Anda di halaman 1dari 21

I.

Latar Belakang
Fenomena hidrolika saluran tidak hanya dapat dipahami dari pemberian materi
kuliah tatap muka saja. Seringkali dalam penyajian secara teoritis sulit dimengerti oleh para
mahasiswa. Hal ini wajar sekali mengingat sifat-sifat hidrolik pada masalah tertentu
terutama aliran pada suatu bangunan sulit digambarkan secara jelas.
Praktikum Hidrolika merupakan penerapan mengenai aliran air saluran baik itu
saluran terbuka maupun tertutup. Pelaksanaan Praktikum Hidrolika kali ini bertujuan untuk
memberikan keterampilan praktis kepada mahasiswa/i dalam mempelajari ilmu hidrolika
saluran terbuka dan ilmu – ilmu air yang lain. Keterampilan praktis yang dimaksud yaitu
penerapan ilmu pada kenyataan rekayasa meliputi ; cara pengambilan data, cara
pengoperasian alat, dan cara mengolah dara menjadi sebuah informasi yang bisa dipahami
dengan jelas serta bisa dipakai sebagai data dalam perencanaan saluran dan sebagainya.
II. Dasar Teori
Saluran terbuka merupakan saluran yang mengalirkan air dengan permukaan bebas.
Aliran saluran terbuka merupakan aliran saluran yang memeliki ruang bebas walaupun
berada pada saluran tertutup. Sedangkan aliran tertutup yang tidak memiliki ruang bebas
kecuali oleh tekanan hydrolic. Kedua jenis aliran tersebut dalam beberapa hal memiliki
kesamaan.
Penyelesaian masalah pada aliran saluran terbuka lebih sulit dibandingkan dengan
saluran tertutup. Dikarenakan bentuk penampang yang tidak teratur (terutama sungai),
kesulitan menentukan kekasaran seperti sungai berbatu sedangkan pipa tidak, serta
kesulitan pengumpulan data lapangan. Pada umumnya penyelesaian untuk aliran saluran
terbuka lebih berdasarkan pada hasil pengamatan dibandingkan saluran tertutup.
Debit pada penampang saluran untuk sembarang aliran dinyatkan dengan rumus :

Q = V. A

Dimana :

Q = debit (m³/detik)

V = kecepatan (m/detik)

A = luas penampang melintang tegak lurus arah aliran (m²)


Aliran seragam merupakan aliran yang tidak berubah menurut tempat atau aliran yang
terjadi apabila kedalaman aliran sama pada setiap penampang saluran, suatu aliran
seragan dapat bersifat tunak atau tidak tunak, tergantung apakah kedalamannya berubah
sesuai dengan perubahan waktu.
Aliran seragam yang mantap (steady uniform flow) adalah jenis pokok aliran yang
digunakan dalam analisis hidrolika saluran terbuka. Kedalaman aliran tidak berubah
selama suatu waktu tertentu yang telah diperhitungkan. Penetapan bahwa suatu aliran
bersifat seragam yang tidak mantap (unsteady uniform flow) harus dengan syarat bahwa
permukaan air berfluktuasi sepanjang waktu dan tetap sejajar dasar saluran.
Aliran seragam memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Kedalaman, luas basah, kecepatan dan debit pada setiap penampang pada bagian
saluran yang lurus adalah konstan;
b. Garis energi muka air dan dasar saluran saling sejajar berarti kemiringannya sama.
Aliran memiliki kecepatan konstan pada setiap titik di penampang saluran di dalam
bagian saluran yang lurus. Dengan kata lain distribusi kecepatan dipenampang saluran
tidak berubah dibagian sungai yang lurus suatu pola distribusi kecepatan yang stabil
dapat dicapai bila telah dikembangkan secara penuh atau disebiut dengan lapisan batas.
Aliran seragam dianggap sebagai suatu aliran tunak (steady flow) karena aliran
seragam taktunak dalam praktek tidak pernah ada. Pada sungai alam, aliran seragam
tunak bahkan jarang terjadi, sebab karena sungai dan alur air dalam keadaan asli jarang
terdapat dalam keadaan aliran seragam secara mutlak, untu perhitungan aliran disungai
sering dipakai anggapan bahwa aliran dalam keadaan seragam.
Aliran seragam tidak dapat terjadi dalam keadaan kecepatan yang sangat tinggi yang
biasanya disebut ultra cepat (ultrarapid). Sebab itu bila aliran seragam mencapai
kecepatan tinggi tertentu akan menjadi sangat taktunak. Kecepatan aliran yang lebih
tinggi kadang-kadang menyerap udara dan menjadi taktunak.

