Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH ANATOMI FISIOLOGI

SISTEM PENGINDRAAN

Disusun Oleh:

Devia Wahyu Ningsih


(P1337421019115)
1C

PRODI DIII KEPERAWATAN TEGAL


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
Jl. Dewi Sartika No. 1 Debong Kulon RT 001/ RW 001
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya haturkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmatnya-lah
saya berhasil menyelesaikan menyusun makalah ini.
Makalah ini saya harapkan bisa menjadi refrensi bagi mahasiswa lain untuk belajar
tentang anatomi fisiologi sistem pengindraan. Karena dalam makalah ini selain berisi tentang
fisolofi dari tiap-tiap sistem indra juga berisi tentang anatomi organ-organ yang berperan
dalam sistem pengindraan dan juga berisi tentang kelainan-kelainan yang terjadi pada sistem
fisiologi pengindraan.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan dan membantu mahasiswa dalam
memperluas wawasan dan memperdalam pengetahuannya. Saya menyadari bahwa walaupun
saya telah berusaha sekuat tenaga untuk mencurahkan segala tenaga dan pikiran dan
kemampuan yang kami miliki.Tapi tetap saja makalah ini masih terdapat banyak kekurangan
dan kelemahan baik dari segi bahasa, pengolahan, maupun dalam penyusunannya.Oleh
karena itu saya sangat mengharapkan kritik yang sifatnya membangun demi tercapai suatu
kesempurnaan dalam makalah saya.

Atas bantuan pembaca yang telah memberikan kritik dan saran, saya mengucapkan
terima kasih banyak.

Tegal, 14 November 2019

Devia Wahyu Ningsih

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………….………………….………………..i
DAFTAR ISI………………………………………………….……………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………..1
1.1. Latar belakang…………………………………………………………………1
1.2. Rumusan masalah…….……………………………………….…………….....1
1.3. Tujuan penulisan………………………………………………………………1

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian sistem pengindraan………………………………………………....2
2.2. Macam-macam indra yang dimiliki manusia……………………………...…..2
2.2.1. Indra penglihatan (Mata)….…………………………...………………………2
2.2.2. Indra pendengaran (Telinga)…………………………………………………..4
2.2.3. Indra penciuman (Hidung)…………………………………………………….6
2.2.4. Indra pengecap (Lidah)………………………………………………………..7
2.3. Pemeriksaan mata dan telinga……………………………………………...….9

BAB III PENUTUP


3.1. Simpulan……………………………………………………………………...17
3.2. Saran………………………………………………………………………….17

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….…….18

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap makhluk hidup di bumi diciptakan berdampingan dengan alam, karena
alam sangat penting untuk kelangsungan makhluk hidup. Karena itu setiap makhluk
hidup, khususnya manusia harus dapat menjaga keseimbangan alam untuk dapat menjaga
keseimbangan alam dan untuk dapat mengenali perubahan lingkungan yang terjadi,
Tuhan memberikan indera kepada setiap makhluk hidup.
Indera ini berfungsi untuk mengenali setiap perubahan lingkungan, baik yang
terjadi di dalam maupun di luar tubuh. Indera yang ada pada makluk hidup, memiliki sel-
sel reseptor khusus. Sel-sel reseptor inilah yang berfungsi untuk mengenali perubahan
lingkungan yang terjadi.berdasarkan fungsinya, sel-sel reseptor ini dibagi menjadi 2,
yaitu interoreseptor dan eksoreseptor.
Interoreseptor ini berfungsi untuk mengenali perubahan-perubahan yang terjadi
didalam tubuh. Sel-sel interoreseptor terdapat pada sel otot, tendon, ligamentum, sendi,
dinding pembuluh darah, dinding saluran pencernaaan, dan lain sebagainya. Sel-sel ini
dapat mengenali berbagai perubahan yang ada di dalam tubuh seperti terjadi rasa nyeri
didalam tubuh, kadar oksigen menurun, kadar glukosa, tekanan darah menurun/naik dan
lain sebagainya
Eksoreseptor adalah kebalikan dari interoreseptor, eksoreseptor berfungsi untuk
mengenali perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi diluar tubuh. Yang termasuk
eksoreseptor yaitu : (1). Indera penglihat (mata), indera ini berfungsi untuk mengenali
perubahan lingkungan seperti sinar, warna, dan lain sebagainya (2). Indera pendengar
(telinga), indera ini berfungsi untuk mengenali perubahan lingkungan seperti suara.
(3) indera pengecap (lidah), indera ini berfungsi untuk mengenal perubahan lingkungan
seperti mengecap rasa manis, pahit, dan lain sebagainya. (4) indera penciuman (hidung),
indera ini berfungsi untuk mengenali perubahan lingkungan seperti mencium bau.
Kelima indera ini biasa kita kenal dengan sebutan panca indera.

