Anda di halaman 1dari 91

DI BAWAH

NAUNGAN ISLAM

HASMI
(Himpunan Ahlussunnah Untuk Masyarakat Islami)
Komp. Masjid Al-Marhamah Lantai.2
Jl.Raya Pemda No.4 Karadenan Cibinong Kab.Bogor
Website : www.hasmi.org, E-mail : dpphasmi@ hasmi.org
DI BAWAH NAUNGAN ISLAM

Penyusun :
DPP HASMI

Penerbit :
HASMI
(Himpunan Ahlussunnah Untuk Masyarakat Islami)

Edisi : E-Book 2018

vi + 82 Hlm. ; 148 x 210 mm ; Souvenir Lt BT 11 pt

Dicetak oleh :
MARWAH INDO MEDIA
Jl. Kapten Yusuf, Ds. Sukamantri, Kec. Tamansari No. 61 Bogor
(Belakang Bogor Nirwana Residence)

ii
KATA PENGANTAR
DPP HASMI
(DEWAN PIMPINAN PUSAT)
HIMPUNAN AHLUSSUNNAH UNTUK MASYARAKAT ISLAMI

Saudara-saudara kaum muslimin yang kami hormati dimanapun anda


berada...
Kebangkitan sejati adalah kebangkitan ruhani yang kuat dan
menyeluruh, yaitu terwujudnya di masyarakat kita dominasi
penitian Sirotulmustaqim, penitian jejak-jejak Rosululloh dan
para sahabatnya.
Kebangkitan ini terwujud dengan lenyapnya keterpurukan ruhani yang
elemen-elemennya adalah:
1. Kepercayaan-kepercayaan dan amal-amal kesyirikan.
2. Kepercayaan-kepercayaan dan amal-amal bid’ah.
3. Kemaksiatan kolektif atau terbuka yang terbiarkan.
4. Kezholiman-kezholiman sesama yang tidak dicegah dan dihentikan.
Jalan pelenyapan yang utama adalah pencerahan jiwa-jiwa dengan
dakwah yang memadai. Dakwah kepada manhaj Ahlus Sunnah wal
Jama’ah, golongan yang selamat, manhaj Islam yang murni melalui
suatu usaha yang terorganisir yang terus berkembang sampai menjadi
lebih kuat dari tantangan dan rintangan yang ada.
Jiwa-jiwa yang tercerahkan dengan dakwah yang benar akan bangkit dan
bergerak meninggalkan semua elemen-elemen keterpurukan tadi serta akan
menggantikannya dengan penitian Sirotulmustaqim secara menyeluruh di
setiap lapangan kehidupan.
Mereka yang bangkit adalah yang berakidah benar dan beramal
benar! Merekalah yang benar-benar takut kepada Alloh dan siksa-Nya,
sehingga akan teguh menjaga amanah dan tidak mengkhianatinya apa pun
bentuk amanah itu. Mereka akan takut menzholimi sesama, jika terjadi
kezholiman, mereka akan segera bertaubat. Mereka yang bangkit akan
rindu kepada Alloh dan surga-Nya. Dengan demikian mereka akan
berlomba-lomba untuk mengerjakan kebaikan. Semua ini sudah cukup untuk
menjadi jaminan kemajuan duniawi di samping harapan keselamatan di
akhirat.

iii
Banyak sekali ayat-ayat al-Qur’an yang menjanjikan kecemerlangan dunia,
ketika kebangkitan ruhani terwujudkan. Diantaranya firman Alloh .
”Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah
Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi,
tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka
disebabkan perbuatan mereka”. (QS. al-A’rof [7]: 96)
Dengan risalah ini, kami saudara-saudara anda di Himpunan
Ahlussunnah untuk Masyarakat Islami (HASMI), mengimbau anda
semua untuk ikut bergabung dengan kami, sebagai bentuk partisipasi dan
perjuangan anda dalam mewujudkan kebangkitan umat tercinta ini.
Mewujudkan kebangkitan total, Yaa... itulah tujuan kami. Kebangkitan
yang bermahkotakan berdirinya ”Masyarakat Islami”. Masyarakat yang
dinaungi dan dituntun oleh norma-norma Islam, satu-satunya agama Alloh
. Masyarakat yang secara kolektif atau orang perorangan, bertekad untuk
bersungguh-sungguh dalam meniti sirotulmustaqim. Masyarakat yang
didominasi oleh istiqomah, kejujuran, kebersihan ruhani dan saling kasih
mengasihi.
Mari bergabung bersama kami untuk mencapai tujuan ini dengan strategi
para nabi dan rasul yaitu strategi dakwah. Mendakwahi saudara-saudara
kita untuk bersama-sama beristiqomah. Bekerja dengan tenang melalui
usaha-usaha sederhana, tentram dan terorganisir.
Jangan anda berkecil hati untuk ikut berpartisipasi di dalam menuju tujuan
yang sangat besar dan agung ini. Karena strategi tujuan utama pencapaian
HASMI adalah terbentuknya jaringan orang-orang yang bertekad untuk meniti
sirotulmustaqim! Karena jaringan seperti ini sangat luas dan terpupuk secara
Islami terus menerus akan mampu mewarnai masyarakat dengan warna
penitian sirotul- mustaqim, untuk kemudian mengkristalkan detil penitian
itu secara bertahap dan selangkah demi selangkah, sampai terbentuk
masyarakat yang Islami sebelum musuh-musuh Islam terbangun dari
tidurnya.
Kami akan berusaha membantu anda sebatas kemampuan untuk lebih
memperjelas rambu-rambu Sirotulmustaqim di diri anda dan membantu dalam
menitinya dengan cara kebersamaan kita. Yang terbesar adalah ”semoga
anda tercatat di sisi Alloh sebagai pejuang Islam” walaupun hanya

iv
dengan partisipasi seadanya. Karena sisi terberat suatu amal di dalam Islam
adalah sisi keikhlasan niat dan tekad.
Yang kedua... semoga Alloh mengkaruniakan anda kebangkitan jiwa
yang besar dalam meniti sirotulmustaqim dan memudahkan penitian itu.
Yang ketiga... perjuangan ini akan anda rasakan dalam bentuk penambahan
keimanan anda dan juga akan dirasakan manfaatnya oleh anak keturunan
anda.

Wassalam
Bogor, Januari 2015

v
DAFTAR ISI

BAB I : Titik Mula Awal Sebuah Perjalanan .................. 1


BAB II : Tergoda dan Turun Ke Bumi ............................. 3
BAB III : Pesan Digerbang Syurga .................................... 5
BAB IV : Amanat Besar .................................................... 7
BAB V : Tugas dan Tujuan .............................................. 9
BAB VI : Khalifah dan Khilafah ....................................... 11
BAB VII : Kemuliaan .......................................................... 16
BAB VIII : Keterpurukan ..................................................... 18
BAB IX : Hanya Islam ....................................................... 23
BAB X : Keterpurukan Menjelang Dewasa ..................... 26
BAB XI : Firqotunnajaiyah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah .. 32
BAB XII : Kebangkitan ....................................................... 39
BAB XIII : Gelombang Kebangkitan dan Keterpurukan
Dalam Sejarah ................................................... 44
BAB XIV : Keterpurukan Di Muara Sejarah ........................ 47
BAB XV : Geliat Kebangkitan Di Pekatnya Malam ........... 50
BAB XVI : Gerakan Kebangkitan Di Indonesia .................. 52
BAB XVII : Strategi Kebangkitan ......................................... 54
BAB XVIII: Masyarakat Islami............................................... 57
BAB XIX : Masyarakat Non Islami ...................................... 60
BAB XX : Realita Masyarakat Kita .................................... 67
BAB XXI : Penegakkan Syariat............................................ 70
BAB XXII : Landasan dan Strategi ........................................ 73
BAB XXIII : Strategi Alternatif .............................................. 77
BAB XXIV : Langkah-Langkah Menuju Tujuan .................... 79

vi
BAB I
TITIK MULA SEBUAH PERJALANAN
Titik mula perjalanan ini adalah saat penciptaan manusia
pertama, bapak seluruh manusia yaitu Nabi Adam yang diciptakan
Alloh dari tanah dengan tangan-Nya sendiri. Kemudian ditiupkan
padanya ruh dan diperintahkan kepada para malaikat untuk bersujud
kepadanya. Para malaikat pun bersujud kepada Adam sebagai
bukti ketaatan mereka kepada Alloh dan penghormatan mereka
kepada Adam . Namun pada saat yang sama, terjadilah suatu
kedurhakaan yang besar sekali berupa pembangkangan Iblis terhadap
Alloh dengan menolak untuk bersujud kepada Adam seraya
takabur atas dasar klaim bahwa bahan asal penciptaan dirinya, yaitu
api yang dianggapnya lebih mulia dari bahan asal penciptaan Adam
, yaitu tanah. Murkalah Alloh dan terkutuklah Iblis.
Alloh berfirman:

   


     
           

    


           

            
    
 

                   

      


    

“(Ingatlah) ketika Robbmu berfirman kepada para malaikat:


„Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah.‟ Maka
apabila telah Ku-sempurnakan penciptaannya dan Ku-tiupkan
kepadanya ruh (ciptaan)-Ku; maka hendaklah kalian bersujud
kepadanya. Lalu seluruh malaikat pun bersujud semuanya, kecuali
Iblis; dia menyombongkan diri dan jadilah dia termasuk orang-orang
yang kafir. Alloh berfirman: „Hai Iblis, apakah yang menghalangi kamu
sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku? Apakah
kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-
1
orang yang (lebih) tinggi?‟ Iblis berkata: „Aku lebih baik daripadanya,
karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan
dari tanah.‟ Alloh berfirman: „Keluarlah kau dari surga! Sesungguhnya
kau adalah makhluk yang terkutuk, sesungguhnya kutukan-Ku tetap
atasmu sampai hari pembalasan.” (QS. Shod [38]: 71-78)

(Sumber : STH 3 Tugas dan Tujuan; Bab I)

2
BAB II
TERGODA DAN TURUN KE BUMI

Setelah Adam dianugerahi seorang istri yang Alloh


ciptakan dari salah satu tulang rusuk Adam sendiri, mereka berdua
pun dipersilahkan untuk menghuni surga dengan diberikan dua pesan
yaitu agar berhati-hati jangan sampai musuh mereka Iblis menipu
mereka dan mengeluarkan mereka dari surga dan pesan kedua agar
tidak mendekati salah satu pohon surga.
Tetapi pada kenyataannya, Adam terpedaya oleh tipuan Iblis
yang membujuk dan merayunya. Maka didekatinya pohon itu bahkan
kemudian mereka berdua mencicipi buahnya.
Adam dan Hawa pun menyesal serta mengakui kesalahan mereka,
lalu meminta ampun kepada Alloh dan Alloh pun mengampuni
mereka. Kemudian Alloh memerintahkan mereka untuk keluar dari
surga dan turun ke bumi.
Alloh berfirman:
  
               

    

“Dan Kami berfirman: „Hai Adam, diamilah oleh kamu dan istrimu
surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik
di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini,
yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zholim‟.” (QS.
al-Baqoroh [2]: 35)

 
    
           

“Maka Kami berkata: „Hai Adam, sesungguhnya ini (Iblis) adalah


musuh bagimu dan bagi istrimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia
mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu
menjadi celaka‟.” (QS. Thoha [20]: 117)

3

                 

                
 

       


         
 

           


         

 

“Maka setan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk


menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari aurat mereka
dan setan berkata: „Robb kalian tidak melarang kalian untuk mendekati
pohon ini, melainkan supaya kalian berdua tidak menjadi malaikat atau
tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga).‟ Dan dia (setan)
bersumpah kepada keduanya. „Sesungguhnya saya adalah seorang
penasehat bagi kalian berdua.‟ Maka setan membujuk keduanya (untuk
memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah
mencicipi buah pohon itu, nampaklah bagi keduanya aurat-aurat
mereka, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga.
Kemudian Robb mereka menyeru mereka: „Bukankah Aku telah
melarang kalian berdua dari pohon itu dan Aku katakan kepada kalian:
„Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian
berdua?” (QS. al-A'rof [7]: 20-22)
Demikianlah godaan, bujukan dan rayuan Iblis kepada Adam dan
istrinya Hawa, yang menyebabkan keduanya dikeluarkan dari surga
dan diturunkan untuk mendiami bumi.

(Sumber : STH 3 Tugas dan Tujuan; Bab II)

4
BAB III
PESAN DI GERBANG SURGA

Bersamaan dengan turunnya Adam dan Hawa dari surga ke


bumi, Iblis pun diturunkan dari surga untuk kemudian tinggal di bumi
yang sama dengan keduanya.
Dalam pelepasan kedua jenis makhluk Alloh itu, Alloh pun
memberi pesan terakhir kepada mereka sebelum menjalani kehidupan
yang sangat berbeda dengan kehidupan yang sebelumnya, yaitu
kehidupan dunia yang penuh dengan liku-liku kesedihan dan kesulitan.
Kehidupan yang penuh cobaan dan pertarungan di antara kedua jenis
makhluk itu.
Alloh berfirman:

   
       
         

          


      

 
   
 

“Turunlah kalian semua dari surga! Sebagian kalian menjadi musuh


bagi sebagian lainnya. Jika datang kepada kalian petunjuk dari-Ku,
maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan
tidak akan sengsara. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku,
maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit dan akan Kami
kumpulkan mereka pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS.
Thoha [20]: 123-124)


  
                  

              

“Kami berfirman: „Turunlah kalian semuanya dari surga itu! Kemudian jika
datang petunjuk-Ku kepada kalian, maka barangsiapa yang mengikuti
petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak
(pula) mereka bersedih hati.‟ Adapun orang-orang yang kafir dan

5
mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni neraka; mereka
kekal di dalamnya.” (QS. al-Baqoroh [2]: 38-39)
Turunlah Adam dan istrinya untuk menjalankan tugas yang
memang telah ditentukan sebelumnya.

(sumber : STH 3 Tugas dan Tujuan; Bab III)

6
BAB IV
AMANAT BESAR

Turunlah pasangan manusia pertama untuk menjalankan tujuan


penciptaan dan tugas utamanya yaitu menunaikan amanat yang telah
diterimanya dengan sukarela, padahal langit, bumi dan gunung-gunung
menolak dan merasa ngeri untuk memikulnya.
Alloh berfirman:
      
        
  

       

“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi


dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu
dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat
itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zholim dan amat
bodoh.” (QS. al-Ahzab [33]: 72)
Ibnu Katsir meriwayatkan bahwa Al Oufi (salah seorang murid
Ibnu „Abbas ) meriwayatkan bahwasanya Ibnu Abbas berkata:
“Yang dimaksud dengan amanat adalah “ketaatan”. Alloh
telah menawarkan kepada makhluk-makhluk itu (yaitu langit, bumi
dan gunung-gunung) sebelum menawarkannya kepada Adam .
Maka Alloh berfirman kepada Adam : Aku telah menawarkan
amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, akan tetapi mereka
tidak bersedia memikulnya. Apakah engkau siap memikulnya? Adam
pun bertanya: “Wahai Robb, apakah kandungannya? Alloh pun
berfirman: “Jika engkau berbuat baik maka engkau akan diganjar
kebaikan sebaliknya jika engkau berbuat buruk, maka engkau akan
dihukum (siksa)”, maka Adam pun menerima amanat itu.”
Kita perhatikan ayat tersebut dengan seksama dan memperhatikan
pula penafsiran Ibnu „Abbas tersebut dengan tidak dirinci isi dan
konsekuensi amanat tersebut. Yang ada adalah penetapan status
“perhitungan”. Tetapi Ibnu Katsir setelah meriwayatkan perkataan dari

7
beberapa ulama salaf yang kemudian beliau menyimpulkan bahwa
amanat itu adalah “tugas, perintah-perintah dan larangan-larangan”.
Pesan di gerbang surga pun mengandung janji bahwa Alloh akan
menurunkan hidayah-Nya (petunjuk-Nya) dan menjanjikan ganjaran yang
baik untuk mereka yang mengikuti petunjuk itu serta ancaman hukuman
untuk mereka yang menolaknya. Petunjuk yang Alloh turunkan adalah
Islam itu sendiri.
 Jadi amanat itu adalah ajaran-ajaran Islam. Yaitu, Islam yang
murni bukan Islam yang dirasuki oleh kepalsuan-kepalsuan.
 al-Qur‟an telah menjelaskan dua hal yang menjadi cakupan
amanat ini secara tersirat, yaitu tujuan hidup dan tugas (jabatan)
manusia (kekhilafahan).
Jadi amanat itu adalah penerapan Islam dalam pelaksanaan tujuan
hidup dan penunaian tugasnya.

(sumber STH 3 Tugas dan Tujuan; Bab IV)

8
BAB V
TUGAS DAN TUJUAN

1. Tujuan Hidup Manusia.


Alloh berfirman:
     
  

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya


mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat [51]: 56)
Ayat ini menjelaskan dengan gamblang namun masih bersifat
global tentang tujuan hidup (penciptaan) manusia, yaitu “beribadah
hanya kepada Alloh saja” dan yang demikian ini dinamakan
tauhid (mengesakan Alloh ).

2. Tugas Manusia yaitu:


Khilafah atau kekhilafahan (penguasaan dan kepengu-rusan)
bumi. Setelah beriman dan bertauhid, manusia dituntut untuk menjadi
penyelenggara penegakan tauhid di atas bumi dengan menerapkan
hukum-hukum Alloh atas diri-diri mereka dan atas orang-orang yang
tidak beriman serta makhluk-makhluk bumi selain manusia yang berada
di bawah kekuasaannya. Yaitu bumi dan apa yang ada di atasnya.
Itulah tugas kekhilafahan. Dengan demikian orang-orang yang beriman
harus menjadi “polisi” bumi, tetapi tidak boleh sewenang-wenang.
Mereka harus terikat oleh hukum-hukum Alloh dan bukan menuruti
hawa nafsu dalam menghukum atau mengikuti hukum-hukum selain
hukum Alloh .
Selain tercakup dalam banyak ayat al-Qur‟an, tugas dan
peranan ini pun dikandung oleh nama yang Alloh berikan bagi
jenis manusia, yaitu khalifah.
Alloh berfirman:
 ...          

9
“Ingatlah ketika Robbmu berfirman kepada para malaikat:
„Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi‟." … (QS. al-Baqoroh [2]: 30)

Untuk lebih jelasnya tentang masalah khalifah dan khilafah, maka


ikutilah dalam pembahasan selanjutnya.

(sumber : STH 3 Tugas dan Tujuan; Bab V)

10
BAB VI
KHALIFAH DAN KHILAFAH
A. Khalifah
Arti kata khalifah dapat diperjelas dengan uraian berikut:
1. Khalifah secara umum berarti penguasa yang dipertuan di
muka bumi.
Predikat ini untuk seluruh manusia atas makhluk-makhluk bumi
lainnya. Manusia diberi Alloh akal dan semua kemampuan untuk
itu. Kenyataan manusia di bumi yang dari hari ke hari bisa
mengungguli makhluk-makhluk bumi lainnya dan mengatasi banyak
kendala dan rintangan-rintangan hidupnya, membuktikan arti ini.
Penafsiran penguasa, pengurus dan yang dipertuankan secara umum
ini didukung pula oleh arti kedua dan ketiga dari kata khalifah ini.
Dari ayat-ayat berikut kita juga bisa menangkap arti itu
tersirat jelas di dalamnya.
Alloh berfirman:
 ...          

“Ingatlah ketika Robbmu berfirman kepada para malaikat:


„Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi‟." … (QS. al-Baqoroh [2]: 30)
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan
kata “khalifah” adalah Adam dan keturunannya, yaitu jenis
manusia. Alloh berfirman:

      
           

  
     
      
  

“Dia-lah yang menjadikan kalian sebagai khalifah-khalifah di muka


bumi. Barangsiapa yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa
dirinya sendiri. Dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain
hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Robbnya dan
kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan
menambah kerugian mereka belaka.” (QS. Fathir [35]: 39)

11
Ayat ini lebih jelas lagi dari ayat sebelumnya bahwa yang
dimaksud dengan “khalifah-khalifah” adalah jenis manusia, baik
mu’min maupun kafir.
Alloh berfirman:
           
   
   

 ... 