Aliran disebut tidak seragam atau berubah apabila variable aliran seperti
kedalaman, tampang basah, kecepatan disepanjang saluran tidak konstan. Apabila
perubahan aliran terjadi pada jarak yang panjang, maka disebut aliran berubah beraturan.
Sebaliknya apabila terjadi pada jarak yang pendek maka disebut aliran berubah cepat.
Aliran disebut permanen apabila variable aliran di suatu titik seperti kedalaman dan
kecepatan tidak berubah terhadap waktu. Apabila berubah terhadap waktu maka disebut
aliran tidak permanen.

Pada awal tahun 1769 seorang insinyur Perancis bernama Antonius Chezy
mengembangkan mungkin untuk pertama kali perumusan kecepatan aliran yang
kemudian dikenal dengan rumus Chezy.
Seperti yang telah diketahui, bahwa perhitungan untuk aliran melalui saluran terbuka
hanya dapat dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus empiris, karena adanya
banyak variabel yang berubah. Untuk itu berikut ini disampaikan rumus-rumus empiris
yang banyak digunakan untuk merencanakan suatu saluran terbuka.
Chezy berusaha mencari hubungan bahwa zat cair yang melalui saluran terbuka akan
menimbulkan tegangan geser (tahanan) pada dinding saluran, dan akan diimbangi oleh
komponen gaya berat yang bekerja pada zat cair dalam arah aliran. Di dalam aliran
seragam, komponen gaya berat dalam arah aliran adalah seimbang dengan tahanan geser,
dimana tahanan geser ini tergantung pada kecepatan aliran.

Berdasarkan kesetimbangan gaya-gaya ini terjadi tersebut dapat diturunkan Rumus


Chezy maupun manning sebagai berikut :

U = C√𝑅𝑆w
2 1
1
U = 𝑛 𝑅 3 𝑆𝑤 2

Dimana :

U = kecepatan aliran

C = koefisien Chezy

N = koefisien Manning

R = Radius Hidraulik

Sw = kemiringan muka air


Apabila kecepatan aliran dapat diketahui, maka akan mudah bagi kita untuk
menentukan harga koefisien Chezy tersebut.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kekasaran Manning