1.2. Rumusan masalah


1. Apakah sistem pengidraan itu?
2. Sebutkan macam-macam indara yang dimiliki manusia?
3. Jelaskan secara anatomis dan fisiologi dari masing-masing indra?
4. Bagaimana pemeriksaan faal mata dan telinga?

1.3. Tujuan penulisan


1. Untuk mengetahui tentang apa itu sistem pengindraan
2. Untuk mengetahui macam-macam sistem indra yang dimiliki oleh manusia
3. Untuk mengetahui secara anatomis dan fisioligis tentang indra
4. Untuk mengetahui pemeriksaan faal mata dan telinga
BAB II
PEMBAHASAN

1
2.1 Pengertian Sistem Pengindraan
Sistem pengindraan adalah organ akhir yang dikhususkan untuk menerima jenis
rangsangan tertentu. Serabut saraf yang menanganinya merupakan alat perantara yang
membawa kesan rasa (sensory infersion) dari organ indra menuju ke otak dimana perasaan ini
di tafsirkan.
Serabut saraf dilengapai dengan ujung akhir yang khusus mengumpulkan rangsangan
yang khas dimana setiap orang berhubungan. Sistem indra memerlukan bantuan sistem saraf
yang menghubungkan badan indra dengan sistem saraf pusat. Organ indra merupakan sel-sel
tertentu yang dapat menerima stimulus dari lingkungan maupun dari dalam badan sendiri,
untuk diteruskan sebagai impuls saraf melalui serabut saraf ke pusat susunan saraf.
Setiap organ indra menerima stimulus tertentu hanya kesan yang sesuai dengan organ
indra yang mampu menerima stimulus, menghasilkan, dan mengirim impuls saraf.
Interprestasi dari semua organ indra dapat diklasifikasikan menjadi organ indra umum seperti
reseptor peraba yang tersebar diseluruh tubuh dan organ indra khusus seperti putting
pengecap yang terbatas pada lidah.
Reseptor sensorik merupakan bagian dari neuron atau sel yang membentuk potensial
aksi dalam neuron. Reseptor ini sering disertai dengan sel bukan saraf yang mengelilinginya
dan membentuk organ indra. Bentuk tenaga diubah oleh reseptor mencakup tenaga mekanik
(raba atau tekan), suhu (derajat kehangatan), elektromagnetik (cahaya), dan kimiawi (bau dan
pengecapan).
Reseptor dalam tiap organ indra beradaptasi untuk berespon terhadap suatu bentuk
khusus, tenaga pada ambang jauh lebih rendah dibandingkan reseptor lain yang berespon
terhadap bentuk tenaga lain.

2.2 Macam-Macam Pengindraan

2.2.1 Indera Penglihat (Mata)

Mata salah satu alat indra dari makluh hidup khususnya manusia yang berfungsi
sebagai indra penglihat. Mata merupakan alat indra yang sangat kompleks. Apabila kita
menyebutkan Mata, maka yang terdapat dalam pikiran kita yang muncul ialah bola mata,
namun tetapi sebenarnya tidak hanya bola mata yang berperan supaya kita dapat melihat,
bulu mata, alis mata, serta kelopak mata juga berperan penting didalam mendukung
penglihatan tersebut. Mata adalah organ yang kerjanya itu terkait dengan cahaya (terang
gelap), warna, serta benda yang dilihat.

2
a. Bola Mata
Lapisann luar ( fibrosa ) : seklera dan kornea.
Lapisan tengah ( vaskular atau traktus uveal ) : koroid, badan siliaris, dan iris.
Lapisan dalam ( jaringan saraf ) : retina.

Struktur didalam mata adalah lensa, cairan aqueous dan badan vitreus.

1. Sklera dan Kornea.


Sklera atau bagian putih mata, membentuk lapisan terluar bagian posterior dan lateral bola
mata, berlanjut di anterior dengan kornea yang bening. Sklera terdiri atas jaringan fibrosa
bermembran yang membuat bola mata melekat pada mata dan otot mata.
Dibagian anterior, sklera bersambung dengan membran epithelium yang jernih, yaitu kornea.
Sinar cahaya masuk melalui kornea untuk mencapai retina. Kornea di bagian anterior tampak
cembung dan berfungsi dalam membiaskan sinar cahaya untuk difokuskan pada retina
2. Koroid.
Koroid melapisi 5/6 posterior permukaan dalam sklera. Koroid sangat kaya pembuluh darah
dan berwarna coklat dibagian dalamnya.