“Tidakkah kalian perhatikan, sesungguhnya Alloh telah


menundukkan untuk (kepentingan) kalian apa yang di langit dan apa
yang di bumi dan menyempurnakan untuk kalian nikmat-Nya lahir
dan batin....” (QS. Luqman [31]: 20)
Dalam ayat ini diterangkan betapa Alloh telah “menun-
dukkan” semua yang ada di alam semesta untuk jenis manusia,
makhluk yang dipertuankan.
Rosululloh bersabda:

“Sesungguhnya dunia itu manis dan indah, dan sesungguhnya Alloh


menguasakan kepada kalian untuk mengelola apa yang ada di
dalamnya, kemudian Alloh mengawasi apa yang kalian perbuat.”
(HR. Muslim)
Adapun tafsir kata khalifah dengan arti “kaum yang saling
menggantikan generasi atas generasi sebelumnya” memang begitulah
keadaan manusia. Akan tetapi hal ini bukan khusus untuk manusia,
binatang pun demikian.

2. Khalifah dalam arti syar‟i adalah: makhluk penguasa bumi yang


berperan sebagai penyelenggara tauhid.
Hal ini hanya berlaku untuk orang-orang yang beriman agar
menegakkan tauhid dan syariatnya serta berdakwah dan berjihad
untuk memasukkan umat manusia ke dalam agama Alloh , juga
untuk menegakkan syariah atas semua makhluk bumi.
Ketika manusia dituntut untuk menunaikan sisi pertama dari
amanat, tujuan dari penciptaannya (hidupnya), yaitu hanya

12
beribadah kepada Alloh saja, maka kata khalifah dalam arti
pertama harus berjalan di atas syariat tauhid (syariat Islam). Ini
berarti bahwa manusia-manusia yang tidak bertauhid, walaupun
menyandang nama dan sifat kekhilafahan bukanlah khalifah-khalifah
yang sebenarnya (seperti yang dituntut oleh al-Qur‟an). Demikian
juga orang-orang Islam yang tidak ikut dalam usaha menegakkan
syariat tauhid di muka bumi. Walaupun kedua golongan ini sangat
berbeda dalam keterpurukan masing-masing.
Alloh berfirman:
 
   
 
         


    
           
  

                

 

“Dan Alloh telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di


antara kalian dan mengerjakan amal-amal yang sholeh bahwa Dia
sungguh-sungguh akan mengkhalifahkan mereka (menjadikan
mereka berkuasa) di muka bumi, sebagaimana Dia telah
menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh
Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-
Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan mengganti
(keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi
aman sentausa. Mereka tetap beribadah kepada-Ku dan tiada
mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barang-siapa
yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-
orang yang fasik.” (QS. An-Nur [24]: 55)
Ibnu Katsir dalam tafsirnya berkata:
“Ini adalah janji Alloh kepada Rosul-Nya, yaitu akan
menjadikan umat beliau sebagai pemimpin seluruh manusia,
memperbaiki keadaan negeri-negeri, dan seluruh manusia pun
tunduk kepada mereka.”

13
Ayat di atas dan tafsirnya sangat jelas dan selaras dengan
arti kedua ini, dengan adanya kalimat-kalimat:
 Orang-orang yang beriman dan beramal soleh
 Berkuasa (khalifah)
 Keamanan
 Beribadah hanya kepada Alloh saja (tauhid).
3. Khalifah dalam arti “pelaksana hukum-hukum Alloh ” dalam
memutuskan seluruh perkara yang terjadi di antara makhluk di
bumi ini. Sebagaimana yang dikandung oleh arti ayat berikut.
Alloh berfirman:

        
         

               
   

 

“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa)


di muka bumi, maka putuskanlah (semua perkara) di antara manusia
dengan adil (yang dimaksud dengan „adil‟ adalah hukum Alloh ) dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan
kamu dari jalan Alloh. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan
Alloh akan mendapat adzab yang berat, karena mereka melupakan
hari perhitungan.” (QS. Shaad [38]: 26)
Selain secara langsung mendukung arti ketiga ini, ayat ini pun
mendukung arti kedua dengan mengaitkan kata “khalifah” dengan
tugas (ingat, ayat ini berisi perintah) untuk menjalankan “hukum” di
mana hal ini menuntut adanya kekuasaan. “Bil Haq” di sini adalah
hukum Alloh . Ayat ini juga mengandung ancaman dahsyat untuk
penguasa-penguasa yang tidak menerapkan hukum Alloh (dengan
kata lain menerapkan hukum yang bukan syariat Islam).
Kesimpulan:
Arti pertama ada pada setiap jenis manusia baik mukmin ataupun
kafir. Arti kedua adalah penyandang peranan penegakan
penyelenggaraan tauhid melalui (pencapaian) kekuasaan. Peranan

14
ini bagi seluruh orang yang beriman. Mereka wajib melaksanakan
peranan ini sebagai suatu kewajiban yang tercakup dalam amanat
kubro dan dituntut oleh al-Qur‟an. Sedangkan arti ketiga adalah peran,
hak dan kewajiban pemerintahan, pemimpin dan negara Islam.

B. Khilafah
Khilafah adalah sifat dari khalifah (pelaku khilafah). Jadi khilafah
adalah kepenguasaan dan kepengurusan dan karena itu khilafah
terbagi atas tiga macam.
1. Arti khilafah secara umum sejalan dengan arti khalifah secara
umum, yaitu kesuperioritasan (hegemoni) manusia atas
makhluk-makhluk bumi lainnya.
2. Arti khilafah secara khusus pun selaras dengan arti khalifah
secara khusus, yaitu penyelenggaraan tauhid di bumi ini.
3. Khilafah dalam arti yang ketiga bisa juga dinamakan Khilafah
Struktural dan artinya selaras dengan arti ketiga dari khalifah,
yaitu pemerintahan atau negara Islam. Negara Islam dan
pemerintahannya adalah penata, pemimpin, dan pengendali
pelaksanaan tugas-tugas kekhilafahan. Walaupun tugas
kekhilafahan tetap menjadi amanat untuk seluruh orang yang
beriman, akan tetapi karena posisi pemerintah yang khusus,
maka istilah ini disematkan kepada pemerintah dari sebuah
negara Islam.

(sumber : STH 3 Tugas dan Tujuan; Bab VI)

15
BAB VII
KEMULIAAN

Kemuliaan yang besar telah diberikan kepada jenis manusia sejak


penciptaannya. Manusia pertama, walaupun diciptakan untuk bumi,
tetapi penciptaannya berlangsung di atas langit dan disaksikan oleh para
malaikat yang mulia. Tubuhnya dibentuk sebaik dan seindah-indahnya
bentuk oleh tangan Alloh sendiri. Ruhnya pun ditiupkan ke dalam
jasadnya oleh Alloh sendiri pula. Kemudian Alloh membekalinya
dengan dasar-dasar seluruh ilmu, yaitu ilmu tentang nama-nama seluruh
makhluk. Setelah itu para malaikat yang suci dan mulia diperintahkan
untuk bersujud kepadanya. Jadi manusia sejak diciptakan adalah
makhluk yang mulia dan bukan sama sekali bermula dari kera seperti
yang dikatakan oleh Yahudi Darwin. Barangsiapa yang percaya pada
teori Darwin ini, maka dia telah kafir.
Setelah Adam terpuruk pun karena melanggar satu-
satunya larangan pada waktu itu, Alloh segera mengilhaminya
taubat dan mengajarkannya kata-kata yang harus diucapkannya agar
taubatnya diterima dan bisa bangkit kembali dari keterpurukan itu.
Taubatnya pun diterima dan Adam pun bangkit ke derajatnya
semula. Inilah kisah keterpurukan dan kebangkitan pertama untuk
jenis manusia. Jika Adam tidak bangkit waktu itu, maka dia dan
keturunannya bisa jadi akan terpuruk selama-lamanya seperti halnya Iblis
yang enggan untuk bangkit setelah keterpurukan yang dahsyat.
Dia dan keturunannya pun diberikan ilmu yang menerangi
perjalanan hidupnya dalam menuju kampung halaman tempat dia
diciptakan untuk menemui dan memandang wajah penciptanya Yang
Maha Indah sambil menjalani kehidupan surga abadi yang penuh
dengan kelezatan dan kenikmatan yang tidak akan pernah putus,
bertetangga dengan sang pencipta. Suatu kemuliaan yang luar biasa!
Turunlah Adam ke bumi. Dia dan keturunannya memang
dipersiapkan untuk menjadi penguasa dan pengurus bumi (khalifah).
Alloh telah menciptakan tubuhnya dari tanah (bumi) sementara
malaikat yang tubuhnya diciptakan dari cahaya dan jin yang jasadnya

16
diciptakan dari api, tidak terpilih untuk tugas ini. Walaupun mereka
sudah ada sebelum Adam . Suatu kemuliaan yang besar sekali!
Bumi pun telah dipersiapkan untuk menerima kedatangan sang
khalifah. Semua yang ada di bumi telah ditundukkan dan diselaraskan
dengan struktur tubuh dan jiwa sang khalifah. Seluruh komponen alam
semesta yang ada di antara bumi dan langit diorbitkan untuk melayani
makhluk baru ini dan menjadi pendukung bumi agar tetap kondusif
untuk manusia. Pepohonan di atas bumi seakan-akan para pekerja
pembuat makanan, minuman dan oksigen untuk manusia. Binatang-
binatang ternak seakan-akan sebagai pengawet daging-daging yang
menempel di tubuhnya sampai tiba waktunya bagi manusia untuk
memakannya. Semua telah tersedia! Lagi-lagi kemuliaan yang tak
tertandingi oleh makhluk-makhluk lainnya... Tak ada lagi alasan bagi
manusia untuk tidak dapat menjalani tugas!!
Tugas dan tujuan penciptaannya itulah dasar dari kemuliaannya.
Kemuliaan demi kemuliaan itu hanya bisa diraih dan dipertahankan
dengan cara konsisten menjalankan amanat, yaitu tauhid dan
khilafah... Jika dia mengabaikannya, maka kemuliaan akan tergantikan
dengan kehinaan! Na‟udzubillahi min dzalik!

(sumber : STH 3 Tugas dan Tujuan; Bab VII)

17
BAB VIII
KETERPURUKAN

A. KETERPURUKAN PERTAMA
Telah kita ketahui bahwasanya Iblis yang semula dimuliakan,
hidup di alam ketinggian bersama para malaikat yang suci, dekat dengan
Robbnya dan diberikan kesempatan mendengar suara Alloh serta
berdialog dengan-Nya, terusir dari kedudukan itu dan tercampakkan dari
kemuliaannya menjadi terkutuk selama-lamanya “hanya” karena satu
kesalahan saja, enggan dan sombong melaksanakan suatu perintah yang
dianggap merendahkan martabatnya.
Adam pun telah dikeluarkan dari surga hanya karena
pelanggaran satu larangan saja dan karenanya harus melakoni
kehidupan dunia yang penuh tantangan dan kesulitan.
Keduanya sama-sama terpuruk. Yang satu karena menolak satu
perintah dan yang lainnya karena melanggar satu larangan. Dengan rahmat
Alloh , Adam segera bangkit dengan taubat nasuha dan kembali
meraih kemuliaannya walaupun harus meninggalkan surga. Sedangkan
Iblis enggan untuk bertaubat dan terpuruklah dia ke dalam keterpurukan
yang seburuk-buruknya.
Ketika Adam ditegur oleh Alloh :
“Bukankah Aku telah melarang kalian berdua dari pohon itu?
Dan Aku katakan kepada kalian bahwa sesungguhnya setan itu adalah
musuh yang nyata bagi kalian? .”
Maka Adam pun berkata:
“Wahai Robb kami, kami telah menzholimi diri kami sendiri. Jika
Engkau tak sudi mengampuni dan merahmati kami, pasti kami akan
menjadi golongan orang-orang yang rugi! .”
Pengakuan, perendahan diri... permohonan...itulah taubatan nasuha!
Sedangkan Iblis, ketika Alloh berfirman “Apa yang mencegahmu
untuk sujud, ketika Aku sudah memerintahkanmu?”
Jawabannya adalah kesombongan dan penolakan!

18
Alloh berfirman:
                   

 
“Apa yang mencegahmu untuk sujud, ketika Aku sudah
memerintahkanmu?” Maka Iblis menjawab, „Saya lebih baik
daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau
ciptakan dari tanah‟.” (QS. al-A‟roof [7]: 12)
Jadi, keterpurukan yang sebenarnya adalah jatuhnya posisi atau
derajat seseorang di sisi Alloh dan sebab keterpurukan adalah
penyelisihan Sirotulmustaqim, baik dalam bentuk pengabaian perintah,
pelanggaran larangan karena kelemahan atau yang lebih hebat yaitu
pelanggaran dasar-dasar utama dari agama ini.
Inilah sebenar-benarnya keterpurukan! Sedangkan kesu-litan-
kesulitan dan kerendahan-kerendahan lainnya walaupun kita namakan
sebagai sebuah keterpurukan, maka ia hanyalah buah dari keterpurukan
sejati ini, yaitu keterpurukan ruhani.
Adam telah melanggar larangan karena kelemahan.
Alloh berfirman:
   
        
  
  

“Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu,


maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya
keteguhan yang cukup.” (QS. Tohaa [20]: 115)
Sedangkan Iblis telah menolak perintah, karena dia berprinsip
bahwa perintah Alloh harus disaring terlebih dahulu! Yang mana bisa
diterima oleh akal pikirannya dan mungkin dilaksanakan, sedangkan yang
tidak bisa diterima oleh akal pikirannya akan ditolaknya!
Adapun jalan kebangkitan adalah jalan yang ditempuh Adam ,
yaitu bertaubat dan kembali meniti jalan penyerahan. Bukan jalan
yang ditempuh Iblis, yaitu tetap meneruskan kesalahan dan
penyelisihan.

19
B. Macam-macam Keterpurukan:
Mayoritas aktifis Islam di seluruh dunia bersepakat bahwa pada
dewasa ini secara umum umat berada dalam keterpurukan. Akan tetapi
terdapat perbedaan sudut pandang tentang arti atau yang dimaksud
dengan keterpurukan itu sendiri. Kalau kita sepakati bahwa arti umum
dan global dari keterpurukan adalah lawan dari arti kemuliaan dan
kebahagiaan, maka akan lebih jelas rinciannya ketika kita membagi-
bagi keterpurukan menurut jenis dan macam-macamnya.
1. Keterpurukan Ruhani:
Yaitu keterpurukan yang berbentuk penyelisihan Sirotul-
mustaqim. Penyelisihan ini adalah pengabaian atau kelemahan dalam
menunaikan sisi pertama amanat yang dipikul oleh manusia, yaitu sisi
pelaksanaan tujuan hidup, peribadatan hanya kepada Alloh saja,
tauhid, sunnah dan syariat-Nya. Pada pasal sebelumnya telah kita
dapati bahwa penunaian amanat ini adalah dasar utama untuk
kemuliaan manusia. Ketika hal ini ditinggalkan atau diselewengkan
atau diabaikan, terhinalah manusia dan inilah keterpurukan utama.
Bukan hanya sampai di situ saja, akan tetapi jenis keterpurukan ini
(keterpurukan ruhani) adalah induk semang yang akan melahirkan
keterpurukan-keterpurukan yang lain.
Demikian buruknya keterpurukan ruhani ini sehingga potret
yang sebenarnya akan terproyeksikan di Jahannam nanti dalam
bentuk siksaan-siksaan yang tak terperikan.
2. Keterpurukan Peran:
Keterpurukan ini berbentuk pengabaian atau peninggalan atau
melemahnya pelaksanaan sisi kedua dari al-amanat, yaitu peranan
sebagai penyelenggara syariat tauhid atas semua makhluk yang ada di
bumi dengan menegakkan syariat itu dan memperlakukan semua
makhluk dengan kandungannya menurut jenis masing-masing makhluk.
Keterpurukan ini dilahirkan oleh induk keterpurukan,
yaitu keterpurukan ruhani. Tulang punggung sisi amanat yang satu
ini adalah kekuasaan dan dasarnya adalah kebangkitan ruhani.

20
Alloh berfirman:
                


    
        
      

    

“Dan sesungguhnya Kami telah membinasakan umat-umat sebelum


kalian, ketika mereka berbuat kezholiman padahal Rosul-Rosul
mereka telah datang kepada mereka dengan membawa keterangan-
keterangan yang nyata, tetapi mereka sekali-kali tidak mau beriman.
Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang
yang berbuat dosa. Kemudian Kami jadikan kalian khalifah-
khalifah di muka bumi sesudah mereka, dan Kami akan mengamati
bagaimana kalian berbuat.” (QS. Yunus [10]: 13-14)
Mereka yang dibinasakan di ayat ini adalah para khalifah di
muka bumi yang terbinasakan karena keterpurukan ruhani
(kezholiman dan tidak mau beriman) kemudian digantikan oleh
umat Muhammad untuk kemudian hukuman yang sama bisa
terjadi bila sebab-sebabnya terulang lagi. Ketika terjadi,
keterpurukan peran ini akan melahirkan kekacauan kehidupan
Islami dan menjadikan darah, harta, dan akidah kaum muslimin tidak
terlindungi dengan semestinya serta menghancurkan sendi-sendi amar
ma‟ruf nahi munkar. Dalam konteks poin yang terakhir ini,
keterpurukan ini pun akan menjadi sebab dari kedua keterpurukan
selanjutnya.
3. Keterpurukan Duniawi:
Keterpurukan duniawi adalah musibah-musibah yang terjadi
akibat dari kedua keterpurukan di atas. Baik dalam bentuk bencana-
bencana alam, kemiskinan yang menyiksa, wabah penyakit,
kehancuran generasi muda, kelemahan, penindasan dan lain-lain.
4. Keterpurukan Ukhrawi:
Keterpurukan ini adalah keterpurukan yang maha dahsyat
yang diakibatkan oleh keterpurukan ruhani dan juga bisa karena
imbas dari keterpurukan peran. Keterpurukan ukhrawi sangat luar
21
biasa deritanya. Kehidupan penuh siksa dan kesengsaraan dalam
lubang-lubang dan gumpalan-gumpalan api Jahannam yang
panasnya 69 kali lebih panas dari api dunia, ditambah lagi dengan
bermacam-macam siksaan dan penderitaan.
Demi menghindari keterpurukan ukhrawi inilah gerakan-
gerakan kebangkitan seharusnya berusaha sekuat-kuatnya
mewujudkan kebangkitan ruhani. Adapun keterpurukan-
keterpurukan lainnya akan dengan sendirinya teratasi, ketika
kebangkitan ruhani telah terwujud.

(sumber : STH 3 Tugas dan Tujuan; Bab IX)

22
BAB IX
HANYA ISLAM

Untuk beribadah kepada Alloh dan untuk mencapai


keridoan-Nya, Alloh hanya menurunkan satu agama kepada
hamba-hamba-Nya, sejak awal penciptaan manusia hingga hari
kiamat kelak, yaitu agama Islam. Seluruh nabi, dari Nabi Adam
sampai Nabi Muhammad , hanya membawa dan mendakwahkan
agama Islam. Itulah sirotulmustaqim.
 
   
  

“Sesungguhnya agama (yang diridoi) di sisi Alloh hanyalah


Islam.” (QS. Ali „Imron [3]: 19)

1. Inti agama Islam adalah “berserah diri secara total kepada Alloh
, mengesakan-Nya, mengagungkan-Nya dan mencintai-Nya
dengan mengikuti wahyu dan syariat-Nya”. Hakikat sesuatu yang
diajarkan oleh Islam tidak akan pernah berubah, sejak Nabi
Adam sampai Nabi Muhammad dan hingga hari kiamat.
Adapun syariat yang diturunkan Alloh , yaitu cara beribadah,
tempat dan kadar peribadatan serta peraturan kemasyarakatan,
bahkan hukum halal dan haram, masih bisa berbeda antara satu
rosul dengan yang lainnya. Oleh karena itu, walaupun berbeda
dalam syariat di beberapa bagian detail atau rinciannya
(mayoritas syari‟at global sama saja), namun aqidah para nabi
dan ajaran mereka adalah sama, yaitu Islam.
2. Nabi Musa adalah nabi Islam, beragama Islam dan
mendakwahkan Islam serta para pengikutnya adalah orang-orang
Islam, bukan orang-orang Yahudi.
Sedangkan agama Yahudi adalah agama batil yang dianut oleh
orang-orang yang menyelisihi ajaran yang dibawa oleh Nabi Musa .