a) Kekasaran Permukaan
Secara umum butiran halus pada permukaan memiliki nilai n (koefisien keksasaran)
yang rendah, sedangkan butiran kasar memilki nilai n (koefisien keksasaran) yang
tinggi.
b) Tetumbuhan
Tetumbuhan dapat digolongkan kedalam jenis kekasaran permukaan, tetapi juga
dapat memeperkecil kapasitas saluran dan mengahambat aliran. Efeknya terutama
tergantung tinggi, kerapatan, distribusi dan jenis tetumbuhan, dan hal ini sangat
penting dalam perancangan saluran pembuangan yang kecil.
c) Ketidakteraturan Saluran
Ketidakteraturan saluran baik itu slauran alami maupun saluran buatan menandakan
kekasaran sebagai tambahan dari yang ditimbulkan oleh kekasaran permukaan dan
faktor-faktor lainnya.
d) Trase Saluran
Kelengkungan yang landai dengan garis tengah yang besar engakibatkan nilai
kekasaran permukaan yang relatif rendah, sedangkan kelengkungan yang tajam
dengan belokan-belokan yang patah akan memperbesar nilai koefisien kekasaran.
e) Pengendapan dan Penggerusan
Pengendapan dapat mengubah saluran yang tidak beraturan menjadi beraturan dan
memperkecil nilai n (kekasaran permukaaan), sedangkan penggerusan dapat berakibat
sebaliknyadan mememperbesar n. namun sifat utama dari penegendapan dapat dilihat
dari sifat alamiahnya.
f) Hambatan
Adanya balok sekat pilar jembatan dan sejenisnya akan cenderung memperbesar n.
besarnya kenaikan ini tergantung pada sifat alamiah hambatn, ukuran, bentuknya dan
banyaknya penyebabnya.
g) Ukuran dan Bentuk Saluran
Belum ada bukti nyata bahwa ukuran dan bentuk saluran menjadi faktor penting yang
mempengaruhi nilai n. Perbesaran jari-jari hidrolik dapat memperbesar maupun
memperkecil n, tergantung pada keadaan saluran.
h) Taraf Air Dan Debit
Nilai n pada saluran umumnya berkurang jika taraf air dan debitnya bertambah. Bila
air rendah, ketidakteraturan dasar saluran akan menonjol dan efeknya kelihatan.
Namun nilai n dapat pula diperbesar pada taraf air tinggi bila dinding saluran kasar
berumput.
i) Perubahan Musiman
Akibat pertumbuhan musiman dari tanaman-tanaman air, rumput, willow dan semak-
semak di saluran atau tebing, nilai n dapat bertambah pada musim semi dan
berkurang pada musim dingin.perubahan musiman ini dapat menimbulkan perubahan
faktor-faktor lainnya.
j) Endapan Melayang dan Endapan Kasar
Bahan-bahan yang melayang dari endapan kasar, baik yang bergerak maupun tidak
bergerakakan menyerap energi, menyebabkan keholangan tinggi energi atau
memperbesar kekasaran saluran

Tabel nilai Koefisien Kekasaran Manning (Triatmodjo,1993)

III. Alat dan Bahan


a. Multi purpose teaching flume
Merupakan satu set model saluran terbuka dengan dinding tembus pandang yang
diletakkan pada struktur rangka kaku. Bagian dasar dapat diubah kemiringannya
dengan menggunakan jack hidraulik yang dapat mengatur kemiringan dasar saluran
tersebut secara akurat sesuai dengan yang kita hendaki. Terpasangnya rel pada bagian
atas saluran tersebut memungkinkan alat ukur kedalaman ( point gauge ) dan tabung
yang dapat digeser-geser sepanjang saluran.
b. Mistar
c. Selang plastik untuk mengukur beda tinggi
d. dasar untuk kekasaran
e. Bahan yang digunakan adalah air
IV. Langkah kerja
a. Atur kemiringan flume dengan bantuan selang plastic
h1−h8
b. Catatlah kemiringannya sebagai S0 = L

c. Alirkan air hidupkan pompa


d. Ukurlah kedalaman di dua titik yang terah ditentukan jaraknya (L), satu dibagian hulu
dan yang lain dibagian hilir sebagai h1, dan h2 (usahakan memiliki kedalaman yang
sama)
e. Ukurlah debit aliran, kemudian ukur pula kecepatan aliran dikedua titik tersebut
sebagai u1, dan u2.
ℎ1−ℎ8
f. Mengukur kemiringan muka air yang terjadi, yaitu Sw = 𝑆0 + 𝐿

g. Mengamati keadaan aliran yang terjadi.


h. Mengulangi prosedur a.-f. Untuk dasar saluran dengan kekasaran
i. Menentukan besarnya koefisisen kekasaran dan membandingkan

V. PEMBAHASAN

Data Hasil Percobaan

B = 102 mm
Percobaa Qnyata h₁ h₂ h₃ h₄ h₅ h₆ h₇ h₈ L
n ke
m³/det m m m m m m m m m
1 (licin) 0,01150 0,044 0,047 0,05 0,052 0,053 0,054 0,055 0,055 4,2
8
2 (licin) 0,01131 0,048 0,052 0,055 0,056 0,059 0,06 0,058 0,056 4,2
8
3 (licin) 0,01145 0,042 0,052 0,054 0,055 0,056 0,057 0,058 0,056 4,2
8
4 (licin) 0,01139 0,042 0,042 0,049 0,051 0,052 0,054 0,055 0,053 4,2
8
5 (licin) 0,01152 0,041 0,045 0,047 0,049 0,05 0,054 0,053 0,052 4,2
8
1 (kasar) 0,01150 0,051 0,062 0,067 0,07 0,072 0,078 0,078 0,075 4,2
8 5
2 (kasar) 0,01131 0,051 0,062 0,07 0,07 0,072 0,074 0,076 0,077 4,2
8
3 (kasar) 0,01145 0,07 0,076 0,079 0,081 0,083 0,084 0,085 0,084 4,2
8
4 (kasar) 0,01139 0,075 0,079 0,082 0,083 0,084 0,085 0,087 0,086 4,2
8
5 (kasar) 0,01152 0,05 0,061 0,066 0,069 0,073 0,074 0,075 0,075 4,2
8 5

