Anda di halaman 1dari 27

1

KONSEP MANUSIA MENURUT ISLAM DAN TUJUAN


PENDIDIKAN ISLAM
MINI RESEARCH

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kapita Selekta

Dosen: Dr. Yudi Kuswandi, S.Pdi, M.Ag

Oleh:

Novita Novyanti 018.011.0020

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


JURUSAN TARBIYAH
STAI SILIWANGI BANDUNG
2021
ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat-
Nyasehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa juga
mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Yudi Kuswandi, S.Pdi, M.Ag
selaku dosen Kapita Selekta yang memberikan dorongan masukan kepada saya.
Dan harapan saya semoga mini research ini dapat menambah pengetahuan
bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi mini research agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya yakin
masih banyak kekurangan dalam mini research ini, oleh karena itu saya sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan mini research ini.

Cimahi, April 2021

Penulis

ii
iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................2
C. Tujuan..........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................3
A. Konsep Manusia Menurut Islam...............................................................3
B. Pendidikan Islam.........................................................................................9
BAB III PENUTUP..............................................................................................22
A. Kesimpulan................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................iv

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk paling sempurna yang pernah diciptakan oleh
Allah swt. Kesempurnaan yang dimiliki manusia merupakan suatu konsekuensi
fungsi dan tugas mereka sebagai khalifah di muka dumi ini. Membicarakan
tentang manusia dalam pandangan ilmu pengetahuan sangat bergantung
metodologi yang digunakan dan terhadap filosofis yang mendasari. Penganut teori
psikoanalisis menyebut manusia sebagai homo volens (makhluk berkeinginan).
Menurut aliran ini, manusia adalah makhluk yang memiliki perilaku interaksi
antara komponen biologis (id), psikologis (ego). Dan social (superego). Di dalam
diri manusia tedapat unsur animal (hewani), rasional (akali), dan moral (nilai).
Mengenai proses terciptanya manusia banyak teori-teori yang muncul
sebelum turunnya al Quran. Dari mulai teori Aristoteles, Louis Pasteur, hingga
Charles Darwin. Mereka mencoba mengungkap tentang dari mana asal-usul hidup
dan kehidupan. Semenjak itulah (tepatnya 1860) muncul teori baru yang
menyatakan bahwa semua yang hidup berasal dari yang hidup sebelumnya.
Walaupun teori baru itu nampaknya lebih hebat dan rasional, namun ternyata
masih belum mampu menjabarkan "misteri" hidup itu sendiri.
Karena teori-teori tersebut tidak dapat memberikan jawaban atas
pertanyaan tentang dari manakah asal-usul hidup pertama kali. Karena itulah,
orang menjadi bingung Pada abad pertengahan al Qur'anul-Karim dan Rasulullah
salah satunya pendobrak pintu kegelapan teori ini dengan mengemukakan fakta-
fakta penciptaan manusia yang sangat rumit dan ajaib.
Di dalam Al-Qur'an ada kata atau istilah yang digunakan untuk
menunjukkan manusia Pertama, kata ins yang kemudian membentuk kata insan
dan unas. Kata "insan" diambil dari kata "uns" yang mempunyai arti jinak, tidak
liar, senang hati tampak atau terlihat. Kedua, Basyar yang berarti kulit luar.
Ketiga, Bani Adam berarti anak Adam.

1
2

Disamping penciptaan manusia, Allah SWT menciptakan ajaran islam


yang berfungsi sebagai petunjuk bagi kehidupan umat manusia dan jalan yang
lurus dalam melaksanakan tugas-tugas hidup serta mencapai tujuan hidupnya di
dunia ini. Islam memiliki nilai ajaran universal yang sesuai dengan kebutuhan
manusia. Karena Islam memiliki ajaran universal, maka ia memiliki bentuk ajaran
yang lebih sempurna dibandingkan dengan ajaran sebelumnya. Kesempurnaan
ajaran Islam terlihat pada keselarasan nilai-nilai ajarannya dengan fitrah manusia,
dalam arti selaras dengan kejadian alamiah manusia.1
Nilai-nilai ajaran Islam yang bersifat universal dapat diperoleh dan
dikembangkan oleh manusia melalui pendidikan. Dalam hal ini pendidikan Islam
tampil melalui tujuan yang sarat dengan konsepsi ketuhanan. Konsepsi ketuhanan
tentang alam semesta misalnya, memperjelas tujuan dasar keberadaan manusia di
muka bumi ini, yaitu penghambaaan, ketundukan kepada Allah, dan
kekhalifaannya di muka bumi ini. Kesadaran akan kehkalifahannya di muka bumi
ini akan menjauhkan manusia dari sikap eksploitasi alam dan yang ada hanya
sikap memakmurkan alam semesta melalui perwujudan ketaatan kepada syariat
Allah Rabb Al-Alamin. Dengan demikian, tidak diragukan lagi betapa
universalnya cakupan nilai-nilai luhur ajaran Islam. 2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Manusia Menurut Islam
2. Pendidikan Islam
C. Tujuan
1. Menjelaskan Konsep Manusia Menurut Islam
2. Menjelaskan Pendidikan Islam

1
Zuhairani, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), Hlm.41
2
Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan di Rumah, Sekolah dan Masyarakat (Jakarta: Gema Insani. 1995),
Hlm.117
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Manusia Menurut Islam


Pada penciptaan manusia, ada orientalitas yang bingung mengenai
dengan sejumlah rumusan yang berbeda-beda menyangkut penciptaan manusia
didalam Al-Qur’an. Ada ayat yang menyatakan bahwa manusia diciptakan dari
tanah liat, tembikar, saripati tanah, saripati air yang hina, air yang tertumpah dan
mani yang terpancar.3
Bila diamati lebih dalam dapat disimpulkan bahwa manusia berasal dari
dua jenis yaitu dari benda padat dan benda cair. Benda padat berbentuk tanah
(turab), tanah yang sudah mengandung air (thin), tanah liat (hama’), dan
tembikar (shalshal). Benda cair berbentuk air mani.
1. Penciptaan Manusia Dari Tanah
Dalam Al-Qur’an surat Ali Imran: 59 Allah SWT berfirman yang
artinya:
“Sesungguhnya perumpamaan (penciptaan) ‘Isa bagi Allah, seperti
(penciptaan) Adam. Dia menciptakannya dari tanah, kemudian Dia berkata
kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu”.
Pada ayat tersebut, Allah SWT menyatakan kepada nabi Muhammad Saw
bahwa penciptaan nabi Isa a.s. sama dengan penciptaan nabi Adam a.s yaitu
sama-sama dari tanah. Penciptaan nabi Isa a.s memang dari unsur sel telur yang
berasal dari ibunya. Tetapi perlu diingat bahwa sel telur itu berasal dari darah,
sedangkan darah dari makanan, dan makanan tumbuh dari tanah. Maka, nabi isa
a.s juga berasal dari tanah. (Salman Harun 2016).
Kedua ada pada Surat al-Kahfi: 37, yang artinya:
“Kawannya (yang beriman) berkata kepadanya sambil bercakap-cakap
dengannya, Apakah engkau ingkar kepada (Tuhan) yang menciptakan engkau