23
          
  

“Musa Berkata: „Wahai kaum, jika kalian beriman kepada Alloh,


maka bertawakkallah kepada-Nya saja, jika kalian benar-benar
orang-orang Islam (muslimin).” (QS. Yunus [10]: 84)
Demikian pula halnya dengan Nabi Isa dan para
pengikutnya yang setia, mereka adalah kaum muslimin sedangkan
para penyelisihnya yang dinamakan umat Kristiani dengan agama
mereka (Kristen), mereka adalah kaum musyrikin.

     


        
  
    

     

“Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani lsrail), ia


berkata: „Siapakah yang siap menjadi penolong-penolongku untuk
(menegakkan agama) Alloh?‟, para hawariyin (sahabat-sahabat setia)
menjawab: „Kamilah penolong-penolong (agama) Alloh, kami beriman
kepada Alloh; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-
orang Islam.” (QS. Ali „Imron [3]: 52)

                

“Dan (ingatlah), ketika Aku ilhamkan kepada pengikut Isa yang setia:
„Berimanlah kalian kepada-Ku dan kepada rosul-Ku‟. Mereka
menjawab: „Kami telah beriman dan saksikanlah (wahai rosul) bahwa
sesungguhnya kami adalah orang-orang Islam (muslimun).” [QS. al-
Ma‟idah (5): 111]
3. Pada waktu yang sama, Alloh menolak semua agama selain
Islam, walaupun bertujuan atau ditujukan untuk mendapatkan
keridoan-Nya.
    
      
    

“Barangsiapa menganut agama selain Islam, maka sekali-kali


tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat
termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali „Imron [3]: 85)

24
     
       

“…Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kalian agama kalian dan
telah Ku-cukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Ku ridoi Islam
itu jadi agama kalian….” (QS. al-Ma‟idah [5]: 3)

(sumber : STH 1 Terpecah..!! Yang Benar Hanya Satu; Bab I)

25
BAB X
KETERPURUKAN MENJELANG DEWASA
Terpecah..Yang Benar Hanya Satu

Alloh adalah satu-satunya Robb (Tuhan) yang benar, dan


Islam adalah satu-satunya agama yang benar. Tetapi pada zaman kita
sekarang ini, kita dapati “banyak Islam”. Berdasarkan prinsip asasi
bahwa Islam yang benar hanyalah satu, maka di antara yang banyak
itu, hanya satu Islam yang benar-benar Islam dan murni.
Alloh telah menegaskan bahwa jalan-Nya hanyalah satu
sirot, dan bukan subul (banyak jalan).
                   

  
  

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah sirotulmustaqim


(jalan-Ku yang lurus), maka ikutilah jalan ini, dan janganlah kalian
mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-
beraikan kalian dari jalannya. Demikianlah wasiat Alloh kepada kalian
agar kalian bertakwa.” (QS. al-An‟am [6]: 153)
Selain Islam yang benar lagi murni, maka tidak akan dapat
menyampaikan kepada keridoan Alloh . Semakin bertambah
kekurangmurnian Islam pada diri seseorang, maka semakin
bertambah terancam pula tujuannya dalam mendapatkan keridoan
Alloh yang mutlak. Semakin bertambah ketidakmurnian keislaman
seseorang, maka semakin bertambah pula kejauhannya dari Alloh .
Ini semua terjadi ketika kekurangmurnian keislaman seseorang masih
dalam lingkaran umum Islam. Tetapi ketika ketidakmurnian terus
melebar, hal ini bisa mengantarkan seseorang kepada kekafiran.
Umat ini akan terpecah menjadi banyak golongan. Dan memang
sudah terpecah! Namun hanya satu yang benar, dan yang lain salah!
Hanya satu yang akan selamat dari api neraka, sedangkan yang lain
akan memasuki neraka terlebih dahulu!

26
“Sesungguhnya umatku akan berpecah-belah menjadi 73 golongan.
Satu golongan di dalam surga dan 72 golongan di dalam neraka.
Ditanyakan kepada beliau: „Siapakah mereka (yang satu golongan) itu
wahai Rosululloh?‟, maka beliau menjawab: „al-Jama‟ah.” (HR. Ibnu
Majah, Ibnu Abi „Ashim dan al Lalika‟i)

“Sesungguhnya Bani Israil telah berpecah-belah menjadi 72 kelompok


keagamaan, dan umatku akan berpecah-belah menjadi 73 kelompok
keagamaan. Seluruhnya berada di api neraka, kecuali satu kelompok.
Mereka (para sahabat) bertanya: „Siapakah satu kelompok itu wahai
Rosululloh?‟, maka beliau menjawab: „Mereka yang mengikuti jejakku
dan jejak para sahabatku.” (HR. Tirmidzi, Hakim dan al Lalika‟i)
Dari penjelasan tersebut di atas, gugurlah teori Pluralisme di
dasar Jahannam yang paling dalam!
Yang benar hanya satu!
Maka sangat wajiblah bagi kita untuk mempelajari yang satu tersebut
dan menghindar dari yang lainnya!

A. Arti Iftiroq (perpecahan).


Arti dari iftiroq atau perpecahan dalam konteks ini adalah
meninggalkan garis lurus sirotulmustaqim dan mengikuti garis-garis
sesat yang banyak dan bercabang-cabang.
Dengan kata lain, iftiroq berarti memilih jalan-jalan lain
(alternatif) dalam memahami dan menerapkan Islam, selain dari jalan
Rosululloh dan para sahabatnya. Mereka “menolak”, baik sengaja
ataupun tidak manhaj ittiba‟, yaitu jalan pengikutan kepada
Rosululloh .

27
B. Sebab-Sebab Penyimpangan.
Sebab utama dari perpecahan tersebut adalah karena hawa
nafsu dan kejahilan (kebodohan) Pengikutan kepada hawa nafsu
(terutama hawa nafsu berpendapat) dan kejahilan, telah menimbulkan
sebab-sebab perpecahan lainnya yang banyak sekali.

C. Sejarah Awal Perpecahan.


Firoq dollah berarti golongan-golongan yang sesat, dalam arti
salah memilih jalan dalam menempuh Islam. Kesesatan bisa berarti
bid‟ah dan juga bisa berarti kekafiran.
Tetapi dalam konteks ini, yang dimaksud dengan kesesatan
adalah bid‟ah, yaitu salah memilih jalan dalam meniti Islam. Yang
seharusnya mereka memilih jalan yang telah ditempuh oleh
Rosululloh dan para sahabatnya, yaitu jalan Sunnah, tetapi mereka
malah memilih jalan lainnya yang tercampur padanya hal-hal yang
bukan berasal dari Sunnah Rosululloh . Adapun mereka yang sudah
keluar dari Islam, maka walaupun mereka adalah golongan-golongan
sesat pada umumnya, tetapi mereka bukanlah orang-orang yang
dimaksud dalam pembahasan ini. Seperti yang dikabarkan oleh
Rosululloh dalam hadits-hadits yang lalu, bahwa firqoh dollah
tersebut akan bermunculan sampai bilangannya mencapai 72 (tujuh
puluh dua) golongan.
Begitulah yang mulai terjadi pada masa-masa terakhir
khulafa‟urrosyidin (empat kholifah yang mendapat petunjuk).
Walaupun bibit-bibit furqoh (perpecahan) dan firoq (kelompok-
kelompok) sudah mulai bersemi sebelum kekhilafahan „Ali bin Abi
Tolib , akan tetapi munculnya golongan sesat pertama yang
mengkristal sebagai sebuah kelompok, baru terjadi pada zaman
kekhilafahan beliau. „Ali bin Abi Tolib diangkat menjadi kholifah
setelah terbunuhnya kholifah „Utsman bin „Affan di tangan
segerombolan ahlul fitnah pada tahun 35 H. Ketika itu terjadilah
perselisihan pendapat tentang cara penyelesaian bagi kasus
pembunuhan tersebut, antara „Ali bin Abi Tolib sebagai kholifah
dan Mu‟awiyah bin Abi Sufyan , yang pada waktu itu menjabat
sebagai gubernur Syam (Syiria dan sekitarnya). Perselisihan tersebut
bertambah runcing hingga terjadi peperangan di antara kedua pihak.
28
Manhaj Ahlus Sunnah dalam hal perselisihan di antara para sahabat
adalah tidak mencampuri apa-apa yang terjadi di antara mereka,
bahkan kita harus mendoakan kebaikan bagi mereka semua.
Dalam suatu pertempuran antara pendukung „Ali bin Abi Tolib
dan pendukung Mu‟awiyah , terjadi suatu kesepakatan untuk
berunding menyelesaikan masalah tersebut dengan damai. Maka
diangkatlah dari setiap pihak seorang hakim untuk menerapkan hukum
Alloh dalam menyelesaikan masalah yang pelik ini. Di sinilah
munculnya firqoh sesat pertama yang keluar dari jalan Sunnah dan
keluar dari Jama‟ah kaum muslimin. Firqoh ini dinamakan Khowarij,
yang berarti orang-orang yang keluar. Mereka keluar dari Sunnah dan
Jama‟ah, tidak lagi sebagai bagian dari Ahlus Sunnah wal Jama‟ah,
ketika mereka memahami masalah yang ada dari dalil al-Qur‟an
tentangnya bukan dengan manhaj Ahlus Sunnah. Mereka menyatakan
bahwa dengan mengangkat seorang hakim, „Ali bin Abi Tolib telah
memberi hak tasyri‟ (membuat hukum) kepada makhluk, yang berarti
suatu kesyirikan yang nyata. Maka mulailah mereka mengkafirkan „Ali
bin Abi Tolib dan para sahabat pendukungnya. Pada hakikatnya
kedua hakim tersebut tidak diberi mandat untuk membuat suatu
hukum, tetapi hanya diangkat untuk menghakimi kedua pihak dengan
hukum Alloh . Sebenarnya masalah pengangkatan kedua hakim
tersebut sangat sederhana dan dapat dipahami dengan mudah. Oleh
karena itu, selain karena kebodohan yang nyata pada mayoritas mereka
(kaum Khowarij pada waktu itu), disinyalir pula ada niat buruk dari
sebagian pemimpin mereka yang menggerakkan keluarnya mereka dari
jama‟atul muslimin. Ketika mereka keluar dan berkumpul di suatu tempat
yang dikenal dengan nama Haruro (dari tempat ini pula mereka
dinamakan haruriyin), bertambah luaslah kesesatan mereka dengan
adanya saling isi-mengisi kesesatan di antara mereka. Setelah melalui
waktu yang cukup panjang dan dari kurun ke kurun, manhaj ini pun
mulai berkembang dan mencakup hampir seluruh segi agama.
Di antara kesalahan yang termasyhur dari manhaj Khowarij adalah
pengkafiran para pelaku dosa besar. Sebagai reaksi dari kesalahan ini
(paham Khowarij), muncullah pemahaman yang menolak hubungan
antara amal dan kekufuran. Manhaj ini dinamakan manhaj irja‟
(penganutnya dinamakan Murji‟, pluralnya adalah Murji‟ah), mereka
29
menyatakan bahwa iman seseorang tidak berkaitan dengan amal. Jadi
bagaimanapun buruknya perbuatan seseorang, orang itu tidak akan
menjadi kafir selama di dalam hatinya masih ada kepercayaan dan
lisannya masih mengucapkan dua kalimat syahadat. Kedua kelompok
tadi enggan mengikuti manhaj sahabat yang pada waktu itu banyak
yang masih hidup, maka sesatlah mereka.
Pada waktu bersamaan dengan munculnya Khowarij, benih-benih
Syi‟ah sebenarnya sudah ada. Bahkan penggagas firqoh Syi‟ah,
„Abdulloh bin Saba‟ seorang Yahudi yang pura-pura masuk Islam, sudah
bekerja di bawah tanah dengan gigih di masa khilafah „Utsman bin
„Affan . Yahudi inilah yang menjadi pemimpin gerakan pembunuhan
terhadap „Utsman . Firqoh Syi‟ah yang dicetuskan oleh „Abdulloh bin
Saba‟ adalah firqoh sesat yang kesesatannya sampai pada taraf
kesyirikan, yaitu dengan menuhankan „Ali bin Abi Tolib . Sedangkan
firqoh-firqoh Syi‟ah yang pada akhirnya seakan-akan berkembang
dengan merayap, pada mulanya hanya terbatas pada sikap
mengutamakan „Ali bin Abi Tolib atas Abu Bakar dan „Umar .
Hal ini bertentangan dengan manhaj Ahlus Sunnah wal Jama‟ah yang
menetapkan urutan afdoliyah (keutamaan) mereka sama persis seperti
urutan kekilafahan mereka. „Ali bin Abi Tolib sendiri sebagai salah
satu pelopor Ahlus Sunnah wal Jama‟ah tidak menyetujui tentang lebih
diutamakannya beliau atas Abu Bakar dan „Umar , bahkan beliau
akan menghukum cambuk orang-orang yang berpendirian demikian.
Hingga batas pemahaman seperti ini, Syi‟ah pada waktu itu hanya
sebagai suatu kelompok politik yang mendukung kholifah „Ali bin Abi
Tolib dan anak-anak keturunannya. Arti kata Syi‟ah sendiri adalah
pendukung. Tetapi kesalahan pemahaman yang kelihatannya sepele ini
kemudian mulai mengembang sampai pada kesesatan yang sangat
mengerikan bahkan pada banyak kelompok-kelompok Syi‟ah, ada yang
sampai pada kekufuran yang nyata sekali.
Kemudian setelahnya, bermunculanlah firqoh-firqoh sesat lain
yang menyandarkan manhaj mereka kepada produk-produk akal
mereka dan filsafat Yunani serta menjauhkan diri dari manhaj sahabat
yang mulia.
Di waktu yang sama, sahabat dan para pengikut mereka yang
setia, yaitu tabi‟in dan tabi‟ut-tabi‟in pun senantiasa gigih mendakwahkan
30
manhaj Ahlus Sunnah wal Jama‟ah. Tidak ada satu pun dari sahabat
yang masuk ke dalam salah satu firqoh-firqoh tersebut. Istilah Ahlus
Sunnah, pengikutan pada sunnah dan yang semisalnya, sebelum itu pun
sudah menjadi istilah resmi di antara para penuntut ilmu. Tetapi tidak
dimaksudkan sebagai firqoh tersendiri dalam tubuh kaum muslimin,
sebab seluruh kaum muslimin pada waktu itu adalah Ahlus Sunnah.
Tetapi ketika firqoh-firqoh yang meninggalkan manhaj Sunnah dan
keluar dari Jama‟ah mulai bermunculan, maka salafussoleh pun
memakai nama Ahlus Sunnah wal Jama‟ah sebagai identitas resmi dan
nama bagi firqotunnajiyah (golongan selamat), golongan yang senantiasa
komitmen dalam mengikuti jejak Rosululloh dan para sahabatnya.
Sebab utama dari penyimpangan firoq dôllah pada waktu itu
sebenarnya berakar pada dua hal, yaitu:
1. Tidak mengikuti metode sahabat dalam memahami al-Qur‟an
dan as-Sunnah.
2. Berpedoman kepada sumber-sumber lain selain kepada al-Kitab
(al-Qur‟an) dan as-Sunnah dalam mengambil hukum-hukum
Islam, seperti bersandar kepada akal, mimpi, filsafat dan lain-
lainnya.
Kedua sebab tersebut dilahirkan oleh hawa nafsu dan kejahilan
(kebodohan), yang kemudian bercabang menjadi sebab-sebab yang
banyak.

(sumber : STH 1 Terpecah..!! Yang Benar Hanya Satu; Bab II)

31
BAB XI
FIRQOTUNNAJIYAH
AHLUS SUNNAH WAL JAMA‟AH
A. Firqotunnajiyah.
Arti dari firqotunnajiyah adalah golongan yang selamat.
Maksudnya adalah golongan yang tidak memasuki neraka sebelum
memasuki surga. Hal ini telah dikabarkan oleh Rosululloh dalam
hadits-haditsnya. Dalam hadits-hadits tersebut telah dijelaskan sifat-sifat
global dari golongan tersebut, di antaranya:
“Mereka yang mengikuti jejakku dan para sahabatku.”
Yang dimaksud dengan kalimat ini adalah “mereka yang
mengikuti ajaran-ajaranku dan para sahabatku dalam memahami
dan melaksana-kan Islam (dengan kata lain mengikuti Sunnah)”.

B. Ahlus Sunnah wal Jama‟ah.


Ahlus Sunnah wal Jama‟ah adalah nama dari firqotunnajiyah
(golongan selamat). Karena itu arti nama Ahlus Sunnah wal Jama‟ah
pun sama dengan definisi firqotunnajiyah, yaitu mereka yang
mengikuti jejak dan ajaran-ajaran Rosululloh serta para sahabatnya
dalam memahami Islam dan menerapkannya.
Mereka juga sangat berpegang pada manhaj para imam dari tiga
generasi setelah Rosululloh yang mana ilmu dan pengarahan-
pengarahan mereka sebagai generasi terbaik dalam sejarah dunia, sangat
dibutuhkan dalam meniti jejak Rosululloh dan para sahabatnya.
Sedangkan ahlul bid‟ah adalah mereka yang berpegang kepada
satu atau lebih dari prinsip-prinsip bid‟ah, baik dalam sumber agama atau
metode pemahamannya atau pemahamannya itu sendiri, atau orang-
orang yang berlumuran bid‟ah dalam kehidupan keagamaan sehari-
harinya, walau tidak mengerti sedikitpun tentang prisip-prinsip bid‟ah.
Dari sini kita dapat memahami bahwa Ahlus Sunnah wal
Jama‟ah adalah seluruh kaum muslimin yang bukan ahlul bid‟ah,
walaupun kejahilannya cukup berat.
Ahlus Sunnah adalah golongan inti (utama) dan mayoritas dari
kaum Muslimin, dan bukanlah suatu organisasi tertentu.
32
Jadi pemahaman bahwa NU (Nahdhatul Ulama) adalah Ahlus
Sunnah sedangkan Muhammadiyah, atau Persis, atau lainnya bukan
Ahlus Sunnah, adalah pemahaman yang salah lagi keliru. Setiap
organisasi harus diukur berdasarkan manhajnya, apakah manhaj
ittiba‟ atau bukan? Demikian juga personal-personalnya, masing-
masing diukur berdasarkan manhaj keagamaannya.
Kalau ada organisasi yang ternyata menganut manhaj bid‟ah, seperti
mentabanni (mengadopsi/menerima) tarekat-tarekat bid‟ah, maka belum
tentu seluruh personalnya sebagai ahlul bid‟ah. Walaupun organisasi
tersebut dikategorikan sebagai organisasi bid‟ah sekalipun, tetapi dalam
banyak kasus, kita dapati hanya segelintir pemimpinnya saja yang ahlul
bid‟ah, sedangkan mayoritas anggotanya masih Ahlus Sunnah, meskipun
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang jahil (bodoh).

C. Arti Kata “Sunnah” dan “Jama‟ah”.


1. Sunnah:
Sunnah memiliki beberapa arti. Makna “kata” dari sunnah
adalah jalan atau cara. Salah satu arti dari istilah sunnah adalah:
“Amal perbuatan yang bila dikerjakan, maka pelakunya akan
mendapatkan pahala dan bila ditinggalkan, tidak mendapat dosa.
Dalam konteks ini yang dimaksud sunnah adalah “jalan, serta cara
dan substansi dari pemahaman dan penerapan Rosululloh
tentang Islam.”
2. Jama‟ah:
Jama‟ah dalam bahasa „Arab bisa berarti kaum yang bersatu,
yaitu berdiri dalam satu landasan, dan juga bisa berarti persatuan
itu sendiri. Dalam konteks ini yang dimaksud jama‟ah adalah
“jama‟ah para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka,
dan juga kebersatuan mereka (di atas kebenaran)”.

D. Nama Umat Ini.


Umat ini dinamakan “muslimun” dan personalnya bernama
“muslim”. Ini adalah nama satu-satunya untuk umat ini dalam
menggambarkan kepribadian mereka secara syar‟i dan untuk
membedakan umat ini dengan umat-umat kafir.

