumbuhan anak sehingga anak dapat berkembang

dan umbuh sehat.


Adapun bermain dalam penelitan ini adalah bermain angklung

dapat menjadi hiburan dan menambah perkembangan dan pertumbuhan

pada anak.
B. Musik
A. Pengertian Musik
Menurut Campbell (2002: 36) kata musik berasal dari kata

Yunani muse. Dalam mitologi Yunani dikenal bahwa Sembilan muse,

dewi-dewi bersaudara yang menguasai nyanyian, puisi, kesenian, dan

ilmu pengetahuan, merupakan anak Zeus (Raja Para Dewa) dengan

Mnemosyne (Dewi Ingatan). Dengan demikian, musik merupakan

anak cinta ilahiah yang keanggunan, keindahan, dan kekuatan

penyembuhannya yang misterius itu sangat erat hubungannya dengan

tatanan maupun ingatan surgawi tentang asal-usul dan takdir kita.


Musik adalah suatu bunyi yang bisa didengarkan yang

mempunyai nadatersendiri sehingga menjadi bunyi yang enak

didengar. Menurut Kamus BesarBahasa Indonesia Musik adalah ilmu

atau seni menyusun nada atau suara diutarakan, kombinasi dan

hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi (suara) yang

mempunyai keseimbangan dan kesatuan, nada atau suara yang

disusunsedemikian rupa sehingga mengandung irama, lagu dan

keharmonisan (terutama yang dapat menghasilkan bunyi-bunyi itu).

Musik merupakan cara simbolis untuk mengekspresikan pikiran atau

suasana hati seseorang. (Armayanti : 2016)


Sedangkan menurut Bernstein & Picker (dalam Djohan, 2006)

musik adalah suara yang diorganisir ke dalam waktu. Musik juga

bentuk seni tingkat tinggi yang dapat mengakomodir interpretasi dan


kreativitas individu. Sekelompok orang dalam kegiatan musik tidak

pernah menunjukkan adanya 2 orang yang mengekspresikan musik

dengan cara yang mutlak sama.


Boyden dalam Diana musik dapat diartikan sebagai bahasa dari

emosi. Musik dapat memberikan kesenangan baik bagi yang

mendengarnya maupun bagi yang memainkannya. Banyak orang

memperoleh kesenangan yang sangat baik dalam kontak langsung

dengan music seperti bernyanyi, bertepuk tangan, tertawa, berayun-

ayun, melompat, berputar berbaris, menari. Dengan bermain music

menimbulkan semangat, menghilangkan ketegangan dan memberikan

suasana nyaman. (Dian Mutiah, 2010:170)


Pengertian musik itu sendiri adalah : ”Music is one of the

release and expression of feelings, moods and emotions”. (Claudia

Eliason dan Loa Jenkins, 2008: 353). Hal ini dapat diartikan bahwa

musik adalah salah satu cara untuk melepaskan dan mengekspresikan

perasaan, suasana hati dan emosi. Dalam berekspresi tersebut,

seseorang dapat menghasilkan suatu produk dalam bentuk lagu, lirik

dengan kemampuan bahasa dan imajinasi seseorang, simbol gambar

dalam bentuk notasi dan gerak dalam tarian. (Armayanti : 2016)


Dari pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

musik merupakan salah satu seni yang paling gampang di nikmati,

baik secara audio maupun visual. Dikatakan paling gampang karena

musik dari belahan dunia manapun bisa kita nikmati walaupun kita

tidak mengerti bahasanya, kita bisa merasakan keindahannya.

Menikmati alunan musik akan membawa kita menuju suasana yang


berbeda, suasana yang menyebarkan keindahan. Musik merupakan

suara yang disusun demikian rupa sehingga mengandung irama, lagu,

dan keharmonisan terutama suara yang dihasilkan dari alat-alat yang

dapat menghasilkan bunyi-bunyian.


Adapun musik yang terkait dalam penelitian ini adalah musik

angklung yang mempunyai irama dan kehamonisan suara yang

dihasilkan dari alat alat yang dapat menghasilkan bunyi-bunyian yang

dapat dimainakan oleh anak usia dini.

B. Unsur-unsur musik
Menurut Jamalus (1988: 7), pada dasarnya unsur-unsur musik

dapat dikelompokan atas: (1) Unsur-unsur pokok yaitu irama, melodi,

harmoni, dan bentuk/struktur lagu; (2) Unsur-unsur ekspresi yaitu

tempo, dinamik, dan warna nada.


a. Irama
Jamalus (1988: 7) mengartikan irama sebagai rangkaian gerak

yang menjadi unsur dasar dalam musik. Irama dalam musik terbentuk

dari sekelompok bunyi dan diam dengan bermacam-macam lama

waktu atau panjang-pendeknya, membentuk pola irama bergerak

menurut pulsa dalam ayunan birama.Irama merupakan gerak musik

yang teratur serta tidak tampak dalam lagu melainkan dapat dirasakan

setelah lagu tersebut dialunkan. Menurut Wagiman (2005: 52) Irama

merupakan gerak musik yang teratur serta tidak tampak dalam lagu

melainkan dapat dirasakan setelah lagu tersebut dialunkan. Irama

mempunyai keterkaitan erat dengan panjang pendeknya not dan berat


ringannya aksen pada not.Irama membuat musik terasa mempunyai

gerak.
Irama biasa juga disebut dengan ritme. Kita ketahui setiap

daerah atau negara mempunyai keunikan irama atau memiliki pola

irama yang berbeda antara daerah satu dengan yang lain yang dapat

menunjukkan ciri khas musik tempat tersebut, seperti contoh di

daerah Melayu mempunyai irama Melayu, di Timur Tengah ada irama

Arab, irama Spanyol. Perbedaan irama juga mempengaruhi feel atau

rasa musik yang disajikan misal menyajikan musik dengan irama

keroncong akan terasa seperti keroncong, dengan irama mars akan

merasa bersemangat dan sebagainya.


b. Melodi
Melodi sangat berpengaruh dalam penyajian musik, tanpa

melodi musik terasa kosong dan hambar. Melodi adalah susunan

rangkaian nada (bunyi dengan getaran teratur) yang terdengar

berurutan serta bersama dengan mengungkapkan suatu gagasan

(Jamalus, 1988: 16). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, melodi

yaitu susunan rangkaian tiga nada atau lebih dalam musik yang

terdengar berurutan secara logis serta berirama dan mengungkapkan

suatu gagasan.
c. Harmoni
Harmoni adalah keselarasan dua nada atau lebih yang berbeda

tinggi rendahnya yang dimainkan secara bersamaan dan terdengar

selaras. Rochaeni (1989: 34) mengartikan harmoni sebagai gabungan

beberapa nada yang dibunyikan secara serempak atau


arpegic(berurutan), walau tinggi rendah nada tersebut tidak sama

tetapi selaras kedengarannya dan mempunyai kesatuan yang bulat.

d. Bentuk/Struktur Lagu
Bentuk lagu atau struktur lagu adalah susunan serta hubungan

antara unsur-unsur musik dalam suatu lagu, sehingga menghasilkan

komposisi atau lagu yang bermakna (Jamalus 1988: 35).


e. Tempo
Tempo adalah kecepatan dalam memainkan suatu lagu dan

perubahan-perubahan dalam kecepatan lagu tersebut (Jamalus 1988:

38). Penulisanya di notasi musik, tempo menggunakan tanda atau

istilah tempo. Istilah-istilah tempo tersebut menggunakan bahasa

Italia, yang dimana sekarang sudah digunakan menjadi istilah musik

dan dipakai secara umum.


f. Dinamika
Penggunaan tanda dinamika sangat penting dalam sebuah sajian

musik, agar tidak terkesan monoton. Menurut Jamalus (1988: 38) kuat

lemahnya suara dalam suatu lagu atau musik disebut dinamik yang

dilambangkan dengan berbagai macam lambang antara lainforte,

mezzo forte, piano dan sebagainya. (1) Forte suara yang dibunyikan

dengan keras, (2) mezzo forte suara yang dibunyikan agak keras, (3)

cressendo suara yang dibunyikan makin keras, (4) piano suara yang

dibunyikan lembut; dan (5) conbrio suara yang dibunyikan dengan

bersemangat.

g. Warna Nada
Warna nada menurut Jamalus (1988: 40), didefinisikan sebagai

ciri khas bunyi yang terdengar bermacam-macam yang dihasilkan

oleh bahan sumber bunyi yang berbeda-beda dan yang dihasilkan oleh

cara memproduksi nada yang bermacam-macam pula.


Dapat disimpulkan unsur-unsur musik yaitu irama, melodi,

harmoni, bentuk/struktur lagu, tempo, dinamika dan warna nada.

Unsur-unsur musik ini sangat berkaitan dengan musik sehingga dapat

menghasilkan musik atau lagu yang tidak monoton dan bermakna

sehinnga dapat dinimati dan di mainkan.


Adapun unsur-unsur musik yang terkait dalam penelitian ini

adalah unsur musik yang digabungkan dapat membuat sebuah lagu

yang mudah dimainkan untuk musik angklung dan anak usia dini.
3. Jenis-jenis Musik
a. Musik tradisional
Musik tradisional adalah musik yang hidup dan

berkembang di kalangan suatu masyarakat secara turun

temurun dan tetap dipertahankan kelestariannya serta tetap

digunakan sebagai sarana dan media hiburan bagi dan oleh

masyarakat. Terdapat tiga komponen yang saling

mempengaruhi terhadap musik tradisional. Ketiga komponen

terebut adalah seniman, musik itu sendiri dan masyarakat

sebagai penikmat musik traditional. Ketiga komponen tersebut

sangat menentukan dalam mempersatukan persepsi antara

pemikiran seniman yang menyajikan musik tradisional tersebut

dan masyarakat sebagai penikmat tentang usaha bersama dalam

rangka mengembangkan dan melestarikan seni musik


tradisional serta menjadikan musik trasidional sebagai

perbendaharaan dan kelestarian seni di kalangan masyarakat,

sehingga musik tradisional dapat menyentuh tidak saja hanya

sebagai sarana hiburan masayarakat semata, tetapi juga dapat

memberikan pengaruh baik bahkan diharapkan mampu

meningkatkan pendapatan daerah dan pendapaan pada sektor

komersial umum (Kurdi, 2011: 20).

b. Musik Modern

Berbeda dengan musik tradisional, musik modern, tidak

lahir dari budaya suatu masyarakat tertentu, melainkan musik

modern tersebut dibangun berdasarkan satu aturan komposisi

yang jelas, seperti sistem notasi, tangga nada, tekstur, serta

instrumen yang dikenal masyarakat secara luas dan juga mudah

dipelajari (Kurdi, 2011: 27).

Selain itu musik modern sangat bersifat terbuka.

Artinya, komposisi dan gaya musik modern bisa sangat

dipengaruhi oleh berbagai pengalaman musikal para musisi

dari setiap masa. Dengan demikian, kritik terhadap suatu

komposisi musik tertentu menjadi hal yang sudah biasa dan

senantiasa dilakukan. Tidaklah mengherankan, apabila suatu

komposisi atau gaya musik modern tertentu menjadi menjadi

hilang atau ditinggalkan oleh masyarakat dan tergantikan

dengan gaya musik yang baru (Kurdi, 2011: 27-28).


