Anda di halaman 1dari 270

ARAH PERKEMBANGAN DAN

POLA FISIK KERUANGAN PUSAT KOTA AMBO N

Tesis
untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai deraj at Sarjana S-2

Program Studi
Magister Perencanaan Kota dan Daerah
Jurusan llmu-Ilmu Tehnik

diajukan oleh:
Feberien Maail
8890/PS!tv1PKD/O l

Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2003
ARAH PERKEMBANGAN DAN
POLA FISIK KERUANGAN PUSAT KOTA AMBON

Tesis
untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat Srujana S-2

Program Studi
Magister Perencanaan Kota dan Daerah
Jurusan Ilmu-IImu Tehnik

diajukan oleh:
Feberien Maail
8890/PS/MPKD/0 I

Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2003
Tesis

ARAH PERKEMBANGAN DAN POLA FISIK KERUANGAN PUSAT KOTA AMBON

dipersiapkan dan disusun oleh


Feberien Maail
8890/PS/MPKD/01
telah dipertahankan di depan Dewan Penguji

pada tanggal 20 November 2003

Susunan Dewan Peng~i

Pembimbing Utama "-._] Anggota Dewan Penguji Lain

~
01~0 0Gl:l~~!19o ~~~jir:noao11, 0 ~·0&~. 0 0 Dr. lr. Bonda l:femanislamet, -M.Sc 00 0
Pembimbing Pendamping I

Pembimbing Pendamping II

... ... .... . .... . ·. . ...... .

Tesis ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan


untuk memperoleh gelar Magister
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang

pemah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi,

dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang

pemah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu

dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 20 Nopember 2003

Tandatangan dan nama terang


INTI SARI

Kota Ambon, kota utama di Propinsi Maluku, melayani lingkup lokal maupun
regional. Kota Ambon semula berawal dari Kawasan Pusat Kota Ambon atau disebut
Kota Ambon Lama. Penambahan penduduk, aktivitas dan fungsi kota menyebabkan
Kawasan Pusat Kota Ambon berkembang pesat yang ditandai perkembangan fisik
keruangan berupa pertambahan area terbangun kota. Perkembangan fisik keruangan
kota dari tabun 1940 sampai 2002 menunjukan perkembangan yang pesat, namun
dibatasi oleb bambatan alam berupa taut dan perbukitan, sebingga arab
perkembangan dan pola fisik keruangan kota bersifat dinamis dari waktu ke waktu.
Tujuan penelitian ini adalab mengidentifikasi arab perkembangan dan pola fisik
keruangan Kawasan Pusat Kota Ambon dari tabun 1940 sampai dengan tahun 2002,
serta menemukenali faktor-faktor apa saja yang dominan berpengarub terbadap
perkembangan tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deduktif kualitatif dengan
pendekatan rasionalistik. Metode penelitian rasionalistik ini menggunakan variabel
dan indikator teoritis yang digunakan dalam mengkaji perkembangan fisik kota.
Analisis terbadap arab perkembangan dan pola fisik keruangan kota dilakukan
dengan teknik rekonstruksi peta berjajar (serial reconstruction map) dengan tumpang
susun (overlay) peta. Analisis terbadap faktor-faktor pengarub dilakukan berdasarkan
analisis data primer dan sekunder yang diolab ke dalam matrik faktor perkembangan.
Berdasarkan basil penelitian diketabui babwa: ( 1) perkembangan fisik kota
yang tercermin dari perubaban penggunaan laban dan perkembangan laban
terbangun, menunjukkan babwa arab perkembangan yang dominan pada periode
tabun 1940-1960 terjadi di bagian barat daya, periode 1960-1997 terjadi di semua
bagian kota dan periode tabun 1997-2002 terjadi di bagian timur ]aut dan tenggara
Kawasan Pusat Kota Ambon, (2) pola perkembangan fisik yang terjadi di Kawasan
Pusat Kota Ambon pada tahun 1940-1970 adalab perkembangan konsentris dan
memanjang, sedangkan pada periode tabun 1970-2002 adalah perkembangan
konsentris, memanjang dan melompat (3) faktor-faktor dominan yang secara menerus
mempengaruhi perkembangan fisik Kawasan Pusat Kota Ambon dari tabun 1940-
2002 adalah jaringan jalan, aksesibilitas, fasilitas kota, barga tanab serta sistem sewa
beli Tanah Dati dan Tanah Negeri yang murab.
ABSTRACT

Ambon City is the primary town in Maluku Province that serves local and
even regional area. Ambon City starts to grow from Ambon City Center Area or called
The Old City of Ambon. Factors of urban growth i.e. population growth, city activity
and the growth of city function cause Ambon City Center Area to grow fast, that
marked by its physical spatial development in such city built up area. Physical spatial
development of the city, from 1940 until2002, shows fast growth condition, but it was
constrained by natural obstruction such as ocean and hill. As a result, the development
direction and physical spatial pattern of the city became dynamic from time to time.
The research objective was to identify the development direction and physical spatial
pattern of the growth of Ambon City Center Area from 1940 until 2002, and also to
identify the dominant factors of the urban growth which influence the development of
the city.
This research used deductive-qualitative research method, with facilitated
rationalistic approach. This rationalistic method was conducted using theoretic
variable and indicator, which was used to examine city physical development. The
analysis of city development direction and physical spatial pattern were conducted
through the tecnique of serial reconstruction map by overlaying the maps to get the
spatial pattern of the development. The analysis of the influencing factors was
implemented based on primary and secondary data analysis by putting the data into
table or matrix of development factors.
The result of the research were: ( 1) city physical development, as seen from its
land use and built-land development conversion, shown the dominant development
direction in south-western part in period 1940-1960, dominant development direction
in whole part of the city in period 1960-1997, and dominant development direction in
eastern and north-eastern part of Ambon City Center Area in period 1997-2002, (2)
physical development pattern that occur in Ambon City Center Area was a concentric
one and a linear development pattern in period 1940-1970, while in period 1970-2002
was a concentric again, mixed with linear and leaped pattern, (3) The dominant
factors that continuously occur in period 1940 until 2002 were road network,
accessibility, city facility, land price and cheap rent-buy Tanah Dati or Tanah Negeri
system.
Jangan melupakan Tuhan dalam perencanaan :
Jlka Tuhan menghendak lnya, kaml akan hidup dan berbuat
lnl dan ltu
(Kitab Yakobus 4:15)

Sebab Aku lnl mengetahul rancangan-ra ncangan apa yang


ada pada-Ku mengenal kamu, demlklanlah ftrman Tuhan,
yaltu rancangan damal sejahtera bukan rancangan
kecelakaan, untuk memberlkan kepadamu harl depan yang
penuh harapan
(Kitab Yeremia 29:11)
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Bapa Yang Maha Kuasa, oleh karena bimbingan serta
pertolonganNya, penulis dapat menyelesaikan Tesis pada Program Magister
Perencanaan Kota dan Daerah (MPKD) Universitas Gadjah Mada yang betjudul
"ARAH PERKEMBANGAN DAN POLA FISIK KERUANGAN PUSAT KOT A
AMBON". Bagi Dia-Iah segala puji syukur, hormat dan kemuliaan.

Berkaitan dengan penyelesaian tugas tersebut perkenankan penulis


menyampaikan ucapan terimakasih:
1. Bapak Ir. Gunung Radjiman, MSc selaku Pembimbing Utama dan Bapak Jr. Agam
Marsoyo, MSc sebagai Pembimbing Pendamping, dengan penuh kesabaran telah
banyak memberikan masukan dan sumbangan pemikiran yang berharga demi
penyelesaian tesis ini.
2. Bapak Dr. Ir. Bondan Hermanislamet, MSc dan Bapak Ir. Suryanto MSP selaku
Penguji, yang telah memberikan saran dan masukan yang berharga untuk
melengkapi tesis ini.
3. Bapak Ir. Kawik Sugiana, M.Eng. Ph.D selaku Ketua Pengelola Program Pasca
Satjana Magister Perencanaan Kota dan Daerah beserta para dosen dan karyawan
Program MPKD - UGM, yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan yang
berharga, serta pelayanan selama penulis mengikuti pendidikan.
4. Bapak Walikota Ambon dan seluruh jajaran Pemerintah Kota Ambon atas ijin dan
dukungan bagi penulis untuk melanjutkan pendidikan.
5. Kepala Pusbindiklat Perencanaan Bappenas, atas dukungan beasiswa bagi penulis
melanjutkan pendidikan pasca satjana.
6. Bapak Drs. J.J. Soplanit, Ketua Bappeda Kota Ambon beserta seluruh staf atas
dukungan dan bantuan selama penulis mengikuti pendidikan.
7. Ternan-ternan MPKD Angkatan XVIII dan semua pihak atas bantuan, masukan,
diskusi dan dukungan bagi penulis selama pendidikan maupun dalarn penyelesaian
tesis ini.

VI
8. Orang~rang terkasih: Rudy, Wenda dan Aditya~ Rohny dan Me is, keluarga,
sahabat-sahabat dan ternan-ternan atas dukungan doa dan kasih serta segala
bantuan yang telah penulis dapatkan.
9. Bapak J.D. Maail dan lbu M. Laturnaerissa: orang tua terkasih, atas dukungan
doa, cinta kasih serta segala pengorbanan dan bantuan yang selama ini telah
penulis dapatkan. Orang tua yang rnendedikasikan hidup dan kehidupannya untuk
kesejahteraan anak-anaknya, rnenjadi ternan sekaligus sahabat yang baik.

Penulis rnenyadari sepenuhnya bahwa dalarn penulisan ini masih terdapat


kekurangan dan kelernahan, oleh karena itu penulis dengan senang hati mengharapkan
masukan, saran dan sumbangan pemikiran untuk penyempumaan tesis ini. Sernoga
tesis ini dapat bermanfaat bagi kita sernua.
Kiranya Tuhan Yang Maha Kuasa memberkati kita. Terima kasih

Hormat Penulis,

FEBERIEN MAAIL
NIM : 8890/PSIMPKD/0 1
DAFTAR lSI

Halaman
Halaman Judul
Hal am an Pengesahan .................................. ............................ . II

Pemyataan Ill

Inti sari IV

Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar lsi V111

Daftar Tabel xu
Daftar Gambar XVI

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang Masalah 1
1.2. Perumusan Masalah 9
1.3. Tujuan Penelitian 9
1.4. MantaatPenelitian 9
1.5. Lingkup Penelitian 10
1.6. Keaslian Penelitian 11
1.7. Sistimatika Penulisan 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Batasan dan Pengertian 15
2.1.1. Pengertian Kota 15
2.1.2. Pengertian Fisik Ruang Kota 18
2.1.3. Pengertian perkembangan fisik ruang Kota ........................... 20
2.2. Pembentukan dan Perubahan Pemanfaatan Lahan ............................. 21
2.3. Morfologi dan Pola Perkembangan Fisik Keruangan Kota................. 22
2.4. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kota . ................ 25
2.5. Strukturdan Pola Keruangan Kota .................................................... 31

viii
2.6. Defiisi Operasional 33
2.7. Kerangka Teori 34

BAB III METODE PENELITIAN


3.1. Pendekatan Penelitian 38
3.2. Batasan Penelitian 39
3.3. Wilayah Penelitian 39
3.4. Prosedur Penelitian 39
3.4.1. Tahap Persiapan 40
3.4.2. Tahap Pelaksanaan 41
3.5. Materi dan Alat Penelitian 41
3.6. Teknik pengumpulan data 42
3.6.1. Pengumpulan Data Sekunder 42
3.6.2. Pengumpulan Data Primer 43
3.7. Teknik Analisis Data 43
3.7.1. Analisis Pola Perkembangan Kota 43
3.7.2. Analisis Faktor Perkembangan Kota ........................................ 45
3.8. Parameter, Variabel dan Indikator, Tolok Ukur dan Sumber Data
Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ... 46
3.9. Sintesis Hasil Penelitian 46

BAB IV GAMBARAN UMUM WILA YAH PENELITIAN


4.1. Sejarah Kota Ambon .................................... ,.............................. 50
4.1.1. Kota Ambon Pada Masa Pendudukan Portugis, 1576-1605 50
4.1.2. Kota Ambon Pada Masa Pendudukan Belanda, 1605-1942 52
4.1.3. Kota Ambon Pada Masa Pendudukan Jepang, 1942-1945 60
4.1.4. Kota Ambon Pada Masa Kemerdekaan, 1945- Sekarang 60
4.2. Kondisi Fisik Wilayah 64
4.2.1. Letak Geografis dan Luas 64
4.2.2. Keadaan Fisiografi 71
4.2.3. Keadaan Topografi 72
X

4.2.4. Keadaan Geologi 73


4.2.5. Keadaan Hidrologi 74
4.2.6. Keadaan Klimatologi 75
4.3. Kondisi Kependudukan dan Sosial Budaya 76
4.3.1. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk 76
4.3.2. Kepadatan Penduduk 79
4.3.3. Penduduk Menurut Mata Pencaharian 82
4.3.4. Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan 83
4.3.5. Kondisi Sosia1 Budaya 84
4 ..4. Kondisi Perekonomian Kota .............................................................. 86
4.4.1. Struktur Perekonomian 86
4.4.2. Pertumbuhan Ekonomi 90
4.4.3. Pendapatan Per Kapita 91
4 ..5. Sistem Transportasi 92
4.5.1. Transportasi Darat 93
4.5.2. Transportasi Laut 94
4.5.3. Transportasi Udara 96
4 .. 6. Fasilitas dan Utilitas Kota 96
4.6.1. Fasilitas Kota 96
4.6.2. Utilitas Kota I 06

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


5.1. Arah Perkembangan Fisik Keruangan Pusat Kota Ambon 114
5.1.1 Kondisi Fisik Pusat Kota Ambon Tahun 1940 115
5 .1.2 Arah Perkembangan Fisik Pusat Kota Ambon Tahun 1940-1950 119
5.1.3 Arah Perkembangan Fisik Pusat Kota Ambon Tahun 1950-1960 124
5.1.4 Arah Perkembangan Fisik Pusat Kota Ambon Tahun 1960-1970 132
5.1.5 Arah Perkembangan Fisik Pusat Kota Ambon Tahun 1970-1980 138
5.1.6 Arah Perkembangan Fisik Pusat Kota Ambon Tahun 1980-1990 146
5.1.7 Arah Perkembangan Fisik Pusat Kota Ambon Tahun 1990-1997 153
5 .1.8 Arah Perkembangan Fisik Pusat Kota Ambon Tahun 1997-2003 160
XI

50109 Laju Perkembangan Fisik Keruangan Pusat Kota Ambon


Tahun 1940-2002 169
501010 Arab Perkembangan Fisik Keruangan Pusat Kota Ambon
Tahun 1940-2002 172
5020 Pola Fisik Keruangan Pusat Kota Ambon ooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooo 178
50201 Morfologi Kawasan Pusat Kota Ambon 178
5.202 Pola Perkembangan Fisik Keruangan Kawasan Pusat Kota
Ambon 180
5.2.3 Perbandingan Pola Perkembangan Fisik Keruangan
Empirik dan Teori) 183
5.30 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tetjadinya Perkembangan Fisik
Pusat Kota Ambon 00 0000000 000 0000000000 000 0000000000000000 00 00 00000000 000000000
OoO Oo OoOO ooo oo 184
5.301 Faktor-FaktorFisik 185
5.302 Faktor-Faktor Non Fisik 201
5.3.3 Faktor Lokal (Empirik) 217
5.304 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Fisik
Pusat Kota Setiap Peri ode 000000000000000000000000000000000 0000000 000000 00000 00000000 22 1
5040 Temuan oooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooo 231