33
Alloh telah langsung menamakan umat ini dengan dengan
nama tersebut.
     
  

“Dia (Alloh) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari


dahulu, dan (begitu pula) dalam (al-Qur‟an) ini...” (QS. al-Hajj [22]: 78)
Kita tidak mempunyai mandat untuk menyandang nama lain
untuk “menggantikan” nama ini.

E. Asal Usul Nama Ahlus Sunnah wal Jama‟ah.


Munculnya kedua kalimat Sunnah dan Jama‟ah dalam hadits-hadits
Rosululloh tentang keselamatan, dipahami oleh para sahabat bahwa
keduanya (Sunnah dan Jama‟ah) adalah pilar-pilar keselamatan.
Di antara hadits-hadits tersebut misalnya:

“Ikutilah sunnahku dan sunnah khulafaurrosyidin sepeninggalku....”


(HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Tirmidzi)

“Barangsiapa yang membenci sunnahku, maka dia bukanlah dari


golonganku!” (HR. Bukhori)

“Telah kutinggalkan untuk kalian dua perkara, dengan keduanya


kalian tidak akan sesat selamanya, yaitu kitabulloh dan sunnahku....”
(HR. Hakim)

“Barangsiapa yang meninggalkan jama‟ah dan memberontak dari


ketaatan lalu mati, maka cara matinya adalah mati jahilliyah.” (HR.
Muslim)

“Berpegang teguhlah kalian kepada jama‟ah, karena sesungguhnya


tangan Alloh di atas jama‟ah.” (HR. Tirmidzi)
34
“Dan sesungguhnya agama ini (Islam) akan berpecah-belah menjadi
tujuh puluh tiga golongan, tujuh puluh dua golongan tempatnya di
dalam neraka dan satu golongan di dalam surga, yaitu al-Jama‟ah.”
(HR. Ahmad dan lainnya. al-Hafiz menggolongkannya sebagai hadits
hasan)

“Ikutilah jama‟ah dan jangan berpecah-belah! Sesungguhnya setan


bersama yang sendirian dan dia lebih jauh dari yang berdua!” (HR.
Tirmidzi dan Ahmad)
Ketika terjadi perpecahan pada awal perjalanan umat ini, terlihat
jelas bahwa pembelotan terjadi karena para pembelot melepaskan
tali “sunnah” dan “jama‟ah”.
Karena para pembelot “belum bisa” dikeluarkan dari nama
Islam atau muslimun, maka salafussoleh telah berijtihad dengan
menamakan golongan yang mengikuti Islam yang murni dengan nama
“Ahlus Sunnah wal Jama‟ah” sering disingkat dengan “Ahlus Sunnah”
saja, dan golongan pembelot dinamakan “ahlul bid‟ah”.
Nama Ahlus Sunnah wal Jama‟ah adalah nama yang dipakai
ketika berhadapan dengan golongan-golongan pembelot di dalam
Islam dan tidak sekali-kali dipakai untuk menghadapi kaum kuffar.
Itulah sebabnya di zaman Rosululloh , Abu Bakar , dan „Umar ,
nama ini tidak dipakai, karena di masa mereka tidak didapatkan
golongan-golongan pembelot. Yang terjadi di masa mereka adalah
“gelombang kemurtadan” di beberapa wilayah dari Jazirah „Arab dan
kaum yang murtad itu sudah keluar dari Islam sehingga tidak
dinamakan “muslim” lagi.
Dalam penggunaan umum, nama “Ahlus Sunnah” sering dipakai
sebagai lawan dari “Syi‟ah”. Ini berarti, dalam penggunaan umum firqoh-
firqoh bid‟ah selain Syi‟ah masih mengakui nama Ahlus Sunnah sebagai
nama mereka. Hal ini dikarenakan kebid‟ahan Syi‟ah yang jauh lebih
buruk dan lebih sesat dari firqoh-firqoh tersebut dan bukan sekali-kali

35
bahwa firqoh-firqoh bid‟ah tersebut berjalan di atas manhaj Ahlus
Sunnah wal Jama‟ah!
Nama Ahlus Sunnah benar-benar sudah dikenal sejak zaman
salafussoleh dan juga telah digunakan secara resmi oleh mereka. Kita
akan lebih meyakini hal tersebut Insya Alloh, setelah menyimak hal-hal
berikut:
1. Ketika menafsirkan QS. Ali „Imron ayat 106:


     
           


     
“Pada hari yang di waktu itu ada wajah-wajah yang putih
berseri, dan ada pula wajah-wajah yang hitam muram. Adapun
orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka
dikatakan): “Kenapa kalian kafir sesudah kalian beriman?
Karena itu rasakanlah adzab disebabkan kekafiran kalian itu!”,
maka Ibnu „Abbas berkata:

“Ketika memutih wajah-wajah Ahlus Sunnah dan menghitam


wajah-wajah ahlul bid‟ah”
Ibnu „Abbas juga berkata:
“Memandang wajah seseorang dari Ahlus Sunnah, yang
mendakwahkan sunnah dan melarang bid‟ah adalah suatu ibadah!”
2. Hasan Basri berkata:
“Wahai Ahlus Sunnah, berlemah-lembutlah (dengan sesama),
karena kalian paling sedikit jumlah dan bilangannya!”
3. Ayub Sikhtiyani berkata:
“Adalah suatu kebahagiaan bagi seorang pemuda dan seorang
„Ajam (Non „Arab), ketika Alloh memberinya taufik untuk
dibina oleh seorang „alim dari Ahlus Sunnah”
4. Muhammad bin Sirin berkata:
“Sebelum terjadi fitnah (bid‟ah), masalah isnad (atau sanad)
tidak pernah dipertanyakan. Setelah terjadi fitnah, mulailah
36
dipertanyakan. Jika sanad (hadits) dari Ahlus Sunnah, maka
diambillah riwayatnya. Namun jika sanadnya dari ahlul bid‟ah,
maka ditolak riwayatnya .
5. Abu Hatim dan Abu Zur‟ah berkata:
“Kami mengikuti Sunnah dan Jama‟ah.”
Dari sini kita melihat dengan jelas bahwa para salafussholeh
telah menggunakan istilah “Ahlus Sunnah”.

F. Ahlus Sunnah Dalam Realita.


Pada umumnya semua kaum muslimin adalah Ahlus Sunnah
wal Jama‟ah, kecuali mereka yang berpegang teguh pada bid‟ah pada
salah satu dasar penting dalam Islam, atau mayoritas kehidupan
keagamaan mereka berlumuran bid‟ah. Sedangkan orang Islam yang
terkadang jatuh ke dalam suatu bid‟ah, atau mereka salah kira
sehingga mengira suatu bid‟ah adalah sunnah, maka orang-orang
yang demikian bukanlah ahlul bid‟ah. Dalam hal yang berhubungan
dengan bid‟ah dan sunnah, umat ini dalam realitanya terbagi menjadi
beberapa tingkatan:
1. Alim Sunnah (yang mengerti dan memahami benar tentang
Sunnah).
2. Penuntut ilmu Sunnah.
3. Jahil (bodoh) Sunnah, tetapi tidak jatuh kepada bid‟ah.
Macam ini sedikit sekali, karena kebanyakan jahil Sunnah
mudah terjatuh kepada bid‟ah. Walaupun tidak terjatuh, tetapi
posisinya kritis sekali.
4. Jahil sunnah yang terkadang jatuh kepada bid‟ah.
Keempat macam golongan di atas adalah bagian dari Ahlus Sunnah,
bukan dari ahlul bid‟ah.
5. Jahil Sunnah yang tergenang dan berenang dalam kubangan
bid‟ah.
Macam ini sudah termasuk ahlul bid‟ah.
6. Ahlul bid‟ah yang berilmu dan berbuat bid‟ah pada dasar-dasar
37
penting Islam, karena salah pengertian atau taqlid.
7. Ahlul bid‟ah Zindiq, yaitu orang-orang yang sengaja berjalan di
atas bid‟ah dengan tujuan untuk mempermainkan agama.
Macam seperti ini adalah golongan munafik yang sudah keluar dari
Islam. Sayangnya macam seperti ini banyak yang menjadi
pemimpin bagi kaum muslimin.

(sumber : STH 1 Terpecah..!! Yang Benar Hanya Satu; Bab III)

38
BAB XII
KEBANGKITAN

Sebagai lawan yang bersebrangan dengan keterpurukan,


kebangkitan juga ada empat macam, yaitu kebangkitan ruhani, peran,
duniawi dan ukhrowi.
Kebangkitan sejati adalah kebangkitan ruhani yang kuat dan
menyeluruh, yaitu terwujudnya dominasi penitian Sirotulmustaqim jejak-
jejak Rosululloh dan para sohabatnya, penitian manhaj Ahlus Sunnah
wal Jama‟ah pada umat ini.
Kebangkitan ini terwujud dengan lenyapnya keterpurukan ruhani
yang elemen-elemennya adalah:
1. Kepercayaan-kepercayaan dan amal-amal syirik.
2. Kepercayaan-kepercayaan dan amal-amal bid‟ah.
3. Kemaksiatan kolektif atau terbuka yang terbiarkan.
4. Kezholiman-kezholiman sesama yang tidak dicegah dan tidak
dihentikan.
Jalan pelenyapan yang utama adalah pencerahan jiwa-jiwa
dengan dakwah yang memadai. Dakwah kepada manhaj Ahlus
Sunnah wal Jama‟ah, golongan yang selamat, manhaj Islam yang
murni melalui suatu usaha yang terorganisir yang terus berkembang
sampai menjadi lebih kuat dari tantangan dan rintangan yang ada.
Jika usaha ini dibantu oleh kekuasaan maka akan sempurnalah
usaha itu. Sedangkan kekuasaan tanpa dakwah tak akan mampu
mewujudkan kebangkitan sekecil apapun juga.
Jadi dakwah adalah syarat mutlak sedangkan kekuasaan adalah
syarat penyempurna.
Jiwa-jiwa yang tercerahkan dengan “ Hikmah (Ilmu) dan
mau‟izotilhasanah” akan bangkit dan bergerak meninggalkan semua

39
elemen-elemen keterpurukan tadi serta akan menggantikannya dengan
penitian Sirotulmustaqim secara kaffah di seluruh lapangan kehidupan.
Mereka yang bangkit adalah mereka yang berakidah benar dan
beramal benar! Mereka yang demikianlah yang benar-benar takut
kepada Alloh dan siksa-Nya, sehingga akan teguh menjaga amanah
dan tidak mengkhianatinya apa pun bentuk amanah itu. Mereka akan
takut menzholimi sesama dan jika terjadi kezholiman, mereka akan
segera bertaubat. Mereka yang bangkit akan rindu kepada Alloh dan
surga-Nya. Dengan demikian mereka akan berlomba-lomba untuk
mengerjakan kebaikan. Semua ini sudah cukup untuk menjadi jaminan
kemajuan duniawi selain harapan keselamatan di akhirat.
Kebangkitan duniawi untuk umat Islam tidak bisa dicapai tanpa
kebangkitan ruhani, karena kebangkitan duniawi pada umat ini
berbeda bentuk dan substansinya dengan yang ada pada umat lain.
Kebangkitan duniawi pada umat ini haruslah bersih dari kemaksiatan.
Adapun “kebangkitan duniawi” yang kita lihat pada masyarakat-
masyarakat Nashoro di Barat, bukanlah ukuran untuk umat ini.
Kebangkitan tersebut bagi umat Islam adalah suatu keterpurukan.
Tentunya ada sisi-sisi positif dalam “kebangkitan mereka”, tetapi
negatifnya terlalu lebih besar bahkan bisa menghancurkan. Memakan
makanan dan meminum minuman-minuman yang lezat-lezat tetapi
haram adalah suatu keterpurukan. Mempergunakan ilmu pengetahuan
dunia untuk memperbudak umat-umat lain dan menyebar kerusakan
adalah suatu keterpurukan. Menjadi tawanan tuntutan materi juga
suatu keterpurukan!! Walaupun di Barat sana semua itu terhitung
bagian dari kebangkitan duniawi.
Seperti halnya keterpurukan ruhani adalah penyebab utama semua
keterpurukan, maka kebangkitan ruhani pun adalah ibu dari semua
kebangkitan dan kejayaan serta kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
1. Hubungan antara kebangkitan ruhani dengan kebangkitan
duniawi
Alloh berfirman:
    
        
   

      

40
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan
bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka
berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat
kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”
(QS. al-A‟roof: 96)
Keimanan dan ketakwaan (kebangkitan ruhani) menjadi pe-
nyebab pasti untuk mendapat keberkahan dari langit dan bumi.
Keberkahan dari langit ditafsirkan hujan dan keberkahan dari bumi
adalah tumbuh-tumbuhan. Jadi yang dimaksud adalah hujan dan
hasil bumi yang penuh berkah, yaitu yang penuh dengan kebaikan
dari segala seginya, baik untuk kesehatan, kekuatan ataupun segi-segi
lainnya dari kebaikan adapun hujan atau tumbuh-tumbuhan tanpa
keberkahan bisa menimbulkan malapetaka yang bermacam-macam.
Alloh berfirman:

           
    
    
  

     


 

“Barangsiapa yang mengerjakan amal soleh, baik laki-laki maupun


perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya
akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan
pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
(QS. an-Nahl: 97)
Dalam ayat ini amal soleh (yang sesuai dengan al-Qur‟an
dan Sunnah – kebangkitan ruhani) akan menjadi sebab untuk
mendapatkan kehidupan yang baik di dunia dan ganjaran yang
melimpah di akhirat. Hidup yang baik adalah hidup yang penuh
kebahagiaan.
Alloh berfirman:
   
  
         

             

41
“Maka aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada
Tuhan kalian, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun,
niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepada kalian dengan
lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anak kalian, dan
mengadakan untuk kalian kebun-kebun dan mengadakan (pula
di dalamnya) untuk kalian sungai-sungai.” (QS. Nuh: 10-12)
Nuh menyeru kaumnya untuk meminta ampun. Meminta
ampun berarti tekad yang bulat untuk meninggalkan dosa-dosa
masa lalu dan memulai hidup bersih (semua ini adalah
kebangkitan ruhani) menjadi sebab dari anugerah Ilahi yang
berupa hujan-hujan yang penuh berkah, harta yang mencukupi dan
putra-putri yang soleh serta mandapat sungai-sungai dan kebun-
kebun pertanian yang indah serta bermanfaat. Bukan sungai-
sungai yang keruh penyebab banjir dan hutan-hutan yang selalu
kebakaran terjadi padanya dari waktu ke waktu dan pencurian
oleh para koruptor tak pernah berhenti.
2. Hubungan antara kebangkitan ruhani dengan kebangkitan peran.
Alloh berfirman:
      
     
  

   


       
     

                

 
  

“Dan Alloh telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di


antara kalian dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia
sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka
bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum
mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka
agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar
akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan
menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan
tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan
42
barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka
itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nur: 55)
Ayat ini berisikan janji yang pasti bahwa mereka yang beriman
dan beramal soleh (mereka yang bangkit ruhaninya) akan menjadi
pemimpin-pemimpin dunia. Bukankah kita sekarang beriman dan
beramal soleh? Ya.. benar! Tetapi iman kita banyak disisipi kesyirikan
dan kebid‟ahan serta pembangkangan-pembangkangan.
3. Hubungan antara kebangkitan ruhani dengan kebangkitan ukhrawi.
Alloh berfirman:
      
        

 
      
          
     

               

“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan


keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Alloh, lalu
memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang
dapat mengampuni dosa selain dari pada Alloh? Dan mereka
tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka
mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan
mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai,
sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala
orang-orang yang beramal.” (QS. Ali Imran: 135-136)
Siapakah orang-orang yang jika berbuat keji atau menzholimi
diri-diri mereka atau sesama mereka, kemudian ketika
mengingat Alloh maka segera mereka meninggalkan
pekerjaan-pekerjaan yang demikian dan segera pula bertaubat?
Merekalah orang-orang yang selalu cepat bangkit
ruhaninya setiap kali terjadi keterpurukan!
Merekalah yang selalu bergegas mengejar surga
dengan beramal soleh, berinfaq di jalan Alloh dan saling
mema‟afkan di antara mereka. Maka Alloh pun menjanjikan
mereka ampunan dan kekekalan di dalam surga yang

43
mengalir padanya sungai-sungai. Dengan demikian mereka
terselamatkan dari keterpurukan ukhrawi. Kebangkitan ruhani
adalah ibu dari keselamatan ukhrawi. Kebangkitan ruhani adalah
ibu dari seluruh kebangkitan.
(sumber : STH 3 Tugas dan Tujuan; Bab XI)