Berdasarkan karakter dan sifat musik modern tersebut,

para ahli musik mengkategorikan musik modern sebagai musik

populer, yaitu musik yang secara umum diterima

keberadaannya serta disenangi oleh masyarakat pada kurun

waktu tertentu dan terus berlangsung ke kurun waktu

berikutnya yang tentu disesuaikan dan mengikuti

perkembangan kemajuan musik modern tersebut. Contoh jenis

musik populer yang berkembang di Indonesia sesuai aliran

dasarnya adalah musik jazz, rock, R & B, Country, dangdut,

reggae, dan pop (Kurdi, 2011: 28).

Dapat disimpulkan jenis jenis musik terdiri dari dua

jenis yaitu musik tradisional yang hidup dan berkembang di

kalangan masyarakat secara turun temurun dan tetap

diperthankan kelestariannya, sera musik modern yang tidak

hadir dari budaya atau masyarakat tertentu melainkan musik

modern satu aturan komposisi yang jelas dan mudah dipelajari.

Adapun jenis musik yang terkait dalam penelitian ini

adalah musik tradsional, musik angklung hidup dan

berkembang dikalangan masyarakat Jawa Barat secara turun

temurun dan diperatahankan kelestariannya.

C. Angklung
A. Pengertian Angklung
Angklung berdasarkan pengertian secara Etimologi adalah

berasal dari kata “angk” dan “lung”. Angk: artinya suara atau nada,
dan lung : artinya patah atau hilang. Jadi kat angklung dapat di artikan

nada/ surupan yang tidak lengkap, yaitu surupan selendro tetapi hanya

ada empat nada yang satu nada hilang. (Supriadi : 2006)


Menurut beberapa sumber, angklung adalah alat musik terbuat

dari bambu yang berasal dari Pulau Jawa, khususnya tanah Sunda.

Konon, alat musik angklung sudah ada di tatar Sunda semenjak zaman

Kerajaan Sunda. Beberapa catatan dari orang Eropa yang melakukan

perjalanan ke Tanah Sunda pada abad ke-19 mengatakan bahwa di

daerah ini sering terlihat "permainan" angklung oleh orang-orang

setempat. Angklung memang juga dikenal di daerah-daerah lain di

Pulau Jawa, tetapi di tanah Sunda alat musik ini lebih populer.

(Rosyadi : 2012)
Menurut Jamalus (1976: 109), angklung digolongkan ke

dalam alat musik idiophone. Alat musik idiophone artinya alat musik

yang sumber bunyinya dihasilkan dari alat itu sendiri bila disentuh atau

dipukul. Hal senada dinyatakan oleh Kusmargono (2012: 6) bahwa

angklung melodi memiliki dua bumbung nada. Bumbung nada depan

(kecil) bunyinya satu oktaf lebih tinggi dari bumbung nada belakang

(besar).
Angklung dibedakan menjadi dua yaitu angklung melodi dan

angklung pengiring. Ada beberapa ukuran angklung namun saat ini di

TK Kemala Bhayangkari 62 hanya ada angklung melodi yang

berukuran tanggung atau tidak terlalu kecil. Pemilihan lagu

disesuaikan dengan angklung yang ada, lagu yang dipilih pun

sederhanan dan mudah dipahami anak. mengenalkan angklung pada


anak usia dini tidak menggunakan partitur balok seperti yang

dilakuakan orang barat. Karena itu pada proses latihan angklung lebih

sering digunakan partitur angka. Partitur yang melambangkan nada

dengan angka 1 (do), 2 (re), 3 (mi), 4 (fa), 5 (sol), 6 (la), 7 (si).


Dari uraian di atas dapat disimpulakan bahwa angklung adalah

alat musik tradisional yang terbuat dari bambu dimainkan dengan cara

di goyangkan dan semua orang bisa memainkanya baik anak-anak

maupun orang dewasa.


Adapun angklung yang terkait dalam penelitian ini adalah

angklung yang di desain kecil sesuai dengan anak-anak sehingga

mudah dimainkan oleh anak-anak.


B. Teknik Bermain Angklung
Angklung dapat dimainkan dengan bermacam cara, tidak

hanya sekedar digetarkan. Terdapat teknik-teknik untuk memainkan

alat musik angklung dengan baik, antara lain yaitu (http://angklung-

webinstitute.com):
1. Menggetarkan angklung, atau dikrulung. Dikrulung yaitu

angklung dibunyikan dengan digetarkan (angklung) secara

panjang sesuai nilai nada yang dimainkan.


2. Membunyikan putus-putus, dipukul, atau dicentok.

Dicentonk yaitu angklung tidak dibunyuikan dengan cara

digetarkan, tetapi dengan cara dipukul ujung tabung dasar

horizontalnya dengan telapak tangan kanan untuk menghasilkan

centonk (seperti suara pukulan).


3. Menengkep, angklung dibunyikan dengan getaran secara

panjang sesuai nilai nada yang dimainkan, namun tidak seperti

biasanya, tabung yang kecil ditutup oleh salah satu jari atau
kengkepan (semacam penahan tabung kecil) sehingga tabung

kecil tersebut tidak berbunyi dan hanya tabung yang besar saja

yang berbunyi.

Seperti yang disampaikan oleh Bapak Daeng Soetigna,

dianjurkan oleh beliau untuk membunyikan nada angklung secara

bersambung, khususnya saat angklung harus dimainkan dengan cara

digetarkan atau dikrulung. Maksud dari membunyikan nada angklung

secara bersambung adalah bila ada dua nada yang dimainkan secara

berurutan, maka agar terdengar bersambung nada yang dibunyikan

pertama dibunyikan sedikit lebih panjang dari nilai nadanya, sehingga

saat nada kedua dimainkan nada pertama masih berbunyi sedikit

sehingga alunan nadanya terdengar bersambungan dan tidak putus.

Cara tersebut bagus digunakan ketika pementasan angklung

diselenggarakan (http://angklung-webinstitute.com).

Pasangan angklung yang dipegang oleh seorang pemain

sebaiknya telah meminimalkan jumlah bentrok angklung-angklung

tersebut saat digunakan untuk memainkan sebuah lagu. Pasangan

angklung yang dipegang tersebut harus dapat dimainkan secara

bergantian dengan enak oleh pemain. Pemain tidak boleh

memaksakan untuk memainkan angklung yang bentrok setelah

memainkan suatu nada angklung sehingga alunan nada pada lagu

tidak akan terdengar putus (http://angklung-webinstitute.com).


Angklung memiliki teknik permainan sendiri seperti halnya

instrument musik lainnya. Menurut Kusmargono (2012: 8 – 9) teknik

memegang dan membunyikan angklung yang baik dan benar adalah

sebagai berikut: Sikap umum memegang angklung:

1. Tangan kiri memegang ujung tiang depan.


2. Angklung menghadap ke atas kiri pemain.
3. Garis antara siku dengan pergelangan tangan kiri sejajar

dengan garis permukaan tanah.


4. Dipandang dari samping angklung harus tegak lurus rata

dengan tegak badan pemain.


5. Usahakan posisi angklung berada tepat di depan pinggul

kanan pemain.
6. Telunjuk bersama ibu jari tangan kanan memegang pangkal

bawah tiang belakang angklung, sedang jari tengah masuk ke

dalam lubang potongan sepatu angklung bagian belakang,

mengontrol tinggi rendah posisi angklung, dan bersama dengan

telunjuk dan ibu jari mengatur getaran angklung yang berpusat

pada pergelangan tangan kanan tersebut.


7. Bunyi angklung hanya diharapkan dari bagaimana cara

pemain memaju-majukan sepatunya.

Sikap khusus membunyikan angklung:

1. Bunyi panjang. Untuk mendapatkan bunyi yang panjang

dan stabil, angklung harus tegak lurus dengan lantai dilihat dari

segala arah. Gerak angklung bersumbu pada pergelangan

tangan kiri yang tak boleh bergerak.


2. Bunyi pendek. Angklung tetap tegak. Kendali pada tangan

kanan sangat ketat dan pendek.


3. Bunyi amat pendek (staccato). Angklung condong ke kiri,

dengan cara menarik pegangan tangan kanan ke samping.

Dibunyikan dengan pendek.


4. Angklung dipegang erat pada tangan kiri, sedang telapak

tangan kanan membentur-bentur pangkal belakang sepatu

angklung.
Dapat disimpulakan bawah teknik bermain angklung dengan

cara digetarkan secara puus-putus atau dipukul bagian ujung tabung

dengan telapak tangan sesuai dengan panjang nada yang di mainakan.


Adapun teknik bermain angklung dalam penelitian ini adalah

angklung yang kecil dapat di gunakan oleh anak usia dini karna

dimainakan hanya dengan di getarkan.


D. Kearifan Lokal
Kearifan lokal adalah identitas atau kepribadian budaya sebuah

bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap, bahkan

mengolah kebudayaan yang berasal dari luar/bangsa lai menjadi watak dan

kemampuan sendiri Wibowo (2015:17). Identitas dan Kepribadian tersebut

tentunya menyesuaikan dengan pandangan hidup masyarakat sekitar agar

tidak terjadi pergesaran nilai-nilai. Kearifan lokal adalah salah satu sarana

dalam mengolah kebudayaan dan mempertahankan diri dari kebudayaan

asing yang tidak baik.


Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan

serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan

oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam

pemenuhan kebutuhan mereka. Dalam bahasa asing sering juga

dikonsepsikan sebagai kebijakan setempat local wisdom atau pengetahuan


setempat “local knowledge” atau kecerdasan setempat local genious

Fajarini (2014:123). Berbagai strategi dilakukan oleh masyarakat setempat

untuk menjaga kebudayaannya.


Hal senada juga diungkapkan oleh Alfian (2013: 428) Kearifan

lokal diartikan sebagai pandangan hidup dan pengetahuan serta sebagai

strategi kehidupan yang berwujud aktifitas yang dilakukan oleh

masyarakat lokal dalam memenuhi kebutuhan mereka. Berdasarkan

pendapat Alfian itu dapat diartikan bahwa kearifan lokal merupakan adat

dan kebiasan yang telah mentradisi dilakukan oleh sekelompok masyarakat

secara turun temurun yang hingga saat ini masih dipertahankan

keberadaannya oleh masyarakat hukum adat tertentu di daerah tertentu.

Berdasarkan pengertian di atas dapat diartikan bahwa local wisdom

(kearifan lokal) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat local

yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan

diikuti oleh anggota masyarakatnya.


Selanjutnya Istiawati (2016:5) berpandangan bahwa kearifan

lokal merupakan cara orang bersikap dan bertindak dalam menanggapi

perubahan dalam lingkungan fisik dan budaya. Suatu gagasan konseptual

yang hidup dalam masyarakat, tumbuh dan berkembang secara terus-

menerus dalam kesadaran masyarakat dari yang sifatnya berkaitan dengan

kehidupan yang sakral sampai dengan yang profan (bagian keseharian dari

hidup dan sifatnya biasa-biasa saja). Kearifan lokal atau local wisdom

dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat local yang bersifat


bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh

anggota masyarakatnya.
Kearifan lokal menurut (Ratna,2011:94) adalah semen pengikat

dalam bentuk kebudayaan yang sudah ada sehingga didasari keberadaan.

Kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai suatu budaya yang diciptakan

oleh aktor-aktor lokal melalui proses yang berulang-ulang, melalui

internalisasi dan interpretasi ajaran agama dan budaya yang

disosialisasikan dalam bentuk norma-norma dan dijadikan pedoman dalam

kehidupan sehari-hari bagi masyarakat.


Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan

bahwa kearifan lokal merupakan gagasan yang timbul dan berkembang

secara terus-menerus di dalam sebuah masyarakat berupa adat istiadat, tata

aturan/norma, budaya, bahasa, kepercayaan, dan kebiasaan sehari-hari.


Adapun kearifan lokal dalam penilitian ini adalah alat musik

angklung yang merupakan salah satu kearifan lokal masyarakat Jawa

Barat.

E. Anak Usia Dini


1. Pengertian Anak Usia Dini

Anak usia dini sebagaimana dalam Undang-undang no. 20

tahun 2003 adalah anak sejak lahir sampai usia 6 tahun. Masa usia

dini (0-6 tahun) merupakan masa keemasan (golden age) dimana

stimulasi seluruh aspek perkembangan berperan penting untuk tugas

perkembangan selanjutnya. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa

sampai usia 4 tahun tingkat kapabilitas kecerdasan anak telah


mencapai 50%. Pada usia 8 tahun mencapai 80%, dan sisanya sekitar

20% diperoleh pada saat anak berusia 8 tahun keatas (Dirjen

PAUDNI, 2012:1).

Anak usia dini merupakan kelompok anak yang berada dalam

proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik, artinya

memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi

motoric kasar dan halus), kecerdasan (daya piker, daya cipta), sosio

emosional, bahasa, dan komunikasi. (Diana Mutiah: 2010)

Biechler dan Snowman dalam Sri Harini (2003: 55)

menjelaskan anak usia dini atau prasekolah adalah anak yang

biasanya mengikuti program prasekolah, program tempat penitipan

anak (3 bulan-5 tahun), kelompok bermain (usia 3 tahun) dan Taman

Kanak-Kanak (4-6 tahun). Anak usia dini yaitu anak yang dalam

tahapan perkembangan sering disebut dengan usia problematis,

menyulitkan dan usia bertanya.

Anak usia dini berdasarkan keunikan dan perkembangannya

dikelompokkan dalam tahapan: masa bayi lahir sampai 12 bulan,

masa batita atau toddler 1 sampai 3 tahun, masa prasekolah usia 3-6

tahun, dan masa kelas awal usia 6 sampai 8 tahun (Mansur, 2009:88).

Anak usia dini sebagaimana diungkapkan oleh Piaget berada pada

tahapan pra operasional yaitu tahapan ketika anak belum menguasai

operasi mental logis. Periode ini ditandai dengan berkembangnya

kemampuan menggunakan sesuatu untuk mewakili sesuatu dengan


menggunakan symbol-simbol. Melalui kemampuan tersebut anak

mampu berimajinasi atau berfantasi dengan berbagai hal (Barwami &

Novan Ardy Wiyani, 2012:85).

Dari beberapa definisi yang ada dapat diambil suatu

pengertian bahwa anak-anak usia dini adalah anak-anak di bawah usia

sekolah atau yang belum memasuki usia sekolah dasar, yaitu 0-6

tahun, namun sudah bisa dimasukkan pada pendidikan anak

prasekolah baik TK atau RA, maupun pendidikan non formal

(kelompok bermain, tempat penitipan anak, pos PAUD, Bina

Keluarga Balita dan sebagainya). Masa usia dini (0-6 tahun)

merupakan masa keemasan (golden age) yang akan mempengaruhi

perkembangan anak selanjutnya, sehingga diperlukan upaya

pembinaan yang tepat sehingga anak dapat mengembangkan

potensinya secara holistik baik moral dan agama, fisik/motorik,

kognitif, sosial, emosional, dan seni.

Adapun anak usia dini dalam penelitian ini adalah anak usia

TK yaitu usia 5-6 tahun.

2. Karakteristik Anak Usia Dini


Anak usia dini memiliki karakteristik yag berbeda dengan

orang dewasa, karena anak usia dini tumbuh dan berkembang dengan

banyak cara dan berbeda. Diana Mutiah (2010: 7) menjelaskan bahwa

anak usia dini memiliki karakteristik 1) masa peka; masa yang

sensitive dalam penerimaan stimulasi lingkungan. 2) masa egosentris;

sikap mau menang sendiri, selalu ingin dituruti sehingga perlu


perhatian dan kesabaran dari orang dewasa/pendidik. 3) masa

berkelompok; anak anak lebih senang bermain bersama dengan teman

sebayanya. 4) masa meniru; anak merupakan peniru ulung yang

dilakukan terhadap lingkungan sekitarnya. 5) masa eksplorasi; masa

menjelajahi pada anak dengan memanfaatkan benda-benda yang ada

disekitar.
Pendapat lain tentang karakteristik anak usia dini

dikemukakan oleh Sofia Hartati (2005: 8-9) sebagai berikut: 1)

memiliki rasa ingin tahu yang besar, 2) merupakan pribadi yang unik,

3) suka berfantasi dan berimajinasi, 4) masa potensial untuk belajar,

5) memiliki sikap egosentris, 6) memiliki rentan daya konsentrasi

yang pendek, 7) merupakan bagian dari mahluk sosial.


Sementara itu, Rusdinal (2005: 16) menambahkan bahwa

karakteristik anak usia 5-7 tahun adalah sebagai berikut: 1) anak pada

masa praoperasional, belajar melalui pengalaman konkret dan dengan

orientasi dan tujuan sesaat, 2) anak suka menyebutkan nama-nama

benda yang ada disekitarnya dan mendefinisikan kata, 3) anak belajar

melalui bahasa lisan dan pada masa ini berkembang pesat, 4) anak

memerlukan struktur kegiatan yang lebih jelas dan spesifik.

Berdasarkan karakteristik yang telah disampaikan maka dapat

diketahui bahwa anak usia 5-6 tahun (kelompok B), mereka dapat

melakukan gerakan yang terkoordinasi, perkembangan bahasa sudah

baik dan mampu berinteraksi sosial. Usia ini juga merupakan masa

sensitif bagi anak untuk belajar bahasa. Dengan koordinasi gerakan


yang baik anak mampu menggerakan mata-tangan untuk mewujudkan

imajinasinya kedalam bentuk gambar, Oleh karena itu, sebaliknya

rangsangan musik pada periode ini lebih diarahkan pada upaya

mendukung kebebasan melakukan aktivitas fisik dan peningkatan

kesadaran bagian tubuh (body awareness).

Adapun karakteristik anak usia 5-6 tahun dalam penelitian ini

adalah anak usia 5-6 tahun dapat memainkan alat musik angklung

dengan melakukan gerak yang terkoordinasi dengan cara

memainkannya digetarkan.

F. Metode Hand Sign dengan Pendekatan Kodaly


A. Metode Hand Sign
Selama tahun 1840-an, John Spencer Curwen mengembangkan

tanda tangan untuk menggunakan suku kata solfège (do re mi, dll.)

Berdasarkan Manual Sarah Glover dari Sistem Sol-fa Norwich. John

Curwen menciptakan hand sign untuk secara visual dan kinestetis

memperkuat suku kata solmisasi yang dapat digerakkan. Curwen

memasukkan hand sign ke dalam metode solfa toniknya, yang

menyebar ke seluruh sekolah inggris di abad ke-19 ketika musik vokal

menjadi subjek wajib (Rainbow, 1979). Penggambaran Hand Sign

Solfege Curwen. Versi ini mencakup kecenderungan nada dan judul

menarik untuk setiap nada.


Curwen merasakan perlunya cara sederhana mengajar cara

bernyanyi dengan catatan melalui pengalamannya di antara para guru

sekolah minggu. Berasal dari kepercayaan religius dan sosialnya,


Curwen berpikir bahwa musik harus mudah diakses oleh semua kelas

dan usia orang. Terlepas dari Glover, ide-ide serupa telah dijabarkan di

Prancis oleh Pierre Galin (1786-1821), Aimé Paris (1798–1866) dan

Emile Chevé (1804–1864), yang metode pengajarannya cara membaca

pada pandangan juga bergantung pada prinsip dari hubungan tonik

yang diajarkan oleh referensi setiap suara dengan toniknya, dan dengan

menggunakan notasi numerik. Curwen mengadaptasi nama waktu

Prancis dari Langue de durées Paris.


Hand sign curwen juga dapat menawarkan manfaat pragmatis

di luar potensi untuk meningkatkan akurasi vokal. Sebagai contoh,

seorang guru yang menggunakan hand sign dapat

mengkomunikasikan informasi pitch tanpa menyanyi (Reifinger, 2013)

atau berpaling untuk menggunakan papan (Demorest, 2001). Selain

itu, seorang guru dapat menggunakan rambu tangan untuk mendikte

ukuran dan keharmonisan, dengan satu kelompok siswa mengikuti

tangan kanan, sementara kelompok kedua mengikuti tangan kiri

(Demorest, 2001). Apalagi hand sign memungkinkan guru untuk

langsung menilai pemahaman siswa dengan cepat pemindaian visual

(Demorest, 2001; Reifinger, 2013).


Sementara hand sign memberikan beberapa manfaat potensial,

hand sign dapat menambah lapisan kompleksitas yang tidak diinginkan

pada tugas membaca musik yang sudah kompleks. Keterampilan

motorik pemula mungkin terbatas, dan penyelesaian tanda yang

berhasil mungkin mengurangi perhatian dari notasi membaca,


mengendalikan mekanisme vokal, atau mendengarkan dengan penuh

perhatian (Demorest, 2001; Martin, 1991). M. J. Phillips (2013)

mencatat bahwa "Mengajar hand sign bisa rumit, terutama untuk siswa

dengan disleksia atau ketidakmampuan membaca lainnya" (hlm. 62).

Demorest (2001) menulis tentang mengamati kelompok yang tampil

dengan hand sign, menyatakan "sering muncul seolah-olah hand sign

memperlambat mereka" (hlm. 42).


Pendidik musik telah menganjurkan penggunaan Hand Sign

Curwen sebagai bantuan dalam modalitas belajar kinestetik, salah satu

dari beberapa modalitas gaya belajar yang digambarkan sebagai

saluran sensorik melalui mana informasi diberikan dan diterima.

Misalnya, pelajar auditori lebih suka menggunakan suara dan telinga

mereka; pelajar visual lebih suka menggunakan mata mereka; dan

pelajar kinestetik lebih suka menggunakan keterlibatan seluruh tubuh

dan pengalaman langsung untuk memproses informasi (Wallace,

1995).
Hand Sign efektif sebagai alat pengajaran musik karena mereka

secara visual dan kinestetik memperkuat suara tinggi / rendah dan

hubungan intervallic antara nada yang dinyanyikan. Hand sign

memungkinkan guru untuk melihat apa yang dipikirkan siswa terutama

ketika suara kelas mungkin menutupi ini. Hand Sign memiliki waktu

dan sekali lagi terbukti meningkatkan intonasi dan akurasi nada siswa,

terutama pada tahap awal pengajaran. Hand Sign juga sangat berguna
untuk pekerjaan tingkat lanjut terutama ketika membangun kesadaran

harmonis.
Hand Sign dilakukan di depan tubuh dan sejalan dengan pusat

tubuh. Satu tangan atau kedua tangan (gambar cermin) dapat

melakukan Hand Sign. Untuk anak-anak yang lebih kecil, mungkin

lebih baik jika mereka menggunakan kedua tangan, terutama jika

mereka kurang dalam koordinasi motorik. Kadang-kadang, siswa yang

lebih tua juga dapat mengambil manfaat dari menggunakan kedua

tangan pada tahap awal, kemudian kembali ke tangan tunggal. Dengan

siswa yang lebih tua, sering kali merupakan ide yang baik untuk

mencoba berbagai cara dan membiarkan mereka memutuskan mana

yang paling nyaman bagi mereka.