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


6010 Kesimpulan 234
6.20 Rekomendasi 236

DAFTAR PUSTAKA 239


DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel I Perbandingan Luas, Penduduk dan Daerah Terbangun
Kawasan Pusat Kota Ambon dan Kota Ambon
Tahun 1985 dan 1995 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...... ...... 7
Tabel2 Perbedaan Teori Konsentris, Teori Sektor dan
Teori Pusat kegiatan Ganda ... .. . .. . ... ... ... .. . ... ... ... 33
Tabel3 Matriks Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Perkembangan Fisik Kota . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 45
Tabe14 Parameter, Variabel dan Indikator Penelitian... .. . . . . .. . 49
Tabel5 Nama dan Luas Kelurahan/ Desa di Kawasan
Pusat Kota Ambon . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 70
Tabel6 Jumlah dan Distribusi Penduduk Menurut Kelurahan/
Desa Pusat Kota Ambon . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 77
Tabel 7 Pertumbuhan Penduduk Menurut Kelurahan/ Desa
Pusat Kota Ambon . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 78
Tabel8 Kepadatan Penduduk Bruto Menurut Kelurahan/ Desa
Pusat Kota Ambon .................................. ......... 80
Tabe19 Kepadatan Penduduk Netto Menurut Kelurahan/ Desa
Pusat Kota Ambon .................................. ......... 81
Tabel10 Jumlah Penduduk Usia 10 Tahun Keatas yang Beketja
Menurut Lapangan Ketja Utama di Kota Ambon ....... 83
Tabel 11 Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Keatas Menurut
Pendidikan Tinggi Yang Ditamatkan di Kota Ambon .. 84
Tabel12 Persentase Penduduk Menurut Agama di Kota
Ambon .................................. .................... 85
Tabe113 Persentase PDRB ADHK Kota Ambon Menurut
Lapangan Usaha Tahun 1983, 1990, 1997 dan 2001 .... 87
Tabel14 Persentase PDRB ADHB Kota Ambon Menurut
Lapangan Usaha Tahun 1983, 1990, 1997 dan 2001 . . . . 89

Xll
Xlll

Tabel 15 Pertumbuhan PDRB ADHB Kota Ambon Menurut


Lapangan Usaha Talmn 1983, 1990, 1997 dan 2001 .... 90
Tabel16 Jwnlah dan Pertumbuhan Pendapatan Per Kapita
KotaAmbonTahun1983, 1990, 1997dan2001 ......... 92
Tabel 17 Panjang, Jenis Perkerasan dan Kondisi Jaringan Jalan
Di Pusat Kota Tahun 1982, 1990, 1997 dan 2002 ....... 93
Tabel18 Jwnlah dan Distribusi Fasilitas Pendidikan Menurut
Kelurahan/ Desa di Kota Ambon ........................... 98
Tabel19 Jwnlah dan Distribusi Fasilitas Kesehatan Menurut
Kelurahan/ Desa di Kota Ambon ........................... 100
Tabe120 Jumlah dan Distribusi Fasilitas Peribadatan Menurut
Kelurahan/ Desa di Kota Ambon ........................... 101
Tabel21 Perkembangan Volwne dan Sarana Prasarana
Persampahan di Kota Ambon Tahun 1990 - 2002 ...... 111
Tabel22 Perkembangan Jumlah Pelanggan dan Sarana
Prasarana Listrik di Kota Ambon ........................... 112
Tabel23 Penggunaan Laban Pusat Kota Ambon Tahun 1940 ..... 116
Tabel24 Luas Area Terbangun Pusat Kota Ambon
Tahun 1940 .................................................... 118
Tabel25 Perubaban Penggunaan Laban Pusat Kota Ambon
Tahun 1940-1950 ............................................ 120
Tabel26 Perubahan Area Terbangun Pusat Kota Ambon
Tabun 1940-1950 ............................................ 123
Tabel27 Perubaban Penggunaan Laban Pusat Kota Ambon
Tahun 1950-1960 ............................................ 125
Tabel28 Perubahan Area Terbangun Pusat Kota Ambon
Tahun 1950-1960 ............................................ 130
Tabel29 Perubahan Penggunaan Laban Pusat Kota Ambon
Tahun 1960-1970 ............................................ 132
Tabel30 Perubahan Area Terbangun Pusat Kota Ambon
Tahun 1960-1970 ............................................ 136
XIV

Tabel31 Perubahan Penggunaan Laban Pusat Kota Ambon


Tahun 1970-1980 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . 139
Tabel32 Perubahan Area Terbangun Pusat Kota Ambon
Tahun 1970-1980 ... ... ... ... ... ... ... . .. ... ... . .. ... ..... ... 143
Tabel33 Perubahan Penggunaan Laban Pusat Kota Ambon
Tabun 1980-1990 ... ... . .. ... ... ... .. . ... .. . ... ... ... ..... ... 146
Tabel34 Perubaban Area Terbangun Pusat Kota Ambon
Tahun 1980-1990 ... ... ... ... ... ... ... .. . ... ... ... ........ ... 147
Tabel35 Perubaban Penggunaan Laban Pusat Kota Ambon
Tahun 1990-1997 ... ... ... ...... ... ... ... ... ...... ........ ... 154
Tabel36 Perubahan Area Terbangun Pusat Kota Ambon
Tahun 1990-1997 ... ... ... ... ... ... ... ...... ...... ........ ... 157
Tabel37 Perubahan Penggunaan Laban Pusat Kota Ambon
Tahun 1997 -2002 ... . .. ... ... ... ... ... ... ... ... . .. ... ..... .. . 160
Tabel38 Perubahan Area Terbangun Pusat Kota Ambon
Tahun 1997-2002 ... ... ... ... ... ... . .. ... ... ... ... ... ..... ... 165
Tabel39 Perkembangan Debit Rata-Rata Sumber Air di
Kota Ambon . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . 167
Tabel40 Luas dan Laju Perubahan Penggunaan Laban
Pusat Kota Ambon Tahun 1940-2002 ... ... ... ....... ... 171
Tabe141 Jumlah Kendaraan Sesuai Trayek di Pusat Kota
Ambon Tahun 1972, 1982, 1991, 1997 dan 2002 ...... 193
Tabe142 Jumlah Pedagang di KotaAmbon Tahun 1975, 1982,
1990, 1997 dan 2002 ... ... . .. . .. .. . ... ... ... ... ... ..... ... 202
Tabel43 Perubaban Penggunaan Laban Pusat Kota Ambon
Tahun 1940-2002 ... ... ... ... ... ... ... . .. .. . . .. ... ........ ... 203
Tabel44 Pertambahan Penduduk Alami dan Migrasi di Kota
Ambon Tahun 1976, 1982, 1990, 1997 dan 2002 ........ 209
Tabel45 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan
Fisik Pusat Kota Ambon Dirinci menurut Kelurahan/
Des a 222
XV

Tabel46 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan


Fisik Pusat Kota Ambon Setiap Peri ode 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 228
DAFTAR GAMBAR

Hal aman
Gambar 1 Letak Kota Ambon Dalam Propinsi Maluku . . . . . . . . . 3
Gambar2 Pola Perkembangan Fisik Kota . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 24
Gambar3 Teori Struktur dan Pola Keruangan Kota . . . . . . . . . . . . 32
Gambar4 Kerangka Penelitian . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 37
Gambar 5 Lokasi Penelitian 40
Gambar6 Diagram Alur Penelitian . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 44
Gambar7 Peta Orientasi Pusat Kota Ambon...................... 66
Gambar 8 Peta Administrasi Pusat Kota Ambon ... ... . .. ..... 67
Gambar9 Peta Kemiringan Lereng Pusat Kota Ambon 68
Gambar 10 Peta Geologi Pusat Kota Ambon 69
Gambar 11 Rata-Rata Kondisi Curab Hujan dan Hari Hujan
Kota Ambon Tabun 1994-2002 ... ...... ... ... ... ... ... 75
Gambar 12 Perkembangan PDRB ADHK Kota Ambon Menurut
Lapangan Usaba Tabun 1983, 1990, 1997 dan 2001 . 88
Gambar 13 Perkembangan PDRB ADHB Kota Ambon Menurut
Lapangan Usaha Tabun 1983, 1990, 1997 dan 2001 . 89
Gambar 14 Peta Sebaran Fasilitas Sosial Pusat Kota Ambon 99
Gambar 15 Peta Sebaran Fasilitas Perdagangan Pusat Kota
Ambon ..................................................... 104
Gambar 16 Peta Sebaran Fasilitas Perkantoran dan Jasa
Pusat Kota Ambon ....................................... 10~

Gambar 17 Peta Penggunaan Laban Pusat Kota Ambon


Tabun 1940 .................................................. 117
Gambar 18 Peta Penggunaan Laban Pusat Kota Ambon
Tabun 1950 .................................................. 121
Gambar 19 Peta Perkembangan Laban Terbangun
Pusat Kota Ambon Tabun 1940-1950 .................... 122

xvi
XVII

Gambar21 Peta Perkembangan Laban Terbangun


Pusat Kota Ambon TabWl 1950-1960 .................... 128
Gambar22 · Peta Penggunaan Laban Pusat Kota Ambon
TablUl 1970 .................................. ................ 134
Gambar23 Peta Perkembangan Laban Terbangun
Pusat Kota Ambon Tabun 1960-1970 .................... 135
Gmbar24 Peta Penggunaan Laban Pusat Kota Ambon
TahlU11980 .................................. ................ 140
Gambar25 Peta Perkembangan Laban Terbangun
Pusat Kota Ambon TabWl 1970-1980 .................... 141
Gambar26 Foto Area Terbangun Pusat Kota Ambon
TablUl 1970-1980 ................................. .......... 144
Gambar27 Peta Penggunaan Laban Pusat Kota Ambon
TablUl 1990 .................................. ................ 148
Gambar28 Peta Perkembangan Laban Terbangllil
Pusat Kota Ambon TabWl 1980-1990 .................... 149
Gambar29 Foto Area Terbangun Pusat Kota Ambon
TahlUl 1980-1990 ................................. .......... 151
Gambar30 Peta Penggunaan Laban Pusat Kota Ambon
TablUl 1997 .................................. ................ 155
Gambar 31 Peta Perkembangan Laban Terbangun
Pusat Kota Ambon Tabun 1990-1997 .................... 156
Gambar32 Foto Area Terbangun Pusat Kota Ambon
TablUl 1990-1997 ................................. .......... 158
Gambar 33 Peta Penggunaan Laban Pusat Kota Ambon
Tabllil2002 .................................. ................ 161
Gambar 34 Peta Lokasi Kerusuhan Pusat Kota Ambon ............ 162
Gambar 35 Peta Perkembangan Laban Terbangun
Pusat Kota Ambon TabWl 1997-2002 .................... 163
Gambar 36 Foto Area Terbangun Pusat Kota Ambon
TablUl 1997-2002 ................................. .......... 166
XVlll

Gambar36 Foto Area Terbangun Pusat Kota Ambon


Tahun 1997-2002 ... ... ... ...... ... ... ... ... ... ... ... ... ... . 166
Gambar37 Arab Perkembangan Fisik Pusat Kota Ambon . . . . . . . . . 175
Gambar38 Arab Lingkaran Perkembangan Fisik Pusat Kota
Ambon .............. .............. .............. ............. 176
Gambar39 Arab Perkembangan Fisik Kawasan Pusat Kota
Ambon Tahun 1940-2002 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 177
Gambar40 Pol a Fisik Pusat Kota Ambon . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..... 179
Gambar41 PoJa Perkembangan Fisik Pusat Kota Ambon
Tahun 1940-2002 .............. .............. .............. . 181
Gambar42 Peta Sebaran Pemukiman sesuai Kemiringan Lereng
Kota Ambon . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .189
Gambar43 Peta Perkembangan Panjang )alan di Pusat Kota
Ambon... .............. .............. .............. .......... 190
Gambar44 Peta Daerah PeJayanan Listrik .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. . I 99
Gambar45 Peta Daerah Pe1ayanan Air Bersib .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 200
Gambar46 Peta Harga Tanah Pusat Kota Ambon . . . . . . . . . . . . . . . . 206
Gambar47 Peta Overlay Rencana Penggunaan Tanah 1972-1992
Dan Area Terbangun Pusat Kota Tahun 1970-1980.. 214
Gambar48 Peta Status Tanah Pusat Kota Ambon . . . . . . . . . . . . . . . . . . 218
Gambar49 Peta Faktor-Faktor Pengruuh Perkembangan Fisik
Keruangan Pusat Kota Ambon Tahun 1940-1970..... 223
Gambar50 Peta Faktor-Faktor Pengaruh Perkembangan Fisik
Keruangan Pusat Kota Ambon Tahun 1970-1980..... 224
Gambar 51 Peta Faktor-Faktor Pengarub Perkembangan Fisik
Keruangan Pusat Kota Ambon Tabun 1980-1990.. ... 225
Gambar 52 Peta Faktor-Faktor Pengaruh Perkembangan Fisik
Keruangan Pusat Kota Ambon Tahun 1990-1997..... 226
Gambar 53 Peta Faktor-Faktor Pengaruh Perkembangan Fisik
Keruangan Pusat Kota Ambon Tabun 1997-2003..... 227
Gambar54 Peta Kawasan Lin dung Kota Ambon . . . . . . . . . . . . . . . . . . 233
BABI

PENDAHULUAN

Dalam bab tru disampaikan, antara lain: pennasalahan yang

melatarbelakangi penulis memilih topik perkembangan fisik kota, perumusan

masalah, tujuan yang ingin dicapai dan manfaat yang diharapkan serta lingkup

penelitian. Disamping itu juga disampaikan perbedaan penelitian ini dengan

penelitian-penelitian tentang perkembangan fisik kota yang pemah dilakukan

untuk mengamf:?arkan keaslian penelitian dan sistimatika penulisan.

1.1. Latar Belakang Masalah

Kota merupakan tempat yang menarik bagi banyak orang, dengan

dukungan sarana dan prasarana yang memadai serta tersedia lapangan ketja,

menyebabkan kota merupakan tempat yang strategis bagi manusia dengan segala

aktivitas untuk memenuhi kebutuhannya. Keadaan ini didukung juga karena kota

seringkali berfungsi sebagai pusat pelayanan seperti pusat pemerintahan, pusat

kegiatan perdagangan serta pusat kegiatan sosial dan ekonomi yang memberikan

daya tarik dan kemudahan pelayanan bagi masyarakat.

Seiring dengan petjalanan waktu, kota mengalami perkembangan sebagai

akibat pertambahan penduduk, perubahan sosio-ekonomi dan budaya serta

interaksi dengan kota-kota lain dan daerah sekitamya. Secara fisik, perkembangan

suatu kota dicirikan dengan jumlah penduduk yang makin bertambah dan makin
2

padat, bangunan-bangunannya yang semakin rapat dan wilayah terbangun

terutama permukiman yang cenderung semakin luas, serta semakin lengkapnya

fasilitas kota yang mendukung kegiatan sosial dan ekonomi kota (Branch, 1995).

Sejalan dengan pertumbuhan penduduk maupun fungsi pelayanan kota,

maka dibutuhkan lahan untuk menampung aktivitas kota. Seringkali lahan yang

tersedia sangat terbatas di kota, karena itu aktivitas tadi sering diarahkan ke

pinggiran atau ke luar kota yang relatif masih mudah mendapat lahan barn dan

nilai lahannya lebih murah dibandingkan dengan pusat kota. Selain itu tersedianya

prasarana sosial dan ekonomi yang memadai dan kemudahan transportasi

menyebabkan aktivitas di pinggiran dan luar kota menjadi pilihan. Keadaan ini

menyebabkan teijadi pergerakan kota ke arah luar yang berdampak pada

perubahan penggunaan lahan di sekitamya menjadi lahan terbangun. Sejalan

dengan itu, teijadi penjalaran dan penambahan daerah terbangun di daerah

pinggiran dan luar kota, sehingga mempengaruhi perubahan fisik ruang kota yang

membentuk pola-pola perkembangan ruang tertentu.

Dinamika perubahan fisik ruang kota tidak teijadi secara abstrak,

langsung dan secara otomatis, melainkan sangat dipengaruhi proses dimensi

waktu yang cukup lama, dan manusia sebagai pelaku utama (Bintarto, 1977a ;

Zahnd, 1999). Yunus (2001) menyatakan perubuhan fisik ruang tersebut dapat

ditinjau dengan perkembangan kota melalui pendekatan morfologi kota (urban

morphological approach).

Seperti kota-kota lainnya, Kota Ambon juga mengalami perkembangan.

Kota Ambon yang adalah ibukota Propinsi Maluku (Gambar 1) memiliki sejarah
3

yang cukup panjang. Kota Ambon telah dikenal sejak abad ke-16 oleh karena

basil rempah-rempah dari Kepulauan Maluku. Hasil bumi utama Pulau Ambon

adalah cengkih, pala dan fuli yang di pasaran intemasional dikenal sebagai The

Trinity of Spice (Andaya dalam Juningsih dan Kartodirdjo, 1996), telah

menjadikan Kota Ambon sebagai kota pelabuhan bagi perdagangan rempah-

rempah.