44
BAB XIII
GELOMBANG KEBANGKITAN DAN
KETERPURUKAN DALAM SEJARAH
Kehidupan umat manusia timbul dan tenggelam dalam samudera
sejarah. Keterpurukan dan kebangkitan datang silih berganti.
Nabi Adam yang telah bangkit kembali dari sebuah
“keterjatuhan kecil”, turun sebagai “Insan bangkit” dengan status
sebagai seorang nabi. Sepuluh generasi setelah turunnya Adam ke
bumi, manusia berada di dalam kehidupan tauhid, berkat penjagaan
dari Alloh dan perjuangan para ulama dan da‟i yang mengobarkan
cahaya petunjuk serta mengawalnya. Sampai datang suatu ketika
sebuah generasi tergelincir dan terpuruklah generasi yang sesudahnya.
Kemudian Alloh mengutus Nuh untuk membangkitkan
kaumnya dari keterpurukan ruhani total. Mereka telah menghinakan diri
mereka sendiri dengan menyembah berhala-berhala mati dan mengikuti
selain syariat Alloh . Nuh pun mendakwahi kaumnya selama 950
tahun, tetapi yang beriman hanyalah sedikit, belasan orang menurut suatu
riwayat dan delapan puluhan menurut riwayat lainnya. Mereka yang
tidak beriman pun terbinasakan. Suatu keterpurukan duniawi yang
diakibatkan oleh keengganan untuk bangkit dari keterpurukan ruhani.
Sedangkan keterpurukan ukhrawi yang menanti mereka jauh lebih
dahsyat. Kemudian kehidupan manusia pun berlanjut dalam
kebangkitan untuk terpuruk sekali lagi di rentang generasi-generasi
yang selanjutnya. Para Rosul dan nabi pun diutus untuk mempelopori
gerakan kebangkitan di negeri masing-masing. Manusia pun timbul dan
tenggelam antara keterpurukan dan kebangkitan silih berganti. Sampai
datang suatu zaman, ketika mereka kembali terpuruk dan menjadi
hamba-hamba untuk berhala-berhala terhina serta mengikuti syariat
pemujaan setan dan beban-beban dari selain hukum Alloh .
Maka diutuslah Ibrahim untuk merintis sebuah gerakan
kebangkitan, mendakwahkan kaumnya untuk bangkit meninggalkan
keterpurukan total, yaitu kesyirikan. Berimanlah yang beriman dan kafirlah
yang kafir. Kemudian gelombang gerakan-gerakan kebangkitan yang
dipimpin para Rosul dan nabi pun berlangsung terus. Sampai saatnya
45
Musa diutus untuk menyadarkan Fir‟aun dan kaumnya serta
menyelamatkan Bani Isroil dari keterpurukan ruhani dan duniawi. Fir‟aun
yang membangkang dengan segenap bala tentaranya ditenggelamkan di
laut. Setelah Musa wafat terpecahlah kaumnya. Satu golongan
konsisten mengikuti jejak Musa ,, yaitu jejak kemurnian. Sedangkan 70
golongan lagi terpuruk di keterpurukan nisbi (tidak sampai keluar dari
Islam) dan sisanya terpuruk di keterpurukan total (keluar dari Islam).
Kemudian diutuslah Isa bin Maryam . Bangkitlah mereka yang
beriman kepada Isa dari keterpurukan dan tetaplah yang tidak
beriman berada dalam keterpurukan total. Setelah Isa diangkat oleh
Alloh ke langit, selama beberapa generasi kaum yang beriman
kepadanya pun terpecah dalam 72 golongan, satu golongan konsisten
mengikuti jejaknya; jejak kemurnian, sedangkan yang 71 golongan dan
selebihnya terpuruk di antara keterpurukan nisbi dan total.
Setelah itu secara bertahap umat manusia pun mulai tenggelam
ke dalam keterpurukan total dan kemurnian pun pudar…
Sengsaralah umat manusia, sampai tiba waktunya fajar baru
menyingsing… Fajar yang takkan hilang cahayanya secara total walaupun
di beberapa tempat memudar untuk beberapa lama… untuk kemudian
bersinar lagi… Itulah fajar Muhammadi , fajar Islam terakhir…
Rosululloh pun memulai lagi suatu gerakan kebangkitan,
meneruskan gerakan-gerakan kebangkitan para nabi sebelumnya yang
di waktu itu nyaris padam atau bahkan telah padam. Manusia di
seantero bumi waktu itu sudah dalam keterpurukan total kecuali
segelintir manusia-manusia tak berdaya yang berserakan di sana sini.
Cahaya dakwah beliau pun tambah lama tambah menguat sampai
menerangi seluruh Jazirah Arab. Kebangkitan yang dahsyat pun terjadi!
Semua berhala di Makkah runtuh! Manusia datang berbondong-
bondong dari seluruh penjuru Jazirah Arab menuju Makkah dan
Madinah untuk mengumumkan keislaman mereka. Kebangkitan terbesar
dalam sejarah manusia! Kemudian keberkahan kebangkitan ini pun
melimpah ke seluruh benua sepanjang tahun-tahun dan abad-abad
berikutnya. Berjuta manusia terselamatkan dari cengkraman iblis,
cengkraman keterpurukan. Terselamatkan dari neraka Jahannam.
Tetapi semua itu tidaklah terjadi tanpa pengorbanan besar-besaran.
Harta dan darah, keringat dan kucuran air mata serta pengorbanan
46
lainnya yang telah diberikan oleh para pahlawan Islam. Semua itu dimulai
oleh seorang pribadi dengan merintis jalan dakwah pada mulanya…
Berjuang fii sabilillah… membangun kebangkitan total.
Setelah beliau wafat, perjuangan beliau diteruskan oleh para
sahabat dan pahlawan-pahlawan Islam pada generasi-generasi
selanjutnya. Perjuangan itu sukses dengan hasil yang gemilang! Kerajaan
Islam pun kian meluas dan menguat, kerajaan iman kian berkuasa dan
perkasa. Sedangkan kerajaan setan yang diwakili oleh dua kerajaan
utamanya yaitu Persia Majusi dan Romawi Salibis, kian terdesak, terpuruk
dan tak berdaya. Kerajaan Persia Majusi punah! Api-api setan yang
disembah dan dipuja pun padam! Umat manusia pun memasuki agama
Alloh dengan berbondong-bondong. Terselamatkan dari penggiringan
massal menuju pintu-pintu Jahannam dan terselamatkan dari eksploitasi
sesama manusia, bahagia di bawah naungan hukum Ilahi.
Kerajaan kaum Salibis terus-menerus terdesak dan dipaksa
hengkang dari daerah-daerah kekuasaannya, hingga terpaksa pulang
ke kandang semula, Eropa. Ratusan juta manusia dibebaskan oleh
ekspansi Islam dari cengkraman kesyirikan, Iblis pun menjerit dan
terpental dari banyak kekuasaannya. Pertempuran terus berlangsung!
Kemenangan demi kemenangan diraih oleh kaum muslimin...
Tetapi pada babak terakhir, terjadi pergeseran tragis dan sangat
tragis! Kemurnian Islam mulai suram… Kesyirikan mulai merajalela di
tubuh umat ini… Sunnah pun pasal demi pasal digantikan dengan
bid'ah. Kaum Kufar mendapat angin segar untuk merusak umat dari
dalam tubuh umat sendiri. Sehingga pada akhirnya lembaga politik dan
militer umat di Istambul jatuh dan terkapar, berantakan menjadi puing-
puing yang berserakan. Negeri-negeri Islam pun terbagi-bagi dan
terpecah-pecah berupa potongan-potongan geografis yang sangat
terbatas. Jauh sebelum sosok khilafah gugur sebagai puing-puing yang
berserakan, ketika kaum Salibis tidak mampu berhadapan “Face to face”
dengan armada Islam, mereka pun berputar menyerbu daerah-daerah di
belakang punggung khilafah, yaitu kawasan Asia. Gugurlah kerajaan-
kerajaan Islam di daerah itu, termasuk kerajaan-kerajaan Islam di
kepulauan Nusantara tercinta.

(sumber : STH 4 Kebangkitan Sejati; Bab I)


47
BAB XIV
KETERPURUKAN DI MUARA SEJARAH

Sejak kurang dari seratus tahun yang lalu, khilafah struktural


yang diperankan oleh khilafah Utsmaniyyah yang berpusat di Turki
telah runtuh. Diruntuhkan oleh keterpurukan ruhani sebelum dihancurkan
oleh gempuran invasi militer musuh!
Berikut adalah saduran bebas dan singkat dari buku: "Daulah
Utsmaniyyah" yang disusun oleh DR. 'Ali Muhammad as-Sollabi,
cetakan ke-4 2006 M oleh "Darul Ma'rifah"- Beirut yang memberi
gambaran singkat tentang keterpurukan ruhani di waktu itu:
"Daulah Utsmaniyyah yang sejak berdirinya pada tahun 700 H-
1300 H, berjalan di atas manhaj Ahlus Sunnah, memerangi kesyirikan,
bid'ah-bid'ah dan khurofat serta menegakkan hukum-hukum syariat
Islamiyyah dan berjihad menyebarkan Islam di seluruh bumi ini, telah
mulai tenggelam pada kesyirikan, bid'ah dan tahayul pada akhir-akhir
masa hidupnya di abad ke-13 H (19 M) dan awal abad ke-14 H (20 M).”
Kesyirikan dalam peribadatan berbentuk do'a-do'a, nadzar-nadzar,
penyerahan kurban-kurban kepada kuburan-kuburan, pohon-pohon,
batu-batu dan benda-benda mati lainnya, telah menyebar di pelosok
Khilafah pada umumnya dan di Turki pada khususnya. Senjata-senjata
peninggalan nenek moyang banyak yang menjadi sesembahan dan
tempat meminta kesembuhan dari berbagai penyakit. Demikian juga
bid'ah telah merasuk di kehidupan umat. Segala macam ritual aneh dan
tidak berdalil menjadi bagian dari peribadatan sehari-hari, membangun
masjid dan kubah di atas kubur sudah menjadi bagian dari keterpurukan.
Negara pun tak ketinggalan dalam membangun masjid-masjid di atas
kuburan-kuburan "keramat". Sebagai contoh ikutnya negara dalam
keterpurukan ini: pada tahun 1305 H (±1900M) Sultan Abdul Hamid II
memerintahkan untuk memasang kelambu-kelambu mewah masing-
masing untuk kuburan Zubair bin Awwam dan Utbah bin Ghozwan.
Kelambu-kelambu itu terbuat dari sutra merah yang mewah tersulam
dengan perak. Lalu memberinya dua pedupa dan kubah dari perak pada
kedua kuburan itu. Waktu diperintahkannya hal itu oleh Sultan Abdul
Hamid II adalah waktu-waktu terakhir runtuhnya khilafah, di mana beliau
48
naik tahta ketika kaum sekuler agen-agen Freemason sudah menguasai
pemerintahan. Konon Sultan Abdul Hamid II berniat untuk membangun
khilafah kembali dan mengusir kaum sekuler dari tampuk pemerintahan.
Kalau hal ini benar, maka mungkin saja perintahnya ini untuk menghias
kedua makam itu adalah untuk "mengambil simpati" kaum Sufi yang
sudah menguasai kehidupan beragama ummat hampir di seluruh dunia
Islam, bahkan extrem Sufi-lah yang telah menjadi pionir dalam menanam-
kan dan mengembangbiakkan kesesatan pada waktu itu. Kekuatan
Sufiyyah waktu itu digambarkan oleh Syaikh Muhammad Qutub di buku
beliau "Waqi‘una al Mu‘asir" halaman 155 sebagai berikut:
"Sufiyah sudah mulai menyebar pada waktu khilafah
Abbasiyyah. Tetapi pada waktu itu mereka masih berupa kelompok-
kelompok yang terasingkan dari masyarakat dan bersifat tertutup.
Tetapi pada dua abad terakhir dari khilafah Utsmaniyyah, Sufiyyah
sudah merupakan pengganti Islam. Sampai pribahasa "barangsiapa
yang tidak mempunyai Syaikh (maksudnya syaikh tarekat) maka
syaikhnya adalah setan" sudah menjadi pegangan kehidupan para
orang awam. Maka jadilah Sufiyyah untuk orang awam pintu gerbang
Islam, tidak bisa memasuki Islam dari pintu selain pintu itu bahkan
Sufiyyah sudah menjadi aplikasi dari Islam itu sendiri".
Kemurnian mulai runtuh di khilafah Utsmaniyyah dengan
menjamurnya aliran-aliran sesat seperti Sufiyyah, Bahaiyyah, Ismailiyyah
dan lain-lain. Penjamuran ini memang tidak lepas dari makar-makar
musuh-musuh Islam dari luar, tetapi tidak akan meluas, bahkan tidak
akan tetap ada kalau di "otak" dan "syaraf" negara, kemurnian masih
dalam kadar yang cukup. Penyisihan kemurnian melahirkan semua
elemen-elemen keterpurukan ruhani yang kemudian melahirkan
keterpurukan peran dengan disisihkannya hukum Islam dan
ditegakkannya hukum-hukum buatan manusia dan runtuhlah segalanya..!!
Setelah perang dunia kedua berakhir sistem penjajahan pun
dirubah, dari sistem penjajahan langsung ke sistem penjajahan tidak
langsung. Penjajahan dan cengkraman yang didasarkan atas keunggulan
militer, ekonomi dan teknologi para penjajah, melalui sistem keuangan
dan pengawalan wilayah yang kuat.
Di bawah cengkaraman Yahudi dan Salibis internasional itu, kaum
muslimin pun terpuruk di semua lapangan kehidupan. Hukum Islam
49
adalah hal utama dan pertama yang harus disingkirkan dari kehidupan
umat ini. Pendidikan dijauhkan dari norma-norma Islam. Sekulerisme
dipupuk dan didukung habis-habisan, nasionalisme dijadikan dasar
persaudaraan. Wanita ditipu besar- besaran untuk keluar dari peranannya
yang sebenarnya, digiring dan diseret dengan segala bentuk rayuan ke
dalam jurang penderitaan lahir dan batin dijadikan bumerang untuk
merusak umat sendiri dengan iming-iming emansipasi. Anak-anak
belia diracuni dengan segala macam perusakan akhlak, narkoba, dan
lain-lain dan pada akhirnya dijadikan musuh-musuh agama mereka
sendiri. Dakwah-dakwah iblis diperkuat tanpa batas. Semua itu dalam
lingkup internasional (seluruh negara-negara kaum muslimin) dalam
rangka memenangkan pergulatan merebut kedaulatan atas kehidupan
manusia untuk dipersembahkan kepada iblis! Negara-negara kaum
Muslimin pun tidak banyak berdaya melawan tekanan-tekanan Salibis
Internasional ini.
Umat ini adalah umat yang kuat dan jaya. Kekuatan dan
kejayaan yang bersandarkan kepada satu-satunya agama pencipta alam
semesta Yang Maha Berkuasa yang telah menjanjikan kemenangan
untuk umat ini. Sejarah pun telah membuktikan! Tetapi mengapa kita
sekarang menjadi kaum terbelakang dan tertindas?!
Jawabannya adalah karena kita bukanlah kita lagi!! Sebelum
benteng terakhir umat ini runtuh pun, mayoritas kita sudah berjalan di
luar kemurniaan Islam dan cinta dunia sudah merasuk ke dalam hati.
Cinta dunia sudah menjauhkan kita dari cinta juang! Sehingga kaum
muslimin sangat takut kalau ia harus kehilangan satu-satunya nyawa
untuk membela dinullah yang haq ini! Menjadikan kehidupan akhirat di
hati-hati kita hampir-hampir hanya sekedar dongeng sebelum tidur!!
Umatpun tenggelam di keterpurukan yang kelam...

(sumber : STH 4 Kebangkitan Sejati; Bab II)

50
BAB XV
GELIAT KEBANGKITAN DI PEKATNYA MALAM

Setelah sistem khilafah terakhir itu runtuh, semuanya pun porak-


poranda! Peradaban Salibis merambah dan merubah kebanyakan
rambu-rambu jalan pemikiran. Paradigma pemikiran dirubah secara
sistematis dan cepat. Pandangan tentang kebaikan dan keburukan
berubah total.
Keporak-porandaan ini bukan hanya melahirkan perubahan fisik
dan tata cara kehidupan secara besar-besaran, tetapi juga sangat
mengguncang jiwa umat ini. Banyak di antara mereka pada akhirnya
menyerah pada realita baru yang ada di hadapan mereka. Tetapi banyak
pula yang tidak sudi untuk menyerah. Bahkan, realita itu membuat mereka
bangkit sebagaimana Adam telah bangkit dari “keterjatuhannya”.
Mereka mencoba untuk berbuat sesuatu agar bisa mengembalikan
"kondisi lama" dan "mengenyahkan kondisi baru ini" karena seburuk-
buruknya kondisi lama, ia masih lebih Islami daripada kondisi pasca
keruntuhan. Tetapi masalahnya terlalu besar! Tumpukan puing-puing itu
terlalu luas dan tinggi!
"Pandangan yang salah" tentang realita dan masa pra-realita
yang menyebabkan munculnya realita baru ini, telah mengarahkan
mereka untuk mengambil langkah-langkah cepat dan dangkal. Mereka
mencoba menyusun puing-puing yang runtuh untuk membangun
kembali tubuh yang runtuh itu dan lupa atau tidak mengerti masalah
"keterpurukan ruhani". Lebih lupa atau tidak mengerti lagi bahwa selain
syarat untuk bisa berdiri kembali, kebangkitan ruhani dengan meniti
Sirotulmustaqim adalah sebuah tujuan, bahkan satu-satunya tujuan!
Jalan keselamatan dunia akhirat satu-satunya!
Umat ini adalah umat yang hidup penuh energi. Karena manhaj
Islam manhaj yang sangat energik dan tidak bisa dimatikan. Walaupun
"penegakannya" secara sempurna, terkadang terlumpuhkan di waktu-
waktu tertentu, tetapi manhaj ini tetap hidup bergelora di dalam jiwa-jiwa
penganutnya yang mengerti hakikat manhaj itu dengan baik.
Bersumber dari kevitalitasan, keabadian, dan kedinamisan
manhaj ini, bermunculanlah tak lama setelah peresmian keruntuhan,
51
bahkan sebelum peresmian pun, telah muncul harokah-harokah (gerakan-
gerakan) Islamiyyah yang bertujuan "melanjutkan" kehidupan Islami
dalam bernegara dan bermasyarakat. Bertambah lama, bertambah
banyak pula usaha-usaha yang serupa, baik dalam bentuk pergerakan
(harokah) ataupun usaha-usaha kelompok-kelompok kecil sampai usaha-
usaha perorangan.
Usaha-usaha itu tumbuh di dalam suatu atmosfer yang sulit
sekali. Situasi yang terbentuk oleh hegemoni Yahudi dan Salibis
internasional setelah perang dunia pertama dan bertambah ketat
setelah perang dunia kedua, dimana negara-negara baru kaum Muslimin
mulai bermunculan dengan beraneka ragam dan bentuk dengan suatu
kesamaan, yaitu menyisihkan hukum-hukum syariat Islam dari
kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Para pemimpin negara-negara baru itu pun "tidak mampu"
untuk mengembalikan penegakan syariat di negara-negara mereka,
dikarenakan tekanan-tekanan Barat dan "pengepungan" yang sangat
kuat, yang dalam waktu bersamaan menimbulkan penjamuran aliran-
aliran sesat, kemerosotan akhlak dan "penjauhan" dari kemurnian berlanjut
terus dan terus....! Hampir-hampir semua macam kesesatan dan
kemaksiatan bermunculan di tengah-tengah umat bagaikan sebuah
jaring jala yang mengikat dan memberatkan kebangkitan kembali.
Namun, tumbuhnya kesadaran pada minoritas umat untuk
segera bangkit dari keterpurukan ini dalam bentuk harokah-harokah
Islamiyyah adalah hal yang patut disyukuri. Harokah-harokah tersebut
merupakan titik-titik cahaya di malam yang gelap gulita dan tambah lama
tambah membesar sebagaimana kepekatan pun kian bertambah pula.
Harokah-harokah itu dilahirkan di kegelapan keterpurukan ruhani
dan peran. Karena itu harus memulai jalannya dari titik bayi yang tambah
lama bertambah dewasa. Pandangan terhadap keterpurukan dan
penyebab terjadinya keterpurukan itu masih tersamarkan. Muncullah
pandangan-pandangan yang berbeda-beda tentang keterpurukan dan
penyebabnya, perbedaan pandangan ini menyebabkan juga perbedaan-
perbedaan strategi dalam melakukan usaha-usaha kebangkitan.
(sumber : STH 4 Kebangkitan Sejati; Bab III)

52
BAB XVI
GERAKAN KEBANGKITAN DI INDONESIA

Di Indonesia, sejak awal abad ke-20 sampai sekarang gerakan-


gerakan Islam terus bermunculan. Gerakan-gerakan yang berdiri pada
zaman penjajahan pada umumnya berkonsentrasi pada lapangan
pendidikan formal dan pesantren. Sedangkan gerakan-gerakan yang
terlahirkan setelah kemerdekaan kebanyakan berkonsentrasi kepada
gerakan massa. Selain gerakan-gerakan yang memang murni produk
Indonesia, ada juga gerakan-gerakan yang merupakan “gerakan anak”
dari harokah-harokah di Timur Tengah, seperti misalnya Ikhwanul
Muslimin dan Hizbut Tahrir.
Seperti halnya banyak gerakan-gerakan di luar Indonesia,
gerakan-gerakan Islam di Indonesia pun banyak yang masih mengidap
beberapa pandangan dasar yang masih harus sangat dipertanyakan, di
antaranya:
1. Tujuan gerakan banyak berorientasi pada problematika duniawi
saja. Dengan demikian keterpurukan ruhani kurang mendapat
perhatian. Padahal keterpurukan ruhanilah induk dari segala
keterpurukan dan ancaman akhirat atas umat yang mengidap
keterpurukan ruhani jauh lebih dahsyat daripada penderitaan atau
keterpurukan duniawi. Orientasi seperti ini akan melahirkan strategi
yang tak bisa dipercaya akan sanggup mewujudkan kebangkitan
total.
2. Walaupun hampir semua aktifis gerakan-gerakan itu adalah putra-
putra Ahlus Sunnah, tetapi jarang sekali didapat gerakan yang
mengusung manhaj Ahlus Sunnah sebagai suatu manhaj yang harus
dianut oleh umat secara keseluruhan.
Dengan dalih persatuan atau dengan maksud mengum-
pulkan anggota sebanyak-banyaknya, perhatian terhadap penyari-
ngan manhaj tidak mendapat porsi yang cukup. Bahkan di antara
organisasi-organisasi itu tidak sedikit yang terang-terangan
mengakui keabsahan atau bahkan mengaku sebagai penganut
aliran-aliran yang bertentangan dengan manhaj Ahlus Sunnah
53
seraya mengklaim bahwa organisasi mereka adalah organisasi Ahlus
Sunnah wal Jama‟ah. Ada pula yang menjadikan penentangan
terhadap Ijma‟ Ahlus Sunnah tentang penerimaan hadits-hadits
ahad, sebagai salah satu dasar penting dalam akidah mereka.
Dengan demikian kemurnian yang menjadi suatu dasar penting
untuk kebangkitan ruhani dan kekhilafahan telah terinjak-injak, maka
bagaimana mungkin kebangkitan sejati bisa tercapai?
Ketika orientasi kepada “kebangkitan ruhani” dan “kemurnian”
melemah, sulit dibayangkan usaha-usaha kebangkitan bisa
menghasilkan kebangkitan sejati yang menjadikan penitian
Sirotulmustaqim mendominasi kehidupan umat ini.
Orientasi kepada hal-hal yang diperlukan dari kebangkitan
ruhani seperti jilbab, pengucapan salam, cara berpakaian dan
sebagainya memang ada. Tetapi isi yang lebih dalam dari
kebangkitan ruhani seperti kemurnian akidah pengikutan sunnah,
pemahaman yang benar dalam membaca realita dan sebagainya
sangatlah lemah.