3. Badan siliaris.
Badan siliaris merupakan lanjutan anterior koroid yang terdiri atas otot siliaris (serat otot
polos) dan sel epithelium sekretoritk. Badan siliaris melekat pada ligamen suspensori, yang
pada bagian ujung lainnya, melekat pada kapsul yang membungkus lensa. Kontraksi dan
relaksi otot siliaris mengubah ketebalan lensa, membelokkan sinar cahaya yang masuk ke
mata untuk memfokuskan cahaya pada retina.
4. Iris.
Iris Merupakan bagian mata yang terlihat berwarna dan memanjang secara anterior dari
badan siliaris, berada dibelakang kornea dan didepan lensa. Iris membagi bagian anterior
mata menjadi bilik anterior dan posterior yang mengandung cairan akueous yang disekresi
oleh badan siliaris. Iris merupakan badan sirkular yang terdiri atas sel pigmen dan dua lapisan
serat otot polos, yakni otot sirkular dan radial. Pada bagian tengahnya, terdapat apertura
(celah) yang disebut pupil.

3
Iris dipersarafi oleh saraf simpatik dan parasimpatik warna iris secara genetik di tentukan
pada jumlah sel pigmen yang ada.

5. Lensa.
Lensa merupakan badan bikoveks sirkular yang sangat elastis, yang berada di belakang iris.
Lensa terdiri atas serat yang dibungkus didalam kapsul dan melekat pada badan siliaris oleh
ligamen suspensori. Lensa merupakan satu-satunya struktur dimata yang dapat mengubah-
ubah daya biasnya, yang di capai dengan mengubah ketebalanya.

6. Retina.
Retina merupakan lapisan terdalam diding mata. Retina memiliki struktur yang sangat halus
dan beradaptasi baik terhadap stimulasi sinar cahaya. Lapisan yang peka cahaya terdiri atas
sel reseptor sensorik,yaitu batang dan krucut. Retina melapisi sekitar ¾ bola mata dan paling
tebal pada bagian belakangnya. Retina memiliki struktur yang tipis pada bagian anteriornya
hinga belakang badan siliaris.

2.2.2 Indera Pendengar (Telinga)

Telinga adalah Organ tubuh manusia yang berfungsi sebagai indra pendengaran dan
organ yang menjaga keseimbangan. Telinga merupakan organ yang berperan terhadap
pendengaran kita akan suara atau bunyi, hal ini dapat terjadi karena telinga memiliki reseptor
khusus yang berfungsi untuk mengenali getaran suara. Namun Telinga memiliki batasan
frekuensi suara yang dapat didengar, yaitu yang frekuensinya 20 Hz – 20.000 Hz.

4
Bagian-Bagian Telinga terdiri atas 3 yaitu :

1. Telinga Luar.
Telinga luar terdiri dari daun telinga, lubang telinga, dan saluran telinga luar.
Telinga luar berguna untuk menangkap getaran suara.

2. Telinga Tengah.
Telinga tengah terdiri dari selaput pendengaran (gendang telinga), tulang-tulang
pendengaran, dan saluran Eustachius. Tulang-tulang pendengaran terdiri dari tulang
martil, landasan, dan sangurdi. Bila ada bunyi masuk, gendang telinga dan tulang-
tulang pendengaran akan bergetar. Saluran Eustachius menghubungkan rongga
telinga dan rongga mulut.

3. Telinga Dalam.
Telinga dalam terdiri dari bagian yang disebut tingkap jorong dan rumah siput.
Telinga dalam berguna untuk meneruskan rangsang suara ke otak.

1) Telinga luar.
a. Aurikel (daun telinga).
Aurikel terdiri atas kartilago fibroelastik yang ditutupi kulit. Struktur telinga tampak
berlekuk-lekuk,bagian paling luar daun telinga di sebut heliks. Lobulus (lobus telinga)
merupakan bagian lunak di ekstrimitas daun telinga bawah, yang terdiri atas jaringan
fibrosa dan adipose yang kaya darah.
b. Meatus akustik eksternal (saluran telinga luar).
Saluran telinga luar menyerupai huruf S yang kurang sempurna dan memiliki panjang
sekitar 2,5 cm, memanjang dari aurikel sampai membrane timpani ( gendang telinga).
Pada bagian lateral ketiga saluran telinga luar adalah kartilago dan sisa nya merupakan
saluran di tulang temporal. Meatus di lapisi kulit yang merupakan lanjutan dari aurikel
atau daun telinga. Pada kulit lateral ke tiga terdapat banyak kelenjar seruminosa dan
folikel rambut, di sertai klenjar sebaseus. Kelenjar seruminosa merupakan kelenjar
keringat yang di uba sedemikian rupa untuk menyekresikan serumen (earwax) serumen
telinga merupakan suatu materi yang mengandung lisozim dan imunoglobulin.
c. Membran timpani (gendang telinga)
memisahkan meatus akustik eksternal ( saluran telinga luar) dari telinga tengah. Membran ini
berbentuk oval dengan tepi bagian atas yang sedikit luas dan dibentuk oleh 3 tipe jaringan.
Bagian luarnya di tutupi oleh kulit yang tidak berambut lapisan tengah nya dilapisi jaringan
fibrosa, dan bagian dalam dilapisi membran mukosa.