Au
"\
KotaAmbon ,_
• Kep . Kei ~ - - - - - - - - - ...,_

Laut Banda
.~ ,\? ':~1
-.
Kep . Aru
..
ro""
1/

- -- Batas Proplnsl Maluku


- Pantal
- Jalan
- Sungal

Gambar 1 : Letak Kota Ambon dalam Propinsi Maluku

Cikal bakal berdirinya kota Ambon adalah ketika bangsa Portugis

menapakkan kakinya di Maluku dan mendirikan benteng pertahanan pada tahun

1576 di tepi pantai Honipopu. Benteng yang oleh penduduk disebut dengan "Kota

Laha" - orang Portugis menamakannya "Nossa Senhora da Annunciada " -

menjadi pusat kegiatan pertahanan dan perdagangan bangsa Portugis telah


4

menarik penduduk desa-desa sekitar di Pulau Ambon untuk berdiam di sekitar

benteng, sehingga timbullah perkampungan di sekitar benteng yang ramai

(Pemerintah Kota Ambon, 2003). Ketika bangsa Belanda merebut benteng "Kola

Laha" dari Portugis pada 23 Pebruari 1605 lokasi perkampungan yang ramai

masih berada di sekitar benteng, oleh karena itu ketika Pemerintah Hindia

Belanda membentuk Gouvernemenl der Malukken, pusat pemerintahan

berkedudukan di kota Ambon.

Kota Ambon, pada mulanya terbentuk karena aktivitas perdagangan

rempah-rempah, sehingga ketika perdagangan cengkih menjadi marak pada abad

ke 18 dan 19, maka kota Ambon menjadi kota yang berkembang. Faktor-faktor

yang mempengaruhi perkembangan kota Ambon sebagai kota pelabuhan

(Juningsih dan Kartodirdjo, 1996) adalah faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal meliputi kebijakan politik Pemerintah Hindia Belanda

menetapkan cengkeh sebagai tanaman paksa, faktor ekonomi seperti pesatnya

aktivitas perdagangan dan fungsi pelabuhan, telah menjadikan kota Ambon

sebagai kota yang ramai sebagai pusat aktivitas pertukaran barang. Selain itu

faktor eksternal meliputi interaksi dan potensi ekonomi daerah sekitar kota

Ambon dan pulau-pulau sekitar seperti Buru, Seram dan Lease, telah menjadikan

kota Ambon sebagai tempat untuk mengekspor rempah-rempah dan pasar bagi

basil buminya.

Selama lebih dari empat abad belakangan, Kota Ambon mengalami pasang

surut dalam perkembangan fisik kota. Ketika perdagangan rempah-rempah

mengalami kemunduran pada abad 19, kondisi kota khususnya kesehatan


5

lingkungan dan bangunan kota kurang terpelihara oleh karena kemampuan

keuangan pemerintah Belanda yang terbatas dan turunnya aktivitas ekonomi

masyarakat (Juningsih, 1996). Pada tahun 1941, Kota Ambon mengalami

kehancuran fisik ketika pengeboman udara oleh Jepang, selanjutnya pada tahun

1945 kehancuran fisik teijadi akibat pengeboman oleh pasukan Sekutu tmtuk

merebut kembali Maluku dan tahun 1950 mengalami kehancuran fisik ketika

operasi militer untuk menumpas gerakan Republik Maluku Selatan. Meskipun

banyak bangunan fisik kota mengalami kkehancuran, namun struktur kota Ambon

tidak banyak berubah sejak abad ke-17, yang dapat dilihat dari struktur jalan,

bangunan-bangunan umum dan permukiman penduduk. Jalan-jalan utama di Kota

Ambon telah sejak abad ke-17, yaitu 3 ruas jalan utama yang membentang dari

utara menuju selatan pusat kota dan 3 ruas jalan utama yang membentang dari

barat menuju timur pusat kota, dimana fasilitas-fasilitas sosial dan permukimnan

terletak di sepanjang jalan-jalan utama ini, sedangkan pasar dan pertokoan

terkonsentrasi di pantai Honipopu yang berdekatan dengan pelabuhan laut.

Perkembangan fisik keruangan kota Ambon sejak tahun 1950 mengalami

pertumbuhan yang pesat. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan

aktivitas kota, menyebabkan bertambahnya luasan kawasan terbangun, dengan

rata-rata 13,09 ha per tahun sampai tahun 2002. Namun perkembangan ini terusik

kembali, ketika teijadi kerusuhan sosial di Kota Ambon pada awal tahun 1999.

Kerusuhan sosial ini menyebabkan banyak bangunan dan permukiman yang

hancur dan ditinggalkan pemiliknya, sekaligus berdampak bagi berubahnya arah

dan memperlambat laju pertumbuhan area terbangun di Kota Ambon.


6

Meskipun perkembangan fisik keruangan kota Ambon mengalami pasang

surut, Kota Ambon mulai bertwnbuh dari kawasan pusat kota sekarang. Hal ini

terkait dengan struktur kota yang telah terbentuk sejak abad ke-17. Selain itu sejak

awalnya kota Ambon berfungsi sebagai pusat pemerintahan serta pusat pelayanan

sosial dan ekonomi. Hal ini terlihat dari adanya berbagai fasilitas untuk

menampung aktivitas penduduk seperti pasar, sarana pendidikan dan perkantoran,

sehingga menjadi daya tarik bagi penduduk datang dan menetap. Hal ini

berpengaruh pada peningkatan kebutuhan akan ruang untuk menampung kegiatan

penduduk seperti pennukiman dan prasarana ekonomi dan sosial, yang secara

tidak langsung meningkatkan luas lahan terbangun.

Seiring dengan dinamika pembangunan dan kebutuhan ruang untuk

menampung akitivitas di Kota Ambon, maka pada tahun 1979 Kota Ambon

mengalami perluasan dari 4,02 km2 menjadi 377 km 2 dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 13 Tahun 1979. Perluasan kota Ambon ini menyebabkan

wilayah Kota Ambon adalah meliputi Kota Ambon Lama yang telah terbentuk

sejak masa Hindia Belanda seluas 4,02 km2 , berdasarkan Surat Keputusan

Gubernur Jenderal Hindia Belanda Nomor 6 Tahun 1888 tanggal16 Mei 1888 dan

meliputi desa-desa di Pulau Ambon yang termasuk dalam 3 Kecamatan yaitu

Nusaniwe, Sirimau dan Teluk Ambon Baguala. Mengacu pada Rencana Tata

Ruang Kota Ambon Tahun 1994, kawasan Kota Ambon Lama dan sekitamya

disebutkan sebagai Kawasan Pusat Kota. Kawasan Pusat Kota berkembang

dinamis seiring dengan fungsi Kota Ambon yang melayani lingkup lokal Kota dan

lingkup regional Propinsi Maluku dengan fungsi sebagai pusat pemerintahan,


7

pusat perdagangan, ekonomi dan keuangan, pusat pendidikan dan pusat pelayanan

jasa perhubungan dan pariwisata.

TABEL I. LUAS, PENDUDUK DAN DAERAH TERBANGUN


KA WASAN PUSAT KOTA AMBON DAN KOTA AMBON
TAHUN 1980 DAN 1990

Tahun 1980 Tahun 1990 Laju Pertumbuhan (%


No. Ruang Wilayab Luas Penduduk Area Penduduk Area Area
Wilayah Terbangun Terbangun Penduduk Terbangun
(Ha) (Jiwa) (Ha) (Jiwa) (Ha)

l Kawasan Pusat Kota


a. Jwnlah 1,485.76 139,638 494.71 164.670 654.44 1.66 2.84
b.Persentase 3.94 67.23 14.64 59.69 12.13

2 KotaArnbon 37,700.00 207,702 3.378.19 275,888 5,393.40 2.88 4.79

Swnber. a. RIK Ambon, 1984 dan Revisi RUTRK Ambon, 1990


b. Kota Ambon dalam Angka, 1982, 1990

Jika dibandingkan dengan Kota Ambon, maka luas Kawasan Pusat Kota

adalah 3,94% dari luas kota Ambon, dengan jumlah penduduk pada tahun 1990

adalah 59,69% dari penduduk Kota. Dengan jumlah penduduk yang besar,

membawa implikasi bagi perubahan ruang di Kawasan Pusat Kota, dimana pada

tahun 1980 sampai 1990 laju pertumbuhan area terbangun adalah 2,84% (Tabel

1). Namun demikian, perkembangan fisik keruangan pusat kota ini dibatasi oleh

perairan Teluk Ambon di bagian utara dan daerah perbukitan yang membentang

dari bagian bamt daya sampai timur taut kota. Kondisi ini disebabkan oleh letak

kota Ambon di tepi pantai, sehingga perkembangan fisik keruangan tidak

menyebar merata ke segala arab, tetapi menyusuri pesisir pantai yang datar dan

mengikuti jalur-jalur jalan sesuai bentangan alam ke daerah perbukitan, sehingga


8

pola fisik keruangan kota Ambon berbentuk setengah lingkaran menyerupai kipas

yang menJan.

Sejalan dengan kelengkapan fasilitas dan kemudahan mendapatkan

pelayanan di Kawasan Pusat Kota sehubungan dengan fungsi kota Ambon yang

melayani lingkup lokal dan regional, maka perkembangan fisik keruangan Pusat

Kota telah mengarah ke kawasan-kawasan penyangga hutan Jindung pada

perbukitan sekitamya. Hal ini telah menyebabkan telah tetjadi pengurangan debit

air pada sumber-sumber air utama di kota Ambon yang diakibatkan oleh

berubahnya fungsi kebun campuran dan hutan menjadi permukiman dan fungsi-

fungsi perkotaan Jainnya. Pada masa yang akan datang, hal ini dikhawatirkan akan

membawa dampak bagi keseimbangan ekosistem di Pusat Kota, mengingat daerah

penyangga merupakan daerah resapan air bagi Kota Ambon. Selain itu dapat pula

berpotensi menimbulkan masalah antara Jain biaya penyediaan sarana dan

prasamna dasar perkotaan yang tinggi bagi penduduk di tempat-tempat ini,

sehingga jika kemampuan pembiayaan pemerintah daerah dan masyarakat

terbatas, maka tempat-tempat ini akan mengalami kesulitan mendapat sarana dan

prasarana yang memadai.

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini penting untuk melihat arah

perkembangan dan pola fisik keruangan yang terjadi di Kawasan Pusat Kota

Ambon. Perkembangan fisik keruangan ini dikaji melalui periode-periode

tertentu, sehingga sekaligus dapat diketahui faktor - faktor yang mempengaruhi

pembentukannya.
9

1.2. Perumusan Masalab

Berdasarkan keadaan sebagaimana yang diuraikan di atas, maka penulis

tertarik untuk mengetahui perkembangan fisik keruangan Kawasan Pusat Kota

dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Oleh karena itu dirumuskan menjadi

pertmyaan penelitian sebagai berikut:

1. Seperti apakah arab perkembangan dan pola fisik keruangan Kawasan Pusat

Kota Ambon dari tahun 1940 sampai 2002?

2. Faktor - faktor apa sajakah yang mempengaruhi perkembangan fisik

keruangan Kawasan Pusat Kota Ambon dari tahun 1940 sampai 2002?

1.3. Tujuan penelitian

Untuk menjawab perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini

adalah:

1. Menggambarkan dan mengidentifikasi arah perkembangan dan pola fisik

keruangan Kawasan Pusat Kota Ambon dari tahun 1940 sampai 2002.

2. Menjelaskan faktor - faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik

keruangan Kawasan Pusat Kota Ambon dari tahun 1940 sampai 2002.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bennanfaat bagi hal-hal sebagai berikut:

1. Bagi ilmu pengetahuan, merupakan infonnasi ilmiah bagi khasanah ilmu

pengetahuan tentang kajian perubahan spasial kota terutama perkembangan

fisik keruangan kota yang sesuai dengan dinamika lokal.


10

2. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat dijadikan bahan pembanding untuk

penelitian, khususnya yang berkaitan dengan perkembangan fisik keruangan

kota.

3. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat dijadikan masukan pembangunan dan

perkembangan kota Ambon ke depan.

4. Bagi Pemerintah Kota Ambon, penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi

perencanaan tata ruang kota Ambon di masa yang akan datang.

1.5. Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada arah perkembangan dan pola fisik keruangan

kota yang disebabkan oleh perubahan fungsi lahan dari lahan non terbangun

menjadi lahan terbangun, dengan penekanan pada perkembangan area terbangun

secara horisontal. Lokasi penelitian dibatasi pada Kawasan Pusat Kota Ambon,

yaitu kawasan perkotaan di Kota Ambon yang saat ini meliputi 21 kelurahan/desa.

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan arah perkembangan dan pola

fisik keruangan Kawasan Pusat Kota Ambon dan faktor - faktor yang

mempengaruhi pembentukannya mulai tahun 1940 sampai tahun 2002. Untuk

mengetahui hal tersebut malca perkembangan fisik keruangan dibagi dalam

beberapa periode sesuai dengan data yang diperoleh. Sedangkan faktor-faktor

yang mempengaruhi perkembangan dibagi dalam 5 peri ode yaitu periode sebelum

tahun 1970, periode tahun 1970-1980, periode tahun 1980-1990, periode tahun

1990-1997 dan periode 1997-2002. Penentuan periode dilakukan setiap 10 tahtm

untuk dapat menggambarkan realita perkembangan, sedangkan periode tahun


II

1990-1997, dilakukan untuk membatasi penelitian pad a perkembangan fisik

keruangan kota sebelum teijadi kerusuhan sosial di kota Ambon tahun 1999, serta

periode 1997 - 2002, untuk melihat perkembangan fisik keruangan kota sesudah

kerusuhan sosial tersebut.

1.6. Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengkaji perkembangan fisik

keruangan kota, yaitu :

I. Saijono ( 1996 ), meneliti tentang percepatan dan perkembangan fisik kota dan

faktor-fakor dominan yang mempengaruhi serta dampak negatif yang timbul

dari perkembangan fisik kota. Fokus penelitian adalah mencari dampak

negatif yang timbul akibat pemekaran fisik kota. Lokus penelitian adalah Kota

Klaten, sedangkan pendekatan yang digunakan adalah adalah pendekatan

pendekatan analisis keruangan.

2. Sinaga, Halomoan (1998), meneliti tentang pola perkembangan fisik kota

dengan fokus penelitian adalah mencari faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap perkembangan fisik kota, serta melihat faktor pengaruhnya, apakah

disebabkan oleh faktor potensi sendiri atau akibat pengaruh penjaran fisik kota

(urban sprawl). Lokus penelitian adalah Kota Surakarta, sedangkan

pendekatan yang digunakan adalah analisis geografi.

3. Gedy, Yunus Rudi Octavianus (2001), meneliti tentang pengaruh

pembangunan perumahan terhadap perkembangan fisik kota. Fokus utama

penelitian adalah mengenai faktor-faktor fisik kota yang dipengaruhi oleh


12

pembangunan perumahan. Lokus penelitian di Kota Purwokerto, sedangkan

pendekatan penelitian menggunakan pendekatan kualitatif- rasionalistik.

4. Setyarto, Ardi (2001 ), meneliti tentang perkembangan fisik kota dengan fokus

pada stadia perkembangan fisik kota dan faktor-faktor perkembangan yang

mendorong pertumbuhan kota. Lokus penelitian di Kota Gresik, sedangkan

pendekatan penelitian adalah pendekatan study urban history dengan

paradigma rasionalistis.

5. Siahaya, Fransz Semuel (200 1), meneliti ten tang evaluasi perkembangan

morfologi kota dengan fokus untuk melihat pengaruh pertumbuhan penduduk

terhadap pertumbuhan daerah terbangun dan terhadap fasilitas kota. Lokus

penelitian di Kota Ambon, sedangkan pendekatan penelitian adalah analisa

kuantitatif dan kualitatif

6. Muhammad Nazar (2002), meneliti tentang perkembangan fisik kota dengan

fokus pada mekanisme, pola dan arab perkembangan fisik kota pada periode

tahun 1990 - 2000. Lokus penelitian pada Kota Purwokerto, dengan

pendekatan penelitian adalah penelitian kualitatif dengan analisis geografi.

Penelitian-penelitian di atas mempunyai perbedaan-perbedaan, seperti

berbeda pada lokus, fokus ataupun pendekatan penelitian yang digunakan.

Dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya, maka penelitian ini asli

dari aspek lokus, fokus dan pendekatan penelitian yang dilakukan.

Penelitian ini hendak melihat perkembangan fisik keruangan di Kawasan

Pusat Kota Ambon, dengan fokus pada arab perkembangan dan pola fisik

keruangan kota dan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukannya.