(sumber : STH 4 Kebangkitan Sejati; Bab IV)

54
BAB XVII
STRATEGI KEBANGKITAN

Seperti yang telah kita sebutkan sebelum ini, bahwa gerakan-


gerakan Islam yang berorientasi kepada pembangkitan umat saling
berbeda pandangan atau persepsi tentang realita umat sekarang dan
tentang pangkal penyebab realita itu. Perbedaan ini telah melahirkan
perbedaan strategi dalam mencapai tujuan setiap harokah.
A. Pandangan dan strategi pertama :
Bahwasanya umat hanya mengalami keterpurukan duniawi yang
terbatas pada keterbelakangan pada mayoritas bidang kehidupan.
Kemudian keterbelakangan ini melahirkan keterpurukan-keterpurukan
lainnya seperti kemiskinan dan kelemahan sampai kepada pembantaian
di mana-mana. Menurut pandangan ini, semua itu tidak ada hubungannya
dengan keterpurukan ruhani seperti tidak ada hubungan antara
keterpurukan ruhani dan bencana-bencana alam yang terjadi.
Sebab dari keterpurukan duniawi menurut penganut pandangan
ini adalah kepincangan dalam memanajemen umat dan solusinya
adalah memperbaiki manajemen tersebut. Adapun keterpurukan ruhani,
mereka anggap harus diterima sebagai suatu bentuk keragaman
(pluralitas) dan warna-warninya kehidupan. Pandangan ini tidak akan
melahirkan "usaha-usaha Islami". Karena itu strategi pelaksanaannya tidak
masuk dalam pembahasan buku ini.

B. Pandangan dan strategi kedua :


Pandangan ini mengakui adanya keterpurukan ruhani, peran dan
duniawi. Para peyakin pandangan ini berbeda pendapat dalam menilai
bobot masing-masing keterpurukan dan hubungan di antaranya. Malah
ada organisasi yang berpendapat bahwa keterpurukan terbesar adalah
keterpurukan pemikiran dan politik. Hanya saja semua mereka
sependapat bahwa penyebab semua ini adalah tidak dimanajemennya
umat dengan sistem Islami atau dengan kata lain "tidak adanya negara
Islam" baik dalam taraf nasional, maupun internasional (khilafah).

55
Para peyakin pandangan ini tidak atau kurang mendasarkan
strategi mereka pada keyakinan bahwa keterpurukan ruhani adalah
sebab segala-galanya dan kebangkitan ruhani akan menjadi ibu dari
semua kebangkitan.
Tsaqofah mereka terkonsentrasi pada "wajibnya mendirikan negara
Islam" yang setelah berdiri akan melahirkan "kejayaan umat". Jadi solusi
keterpurukan adalah berdirinya negara Islam. Karena itu penganut
pandangan ini berusaha keras untuk menggenggam tampuk kekuasaan
dan mencurahkan seluruh potensi yang dimiliki untuk mencapainya.
Strategi ini kita namakan strategi tampuk kekuasaan. Dalam menentukan
strategi mencapai tujuan, secara global para penganut pandangan ini
terbagi dalam dua kelompok yang sama besarnya:
1. Kelompok pertama :
Kelompok ini memilih jalan politik Parlementer untuk mencapai
tampuk kekuasaan.
2. Kelompok kedua :
Kelompok ini memilih jalan kekerasan untuk meraih tampuk
kekuasaan.
Catatan :
Adapun Hizbut Tahrir yang telah menyatakan
organisasinya sebagai sebuah organisasi (partai?) politik dan bukan
organisasi dakwah, serta memilih strategi tampuk kekuasaan,
telah menolak jalan politik parlementer. Akan tetapi posisinya
dari jalur kekerasan tidaklah jelas. Walaupun dalam teori (menurut
yang kita dapati di buku-buku Hizb), kekerasan adalah jalan
penuntasan yang mereka pilih, akan tetapi yang jelas mereka
tidak mempunyai kegiatan kekerasan yang riil. Jadi strategi Hizbut
Tahrir tidak cukup jelas untuk bisa dikategorikan di salah satu dari
dua strategi dari pembahasan ini.
C. Pandangan dan strategi ketiga :
Pandangan ini adalah rangkuman dari butir-butir berikut :
1. Umat Islam secara global dewasa ini berada di dalam
keterpurukan ruhani, peran dan duniawi.

56
2. Keterpurukan ruhani adalah ibu dari semua keterpurukan.
3. Keterpurukan ruhani pun mengancam berjuta umat di akhirat
nanti dengan keterpurukan ukhrawi yang sangat dahsyat.
4. Kebangkitan ruhani adalah kembalinya umat secara jama‟i
meniti Sirotulmustaqim. Ini berarti dominasi manhaj
Ahlussunnah wal Jama‟ah secara utuh atas kehidupan umat
bermasyarakat.
5. Tak ada jalan untuk keselamatan ukhrawi dan terwujudnya
kebangkitan peran dan duniawi tanpa kebangkitan ruhani.
6. Jalan kebangkitan total harus dirintis dengan dakwah yang
bertarget kebangkitan ruhani secara kaffah.
Mereka yang meyakini pandangan ini memilih jalan dakwah
sebagai "strategi menuju perubahan". Straregi ini kita namakan
"Strategi Dakwah"
Di samping usaha-usaha Islami dari gerakan-gerakan Islamiyyah
yang bersifat luas dan bermuatan kebangkitan yang tinggi, ada pula
usaha-usaha lainnya yang sejalan, namun tidak sama dalam sifat
(keluasan) dan muatannya. Walaupun tidak bisa diandalkan untuk
melahirkan suatu kebangkitan, akan tetapi pengaruh positifnya dalam
mencegah melajunya kemerosotan pun tidak bisa disangkal. Contoh dari
usaha-usaha seperti ini misalnya pengajian-pengajian Islami, ceramah-
ceramah, penulisan buku-buku Islami dan lain-lainnya. Tidak
masuknya usaha-usaha ini dalam kategori bermuatan kebangkitan
dikarenakan beberapa sebab, di antaranya (ketika) dilakukan secara
parsial, tidak terorganisir, tidak mempunyai tujuan-tujuan strategis yang
tertata serta meluas dalam menghadapi realita keterpurukan. Ditambah
lagi dengan "kekurangpekaan" dalam membaca realita.
Demikian juga orientasi hanya kepada lembaga-lembaga
pendidikan, karena mayoritas dari lembaga-lembaga ini tidak
menitikberatkan pada manhaj Ahlussunnah wal Jama‟ah dan tidak
mengarah pada penghimpunan umat menuju kebangkitan.

(sumber : STH 4 Kebangkitan Sejati; Bab VII)

57
BAB XVIII
MASYARAKAT ISLAMI

Masyarakat Islami adalah masyarakat yang dinaungi dan di-


tuntun oleh norma-norma Islam sebagai satu-satunya agama Alloh .
Masyarakat yang secara kolektif atau orang perorangan bertekad untuk
bersungguh-sungguh dalam meniti sirotulmustaqim. Masyarakat yang
didominasi oleh istiqomah, kejujuran, kebersihan ruhani dan saling kasih
mengasihi. Walaupun mereka berbeda-beda dalam tingkat dan kadar
pemahaman terhadap rincian ajaran Islam, tetapi mereka telah memiliki
pondasi yang sama untuk menerima Islam secara totalitas (kaffah).
Mereka adalah masyarakat yang tunduk dan patuh pada syariat
Alloh , serta berupaya untuk mewujudkan syariat-Nya dalam semua
aspek kehidupan. Saat itu, pada dasarnya mereka sedang berupaya
secara serius mewujudkan arti penghambaan yang sebenarnya kepada
Robbul „alamin. Untuk itulah, mereka bersungguh-sungguh
mengamalkan sisi-sisi tuntunan ajaran Islam dalam bentuk amal sholih,
dengan mengerahkan daya dan upaya mereka secara maksimal.
Mereka adalah masyarakat yang secara sungguh-sungguh
menjaga diri agar tidak terjatuh secara sengaja kedalam bentuk
kedurhakaan kepada Alloh . Kalaupun terkadang tergelincir ke dalam
bentuk dosa dan maksiat, mereka segera kembali kepada-Nya, tersungkur
dengan bertaubat memohon maghfiroh-Nya yang sangat luas dan
bertekad kuat untuk tidak mengulangi-nya kembali. Walaupun pada
kenyataannya mungkin saja ketergelinciran itu terulang kembali, maka
merekapun akan kembali bertaubat
Pada masyarakat seperti ini, amanat dan keamanan akan sangat
terjaga. Kerusakan dalam segala bentuknya akan sangat maksimal
terminimalisir. Kemiskinan yang terjadi hanyalah kemiskinan yang
benar-benar normal dan tidak terhindarkan. Bukan seperti kemiskinan
yang merebak bagaikan wabah, disebabkan oleh konspirasi penghisapan
darah rakyat jelata. Kemiskinan yang normal dan sangat minimal itu pun
teringankan oleh keberkahan segalanya. Kemudian harapan-harapan
balasan akhirat atas kesabaran mengarungi hidup miskin menjadi
pelipur dan penghibur yang besar sekali. Akhirnya hubungan mesra
58
dengan Alloh akan mengguyur seluruh orang dengan hujan
kebahagiaan sejati yang tidak ada hentinya. Ketika masyarakat telah
didominasi dan dituntun oleh norma-norma Islam, maka Alloh pasti
akan memenuhi janji-Nya, dengan memberikan keberkahan kepada
mereka dalam semua sisi dalam aspek kehidupan mereka.
Alloh berfirman:
  ...            

“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah


Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan-keberkahan dari
langit dan bumi...” (QS. al-A‟rof [7]: 96).
Mereka akan mendapatkan kebaikan, ketenangan dan
kesejahteraan dalam kehidupan mereka, karena Alloh memberikan
kenikmatan-Nya dalam beragam bentuk dan dari berbagai jalan. Seluruh
aspek kehidupan; ekonomi, politik dan sosial kemasyarakatan, dipenuhi
sumber-sumber kebaikan yang diberkahi.
Alloh berfirman:
             

     

“Barangsiapa yang mengerjakan amal sholih, baik laki-laki maupun


perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami
berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami
berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa
yang telah mereka kerjakan.” (QS. an-Nahl [16]: 97)
Kenikmatan yang mereka terima bukan hanya sebatas berwujud
materi kebendaan, tetapi juga berwujud nonmateri yang mereka
rasakan sebagai hasil dari baiknya hubungan interaksi (mu‟amalah)
dengan sesama dan buah dari penerapan setiap aspek ajaran Islam yang
mulia oleh seluruh komponen masyarakat. Setiap orang, masing-masing
dalam kedudukan dan tanggung jawabnya, menunaikan kewajiban
sebagaimana mestinya sesuai dengan tuntunan Islam. Semua bergerak,
beraktivitas dan berlomba-lomba mencurahkan segenap kemampuan
dalam menghasilkan amal terbaik mereka. Sehingga tidaklah mereka
59
mendapatkan hasil darinya kecuali kebahagiaan dan kemuliaan. Setiap
orang tidak hanya akan menerima manfaat dari orang lain, tetapi juga
akan berupaya untuk memberi manfaat kepada orang lain. Saling
tolong-menolong dalam kebaikan menjadi budaya yang mendominasi
di tengah masyarakat. Termasuk dalam bentuk upaya serius dan terus
menerus untuk membina dan membimbing saudaranya ke arah
penerapan aspek-aspek ajaran Islam, serta dalam meluruskan dan
menasihatinya di saat terjadi kekeliruan dan penyimpangan. Setiap gerak
aktivitas mereka akan semakin menambah bobot amal sholih yang
membuahkan kenikmatan bagi mereka masing-masing.
Dengan demikian, mereka akan mendapatkan manfaat teramat
besar berupa terjaganya agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta benda
mereka. Hal ini disebabkan faktor-faktor perusak dan penghancur unsur-
unsur tersebut tidak lagi mendominasi masyarakat.
Sungguh, seluruh sisi kehidupan mereka akan menjadi hal yang
membahagiakan. Walaupun banyak problem kehidupan yang membawa
duka dan melelahkan sebagai salah satu karakter kehidupan di dunia,
akan tetapi mereka mampu menghadapinya dengan penuh kesabaran,
didasarkan pada keimanan yang mendalam bahwa hal itu adalah salah
satu bentuk ujian untuk mencapai derajat kemuliaan yang lebih tinggi.
Semua kerja keras mereka di dunia ini akan mendapatkan balasan
berupa jannah dan seluruh kenikmatan yang tiada tara, dalam kehidupan
di akhirat yang kekal abadi. Amal-amal kebaikan mengalir deras dan
senantiasa tumbuh lebat dengan hanya satu motivasi, mengharapkan
ridho Alloh .

(sumber : STH 6 Menuju Masyarakat Islami; Bab I)

60
BAB XIX
MASYARAKAT NON ISLAMI

Masyarakat non Islami adalah masyarakat yang secara kolektif tidak


tunduk kepada syariat Alloh . Dengan demikian ia hanya tunduk
kepada selain syariat Alloh . Di dalam suatu masyarakat yang tidak
Islami, segala bentuk komponen yang menjauhkan manusia dari Alloh
akan tumbuh menjamur dengan subur tanpa ada perintang yang berarti.
Rangsangan-rangsangan birahi liar dan haram bermunculan di setiap
pojok bangunan masyarakat. Rangsangan-rangsangan ini akan
menjerumuskan kepada banyaknya perzinaan yang menghasilkan
berbagai penyakit berat, kerusakan rumah tangga dan menuntun kepada
banyak kerusakan-kerusakan lainnya yang tidak terbatas.
Transaksi-transaksi riba akan menyebar dengan seluas-luasnya.
Kerusakan yang diakibatkan oleh sistem ribawi sudah tidak asing lagi.
Krisis-krisis finansial global adalah saksi-saksi yang selalu bermunculan
dari waktu ke waktu. Sistem ribawi adalah sistem kezholiman yang
menyedot kekayaan kebanyakan umat untuk dipersembahkan kepada
segelintir manusia. Padahal dosa sesuap riba sama dengan dosa
menyetubuhi ibu kandung sendiri!
Rasa tidak takut kepada Alloh akan terus menjalar dan inilah
induk dari semua kezholiman. Banyak lagi kerusakan-kerusakan yang
tidak terhitung banyaknya akan terjadi. Semua itu akan menyebabkan
kemurkaan Alloh kemudian akan mengundang bencana-bencana
yang tidak ada hentinya, dan bahkan dari waktu ke waktu.
Di masyarakat non Islami, pembusukan jiwa terus berproses dan
bersemi dikarenakan dominasi mesin-mesin kemungkaran. Hasilnya
adalah tindakan-tindakan kriminalitas yang kian hari akan semakin
meningkat. Perilaku buruk terus menjamur dan mendominasi kehidupan
masyarakat, menambah panjang deret angka kejahatan yang akan terus
melonjak dengan sangat tajam. Pada masyarakat non Islami, motivasi
perilaku kebanyakan manusia adalah hawa nafsu, kejahilan dan
memperoleh manfaat sementara bagi setiap individu. Dengan demikian
pelanggaran-pelanggaran norma islami akan dilakukan oleh hampir

61
semua tingkatan masyarakat, baik secara perorangan maupun kolektif,
berbentuk tindak pidana ringan dari oknum-oknum pribadi maupun
kejahatan sistematis dari banyak kelompok terorganisir. Bukan hanya aksi-
aksi kriminalitas yang dilakukan dengan sangat halus dan tersembunyi
yang akan terjadi, juga tindakan-tindakan yang sangat brutal, ganas dan
sadis akan sangat mudah terjadi antar anggota masyarakat, atau bahkan
antar anggota satu keluarga sekalipun. Sedangkan penjara tidak pernah
bias menjadi obat apalagi solusi. Bahkan hanya menjadi tempat
persemaian penjahat-penjahat kelas “kakap” masa depan dan rumah
derita untuk sang terpidana dan keluarga mereka. Pembunuhan dengan
kekerasan yang dilakukan sangat biadab. Perjudian dari yang dilakukan
dengan peralatan sederhana sampai paling modern semakin marak.
Perampasan harta dan kehormatan orang lain merajalela. Miras dan
narkoba semakin bebas dikonsumsi oleh kalangan yang tidak lagi terbatas.
Semua itu akan dilakukan dengan sangat terbuka dan terang-terangan,
bahkan pelakunya tidak lagi merasa berdosa.
Anak-anak muda akan terus mempertunjukkan gaya hidup hedonis.
Mereka tidak takut lagi melakukan pergaulan bebas, dan perbuatan
amoral lainnya yang lebih buruk. Para orang tua akan melalui masa tua
dengan penuh keresahan, sangat sulit membimbing putra-putri tercinta,
disebabkan sang orang tua telah salah arah, karena mereka sendiri
membangun hidup keluarga dengan sistem non Islami yang sangat jauh
dari nilai keteladanan. Unsur-unsur perusak yang meracuni buah hati
mereka dibiarkan begitu saja terjadi, bahkan ditanam dengan sengaja,
yang hasilnya mereka dapatkan dengan sangat pahit, mengenaskan dan
menyengsarakan. Keluarga bahagia hanya akan tinggal cerita kenanngan
yang tidak mungkin terwujud, karena anggotanya tidak lagi memegang
norma-norma Islami pembawa kebahagiaan sejati. Ketenteraman dan
kesejahteraan dalam kehidupan masyarakat tidak mungkin didapatkan, di
saat norma-norma Islam yang memayunginya telah dicampakkan.
Negara akan terus sibuk mengatasi berbagai problem yang
terus menggunung. Seluruh aspek kehidupan; ekonomi, politik, dan
sosial kemasyarakatan diliputi problem rumit dan tidak kunjung
mereda. Berbagai konsep dari para pakar pun tak mampu mengatasinya.
Yang ada hanyalah bencana dan malapetaka.

62
Semua terjebak oleh perangkap setan durjana..! Hawa nafsu
begitu diagungkan dan disembah. Harta menjadi standar untuk menilai
tinggi rendahnya martabat seorang manusia. Ketenangan hidup, rasa
aman dan kebahagiaan hakiki menjadi sangat mahal dan sulit
dijumpai. Semua merasakan kesempitan, kepedihan, kesengsaraan dan
duka mendalam akibat ulah tangan mereka sendiri yang melupakan
ayat-ayat Alloh .
Alloh berfirman:
 ...       

“Barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya


baginya penghidupan yang sempit... .” (QS. Thoha [20]: 124)
Sudah menjadi sunnatulloh dalam kehidupan manusia, baik secara
pribadi maupun masyarakat bahwa jika mereka mengganti nikmat Alloh
yang berupa keislaman dan keimanan dengan kejahiliyahan dan
kekufuran, mereka pasti akan mendapatkan bencana-bencana yang
sangat mengerikan, baik di dunia maupun di akhirat. Suatu sunnatulloh
yang tidak mungkin akan berubah dan berganti, selamanya demikian.
Alloh berfirman:
          
    
      

  

“Maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi


sehingga mereka dapat memperhatikan bagaimana kesudahan orang-
orang sebelum mereka; Alloh telah menimpakan kebinasaan atas
mereka dan akan menimpakan pula kebinasaan yang sama atas orang-
orang kafir itu.” (QS. Muhammad [47]: 10)
Lihatlah sejarah kelam kaum „Ad, Tsamud, kaum Fir‟aun yang
dihancur-leburkan oleh Alloh , serta runtuhnya khilafah Utsmaniyyah
di Turki, dimana pada akhir-akhir masa kekuasaannya mulai meninggalkan
kemurnian Islam. Ingatlah bencana-bencana dan akibat buruk yang akan
diderita suatu masyarakat, saat mereka tidak lagi Islami. Di antaranya
dapat disebutkan sebagai berikut:

63
A. Penindasan Sesama.
Misi kehadiran Islam adalah untuk mengeluarkan manusia dari
perbudakan sesama hamba menuju pengabdian hanya kepada Alloh
semata, dari kezholiman agama-agama (selain Islam) menuju keadilan
Islam, serta dari kesempitan dunia menuju keluasan akhirat.
Hanya dengan Islam, manusia akan mendapatkan kemerdekaannya
yang hakiki dari berbagai bentuk penindasan, baik penindasan
perbudakan, penindasan agama maupun penindasan dunia. Tanpa Islam,
sebagian komunitas masyarakat hanya akan menjadi pihak penindas bagi
komunitas lainnya.
Alloh menggambarkan bencana ini di masa Fir‟aun dengan
gamblang:
     
    
       

      


  

“Sesungguhnya Fir‟aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi


dan menjadikan penduduknya berkasta-kasta, dengan menindas
segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan
membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir‟aun
termasuk golongan para perusak.” (QS. al-Qoshosh [28]: 1-4)

B. Tidak Ada Rasa Aman.


Alloh akan mencabut rasa aman dan thuma‟ninah (ketenangan)
dari seseorang atau masyarakat jika mereka tidak lagi Islami.
                  