Dapat disimpulkan metode Hand Sign memenuhi syarat baik

sebagai alat bantu belajar kinestetik dan visual, karena siswa secara

fisik membuat dan menggerakkan tanda-tanda tangan dan juga melihat

pola dalam tanda-tanda seperti yang digunakan. Tidak adanya tanda-

tanda tangan menciptakan lingkungan pembelajaran pendengaran

murni, tidak memberikan alat bantu visual atau kinestetik tambahan

yang digunakan di kelas.


Adapun metode hand sign dalam penelitian ini adalah metode

hand sign merupakan metode yang baik sebagai alat bantu belajar

bermain angklung dengan menggerakan tanda-tanda tangan agar

bermain musik angklung tidak monoton.


B. Metode Hand Sign dengan Pendekatan Kodaly
Wulandari (2012: 15) pendekatan musik menggunakan metode

Kodaly dititik beratkan pada penggunaan alat musik yang berasal dari

tubuh anak itu sendiri yang secara spesifik disebutkan suara anak.

Untuk memperkuat konsep birama baru, metode Kodaly menggunakan

berbagai gerakan untuk mengilustrasikan tempo ataupun ritmis, seperti

berjalan, berlari, berbaris, dan bertepuk tangan. Hal ini dapat dilakukan

sambil mendengar musik atau bernyayi.

Tubuh sebagai media ekspresi musik pada pendekatan

pembelajaran musik Kodaly dapat juga menggunakan tangan kita

sebagai ekspresi nada yang dimaksud. Dalam buku “Kodaly Today”

Houlahan (2015:156) menjelaskan

“...Hand signs physically and visually help orient


students to intervallic relationships as well as develop
audiation skills. They should be made with the whole arm and
be spatially placed to give an indication of position in the
scale...
...Singing songs and patterns with hand signs helps
develop intonation and inner-hearing skills.”

Dari paparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa hand sign

adalah pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk

mengilustrasikan nada dengan simbol atau posisi dan bentuk tangan

berbeda untuk setiap nadanya. Hand sign secara fisik dan visual sangat

membantu dalam perkembangan kemampuan solfegio anak. Metode

pengajaran musik yang diterapkan Kodaly memperhatikan

pendengaran dalam” yang berarti murid harus dapat membayangkan


nada dan melodi di dalam pikiran atau khayalannya. Hal ini dapat

dicapai melalui kegiatan bernyanyi ataupun bermain alat musik.

Gambar 2.1. Hand sign Musik Kodály

Penelitian ini menggunakan 7 simbol nada untuk melodi utama

yaitu do, re, mi, fa, sol, la, si, do yang akan diperagakan dengan tangan

kanan dan 3 simbol nada untuk akor pokok yaitu simbol nada do untuk

akor I, simbol nada fa untuk akor IV, dan simbol nada sol untuk akor V

yang akan diperagakan dengan tangan kiri. penggunaan simbol nada

ini nantinya akan diaplikasikan pada lagu “Medley (Cik cik periuk,

Cing cangkeling, dan Rasa Sayange) yang akan dipelajari

menggunakan angklung.

Ayu Sri Rahayu (2017:503) Metode Kodaly merupakan metode

yang berasal dari Hungaria dan pertama kali dipopulerkan oleh Zoltan

Kodaly. Metode ini menggunakan anggota tubuh di dalam

pembelajarannya. Salah satu teknik yang digunakan dalam Metode

Kodaly adalah hand signing dengan fungsi untuk membayangkan nada

serta mengetahui tinggi rendah nada dengan gerakan tangan. Selain

dengan hand signing, menurut Jamalus (Wibawa, 2013) Metode


Kodaly juga menggunakan tahap-tahap praktis dalam pembelajarannya

yaitu tonik solfa dan rhytm syllables.

Menurut Rina Wulandari (2013:53) Mengenai asal-usul Zoltán

Kodály, Kassner (2006: 49) menyatakan bahwa

Zoltán Kodály (1882-1967) was a composer,


ethnomusikologist, and advocad of musik education for
children. He and Béla Bartók collected songs in Hungary,
Romania, and other parts of southeastern Europe. Kodály,
Ph.D dissertation was on the stanzaic structure of
Hungarian folk song. He lectured on composition,
harmony, counterpoint, and orchestration at the Academy
of Musik in Budhapest from 1907 to 1940. His best known
works, including the Háry János Suite, Dances of
Marosszék, Dances of Galanta, and Summer Evening,
feature folk song and folk-like melodies for orchestral
instruments.

Kutipan di atas mempunyai arti kurang lebih sebagai berikut:

Zoltán Kodály (1882-1967) adalah seorang composer, ahli

ethnomusikologi, dan ahli dalam pendidikan seni untuk anak. Beliau

dan Béla Bartók mengumpulkan lagu-lagu dari Hungaria, Romania,

dan dari negara bagian tenggara dari benua Eropa. Disertasi Kodály,

Ph.D adalah tentang struktur stanzaic dari lagu Hungaria. Beliau

memberikan perkuliahan tentang composition (komposisi musik),

harmony (harmoni musik), counterpoint (nada pengiring), and

orchestration (orkestrasi) di Akademi Musik Budhapest dari tahun

1907 sampai tahun 1940. Karya terbaiknya adalah Háry János Suite,

Dances of Marosszék, Dances of Galanta, dan Summer Evening.


Kodály dalam DeVries (2001: 25) menyatakan bahwa melalui

penggunaan teorinya maka anak dapat terbantu dalam upaya

penstimulasiannya, berikut selengkapnya:

Kodaly, working in his native Hungary, advocated a


sequential and developmental musik program with
musikal literacy as its goal. The program is formed
around Kodaly's belief that (1) true musikal literacy-the
ability to read, write, and think musik-is the right of
every human being; (2) musik learning must begin with
the voice; (3) the education of the musikal ear must
begin in kindergarten and the primary grades (or
earlier) if it is to be completely successful; (4) musik
skills and concepts necessary for musikal literacy
should be taught with folk musik of the mother tongue;
and (5) only musik of unquestioned quality-both folk
and composed-should be used.

Berdasarkan kutipan di atas dapat diberikan penjelasan lebih

lanjut yaitu metode pembelajaran musik menggunakan pendekatan

Kodály dapat mendukung perkembangan anak, yaitu: 1) „melek‟

musik dapat membantu anak dalam proses membaca, menulis serta

dengan berpikir secara musikal hak dan dapat dilakukan tiap manusia;

2) belajar musik harus dimulai dari bunyi itu sendiri; 3) mendengarkan

musik harus dimulai sedini mungkin untuk mendukung perkembangan

anak ke depan. Janin usia 4 bulan telah dapat mendengarkan bunyi

yaitu bunyi detak jantung sang ibu. Oleh karena itu, ibu sebagai

lingkungan pertama si anak dalam pembelajaran musik pasti ingin

memberikan yang terbaik untuk „titipan‟ Tuhan YME tersebut.

Maka musik sebagai salah satu hal yang ada dilingkungan

hendaknya juga diberikan secara tepat. Musik yang diberikan


hendaklah mengandung hal-hal yang membuat sang ibu menjadi

tenang. Tidak terpaku pada musik klasik saja, namun juga musik-

musik yang membuat tenang yang ada di lingkungan ibu berada, dan

4) kemampuan musikal dan konsep musik hendaknya diajarkan

melalui lagu rakyat karena lagu rakyat adalah lagu yang tidak

diragukan lagi akan sumbangan dalam dunia pendidikan. Lagu rakyat

dalam kutipan ini adalah jenis lagu rakyat Hongaria tempat Kodaly

berada. Penggunaan lagu rakyat diperbolehkan menggunakan lagu

selain lagu rakyat Hongaria. Hal ini dikarenakan keadaan social

budaya yang berbeda dari masing-masing tempat.

Kodály dalam teorinya menyatakan bahwa penggunaan lagu

rakyat Inggris dan Hongaria sangat cocok untuk anak. Namun DeVries

(2001: 26) menyatakan bahwa pendidikan pada anak hendaknya juga

dikaitkan tidak hanya dengan perkembangan anak namun juga keadaan

sosial dimana anak itu berada. Pembelajaran pada anak harus

melibatkan anak itu sendiri termasuk perkembangan social dimana

tempat anak itu berada. Tidak hanya musik Inggris dan Hongaria saja

yang dapat digunakan untuk pembelajaran pada anak usia dini, musik

dengan karakter lainpun (klasik, pop) yang sesuai dengan

perkembangan anak dapat digunakan dalam PBM. Berikut

selengkapnya:

Certainly the quantity of English and Hungarian folk song


material is greater than the Australian repertoire; however,
the exclusive use of such song material lacks relevance to
Australian children and goes against Kodaly's philosophy. As
Jerome Bruner asserts, education must have social relevance
and personal relevance to the child.13 Teaching specific
musikal skills and concepts is not enough if the musik itself
does not engage students. A musikal repertoire (folk musik,
classical musik, and popular musik) that is relevant and
engaging to students can be used to develop musikal skills and
concepts within a sequential, developmental musik program. It
is a matter of seeking out this repertoire.

Begitu juga pernyataan Kassner (2006: 51) yang memberikan

informasi kepada kita bahwa guru dapat menggunakan lagu rakyat

daerahnya sendiri dalam membelajarkan musik untuk anak usia dini,

berikut selengkapnya:

“For American teachers, not only Western European art


musik, but also the many coexisting musikal cultures of
America society present rich recources of good musik for
use with children. Some popular musik is equally vibrant,
with beautiful melodies, exciting rhythms, and resonant
timbres

bagi guru di Amerika, dalam pembelajaran musik untuk

anak, tidak hanya menggunakan lagu Eropa saja namun

juga lagu-lagu Amerika dengan karakter unsur-unsur

musiknya yang sama dengan karakter musik Hongaria

dimana diantaranya adalah yang terdapat dalam lagu rakyat.

Pendekatan pembelajaran musik menggunakan Kodály System

dititik beratkan pada penggunaan alat musik yang berasal dari tubuh

anak itu sendiri yang secara spesifik disebutkan suara anak. Berikut

kutipan selengkapnya: “One aspect of Kodaly's vision for musik

education is the emphasis on using "the child's own natural

instrument-the voice (Kodály dalam DeVries, 2001: 25). Dalam


metode Kodály juga mencakup penggunaan gerakan ritmis, sebuah

teknik yang terinspirasi oleh karya musik pendidik Swiss Emile

Jaques-Dalcroze. Kodály akrab dengan teknik Dalcroze dan sepakat

gerakan yang merupakan alat penting untuk internalisasi ritme. Untuk

memperkuat konsep berirama baru, metode Kodály menggunakan

berbagai gerakan berirama, seperti berjalan, berlari, berbaris, dan

bertepuk tangan. Hal ini dapat dilakukan sambil mendengarkan musik

atau bernyanyi.