3
Akmal Ridho Gunawan Hasibuan, Menyinari Kehidupan dengan Cahaya Al-Qur’an, (PT Elex Media
Komputindo, Jakarta: 2018). Hlm. 42

3
4

dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan engkau seorang
laki-laki yang sempurna?”
Allah memerintahkan kepada nabi Muhammad Saw untuk menceritakan
kepada kaum muslimin tentang kisah seorang yang sombong, pemilik pertanian
yang hasilnya melimpah ruah. Orang tersebut telah ditegur oleh kawannya dan
diingatkan bahwa dia diciptakan dari tanah dan pasti akan kembali kepadanya.
Tetapi ia terus saja membangkang. Dia baru sadar setelah seluruh kekayaannya
sirna.4
Ketiga ada pada Surat al-Hajj: 5, yang artinya:
“Wahai manusia! Jika kamu meragukan (hari) Kebangkitan, maka sesungguhnya
Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian
dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna
kejadiannya dan yang tidak sempurna agar Kami jelaskan kepada kamu; dan
Kami tetapkan dalam rahim menurut kehendak Kami sampai waktu yang sudah
ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan
berangsur-angsur) kamu sampai kepada usia dewasa, dan di antara kamu ada
yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dikembalikan sampai usia
sangat tua (pikun), sehingga dia tidak mengetahui lagi sesuatu yang telah
diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami
turunkan air (hujan) di atasnya, hiduplah bumi itu dan menjadi subur dan
menumbuhkan berbagai jenis pasangan tetumbuhan yang indah”.
Dalam ayat ini Allah menyapa Manusia dan menerangkan bahwa mereka
diciptakan dari tanah, kemudian berproses dari zigot sampai janin. Lalu Manusia
lahir menjadi kanak- kanak dan dewasa. Ada yang kemudian meninggal dan ada
pula yang diberi usia lanjut.5
2. Penciptaan Manusia Dari Thin
Menurut Al-Asfahani, kata thin bermakna tanah yang sudah bercampur air
atau tanah basah.
 Surat Al-An’am: 2
4
Akmal Ridho Gunawan Hasibuan, Menyinari Kehidupan dengan Cahaya Al-Qur’an, (PT Elex Media
Komputindo, Jakarta: 2018). Hlm. 44.
5
Akmal Ridho Gunawan Hasibuan, Menyinari Kehidupan dengan Cahaya Al-Qur’an....Hlm. 46
5

“Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian Dia menetapkan ajal
(kematianmu), dan batas waktu tertentu yang hanya diketahui oleh-Nya. Namun
demikian kamu masih meragukannya”.
 Surat al-‘Araf: 12
(Allah) berfirman, “Apakah yang menghalangimu (sehingga) kamu tidak bersujud
(kepada Adam) ketika Aku menyuruhmu?” (Iblis) menjawab, “Aku lebih baik
daripada dia. Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari
tanah.”
 Surat as-Sajadah: 7
“Yang memperindah segala sesuatu yang Dia ciptakan dan yang memulai
penciptaan manusia dari tanah”.
 Surat ash-Shaffat: 11
“Maka tanyakanlah kepada mereka (musyrik Mekah): ‘Apakah mereka yang
lebih kukuh kejadiannya ataukah apa yang telah Kami ciptakan itu?’
Sesungguhnya Kami telah menciptakan mereka dari tanah liat”
 Surat Shad: 71 dan 76
“(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, “Sesungguhnya Aku
akan menciptakan manusia dari tanah”.
3. Penciptaan Manusia Dari Shalshal
Shalshal adalah tembikar kering yang berongga yang dibuat dari tanah.
Sehingga mengeluarkan bunyi bila ditiup atau diayunkan. Benda itu menurut Al-
Qur’an dibuat dari hama’ yaitu tanah liat yang sedikit berbau. Tanah itu dibentuk
(Masnun) menjadi shalshal tersebut. Kata tersebut diulang tiga kali didalam Al-
Qur’an. surat al-Hijr: 26, 28 dan 33
“Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering
dari lumpur hitam yang diberi bentuk”. 26
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sungguh,
Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering dari lumpur hitam
yang diberi bentuk” 28
6

“Ia (Iblis) berkata, “Aku sekali-kali tidak akan sujud kepada manusia yang
Engkau telah menciptakannya dari tanah liat kering dari lumpur hitam yang
diberi bentuk.” 33
Isyarat tentang proses penciptaan manusia melalui satu tahapan ‘alaqah
lebih jauh dijabarkan dalam Q.S Al-Mu’minun ayat 12-14:6
“Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari
tanah. Kemudian Kami menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat
yang kukuh (rahim). Kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat,
lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal
daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus
dengan daging. Kemudian, Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain.
Mahasuci Allah, Pencipta yang paling baik”.
Dalam ayat diatas jelas terlihat bagaimana proses penciptaan manusia
dimulai dari tahap sulalah (saripati makanan) kemudian nutfah (sperma) lalu
terjadi konsepsi (pembuahan) dan masuk kedalam rahim (menjadi embrio)
kemudian berkembang membentuk ‘alaqah kemudian berproses menjadi
mudhghah, ‘izaman (tumbuh tulang belulangnya) kemudian tulang-tulang itu
dibungkus dengan daging.
Setelah terbentuk manusia yang utuh, kemudian Allah SWT meniupkan
(nafakha) kepadanya ruh nya kemudian jadilah ia makhluk yang unik (khalqan
Akhar). Disebut demikian karena manusia memiliki substansi psikis yang berasal
dari substansi tuhan sama sekali tidak dimiliki makhluk-makhluk lain.
Al-Qur’an menggunakan beberapa istilah dalam penyebutan manusia yaitu
meliputi al-basyar, al-Ins, al-Insan, an-Nas, al-Unas, Bani Adam, an-Nafs, al-
Anfus dan an-Nufus.
a. Al-basyar
Secara bahasa, berarti fisik manusia. Makna ini disimpulkan dari berbagai
uraian tentang al-basyar. Menurut Abu al-Husain Ahmad Ibnu Faris Ibn Zakariya
dalam Mu’jam al- Maqayis fi al-Lugah. Ia menjelaskan bahwa semua kata yang
huruf-huruf asalnya terdiri dari ba, syin dan ra’ berarti sesuatu yang tampak jelas