13

Sedangkan pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan rasionalistik,

dengan metode deduktifkualitatif

I.7. Sistimatika Penulisan

Sistimatika penulisan tesis ini adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Menguraikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, manfaat,

lingkup dan keaslian penelitian serta sistimatika penulisan tesis.

Bab II Tinjauan Pustaka

Menguraikan pengertian kota dan perkembangan fisik keruangan

kota, pembentukan dan perubahan penggunaan lahan, morfologi dan

pola perkembangan fisik keruangan kota, faktor-faktor yang

mempengaruhi perkembangan kota, struktur dan pola keruangan

kota, definisi operasional serta kerangka teori.

Bab III Metode Penelitian

Menguraikan pendekatan, batasan, wilayah, prosedur dan materi

penelitian; teknik pengumpulan data dan teknik analisis data;

parameter, variabel dan indikator penelitian serta sintesis hasil

penelitian.

BabiV Gambaran Umum Wilayah Penelitian

Menguraikan sejarah kota, kondisi fisik wilayah, kondisi

kependudukan, kondisi perekonomian kota, sistem transportasi serta

fasilitas dan utilitas kota.


14

BabY Hasil Penelitian dan Pembahasan

Menguraikan arab perkembangan fisik Pusat Kota Ambon, pola

perkembangan fisik keruangan Pusat Kota Ambon, faktor-faktor

yang mempengaruhi perkembangan fisik Pusat Kota Ambon dan

temuan penelitian

BabVI Kesimpulan dan Rekomendasi

Menguraikan kesimpulan dan rekomendasi penelitian.


BABII

TINJAUAN PUSTAKA

Lingkup tinjauan pustaka dalam studi perkembangan fisik kota bertujuan

untuk mengenal pola perkembangan fisik kota secara wnum serta faktor-faktor

yang mempengaruhi perkembangan fisik kota. Topik-topik yang akan dikaji

dalam tinjauan pustaka antara lain: ( 1) batasan dan pengertian kota dan

perkembangan fisik ruang kota, (2) pembentukan dan perubahan pemanfaatan

laban, (3) morfologi dan pola perkembangan fisik keruangan kota (4) faktor-

faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik kota, (5) struktur dan pola

keruangan kota, (6) defenisi operasional dan (7) kerangka teori.

2.1. Batasan dan Pengertian

2.1.1. Pengertian Kota

Pengertian kota dapat dilihat dari berbagai segi, yang menggambarkan

keaktifan, keberagaman dan kompleksitas, karena kota memiliki berbagai

komponen dan unsur, baik itu komponen yang terlihat secara fisik seperti

perumahan dan prasarana umum hingga komponen non fisik seperti kekuatan

sosial-ekonomi, politik dan hukwn yang mengarahkan kota (Branch, 1995).

Branch (1995) memberikan pengertian kota dari berbagai segi. Kota secara

fisik adalah area-area terbangun perkotaan yang terletak sating berdekatan, yang

meluas dari pusatnya hingga ke arab pinggiran kota. Selain itu kota secara fisik,

juga berisikan struktur atau bangunan lain, yang bukan berupa gedung, seperti

15
16

jembatan, jaringan utilitas umum, jalur-jalur transportasi dan berbagai instalasi

lain yang bukan berbentuk bangunan. Pada pengertian lain, kota secara sosial

adalah sekelompok orang yang pada mulanya bertujuan untuk meningkatkan

produktivitas dengan konsentrasi dan spesialisasi tenaga keija dan memungkinkan

adanya diversitas intelektual, kebudayaan dan kegiatan rekreatif. Sedangkan kota

secara ekonomi adalah menyangkut fungsi dasar kota untuk menghasilkan

penghasilan yang cukup melalui produksi barang dan jasa, untuk mendukung

kehidupan penduduknya dan untuk keberlangsungan kota itu sendiri.

Pengertian kota secara fisik, sosial dan ekonomi tersebut, oleh Hoekveld

dalam Daldjoeni ( 1998) dikemas dalam beberapa defenisi, yaitu (1) kota

berdasarkan morfologi, yaitu bentuk fisik kota dengan gedung-gedtmg tinggi serta

berdekatan; (2) kota berdasarkan jumlah penduduk; (3) kota dari segi hukum

dengan adanya hak-hak hukum bagi penghuninya; (4) kota dari segi ekonomi

dimana kehidupannya non agraris, industri dan perdagangan; dan (5) kota dari

segi sosial, yaitu hubungan-hubungan antar penduduk yang impersonal, tidak

kekeluargaan.

Wilsher dalam Branch (1995) memberikan pengertian dari segi sosial.

Kota merupakan tempat tinggal dan tempat bekerja bagi sebagian penduduk

dengan jwnlah yang cukup besar atau persentase sangat besar, dan merupakan

tempat yang dapat memberikan peluang atau harapan untuk mendapat kehidupan

yang lebih baik atau layak bagi sekelompok orang atau sekelompok besar

penduduk, serta merupakan tempat yang dapat menarik perhatian sekelompok

masyarakat ataupun penduduk dari pinggiran kota ataupun desa - desa terpencil
17

untuk berpindah ke kota dari waktu - ke waktu. Sedangkan dari sisi ekonomi,

Reksohadiprodjo dan Karseno (200 1) menyatakan kota adalah wadah tempat

tinggal/ permukiman, kesempatan keija dan kegiatan usaha.

Pengertian kota yang disampaikan oleh Jayadinata (1999) juga dilihat dari

berbagai segi yaitu:

1. Kota secara geografis merupakan suatu tempat yang memiliki penduduk

sangat padat atau memiliki pemukiman yang sangat rapat, serta aktivitas

penduduk setiap hari bukan pertanian.

2. Kota secara hukum di Indonesia terdapat 4 kota: (1) ibu kota nasional; (2) ibu

kota propinsi; (3) ibu kota kabupaten dan kota; (4) serta kota administratif.

3. Pengertian secara teknis, kota mempunyai jumlah penduduk tertentu. Di

Indonesia (untuk keperluan statistik) yang disebut kota adalah tempat dengan

jumlah penduduk 20.000 jiwa, atau lebih.

4. Dalam pengertian yang lebih umum, kota adalah tempat yang mempunyai

prasarana kota, berupa bangunan besar, banyak bangunan perkantoran, jalan

yang Iebar, pasar yang luas, beserta pertokoannya, jaringan kawat listrik dan

jaringan pipa air minum, dan sebagainya.

Bintarto (1977a, 1989) memberikan pengertian kota yang ditinjau dari

segi geografi sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai

dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan strata ekonomi yang heterogen. Atau

dapat dikatakan kota merupakan bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-

unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup

besar serta corak kehidupan yang bersifat heterogen dibandingkan dengan daerah
18

belakangnya. Ditambahkan pula kota merupakan tempat bennukim warga kota,

tern pat bekerja, tempat hid up dan tempat rekreasi, sedangkan secara fisik (dari

foto udara) kota adalah aglomerasi atau pengelompokan bangunan yang

dikelilingi atau dibatasi oleh jalur-jalur jalan atau sungai yang diselilingi oleh

pepohonan besar dan kecil.

2.1.2. Pengertian Fisik Ruang Kota.

Jayadinata (1999) menyatakan bahwa ruang (space) menurut istilah

geografi umum adalah seluruh pennukaan bumi yang merupakan lapisan biosfera,

tempat hidupnya makluk hidup, sedangkan menurut geografi regional ruang dapat

diartikan sebagai wilayah yang memiliki batas geografis, dalam arti batas

menurut keadaan fisik, sosial atau pemerintahan, yang teijadi dari sebagian

permukaan bumi dan lapisan tanah dibawahnya serta lapisan udara di atasnya.

Sedangkan pengertian ruang menurut Undang - Undang Republik Indonesia

Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang adalah wadah yang meliputi ruang

daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat

manusia dan mahluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara

kelangsungan hidupnya.

Pengertian fisik ruang kota adalah area - area terbangun di perkotaan yang

letaknya saling berdekatan serta meluas dari pusat kota ke daerah pinggiran kota

(Branch, 1995). Secara fisik ruang kota terdiri dari bangunan - bangunan dan

kegiatan yang terletak diatas atau dekat dengan muka tanah, instalasi - instalasi di

bawah tanah dan kegiatan - kegiatan di dalam ruangan kosong di angkasa. Selain
19

itu secara fisik ruang kota berisikan struktur atau bangunan selain bangunan

gedung berupa jembatan, gorong- gorong, saluran irigasi dan pengendali banjir,

jaringan utilitas umum, gardu - gardu listrik, fasilitas pengolahan limbah, bak -

bak penampung, pengilangan minyak dan berbagai instalasi lainnya.

Branch juga menyatakan beberapa unsur fisik ruang kota yaitu ( 1)

topografi tapak, (2) bangunan-bangunan, (3) struktur atau bangunan lain yang

bukan bangunan gedung, seperti jembatan, fasilitas pengolahan lim bah, (4) jalur-

jalur transportasi dan utilitas kota, (5) ruang terbuka kota, (6) kepadatan

perkotaan, (7) pengaruh iklim, (8) vegetasi dan (9) perancangan kota. Pada sisi

lain, Sandy ( 1982 ), membedakan fisik ruang kota sebagai ( 1) lahan terbangun

pemukiman (perumahan, pekerangan, dan lapangan olahraga); (2) lahan terbangun

pelayanan jasa (kantor-kantor, sekolah, puskesmas, dan rumah ibadat); (3) lahan

kegiatan usaha perdagangan (ruko, dan tempat rekreasi); dan (4) lahan terbangun

kegiatan industri (pabrik dan percetakan ).

Beberapa ahli lain, menekankan bentuk fisik ruang kota sebagai tinjauan

terhadap morfologi kota, yang ditekankan pada bentuk-bentuk fisikal dari

lingkungan kekotaan. Herbert (1973), menyatakan kenampakan kota secara fisikal

tercermin pada sistem-sistem jalan yang ada, blok-blok bangunan baik daerah

hunian atau bukan dan juga bangunan-bangunan individual. Sebelumnya Smailess

dalam Yunus (2001) telah memperkenalkan 3 unsur morfologi kota, yaitu: (1)

unsur-unsur penggunaan lahan, (2) pola-pola jalan dan (3) tipe-tipe bangunan.
20

2.1.3. Pengertian perkembangan fisik ruang kota

Perkembangan ruang adalah suatu proses perubahan dari suatu keadaan ke

keadaan yang lain dalam waktu yang berbeda. Sorotan perubahan keadaan

tersebut biasanya didasarkan pada waktu yang berbeda dan untuk analisa ruang

yang sama (Yunus, 1978).

Zahnd (1999), menyatakan bahwa perkembangan ruang kota tidak teijadi

secara abstrak, melainkan dipengaruhi oleh proses dimensi waktu yang cukup

lama, dilakukan oleh manusia dan berkaitan erat dengan produk. Hal inilah yang

menyebabkan teijadinya perembetan terhadap semua wilayah kota secara tidak

merata dan perembetan teijadi paling cepat pada jalur transportasi yang sudah

tersedia. Selain itu teijadi pertumbuhan di daerah pertanian dan terpencar secara

sporadis.

Perkembangan kota meliputi 2 aspek penting yaitu ( 1) aspek yang

menyangkut perubahan-perubahan yang dikehendaki dan yang dialami oleh warga

kota dan (2) aspek yang menyangkut perluasan dan pemekaran kota (Bintarto,

1977a). Sebagai tanda-tanda perkembangan kota dapat dilihat dari perluasan atau

ekspansi keruangan (spatial expansion) kota dari suatu proses waktu. Selanjutnya

Bintarto menambahkan bahwa adanya perkembangan kota dapat dilihat secara

kuantitatif seperti jwnlah bertambahnya penduduk, bangunan dan jalur

transportasi.
21

2.2. Pembentukan dan Perubahan Pemanfaatan Laban

Chapin .and Kaiser (1979) menyatakan bahwa stmktur mang kota sangat

dipengaruhi oleh 3 sistem, yaitu sistem kegiatan, sistem pengembangan lahan dan

sistem lingkungan alam. Sistem kegiatan berkaitan dengan cara manusia dan

kelembagaannya mengatur urusannya sehari-hari untuk memenuhi kebutuhannya

dan saling berinteraksi dengan waktu dan mang. Sistem pengembangan lahan

berfokus pada proses pengubahan mang dan penyesuaiannya untuk kebutuhan

manusia dalam menampung kegiatan yang ada dalam susunan sistem kegiatan.

Sedangkan sistem lingkungan berkaitan dengan kondisi biotik dan abiotik yang

dibangkitkan oleh proses alamiah yang berfokus pada kehidupan tumbuhan dan

hewan, serta proses-proses dasar yang berkaitan dengan air, udara dan material.

Ketiga sistem tersebut selanjutnya menjadi dasar penyusunan peruntukan

lahan dan penjelasan terbentuknya pemanfaatan ruang. Faktor penting yang

mendasari pengaturan ketiga sistem tersebut adalah kepentingan umum, yang

mencakup pertimbangan kesehatan dan keselamatan, kenyamanan, efisiensi dan

konservasi energi, kualitas lingkungan, persamaan sosial pilihan dan amenitas

sosial.

Pada sisi lain, terdapat pula perubahan pemanfaatan lahan, yang pada

dasamya merupakan gejala yang normal sesuai perkembangan dan pengembangan

kota. Doxiadis (1968) menyatakan bahwa ada 2 tipe dasar pengembangan kota

yaitu pertumbuhan dan transformasi. Pertumbuhan mencakup semua jenis

permukiman barn, termasuk didalamnya permukiman yang sama sekali barn dan

perluasan permukiman yang ada, sedangkan transformasi adalah perubahan


22

menerus bagian-bagian pennukiman perkotaan dan perdesaan untuk

meningkatkan nilai dan tingkat efisiensi bagi penghuninya. Ditambahkan pula,

bahwa transfonnasi adalah proses yang sangat nonnal, karena merupakan bentuk

pengembangan yang Jebih umum dibandingkan dengan perluasan. Perluasan

hanya terjadi satu kali, sementara transformasi dapat terjadi berulang kali.

2.3. Morfologi dan Pola Perkembangan Fisik Keruangan Kota

Secara morfologi, terdapat berbagai variasi ekspresi keruangan kota

(Nelson dalam Yunus, 2001 ). Bentuk-bentuk fisik keruangan kota dapat

digolongkan dalam bentuk-bentuk kompak seperti kota berbentuk bujur sangkar

(the square city), berbentuk empat persegi panjang (the rectangular cities),

berbentuk kipas (jan shaped cities), berbentuk bulat (rounded cities), berbentuk

pita (ribbon shaped cities), berbentuk gurita/ bintang (octopus/ star shaped cities)

dan berbentuk yang tidak berpola (unpalterned cities). Selain itu terdapat pula

kota dengan bentuk-bentuk yang tidak kompak, seperti kota dengan bentuk

terpecah (fragmented cities) dan berbentuk berantai (chained cities).

Mengacu pada pertumbuhan sektor-sektor dalam kota, terdapat 3 macam

pertumbuhan kota (Gist and Halbert dalam Yunus, 1978; Zahnd, 1999), yaitu:

a. Pertumbuhan Vertikal, yaitu pertumbuhan keatas, yang disebabkan karena

kesempatan mendirikan bangunan barn terbentur pada pembatasan-

pembatasan, seperti pembatasan fisik (terbatasnya ruang, dan adanya

halangan-halangan alami seperti topografi), pembatasan ekonomi


23

(keterbatasan modal) dan pembatasan politik (adanya peraturan pelarangan,

dan alasan keamanan).

b. Pertumbuhan Memampat, teijadi jika pada wilayah kota masih cuk:up tersedia

ruang-ruang kosong untuk bangunan tempat tinggal dan bangunan lainnya.

c. Pertumbuhan lateral/ horizontal ke arah luar, teijadi karena adanya

kekurangan ruang bagi tempat tinggal dan bagi peruntukan kegiatan yang lain.

Pertumbuhan 1m bersifat "lateral centrifogaf', karena perembetan

pertumbuhannya akan kelihatan nyata pada sepanjang route transportasi.