2) Telinga tengah ( rongga timpani).


Telinga tengah merupakan rongga berisi udara yang memiliki bentuk tidak beraturan
didalam bagian petrosa lobus temporal. Rongga, isinya, dan sakus (kantong) udara yang
terbuka di lapisi oleh empitel skuamosa sederhana atau kuboit. Bagian-bagian dari telinga
tengah :

5
a. Dinding lateral telinga tengah dibentuk oleh membrane timpani.
b. Atap dan dasar telinga tengah dibentuk oleh tulang temporal
c. Dinding posterior dibentuk oleh tulang temporal di sertai lubang yang mengarah ke antrum
mastoid tempat udara mengalir ke sel udara di dalam prosesus mastoid.
d. Dinding medial adalah lapisan tipis tulang temporal yang memiliki 2 jendela yaitu jendela
oval dan jendela bundar. Jendela oval di sumbat oleh bagian tulang kecil yang di sebut
sanggurdi (stapes) dan jendela bundar di sumbat oleh selubung halus jaringan fibrosa.
e. Tulang pendengaran terdiri atas maleus, inkus, dan stapes. Maleus menyerupai bentuk
paru.bagian tengah inkus berbentuk landasan. Stapes merupakan tulang kecil yang bagian
tengah nya berbentuk sanggurdi.
Udara mencapai rongga telinga melalui tubafaringotimpani (eustachius) yang
memanjang dari nasofaring panjang tuba ini sekitar 4 cm dan dilapisi empitelium kolumnar
bersila.

3) Telinga dalam.
Telinga dalam atau labirin berisi organ pendengaran dan keseimbangan. Telinga dalam
dibagi menjadi 2 bagian :
a. Labirin tulang.
Merupakan rongga didalam tulang temporal yang dilapisi periosteum.
b. Labirin bermembran
Berisi indolimfe dan terletak didalam labirin tulang serta terdiri atas koklea yang terbagi atas
3 ruanganan, yaitu skala vestibule, skala media (doktus koklear), dan skala timpani sel-sel ini
membentuk organ spiral (Corti) suatu organ sensorik yang berespon terhadap getaran yang di
inisiasi oleh implus saraf dan dipersepsikan sebagai pendengaran oleh otak.

2.2.3 Indera Penciuman (Hidung)

Hidung merupakan indera pembau disamping sebagai alat pernapasan. Di dalam


hidung terdapat saraf pembau. Rangsang bau yang diterima hidung diteruskan ke otak.
Ketidakmampuan indera pembau untuk mencium bau dinamakan anosmia. Penyebabnya
anosmia antara lain sebagai berikut :

 Terjadinya penyumbatan rongga hidung, misalnya akibat pilek dan penyakit polip.
 Gangguan pada saraf indera pembau

6
Bagian-bagian hidung :

 Rambut halus penyaring udara


 Rambut halus yang peka terhadap bau
 Kumpulan ujung saraf pembau
 Serat saraf untuk mengirim rangsang bau ke otak
 Indera Pencecap / Pengecap (Lidah)

2.2.4 Indera Pengecap (Lidah)

Lidah adalah kumpulan otot rangka pada bagian lantai mulut yang dapat membantu
pencernaan makanan dengan mengunyah dan menelan. Lidah dikenal sebagai indera
pengecap yang banyak memiliki struktur tunas pengecap. Lidah juga turut membantu dalam
tindakan bicara. Juga membantu membolak balik makanan dalam mulut
Lidah merupakan organ yang berfungsi sebagai reseptor kimia yang berada di dalam
mulut sehingga kita bisa menikmati rasa sebuah makanan dan minuman. Reseptor yang ada
pada lidah mampu menerima rangsangan kimia yang berupa larutan sehingga disebut sebagai
kemoreseptor.
Lidah memiliki beberapa fungsi lainnya diantaranya membantu mengatur letak makanan
saat kita mengunyah, membantu dalam berbicara da membantu saat menelan makanan. Ada
dua otot yang berperan aktif pada gerakan lidah yakni otot intrinsik dan otot ekstrinsik.

 Otot intrinsik berfungsi mengatur gerakan-gerakan halus lidah


 otot ekstrinsik berfungsi mengaitkan lidah pada bagian sekitarnya serta membantu
lidah dalam melakukan beberapa gerakan kasar seperti menekan gigi, menekan
rongga mulut bagian atas dan mendorong lidah masuk ke faring.

7
Bagian-bagian lidah yaitu :

 Ujung lidah peka terhadap rasa manis


 Samping lidah peka terhadap rasa asin dan asam
 Pangkal lidah peka terhadap rasa pahit

2.3 Pemeriksaan Mata dan Telinga

A. Mata
1. Pemeriksaan visus
Visus adalah ketajaman penglihatan. Pemeriksaan visus merupakan pemeriksaan
untuk melihat ketajaman penglihatan.