6
Agus Haryo Sudarmojo, Perjalanan Akbar Ras Adam, (PT Mizan Pustaka, Bandung: 2009) Hlm. 161
7

dan biasanya cantik dan indah. Dengan demikian, bahwa manusia yang dijelaskan
oleh al-basyar menekankan pada gejala umum yang melekat pada fisik manusia
yang secara umum relatif sama antara semua manusia.7
Allah Swt, memakai konsep al-basyar dalam Al-Qur’an sebanyak 37 kali.
Salah satunya dalam surat al-Kahfi ayat 110.
“Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia
seperti kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu
adalah Tuhan Yang Maha Esa.” Maka barang siapa mengharap pertemuan
dengan Tuhannya, maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah
dia menyekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya”.
b. Al-Insan, al-Ins, an-Nas dan al-Unas
Kata al-Insan menurut Ibnu Mansur, mempunyai tiga asal kata.
Pertama, berasal dari kata anasa yang berarti abara yaitu melihat, ‘alima yaitu
mengetahui dan istilah “an” yang berarti meminta izin. Kedua, berasal dari kata
nasiya yang berarti lupa. Ketiga berasal dari kata an-nus yang berarti jinak
lawan dari kata al-wakhsyah yang berarti buas.
Menurut Ibnu Zakariya, semua kata yang asalnya dari huruf Alif , nun
dan sin mempunyai makna asli jinak, harmonis dan tampak dengan jelas. Dari
kedua uraian tersebut memiliki inti yang sama bahwa manusia yang diistilahkan
dengan al-Insan tampak pada ciri- ciri khasnya yaitu jinak, tampak jelas
kulitnya juga potensial untuk memelihara atau melanggar aturan sehingga ia
dapat menjadi makhluk yang harmonis atau kacau.
Kata al-Insan disebutkan didalam Al-Qur’an sebanyak 65 kali,
diantaranya surat al- Alaq ayat 5.
Kata al-Ins selalu bergandengan dengan kata al-jinn karena kata tersebut
selalu jadi perbandingan.
Al-Ins dengan al-jinn adalah makhluk yang diciptakan Allah agar
senantiasa mengabdikan dirinya (beribadah) kepada Allah sepanjang hidupnya.
Al-Ins dan al-jinn juga makhluk pembangkang, sehingga mendapat
tantangan dari Allah agar mereka bekerjasama untuk membuat semacam Al-
7
Agus Haryo Sudarmojo, Perjalanan Akbar Ras Adam, (PT Mizan Pustaka, Bandung: 2009) Hlm. 151-158
8

Qur’an dan menjelajahi lapisan- lapisan langit.


Kata an-Nas didalam Al-Qur’an disebutkan sebanyak 240 kali,
sebagaimana dalam surat az-Zumar ayat 27.
Konsep an-Nas merujuk pada manusia sebagai makhluk sosial atau secara
kolektif. Dengan demikian, dalam hubungannya dengan penjelasan tentang
manusia, dapat dipahami bahwa manusia adalah makhluk yang berkelompok dan
ia akan selalu membentuk kelompoknya sesuai dengan ciri-ciri dan
persamaannya. Seperti persamaan biologis, kebutuhan, kepentingan, suku, bangsa
dan lainnya. Memang dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhubungan
dengan Kelompok. Mulai dari kelompok, suku, etnis, wilayah, sosial politik,
agama dan sebagainya.8
c. Bani Adam
Secara bahasa, Bani adalah bentuk jamak dari kata ibnun yang berarti
anak. Bentuk dasarnya adalah banun atau banin. Tetapi karena berada pada posisi
muaf (diterangkan), huruf wawu dan nun pada kata banun tersebut harus
dihilangkan. Sehingga menjadi kata bani.
Penggunaan kata bani Adam dalam konteks ini sangat tepat bahwa semua
manusia tanpa kecuali telah diberi bekal potensial fitrah keagamaan yaitu
mengesakan tuhan. Manusia juga adalah makhluk yang diberikan kelebihan yang
dapat menguasai daratan dan lautan. Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat
Al-Isra: 70.
“Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak-cucu Adam, dan Kami angkut
mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan
Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan
kelebihan yang sempurna”.
Dari keseluruhan ayat yang menggunakan kata bani Adam dapat dipahami
bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki kelebihan dan keistimewaan
dibanding makhluk lainnya. Keistimewaan itu meliputi fitrah keagamaan,
peradaban, dan kemampuan memanfaatkan alam.

8
Agus Haryo Sudarmojo, Perjalanan Akbar....., Hlm. 160
9

Dengan kata lain, manusia adalah makhluk yang berada dalam relasi
(Habl), dengan Tuhan (Habl min Allah), relasi dengan sesama manusia (Habl min
An-Nas) dan relasi dengan alam ( Habl min alam).9
B. Pendidikan Islam
Sebelum membahas lebih jauh tentang tujuan pendidikan Islam, terlebih
dahulu penulis mengemukakan tentang tujuan pendidikan nasional, yaitu untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.10
Pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertakwa
secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan
fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal
pertumbuhan dan perkembangannya .11
Pendidikan Islam merupakan sebuah usaha untuk menjadikan anak
keturunan dapat mewarisi ilmu pengetahuan (berwawasan islam). Setiap usaha
dan tindakan yang disengaja untuk mencapai tujuan harus mempunyai sebuah
landasan atau dasar tempat berpijak yang baik dan kuat.
Dasar Pendidikan Islam
Bagi umat Islam agama adalah dasar (pondasi) utama dari keharusan
berlangsungnya pendidikan karena ajaran-ajaran Islam yang bersifat universal
mengandung aturan-aturan yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia baik
yang bersifat ubudiyyah (mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya),
maupun yang bersifat muamalah (mengatur hubungan manusia dengan
sesamanya). 12Adapun dasar-dasar dari pendidikan Islam adalah:
- Al-Qur’an