KEMIRINGAN SALURAN

𝑍2 − 𝑍1 0,045 − 0,044
𝑆0 = = = 2,38 × 10−4 𝑚
𝐿 4,2

LUAS TAMPANG BASAH

𝐴 = 𝐵 × ℎ(𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎)
Saluran Licin

1. Percobaan 1
A = 0,102 m x 0,051 m = 0,005228 m2
2. Percobaan 2
A = 0,102 m x 0,056 m = 0,005661 m2
3. Percobaan 3
A = 0,102 m x 0,054 m = 0,005483 m2
4. Percobaan 4
A = 0,102 m x 0,050 m = 0,005075 m2
5. Percobaan 5
A = 0,102 m x 0,049 m = 0,004983 m2

Saluran Kasar

1. Percobaan 1
A = 0,102 m x 0,069 m = 0,007057 m2
2. Percobaan 2
A = 0,102 m x 0,069 m = 0,007038 m2
3. Percobaan 3
A = 0,102 m x 0,080 m = 0,008186 m2
4. Percobaan 4
A = 0,102 m x 0,083 m = 0,008428 m2
5. Percobaan 5
A = 0,102 m x 0,068 m = 0,00693 m2

KEMIRINGAN MUKA AIR

ℎ1 − ℎ8
𝑆𝑤 = 𝑆0 +
𝐿

Saluran Licin

1. Percobaan 1
0,044 − 0,055
𝑆𝑤 = 2,38 × 10−4 + = −0,002381 𝑚
4,2
2. Percobaan 2
0,048 − 0,056
𝑆𝑤 = 2,38 × 10−4 + = −0,001667 𝑚
4,2
3. Percobaan 3
0,042 − 0,056
𝑆𝑤 = 2,38 × 10−4 + = 0,003095 𝑚
4,2
4. Percobaan 4
0,042 − 0,053
𝑆𝑤 = 2,38 × 10−4 + = 0,002381 𝑚
4,2
5. Percobaan 5
0,041 − 0,052
𝑆𝑤 = 2,38 × 10−4 + = 0,002381 𝑚
4,2

Saluran Kasar

1. Percobaan 1
0,051 − 0,075
𝑆𝑤 = 2,38 × 10−4 + = 0,005476 𝑚
4,2
2. Percobaan 2
0,051 − 0,077
𝑆𝑤 = 2,38 × 10−4 + = 0,005952 𝑚
4,2
3. Percobaan 3
0,07 − 0,084
𝑆𝑤 = 2,38 × 10−4 + = 0,003095 𝑚
4,2
4. Percobaan 4
0,075 − 0,086
𝑆𝑤 = 2,38 × 10−4 + = 0,002381 𝑚
4,2
5. Percobaan 5
0,05 − 0,0755
𝑆𝑤 = 2,38 × 10−4 + = 0,005833 𝑚
4,2

KELILING TAMPANG BASAH

𝑃 = 𝐵 + 2ℎ

Saluran Licin
1. Percobaan 1
P = 0,102 m + 2.0,051 m = 0,2045 m
2. Percobaan 2
P = 0,102 m + 2.0,056 m = 0,2130 m
3. Percobaan 3
P = 0,102 m + 2.0,054 m = 0,2095 m
4. Percobaan 4
P = 0,102 m + 2.0,050 m = 0,2015 m
5. Percobaan 5
P = 0,102 m + 2.0,049 m = 0,1998 m