Pertumbuhan "lateral centrifogaf" sendiri dapat dibedakan menjadi 3

macam, yaitu (1) Axial lateral growth, pertumbuhan kota memanjang karena

dipengaruhi oleh adanya jalur transportasi yang menghubungkan Central Business

District dengan daerah-daerah yang berada diluarnya; (2) Thematic lateral


growth, pertumbuhan kota ini dilatarbelakangi oleh keadaan khusus, misalnya
adanya industri, yang akan menarik penduduk: untuk tinggal di daerah sekitarnya;

dan (3) Coalescent lateral growth, pertumbuhan kota teijadi karena adanya

gabungan dari pertumbuhan tipe axial dan thematic untuk pusat-pusat kegiatan

yang berbeda.

Dari waktu ke waktu, sejalan dengan meningkatkan jumlah penduduk,

serta meningkatnya tuntutan kebutuhan kehidupan dalam aspek-aspek politik,

ekonomi, sosial, budaya dan teknologi mengakibatkan meningkatnya kegiatan

penduduk perkotaan. Kondisi ini mengakibatkan meningkatnya kebutuhan ruang

kekotaan yang besar. Oleh karena ketersediaan ruang di dalam kota terbatas, maka

sering teijadi invation, pengambilan alihan lahan non urban di pinggiran kota oleh

penggunaan lahan urban. Proses penjalaran kenampakan fisik kekotaan ke arah


24

luar disebut urban sprawl (Northam dalam Yunus, 2001). Proses penjalaran

kenampakan fisik kota yang tercennin dalam ekspresi keruangan pertumbuhan

kota (Gambar 2), dapat dibedakan atas (I) Penjalaran konsentris, yaitu

penjalaran fisik kota yang mempunyai sifut rata pada bagian luar, cenderung

lambat dan menunjukkan morfologi kota yang kompak, disebutkan sebagai

perkembangan konsentris (concentric development! low density continous

development); (2) Penjalaran memanjang, yaitu penjalaran fisik kota yang

mengikuti pola jaringan jalan dan menunjukkan penjalaran yang tidak sama pada

setiap bagian perkembangan kota, disebut dengan perkembangan fisik

memanjang/ tinier (ribbon development/ linier development/ a-cia/ development);

dan (3) Penjalaran melompat, yaitu penjalaran fisik kota yang tidak mengikuti

pola tertentu disebut sebagai perkembangan yang melompat (leep frog

development! checkerboard development).

A B c
Q Intikota

(ID Perkembangan laban perkotaan yang baru

Gambar 2. Pola Perkembangan Fisik Keruangan Kota (Sumber: Yunus, 2001)


25

Sedangkan Russwunn dalam Yunus (2001) menggolongkan ekpresi

keruangan (spatial expressions) dari kenampakan perkotaan menjadi 4

kenampakan utama yaitu bentuk konsentris (uni nodal! concentric), bentuk simpul

multi (constellation! multi nodal), bentuk memanjang (lineair) dan bentuk

terserak (dispersed). Selain itu terdapat pula 6 kenampakan kombinasi, yaitu

bentuk konsentris bersimpul multi, bentuk konsentris memanjang, bentuk

konsentris terserak, bentuk menanjang bersimpul multi, bentuk bersimpul multi

terserak dan bentuk linear terserak.

2.4. Faktor- Faktor Yang Mempengarubi Perkembangan Kota

Suatu kota dapat berkembang secara alamiah ataupun secara teratur dan

terarah sesuai dengan rencana kota. Faktor-faktor perkembangan dan

pertumbuhan yang bekeija pada suatu kota dapat mengembangkan dan

menumbuhkan kota pada suatu arab tertentu.

Colby dalam Yunus (2001) mengidentifikasi kekuatan-kekuatan dinamis

yang mempengaruhi pola penggunaan ruang. Kekuatan-kekuatan 1m

dikelompokan atas: (I) kekuatan centrifugal (centr[fugalforces), yaitu kekuatan-

kekuatan yang menyebabkan teijadinya pergerakan penduduk serta fungsi -

fungsi perkotaan dari bagian dalam kota menuju kebagian luar; dan (2) kekuatan

centripetal (centripetal forces) yaitu kekuatan-kekuatan yang menyebabkan

pergerakan penduduk serta fungsi-fungsi yang tetjadi dari bagian luar kota

menuju ke bagian dalam perkotaan. Kekuatan-kekuatan tersebut timbul karena


26

adanya faktor pendorong (push forces), yaitu faktor-faktor yang terdapat di

daerah asal pergerakan (place of origin) dan fak1or penarik (pull forces), yaitu

faktor-faktor yang terdapat di daerah tujuan pergerakan (place ofdestination).

Colby dalam Yunus (2001 ), menyatakan kekuatan sentrifugal merupakan

kombinasi dari faktor pendorong dan faktor penarik, adalah :

I. Kekuatan-kekuatan keruangan (spatial forces), yaitu kekuatan yang timbul

dari kekuatan ruang yaitu kekuatan pendorong seperti kepadatan lalu lintas

dan kepadatan penduduk pada bagian dalam kota; dan kekuatan penarik dari

luar kota seperti kondisi ruang yang jauh lebih lapangllega.

2. Kekuatan-kekuatan site (sail forces), yaitu kekuatan yang timbul dari kekuatan

site/ lokasi yaitu kekuatan pendorong seperti penggunaan laban yang terlalu

intensif di dalam kota, sedangkan kekuatan penarik dari luar kota seperti

lingkungan hidup yang alami.

3. Kekuatan-kekuatan situasional (situational forces), yaitu kekuatan dari situasi

lokasi dalam kaitan dengan fimgsi-fungsi lainnya. Misalnya ada peletakan

fimgsi-fimgsi yang tidak memuaskan di bagian dalam kota, sementara kondisi

sebaliknya terletak di bagian luar kota.

4. Kekuatan-kekuatan evaluasi sosial (the forces of social evaluation), yaitu

kekuatan yang timbul dari penilaian individu/ sekelompok individu terhadap

elemen-elemen sistem lingkungan. Kekuatan pendorong misalnya nilai laban

dan pajak yang tinggi, serta larangan tertentu yang ada dalam tatanan

kehidupan masyarakat kota; sementara kekuatan penarik adalah nilai lahan


27

dan pajak yang rendah serta kebebasan yang lebih banyak dalam tatanan

kehidupan masyarakatnya.

5. Kekuatan-kekuatan status dan organisasi hunian (the forces of status and

organization of occupance), yaitu kekuatan yang timbul karena penempatan

fungsi ditinjau dari status dan organisasi sistem fungsi tersebut. Kekuatan

pendorong misalnya bentuk fungsional yang tidak berkembang dan fasilitas

transportasi yang tidak memuaskan, sedangkan kekuatan penarik adalah

bentuk fungsi yang moderen, bebas kepadatan lalu lintas dan fasilitas transport

yang lebih baik di daerah pinggiran.

6. Kekuatan-kekuatan persamaan harkat kemanusiaan (human equation), yaitu

kekuatan yang timbul dari adanya persepsi manusia terhadap nilai-nilai yang

berkaitan dengan keberadaan dirinya, sesuai harkat dan martabat manusia,

misalnya berkaitan dengan pandangan hidup, tingkah laku dan poltik.

Sedangkan kekuatan centripetal yang mempengaruhi adalah ( 1) kekuatan

site (site forces) yaitu daya tarik pusat kota dengan fungsi tertentu yang menarik

seperti apartemen dan menghemat biaya transport, (2) kekuatan kemudahan

fungsional (junctional convenience forces) yaitu kekuatan mendapatkan fungsi-

fungsi tertentu secara mudah, misalnya kemudahan perdagangan karena

mengelompok di pusat kota, (3) kekuatan magnetisme fungsional, yaitu

pemisahan fungsi-fungsi tertentu, sehingga mempermudah kegiatan dan menekan

biaya transportasi, (4) kekuatan prestise fungsional yaitu pengelompokan

kegiatan-kegiatan tertentu yang telah terkenal di bagian dalam kota, dan (5)

kekuatan persamaan kemanusiaan, yaitu anggapan bahwa daerah dalam kota


28

memberikan kesenangan lahiriah maupun batiniah, yang mengangkat harkat dan

martabat manusia.

Sementara itu Sujarto (1990) menyatakan bahwa ada 3 faktor utama yang

menentukan pola perkembangan dan pertumbuhan kota, yaitu faktor manusia,

faktor kegiatan manusia dan fuktor pola pergerakan antar pusat kegiatan manusia

yang satu dengan pusat kegiatan manusia yang lainnya. Faktor manusia adalah

menyangkut perkembangan penduduk kota, seperti kelahiran dan migrasi,

perkembangan tenaga keija, perkembangan status sosial dan perkembangan

kemampuan pengetahuan dan teknologi. Faktor kegiatan manusia adalah

menyangkut kegiatan keija, kegiatan fungsional, kegiatan perekonomian kota dan

kegiatan hubungan regional yang lebih luas. Sedangkan faktor pola pergerakan

adalah sebagai akibat dari perkembangan penduduk yang disertai perkembangan

fungsi kegiatannya.

Ketiga fuktor diatas secara fisik akan termanifestasikan kepada perubahan

akan tuntutan kebutuhan ruang. Tuntutan kebutuhan ruang ini akan tercermin

kepada perkembangan dan perubahan tata guna lahan kota, yang kemudian oleh

faktor persyaratan fisik akan sangat menentukan perkembangan dan pertumbuhan

kota itu selanjutnya.

Selain hal d.iatas, Bintarto (1977a) menyatakan bahwa perkembangan fisik

kota yang dikenal dengan pemekaran kota dipengaruhi oleh fuktor dari dalam dan

faktor dari luar. Pengaruh-pengaruh dalam dalam berupa ( 1) rencana-rencana

pengembangan kota dan (2) desakan-desakan warga kota akibat dari pertambahan

angka kelahiran. Pengaruh dari luar berupa berbagai daya tarik dan interaksi
29

dengan daerah belakangnya (hinterland). Selanjutnya berdasarkan aspek geografi

kota, Bintarto (1977a, 1977b) juga membagi pengaruh-pengaruh terhadap

perkembangan kota berdasarkan pengaruh dasar yaitu keadaan fisiografi dan

keadaan sosiogeografi di sekitar daerah kekotaan tersebut; dan pengaruh utama

yaitu Jatar belakang sejarah dan sumber-sumber alam. Secara lebih rinci unsur-

unsur yang mempengaruhi perkembangan kota adalah (1) letak, (2) iklim dan

relief, (3) swnber alam, (4) tanah, (5) demografi dan kesehatan, (6) kebudayaan

dan pendidikan, (7) unsur teknologi dan elektrifikasi dan (8) transportasi dan lalu

lintas.

Branch (1995) menjelaskan bahwa unsur-unsur yang mempengaruhi

perkembangan kota lebih mengacu kepada faktor internal atau situasi dan kondisi

setempat. Faktor internal yang mempengaruhi perkembangan kota adalah :

1. Keadaan Geografis, merupakan pertimbangan yang esensial pada awal

penentuan lokasi sebuah kota. Keadaan geografis juga rrienpengaruhi bentuk

fisik dan tata letak komunitas. Kota di sepanjang pantai menuntut

pengembangan sesuai lahan yang tersedia yang umumnya menyerupa1

setengah lingkaran. Kota yang berada di tanah yang datar dapat berkembang

secara merata ke segala arah.

2. Aspek Tapak (site) mempengaruhi lokasi dan perubahan kota. Perubahan

spasial kota sangat dipengaruhi oleh kemiringan lahan, keadaan geologis,

serta fungsi yang diemban oleh kota tersebut .

3. Sejarah dan Kebudayaan, mempengaruhi karakter fisik dan sifat-sifat

kemasyarakatan kota. Lokasi bersejarah serta bangunan-bangunan


30

bersejarah menjadi pertimbangan untuk pengembangan kota. Sebagai

organisme yang aktif, kota memiliki tahapan pengembangan yang berkaitan

dengan tingkat ekonomi, sosial, kelembagaan dan penguasaan teknologi

kota.

Pada sisi lain, Yunus (2001) menyatakan bahwa ekspresi keruangan kota

dipengaruhi oleh faktor fisik dan non fisik. Faktor fisik yang berpengaruh

berkaitan dengan topografi, struktur geologi, geomorfologi, perairan dan tanah.

Sedangkan faktor non fisik antara lain kegiatan penduduk (politik, sosial, budaya

dan teknologi), urbanisasi, peningkatan kebutuhan akan ruang, peningkatan

jumlah penduduk, perencanaan tata ruang, perencanaan tata kota, zoning dan

peraturan-peraturan pemerintah tentang bangunan. Selain itu peranan aksesibilitas,

prasarana transportasi, sarana transportasi dan pendirian fungsi-fungsi besar

(antara lain industri-industri dan perumahan) mempunyai peranan yang besar pula

dalam membentuk variasi ekspresi keruangan kenampakan dan perkembangan

kota.

Sedangkan Russwurm dalam Yunus (2001), menyatakan bahwa untuk

kota-kota di Canada terdapat tujuh faktor yang mempengaruhi perubahan ruang

kota yaitu: (1) pertumbuhan penduduk (population growth); (2) persaingan dalam

memperoleh lahan (competition for land); (3) hak-hak kepemilikan lahan

(property rights); (4) kegiatan pengembang perumahan (developers activities); (5)

perancanaan (planning controls); (6) perkembangan teknologi (technological

development); dan (7) lingkungan fisik (phisical environment). Faktor-faktor

tersebut akan menciptakan simpul-simpul yang berpengaruh pada pengaturan


31

aliran orang, barang maupun informasi yang berdampak pada perubahan spasial

kota.

Berkaitan dengan faktor-faktor pilihan lokasi tersebut di atas, Soemarwoto

(1991) mengemukakan pengaruh faktor-faktor tersebut, dapat dibedakan menjadi

faktor yang berlaku sesaat dan mudah berubah dalam jangka pendek (siluasionaf)

dan faktor yang mempengaruhi dalam jangka yang panjang dan berlaku terus-

menerus dalam waktu lama (long period). Kombinasi fuktor pengaruh situasional

dan faktor long period akan mewujudkan pola-pola lingkungan, termasuk

penggunaan ruang.

2.5. Struktur dan Pola Keruangan Kota

Kota memiliki struktur yang tampak kompleks, namun jika dicennati akan

mrnunjukan bentuk yang khas dan mirip dengan kota-kota lain pula (Daldjoeni,

1998). Secara garis besar, pola keruangan kota yang juga mengambarkan struktur

interen kota, dapat dibedakan dalam 3 bentuk utama (Hudson, 1974; Yunus, 1978;

Daldjoeni, 1997; Koestoer, 2001; Ytmus, 2001), yaitu: (1) Model Konsentris, (2)

Model Sektor dan Model Pusat Kegiatan Ganda.

Model konsentris mengacu pada Teori Konsentris (The Concentric

Theory), beranggapan bahwa sesuatu kota mempunyai kecenderungan

berkembang ke arah luar di semua bagian-bagiannya. Masing-masing zone

tumbuh sedikit demi sedikit kearah luar dan karena semua bagian-bagiannya

berkembang ke segala arah, maka pola keruangan yang dihasilkan berbentuk

seperti lingkaran yang berlapis-lapis, dengan pusat kegiatan (central business


32

district) sebagai intinya. Zone-zone tata gw1a lahan ini berlokasi di suatu tempat

yang pasti dari pusat kegiatan dengan cara mengikuti usia dan karakter kegiatan

tiap zone, dan bertalian langsWlg dengan nilai tanah (Gambar 3.a).

m l!J
a. T eori Konsentris b. Teori Sektor c. Teori Pusat
Kegiatan Ganda

1. Daerah Dagang 6. Pabrik-Pabrik Besar


2. Pabrik-Pabrik Ringan 7. Daerah Dagang di Pinggir Kota
3. Rumah-Rumah Kecil 8. Rumah Para Pegawai di Luar Kota
4. Rumah-Rumah Sedang 9. Daerah Industri Luar Kota
5. Rumah-Rumah Milik Oran Kaya 10. Daerah Para Pelaju (Commuters)

Sumber : Daldjoeni, 1998

Gambar 3. T eori Struktur dan Pola Keruangan Kota

Model sektor mengacu pada Teori Sektor (The Sector Theory), didasarkan

pada analisa "out growth of sectors" sebagai elemen utama perkembangan kota.

Teori ini menyatakan bahwa perkembangan-perkembangan barn yang teijadi

dalam suatu kota, menyebar dari pusat ke arah luar berupa wedges (sektor-sektor)

dan berangsur-angsur menghasilkan kembali karakter yang dipunyai oleh sektor-

sektor yang telah ada terlebih dahulu. Alasan ini terutama didasarkan pada

kenyataan bahwa didalam kota-kota terdapat variasi sewa tanah, yang dipengaruhi

oleh faktor transportasi, komWlikasi dan segala aspeknya. (Gambar 3.b).