9
Agus Haryo Sudarmojo, Perjalanan Akbar....., Hlm. 166
10
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang- Undang RI
Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Cet. I; Jakarta: Visimedia, 2007), Hlm. 5
11
Akhmad Zulfaidin Akaha, Psikologi Anak dan Remaja Muslim. (Jakarta Timur: Pustaka al-Kautsar. 2001)
Hlm. 154-155
12
Zuhairini, Dkk. Metodologi Pendidikan Agama. (Solo: Ramadhani. 1993) Hlm. 53
10

Menurut pendapat yang paling kuat, seperti yang diungkapkan oleh Subhi
Shaleh, al-Qur’an berarti bacaan, yang merupakan kata turunan (masdar) dari fiil
madhi qara’a dengan arti ism al-maful yaitu maqru’ yang artinya dibaca.13
“Bacalah dengan (menyebut) Nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia
telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu lah Yang
Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam, Dia
mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Q.S. al-Alaq: 1-5).
Ayat tersebut merupakan perintah kepada manusia untuk belajar dalam
rangka meningkatkan ilmu pengetahuan dan kemampuannya termasuk didalam
mempelajari, menggali, dan mengamalkan ajaran-ajaran yang ada al-Qur’an itu
sendiri yang mengandung aspek-aspek kehidupan manusia. Dengan demikian al-
Qur’an merupakan dasar yang utama dalam pendidikan Islam.
- As-Sunnah
Setelah al-Qur’an maka dasar dalam pendidikan Islam adalah as-Sunnah,
as-Sunnah merupakan perkataan, perbuatan apapun pengakuan Rasulullah SAW,
yang dimaksud dengan pengakuan itu adalah perbuatan orang lain yang diketahui
oleh Rasulullah dan beliau membiarkan saja kejadian itu berjalan. Sunnah
merupakan sumber ajaran kedua setelah al-Qur’an, Sunnah juga berisi tentang
akidah, syari’ah, dan berisi tentang pedoman untuk kemaslahatan hidup manusia
seutuhnya.14
Pendidikan adalah sebuah proses kegiatan menuju suatu tujuan karena
pekerjaan tanpa tujuan yang jelas akan menimbulkan suatu ketidak menentuan
dalam prosesnya. Lebih-lebih dalam proses pendidikan yang bersasaran pada
kehidupan psikologi peserta didik yang masih berada pada taraf perkembangan,
maka tujuan merupakan faktor yang paling penting dalam proses kependidikan
itu. Karenanya dengan adanya tujuan yang jelas, materi pelajaran dan metode-
metode yang digunakan, mendapat corak dan isi serta potensialitas yang sejalan
dengan cita-cita yang terkandung dalam tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan
Islam mengandung di dalamnya suatu nilai-nilai tertentu sesuai dengan pandangan
13
Atang Abd. Hakim dan Jaih Mubarok. Metodologi Studi Islam. (Bandung: Remaja Rosda Karya. 2000)
Hlm. 63
14
Zakiah daradjat. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Bumi Aksara. 2006) Hlm. 20-21
11

Islam sendiri yang harus direalisasikan melalui proses yang terarah dan konsisten
dengan menggunakan berbagai sarana fisik dan nonfisik yang sama dengan nilai-
nilainya.
1. Tujuan Pendidikan Islam
Idealitas tujuan dalam proses kependidikan Islam mengandung nilai-nilai
Islami yang hendak dicapai dalam proses kependidikan yang berdasarkan ajaran
Islam secara bertahap.15 Dengan demikian, tujuan pendidikan Islam merupakan
penggambaran nilai- nilai Islam yang hendak diwujudkan dalam pribadi peserta
didik pada akhir dari proses kependidikan. Dengan kata lain, tujuan pendidikan
Islam adalah perwujudan nilai-nilai Islami dalam pribadi peserta didik yang
diperoleh dari pendidik muslim melalui proses yang terfokus pada pencapaian
hasil (produk) yang berkepribadian Islam yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berahklak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, sehingga
sanggup mengembangkan dirinya menjadi hamba Allah yang taat dan memiliki
ilmu pengetahuan yang seimbang dengan dunia akhirat sehingga terbentuklah
manusia muslim paripurna yang berjiwa tawakkal secara total kepada Allah swt,
sebagai mana firman-Nya dalam QS Al-An’am/6: 162
Terjemahnya:
“Katakanlah (Muhammad): "Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam).16
Dengan demikian tujuan pendidikan Islam sama luasnya dengan
kebutuhan manusia modern masa kini dan masa yang akan datang karena manusia
tidak hanya memerlukan iman atau agama melainkan juga ilmu pengetahuan dan
teknologi sebagai alat untuk memperoleh kesejahteraan hidup di dunia sebagai
sarana untuk mencapai kehidupan yang bahagia di akhirat.
Berkaitan dengan tujuan pendidikan Islam, Muhammad Athiyyah Al-
Abrasyi berpendapat bahwa:

15
.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam-Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner,
(Cet.II,Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006), h. 53-54.
16
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, h. 201.
12