Dari kutipan di atas nampak bahwa pendekatan Kodály

mengalami penggabungan dengan pendekatan Dalcroze. Dapat

disimpulkan bahwa pembelajaran musik untuk anak dapat

menggunakan lagu rakyat yang kental akan tauladan dimana dalam

proses pembelajarannya melibatkan tubuh anak sebagai media

pembelajarannya. Berikut contoh anggota tubuh anak yang digunakan

sebagai media pembelajaran musik

Tubuh sebagai media ekspresi musik (Curwen) pada pendekatan

pembelajaran musik Kodály


Gambar 2.2. Hand Sign musik Kodály

Berikut hasil kreasi dalam bentuk lain:

Gambar 2.3. Kreasi Hand Sign

Nampak dalam gambar anak yang memegang beberapa bagian

tubuhnya. Bagian tubuh yang dipegang berfungsi sebagai media

pembelajaran musik.

 Nada do rendah menggunakan gambar anak yang memegang ujung

jari kaki.

 Nada selanjutnya yaitu nada re menggunakan gambar anak yang

memegang lutut.

 Nada mi menggunakan gambar anak dengan posisi berdiri tegak

dan kedua tangan lurus ke bawah.

 Nada fa menggunakan gambar anak dengan posisi berkacak

pinggang.

 Nada sol menggunakan gambar anak dengan posisi menyilangkan

kedua tangan di depan dada.


 Nada la menggunakan gambar anak dengan posisi memegang

kedua pundak.

 Nada si menggunakan gambar anak dengan posisi memegang

kedua pita rambut dan nada di tinggi disimbolkan dengan mengangkat

kedua tangan lurus ke atas.

Perlu diperhatikan, antara nada mi ke fa dan nada si ke do mempunyai

karakter „dekat‟, sehingga jika Anda ingin berkreasi dan berekspresi

menggunakan symbol anggota tubuh anak yang lain maka perlu diperhatikan

antara kedua nada tersebut. Selamat berkreasi.

Gambar 2.4. benda-benda di lingkungan anak


sebagai media pembelajaran musik

Seiring dengan perkembangan anak bahwa anak telah mengenal

beberapa warna (biru, merah, kuning) serta konsep bentuk (bundar, segi tiga

dan semacamnya) maka dapat juga dalam pembelajaran musik menggunakan

symbol benda di sekitar anak sebagai ekspresi nada yang dimaksud,

misalnya:

Campbell (2002: 204-205) menguraikan tentang pendekatan

Kodaly dalam pembelajaran musik pada anak. Zoltán Kodály (baca: Koh-

DAI), seorang komponis dan kolektor musik rakyat asal Hungaria,


mengembangkan kurikulum berbasis lagu dan gerak untuk anak. Sebagai

contoh, ketika Anda mungkin melihat pembelajaran musik, anak duduk di

kelas sambil menggerakkan tangannya mengikuti tangga nada sambil

bernyanyi atau mendengarkan musik rekaman, maka sang guru mungkin

sedang menerapkan metode Kodály. Kodály percaya bahwa lagu-lagu

rakyat dan tradisional dapat menyambung rasa anak-anak dengan

masyarakat. Dalam lagu rakyat anak dapat dikenalkan pada pelestarian

nilai-nilai masyarakat serta bagaimanakah moral itu. Kodály

menggunakan tangga nada pentantonik mulai Gregorian sampai dengan

Debussy.

Dapat disimpulkan Metode Kodaly merupakan metode yang

menggunakan anggota tubuh di dalam pembelajarannya. Salah satu teknik

yang digunakan dalam Metode Kodaly adalah hand signing dengan

fungsi untuk membayangkan nada serta mengetahui tinggi rendah nada

dengan gerakan tangan.

Adapun metode Kodaly dalam penelitian ini bermain angklung

dengan metode hand sign agar dapat memudahkan anak mengetahui

tinggi rendah nada. Dalam penelitian ini bentuk bentuk nada handsign

peneliti mendesain simbol-simbol nada sebagai berikut:

1. Do : bola, 5. So : baju

2. Re : strawberry, 6. La : apel

3. Mi: ulat, 7. Si : kupu-kupu

4. Fa : anggur, 8. Do : lemon
G. . Bermain Musik Angklung Melalui Metode Hand Sign

Sebagai Kearifan Lokal Di Tk Kemala Bhayangkari 62 Kota Bogor

Metode Kodaly merupakan metode yang berasal dari Hungaria

dan pertama kali dipopulerkan oleh Zoltan Kodaly. Metode ini

menggunakan anggota tubuh di dalam pembelajarannya. Salah satu teknik

yang digunakan dalam Metode Kodaly adalah hand signing dengan fungsi

untuk membayangkan nada serta mengetahui tinggi rendah nada dengan

gerakan tangan.

Metode ini didasari atas pola pembelajaran bahasa yakni dimulai

dengan aural, menulis, baru membaca. Aural berarti musik diperdengarkan

dan diikuti oleh siswa, setelah itu melakukan gerakan tangan untuk

menandakan tinggi rendah nada. Menulis yakni mengkontruksi

pengalaman bernyanyi dan bergerak dalam tulisan/simbol notasi.

Sedangkan membaca dilakukan sebagai penguatan untuk menyadari

keterkaitan antara pengalaman bermusik dan pengetahuan notasi. Manfaat

metode handsign dalam bermain angklung meningkatkan musikalitas

anak. Musikalitas anak dapat dilihat dari seberapa jauh anak mampu

memahami dan menerapkan musik dalam kehidupan sehari-harinya

melalui kemampuan membaca setiap not yang ada dalam musik.

Pengaruh menggunakan metode handsign dalam bermain

angklung: 1. Mengembangkan semaksimal mungkin musikalitas bawaan

hadir pada semua anak, 2. Membuat bahasa musik dikenal anak-anak;


untuk membantu mereka menjadi terpelajar secara musik dalam arti kata

sepenuhnya - dapat membaca, menulis, dan menciptakan dengan kosakata

musik, 3. Membuat warisan musik anak-anak - lagu-lagu rakyat dari

bahasa dan budaya mereka - diketahui oleh mereka, 4. Memberikan

kepada anak-anak musik seni yang hebat di dunia, sehingga melalui

pertunjukan, mendengarkan, mempelajari, dan menganalisis karya besar

mereka akan menyukai dan menghargai musik berdasarkan pengetahuan

tentang musik.

Dampak yang di dapatkan anak dengan menggunakan metode

handsign Teknik hand sign merupakan teknik pengajaran musik dengan

merubah fungsi notasi menjadi gerak tangan. Penamaan nada mulai dari

do sampai dengan si digunakan dengan bentuk-bentuk yang mudah

dipahami. Teknik ini dapat dilakukan dalam pembelajaran ansambel

dengan membagi kelompok nada atau instrumen musik. Aktifitas

membaca notasi musik ini dimulai dengan berlatih membaca notasi lagu-

lagu yang di kenal oleh anak.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan menggunakan

pendekatan eksperimen. Menurut Arikunto (2010:12), penelitian kuantitatif


banyak dituntut menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran

terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya. Demikian juga pemahaman

akan kesimpulan penelitian akan lebih baik apabila juga disertai dengan tabel,

grafik, bagan, gambar atau tampilan lain. Berdasarkan jenis pendekatan menurut

timbulnya variabel, dan jenis pendekatan menurut desain atau rancangan

penelitiannya (yang sebenarnya masuk dalam pendekatan eksperimen) (Arikunto,

2010:84).

Penilitian ini termasuk dalam True Experimental Design, yaitu jenis-jenis

eksperimen yang dianggap sudah baik karena sudah memenuhi persyaratan. Yang

dimaksud dengan persyaratan dalam eksperimen adalah adanya kelompok lain

yang tidak dikenal eksperimen dan ikut mendapatkan pengamatan. Dengan

adanya kelompok lain yang disebut kelompok pembanding atau kelompok kontrol

ini akibat yang diperoleh dari perlakuan dapat diketahui secara pasti karena

dibandingkan dengan yang tidak mendapat perlakuan (Suharsimi Arikunto,

2010:86).

Desain penelitian ini menggunakan desain Control Group Pre-Test Post-

Test. Menurut Arikunto (2006: 51) mengemukakan bahwa “Desain penelitian

adalah rencana atau rancangan yang dibuat oleh peneliti, sebagai ancar-ancar

kegiatan, yang akan dilaksanakan”. Fokus penelitian yang akan diteliti adalah

pengaruh hasil pembelajaran bermain angklung metode handsign. Desain ini

dirancang dengan mengelompokan anggota-anggota kelompok eksperimen A dan

kelompok B sebagai kelompok kontrol. Kemudian dilakukan pretest (01) pada

kedua kelompok tersebut, dan diikuti intervensi (X).Setelah beberapa waktu


dilakukan posttest (02) pada kedua kelompok tersebut. Rancangan ini dapat

digambarkan sebagai berikut:

Pretest Perlakuan Posttest

Kel. Eksperimen (A) 0A1 XA 0A2


0B1 XB 0B2
Kel. Eksperimen (B)

Gambar 3.1 desain Control Group Pre-Test Post-Test

Sumber: Suharsimi Arikunto (2006:86)

Keterangan:

0A1 = Pre-test

0B1 = Pre-test.

XA =Treatment menggunakan latihan drilling

XB = Tidak diberikan Treatment menggunakan latihan drilling

0A2 = Post-test

0B2 = Post-test

B. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel


1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila seseorang ingin

meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penilitian, maka penelitiannya

merupakan penelitian populasi. Studi penelitiannya juga disebut studi populasi

atau studi sensus (Arikunto, 2010: 130). Populasi dalam penelitian ini yaitu
seluruh anak usia 5-6 tahun pada TK Kemala Bhayangkara 62 Kota Bogor yang

berjumlah 30 orang.

2. Sampel Penelitian dan Teknik Pengambilan Sampel

Arikunto (2010: 131), sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang

diteliti. Dalam penelitian ini semua anggota populasi dijadikan sumber data,

seluruh anak usia 5-6 tahun yang bersekolah di TK Kemala Bhayangkara 62 Kota

Bogor, yaitu 30 anak. Cara pengambilan sampel tersebut didasarkan pada

pendapat Sugiyono (2012:85) mengatakan bahwa: sampling jenuh adalah teknik

penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini

sering dilakukan bila jumlah populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering

dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil kurang dari 20 orang yang ingin

membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil.

Pelaksanaan treatment dilakukan dengan cara membagi sampel dalam 2

kelompok yaitu: kelompok A diberikan latihan metode handsign dan kelompok B

melakukan latihan namun tidak diberikan latihan metode handsign. Pembagian 2

kelompok tersebut dirangking dari skor tertinggi sampai terendah seberapa baik

cara bermain angklung kemudian disusun dengan cara zig-zag, sehingga

kelompok yang didapat mempunyai kemampuan yang seimbang.

C. Variabel Penelitian

Variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian

suatu penelitian (Arikunto, 2006: 118). Dalam penelitian kuantitatif ini

menggunakan dua yakni variabel bebas dan variable terikat.


Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi

sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat, variabel bebas dalam

penelitian ini yakni cara bermain angklung.

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi

sebab perubahannya atau timbulnya variabel bebas, variabel terikat dalam

penelitian ini yakni hasil pembelajaran bermain angklung metode handsign.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti

dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih

baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah

(Arikunto, 2010: 203).