      


  
     

“Dan Alloh telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri


yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya
melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari
nikmat-nikmat Alloh; karena itu Alloh menimpakan mereka kondisi
kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka
perbuat.” (QS. an-Nahl [16]:112)

64
C. Kerusakan di Segala Bidang.
Dosa dan kemaksiatan telah membawa berbagai kerusakan di
air, udara, tanam-tanaman dan buah-buahan serta tempat kediaman.
Bencana sosial, kerusakan moral atau dekadensi akhlak, kekacauan
politik, ekonomi dan budaya akan terus bergulir. Alloh berfirman:

          
   
      

 

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena


perbuatan tangan manusia, supaya Alloh menimpakan kepada mereka
sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke
jalan yang benar).” (QS. ar-Rum [30]: 41)
Menurut Mujahid (seorang tabi‟in): “Jika orang zholim
berkuasa, ia akan melangkah melakukan kezholiman dan kerusakan,
sehingga Alloh menahan hujan-Nya. Di saat itulah Alloh
menghancurkan tanam-tanaman dan anak keturunan, karena Alloh
tidak menyukai kerusakan.”
Ibnul Qoyyim menjelaskan “Bahwa yang dimaksud kerusakan
dalam ayat ini adalah kekurangan, keburukan dan bencana-bancana
yang dimunculkan Alloh di muka bumi akibat maksiat para hamba-
Nya. Setiap kali mereka menampilkan satu dosa, setiap kali itu pula
Alloh memunculkan satu hukuman-Nya.”
:

.
.
.
.

“Dari Abdullah bin „Umar, bahwa Rosululloh menemui kami


kemudian Beliau bersabda: “Hai orang-orang Muhajirin, lima

65
perkara; jika kalian ditimpa lima perkara ini, maka aku mohon
perlindungan kepada Alloh agar kalian tidak mendapatinya.
- Tidaklah muncul perbuatan keji (zina) pada suatu kaum hingga mereka
melakukannya secara terang-terangan, kecuali Alloh menimpakan
kepada mereka wabah tho‟un dan berbagai penyakit yang belum
pernah menimpa kepada orang-orang sebelum mereka.
- Tidaklah suatu kaum mengurangi takaran dan timbangan, kecuali
niscaya mereka akan ditimpa kegersangan, paceklik sepanjang
tahun, serta berkuasanya penguasa-penguasa yang zholim.
- Tidaklah suatu kaum enggan mengeluarkan zakat hartanya, kecuali
hujan dari langit akan ditahan bagi mereka. Kalaulah bukan karena
binatang ternak, niscaya manusia tidak diberi hujan.
- Dan tidaklah suatu kaum mengingkari janji antar mereka dengan
Alloh dan Rosul-Nya, melainkan Alloh menjadikan musuh-musuh
mereka (orang-orang kafir) menguasai mereka dan merampas apa
yang ada di tangan mereka.
- Dan selama pemimpin-pemimpin (negara, masyarakat) tidak
menghukumi dengan kitab Alloh, dan memilih-milih apa yang Alloh
turunkan (untuk diterapkan dan tidak diterapkan), maka Alloh
akan menjadikan permusuhan di antara mereka.”
(HR. Ibnu Majah no. 4019, al-Bazzar dan al-Baihaqi dari Ibnu
'Umar. Dishohihkan al-Albani dalam ash-Shohihah no. 106, dan
Shohih at-Targhib wat-Tarhib no. 764)

D. Kehancuran Berbagai Umat Sebelumnya Adalah Karena


Penyelisihan Mereka Terhadap Islam.
Alloh berfirman:
   
         
   
   

          
 
  
    


              


  
     
         

66

            
   

  
      
            
 

                

        


   

“Sesungguhnya Kami akan menurunkan azab dari langit atas penduduk


kota ini, karena mereka berbuat fasik. Dan telah Kami tinggalkan padanya
satu tanda yang nyata bagi orang-orang yang berakal. (Kami telah
mengutus) kepada penduduk Madyan, saudara mereka Syu‟aib, Maka
ia berkata: “Hai kaumku, beribadahlah hanya kepada Alloh,
harapkanlah (pahala) hari akhir, dan jangan kalian berkeliaran di muka
bumi dengan berbuat kerusakan!”. Maka mereka mendustakan
Syu‟aib, lalu mereka ditimpa gempa yang dahsyat, dan jadilah mereka
mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat-tempat tinggal mereka.
(Juga) kaum „Ad dan Tsamud, dan sungguh telah nyata bagi kalian
(kehancuran mereka) dari (puing-puing) tempat tinggal mereka. Setan
menjadikan mereka memandang baik perbuatan-perbuatan mereka, lalu
ia menghalangi mereka dari jalan (Alloh), sedangkan mereka adalah
orang-orang berpandangan tajam, (juga) Qorun, Fir‟aun dan Haman.
Sesungguhnya telah datang kepada mereka Musa dengan (membawa)
keterangan-keterangan yang nyata. Akan tetapi mereka berlaku
sombong di (muka) bumi, dan tiadalah mereka orang-orang yang luput
(dari kehancuran itu). Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa
disebabkan dosanya, di antara mereka ada yang Kami timpakan
kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa
suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami
benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami
tenggelamkan, dan Alloh sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka,
akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (QS. Al-
„Ankabut [29]: 34-40)

(sumber : STH 6 Menuju Masyarakat Islami; Bab II)

67
BAB XX
REALITA MASYARAKAT KITA

Pada bab ini kita ingin menjawab suatu pertanyaan, Masyarakat


Islamikah masyarakat kita dewasa ini?
Realita memastikan bahwa masyarakat kita bukanlah masyarakat
Islami walaupun mayoritas penduduk Indonesia adalah kaum Muslimin,
walaupun orang-orang sholih seperti Anda, wahai pembaca yang
budiman, masih banyak sekali, akan tetapi bukan norma-norma Islamlah
yang mendominasi kehidupan kita dalam bermasyarakat. Demikian juga
banyak sekali individu-individu kita yang tanpa sadar telah mengadopsi
pemikiran sekuler dan berbasis pemikiran-pemikiran non Islami lainnya.
Realita keterpurukan ruhani di negeri kita pun sudah sangat
mengerikan dan sudah banyak berpotensi mengundang azab dari Alloh .
Bahkan azab-azab itu memang sudah berdatangan bertubi-tubi bagaikan
gelombang lautan yang terus menerus bergantian menghempas pantai.
Bukankah kita dapati banyak sekali ”Tuhan-Tuhan palsu” yang
sudah dinobatkan untuk diibadahi oleh banyak orang? Kuburan-
kuburan tempat berdo'a, pohon-pohon tempat bermohon, keris-keris
yang dipelihara karena mengharapkan penjagaan dan aura
mistisnya, simbol-simbol yang dipasang di atap-atap rumah untuk
menolak bahaya dan lain-lain banyak bermunculan.
Bukankah sampai sekarang ruwatan desa atau kampung dengan
mempersembahkan sesajen kepada para "penguasa goib" masih terus
berjalan dari waktu ke waktu demi "menyelamatkan" desa atau
kampung? Sedangkan secara pasti kita sudah mengikrarkan bahwa tidak
ada Tuhan yang berhak dsembah selain Alloh dan ditangan-Nya-lah
semua keputusan. Dia-lah satu-satunya yang berkuasa menentukan
apa saja di bumi ini, tiada Tuhan selain Dia!.
Bukankah sihir yang tidak mungkin didapat tanpa menyembah
setan banyak sekali menyebar di pelosok-pelosok negeri? Bahkan media

68
televisi kita yang cukup banyak, gemar sekali menampilkan tayangan-
tayangan kesyirikan. Media-media cetak kita memasang iklan-iklan
penawaran pelayanan mistik dan semua media memuat ramalan-
ramalan nasib manusia di masa depan; suatu bentuk kesyirikan
menandingi Alloh di ilmu goib-Nya dan masih banyak bahkan banyak
sekali yang semacamnya diekspos dengan mudah. Semua ini
menunjukkan adanya kepercayaan batil yang sangat bertentangan dengan
kebenaran dan bertentangan dengan kemuliaan manusia. Inilah biang
segala keterpurukan!!
Tidak heran bila pada masyarakat yang akal dan pikirannya seperti
ini, kita dapati banyak sekali pelanggaran-pelanggaran susila dari pameran
aurat wanita sampai pada perzinaan. Korupsi besar-besaran yang
semakin lama semakin marak, narkoba dan miras yang semakin marak,
bahkan penggunaannya mengarah hingga kepada anak-anak SD.
Adapun bencana-bencana yang bermunculan akibat pelanggaran
tersebut, sudah bukan rahasia lagi. Tentunya buku setebal apapun tidak
akan cukup jika kita ingin mencatat semua musibah yang pernah
menimpa negeri ini, walaupun hanya sejak kemerdekaan sampai akhir
abad ke-20 lalu saja. Dalam rentang waktu antara kembalinya
pasukan Sekutu tidak lama setelah proklamasi kemerdekaan sampai
pemberontakan-pemberontakan yang banyak menelan harta dan jiwa
yang tidak terhitung banyaknya sampai krisis moneter di penghujung
abad ke-20 itu, banyak sekali musibah-musibah berupa bencana-
bencana alam yang saling susul menyusul. Bencana-bencana yang
bertambah cepat terjadinya dari satu waktu ke waktu yang lainnya
terus berdesakan sejak kita memasuki abad ke-21 ini. Di antaranya
Tsunami yang menelan lebih dari dua ratus ribu jiwa dan memporak-
porandakkan habis-habisan sebagian dari negeri ini. Goyangan-
goyangan gempa yang mematikan dan letusan-letusan gunung-gunung
berapi yang membakar anak-anak bangsa hidup-hidup serta
melenyapkan harta benda milik mereka yang tersisa hidup. Banjir yang
bukan hanya menghancurkan banyak dari infra struktur negeri ini, akan
tetapi juga menjadikan para korban yang masih hidup terpaksa
menyandang profesi baru sebagai pengemis, karena kehilangan harta
milik mereka. Jatuhnya pesawat terbang dengan korban-korbannya,
kebakaran yang seakan-akan tidak pernah berhenti, sampai-sampai
69
terjadi di atas laut yang luas, membakar kapal berpenumpang penuh.
Sampai sekarang samudra pun masih terus menggertak dan menakut-
nakuti kota Jakarta dengan banjir yang muncul dari waktu ke waktu.
Seakan-akan memberi peringatan bahwa amarahnya sudah mendekati
batas maksimal. Seakan terdengar lamat-lamat gemeretak gigi-giginya,
sambil bergumam mengancam, “Aku sudah siap, tinggal menunggu
perintah Tuhanku!“.
Lalu... Lapindo... ya, rawa lumpur Lapindo yang sangat aneh!
Tidak bisa dicerna oleh akal secara jelas! Menelan korban harta yang tidak
terhitung banyaknya, terus merayap dan semakin melebar entah
bagaimana jadinya.

(sumber : STH 6 Menuju Masyarakat Islami; Bab III)

70
BAB XXI
PENEGAKAN SYARIAT

Yang dimaksud dengan Syariat Islamiyah adalah hukum-hukum


Alloh berupa perintah-perintah dan larangan-larangan yang
terkandung dalam agama Islam.
Penegakan syariat adalah tulang punggung atau essensi dari
sebuah masyarakat Islami. Penegakan syariat adalah suatu kewajiban
yang besar sekali dan hukum meninggalkannya pun berkisar antara
beberapa bobot hukum, dimulai dari dosa kecil, dosa besar, kufur asghor,
dan kufur akbar.
Akan tetapi, jika yang terjadi adalah penolakan syariat atau
peninggalan syariat secara total apapun sebabnya, merupakan suatu
bentuk kufur akbar, yaitu mengeluarkan seseorang dari Islam. Hal ini
sudah menjadi suatu kesepakatan umat Islam sejak dahulu hingga
sekarang dengan dalil-dalil yang kuat sekali. Akan tetapi ada sedikit
kesalahfahaman di antara banyak orang tentang penegakan syariat ini.
Ketika masalah penerapan syariat diangkat ke permukaan, maka yang
pertama-tama terbersit adalah penerapan syariat pada tingkatan institusi
(negara). Padahal sebenarnya syariat meliputi hukum-hukum yang harus
diterapkan pada empat tingkatan, dimana setiap bagian dari keempat
bagian syariat itu mempunyai kekhususannya masing-masing. Keempat
bagian itu adalah sebagai berikut:
1. Syariat Individu
Banyak sekali hukum-hukum syariat yang hanya berkaitan
dengan individu seperti sholat, shoum, dzikir, nikah, menutup aurat
dan lain-lainnya. Bahkan mengucapkan syahadatain yang merupakan
syarat ke Islaman awal seseorang adalah bagian mendasar dari
penegakan syariat bagi individu. Begitu juga menuntut ilmu, membaca al-
Qur‟an, serta menjaga kehormatan dan kesucian diri dan akhlak. Hukum-
hukum ini tidak bisa diterapkan oleh sebuah institusi yang namanya

71
negara, walaupun negara masih mempunyai kewajiban lain terhadap
hukum-hukum itu selain pelaksanaan praktis. Penegakan syariat individu
ini adalah bagian yang sangat mendasar pada penegakan syariat total.
Dari sisi teknis, individu yang menerapkan syariat ini bisa kita
namakan “Individu Islami”.
2. Syariat Keluarga
Hukum-hukum Islam pun banyak berkaitan dengan hukum-
hukum kekeluargaan seperti berbagai hukum yang mengatur hubungan
suami istri, seperti kewajiban-kewajiban anggota keluarga satu terhadap
lainnya, hukum waris, hadhonah (hak pengasuhan dan penyusuan anak),
memberikan nafkah lahir dan batin, silaturohmi, menghindari sikap
dayyuts (mati rasa cemburu) dalam keluarga, birrul walidain (berbakti
kepada kedua orang tua) dan lain-lain.
Yang dimaksud penegakan syariat, juga harus mencakup
penegakan bagian ini, bukan hanya penegakan syariat institusi! Sebuah
keluarga yang berkomitmen terhadap “syariat keluarga” ini kita
namakan sebagai “Keluarga Islami”.
3. Syariat Masyarakat
Syariat Islamiyah juga mempunyai hukum-hukum sosial
kemasyarakatan yang harus bisa diterapkan oleh masyarakat tanpa
institusi. Misalnya hubungan antar tetangga, pertolongan dari pihak-
pihak yang kaya secara kolektif kepada pihak-pihak yang miskin,
hubungan jual-beli, mendirikan sholat Jum‟at, mengurus jenazah,
mengurus pendistribusian zakat, amar ma‟ruf nahi munkar, mencetak
kader-kader ahli (seperti ulama, guru, ekonom, teknokrat, dan lain-lain),
pendirian lembaga-lembaga Islami yang mendukung kehidupan Islami
(seperti pekuburan, rumah sakit, lembaga ekonomi syariat, lembaga
pendidikan, lembaga riset dan penelitian) dan membuat media-media
cetak maupun elektronik Islami (seperti radio, koran, majalah, website)
dan lain-lainnya.
Semua itu merupakan bagian penegakan syariat Islamiyah. Kalau
semua itu ditinggalkan berarti sebagian besar syariat tidak ditegakkan.
Sebuah masyarakat yang didominasi oleh pelaksanaan hukum-hukum
kemasyarakatan ini, bisa kita namakan sebagai “Masyarakat Muatan
Islami”.
72
4. Syariat Institusi
Yang kami maksud dengan syariat institusi adalah hukum-
hukum Islam yang penegakannya menjadi kewajiban dan wewenang
negara (penguasa), seperti mengangkat dan memberhentikan pimpinan
negara, mengelola dan menata keuangan umat (seperti jizyah, harta
rampasan perang, khoroj, dan lain-lain), mengawasi sistem ekonomi
pasar, menghukum para perusak agama, penerapan hukum-hukum
pidana, melangsungkan jihad ofensif (penaklukan), menghukum mereka
yang harus dihukum menurut ketentuan syariat, amar ma‟ruf dan nahi
munkar dalam ruang lingkup yang seluas-luasnya, menuruti tuntunan
syariat dalam menjaga kemaslahatan umat dan lain-lain. Penerapan
syariat institusi adalah bagian terbesar dari penerapan syariat secara
total. Tanpa penerapan bagian ini, maka penerapan-penerapan lainnya
akan sangat rawan runtuh. Akan tetapi, penerapan bagian terpenting ini
di suatu negeri sangat sulit dibayangkan jika mayoritas penduduk
negeri itu enggan dan tidak mau menerapkan syariat pada takaran
individu-individu, keluarga-keluarga dan masyarakat. Di waktu yang
sama, penduduk negerilah yang bisa diandalkan sebagai penegak dan
pengawal syariat di negeri masing-masing. Karena itu, di suatu negeri
Islam yang belum menerapkan syariat institusi, harus terlebih dahulu
diadakan penyuluhan yang kuat tentang urgensi penerapan syariat.
Penyuluhan ini tidak akan membuahkan tekad dan kemauan untuk
menerapkan syariat, jika belum ada pencerahan keimanan yang cukup.
Hanya pada suatu masyarakat yang berorientasi kepada keselamatan
dan kebahagiaan akhiratlah penyuluhan itu bisa membuahkan tekad
dan usaha penegakan syariat. Dengan kata lain, sebuah dakwah Islamiyah
yang benar dan kuat harus mendahului proses Islamisasi sebuah
masyarakat. Bahkan dakwah itu sendiri adalah bagian dari proses yang
urgen tersebut. Masyarakat yang menerapkan syariat institusi bisa kita
namakan “Masyarakat Islami Struktural” atau bisa juga dinamakan
“Negara Islam”.