- Tujuan pendidikan Islam adalah akhlak. Menurutnya, pendidikan budi pekerti


merupakan jiwa dari pendidikan Islam. Islam telah memberi kesimpulan bahwa
pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah ruh (jiwa) pendidikan Islam, dan tujuan
pendidikan Islam yang sebenarnya adalah mencapai suatu akhlak yang sempurna.
Akan tetapi, hal ini bukan berarti bahwa kita tidak mementingkan pendidikan
jasmani, akal, ilmu maupun ilmu pengetahuan praktis lainnya, melainkan bahwa
kita sesungguhnya memperhatikan segi-segi pendidikan akhlak sebagaimana
halnya memperhatikan ilmu-ilmu yang lain. Anak-anak membutuhkan kekuatan
dalam jasmani, akal, ilmu, dan juga membutuhkan pendidikan budi pekerti, cita
rasa dan kepribadian.17Dengan demikian, tujuan pendidikan Islam adalah
mendidik budi pekerti dan pembentukan jiwa.
- Memperhatikan agama dan dunia sekaligus. Sesungguhnya ruang lingkup
pendidikan Islam tidak hanya terbatas pada pendidikan agama dan tidak pula
terbatas hanya pada dunia semata-mata. Rasululllah SAW pernah mengisyaratkan
setiap pribadi dari umat Islam supaya bekerja untuk agama dan dunianya
sekaligus, sebagaimana sabdanya:
“Beramallah untuk duniamu seolah-olah engkau akan hidup untuk selama-
lamanya dan beramallah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati esok
hari”
Berdasarkan hadis di atas dapat dipahami bahwa Rasulullah SAW tidak
hanya memikirkan dunia semata, tetapi beliau juga memikirkan untuk bekerja dan
beramal bagi kehidupan akhirat. Karena itu tujuan pendidikan Islam bukan hanya
untuk pencapaian kebahagiaan dunia tetapi juga untuk pencapaian kebahagiaan
akhirat.
2. Upaya untuk mencapai tujuan pendidikan islam
Upaya dalam menyiapkan pendidikan yang berkualitas dapat dilakukan
dengan menerapkan langkah-langkah diantaranya:
1. Peningkatan kemampuan pembelajar,
2. Pemanfaatan lingkungan,
3. Peningkatan prasarana dan sarana,
17
Muhammad Athiyyah al-Abrasyi, At-Tarbiyah al-Islamiyah, terjemahan oleh; Abdulllah Zaky Alkaaf
(Cet.I; Bandung: CV Pustaka Setia, 2003), h. 13.
13

4. Melakukan pelaksanaan monitoring dan evaluasi secara terencana,


5. Pengembangan tes evaluasi belajar,
6. Menjalin hubungan sekolah dengan masyarakat, dan
7. Meningkatkan kompetensi dasar dan memperbaiki sikap yang harus
dimiliki pembelajar/guru.
Apabila langkah tersebut dilaksanakan, upaya menyiapkan pendidikan
berkualitas akan tercapai dengan baik.
3. Materi Pendidikan Islam
Dalam pendidikan Islam tujuan dan materinya adalah merupakan dua hal
yang tidak boleh dipisahkan dan Alquran harus selalu dijadikan rujukan dalam
membangun materi atau teori pendidikan, sebab itu maka materi yang
disampaikan tidak hanya terpokus kepada ilmu agama, tetapi diajarkan juga ilmu
alam yang dihubungkan dengan Islam, sehingga tidak ada lagi sekularisasi dalam
pendidikan.
Selama ini, kurikulum pendidikan agama Islam itu adalah ajaran pokok
Islam yang meliputi masalah aqidah (keimanan), syari'ah (keislaman), dan akhlak
(ihsan) Tiga ajaran pokok kemudian dijabarkan dalam bentuk rukun iman, Islam,
dan Ihsan. Duri ketiganya lahirlah ilmu tauhid, ilmu fiqh, dan ilmu akhlak. Namun
menurut Mujtahid (2011), kontens pendidikan agama Islam semacam itu belum
sepenuhnya mampu menjadikan peserta didik memiliki keunggulan yang utuh dan
integratif dalam dirinya. Sebab Islam perlu dijabarkan lebih luas, seluas jagat raya
ini Kurikulum pendidikan agama Islam seharusnya bersentuhan dengan segala
aspek kehidupan manusia yang bersumber pada al Qur'an dan hadits serta
penalaran logis dan hasil observasi yang kaya dengan pengetahuan dan
pengalaman hidup dan kehidupan.
Menurut Mujtahid (2011) lagi menjelaskan ketiga-tiga kumpulan di atas
(iman, Islam dan ihsan) yang diterjemahkan ke dalam cabang ilmu seperti Aqidah,
Fiqh, Tasawuf, Tarikh dan seterusnya itu baru pada tingkatan Ilahiyah yang
cenderung melahirkan perbedaan dan konflik, yang belum mampu menjawab dan
merespon secara cepat terhadap perubahan dan perkembangan semasasekarang
ini. Ajaran Islam harus merujuk pada ajaran al-Qur'an dan hadits yang memiliki
14

jangkauan visi nilai-nilai kehidupan manusia yang lebih luas dan tak pernah
terbatas oleh ruang dan waktu
Menurut al-Abrasyi, dalam Ahmad Tafsir (1994), mengemukakan bahwa
dalam merumuskan kurikulum atau materi pendidikan Islam harus
mempertimbangkan 5 (lima) prinsip Pertama, mata pelajaran ditujukan untuk
mendidik rohani atau hati, artinya, materi itu berhubungan dengan kesadaran
ketuhanan yang mampu diterjemahkan ke dalam setiap gerak dan langkah
manusia. Manusia adalah makhluk yang senantiasa melibatkan sandaran kepada
yang Maha Kuasa, yaitu Allah Swt. Kedua, mata pelajaran yang diberikan berisi
tentang tuntunan cara hidup. Pelajaran ini tidak saja ilmu fiqh dan akhlak tetapi
ilmu yang menuntun manusia untuk meraih kehidupan yang unggul dalam segala
dimensinya. Ketiga, mata pelajaran yang disampaikan hendaknya mengandung
ilmiah, yaitu sesuatu ilmu yang mendorong rasa ingin tahu manusia terhadap
segala sesuatu yang perlu diketahui Ilmu yang dibutuhkan untuk mencari karunia
Allah melalui cara-cara yang mulia dan penuh perhitungan Keempat, mata
pelajaran yang diberikan harus bermanfaat secara praktis bagi kehidupan, intinya
bahwa materi mengajarkan suatu pengalaman, keterampilan, serta cara. Pandang
hidup yang luas. Kelima, mata pelajaran yang disampaikan harus membingkai
terhadap materi lainnya. Jadi, ilmu yang dipelajari berguna untuk ilmu lainnya.18
4. Kurikulum Pedidikan Islam
Menurut Mujtahid (2011). Tiap jenis kurikulum mempunyai ciri atau
karakteristik termasuk pendidikan agama Islam. Menurut Abudurrahman al-
Nahlawi, dalam Majid (2004), menjelaskan bahwa kurikulum pendidikan Islam
harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu:
a. Memiliki sistem pengajaran dan materi yang selaras dengan fitrah manusia
serta bertujuan untuk mensucikan jiwa manusia, memelihara dari
penyimpangan, dan menjaga keselamatan fitrah manusia sebagaimana
diisyaratkan hadits Qudsi sebagai berikut: "hamba-hamba ku diciptakan
dengan kecenderungan (pada kebenaran). Lalu Syethan menyesatkan
mereka."