Langkah selanjutnya peneliti melakukan penelitian dengan cara:

Tabel 3.1. Kisi-kisi Penilaian Kemampuan Handsign

No Indikator Alternatif jawaban Nilai

1 Simbol- 1. Anak dapat 1. Do = Bola 7-8 =


simbol menyebutkan 2. Re = 5
tangga nada Strawberry
dengan urut Do 3. Mi = Ulat 6-7 =
4. Fa = Anggur 4
Re Mi Fa So La Si
5. So = Baju
Do 6. La = Apel 4-5 =
2. Anak dapet 7. Si = Kupu- 3
menyebutkan kupu
tangga nada 8. Do = Lemon 2-3 =
secara terbalik Do 2
Si La So Fa Mi Re
Do 0-1 =
3. Anak dapat 1
menyebutkan
tangga nada
secara tidak urut
Re La Fa Do Si
Mi So Do
4. Anak dapat
menyebutkan
tangga nada
secara tidak urut
So Do La Mi Do
Si Fa Re
5. Anak dapat
menyebutkan
tangga nada
secara tidak urut
Mi Do La So Fa
Re Do Si
2 Tinggi dan 1. Anak dapat 1. Anak
Rendah memainkan mampu
angklung dengan membunyikan
tangga nada urut nada tinggi
Do Re Mi Fa So dengan tepat dan
La Si Do baik.
2. Anak dapat 2. Anak
memainkan mampu
angklung dengna membunyikan
tangga nada nada tinggi
secara terbalik Do dengan baik
Si La So Fa Mi Re 3. Anak
Do mampu
3. Anak dapat membunyikan
memainkan nada rendah
angklung dengan dengan tepat dan
tangga nada baik
secara tidak urut 4. Anak
Re La Fa Do Si mampu
Mi So Do membunyikan
4. Anak dapat nada rendah
memainkan dengan baik
angklung dengan 5. Anak tidak
tangga nada mampu
secara tidak urut membunyikan
So Do La Mi Do nada tinggi dan
Si Fa Re rendah.
5. Anak dapat
memainkan
angklung dengan
tangga nada
secara tidak urut
Mi Do La So Fa
Re Do Si
3 Panjang dan 1. Anak dapat 1. Anak
Pendek memainkan mampu
angklung dengan membunyikan
tangga nada urut nada panjang
Do Re Mi Fa So dengan tepat dan
La Si Do baik.
2. Anak dapat 2. Anak
memainkan mampu
angklung dengna membunyikan
tangga nada nada tinggi
secara terbalik Do dengan baik
Si La So Fa Mi 3. Anak
Re Do mampu
3. Anak dapat membunyikan
memainkan nada rendah
angklung dengan dengan tepat dan
tangga nada baik
secara tidak urut 4. Anak
Re La Fa Do Si mampu
Mi So Do membunyikan
4. Anak dapat nada rendah
memainkan dengan baik.
angklung dengan 5. Anak tidak
tangga nada mampu
secara tidak urut membunyikan
So Do La Mi Do nada tinggi dan
Si Fa Re rendah.
5. Anak dapat
memainkan
angklung dengan
tangga nada
secara tidak urut
Mi Do La So Fa
Re Do Si
Lagu lihat 1. Anak dapat 1. Anak
kebunku memainkan mampu
angklung lagu memainkan
lihat kebunku angklung lagu
pada bait pertama lihat kebunku
2. Anak dapat dengan baik dan
memainkan tepat.
angklung lagu 2. Anak hanya
lihat kebunku mampu
pada bait kedua memainkan
3. Anak dapat angklung lagu
memainkan lihat kebunku
angklung lagu dengan tepat.
lihat kebunku 3. Anak hanya
pada bait ketiga mampu
4. Anak dapat memainkan
memainkan angklung lagu
angklung lagu lihat kebunku
lihat kebunku dengan baik.
pada bait 4. Anak hanya
keempat mampu
5. Anak tidak memainkan
mampu angklung lagu
memainkan lihat kebunku
angklung lagu mengikuti teman
lihat kebunku 5. Anak tidak
padabait pertama mampu
dan seterusnya memainkan lagu
lihat kebunku
Lagu burung 1. Anak dapat 1. Anak
kaka tua memainkan mampu
angklung lagu memainkan
burung kaka tua angklung lagu
pada bait pertama burung kaka tua
2. Anak dapat dengan baik dan
memainkan tepat.
angklung lagu 2. Anak hanya
burung kaka tua mampu
pada bait kedua memainkan
3. Anak dapat angklung lagu
memainkan burung kaka tua
angklung lagu dengan tepat.
burung kaka tua 3. Anak hanya
pada bait ketiga mampu
4. Anak dapat memainkan
memainkan angklung lagu
angklung lagu burung kaka tua
burun kaka tua dengan baik.
pada bait 4. Anak hanya
keempat mampu
5. Anak dapat memainkan
memainkan angklung lagu
angklung lagu burung kaka tua
burung kaka tua mengikuti teman
pada bait kelima 5. Anak tidak
mampu
memainkan lagu
burung kaka tua
Angklung 1. Anak dapat 1. Anak
secara acak memainkan mampu
angklung tidak memainkan
sesuai dengan angklung dengan
tangga nada baik dan tepat.
pertama 2. Anak
2. Anak dapat mampu
memainkan memainkan
angklung tidak angklung dengan
sesuai dengan tepat.
tangga nada 3. Anak
kedua mampu
3. Anak dapat memainkan
memainkan angklung dengan
angklung tidak baik.
sesuai dengan 4. Anak hanya
tangga nada mampu
ketiga memainkan
4. Anak dapat angklung
memainkan mengikuti tema
angklung tidak 5. Anak tidak
sesuai dengan mampu
tangga nada memainkan
keempat angklung.
5. Anak dapat
memainkan
angklung tidak
sesuai dengan
tangga nada
kelima

Sumber: Kassner (2010: 157)

Pelaksaaan tes dilakukan memalui pengatan secara langsung kepada setiap

anak yang dijadikan subyek penelitian. Jumlah skor yang didapatkan dicocokkan

dan diolah dengan daftar penilaian, sehingga hasil tes ini merupakan murni dari

kemampuan yang dimiliki siswa.

E. Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdapat beberapa tahap dalam prosedur penelitian yaitu,

tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap akhir.

Adapun tahapannya sebagai berikut;

1. Pada tahap persiapan yaitu,

a. Penulis melakukan survei lapangan pada tempat yang akan

digunakan untuk penelitian;

b. Penulis memohon ijin untuk melakukan penelitian kepenanggung

jawab TK Kemala Bhayangkara 62 Kota Bogor;


c. Setelah mendapatkan ijin dari penanggung jawab, maka penulis

melakukan mempersiapkan alat dan perlengkapan penelitian.

2. Tahap pelaksanaan yaitu,

a. Sebelum diberi perlakuan terlebih dahulu semua subyek penelitian

dikondisikan terhadap lingkungan penelitian;

b. Penulis memberikan pengarahan terlebih dahulu kepada sampel

tentang cara pelaksanaan penelitian;

c. Pada awal dilaksanakan tes terlebih dahulu dilakukan pengambilan

data awal;

d. kemudian diberi perlakuan/latihan berupa latihan handsign selama

12 kali pertemuan;

d. Pada akhir dilaksanakan pengambilan data tes handsign.

Pada tahap akhir yaitu, data yang sudah diperoleh kemudian dianalisis untuk

menjawab masalah penelitian atau menyimpulkan penelitian serta merumuskan

hasil penelitian.

F. Teknik Analisis Data


Analisis data merupakan serangkaian pengamatan terhadap sesuatu

variabel yang diambil dari data ke data dan dicatat menurut urut-urutan terjadinya

serta disusun sebagai data statistik. Dalam penelitian ini teknik analisis data

menggunakan teknik regresi dan korelasi sederhana dan ganda. Pelaksanaan uji

hipotesis penelitian, setelah data diperoleh dari hasil pengukuran selanjutnya dan

analisis dengan teknik regresi dengan program bantu statistik SPSS for windows

release 23 (Singgih Santoso, 2002: 125).


i. Uji Prasyarat Analisis

a. Uji nomalitas

Uji normalitas data penelitian ini menggunakan uji normalitas data

dengan menggunakan rumus kolmogorov smirnov melalui perhitungan

dengan program manual. Kriteria uji jika signifikansi > 0,05 data

dinyatakan normal, sebaliknya jika signifikansi < 0,05 data dinyatakan

tidak normal. Uji normalitas dapat dilihat dengan menggunakan

pendekatan SPSS 23.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas berguna untuk mengkaji kesamaan sampel yaitu

seragam atau tidak varian sampel yang diambil dari populasi. Kaidah

homogenitas jika p > 0.05, maka tes dinyatakan homogen, jika p < 0,05,

maka tes dikatakan tidak homogen. Untuk uji homogenitas menggunakan

Test of Homogenity of Variances dengan bantuan SPSS 23.0

ii. Uji Deskripsi

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Menurt

Arikunto (2010: 27) data yang bersifat kuantitatif berwujud angka-angka hasil

perhitungan atau pengukuran diproses dengan cara dijumlah bandingkan dengan

yang diharapkan dan diperoleh prosentase.

Cara menentukan analisis data yaitu dengan mencari besarnya relatif

prosentase , sebagai berikut

n
Prosentase (%) = X 100%
N

(Gunawan, 2010: 33).


Keterangan: % = prosentase

n : nilai yang diperoleh

N : jumlah seluruh nilai

Besarnya prosentase yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan

interval skor. Penentuan interval skor dilakukan sebagai dasar mengklasifikasi.

Hasil perhitungan penerapan dengan patokan, sebagai berikut:

1. Menentukan skor tertinggi dan terendah

Bobot nilai terbesar


Skor tertinggi = X 100%
Bobot nilai terbesar

4
= X 100% = 100%
4

Bobot nilai terendah


skor terendah = X 100%
Bobot nilai terbesar

1
= X 100% = 25%
4

2. Menentukan rentang prosentase

Rentang skor = skor tertinggi – skor terendah

= 100% - 25% = 75%

3. Menentukan nilai interval

skor tertinggi−skor terendah


Interval nilai =
banyaknya klasifikasi

100 −25
= = 18,75 %
4

Tabel 3.3. klasifikasi Skor

Rentang Interval (%) Klasifikasi/ kategori

... < skor > ... 100% - 81,25% Sangat Baik


... < skor > ... 81,24% - 62,5% Baik

... < skor > ... 62,4% - 43,75% Cukup

... < skor > ... < 43,74% Kurang

Sumber: penelitian 2019

iii. Uji Hipotesis Penelitian

Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah menganalisa

data tersebut. Teknik analisis data untuk menganalisis data eksperimen dengan

model mached by subject adalah dengan menggunakan uji-t (t-test). Uji t (t-test)

akan dihitung dengan menggunakan program SPSS Versi 23.0. Untuk mengetahui

signifikansi atau ada tidaknya pengaruh metode latihan drilling terhadap hasil

pukulan lob sesudah dilakukan tes awal (pretest) dan sebelum dilakukan tes akhir

(posttest), jika probabilitas < 0,05 pada taraf signifikansi 5% maka terdapat

pengaruh yang signifikan metode latihan drilling terhadap hasil pukulan lob,

dengan hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif diterima (Ha).
1.

2.

3.

4.

5.

6.