Cara memeriksa visus ada beberapa tahap:

 Menggunakan 'chart' => yaitu membaca 'chart' dari jarak yang ditentukan, biasanya 5
atau 6 meter. Digunakan jarak sepanjang itu karena pada jarak tersebut mata normal
akan relaksasi dan tidak berakomodasi.
Kartu yang digunakan ada beberapa macam :
o Snellen chart => kartu bertuliskan beberapa huruf dengan ukuran yang
berbeda => untuk pasien yang bisa membaca.

8
o E chart => kartu yang bertuliskan huruf E semua, tapi arah kakinya berbeda-
beda.

o Cincin Landolt => Kartu dengan tulisan berbentuk huruf 'c', tapi dengan arah
cincin yang berbeda-beda.

 Cara memeriksa :
o Kartu diletakkan pada jarak 5 atau 6 meter dari pasien dengan posisi lebih
tinggi atau sejajar dengan mata pasien.
Bila jarak 5 meter, maka visus normal akan bernilai 5/5 artinya mata normal
dapat melihat pada jarak 5 meter, pasien juga dapat melihat pada jarak 5
meter. Bila berjarak 6 m, berarti visus normalnya 6/6. Satuan selain meter ada
kaki = 20/20, ada juga log (logaritma).
o Pastikan cahaya harus cukup

9
o Bila ingin memeriksa visus mata kanan, maka mata kiri harus ditutup dan
pasien diminta membaca kartu.
o Cara menilai visus dari hasil membaca kartu :
 Bila pasien dapat membaca kartu pada baris dengan visus 5/5 atau 6/6,
maka tidak usah membaca pada baris berikutnya => visus normal
 Bila pasien tidak dapat membaca kartu pada baris tertentu di atas visus
normal, cek pada 1 baris tersebut
 Bila cuma tidak bisa membaca 1 huruf, berarti visusnya terletak
pada baris tersebut dengan false 1.
 Bila tidak dapat membaca 2, berarti visusnya terletak pada baris
tersebut dengan false 2.
 Bila tidak dapat membaca lebih dari setengah jumlah huruf
yang ada, berarti visusnya berada di baris tepat di atas baris
yang tidak dapat dibaca.
 Bila tidak dapat membaca satu baris, berarti visusnya terdapat
pada baris di atasnya.
 Bila terdapat penurunan visus, maka cek dengan menggunakan pinhole
(alat untuk memfokuskan titik pada penglihatan pasien)
 Bila visus tetap berkurang => berarti bukan kelainan refraksi
 Bila visus menjadi lebih baik dari sebelumnya => berarti
merupakan kelainan refraksi

o Contoh: membaca Snelleen chart

 Snelleen chart yang yang digunakan dalam ukuran kaki = normalnya


20/20.
Misal, pasien dapat membaca semua huruf pada baris ke 8. Berarti
visusnya normal
 Bila hanya membaca huruf E, D, F, C pada baris ke 6 => visusnya
20/30 dengan false 2.
Artinya, orang normal dapat membaca pada jarak 30 kaki sedangkan
pasien hanya dapat membacanya pada jarak 20 kaki.

10
 Bila pasien membaca huruf Z, P pada baris ke 6 => visusnya 20/40
 Bila tidak dapat membaca huruf pada baris ke 6, cek baris ke 5 dengan
ketentuan seperti di atas.
o Cara pemeriksaan berlaku untuk E chart dan cincin Landolt.
 Bila tidak bisa membaca kartu, maka dilakukan penghitungan jari.
o Penghitungan jari di mulai pada jarak tepat di depan Snellen Chart => 5 atau 6
m
 Dapat menghitung jari pada jarak 6 m => visusnya 6/60
 Bila tidak dapat menghitung jari pada jarak 6 m, mka maju 1 m dan
lakukan penghitungan jari. Bila pasien dapat membaca, visusnya 5/60.
 Begitu seterusnya, bila tidak dapat menghitung jari 5 m, di majukan
jadi 4 m, 3 m, sampai 1 m di depan pasien.
 Bila tidak bisa menghitung jari pada jarak tertentu, maka dilakukan pemeriksaan
penglihatan dengan lambaian tangan.
o Lambaian tangan dilakukan tepat 1 m di depan pasien.
Dapat berupa lambaian ke kiri dan kanan, atau atas bawah. Bila pasien dapat
menyebutkan arah lambaian, berarti visusnya 1/300
 Bila tidak bisa melihat lambaian tangan, maka dilakukan penyinaran, dapat
menggunakan 'pen light'
Bila dapat melihat sinar, berarti visusnya 1/~. Tentukan arah proyeksi :
o Bila pasien dapat menyebutkan dari mana arah sinar yang datang,berarti
visusnya 1/~ dengan proyeksi baik
Proyeksi sinar ini di cek dari 4 arah. Hal tersebut untuk mengetahui apakah
tangkapan retina masih bagus pada 4 sisinya, temporal, nasal, superior, dan
inferior.
o Bila tak dapat menyebutkan dari mana arah sinar yang datang, berarti visusnya
1/~ dengan proyeksi salah.
 Bila tidak dapat melihat cahaya, maka dikatakan visusnya = 0