18
Mujtahid, Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI), (Malang: UIN Maliki Press, 2011) Hlm.20
15

b. Tujuan pendidikan Islam yaitu memurnikan ketaatan dan peribadatan


hanya kepada Allah. Kurikulum pendidikan Islam yang disusun harus
menjadi landasan kebangkitan Islam, baik dalam aspek intelektual,
pengalaman, fisikal, maupun sosial. Ibadah tidak hanya sekedar diartikan
shalat atau zikir akan tetapi pekerjaan dan perbuatan pun merupakan
ibadah.
c. Harus sesuai dengan tingkatan pendidikan baik dalam hal karakteristik,
tingkat pemahaman, jenis jantina serta tugas-tugas kemasyarakatan yang
telah dirancang dalam kurikulum.
d. Memperhatikan tujuan-tujuan masyarakat yang realistis, menyangkut
penghidupan dan bertitik tolak dari keislaman yang ideal. Kurikulum
pendidikan Islam sebagai cermin nilai-nilai keadaban dan spiritualitas,
baik secara personal maupun Kolektif (sosial).
e. Tidak bertentangan dengan konsep dan ajaran Islam, melainkan harus
memahami konteks ajaran Islam yang selama ini belumtergali makna dan
sumber kebenarannya. Masih banyak teks-teks normatif yang belum
terungkap pesan dan hikmahnya yang bisa diteliti untuk kemanfaatan
manusia.
f. Rancangan kurikulum harus realistis sehingga dapat diterapkan selaras
dengan kesanggupan peserta didik dan sesuai dengan keadaan
masyarakatnya. Kurikulum pendidikan Islam merupakan cermin
masyarakat.
g. Harus memilih metode dan pendekatan yang relevan dengan kondisi
materi, belajar mengajar, dan suasana lingkungan pembelajaran di mana
kurikulum tersebut diselenggarakan
h. Kurikulum pendidikan Islam harus efektif, dapat memberikan hasil
pendidikan yang bersifat pemahaman, penghayatan, dan pengamalan.
i. Harus sesuai dengan berbagai tingkatan usia peserta didik. Untuk semua
tingkatan dipilih bagian materi kurikulum yang sesuai dengan kesiapan
dan perkembangan yang telah dicapai oleh peserta didik. Dalam hal ini
yang paling penting adalah tingkat penguasaan bahasa yang dicapai oleh
16

peserta didik. Ringkasnya. Secara psikologis kurikulum tersebut dapat


sesuai dengan kematangan peserta didik.
j. Memperhatikan aspek pendidikan tentang segi-segi perilaku yang bersifat
aktivitas langsung seperti berjihad, dakwah Islam, serta penciptaan
lingkungan sekolah yang Islami, etis dan anggun.
Sedangkan menurut Syaibani dalam Muhaimin dan Abd. Mujib (1993),
menempatkan empat dasar pokok karakteristik dalam kurikulum pendidikan
Islam, yaitu dasar religi, dasar falsafah, dasar psikologis dan dasar sosiologis,
dapat pula ditambah dasar organisatoris.19
5. Metode Pendidikan Islam
Peranan metode pendidikan berasal dari kenyataan yang menunjukkan
bahwa maten kunkulum pendidikan Islam tidak mungkin akan dapat diajarkan
secara keseluruhan, melainkan diberikan dengan cara khusus. Penerapan metode
bertahap. Mulai dari metode yang paling sederhana menuju yang kompleks
merupakan prosedur pendidikan yang diperintahkan Alquran,
Variasi metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar adalah
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Mengajar seorang
murid untuk nenulis sebuah kalimat secara cermat dan baik, harus merupakan
tuntunan pengajaran menulis di papan tulis maupun di buku tulisnya atau melalui
tugas untuk melihat keterampilan dan tingkah laku muridnya. Karena itu banyak
metode yang dapat disampaikan kepada peserta didik seperti metode cerita,
ceramah, diskusi, metafora, simbolisme verbal, hukuman dan ganjaran.20
Untuk mendesain kurikulum pendidikan Agama Islam yang menarik dan
bermanfaat, diperlukan metode yang serasi dengan isi dan konteks sosial kekinian.
Isi dan konteks sosial itu terjadi dalam proses belajar mengajar di kelas atau di
manapun berada Untuk mengemas pembelajaran itu maka perlu metode yang
efektif. Syukri Zarkasyi, pengasuh pondok modern Gontor pernah menyatakan
bahwa: "Al-thariqatu ahammu min al maddah. walaakinna al-mudarrisa ahammu
min al-thariqah, wa ruh al-mudarris ahammu min al-mudarris nafsihi" (Metode itu
19
Mujtahid, Kurikulum Pendidikan Agama Islam....., Hlm.21
20
Abdurahman Shaleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Alquran (Cet. II: Jakarta: Rineka
Cipta, 1994) Hlm. 205
17

lebih penting dari pada materi, akan tetapi guru lebih penting dari metode, dan
jiwa guru lebih penting dari guru itu sendiri). Ungkapan ini menegaskan bahwa
metode yang diperankan oleh guru akan sangat menentukan keberhasilan proses
dari interaksi belajar mengajar (Mujtahid, 2011), Metode adalah cara yang
digunakan tenaga pendidik dan peserta didik dalam proses belajar mengajar. Oleh
karena itu, metode merupakan alat untuk menciptakan interaksi antara guru dan
pelajar dalam mempelajari sebuah materi tertentu. Dalam hal ini, guru berperan
sebagai penggerak, fasilitator, pembimbing dan seterusnya. Sementara pelajar,
dapat berperan aktif dalam kegiatan tersebut (Mujtahid, 2011). Ahmad Tafsir
(1994), menyatakan bahwa metode pendidikan Islam yang saat ini digunakan oleh
para pendidik itu merupakan hasil dari metode yang dikembangkan orang Barat.
Karena saat ini kita dengan mudah mengakses sumber referensi itu dan dapat
digunakan untuk memperbaiki cara dan strategi pembelajaran kita. Metode yang
kita terapkan itu misalnya, metode ceramah, brainstorming. soal jawab, diskusi,
sosiodrama, bermain, resitasi dan lain lain. Untuk mengimplementasikan metode
itu, maka diperlukan cara yang tepat dari para guru agar compatible dengan visi-
misi materi, tujuan materi dan karakteristik materi, Hal yang sama ditunjukkan
pula oleh Muhaimin et al., (2001), mengatakan bahwa metode yang digunakan
untuk implementasi kurikulum pendidikan agama Islam tak jauh berbeda dengan
metode yang digunakan pendidikan umum. Sebenarnya, hampir tidak jauh
berbeda antara keduanya, bahwa proses pendidikan apa pun namanya, kerangka
atau aspek domainnya yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik
Oleh itu, pendidikan Agama Islam harus berorientasi pada "penyadaran"
dalam ketiga aspek di atas. Ketiga aspek tersebut. dalam pembelajaran pendidikan
Agama Islam, tidak dapat dipisahkan antara satu dan lainnya. Asas inilah,
menurut A. Malik Fadjar (1998), bahwa pendidikan agama Islam adalah proses
pendidikan yang mampu menggugah kesadaran peserta didik untuk menjadi
pribadi muslim sejati.
Metode yang perlu digunakan, menurut A. Malik Fadjar (1998), haruslah
memiliki dua landasan Pertama, landasan motivasional, yaitu pemupukan sifat
individu peserta didik. untuk menerima ajaran agamanya dan sekaligus
18

