dikembangkan oleh Pamela Phelps, Phd. di Creative School, Tallahassee Florida, Amerika Serikat sejak tahun 1970. Metode ini dibawa dan diadopsi di Indonesia oleh drg. Wismiarti Tamin, pendiri Sekolah Al Falah di Jl. Kelapa Dua Wetan No. 4, Ciracas, Jakarta Timur pada tahun 1996. Metode ini kemudian dikenal dengan Metode Sentra.
Metode Sentra adalah cara belajar mengajar yang revolusioner
bagi pendidikan anak usia dini. Dimana guru bersama murid duduk dalam lingkaran supaya posisi mata guru sejajar dengan mata para murid, sehingga tidak ada jarak hierarkial. Materi ajar disampaikan secara interaktif dan konkrit, dengan menempatkan murid sebagai pusat.
Metode ini juga merupakan menjadi jawaban atas kebutuhan
sebuah pendidikan berstandar internasional plus islami.
Dalam pembelajaran dengan Metode Sentra,
kurikulum tidak diberikan secara klasikal, melainkan secara individual disesuaikan dengan tahap perkembangan masing-masing anak. Selama proses pembelajaran, guru dilarang melakukan 3M, yaitu Melarang, Menyuruh, dan Marah/Menghukum.
Basis pembelajaran adalah belajar melalui permainan. Suasana
belajar mengajar dibangun untuk memberikan rasa nyaman dan bahagia (happy learning).
Untuk mencapai suasana tersebut, guru bersama murid duduk
dalam lingkaran supaya posisi mata guru sejajar dengan mata para murid, sehingga tidak ada jarak hierarkial. Materi ajar disampaikan secara interaktif dan konkrit, dengan menempatkan murid sebagai pusat. Guru pun menyapa para murid dengan sebutan teman. Ketika memasuki kelas, guru tidak datang dengan sikap akan mengajar apa kepada anak hari ini, melainkan aku akan belajar apa kepada anak hari ini.
Metode Sentra ini membangun kecerdasan jamak
(multiple intelligence) secara bersamaan dan berimbang, yaitu :
kecerdasan logika-matematika, Kecerdasan bahasa, Kecerdasan tubuh (kinestetik), Kecerdasan ruang (spasial), Kecerdasan kemandirian (intrapersonal), Kecerdasan kepedulian sosial (interpersonal), dan kecerdasan musik.
Ada tujuh sentra yang disediakan agar anak-anak bisa bermain
gembira dan mendapatkan banyak pilihan pekerjaan.
1). Sentra Persiapan (membangun kemampuan keaksaraan).
3). Sentra Seni (membangun kreativitas, sensori motor, kerja sama).
4). Sentra Bahan Alam (membangun sensori motor, fisika sederhana, pemahaman akan batasan, dan sebab akibat).
5). Sentra Main Peran Besar.
6). Sentra Main Peran Kecil (membangun imajinasi, daya hidup, adaptasi, kemandirian, kebahasaan, kepemimpinan).
7). Sentra Imtaq (iman dan taqwa)
Di setiap Sentra, kemampuan klasifikasi anak
dibangun secara terus-menerus agar mereka memiliki konsep berpikir yang benar, kritis, dan analitis. Semua pengetahuan (knowledge) diberikan secara konkrit, tidak abstrak. Anak-anak dirangsang untuk menemukan sendiri konsepkonsep faktual mengenai bentuk, warna, ukuran, ciri, tanda, sifat, habitat, manfaat, serta rangkaian sebab-akibat.
Selama proses belajar mengajar, guru
melakukan komunikasi interaktif dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, agar cara kerja otak anak pun terstruktur dengan baik. Bersamaan dengan itu, dibangun juga laku praksis (bukan hafalan) karakter-karakter luhur berdasarkan sifat-sifat mulia Allah (Asmaul Husna).
discipline with love
Disiplin dijalankan dengan simulasi langsung, sehingga
anak-anak tahu dan mengerti tentang mangapa dan untuk apa suatu aturan dibuat.
Misalnya pada saat main balok, anak-anak diberi tahu
bahwa balok-balok kayu aneka bentuk geometris itu fungsinya untuk bermain pembangunana. Jika balok kayu digunakan untuk hal lain, maka bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain.
Membaca dan berhitung
kemampuan dan ketrampilan anak dibangun
melalui permainan, tanpa tekanan dan paksaan dari guru dan lingkungan.
Guru menciptakan kondisi dan memberikan
kesempatan kepada anak agar mereka menemukan sendiri pengetahuan keaksaraan dan kemampuan berhitungnya.
Metode Sentra terbukti sangat efektif
digunakan untuk membangun karakter dan kecerdasan anak sejak bayi (usia empat bulan) hingga jenjang SD kelas tiga (usia sembilan tahun).
Itulah fase awal kehidupan anak manusia
yang oleh para ahli pendidikan disebut sebagai usia emas (golden age, 0-7 tahun).
Jika belenggu-belenggu ketakutan sudah dihilangkan
melalui happy learning approach,
kegairahan menimba ilmu dibuka melalui self discovery
process, pembangunan karakter dimantapkan melalui sentra-sentra dan role play,
aqidahnya dikuatkan dengan dengan Asmaul Husna,
jiwa dan pikirannya dibangun oleh Al Quran dan semangat entrepreneurship,
maka mereka insya Allah akan menjadi the promising
Upaya Peningkatan Kemampuan Berbicara Anak Melalui Metode Bercerita Dan Permainan Bahasa Di TK Permata Bunda Tabek Panjang Kecamatan Baso Kabupaten Agam