33

Tabel2. Perbedaan Teori Konsentris, Teori Sektor dan


Teori Pusat Kegiatan Ganda.
No. Indikator Teori Konsentri Teori Sektor Teori Pusat
KeEiatan Ganda
I Tipe Pola Konsentris Modifikasi konsentris Menyebar tak
teratur
2 Peranan Transportasi Tidakada Ada dan penting Ada dan penting
dan Komunikasi I
3 Latar Belakang Tidak begitu Tidak begitu Berperan besar
Lingl•.-ungan berperan berperan l
4 Pusat Kegiatan Tunggal Tunggal Lebih dari satu I
Sumber: Yunus, 1978.

Model pusat kegiatan ganda mengacu pada Teori Pusat Kegiatan Ganda

(The Multiple Nuclei Theory). Teori ini menyatakan bahwa sesuatu kota dibentuk

oleh pusat-pusat kegiatan fungsional kota yang tersebar dan masing-masing pusat

mempunya1 peranan yang penting di dalam kota (Gambar 3.c). Adapun

perbedaan-perbedaan dari ketiga teori pola keruangan kota ini dapat

disederhanakan seperti tertera pada Tabel2.

2.6. Defenisi Operasional

Berdasarkan kerangka teori, beberapa defenisi operasional yang digunakan

dalam penelitian ini adalah:

1. Kota, dalam pengertian fisik merupakan area-area terbangun perkotaan yang

terletak saling berdekatan, yang meluas dari pusatnya hingga ke aral1

pinggiran kota, berisikan juga struktur atau bangunan lain yang bukan berupa

gedung, seperti jembatan, jaringan utilitas urn urn dan jalur-jalur transportasi.

2. Perkembangan fisik keruangan kota adalah suatu proses perubahan bentuk

ruang yang berkaitan dengan penggunaan lahan dalam suatu ruang wilayah
34

(dari lahan non terbangun menjadi lahan terbangun), yang tetjadi dari waktu

ke waktu. Perkembangan fisik keruangan kota ini ditekankan pada

perkembangan fisik keruangan kota secara horisontal.

3. Pola perkembangan fisik keruangan kota adalah adalah bentuk perkembangan

fisik keruangan kota secara horisontal, seperti perkembangan konsentris

(concentric development! low density continous development), perkembangan

memanjang (ribbon development! linier development! axial development) dan

perkembangan yang melompat (leep frog development! checkerboard

development).

2.7. Kerangka Teori

Kota dari waktu ke waktu terns mengalami perkembangan, akibat

pertambahan penduduk dan aktivitas untuk menunjang kehidupan yang tetjadi di

dalarnnya. Kondisi ini mengakibatkan meningkatnya kebutuhan terhadap ruang

kekotaan untuk menampung kehidupan dan aktivitas kota.

Kebutuhan akan ruang, menyebabkan terjadi pertumbuhan kota baik

secara vertikal, memampat atau lateral/ horisontal menjauhi pusat kota.

Kenyataan di negara berkembang, termasuk Indonesia, pertwnbuhan kota

cenderung memanjang/ horisontal, yang disebabkan antara lain oleh masih

tersedia cukup lahan di pinggiran kota, tersedia transportasi yang memadai dan

rendahnya harga tanah di pinggiran kota. Proses perkembangan fisik kota secara

horisontal tercermin dari ekspresi keruangan pertumbuhan kota seperti berbentuk


35

konsentris, linier atau melompat, dengan berbagai vanast bentuk ekspresi

keruangannya.

Berbagai faktor mempengaruhi perkembangan kota, baik itu fak1or fisik,

maupun non fisik dan manusia adalah kunci utama perkembangan kota. Faktor-

faktor tersebut dapat berupa kekuatan centrifugal dan sentripetal yang secara

simultan mempengaruhi perkembangan kota.

Dugaan faktor pengaruh yang mempengaruhi perkembangan kota dapat

dikelompokan menjadi dua bagian yaitu :

1. Faktor Fisik, terdiri dari kondisi fisik wilayah, jaringan jalan, aksesibilitas,

fasilitas kota danjaringan utilitas kota.

Faktor kondisi fisik wilayah berkaitan dengan kondisi topografi dan

hidrologi kota; faktor jaringan jalan berkaitan dengan perkembangan

panjang jalan; faktor aksesibilitas berhubungan dengan kemudahan suatu

tempat dicapai dari tempat lain yang dapat dilihat dari bertambahnya rute

transportasi umum dan perkembangan jumlah kendaraan umum; faktor

fasilitas kota berhubungan dengan fungsi kota dan jenis sarana prasarana

perkotaan yang ada, seperti prasarana ekonomi, sosial dan jasa; sedangkan

faktor utilitas kota berhubungan dengan sebaran pelayanan jaringan listrik

dan air bersih.

2. Faktor Non fisik, terdiri dari kondisi perekonomian kota, harga tanah,

kondisi sosial kependudukan, rencana kota/ kebijakan pembangunan dan

sejarah kota.
36

Kondisi perekonomian kota berhubungan dengan aktivitas masyarakat.

Sejalan dengan dengan peningkatan fungsi pelayanan maupun penduduk

kota maka dibutuhkan lahan untuk menampllilg aktivitas kota. Kebutuhan

akan lahan dipengaruhi pula oleh harga tanah sehingga tempat-tempat di

pinggiran kota yang harga tanahnya murah menjadi pilihan dan sekaligus

merupakan kekuatan sentrifugal yang mendorong perkembangan kota ke

arah luar. Selain itu kebijakan pemerintah kota dan Jatar sejarah kota dapat

menjadi faktor Wltuk mengarahkan perkembangan kota.

Faktor-faktor pengaruh tersebut dilihat dalam beberapa periode waktu, ,sehingga

didapat faktor yang tetjadi secara menerus (long period) atau tidak menerus/

sesaat (situasional).

Perkembangan fisik keruangan Pusat Kota Ambon dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya ditemukan dalam penelitian ini dengan melihat kenyataan di

lapangan. Gambaran kerangka penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.


37

SISTEM KEGIA TAN


MAN USIA

PERI ODE PERIODE PERI ODE PERI ODE


I II Ill n

ARAHDAN ARAHDAN ARAHDAN ARAHDAN


POLA POLA POLA POLA
SPASIAL A SPASIAL 8 SPASIAL C SPASIAL n

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


PERKEMBANGAN FISIK KERUANGAN KOT A
( SETJAP PERIODE
)
(FAKTOR MENERUS DAN TIDAK MENERUS)

FISIK: NON FISIK:


a. Kondisi Fisik Wilayah a. Perekonomian Kota
b. Jaringan Jalan b. Harga Tanah
c. Aksesibilitas c. Sosial Kependudukan
d. Fasilitas Kota d. Kebijakan
e. Jaringan Utilitas Kota Pembangunan Kota
e. Sejarah Kota

ARAHPERKEMBANGAN~~~--~
DAN POLA FISIK ""
KERUANGAN KOTA
(EMPIRI)

Gambar 4. Kerangka Penelitian.


BABIII

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deduktif dengan menggunakan metode

kualitatif (eksploratif). Urutan metode penelitian dimulai dari pendekatan

penelitian, batasan penelitian, wilayah penelitian, prosedur penelitian, materi dan

alat penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data serta parameter,

variabel dan indikator penelitian.

3. 1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deduktif kualitatif, sehingga merupakan

pendekatan rasionalistik yang eksploratif Metoda eksploratif berusaha untuk

menjelaskan hasil penelitian secara konseptual. Menurut Glaser dan Strauss dalam

Salim (2001), penelitian dengan menggunakan metode tersebut hams melalui 5

fase yaitu : (1) melakukan pembuatan design penelitian; (2) pengumpulan data-

data yang berhubungan dengan topik penelitian; (3) penyusunan datal dapat

dibuat melalui tabel - tabel; (4) Melakukan analisis data; dan (5) melakukan

pembandingan dengan literatur.

Pelaksanaan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode pengamatan

rasionalistik yang eksploratif ditekankan pada hasil pengamatan lapangan,

wawancara dan data sekunder. Hal ini dilakukan melalui suatu rangkaian kajian

secara logis (rasional) dan eksploratif terhadap parameter, variabel dan indikator

38
39

penelitian sesuai data-data yang diperoleh dari hasil pengamatan lapangan,

wawancara dan data sekunder.

3. 2. Batasan Penelitian

Batasan penelitian difokuskan pada perkembangan fisik kota (perubahan

spasial kota) khususnya Kawasan Pusat Kota Ambon yang disebabkan oleh

perubahan fungsi laban akibat kegiatan manusia dari laban non terbangun menjadi

lahan terbangun, yang ditekankaan pada perkembangan secara horisontal.

Perubahan tersebut akan ditinjau berdasarkan perolehan data sebelum tahllll 1970

dan setelah tahllll I 970 sampai 2002. Selain itu juga dilihat faktor-faktor yang

mempengaruhi perubahan lahan pada masing-masing periode.

3. 3. Wilayah Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kota Ambon, Propinsi Maluku pada Kawasan

Pusat Kota Ambon. Kawasan Pusat Kota Ambon adalah wilayah perkotaan Kota

Ambon, merupakan bagian dari kecamatan Sirimau dan Nusaniwe yang

melingkupi 21 kelurahanl desa. Gambaran lokasi penelitian dapat dilihat pada

Gambar 5.

3. 4. Prosed or Penelitian

Prosedur penelitian meliputi tahap persiapan dan tahap pelaksanaan,

sebagai berikut:
40

Gambar 5. Lokasi Penelitian

3.4.1. Tahap Persiapan

a. Tabap paling awal adalah melakukan observasi pendahuluan untuk

memperoleh "potret awal", berdasarkan data-data sekunder, yang dapat

mendiskripsikan secara singkat kondisi lapangan, kecenderungan yang terjadi

untuk menyusun Jatar belakang permasalahan (justi.fikasi problem area).

b. Mempelajari konsep-konsep yang berkaitan dengan konsep tata ruang dan

perkembangan fisik kota.

c. Merumuskan kerangka teoritis, sebagai dasar untuk melakukan verifikasi di

lapangan.

d. Merumuskan metode penelitian, parameter, variabel dan indikator penelitian.

e. Membuat model analisis yang akan digunakan untuk menggambarkan

variabel-variabel terpilih dan keterkaitan antar variabel tersebut.


41

3.4.2. Tahap Pelaksanaan.

a. Mengumpulkan dan mempelajari data sekunder dan peta-peta dari instansi

terkait.

b. Mengumpulkan data pnmer di lapangan dengan observasi lapangan,

pencatatan dan penggambaran kondisi empiris keadaan fisik kota. Selain in1

juga melakukan wawancara berdasarkan panduan daftar pertanyaan untuk

memperoleh informasi tentang fukt:or-faktor yang mempengaruhi

perkembangan kota. Responden terkait dengan individu pelaksana aktivitas

(pemilik rumah), tokoh masyarakat dan aparatur pemerintah terkait di tingkat

Desai Kelurahan, Kecamatan, Kota dan Propinsi.

c. Melakukan analisis terhadap data primer dan sekunder, yaitu analisis pola

perkembangan fisik kota dan mengklarifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi perkembangan kota, dilakukan dengan mempelajari data-data

yang ada, dipetakan secara time series, sebagai serial reconstruction map dan

didelianisi porses perambatan spasial dari waktu ke waktu.

d. Melakukan intrepretasi dan penjelasan atas perkembangan fisik kota yang

terjadi.

e. Menyusun kesimpulan dan rekomendasi penelitian.

3. 5. Materi dan Alat Penelitian

Materi penelitian yang digunakan dalam rangka mendukung penelitian

dilapangan adalah berupa :


42

1. Foto Udara Kawasan Pusat Kota Ambon Tahtm 1985 dan 2002.

2. Peta tata guna tanah dan karakteristik fisik wilayah.

3. Peta sebaran pemukiman, perdagangan, dan fasilitas umum lainnya.

4. Peta jaringan infrastruktur, seperti jalan dan listrik, air bersih

5. Rencana Kota, Rencana Tata Ruang dan dokumen-dokumen perencanaan kota

yang berhubtmgan.

6. Data-data statistik yang meliputi jumlah penduduk dan fasilitas pelayanan

kota.

7. Sejarah kota Ambon.

Materi-materi tersebut dikumpulkan di lapangan melalui instansi-intansi

terkait seperti : BAPPEDA, Dinas Tata Kota, Badan Pertanahan Nasional (BPN),

Badan Pusat Statistik, Kantor Camat, PLN, PDAM, Dinas Pekerjaan Umum,

Kantor Walikota dan Perpustakaan Nasional Propinsi Maluku. Selain itu juga

dilakukan wawancara kepada beberapa tokoh masyarakat mauptm pemerintah

yang mengetahui tentang perkembangan kota Ambon.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini, berupa alat tulis, kertas, tape

recorder, tustel, log book dan komputer.

3. 6. Teknik Pengumpulan Data

3.6.1. Pengumpulan Data Sekunder

Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan adalah data-data sekunder

dan berupa pustaka-pustaka yang berhubungan dengan topik penelitian, antara

lain peta topografi, peta penggunan lahan, peta jaringan prasarana jalan, listrik dan
43

air bersih, data sejarah Kota Ambon, data Kota dan Kecamatan Dalam Angka,

data-data monografi desal kelurahan, serta dokumen-dokmnen lain yang berkaitan

dengan pembangunan kota Ambon.

3.6.2. Pengumpulan Data Primer

Untuk melengkapi dan memudahkan analisa maka dilakukan pengamatan

lapangan dan wawancara dengan pada tokoh- tokoh pemerintah dan masyarakat

yang mengetahui tentang perkembangan Kota Ambon. Wawancara dilakukan

berdasarkan panduan daftar pertanyaan (Jist (~{question).

Pengamatan lapangan dilakukan dengan observasi lebih detail tentang

perkembangan kota, dengan melakukan klarifikasi luas dan arah perkembangan

kota. Unit amatan adalah 21 kelurahan/ desa yang berada di Kwasan Pusat Kota

Ambon. Sedangkan wawancara dilakukan untuk menelusuri perambatan dan arah

perkembangan kota serta faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kota.

3. 7. Teknik Analisis Data

3.7.1. Analisis Pola Perkembangan Kota

Untuk menganalisis perkembangan atau perubahan fisik kota Ambon,

digunakan metode kualitatif berdasarkan data-data kuantitatif yang dilengkapi

dengan peta-peta tematis. Data kuantitatif yang ada diolah dan didiskripsikan

secara kualitatif.
44

TEORI DAN KONSEP PERKEMBANGAN


FISIKKOTA

····-···········-----········----------·-·-----------------------····-T·--····-----------·······-"-------------·-····----···········-------·····--------------······-······---·········-····------------·-·-------

... ... ... ...


ARAH DAN ARAH DAN ARAH DAN ARAH DAN
POLA POLA POLA POLA
SPASIAL SPASIAL SPASIAL SPASIAL
Periooe 1 Periode 1 Periode 1 Periode 1

• • + • •
OVERLAY
PETA BERTINGKA T

FAKTOR- FAKTOR-
FAKTORYANG ARAH DAN POLA .. FAKTORYANG
MEMPENGARUHI ~ PERKEMBANGAN\ollll
l"'t-----i MEMPENGARUHI
(OVERLAY ASPEK FISIKKOTA (MATRIK ASPEK
FISIK) NON FISIK)

,,
ARAH DAN POLA TEORII
PERKEMBANGAN FISIK ._..........• KONSEP
(EMPffil) (NORMATIF)

Gambar 6. Diagram Alur Analisis Perkembangan Kota.

Teknik analisis memakai teknik serial reconstroction map, yaitu

rekonstruksi berdasarkan basil observasi, wawancara dan data sekunder.

Pemetaan ulang wilayah-wilayah penelitian selama periode perkembangan,

menghasilkan satu seri peta pola perkembangan kota. Selanjutnya dilakukan

tumpang suslUl (overlay) peta periodik tadi secara bertingkat, sehingga didapat
45

pola dan arah perkembangan fisik kota. Dari hasil overlay kemudian dilakukan

diskripsi terhadap pola dan arah perkembangan fisik kota yang teljadi (empiri)

dan diklarifikasi dengan teori (normatif).