bertanggungjawab terhadap pengalamannya dalam kehidupan sehari-hari Kedua,


landasan moral, yaitu tertanamnya. nilai keagamaan dan kayakinan peserta didik
sehingga perbuatannya selalu mengacu pada isi, jiwa dan semangat akhlak
karimah. Selain itu, supaya tersusunnya tata nilai (value) system) dalam peserta
didik yang bersumber pada ajaran yang otentik, sehingga memiliki daya tahan
dalam menghadapi setiap tantangan dan perubahan zaman.
6. Sarana dan Fasilitas
Dalam al-Qur’an juga ditemukan ayat-ayat yang menunjukkan bahwa
pentingnya sarana dan prasarana atau alat dalam pendidikan.Makhluk Allah
berupa hewan yang dijelaskan dalam al-Qur’an juga bisa menjadi alat dalam
pendidikan. Seperti nama salah satu surat dalam al-Qur’an adalah an-Nahl yang
artinya lebah. Dalam ayat ke 68-69 di surat itu Allah menerangkan yang artinya
adalah sebagai berikut :
Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit,
di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia”, kemudian
makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu
yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu)
yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang
menyembuhkan bagi manusia.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.21
Jelaslah bahwa ayat di atas menerangkan bahwa lebah bisa menjadi media
atau alat bagi orang-orang yang berpikir untuk mengenal kebesaran Allah yang
pada gilirannya akan meningkatkan keimanan dan kedekatan (taqarrub) seorang
hamba kepada Allah SWT. Nabi Muhammad SAW dalam mendidik para
sahabatnya juga selalu menggunakan alat atau media, baik berupa benda maupun
non-benda.Salah satu alat yang digunakan Rasulullah dalam memberikan
pemahaman kepada para sahabatnya adalah dengan menggunakan gambar.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan al-Hakim dari Abdullah bin Mas’ud,
ia berkata, ”Rasulullah membuatkan kami garis dan bersabda, ”Ini jalan Allah.”
Kemudian membuat garis-garis di sebelah kanan dan kirinya, dan bersabda, ”Ini

21
Azhar Arsyad, Media Pengajaran, (Jakarta: PT rajagrafindo Persada, 2000) Hlm. 15
19

adalah jalan-jalan (setan).” Yazid berkata, ”(Garis-garis) yang berpencar-


pencar.” Rasulullah SAW bersabda, ”Di setiap jalan ada setan yang mengajak
kepadanya. Kemudian beliau membaca ayat Al-Qur’an (Q.S. al-An’am/6:
153).yang artinya adalah sebagai berikut :
Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanku yang lurus, maka
ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) , karena
jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalannya. Yang demikian itu
diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.22
Hadis di atas terlihat jelas bahwa Rasulullah SAW menggunakan garis-
garis sebagai alat pendidikan untuk menjelaskan apa yang ingin beliau sampaikan
kepada para sahabatnya.
Perlu pula ditegaskan bahwa dalam konteks pendidikan Islam, M. Arifin
menyebutkan alat-alat pendidikan harus mengandung nilai-nilai operasional yang
mampu mengantarkan kepada tujuan pendidikan Islam yang sarat dengan nilai-
nilai.Nilai-nilai tersebut tentunya berdasarkan kepada dasar atau karakteristik
pendidikan Islam itu sendiri.
Dewasa ini, pengembangan sarana dan prasaranan pendidikan semakin
pesat seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan
Islam juga tetap melakukan berbagai inovasi termasuk dalam pengembangan
penggunaan alat pendidikan sehingga membantu kelancaran proses pendidikan
tersebut. Namun penggunaan alat tersebut mesti tetap berlandaskan kepada dasar-
dasar pendidikan Islam dan mengacu kepada tujuan yang telah direncanakan.
7. Evaluasi
Untuk menentukan hasil atau proses dari sebuah kegiatan dan aktivitas
memerlukan apa yang disebut dengan evaluasi. Evaluasi adalah pengumpulan
kenyataan secara sistematis untuk menetapkan apakah dalam kenyataannya terjadi
perubahan dalam diri siswa dan menetapkan sejauh mana tingkat perubahan
dalam diri siswa siswa Menurut Stufflebeam, seperti yang dikutip Suke. Silverius
(1991), menyatakan bahwa evaluasi merupakan proses menggambarkan,