7. BAB IV

8. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambara

n Umum Objek Penelitian

i. Identitas Sekolah
ii. Tk Kemala Bhayangkari 62 berdiri sejak tahun 1971, yang

menangani yayasan yaitu Yayasan kemala bhayangkari, ketua

yayasannya Ny. Lina Anang Revandoko. TK Kemala Bhayangkari 62

ini terletak di JL. KS Tubun Asrama Brimob. Tujuan dari pendirian

TK ini sebagai tempat belajar mengajar dan bermain untuk anak-anak

dan mengisi kekosongan para istri Mobbrig saat ditinggal sang suami

untuk tugas operasi militer keluar daerah. Luas tanah di TK ini 744m²,

luas bangunan TK ini 422m2. Murid di TK ini adalah murid yg terbagi

menjadi 5 kelas yaitu kelompok A 1 kelas, kelompok B 2 kelas, dan

kelompok KB 2 kelas, TK ini juga melayani PAUD Formal dan

Informal. Untuk jumlah siswanya terdiri dari KB 18 murid dan TK 40

murid. Jumlah guru di TK ini yaitu 4 untuk mengajar di TK dan 2

guru untuk mengajar di KB, 3 guru sudah berijazah S.Pd dan 3 guru

yang belum berijazah S.Pd. Di TK Kemala Bhyangkari 62 ini sudah

berakreditasi A.Visi dan Misi Sekolah

Dalam menyelenggarakan program pendidikan di TK Kemala

Bhayangkari 62 Bogor memiliki visi berikut:

Menciptakan peserta didik yang berkualitas yang berbudi luhur,

beramal tinggi, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berguna bagi

Bangsa, Negara, Agama dan Keluarga.

Adapun misi di TK Kemala Bhayangkari 62 Bogor berikut:


a) Menanamkan disiplin pada peserta didik untuk selalu tertib dan

patuh pada peraturan


b) Mengembangkan sikap dan perilaku peserta didik sesuai dengan

norma-norma Pancasila dan Agama


c) Melatih peserta didik lebih terampil dan kretif dalam berbagai

keiatan
d) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar seraya

bermain.
B. Pelaksanaan Penelitian
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pre-test yang

dilaksanakan sebelum diberikan perlakuan (treatment), dan post-test yang

dilaksanakan setelah diberikan perlakuan (treatment). Tes dilakukan pada

kelompok eksperimen yaitu kelas B2 di TK Kemala Bhayangkari 62 Bogor

dengan jumlah responden anak dalam satu kelas sebanyak 32 responden,

dengan menggunakan metode pembelajaran bermain angklung metode

handsign.
2. Hasil Penelitian

Penelitian ini digunakan untuk mengetahui penerapan metode

handsign dalam bermain angklung dan seberapa besar pengaruh

peningkatan hasil pembelajaran dengan menggunakan metode bermain

angklung metode handsign pada siswa-siswi TK Kemala Bhayangkari 62

Bogor tahun 2019.

a. Deskripsi Data Penelitian Hasil Belajar Siswa-Siswi


Hasil penelitian yang dilakukan menghasilkan nilai hasil belajar

siswa, yang nantinya akan peneliti jadikan untuk memperoleh jawaban

hipotesis penelitian. Data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:


Tabel 4.1 Deskripsi Data Penelitian Hasil Belajar Siswa-Siswi
Pre-Test Post-Test
Nilai
F % F %
Sangat Baik 6 37,5 11 68,75
Baik 10 62,5 5 31,25
Cukup 0 0 0 6,25
Kurang 0 0 0 0
Jumlah 16 100 16 100
Sumber: data penelitian 2019
Berdasarkan hasil tabel penelitian diatas, yang merupakan hasil

belajar siswa-siswi TK Kemala Bhayangkari 62 Bogor diketahui bahwa;

(1) terjadi peningkatan jumlah responden hasil belajar dengan nilai

sangat baik; (2) tidak terjadi peningkatan atau penurunan jumlah

responden hasil belajar dengan nilai baik; (3) tidak terjadi penurunan

jumlah responden hasil belajar dengan nilai cukup ataupun nilai kurang.
b. Deskripsi Data Penelitian Hasil Belajar Berdasarkan Aspek

Penilaian
Lebih lanjut, peneliti akan menampilkan hasil belajar siswa-siswi

TK Kemala Bhayangkari 62 Bogor yang peneliti sajikan berdasarkan

hasil
penilaian pada setiap aspek penilaian, sebagai berikut:
Tabel 4.2 Deskripsi Data Penelitian Hasil Belajar Berdasarkan
Aspek Penilaian
Pre-Test Post-test
Aspek
Nilai % Ket Nilai % Ket
1 63 75 Baik 70 87,5 Sangat
Baik
2 60 75 Baik 64 80 Baik
3 60 75 Baik 64 80 Baik
4 63 78,75 Baik 68 85 Sangat
Baik
5 63 78,75 Baik 68 85 Sangat
Baik
6 63 78,75 Baik 68 85 Sangat
Baik
Sumber: data penelitian 2019
Berdasarkan tabel hasil penelitian diatas, yang merupakan hasil

belajar berdasarkan aspek penilaian TK Kemala Bhayangkari 62 Bogor

diketahui bahwa; (1) terjadi peningkatan nilai pada aspek anak mampu

memainkan angklung sesuai dengan notasi Do, Re, Mi, Fa, So, La, Si, Do

yang diganti simbol-simbol dengan tepat dan baik; (2) tidak terjadi

peningkatan nilai pada aspek anak mampu memainkan angklung sesuai

dengan notasi Do, Re, Mi, Fa, So, La, Si, Do dengan menyesuaikan

tinggi rendah nada dengan tepat dan baik; (3) tidak terjadi peningkatan

nilai pada aspek anak mampu memainkan angklung sesuai dengan notasi

Do, Re, Mi, Fa, So, La, Si, Do dengan menyesuaikan panjang pendek

nada dengan tepat dan baik; (4) terjadi peningkatan nilai pada aspek anak

mampu memainkan angklung sesuai dengan notasi nada lagu lihat

kebunku dengan tepat dan baik; (5) terjadi peningkatan nilai pada aspek

anak mampu memainkan angklung sesuai dengan notasi nada lagu

burung kaka tua dengan tepat dan baik; (6) terjadi peningkatan nilai pada

aspek anak mampu memainkan angklung sesuai dengan notasi nada

secara acak dengan tepat dan baik.


c. Deskriptif Data Hasil Analisis Statistik

Analisis deskriptif statistik dilakukan untuk mengetahui sebaran


nilai dari variabel-variabel penelitian. Hal–hal yang akan dikaji dalam

membahas analisis deskriptif adalah nilai maksimum, nilai minimum,

range dan nilai rata-rata dari masing-masing variabel. Berikut adalah

hasil perhitungan deskriptif statistik;


Tabel 4.3 Statistik Deskriptif Data Proses pembelajaran Bermain
Angklung Metode Handsign
Pre-Test Post-Test
Mean 23,69 Mean 25,13
Median 23,5 Median 25
Variance 8,629 Variance 6,117
Std. Deviation 2,938 Std. Deviation 2,473
Minimum 19 Minimum 19
Maximum 29 Maximum 29
Range 10 Range 10
Sumber: data penelitian 2019

Berdasarkan data tabel penelitian diatas, diketahui bahwa; (1)

terdapat perbedaan nilai rata-rata (mean) hasil belajar belajar siswa-siswi

TK Kemala Bhayangkari 62 Bogor; (2) terdapat perbedaan nilai tengah

(median) hasil belajar belajar siswa-siswi TK Kemala Bhayangkari 62

Bogor; (3) terdapat perbedaan nilai distribusi probabilitas (Variance)

hasil belajar belajar siswa-siswi TK Kemala Bhayangkari 62 Bogor; (4)

terjadi peningkatan nilai minimal hasil belajar belajar siswa-siswi TK

Kemala Bhayangkari 62 Bogor; (5) tidak terjadi peningkatan nilai

maksimal hasil belajar belajar siswa-siswi TK Kemala Bhayangkari 62

Bogor; (6) terjadi penurunan selisih antara nilai maksimal dan minimal

hasil belajar belajar siswa-siswi TK Kemala Bhayangkari 62 Bogor.


3. Analisis Data
a. Uji Normalitas
Uji normalitas data digunakan untuk mengetahui apakah data hasil

penelitian memiliki distribusi yang normal atau tidak. Perhitungan

normalitas data pada penelitian ini menggunakan uji Paired Sample t-Test

pada program SPSS 23.0. Adapun hasil perhitungan uji normalitas data

penelitian disajikan pada tabel berikut:


Tabel 4.4 Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Pre-test Post-test
N 16 16
Normal 23,69 25,13 25,31
Parametersa,b 2,938 2,473 3,719
Most Extreme ,132 ,167 ,136
Differences ,132 ,145 ,108
-,120 -,167 -,136
Test Statistic ,132 ,167
Asymp. Sig. (2-tailed) ,200 ,200
Sumber: data penelitian 2019
Berdasarkan hasil tabel uji normalitas diatas, diketahui bahwa hasil

nilai pre-test dan post-test pada tabel Asymp. Sig. (2-tailed) > 0,05. Maka,

dapat tabel diatas dapat disimpulkan berdistribusi normal.


b. Uji Homogenitas
Tabel 4.5 Test of Homogeneity of Variance
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1,372 1 30 ,251
Sumber: data penelitian 2019
Berdasarkan hasil tabel diatas, diketahui bahwa nilai signifikansi

(sig.) hasil tes pembelajaran dengan menggunakan metode bermain

angklung metode handsign pada siswa-siswi TK Kemala Bhayangkari 62

Bogor pada nilai based on mean > 0,05. maka bisa diambil keputusan

bahwa varians data tersebut bersifat sama atau homogen.


c. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini, menggunakan Paired

Sample t-Test untuk mengetahui masing-masing hasil nilai pre-test dan

post-test pada kelompok eksperimen. Serta, mencari perbedaan hasil

pembelajaran anak setelah penerapan melalui pembelajaran dengan

menggunakan metode bermain angklung metode handsign menggunakan

bantuan SPPS 23.0.


1. Pemahaman Anak Bermain Angklung Menggunakan Metode

Handsign
Berikut adalah hasil data deskrkiptif penelitian yang memperoleh

nilai rata-rata dari proses bermain angklung berdasarkan metode

handsign, sebagai berikut:


Tabel 4.6 Deskripsi Data Penelitian Hasil Belajar Siswa-Siswi
Pre-Test Post-Test
Nilai
F % F %
Sangat Baik 6 37,5 11 68,75
Baik 10 62,5 5 31,25
Cukup 0 0 0 6,25
Kurang 0 0 0 0
Jumlah 16 100 16 100
Sumber: data penelitian 2019
Hasil tabel diatas menunjukkan bahwa; (1) terdapat beberapa

siswa-
siswi TK Kemala Bhayangkari 62 Bogor yang memiliki nilai hasil

belajar dengan kategori sangat baik; (2) terdapat beberapa siswa-siswi

TK Kemala Bhayangkari 62 Bogor yang memiliki nilai hasil belajar

dengan kategori baik; (3) tidak ada siswa-siswi TK Kemala Bhayangkari

62 Bogor yang memiliki nilai hasil belajar dengan kategori cukup

maupun kuruang. Maka, dapat peneliti simpulkan bahwa siswa-siswi TK


Kemala Bhayangkari 62 Bogor memahami metode handsign untuk

bermain angklung.
2. Peningkatan Anak Bermain Angklung Menggunakan Metode

Handsign
Berikut adalah hasil data dari penelitian yang memperoleh nilai

rata-rata dari proses bermain angklung berdasarkan metode handsign,


Sebagai berikut:
Tabel 4.7 Hasil Mean Uji Hipotesis Penerapan Metode Handsign
Mean N % Keterangan
Pre-
23,69 16 78,69 Baik
test
Post-
25,13 16 83,75 Sangat Baik
test
Sumber: data penelitian 2019
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa perolehan skor

rata-rata dan nilai persentase proses pembelajaran angklung dengan

menggunakan metode handsign pada nilai rata-rata pre-test lebih kecil

nilai rata-rata post-test. Hal tersebut menunjukkan bahwa, terjadi

peningkatan hasil belajar siswa-siswi TK Kemala Bhayangkari 62

Bogor dalam pembelajaran angklung dengan menggunakan metode

handsign.
3. Pengaruh Pembelajaran Bermain Angklung Menggunakan

Metode Handsign
Uji t termasuk dalam uji parametrik sehingga menganut pada

asumsi-asumsi data berdistribusi normal, sebaran data homogen.