2. Pemeriksaan Lapang pandang

A. Tes Konfrontasi
Uji konfrontasi dilakukan menggunakan dua metode, static finger wiggle test
dan kinetic red target test.

1) Static Finger Wiggle Test:


Prosedural tes ini adalah sebagai berikut:
 Minta kedua mata pasien untuk menatap kedua mata pemeriksa (Simultaneous
Confrontation Testing)
 Posisikan tangan kanan dan kiri pemeriksa dengan jarak sekitar 2 feet, lateral dari
telinga pasien
 Goyangkan jari dari kedua tangan bersamaan dan gerakkan ke medial secara perlahan
dan bersamaan
 Lakukan gerakan ini dari berbagai posisi (garis horizontal, vertical, diagonal) dan
pada setiap posisi minta pasien untuk mengatakan saat melihat jari-jari bergerak
 Bila menemukan gangguan, periksa lebih lanjut batasan gangguannya
 Lapang pandang mata kanan dan kiri saling bertumpang tindih, maka pemeriksaan
mata kemudian dilakukan satu per satu (Confrontation Testing). Pemeriksa menutup

11
mata yang berlawanan dengan mata yang ditutup oleh pasien (bila mata pasien yang
tertutup kanan, pemeriksa menutup mata kiri)
 Minta pasien menutup mata kanan dengan tangan kanan, dan saat memeriksa mata
kiri gunakan tangan kiri
 Lakukan pemeriksaan ulang dengan menggoyangkan jari, tapi hanya menggunakan
satu tangan. Catat batas gangguan lapang pandang pasien[1,4]

2.) Kinetic Red Target Test:


Karena alasan yang belum diketahui, target yang berwarna seperti merah atau hijau
lebih sensitif dideteksi oleh mata pasien dibandingkan dengan warna putih. Pemeriksaan
serupa dengan static finger wiggle test tetapi menggunakan pin dengan target berwarna
merah berdiameter 5 mm.[1,4]

B. Perimetri
Perimetri digunakan untuk mengukur lapang pandang peripheral dan sentral secara
lebih detil dan mendalam. Lapang pandang akan diukur dan digambarkan sesuai derajat,
kemudian pemeriksaan akan dilakukan menggunakan alat yang menghasilkan rangsangan
stimulus (cahaya). Pasien akan diminta respon bila stimulus sudah berada di lapang
pandang mata mereka. Terdapat dua jenis metode perimetri; statik dan kinetik. Pemeriksaan
ini dapat menggunakan Goldmann Perimeter.[1]

C. Tes Menggunakan Amsler Grid


Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendeteksi gangguan lapang pandang sentral
atau parasentral, misalnya pada pasien glaukoma. Pasien diminta untuk menilai mata kanan
dan kiri satu per satu, untuk melihat apakah ada daerah pada grid yang defek, hilang, gelap,
atau distorsi.[2]
D. Tes Menggunakan Tangent Screen (Kampimetri / Campimetry)
Tes Tangent Screen memeriksa 30° bagian sentral penglihatan, menggunakan sebuah
layar hitam yang diletakkan di depan pasien. Pada layar, terdapat jahitan/tanda berwarna
putih setiap 5° yang dapat menandakan gangguan yang lebih objektif dibandingkan tes
konfrontasi.[1]
E. Computerized Automated Perimeter
Computerized automated perimeter adalah alat pemeriksaan mata yang canggih dan
tidak tersedia di setiap fasilitas kesehatan. Alat ini dapat dengan otomatis memeriksa lapang
pandang pasien secara statis yang dapat menggambarkan (plot) gangguan penglihatan pasien
secara lebih akurat.[2]

Hasil Pemeriksaan lapang pandang:

Hasil dan plot dari pemeriksaan lapang pandang dapat memberi ciri-ciri lokasi
gangguan dan membantu diagnosis. Hasil normal dari pemeriksaan ini disesuaikan dengan
lapang pandang pemeriksa, lapang pandang yang sesuai dengan pemeriksa dapat dinyatakan
normal. Pada pemeriksaan manual, walau hasil normal, tetap ada kemungkinan bahwa ada
gangguan lapang pandang yang kecil, yang tidak terdeteksi oleh pemeriksa.
Gangguan lapang pandang dapat disebabkan oleh berbagai penyebab, mulai dari
sistem penglihatan hingga korteks otak. Berikut adalah lokasi penyebab gangguan lapang
pandang dan hasil dari pemeriksaan lapang pandang sesuai [2-4]
o Defek horizontal