(sumber : STH 6 Menuju Masyarakat Islami; Bab IV)


73
BAB XXII
LANDASAN DAN STRATEGI

Pada hakikatnya jiwa atau ruh atau tulang punggung pembentukan


masyarakat Islami adalah penegakan syariat pada keempat bagian dan
tatanannya seperti telah dijelaskan sebelumnya. Masyarakat Islami dan
penegakan syariat adalah dua wajah dari satu mata uang. Ketika
penegakan syariat harus dilakukan oleh tangan-tangan manusia yang
bergerak di bawah tuntunan jiwa-jiwa mereka dan jiwa-jiwa itu memerlu-
kan motivasi yang benar, maka pemotivasian adalah langkah pertama.
A. Landasan
Pembangunan masyarakat Islami bertolak dari dua hal asasi, yaitu:
1. Sebagai suatu kewajiban besar yang dituntut oleh Alloh yang
mana pelaksanaannya akan menghasilkan ganjaran yang besar
sekali dan pengabaiannya akan mengakibatkan hukuman yang
sangat berat.
2. Peraihan keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat
untuk para pelaksana, keturunan mereka dan semua umat.
Kedua dasar motivasi di atas tidak akan tumbuh kecuali dengan
pencerahan keimanan dan penanaman pemahaman-pemahaman Islam
yang benar, yang hanya bisa diwujudkan oleh dakwah yang benar dan
memadai. Karena itu, strategi yang benar, khususnya di Indonesia saat
ini, untuk membentuk masyarakat Islami adalah strategi dakwah.
B. Strategi Dakwah
Masyarakat Islami yang kita idam-idamkan hanya bisa
dibangun oleh jiwa-jiwa yang tercerahkan oleh komitmen kepada Islam
yang murni. Jiwa-jiwa itu telah memahami Islam dan bertekad dengan
sangat antusias untuk menitinya secara sempurna dan menyeluruh
(totalitas). Jiwa-jiwa seperti ini hanya bisa dibentuk oleh suatu dakwah
yang benar dan memadai. Yang kami maksud dengan dakwah yang

74
benar dan memadai adalah dakwah yang mencakup unsur-unsur
berikut:

1. Mendakwahkan kemurnian Islam


Inti dari masyarakat Islami adalah jiwa-jiwa itu telah memahami Islam
dan bertekad dengan sangat antusias untuk menitinya secara
sempurna dan menyeluruh. Jiwa-jiwa seperti ini hanya bisa
dibentuk oleh suatu dakwah yang benar dan kuat. Rosululloh
telah mengabarkan bahwa umatnya akan terpecah menjadi tujuh
puluh tiga golongan, dan hanya satu golongan yang berada di atas
kemurnian. Yaitu mereka yang mengikuti jejak Rosululloh dan
para sahabatnya dalam memahami Islam dan menerapkannya.
Islam adalah agama Alloh satu-satunya. Di atas peta Islamlah
alam semesta dibentuk. Dan fitrah manusia (format dasar ciptaan
manusia) pun dibentuk dengan format Islam, bahkan Islam adalah
fitrah manusia dan fitrah manusia adalah Islam itu sendiri. Hanya
dengan Islamlah manusia tetap mulia seperti dasar penciptaannya.
Sebaliknya tanpa Islam manusia akan menjadi rendah dengan
serendah-rendahnya, di dunia dan di akhirat.
Alloh berfirman:
  
    

“Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-


rendahnya” (QS. at-Tin [95]: 5)
Islam yang menjadikan manusia mulia di dunia dan akhirat
adalah Islam yang murni. Dengan Islam yang murni inilah manusia
bisa bangkit dari keterpurukannya. Sedangkan dengan selain Islam
atau selain Islam yang murni, manusia akan terpuruk dengan sehina-
hinanya. Karena lahir batinnya bertentangan dengan format
ciptaannya (fitrah) dan berbenturan dengan format struktur alam
semesta. Artinya ketika seseorang melanggar suatu peraturan dari
syariat Islam, maka ia akan menderita lahir batin sesuai bentuk
pelanggarannya di dunia sebelum di akhirat. Demikianlah kita
saksikan ketika misalnya seseorang berzina atau meminum miras.

75
Ketika sebuah masyarakat menjadi tidak Islami, terpuruklah
masyarakat itu dan tidak akan pernah bangkit tanpa berpegang
kepada Islam yang murni. Dari sini kita dapat melihat keharusan
mendakwahkan Islam yang murni dengan sekuat-kuatnya sebagai
bentuk dari pengawalan terhadap agama Alloh satu-satunya dan
sebagai obat untuk menyembuhkan umat dari keterpurukan. Jiwa
yang terpuruk dan tidak bangkit, tidak akan mau apalagi mampu
untuk membangun masyarakat Islami. Karena kebangkitan itu sendiri
adalah suatu dinamika menuju kodrat manusia yang mulia, yang tidak
akan pernah mulia tanpa bersenyawa dengan Islam yang murni.
2. Dakwah yang berjama‟ah dan terorganisir
Dakwah yang tidak berjama‟ah dan tidak terorganisir, tidak akan
mampu menghadapi musuh-musuh Islam yang menjalankan perusakan-
perusakan pada sendi-sendi Islam secara berjama‟ah dan sistematis. Di
dunia ini ada konspirasi global terhadap Islam dan kaum Muslimin.
Konspirasi ini sangat besar, terorganisir dan sistematis. Di waktu yang
sama, kalau sekedar untuk memberi nasihat, maka bisa dikerjakan
secara individual. Akan tetapi untuk mega proyek membangun
masyarakat Islami, mustahil dilakukan dengan usaha-usaha dakwah
sendiri-sendiri. Walaupun usaha ini tetap ada manfaatnya.
3. Dakwah sarat muatan kebangkitan
Muatan kebangkitan yang dimaksud adalah misi pembangkitan
jiwa-jiwa para mad‟u (objek dakwah) untuk bangkit menjalankan
amanah yang Alloh bebankan pada pundak manusia.
Alloh berfirman:
      
       

      


  

“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit,


bumi dan gunung-gunung, semuanya enggan untuk memikul
amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, lalu
dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu
amat zholim dan amat bodoh” (QS. al-Ahzab [33]: 72)
Amanat ini mempunyai dua sisi, yaitu:
76
a. Sisi peribadatan
Manusia diciptakan dengan tujuan menjalankan peribadatan
kepada Alloh saja. Inilah yang dinamakan “tauhid”. Menjadikan
“tauhid” sebagai dasar penegakan syariat, baik individu, keluarga,
masyarakat atau institusi adalah bentuk dari pelaksanaan amanat
pada sisi yang satu ini.
Alloh berfirman:
    
   

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya


mereka beribadah hanya kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat [51]: 56)
b. Sisi Kekhilafahan
Manusia diciptakan sebagai kholifah.
Alloh berfirman:
  
          

“Ingatlah ketika Robbmu berfirman kepada para malaikat:


“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang kholifah di
muka bumi…” (QS. al-Baqoroh [2]: 30)
Kekhilafahan manusia dari segi zatnya berarti ia adalah
makhluk yang mempunyai kriteria-kriteria yang pantas
“dipertuankan” oleh makhluk-makhluk bumi lainnya. Seluruh
alam semesta pun telah diorbitkan untuk mensuplai kebutuhannya
di segala bidang. Adapun kekhilafahan sebagai sebuah tugas,
artinya manusia harus menjalankan tugas sebagai pelaksana syariat
atau hukum Alloh di muka bumi ini.
Untuk mewujudkan kebangkitan dalam jiwa umat hingga mau,
siap dan mampu melaksanakan amanat ini, sebuah mega proyek
tarbiyah jangka panjang harus dimulai dengan serius, walaupun hanya
dimulai dengan pembentukan jaringan yang masih kosong dari muatan
kebangkitan. Tidak ada jalan untuk mengisi jaringan itu dengan muatan
kebangkitan Islami, kecuali dengan dakwah yang benar dan memadai.

(sumber : STH 6 Menuju Masyarakat Islami; Bab VI)


77
BAB XXIII
STRATEGI ALTERNATIF

Dalam lapangan gerakan kebangkitan kita dapati dua strategi


alternatif dalam mencapai tujuan. Yaitu strategi parlementer dan
strategi kekerasan. Walaupun dalam langkah-langkahnya sangat
bertentangan, akan tetapi kedua strategi ini sama-sama mempunyai
target awal yang sama yang mereka yakini akan sangat berguna untuk
mewujudkan kebangkitan umat dan membentuk masyarakat Islami.
Target itu adalah kekuasaan. Karena itu kedua strategi ini kita namakan
“strategi tampuk kekuasaan”.
Paling sedikit ketika strategi ini diterapkan di Indonesia pada
kondisi dan zaman seperti sekarang ini, kami sangat meyakini tidak
akan mampu mewujudkan tujuan total akhir, yaitu Masyarakat Islami.
Jangankan mewujudkan masyarakat Islami, meraih target awal saja,
yaitu tampuk kekuasaan pun pasti tidak akan tercapai, kecuali kalau
Alloh menghendakinya. Kedua strategi ini mempunyai beberapa sisi
negatif yang hampir sama, di antaranya:
A. Keterbengkalaian dakwah
Keterbengkalaian dakwah berarti kehancuran untuk umat. Kalau
kedua strategi alternatif ini masih mempercayai dakwah adalah jalan
satu-satunya untuk pencerahan jiwa, maka ini berarti mereka hanya
menangguhkan dakwah sampai target awal yaitu tampuk kekuasaan
tercapai. Ini berarti bahwa penyelamatan umat dari ketergelinciran ke
jahannam dan dari keterpurukan dunia akan tertangguhkan sampai
mereka menang. Selama penangguhan itu, entah berapa jiwa yang
akan mati dalam kegelapan. Itupun kalau mereka menang!! Kalau
mereka tidak akan pernah menang seperti yang kami yakini, maka
dakwah mereka tidak akan pernah ada! Mereka akan mengklaim

78
bahwa mereka pun berdakwah sambil berstrategi meraih tampuk
kekuasaan. Tetapi mari kita simak hal berikut:
1. Sangat tidak mungkin ketika suatu kelompok mencanangkan suatu
strategi untuk mencapai tujuan, kemudian kelompok itu tidak
mengerahkan seluruh atau mayoritas tenaganya untuk mensukseskan
strategi itu. Ketika seluruh tenaga dicurahkan untuk dakwah saja, kita
masih melihat banyak hal yang tidak tertangani. Bagaimana pula ketika
seluruh tenaga atau mayoritasnya dicurahkan untuk menempuh
strategi lain.
2. Memang sebagian tenaga para penyandang strategi tampuk
kekuasaan disalurkan di “amal dakwah”. Hal ini karena strategi
mereka memerlukan “amal dakwah” untuk merekrut pengikut. Kita
bisa membayangkan apakah usaha dakwah yang motivasinya hanya
sekedar merekrut pengikut untuk melaksanakan strategi parlementer
atau kekerasan bisa menghasilkan suatu kebangkitan? Berbeda
halnya dengan perekrutan pengikut dengan tujuan untuk dakwah
pula (strategi dakwah)!
3. Demi mendapatkan suara sebanyak mungkin, strategi parlementer
memerlukan siasat perangkulan yang hampir-hampir tidak terbatas.
Pada siasat ini mereka harus pandai-pandai tutup mulut dan berbasa-
basi dengan bentuk penodaan kemurnian Islam dan para penodanya.
Dengan demikian kemurnian Islam pun terancam. Di sini terjadi
keterbengkalaian dakwah dalam aspek kwalitas.
4. Sifat dakwah rahasia pada jalur kekerasan akan sangat membatasi
dakwah pada jalur ini. Para perencana dan pelaksana dakwah
mereka sudah tidak tertarik untuk mendakwahkan masyarakat umum
dan terang-terangan. Dari sudut ini pun terjadi suatu
keterbengkalaian yang besar.
B. Kemandulan
Kedua jalur ini sangat tidak realistis dalam kondisi seperti sekarang ini.
Kedua strategi ini merupakan keterburu-buruan dan bahkan keputusasaan.
Para peyakin strategi tampuk kekuasaan sebenarnya mempunyai rasa
pesimis untuk menjalankan strategi dakwah, lalu melupakan bahwa dakwah
bukanlah hanya sekedar strategi, tetapi juga suatu kebutuhan yang sangat.
Keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat banyak bergantung

79
kepada usaha-usaha dakwah. Bahkan dakwah sudah sangat berguna sekali,
walaupun “hanya” menyelamatkan umat dari neraka jahannam dan tidak
berhasil membentuk masyarakat Islami di dunia ini.

(sumber : STH 6 Menuju Masyarakat Islami; Bab VII)


BAB XXIV
LANGKAH-LANGKAH MENUJU TUJUAN

A. Langkah Strategi Alternatif


Masing-masing dari kedua jalur peyakin strategi tampuk
kekuasaaan, yaitu jalur kekerasan dan jalur parlementer bisa saja
mengklaim mempunyai teori yang “jelas” dan “simpel” tentang langkah-
langkah riil untuk merealisasikan tujuan mereka. Pelaku jalur parlementer
akan memetakan langkah-langkah riil tujuan mereka sebagai berikut:
Pembentukan partai, pembesaran partai, masuk parlemen, peraihan
suara terbanyak sampai ke tampuk kekuasaaan untuk kemudian
memenej umat secara Islami. Tentunya dengan harus melupakan
bahwa: banyak sekali pelanggaran-pelanggaran syariat dalam
permainan parlementer, keterbengkalaian dakwah dan fakta lapangan
yang menunjukkan banyaknya kegagalan walaupun hanya “sekedar
meraih” tampuk kekuasaan, apalagi untuk mampu merubah masyarakat
menjadi masyarakat Islami. “Kesuksesan” partai Islam Turki mencapai
puncak kekuasaan harus diuji lagi kebenarannya dari segi “siapa
sebenarnya yang berkuasa” di Turki dewasa ini dan episode apa yang
akan dimunculkan oleh angkatan bersenjata Turki setelah ini. Apakah
tentara akan tetap menjaga keadaaan seimbang seperti sekarang atau
akan melakukan kudeta seperti waktu-waktu sebelumnya. Seandainya
terbukti bahwa kekuasaan ada di tangan partai Islam, itu masih sebatas
mendapatkan sarana ampuh dan tidak berarti sebuah kebangkitan
telah dicapai. Pembubaran partai-partai Islam Turki di masa lalu ketika
mereka “meraih” tampuk kekuasaan dan penjeblosan para pemimpin
partai ke penjara serta pembubaran partai Islam (FIS) di Aljazair setelah
mereka menang mutlak di pemilu 1992 serta penjeblosan pemimpin-
pemimpin mereka ke dalam penjara untuk jangka waktu bertahun-
80
tahun, semua itu membuktikan dengan jelas bahwa status non Islam di
negeri-negeri Islam masih dikawal kuat oleh kekuatan-kekuatan
konspirasi Salibis internasional, yang setelah berkorban besar untuk
menguasai dunia di perang dunia kedua tidak akan rela melepaskan
cengkeramannya dan membiarkan umat Islam terbebaskan hanya dengan
senjata suara terbanyak!
Jalur kekerasan dengan mudahnya akan mengatakan langkah-
langkah kami adalah: pembentukan suatu organisasi (rahasia?), melatih,
mempersenjatai, berperang dan menang, untuk kemudian memegang
kendali serta mengatur masyarakat secara Islami.
Tentunya harus dilupakan kenyataan bahwa langkah-langkah ini
adalah langkah-langkah super sulit, banyaknya ketidak-realistisan di
sepanjang jalan, korban-korban luar biasa banyaknya yang akan
berjatuhan, kehancuran-kehancuran besar-besaran yang akan terjadi,
keterbengkalaian dakwah yang merupakan mesin utama pembangkit umat
dan hasilnya masih tanda tanya, khususnya dalam kondisi seperti sekarang
ini. Bahkan keabsahan amal seperti itu pun masih harus dipertanyakan
dengan sangat keras. Memang benar, jika tidak ada jalan lain yang bisa
sukses dan hasilnya jauh lebih dari pengorbanannya, maka strategi ini
“bisa diterima”. Akan tetapi berpendapat tidak ada jalan lain selain jalan
kekerasan pada kondisi seperti sekarang ini adalah hasil penelusuran yang
sangat dangkal.
Pertumpahan darah manusia pada dasarnya adalah suatu yang
dibenci dan dicela Islam, kecuali pada kondisi syar‟i yaitu pada hukuman
atas pembunuhan disengaja, pezina yang telah menikah, penumpasan
pemberontakan terhadap pemerintah Islam yang sah dan Jihad fi
sabilillah. Di ketiga kondisi pertama, yang berhak melaksanakan
hanyalah negara. Sedangkan Jihad fi sabilillah, telah dilarang ketika
umat Islam dalam keadaan lemah seperti kondisi Rosululloh dan
para sahabatnya di Makkah sebelum hijrah ke Madinah. Di waktu itu
strategi kekerasan ditinggalkan jauh-jauh. Tidak ada usaha-usaha
pembunuhan gelap terhadap pemimpin-pemimpin Quroisy atau
serangan malam atau pergi ke gunung-gunung dan gua-gua Makkah
untuk melancarkan perang gerilya terhadap para penguasa Makkah.
Kekerasan ditinggalkan bukan hanya dalam bentuk serangan, bahkan
dalam membela diri pun tidak dilakukan, sehingga banyak para sahabat
81
Rosululloh yang disiksa tanpa menjadikan emosi Rosululloh dan para
sahabat lainnya terpancing untuk menggunakan kekerasan dalam
menolong mereka. Sesudah dibolehkan untuk berjihad pun, Alloh
mencegah terjadinya pertempuran karena kondisi yang memungkinkan
terjadinya pertumpahan darah orang-orang Islam yang berbaur dengan
penduduk Makkah yang masih kafir seperti halnya para insiden
Hudaibiyah. Adapun masalah “Tatarrus” (penggunaan orang-orang yang
beriman oleh orang-orang kafir sebagai tameng untuk mencegah
serangan kaum Muslimin) yang mana terbunuhnya orang-orang Islam
karena kondisi yang memaksa itu bisa diterima, hanya pada kondisi
dimana pertempuran tidak bisa dihindari dan sudah menjadi suatu
keharusan.
Jadi kita tidak membolehkan jihad?!?
Barangsiapa yang melarang Jihad secara umum dan mutlak
maka telah kafir! Na‟udzubillahi min Dzalik!!! Kita sama sekali tidak
demikian!! Kita hanya berprinsip bahwa kekerasan tidak bisa dipakai
sebagai strategi dalam mewujudkan kebangkitan umat ini di negeri yang
kondisinya seperti Indonesia sekarang ini!!

B. Langkah-Langkah Strategi Dakwah


Langkah-langkah para peniti strategi dakwah adalah langkah-
langkah yang penuh kedamaian, kesejukan dan ketenteraman. Pada
hakikatnya tujuan utama strategi dakwah (tentunya juga tujuan utama
strategi alternatif) adalah keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan di
akhirat. Perwujudan masyarakat Islami adalah dalam rangka
melaksanakan tugas suci merealisasikan kedaulatan hukum-hukum
Alloh di bumi dan mewujudkan atmosfir peribadatan tauhid yang
kondusif untuk mencapai kebahagian dunia dan akhirat tersebut.
Pada strategi tampuk kekuasaan ada dua hal penting yang
tertangguhkan atau terabaikan. Kedua hal ini tidak terjadi pada strategi
dakwah. Kedua hal itu adalah dakwah dan pengawalan Islam yang
murni. Kedua hal itu tetap eksis pada strategi dakwah. Dengan
demikian strategi dakwah memetik hasilnya di setiap langkah ketika
kemajuan sekecil apapun terwujudkan. Sedangkan strategi alternatif
sepanjang jalan baru mengejar sarana atau alat kebangkitan, yaitu
kekuasaan.
82
Langkah-langkah strategi dakwah sangat singkat dan sederhana
sekali. Langkah pertama, adalah mengikutsertakan sebanyak mungkin
kaum Muslimin dalam sebuah jaringan, terdiri dari mereka yang
memiliki keinginan serius untuk meniti sirotulmustaqim, terlepas dari
tingkatan keimanan dan keislaman mereka. Langkah kedua, adalah
memupuk keislaman mereka dan mengarahkan mereka untuk
menerapkan syariat pada tatanan syariat individu, kemudian keluarga
lalu mendorong terciptanya masyarakat muatan Islami. Adapun
penegakan tatanan syariat institusi adalah tugas dari masyarakat
muatan Islami, bukan tugas sebuah harakah. Peranan dakwah (baca:
Harakah) ada pada penyuluhan agar jiwa-jiwa tercerahkan dan timbul
padanya keinginan untuk ikut serta dalam usaha-usaha membentuk
masyarakat Islami, kemudian menyatukan mereka dalam suatu jaringan
Islami dan pada akhirnya mendorong serta membantu mereka untuk
menerapkan syariat di ketiga tatanannya tanpa menunggu penerapan
syariat institusi terwujudkan. Penegakkan syariat institusi yang berarti
terbentuknya masyarakat Islami struktural, telah kita katakan menjadi
tugas masyarakat muatan Islami. Sebab hanya sosok sebesar
masyarakat muatan Islamilah yang sanggup mewujudkannya, tanpa
fitnah yang menghancurkan. Kekuatan muatan Islami di dalam
masyarakat seperti ini akan melahirkan daya penekan yang mampu
meluluhlantakan para penentang berdirinya masyarakat Islami struktural,
serta akan melahirkan sebuah muatan panas yang melelehkan semua
kendala dan resistant yang menghadang. Hal inilah yang terjadi di
Madinah setelah masyaratakat muatan Islami di Madinah di bawah
pimpinan Rosululloh mencapai bobot tertentu ketika menang di
perang Badr. Ketika itu seluruh komponen masyarakat Madinah pun
berbondong-bondong masuk Islam. Hal yang serupa terjadi dalam
ukuran yang lebih besar ketika Fathu-Makkah. Ketika itu seluruh
kabilah di Jazirah Arab masuk Islam secara masal.

(sumber : STH 6 Menuju Masyarakat Islami; Bab VIII)

83
84

Anda mungkin juga menyukai