Untuk memudahkan analisis, peta seri perkembangan kota ini disesuaikan

dengan wilayah perkotaan sekarang. Dengan demikian beberapa kelurahan yang

secara administratif pemerintahan belum ada pada periode tahun 1940 sampai

I 980, maka dalam peta seri perkembangan kota ini wilayalmya tetap dimasukkan,

dengan mengacu pada luas wilayah yang ada sekarang.

3.7.2 Analisis Faktor Perkembangan Kota.

Analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kota

didasarkan pada hasil wawancara, pengamatan dan data sekunder. Analisis

terhadap faktor-faktor fisik wilayah seperti topografi dan ketersedian sarana

dilakukan dengan overlay peta berdasarkan periode perkembangan. Sedangkan

analisis non fisik, dilakukan berdasarkan basil wawancara.

Tabel 3. Matriks Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


Perkembangan Fisik Kota

I Faktor Pengamh Periode/ Tahun Temuan Faktor FaktorTdk


1 2 3 4 5 Empiris Men ems Men ems
Non Fisik dan A A A A A A A
Faktor Non Fisik 8 c c c 8 8 c
c D D E c c E
E E E F D D 8
H G F G E E D
H I H ·-------
F -
F
--------- ------
F
I I G G
H H
I I
46

Analisis ini akan dilakukan melalui pentahapan sesuai periode

perkembangan. Faktor-faktor yang mempengaruhi piliban lokasi kegiatan manusia

yang mengarahkan perkembangan kota ini ditabulasi dalam setiap tabap,

kemudian dikompilasi untuk keseluruban tahap yang ditampilkan dalam matrik

(Tabel 3), sebingga diperoleb faktor-faktor yang mempengarubi perkembangan

kota berdasarkan temuan empiris. Selanjutnya dilakukan telaah untuk faktor-

faktor yang bersifat menerus dalam jangka panjang (continuous! long period) dan

faktor-faktor yang tidak bersifat menerus (discontinuous/ situational) selama

periode perkembangan.

3.8 Parameter, Variabel dan lndikator Penelitian

Parameter, variabel dan indikator penelitian ini berkaitan dengan

perkembangan atau perubahan fisik kota, yang mempengaruhi pilihan lokasi

aktivitas manusia, terutama lokasi permukiman di Kawasan Pusat Kota Ambon

dan sekitamya. Variabel, paramater dan indikator penelitian dapat dilibat pada

Tabel4.

3.9 Sintesis Hasil Penelitian

Sintesis terbadap basil penelitian dilakukan melalui analisis terbadap arab

perkembangan, pola fisik keruangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi

pembentukannya. Analisis terbadap arab perkembangan dan pola fisik keruangan

dilakukan dengan overlay peta area terbangun pusat Kota Ambon setiap periode

secara bertingkat, sehingga dapat diketahui arab perkembangan dan pola fisik
47

keruangan pusat kota. Berdasarkan hasil overlay peta, dihitung pula luas

perubahan penggunaan lahan dan luas perubahan area terbangun setiap periode

serta laju perubahannya yang ditabulasikan ke dalam tabel. Berdasarkan data luas

dan laju perubahan tersebut, ditemukan periode perkembangan dan lokasi yang

mempunyai perubahan laju perkembangan fisik keruangan yang cepat atau

lambat, yang sekaligus menentukan arah perkembangan dan pola fisik keruangan

Pusat Kota Ambon.

Sintesis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan arah

perkembangan dan pola fisik keruangan Pusat Kota Ambon dilakukan dengan

overlay peta maupun dengan analisis data sekunder dan hasil wawancara. Analisis

overlay peta adalah overlay antara peta area terbangun pusat kota dengan peta

kondisi fisik wilayah, peta jaringan jalan, peta jaringan utilitas, peta sebaran

fasilitas, peta harga tanah, peta status tanah dan peta rencana pemerintah kota.

Peta-peta tersebut dioverlay setiap periode, sehingga didapatkan faktor-faktor

yang mempengaruhi perkembangan fisik kemangan pada masing-masing periode.

Sedangkan sintesis terhadap faktor non fisik seperti kondisi perekonomian kota,

sosial kependudukan, sejarab kota dan kondisi keamanan dilakukan dengan

analisis data sekunder dan basil wawancara. Berdasarkan arah perkembangan dan

pola fisik kemangan kota yang teJjadi, dilakukan konfirmasi dengan basil

wawancara dan data sekunder sebingga didapat faktor-faktor non fisik yang

mempengarubi perkembangan fisik kemangan pada masing-masing peri ode.

Kesemua faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik keruangan kota

tersebut ditabulasikan dalam matriks faktor perkembangan, sehingga didapatkan


48

faktor-faktor pengaruh yang teljadi secara menerus setiap periode atau teljadi

pada beberapa periode dan sesaat saja. Berdasarkan hasil penelitian ini, selain

faktor pengaruh sesuai kerangka teori, maka didapatkan pula beberapa faktor

lokal (empiri) yang mempengaruhi perkembangan fisik pusat kota Ambon.

Setiap basil sintesis ini dibandingkan dengan teori sehingga diketahui

apakah penelitian ini mendukung atau tidak mendukung terhadap teori-teori yang

digunakan. Sedangkan jika didapat hasil analisis yang tidak dibahas dalam

kerangka teori, maka hal ini dianggap sebagai temuan penelitian.


TABEL4. PARAMETER, VARIABEL, INDIKATOR, TOLAK UKUR DAN SUMBER DATA PENELITIAN

NO. PARAMETER VARIABEL INDIKATOR TOLAK SUMBER


UKUR DATA

1 Pola dan Arah Aspek Fisik a. Penggunaan Lahan Luas (Ha) Peta Penggunaan Lahan,
Perkembangan Foto Udara, Wawancara
Fisik Kota b. Area Terbangun Kota Luas (Ha) Peta Penggunaan Lahan, I

Foto Udara, Wawancara


c. Arah Perambatan Arah, Lokasi Peta Penggunaan Lahan,
Perkembangan Perkembangan Foto Udara, Wawancara

2 Fal1or-Fal1or a. Aspek Fisik a. Karal1eristik Fisik Kemiringan Lereng Peta Topografi


Yang Mempengaruhi Wilayah Kondisi Hidrologi Peta Tata Air
I
Perkembangan Fisik b. Jaringan Jalan Panjang Jalan (m 2) Peta Jaringan Jalan I

Kota c. Aksesibilitas - Data Jumlah Kendaraan dan


Trayek Angkutan Umum,
Wawancara
d. Fasilitas Kota Sebaran fasilitas Data dan Peta Sebaran
(Unit) Fasilitas Ekonomi, Sosial, I

Jasa Perkantoran,
Wawancara :
e. Utilitas Kota Jumlah Pelanggan Data dan Peta Sebaran
(KK) Jaringan Listrik dan Air
Bersih, Wawancara

b. Aspek Non Fisik a. Perekonomian Kota - Data PDRB, Data Ekonomi


dan Perdagangan
b. Nilai Tanah Harga per m2 Peta Harga Tanah,
Wawancara
c. Kondisi Kependudukan Jumlah penduduk Data Keadaan Penduduk
d. Kebijakan Pemerintah - Rencanil Tata Ruang Kota, ~
Kota Wawancara \C)

e. Sejarah Kota - lnformasi Sejarah Kota, I


I
I

Wawancara I
"BAB IV

GAMBARAN UMUM WILA YAH PENELITIAN

Gambaran umum wilayah penelitian bertujuan untuk memberikan gambaran

kondisi Kota Ambon umumnya dan Kawasan Pusat Kota khususnya ditinjau dari

sejarah kota, kondisi fisik wilayah, kondisi kependudukan, kondisi perekonomian

kota, sistem transportasi dan kondisi fasilitas serta utilitas kota yang berhubungan

dengan penelitian. Hal ini nantinya berguna dalam melakukan pembahasan

tentang pola perkembangan fisik kota dan faktor-faktor yang mempengaruhi

perkembangan fisik Pusat Kota Ambon.

4.1. Sejarah Kota Ambon

Sejarah Kota Ambon, menyajikan keadaan kota Ambon dari masa

pembentukan kota pada abad ke-16 sampai dengan masa kemerdekaan dalam

Republik Indonesia. Sumber penulisan bagian ini sebagian besar mengacu pada

buku Sejarah Kota Ambon terbitan tahun 2003, yang disusun oleh Tim Penyusun

Sejarah Kota Ambon.

4.1.1. Kota Ambon pada Masa Pendudukan Portugis, 1576-1605

Kota Ambon dibangun pada abad ke-16 oleh Bangsa Portugis. Fungsi

Kota pada waktu itu adalah kota pertahanan Bangsa Portugis terhadap serangan

50
51

dari Kesultanan Temate dan Negeri-Negeri 1 disekitarnya seperti Hoamoal, Hitu

dan Banda, sebagai upaya Portugis untuk menguasai perdagangan cengkeh. Cikal

bakal berdiri kota adalah ketika dibangun benteng pertahanan di pesisir pantai

Honipopu di jasirah Leitimur pada tahun 1576. Penduduk pulau Ambon

menamakannya "Kola Laha" yang berarti benteng ( "kota ") di teluk ("/aha").

Pada awalnya lokasi benteng di pantai Honipopu adalah kawasan rawa-

rawa yang ditumbuhi pohon sagu yang lebat yang termasuk dalam Petuanan2

Negeri Soya. Ketika benteng dibangun, bangsa Portugis menggunakan tenaga

kerja dari penduduk desa-desa adat yang ada di Pulau Ambon yaitu Hatiwe,

Tawiri, Soya, Kilang, Ema, Halong Baguala, Nusaniwe dan Urimesing. Penduduk

desa-desa tadi ditempatkan di sekitar benteng, yang selain berfungsi sebagai

tenaga ketja juga membantu Portugis mel awan musuh.

Pada akhir abad ke-16 jumlah penduduk Kota Ambon adalah sekitar 1.500

jiwa. Rumah-rumah yang ada tidak lebih dari 500 unit, dibangun di sepanjang

pantai yang membentang di sebelah barat, timur dan selatan benteng Portugis

tersebut. Rumah-rumah ini terbuat dari bahan-bahan lokal, tidak tertata dan tanpa

jalan-jalan yang teratur. Namun secara berangsur-angsur muncul juga suatu pola

permukiman yang terdiri dari empat kelompok masyarakat yang terpisah satu

sama lainnya, yaitu: (I) permukiman orang-orang Portugis, yang pada akhir a bad

ke-16 diperkirakan sekitar 90 rumah, (2) permukiman Mardika 3, yang terletak di

sebelah timur benteng, (3) permukiman penduduk yang berasal dari berbagai

1 Desa-Desa Adat yang telah ada di Maluku sebelum masuknya imprerium barat Desa-desa ini
mempunyai wilayah kekuasaan sendiri yang disebut Petuanan.
2 Wilayah kekuasaan Negeri.
3 Kelompok masyarakat yang berasal dari budak-budak yang telah dibebaskan oleh Portugis. Di
Batavia dikenal sebagai Mardijkers (Juningsih, 1996).
52

negeri di Pulau Ambon seperti penduduk Hatiwe, Tawiri, Nusaniwe, Urimesing,

Waai dan Soya. Permukiman ini terdiri dari sekitar 100 rumah yang san gat

sederhana, dan (4) Permukiman para misionaris4 bersama para pengikut dan

pekerjanya. Di sekitar permukiman itu, para misionaris mengusahakan

perkebunan untuk memproduksi bahan makanan. Sedangkan fasilitas kota yang

ada saat itu adalah 4 buah gereja dan sebuah rumah sakit yang dikelola oleh para

misionaris, sebuah balai pertemuan dan pelabuhan laut yang terletak di sebelah

utara benteng.

Pada segi pemerintahan, kota Ambon tidak mempunyai pemerintaban

sendiri, karena kota adalah pelengkap dari benteng. Oleh karena itu pemerintah

Portugis juga mengurus masalah-masalah yang menyangkut penduduk kota. Luas

fungsional kota pada masa Portugis berada dalam batas-batas yang membentang

dari barat ke timur yaitu dari sungai Wai Batu Gajah sampai Wai Tomu, dengan

batas selatan melalui jalan-jalan yang kini bemama jalan Said Perintah, jalan

Kapitan Ulupaha danjalan Benteng Kapaha.

4.1.2. Kota Ambon pada Masa Pendudukan Belanda, 1605-1942

(1) Kota Pemerintaban dan Perdagangan.

Sebagai kota kolonial yang dirintis oleh bangsa Portugis, pada zaman

VOC dan Hindia Belanda, Kota Ambon berkembang sebagai kota pemerintahan

(wadah kekuasaan) dan kota perdagangan. Pada tahun 1605, VOC membentuk

pemerintahan yaitu "Gouvemement van Ambonia ", meliputi wilayah yang pemah

4 Para penyebar agarna Kristen Katolik.


53

berada di bawah kekuasaan Portugis di Pulau Ambon dan Pulau Lease dengan

berkedudukan di Kota Ambon. Tahun 1818, tiga "gouvemement" yang dari

zaman VOC yaitu Ambon, Temate dan Banda disatukan menjadi "Gouvemement

der Molukken" yang berkedudukan di Kota Ambon. Tahun 1866, "Gouvemement

der Molukken" dihapus dan dibentuk dua Keresidenan yaitu Keresidenan Temate

dan Keresidenan Ambon. Keresidenan Ambon meliputi wilayah Ambon dan

Banda, dengan pusat Keresidenan di Kota Ambon. Keadaan ini dipertahankan

dalam reorganisasi pada tahun 1925 ketika kedua keresidenan tersebut

digabungkan kembali menjadi "Gouvernement der Molukken" yang

berkedudukan di Kota Ambon. Lokasi pemerintahan berada di Benteng "Kota

Laha" yang oleh Pemerintah Belanda disebut sebagai Benteng "Nieuw Victoria".

Sebagai pusat Pemerintahan Hindia Belanda atau kota kolonial, kota Ambon juga

merupakan pusat administrasi yang mencakup suatu masyarakat yang terdiri atas

negeri-negeri yang masing-masing berdiri sendiri dan tidak memiliki organisasi

supra-desa yang berarti kecuali Uli 5.

Kota Ambon juga merupakan kota perdagangan, terutama pada abad ke 17

sampai 19. Sebagai pusat perdagangan yang dibangun VOC sejak tahun 1619,

kota Ambon merupakan salah satu mata rantai dari suatu sistem perdagangan

Nusantara yang berpusat di Batavia, yang secara hirarki merupakan mata rantai

perdagangan intemasional yang berpusat di Amsterdam. Komoditi perdagangan

adalah cengkeh, karena kota Ambon berfungsi sebagai pusat pengumpulan

cengkeh dari pulau Ambon, Haruku, Saparua, Nusalaut dan pulau-pulau lain di

5 Kesatuan beberapa negeri maupun anak des~ baik secara wilayah maupun sosial politik.
54

Maluku Tengah. Dalam hal ini kota Ambon merupakan bagian integral dari sistem

pertanian di pedesaan (Negeri-Negeri) yang rakyatnya diharuskan mengusahakan

perkebunan cengkeh, terkait dengan monopoli perdagangan cengkeh yang

dilakukan Belanda. Namun pada tahun 1817, Kota Ambon sebagai kota

pelabuhan karena perdagangan mulai mengalami kemunduran (Juningsih, 1996).

Dari masa VOC sampai awal abad ke 20, batas-batas alamiah Kota Ambon

adalah sungai Wai Batu Merah di sebelah timur dan Wai Batu Gajah di sebelah

barat. Sedangkan batas selatan adalah kaki pengunungan Soya dan batas utara

adalah laut Teluk Ambon. Batasan alamiah kota Ambon ini kemudian dikuatkan

dengan aturan hukum yang didasari pada Surat Keputusan Gubemur Jenderal

Hindia Belanda Nomor 6 Tahun 1888 tanggal 16 Mei 1888 (Staatsblad Nomor 91

Tahun 1888). Dengan aturan tersebut, luas wilayah kota Ambon adalah 4,02 km 2.

Sehubungan dengan fungsi kota sebagai kota pemerintahan dan

perdagangan, maka di kota Ambon terdapat prasarana pendukung seperti jalan,

pasar, pelabuhan, kantor Gubemur Jenderal dan permukiman, baik untuk pegawai

pemerintah Belanda, masyarakat pendatru1g dari luar Ambon maupun penduduk

asli. Saat itu mulai teljadi percampuran permukiman penduduk, sehingga pada

pertengahan abad ke-19 jarang dijumpai pengelompokan permukiman penduduk

menurut warga negara atau asal usul.