12
Oklusi/gangguan cabang dari arteri sentral retina dapat menyebabkan defek horizontal.
Iskemi saraf optik juga dapat memberi hasil yang serupa.

o Kebutaan Mata (Saraf Optik)


Lesi di saraf optik dan mata itu sendiri dapat menyebabkan kebutaan total dari sebelah mata
kanan/kiri.

o Bitemporal Hemianopsia (Kiasma Optik)


Lesi di kiasma optik membuat gangguan di setengah bagian temporal dari kedua mata. Lesi
ini umumnya diakibatkan oleh tumor pituitari yang perlu dikonfirmasi menggunakan CT atau
MRI otak.

o Hemianopsia Homonim Kiri/Kanan (Traktus Optik)


Sebelum kiasma optik, gangguan penglihatan di traktus optikus akan menyebabkan
hemianopsia di kedua mata.

o Defek Kuadran Superior Homonym Kanan/Kiri (Radiasi/Penyebaran Parsial


Optikus)
Lesi di lobus temporal dapat menyebabkan penekanan di bagian tertentu saraf optik, sehingga
dapat menyebabkan gangguan hanya di bagian kuadran superior homonym.

o Hemianopsia Homonim Kiri/Kanan (Radiasi Optik)


Gangguan total di serabut saraf optik yang dekat dengan korteks otak dapat menyebabkan
gangguan yang serupa dengan lesi yang berada di traktus optik.

3. Pemeriksaan warna

13
Gejala dan Tipe

Buta warna merupakan kondisi di mana penderitanya mengalami kesulitan


membedakan warna tertentu (buta warna sebagian) atau bahkan keseluruhan warna (buta
warna total). Gejala yang dirasakan tiap pasien dapat berbeda, tergantung sel pigmen mana
yang rusak atau tidak berfungsi.

Gejala buta warna pada dasarnya terbagi menjadi tiga tipe, yakni merah-hijau, biru
kuning, dan total. Masing-masing tipe memiliki karakter gejala yang berbeda.

 Buta warna merah-hijau


Beberapa karakter yang dapat dialami oleh penderita buta warna merah-hijau:
-Warna kuning dan hijau terlihat memerah.
-Oranye, merah, dan kuning terlihat seperti hijau.
-Merah terlihat seperti hitam.
-Merah terlihat kuning kecokelatan, dan hijau terlihat seperti warna krem.

 Buta warna biru-kuning:


Tipe ini juga termasuk buta warna parsial dan memiliki karakter berupa:
-Biru terlihat kehijauan, serta sulit membedakan merah muda dengan kuning dan
merah.
-Biru terlihat seperti hijau, dan kuning terlihat seperti abu-abu atau ungu terang.

 Buta warna total


Berbeda dengan kedua tipe di atas, seseorang yang menderita tipe buta warna
total mengalami kesulitan membedakan semua warna. Bahkan beberapa penderitanya
hanya dapat melihat warna putih, abu-abu, dan hitam.

Diagnosis Buta Warna

Beberapa orang tidak menyadari bahwa dirinya menderita buta warna. Hal itu dikarenakan
mereka telah beradaptasi dengan keadaan. Misalnya, karena mereka tahu bahwa warna daun
itu hijau, maka berpikir dan menganggap bahwa warna hijau adalah warna yang dilihatnya.

Maka dari itu, melakukan pemeriksaan buta warna dirasa perlu. Selain untuk mengetahui
kondisi kesehatan mata, hasil pemeriksaan juga menjadi salah satu syarat untuk pekerjaan
yang menuntut kejelian mata dalam melihat warna, seperti pilot, masinis, dan dokter.

Dalam memeriksa buta warna, terdapat beberapa tipe tes buta warna yang digunakan oleh
dokter, yakni:

 Tes Ishihara. Tes Ishihara adalah yang paling sering digunakan. Dalam prosesnya,
dokter akan meminta pasien mengenali angka atau huruf yang tertera secara samar
pada gambar berupa titik-titik berwarna.
 Tes penyusunan warna. Dalam tes ini, pasien harus menyusun warna yang berbeda
sesuai dengan gradasi tingkat kepekatan warna.

14
Dokter dapat melakukan pemeriksaan tambahan untuk mencari tahu penyebab buta warna.
Jika buta warna disebabkan oleh suatu penyakit yang diderita atau efek samping obat, hasil
pemeriksaan juga digunakan dokter untuk menentukan metode penanganan yang tepat.