Saluran Kasar

1. Percobaan 1
P = 0,102 m + 2.0,069 m = 0,2404 m
2. Percobaan 2
P = 0,102 m + 2.0,069 m = 0,2400 m
3. Percobaan 3
P = 0,102 m + 2.0,080 m = 0,2625 m
4. Percobaan 4
P = 0,102 m + 2.0,083 m = 0,2673m
5. Percobaan 5
P = 0,102 m + 2.0,068 m = 0,2379 m

RADIUS HIDRAULIK (R)

𝐴
𝑅=
𝑃

Saluran Licin

1. Percobaan 1
0,005228
𝑅 = 0,010455 = 0,02556 m

2. Percoban 2
0,005661
𝑅 = 0,011322 = 0,02658 m

3. Percobaan 3
0,005483
𝑅 = 0,010965 = 0,02617 m

4. Percobaan 4
0,005075
𝑅 = 0,010149 = 0,02518 m

5. Percobaan 5
0,004985
𝑅 = 0,009971 = 0,02496 m

Saluran Kasar

1. Percobaan 1
0,007057
𝑅 = 0,014114 = 0,02936 m

2. Percoban 2
0,007038
𝑅 = 0,014076 = 0,02933 m

3. Percobaan 3
0,008186
𝑅 = 0,016371 = 0,03118 m

4. Percobaan 4
0,008428
𝑅 = 0,016856 = 0,03154 m

5. Percobaan 5
0,00693
𝑅 = 0,013859 = 0,02913 m

Q NYATA

Saluran Licin

3
1. Percobaan 1 = 0,011508 𝑚 ⁄𝑑𝑒𝑡
3
2. Percobaan 2 = 0,011318 𝑚 ⁄𝑑𝑒𝑡
3
3. Percobaan 3 = 0,011458 𝑚 ⁄𝑑𝑒𝑡
3
4. Percobaan 4 = 0,011398 𝑚 ⁄𝑑𝑒𝑡
3
5. Percobaan 5 = 0,011398 𝑚 ⁄𝑑𝑒𝑡

Saluran Kasar

3
1. Percobaan 1 = 0,011508 𝑚 ⁄𝑑𝑒𝑡
3
2. Percobaan 2 = 0,011318 𝑚 ⁄𝑑𝑒𝑡
3
3. Percobaan 3 = 0,011458 𝑚 ⁄𝑑𝑒𝑡
3
4. Percobaan 4 = 0,011398 𝑚 ⁄𝑑𝑒𝑡
3
5. Percobaan 5 = 0,011528 𝑚 ⁄𝑑𝑒𝑡

KECEPATAN RATA-RATA ALIRAN

𝑄 𝑛𝑦𝑎𝑡𝑎
𝑣=
𝐴

Saluran Licin

1. Percobaan 1
0,011508
𝑣 = 0,005228 = 2,201435 𝑚⁄𝑑𝑒𝑡

2. Percobaan 2
0,011318
𝑣= = 1,999293 𝑚⁄𝑑𝑒𝑡
0,005661
3. Percobaan 3
0,011458
𝑣= = 2,089922 𝑚⁄𝑑𝑒𝑡
0,005483
4. Percobaan 4
0,011398
𝑣= = 2,246133 𝑚⁄𝑑𝑒𝑡
0,005075
5. Percobaan 5
0,011398
𝑣= = 2,312422 𝑚⁄𝑑𝑒𝑡
0,004985

Saluran Kasar

1. Percobaan 1
0,011508
𝑣= = 1,630692 𝑚⁄𝑑𝑒𝑡
0,007057
2. Percobaan 2
0,011318
𝑣= = 1,608127 𝑚⁄𝑑𝑒𝑡
0,007038
3. Percobaan 3
0,011458
𝑣= = 1,399792 𝑚⁄𝑑𝑒𝑡
0,008186
4. Percobaan 4
0,011398
𝑣= = 1,352437 𝑚⁄𝑑𝑒𝑡
0,008428
5. Percobaan 5
0,011528
𝑣= = 1,663582 𝑚⁄𝑑𝑒𝑡
0,00693