Menggunakan Paired Sample t-Test, peneliti ingin mengetahui

perbedaan nilai rata-rata pre-test dan post-test


Tabel 4.8 Hasil Uji Paired sample t-Tes
Paired Differences t df Sig.
95%
Confidence
Interval of the
Std. Std. Difference (2-
Deviatio Error Lowe tailed
Mean n Mean r Upper )
- -
-1,438 4,366 1,092 ,889 15 ,021
3,764 1,317
Sumber: data penelitian 2019

Tabel diatas menunjukkan nilai t-hitung > 0,400 (t-tabel) dengan

nilai Sig. (2-tailed) < 0,05. Yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima, dan

terdapat perbedaan antara nilai pre-test dan nilai post-test pada kelompok

eksperimen.

Uji kesamaan dua rata-rata antara kelompok data pre-test dan data

post-test menggunakan hipotesis sebagai berikut:

Ha : terdapat perbedaan proses pembelajaran angklung menggunakan

metode handsign pada siswa-siswi TK Kemala Bhayangkari 62 Bogor

sebelum diberikan treatment dan setelah diberikan treatment.

Ho : tidak terdapat perbedaan perbedaan pada proses pembelajaran

angklung dengan menggunakan metode handsign pada siswa-siswi

TK Kemala

Bhayangkari 62 Bogor sebelum diberikan treatment dan setelah

diberikan treatment.

Uji hipotesis yang dilakukan adalah uji 2 sisi (2 tailed) sehingga

berdasarkan output diketahui sig. (2 tailed) lebih kecil dari α = 0,05, maka

Ho ditolak dan Ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa ada


perbedaan skor sebelum treatment dan setelah treatment. Kesimpulan yag

diperoleh adalah Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga dapat diartikan

bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dari proses pembelajaran

angklung menggunakan metode handsign pada siswa-siswi TK Kemala

Bhayangkari 62 Bogor.

Lebih lanjut peneliti menampilkan pengaruh pembelajaran angklung

menggunakan metode handsign pada siswa-siswi TK Kemala Bhayangkari

62 Bogor, sebagai berikut:

Tabel 4.9 Hasil Uji R-Square


Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 ,268 ,370 ,039 2,715
Sumber: data penelitian 2019

Berdasarkan tabel diatas menujukkan bahwa, nilai R-Square

sebesar 0,370. Nilai tersebut bmengandung arti bahwa metode handsign

berpengaruh terhadap hasil pembelajaran angklung pada siswa-siswi TK

Kemala Bhayangkari 62 Bogor sebesar 37%, sedangkan 63% merupakan

hasil pembelajaran angklung yang dipengaruhi oleh variabel lain yang

bukan menjadi varibel penelitian.

C. Pembahasan
Mohd Zainal (2009: 24) angklung adalah mainan alat musik yang

seluruhnya terbuat dari bambu. Suara angklung dihasilkan dari dalam tubuh

angklug tanpa menggunakan senar atau membran yang membentang. Oleh karena

itu angklung sebagai alat perkusi idiophone.


Bermain angklung adalah salah satu bentuk dari karifan lokal keseian yang

diajarkan dalam pembelajaran pada TK Kemala Bhayangkari 62 Kota Bogor.

Pengenalan musik tradisioanal pada anak TK khususnya anak usia dini

mengandung maksud sebagai pelestarian budaya yang lambat laun mulai hilang.
Anak usia dini mempunyai karakater; (1) masa peka; masa yang sensitive

dalam penerimaan stimulasi lingkungan; (2) masa egosentris; sikap mau menang

sendiri, selalu ingin dituruti sehingga perlu perhatian dan kesabaran dari orang

dewasa/pendidik; (3) masa berkelompok; anak anak lebih senang bermain

bersama dengan teman sebayanya; (4) masa meniru; anak merupakan peniru

ulung yang dilakukan terhadap lingkungan sekitarnya; (5) masa eksplorasi; masa

menjelajahi pada anak dengan memanfaatkan benda-benda yang ada disekitar

(Mutiah, 2010: 7), sehingga harapanya musik angklung akan tetap dikenal anak

sebagai budaya asli Indonesia khususnya Jawa Barat.


1. Pemahaman Bermain Angklung Menggunakan Metode

Handsign
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil

pembelajaran bermain angklung dengan metode handsign pada TK Kemala

Bhayangkari 62 Bogor antara nilai pre-test dengan nilai post-test.


Hasil menunjukkan bahwa hasil pembelajaran nilai post-test lebih

besar dibandingkan hasil pembelajaran nilai pre-test setelah diberikan

perlakuan. Hal tersebut sejalan dengan teori tentang karakteristik

perkembangan anak usia dini, dimana salah satu ciri karakteristik anaka usia

dini yang dikemukakan oleh Mutinah (2010: 7) adalah masa meniru, dimana
anak merupakan peniru ulung yang dilakukan terhadap lingkungan

sekitarnya.
Selain meniru, kunci sukses dalam pembelajaran yang diberikan

kepada anak usia dini adalah melalui pendekatan bermain sambil belajar

dengan memberikan jenis permainan baru yang belum dikenal. Ini mengapa

peneliti menggunakan pendekatan bermain dengan menggunakan metode

handsign pada pembelajaran angklung.


Metode handsign yang merupakan jenis permainan baru, akan

memicu timbulnya rasa ingin tahu yang besar pada anak, selian itu juga

dipadukan dengan pendekatan bermain yang dilandasi atas inisiatif dan

dilaksanakn dengan menyenangkan. Sehingga, semua kegiatan bermain

yang menyenangkan akan menghasilkan proses belajar pada anak yang

mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan anak.


2. Peningkatan Pembelajaran Bermain Angklung Menggunakan

Metode Handsign
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh hasil

pembelajaran angklung dengan menggunakan metode handsign pada TK

Kemala Bhayangkari 62 Bogor. Ini dikarenakan metode handsign pada anak

usia dini akan memberikan manfaat untuk meningkatkan koordinasi secara

motorik anak.

Metode ini didasarkan atas pola pembelajaran Bahasa, yakni dimulai

dengan aural, menulis, baru membaca. Aural berarti musik diperdengarkan

dan diikuti oleh siswa, setelah itu melakukan gerakan tangan untuk

menandakan tinggi rendah nada. Menulis yakni mengkontruksi pengalaman


bernyanyi dan bergerak dalam tulisan/simbol notasi. Sedangkan membaca

dilakukan sebagai penguatan untuk menyadari keterkaitan antara pengalaman

bermusik dan pengetahuan notasi. Manfaat metode handsign dalam bermain

angklung meningkatkan musikalitas anak. Musikalitas anak dapat dilihat dari

seberapa jauh anak mampu memahami dan menerapkan musik dalam

kehidupan sehari-harinya melalui kemampuan membaca setiap not yang ada

dalam musik.

Peni gkatan hasil belajar berpengaruh terhadap metode handsign dalam

bermain angklung; (1) Mengembangkan semaksimal mungkin musikalitas

bawaan hadir pada semua anak; (2) Membuat bahasa musik dikenal anak-

anak; untuk membantu mereka menjadi terpelajar secara musik dalam arti kata

sepenuhnya dapat membaca, menulis, dan menciptakan dengan kosakata

musik; (3) Membuat warisan musik anak-anak - lagu-lagu rakyat dari bahasa

dan budaya mereka diketahui oleh mereka, (4) Memberikan kepada anak-anak

musik seni yang hebat di dunia, sehingga melalui pertunjukan, mendengarkan,

mempelajari, dan menganalisis karya besar mereka akan menyukai dan

menghargai musik berdasarkan pengetahuan tentang musik.

Dampak lain yang dapatkan anak dengan menggunakan metode

handsign akan merubah fungsi notasi menjadi gerak tangan. Penamaan nada

mulai dari do sampai dengan si digunakan dengan bentuk-bentuk yang mudah

dipahami. Teknik ini dapat dilakukan dalam pembelajaran ansambel dengan

membagi kelompok nada atau instrumen musik. Aktifitas membaca notasi


musik ini dimulai dengan berlatih membaca notasi lagu-lagu yang dikenal

oleh anak.

D. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan, banyak hal yang di luar kendali

peneliti yang membuat penelitian berjalan tidak sempurna. Adapun perihal

tersebut seperti, beberapa anak ada yang belum siap sehingga durasi pelaksanaan

menjadi tidak tepat waktu. Pada saat awal pelaksanaan anak kurang antusias

karena anak mengganggap hal biasa, sehingga peneliti harus ekstra keras dalam

mengkondisikan kelas sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama. Kendala

jadwal pelaksanaan treatment juga kerap berpindah seiring dengan adanya

kegiatan yang mendesak baik bagi anak maupun guru sendiri.

BAB V

PENUTUP
A. Simpulan

Simpulan berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang pengaruh

peningkatan hasil pembelajaran dengan menggunakan metode bermain angklung

metode handsign pada siswa-siswi TK Kemala Bhayangkari 62 Bogor tahun

2019, adalah sebagai berikut:

1. Anak memahami metode handsign dalam pembelajaran angklung

pada TK Kemala Bhayangkari 62 Bogor masuk dalam kategori sangat baik

setelah diberikan perlakuan atau treatment.

2. Terdapat peningkatan hasil belajart yang berpengaruh terhadap

peningkatan hasil pembelajaran dengan menggunakan metode bermain

angklung metode handsign pada siswa-siswi TK Kemala Bhayangkari 62

Bogor.

B. Saran

Berdasarkan hasil simpulan diatas, maka ada beberapa saran yang dapat

disampaikan yaitu:
1. Bagi sekolah,
Disarankan bagi sekolah untuk dapat menggunakan metode handsign

sebagai salah satu bentuk metode pembelajaran bermain angklungsebagai

bentuk pelestarian budaya musik tradisonal.


2. Bagi Guru,
a. Disarankan bagi guru, untuk lebih kreatif dalam menggunakan

metode
Dalam pembelajaran pada anak usia dini,
b. Disarankan bagi guru untuk lebih menekankan pembelajaran

berbasis permainan pada anak usia dini.


3. Bagi peneliti lain,
Agar dapat mempertimbangkan penelitian ini dengan menggunakan

responden yang lain, baik dalam jumlah kuantitas dengan menambah

jumlah responden yang ada.

Anda mungkin juga menyukai