 Menggunakan lampu yang terang di rumah agar membantu memperjelas warna yang
ada.
 Menggunakan teknologi pendukung yang tersedia, seperti aplikasi khusus yang dapat
mendeteksi dan memberi tahu warna pada suatu objek.
 Menggunakan lensa mata khusus. Lensa khusus ini dapat membantu pasien dalam
mendeteksi warna tertentu. Namun, lensa ini tidak selalu cocok dan bekerja efektif di
tiap orang.

B. Telinga

1. Tes Webber
Merupakan tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri
dengan telinga kanan

 Penala digetarkan
 Tangkai penala disimpan di garis tengah kepala (vertex, dahi, pangkal hidung, di
tengah-tengah gigi seri, dagu)
 Tanyakan: terdengar lebih keras pada telinga mana ?
 Bila tidak dapat membedakan ke arah telinga mana yang lebih keras. Atau dijawab
sama keras artinya tidak ada lateralisasi
 Bila terdapat penjalaran lebih ke salah satu telinga : terdapat lateralisasi

2. Tes Rinne
Merupakan tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui
tulang pada telinga yang diperiksa.

 Penala digetarkan
 Tangkai di letakkan di processus mastoideus
 Setelah tidak terdengar oleh o.p, penala diletakkan di depan telinga kira-kira 2,5cm
 bila masih terdengar : rinne positif (+)
 bila tidak terdengar : rinne negatif (-)

3. Tes Swabach
Merupakan tes untuk membandingkan hantaran tulang orang diperiksa dengan
pemeriksa yang pendengarannya normal

 Penala digetarkan, tangkai penala diletakan pada processus mastoideus o.p.


Sampai tidak terdengar bunyi
 Tangkai penala segera pindahkan pada proc.mastoideus telinga pemeriksa
yang pendengarannya normal
 Bila pemeriksa masih dapat mendengar : schwabah memendek

15
 Bila pemeriksa tidak mendengar : pemeriksaan diulang dengan cara
sebaliknya
 Penala digetarkan, diletakkan pada processus mastoideus pemeriksa lebih
dulu
 Sampai tidak terdengar bunyi
 Tangkai penala segera pindahkan pada proc.mastoideus telinga o.p.
 Bila o.p. Masih dapat mendengar bunyi, maka o.p. Schwabach memanjang
 Bila pasien dan pemeriksa sama-sama pendengarannya → Schwabach
sama dengan pemeriksa

DERAJAT PENDENGARAN/ AMBANG PENDENGARAN ISO


 0 – 25 dB = NORMAL
 26 – 40 dB = TULI RINGAN
 41 –60 dB = TULI SEDANG
 61 – 90 dB = TULI BERAT
 >91 dB = SANGAT BERAT
Bila ada perbedaan ambang pendengaran > 10 dB, perbedaan ini disebut GAP

16
BAB III
PENUTUP

3.1. Simpulan

Alat indera adalah alat tubuh yang berguna untuk mengetahui keadaan di luar tubuh.
Indra merupakan ”jendela” bagi tubuh untuk mengenal dunia luar sekitar kita. Alat indera
adalah organ yang peka terhadap rangsangan tertentu.
Manusia mempunyai beberapa macam indra, yaitu mata sebagai penerima rangsang
cahaya, telinga sebagai penerima rangsang getaran bunyi, hidung sebagai penerima rangsang
bau berupa gas, dan lidah sebagai penerima rangsang zat. Pada setiap alat indera terdapat
saraf. Saraf ini akan menerima rangsang dari luar tubuh. Kemudian, saraf mengirim rangsang
itu ke otak. Saat rangsang diterima otak dengan baik, maka kita dapat melihat, mendengar,
membau, dan mengecap.

3.2. Saran

Setiap orang membutuhkan alat indera untuk bisa melihat, mendengar, mengecap, dan
membau. Oleh karena itu, kita harus menjaga kebersihan kelima alat indera kita agar tetap
sehat. Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat menambah ilmu kita tentang alat indera.

17
DAFTAR PUSTAKA

Nurachman elly dan anggriani rida. 2011. Dasar-dasar Anatomi dan Fisiologi. Jakarta :
Salemba Medika .
Pearce, Evelyn C.2010. Anatomi Dan Fisiologis Untuk Paramedis. Jakarta : Granmedia .
Syaifuddin. 1994. Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat. Jakarta : EGC.
Guyton & Hall.2007.Buku ajar fisiologi kedokteran. Alih bahasa: Irawati. Jakarta: EGC
Ganong.W.F. 1980.Fisiologi kedokteran (review of medical phisiology). Jakarta: EGC
Syaifuddin .2009.anatomi tubuh manusia. Jakarta: salemba medika
www.google.com
https://www.scribd.com/doc/292119611/MAKALAH-PANCA-INDERA-pdf.
https://www.alodokter.com/buta-warna

18

Anda mungkin juga menyukai