KOEFISISEN CHEZY

𝑣
𝐶=
√𝑅 × 𝑆𝑤

Saluran Licin

1. Percobaan 1
2,201435
𝐶= = 282,18
√0,001191
2. Percobaan 2
1,999293
𝐶= = 300,367
√0,000834
3. Percobaan 3
2,089922
𝐶= = 232,222
√0,001548
4. Percobaan 4
2,246133
𝐶= = 290,066
√0,001191
5. Percobaan 5
2,3122422
𝐶= = 299,977
√0,01191

Saluran Kasar

1. Percobaan 1
1,630692
𝐶= = 128,609
√0,002738
2. Percobaan 2
1,608127
𝐶= = 121,722
√0,002976
3. Percobaan 3
1,399792
𝐶= = 142,487
√0,001548
4. Percobaan 4
1,352437
𝐶= = 156,078
√0,001191
5. Percobaan 5
1,663582
𝐶= = 127,62
√0,002917

KOEFISIEN MANNING

1 2 1
𝑛= 𝑅 3 𝑆𝑤 2
𝑣

Saluran Licin

1. Percobaan 1
1
𝑛= × 0,62996 × 0,048795 = 0,00192
2,201435
2. Percobaan 2
1
𝑛= × 0,62996 × 0,040829 = 0,00182
1,999293
3. Percobaan 3
1
𝑛= × 0,62996 × 0,055633 = 0,00235
2,089922
4. Percobaan 4
1
𝑛= × 0,62996 × 0,048795 = 0,00187
2,246133
5. Percobaan 5
1
𝑛= × 0,62996 × 0,048795 = 0,0018
2,312422

Saluran Kasar

1. Percobaan 1
1
𝑛= × 0,62996 × 0,074 = 0,00432
1,630692
2. Percobaan 2
1
𝑛= × 0,62996 × 0,077149 = 0,00456
1,608127
3. Percobaan 3
1
𝑛= × 0,62996 × 0,055633 = 0,00394
1,399792
4. Percobaan 4
1
𝑛= × 0,62996 × 0,048795 = 0,0036
1,352437
5. Percobaan 5
1
𝑛= × 0,62996 × 0,076374 = 0,00435
1,663582

DEBIT ALIRAN

𝑄 =𝑣×𝐴

Saluran Licin

1. Percobaan 1
3
Q = 2,201435 X 0,005228 = 0,011508𝑚 ⁄𝑑𝑒𝑡
2. Percobaan 2
3
Q = 1,999293 X 0,005661 = 0,011318𝑚 ⁄𝑑𝑒𝑡
3. Percobaan 3
3
Q = 2,089922 X 0,005483 = 0,011458𝑚 ⁄𝑑𝑒𝑡
4. Percobaan 4
3
Q = 2,246133 X 0,005075 = 0,011398𝑚 ⁄𝑑𝑒𝑡
5. Percobaan 5
3
Q = 2,312422 X 0,004985 = 0,011528𝑚 ⁄𝑑𝑒𝑡

Saluran Kasar

1. Percobaan 1
3
Q = 1,630692 X 0,007057 = 0,011508𝑚 ⁄𝑑𝑒𝑡
2. Percobaan 2
3
Q = 1,608127 X 0,007038 = 0,011318𝑚 ⁄𝑑𝑒𝑡
3. Percobaan 3
3
Q = 1,399792 X 0,008186 = 0,011458𝑚 ⁄𝑑𝑒𝑡
4. Percobaan 4
3
Q = 1,352437 X 0,008428 = 0,011398𝑚 ⁄𝑑𝑒𝑡
5. Percobaan 5
3
Q = 1,663582 X 0,00693 = 0,011528𝑚 ⁄𝑑𝑒𝑡
Grafik Hubungan Antara h(m) dengan Q
Aliran Seragam Licin y = -21.325x + 0.2958
0.056 R² = 0.4364
0.056
0.055
0.054
0.054
0.053
0.052 0.051
h

0.051
0.050
0.050 0.049
0.049
0.048
0.0113 0.01135 0.0114 0.01145 0.0115 0.01155
Q

Pada aliran seragam licin pada grafik hubungan antara h dengan Q berbanding lurus hal
ini dikarenakan apabila nilai Q yang didapat semakin besar maka nilai h juga akan
semakin besar pula. Dari grafik di atas maka dapat diketahui nilai R2 yaitu 0,4364