22
Azhar Arsyad, Media Pengajaran...., h. 16
20

memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk menilai alternatif


keputusan.23
Menurut Wayan Nurkancana & Sumartana (1986), evaluasi ialah suatu
tindakan atau proses untuk menentukan nilai segala sesuatu dalam aktivitas
pendidikan, baik menyangkut materi, guru, siswa, serta aspek pendukung lainnya
(Nurkancana, 1986:1). Evaluasi digunakan untuk mengukur sejauh mana tujuan
yang telah ditetapkan itu tercapai. Evaluasi berguna untuk melakukan perbaikan-
perbaikan. Menurut Wayan Nurkancana dan Sumartana (1986), bahwa evaluasi
berfungsi sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui taraf kesiapan peserta didik dalam menempuh suatu
pendidikan, artinya apakah seorang peserta didik sudah siap untuk
diberikan pendidikan tertentu atau tidak.
b. Untuk mengetahui seberapa jauh hasil yang telah dicapai dalam proses
pendidikan yang telah dilaksanakan. Apakah hasil yang dicapai sudah
sesuai dengan yang diharapkan atau belum. Kalau belum, maka perlu
dicari faktor apakah kiranya yang menghambat tercapainya tujuan tersebut
Dan selanjutnya dapat dicari jalan atau solusi untuk mengatasinya.
c. Untuk mengetahui apakah suatu mata pelajaran yang diajarkan dapat
dilanjutkan dengan bahan yang baru atau harus mengulangi kembali
bahan-bahan pelajaran yang sebelumnya. Dari hal-hal evaluasi yang
dilakukan dapat mengetahui apakah peserta didik telah cukup menguasai,
baik menguasai bahan pelajaran yang lalu ataubelum. Kalau peserta didik
secara keseluruhan telah mencapai nilai yang cukup baik dalam evaluasi
yang telah dilakukan, maka itu berarti mereka telah menguasai pelajaran.
d. Untuk mendapatkan bahan-bahan informasi dalam memberikan bimbingan
tentang jenis pendidikan atau jenis jabatan yang cocok untuk peserta didik
tersebut.
e. Untuk mendapatkan bahan-bahan informasi guna menentukan apakah
peserta didik. Dapat dinaikkan kelas atau tidak. Apabila berdasarkan hasil
evaluasi dari sejumlah bahan pelajaran yang diberikan sudah tercera

23
Mujtahid, Kurikulum Pendidikan Agama Islam....., Hlm.23
21

dengan bagus oleh peserta didik, tingkat mereka bisa dinaikkan ke


berikutnya
f. Untuk membandingkan apakah prestasi yang dicapai peserta didik sudah
sesuai dengan kapasitasnya atau belum.
g. Untuk menafsirkan apakah peserta didik.
Hasil evaluasi mempunyai makna bagi berbagai pihak Evaluasi bermakna
untuk semua komponen proses pengajaran terutama siswa, guru, orangtua,
masyarakat dan sekolah atau kampus itu sendiri. Dari hasil evaluasi ini sangat
menentukan langkah serta kebijakan yang akan direncanakan berikutnya Evaluasi
kurikulum pendidikan agama Islam tidak hanya diukur dengan alat atau instrumen
test tulis, melainkan dapat dilihat dari segi performance akhlak dan tindakannya.
Sebenarnya pendidikan agama Islam justru mudah dilihat dari domain afektif dan
psikomotornya daripada kognitifnya, walaupun kognitif juga penting. 24

24
Mujtahid, Kurikulum Pendidikan Agama Islam....., Hlm.25
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada penciptaan manusia, mengenai dengan sejumlah rumusan yang
berbeda-beda menyangkut penciptaan manusia didalam Al-Qur’an. Ada ayat yang
menyatakan bahwa manusia diciptakan dari tanah liat, tembikar, saripati tanah,
saripati air yang hina, air yang tertumpah dan mani yang terpancar. Tetapi hal
tersebut dapat di jelaskan mengenai proses penciptaan manusia dalam kitab Al-
Qur’an sebagaimana yang tertera dalam surat Al-Mu’minun ayat 12-14 yang
menjelaskan bahwa dalam ayat tersebut jelas terlihat bagaimana proses penciptaan
manusia dimulai dari tahap sulalah (saripati makanan) kemudian nutfah(sperma)
lalu terjadi konsepsi (pembuahan) sampai kemudian tulang-tulang itu dibungkus
dengan daging.
Setelah terbentuk manusia yang utuh, kemudian Allah SWT meniupkan
(nafakha) kepadanya ruh nya kemudian jadilah ia makhluk yang unik (khalqan
Akhar). Disebut demikian karena manusia memiliki substansi psikis yang berasal
dari substansi tuhan sama sekali tidak dimiliki makhluk-makhluk lain.
Tujuan pendidikan Islam merupakan penggambaran nilai-nilai Islam yang
hendak diwujudkan dalam pribadi peserta didik pada akhir dari proses
kependidikan. Dengan kata lain, tujuan pendidikan Islam adalah perwujudan nilai-
nilai Islami dalam pribadi peserta didik yang diperoleh dari pendidik muslim
melalui proses yang terfokus pada pencapaian hasil yang berkepribadian Islam
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahklak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab, sehingga sanggup mengembangkan dirinya
menjadi hamba Allah swt yang taat dan memiliki ilmu pengetahuan yang
seimbang dengan dunia akhirat sehingga terbentuklah manusia muslim yang
paripurna serta berjiwa tawakkal secara total kepada Allah swt.

22
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi


Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004.
A. Malik Fadjar, Visi Pembaruan Pendidikan Islam, Jakarta:
Lembaga Pengembagan Pendidikan dan Penyusunan Naskah Indonesia
(LP3NI), 1998.
Abdurahman Shaleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan
Berdasarkan Alquran (Cet. II: Jakarta: Rineka Cipta, 1994), h. 205.
Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan di Rumah, Sekolah dan
Masyarakat (Jakarta: Gema Insani. 1995)
Agus Haryo Sudarmojo, Perjalanan Akbar Ras Adam, (PT
Mizan Pustaka, Bandung: 2009) Hlm. 161
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam,
Bandung: Rosda karya, 1994.
Akmal Ridho Gunawan Hasibuan, Menyinari Kehidupan
dengan Cahaya Al-Qur’an, (PT Elex Media Komputindo, Jakarta:
2018). Hlm. 42
Atang Abd. Hakim dan Jaih Mubarok. 2000. Metodologi Studi
Islam. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Azhar Arsyad, Media Pengajaran, (Jakarta: PT rajagrafindo
Persada, 2000) Hlm. 15
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, h. 201.
H. Akhmad Zulfaidin Akaha, ed. 2001. Psikologi Anak dan
Remaja Muslim. Jakarta Timur: Pustaka al-Kautsar.
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam-Tinjauan Teoritis dan Praktis
Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Cet.II,Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 2006)

iv
v

Muhaimin, et al., Paradigma Pendidikan Islam; Upaya


Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Bandung:
Rosdakarya, 2001.
Muhammad Athiyyah al-Abrasyi, At-Tarbiyah al-Islamiyah,
terjemahan oleh; Abdulllah Zaky Alkaaf (Cet.I; Bandung: CV Pustaka
Setia, 2003)
Mujtahid, Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI), tp., 2011.
Zakiah daradjat. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi
Aksara.
Zuhairani, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 2004)
Zuhairini, Dkk. 1993. Metodologi Pendidikan Agama. Solo:
Ramadhani.

Anda mungkin juga menyukai