Grafik Hubungan Antara h(m) dengan Q


Aliran Seragam Kasar y = -17.002x + 0.2683
R² = 0.0428
0.090 0.083 0.080
0.080 0.069 0.069 0.068
0.070
0.060
0.050
h

0.040
0.030
0.020
0.010
0.000
0.0113 0.01135 0.0114 0.01145 0.0115 0.01155
Q

Pada aliran seragam kasar pada grafik hubungan antara Q dengan h berbanding lurus hal
ini dikarenakan apabila nilai Q yang didapat semakin besar maka nilai h juga akan
semakin besar pula. Dari grafik di atas maka dapat diketahui nilai R2 yaitu 0,0428
Grafik Hubungan Antara h(m) dengan Q
Aliran Seragam Licin dan Kasar
0.090 0.083 0.080
0.080 0.069 0.069 0.068
0.070
0.056 0.054
0.060 0.050 0.051 0.049
0.050
h

0.040
0.030
0.020
0.010
0.000
0.0113 0.01135 0.0114 0.01145 0.0115 0.01155
Q

Grafik Hubungan Antara C dengan h/B


Aliran Seragam Licin y = -42.431x + 85.219
R² = 0.034
80.0008
67.01967628
70.0008 69.25063063
60.0008 65.09845717
53.12694569
50.0008 63.8030018
40.0008
C

30.0008
20.0008
10.0008
0.0008
0.038 0.138 0.238 0.338 0.438 0.538 0.638
h/B

Pada aliran seragam licin pada grafik hubungan antara C dengan h/B berbanding lurus hal
ini dikarenakan apabila nilai C yang didapat semakin besar maka nilai h/B juga akan
semakin besar pula. Dari grafik di atas maka dapat diketahui nilai R2 yaitu 0,034
Grafik Hubungan Antara C dengan h/B
y = 56.41x - 7.5689
Aliran Seragam Kasar R² = 0.9272
45.0008
39.19695303
40.0008
31.16415253
35.0008
30.80443476
30.0008 35.5834683
25.0008 29.4784038
C

20.0008
15.0008
10.0008
5.0008
0.0008
0.038 0.138 0.238 0.338 0.438 0.538 0.638 0.738 0.838 0.938
h/B

Pada aliran seragam kasar pada grafik hubungan antara C dengan h/B berbanding lurus
hal ini dikarenakan apabila nilai C yang didapat semakin besar maka nilai h/B juga akan
semakin besar pula. Dari grafik di atas maka dapat diketahui nilai R2 yaitu 0,9272

Grafik Hubungan Antara n dengan h/B


Aliran Seragam Licin y = 0.003x + 0.0004
R² = 0.1316
0.0028
0.00234637
0.0023
0.001923421
0.001866479
0.0018
n

0.001802102 0.001818725
0.0013

0.0008
0.038 0.138 0.238 0.338 0.438 0.538 0.638
h/B
Grafik Hubungan Antara n dengan h/B
Aliran Seragam Kasar y = -0.0052x + 0.0079
R² = 0.8866
0.0048 0.004562152
0.0043 0.00393741
0.004346527
0.0038
0.00431869
0.0033
0.0028 0.003601295
n

0.0023
0.0018
0.0013
0.0008
0.038 0.138 0.238 0.338 0.438 0.538 0.638 0.738 0.838 0.938
h/B
DAFTAR PUSTAKA

Anggarahini. 2005. Hidrolika Saluran Terbuka. Srikandi. Surabaya.

M.T. Lutjito. 2016. Laboratorium Sheet Hidraulika. Universitas Negeri

Yogyakarta. Yogyakarta : Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Dan Perencanaan.

Triatmodjo, B. 1993. Hidraulika I. Beta Offset. Yogyakarta.

Triatmodjo, B. 1993. Hidraulika II. Beta Offset. Yogyakarta.

https://www.academia.edu/7129396/Modul_aliran_seragam
https://www.academia.edu/14976607/Memahami_Perhitungan_pada_Aliran_Seragam_S
aluran_Terbuka

Anda mungkin juga menyukai