Mengacu pada fungsi kota sebagai kota pemerintahan dan perdagangan,

maka kawasan benteng Nieuw Victoria, pelabuhan laut dan pertokoan yang

letaknya berdekatan di pantai Honipopu merupakan kawasan pusat kegiatan

masyarakat, sedangkan perkantoran dan fasilitas sosial tumbuh di sepanjangjalan-


55

jalan utama. Permukiman tumbuh disepanjang pusat kegiatan m1, sehingga

struktur kota Ambon saat itu berbentuk konsentris.

(2) Kondisi Kependudukan

Berdasarkan perhitungan penduduk yang dilakukan VOC dalam tahun

1694, jumlah penduduk kota Ambon adalah 4.487 jiwa, terdiri dari penduduk

lokal 274 jiwa (6,1%) dan penduduk pendatang 4.213 jiwa (93.9%). Penduduk

pendatang terdiri dari pegawai dan tentara VOC (4%), warga kota asal Belanda

(25%), warga kota asal China (15%) dan warga inlander, yaitu para pendatang

dari berbagai tempat di Nusantara (50%). Dengan perbandingan demikian, Dr.

Knaap (dalam Sejarah Kota Ambon, 2003) menyebutkan kota Ambon sebagai

kota pendatang (city ofmigrants).

Jumlah dan komposisi penduduk menurut asal usul pada tahun 1930

mengalami perubahan yang nyata jika dibandingkan keadaan pada akhir abad

ke-17. Berdasarkan sensus penduduk talnm 1930, penduduk kota Ambon

berjumlah 17.333 jiwa. Dari jumlah itu yang tergolong penduduk lokal (dari Pulau

Ambon dan sekitarnya) adalah 13.609 jiwa (78,5%), penduduk asal Belanda

sebanyak 2.050 jiwa (11 ,8%), penduduk asal China sebanyak 924 jiwa (5,3%) dan

penduduk asal Arab sebanyak 750 jiwa (4,3%). Dengan demikian warga kota

mayoritas adalah penduduk lokal dari Pulau Ambon dan daerah-daerah di

Maluku.
56

(3) Kegiatan Pembangunan Kota

Bentuk fisik kota yang ada seslUlgguhnya melanjutkan apa yang sudah

dirintis pada masa pendudukan Portugis. Pembangunan fisik kota, terutama

pennukiman dan jalan-jalan utama dalam kota, selesai dibangllil dalam sepanjang

abad ke 17. Mesk.ipun tidak dikenal suatu rencana kota yang dapat dijadikan

pedoman Wltuk membangun aspek fisik kota, namlUl terdapat suatu keberlanjutan

dari awal abad ke-17 sehingga akhirnya menghasilkan suatu bentuk fisik kota

yang sangat efisien untuk zaman itu. Bentuk fisik kota yang terbentuk sepanjang

abad ke-17, menunjukkan bahwa para Gubernur VOC yang berkuasa di Ambon

dalam abad tersebut secara sistimatis melanjutkan pekerjaan pendahullUlya. Hal

ini dimungkinkan karena setiap Gubernur yang meletakkan jabatan diharuskan

menuliskan sebuah "Memori Serah Terima Jabatan" yang menjadi pedoman

penggantinya untuk melanjutkan pembangunan.

Pembangllilan fisik kota yang sistimatis itu dimungkinkan juga karena

sejak tahun 1644, Gubernur Gerrad Demmer mengangkat seorang

"Rooymeester"6 untuk mengawasi pembangunan bangunan-bangunan dalam kota.

Rooymeester adalah seorang pegawai VOC yang ditugasi untuk menentukan

dimana rumah tertentu boleh dibangun, bagaimana bentuknya serta bagaimana

pagar-pagarnya. Rooymeester juga mengawasi pemeliharaan selokan-selokan

yang digali di kiri dan kanan jalan-jalan dalarn kota serta menjaga kebersihan dan

ketertiban kota dengan memberikan aturan bagi penduduk kota untuk:

(a) membuang sampah di tempat-tempat yang telah ditentukan, (b) tidak

6 Semacam petugas/ dinas tala kota pada masa sekarang.


57

membiarkan binatang pe1iharaan berkeliaran di jalan-jalan, (c) tidak

diperbolehkan menyuling tuak di dalam rumah dan (d) setiap rumah hams

memiliki sejumlah tabung bambu yang senantiasa berisi air agar dapat digunakan

segera pada saat kebakaran.

Ketika jurnlah penduduk kota semakin meningkat maka pada tahun 1666,

VOC membagi Kota Ambon dalam empat "wijk"7 yang masing-masing dipimpin

oleh "Wijkmeester" yang bertanggung jawab kepada Rooymeester. Dalam masa

VOC para Wijkmeester dipilih dari warga kota berkebangsaan Belanda yang

terpandang dan bertugas menjalankan pekerjaan Rooymeester di wilayahnya,

kecuali untuk memberikan izin mendrikan rumah dan gedung.

Jaringan jalan utama dalam kota selesai dibangun dalam sepanjang abad

ke-17. Jaringan jalan tersebut adalah sebuah jalan yang setengah melingkar

mengelilingi kota di bagian selatan yang saat ini dikena1 sebagai jalan Rijali dan

jalan A Yani. Selain itu terdapat 3 ruas jalan yang membujur dari Selatan ke Utara

dan 6 ruas jalan yang melintang dari barat ke timur, sehingga pola jalan berbentuk

grid. Jalan-jalan utama dengan pola tersebut, bertahan sampai sekarang dan

merupakan jalan utama di Pusat Kota Ambon. Permukiman, kantor dan fasilitas

urn urn seperti pasar, toko dan gereja terletak pada tepi ruas-ruas jalan tersebut.

Pada awal abad ke-20, ketika Pemerintah Hindia Belanda melaksanakan

Politik Etika, terjadi beberapa perubahan yang mendasar pada kondisi sosial dan

fisik di Kota Ambon. Sampai tahun 1930, terdapat 10 sekolah milik pemerintah,

1 Semacam rayon wilayah administrasi


58

yaitu 3 sekolah ELS 8 (Europeesche Lagere School), 3 sekolah HIS9 (Hollandsch

Inlandsche School), 2 sekolah Tweedeschoo/ 10 , 1 sekolah MUL0 11 , 1 sekolah

Kweekschool 12 dan 1 sekolah STOVIL 13 . Selain itu terdapat pula 6 sekolah yang

dikelola oleh pihak swasta, yaitu 4 sekolah HIS yang bemuansa Islam, 1 sekolah

Chineseschool untuk masyarakat China dan 1 sekolah Schake/schoo/ yaitu

sekolah peralihan yang memungkinkan murid dari sekolah-sekolah swasta pindah

ke sekolah pemerintah.

Untuk menjalankan desentralisasi yang merupakan bagian dari Politik

Etik, pada tahun 1921 dibentuk "Ambonraad" yaitu Dewan Kota dan

"Gemeenteraad" yaitu Dewan Kota Praja, seperti DPRD Kota pada masa

sekarang. Gemeenteraad berwenang membicarakan dan memutuskan hal yang

menyangkut pembangunan jalan-jalan dalam kota, penerangan rumah dan jalan,

sampah, air bersih, masalah kebakaran, "kampongverbetering" (perbaikan

kampung) dan pajak yang ditarik dari warga kota. Keputusan-keputusan yang

diambil oleh Gemeenteraad harus dilaksanakan oleh Asisten Residen Ambon.

Untuk kelancaran pekeijaan, kota Ambon dibagi menjadi 6 wijk (dalam masa

VOC hanya 4 wijk), yang masing-masing dipimpin oleh Wij/aneester.

Pembangunan fisik yang dilaksanakan pada masa ini adalah perbaikan

semua jalan-jalan di pusat kota dan pembangunan jalan baru yang

menghubungkan kota Ambon dengan negeri-negeri di sekitar Pulau Ambon yaitu

8 Sekolah Dasar berbahasa Belanda Wltuk warga Belanda/ Eropa


9 Sekolah Dasar berbahasa Belanda Wltuk warga pribumi.
10 Sekolah Dasar berbahasa Melayu.
11 Sekolah Menengah Pertarna
12 Sekolah Pendidikan Guru
13 Sekolah Guru Agama Kristen
59

jalan dari Passo ke Waai dan jalan dari Passo ke Hitu. Sedangkan penerangan

listrik di kota Ambon dilakukan oleh sebuah perusahan swasta yang bemama

Electrische Maatschapij Ambon (Perusahan Listrik Ambon). Untuk menyediakan

penerangan rumah dan jalan, pada tahun 1928 Gemeenteraad mengharuskan

pemerintah membuat kontrak dengan perusahan swasta tersebut. Karena itu mulai

tahun 1929, rumah-rumah di kota Ambon sudah dapat merrikmati penerangan

listrik, namun hanya pada malam hari.

Mengenai masalah sampah, Gemeenteraad membuat keputusan bahwa

sampah harus dibuang ke tempat yang tidak merusak lingkungan. Karena itu

ditentukan bahwa sampah kota akan dikumpulkan dengan gerobak-gerobak yang

ditarik oleh sapi. Pusat pembuangan akhir sampah adalah di tepi pantai dekat

Taman Valentijn (sekarang pantai Pasar Lama) yang kemudian akan ditimbun

dengan pasir laut.

Air bersih di Kota Ambon telah ada sejak talmn 1928 yang bersumber

pada mata air Air-Keluar di Kusu-Kusu Sereh, Desa Urimesing. Jaringan air dari

mata air ini ditampung di Batu Gantung. Selanjutnya sejak tahun 1930· dibangun

saluran-saluran air ke berbagai wilayah dalam kota untuk dikonsumsi oleh warga

kota. Sedangkan untuk mencegah kebakaran, atas anjuran Gemeenteraad,

pemerintah membeli sejumlah penyemprot air yang digerakkan secara manual.

Perbaikan kampung juga dilaksanakan di Kota Ambon. Sampai tahun

1927 telah dibenahi kawasan-kawasan Halong dan Soya Kecil. Kemudian hingga

tahun 1930, kampung-kampung yang berhasil dibenahi adalah Tanah Tinggi,

Valentijn Noort, Pohon Puleh, Hatiwe dan Waihaong.


60

4.1.3. Kota Ambon Pada Masa Pendudukan Jepang, 1942 -1945

Jepang memulai pendudukannya di kota Ambon pada permulaan tahun

1942 dengan pendataran yang dilakukan oleh Devisi 38 Tentara Jepang.

Pendudukan Jepang selama tiga setengah tahun mengubah seluruh struktur

masyarakat yang dibina oleh Belanda.

Secara fisik, kota Ambon yang tertata indah di masa Hindia Belanda

mengalami kehancuran yang parah ketika Jepang merebut kota tahun 1942.

Sebagian besar bangunan seperti perkantoran, rumah-rumah ibadat dan

permukiman rakyat mengalami kehancuran meninggalkan puing-puing. Dan

secara fisik tidak ada pembangunan dan penataan kembali kota, karena semua

sumberdaya yang ada dikerahkan untuk membantu Jepang dalam perang. Dalam

keadaan politik, ekonomi, sosial dan fisik kota yang terpuruk, Jepang menyerah

kepada Sekutu pad a tanggal 15 Agustus 1945.

4.1.4. Kota Ambon Pada Masa Kemerdekaan, 1945- Sekarang

Ketika Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945 kota Ambon termasuk

dalam wilayah Propinsi Maluku. Pada masa kemerdekaan ini kota Ambon

mengalami perkembangan kota yang lebih dinamis.

(1) Kondisi Fisik Kota

Ketika Belanda dibawah NICA yang tergabung dalam tentara Sekutu

hendak merebut kembali Kota Ambon pada tahun 1945, tetjadi pengeboman kota

Ambon dari udara, yang mengakibatkan kota mengalami kehancuran yang cukup

besar, dimana hampir dua per tiga bangunan yang ada mengalami kehancuran.
61

Hal yang sama terjadi pula pada tahun 1950 ketika dilakukan penumpasan

Gerakan Republik Maluku Selatan (RMS) yang hendak memisahkan diri dari

Republik Indonesia. Pada masa itu kota Ambon juga mengalami kehancuran,

akibat serangan udara dari Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI). Sisa-sisa

reruntuhan pada waktu pendudukan militer Jepang maupun pengeboman sekutu

talmn 1945 ditambah lagi kerusakan akibat serangan udara APRI untuk melawan

RMS, menyebabkan wajah kota sangat memprihatinkan yaitu sekitar 90% dari

bangunan fisik di kota Ambon mengalami kehancuran.

Sejak awal dekade tahun 1950-an, kota Ambon mulai dibangun kembali,

dengan tumbuhnya permukiman-permukiman serta fasilitas dan utilitas kota untuk

menampung aktivitas warga kota. Pembangunan ini menyebabkan kota

berkembang dinamis, baik dari segi fisik, sosial maupun ekonomi. Namun pada

awal tahun 1999, teijadi kerusuhan sosial di Kota Ambon yang mengakibatkan

kerusakan fisik dan sosial-ekonomi yang cukup luas.

Kerusakan-kerusakan akibat kerusuhan sosial ini tersebar di 3 kecamatan

yang ada di kota Ambon. Menurut data Dinas Sosial Kota Ambon (dalam Sejarah

Kota Ambon, 2003), sampai dengan tahun 2002 terdapat 11.674 unit rumah rakyat

yang hancur dan musnah terbakar; 85 unit gedung-gedung pemerintah seperti

kantor dan rumah dinas yang rusak total dan rusak berat; 376 unit fasilitas

ekonomi seperti toko, ruko, termasuk Pertokoaan Pelita dan Mardika mengalami

rusak total, rusak berat maupun rusak ringan; fasilitas pendidikan berupa 3

Sekolah TK, 24 Sekolah Dasar, 1 SLTP, 1 SMU dan Universitas Pattimura serta

beberapa gedung Universitas Kristen Indonesia Maluku mengalami rusak berat;


62

fasilitas peribadatan berupa 29 gereja dan 74 mesjid dan mushola mengalami

rusak total dan rusak berat; dan 4 puskesmas dan 1 rumah sakit mengalami msak

total dan msak berat.

Menjelang akhir tahun 2002 kondisi keamanan Kota Ambon mulai

berangsur-angsur kondusif. Kondisi keamanan yang kondusif ini memungkinkan

telah dilakukan kegiatan pembangunan, pemerintahan dan kemasyarakatan

dengan lebih lancar. Pada beberapa lokasi permukiman yang hancur telah

dilakukan pembangunan kembali mmah-rumah penduduk, juga pembangunan

beberapa fasilitas sosial dan ekonorni.

(2) Administrasi Pemerintahan Kota

Pada segi administrasi pemerintahan, Kota Ambon termasuk dalam

wilayah Propinsi Maluku sekaligus sebagai tempat kedudukan Pemerintah

Propinsi Maluku. Setelah merdeka hingga tahun 1955, status kota Ambon adalah

sebuah Daerah Administratif dengan sebutan "Gemeente Amboina" dan kepala

pemerintahan bergelar "Burgemeester". Secara administrasi, wilayah kota

Ambon adalah wilayah kota pada masa Hindia Belanda seluas 4,02 km 2, yang

didasari pada Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Nomor 6 Tahun

1888 tanggal 16 Mei 1888 (Staatsblad Nomor 91 Tahtm 1888).

Pada tahun 1955, Kota Ambon diberi status Daerah Otonomi, daerah

yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai Peraturan

Pemerintah Nomor 15 Tahun 1955. Kemudian dengan Undang-Undang Darurat

Nomor 23 Tahun 1957 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Swatantra Tingkat II


63

dalam Wilayah Daerah Swatantra Tingkat I Maluku, Kota Ambon berubah status

menjadi "Kotapraja Ambon" dengan kepala deerah disebut Walikota.

Selanjuthya berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1965

(Lembaran Negara RI Tahun 1965 Nomor 83), Kotapraja Ambon berubah

statusnya menjadi Kotamadya Ambon. Sambil menunggu ditetapkannya

Peraturan Daerah tentang pembentukan Lingkungan di wilayah Kota Ambon,

maka dikeluarkan Surat Keputusan Walikota Nomor: 16/Kpts/1971 tangga1 17

Mei 1971 yang antara Jain membatalkan semua keputusan yang pemah

dikeluarkan menyangkut kesatuan-kesatuan administratif terendah di wilayah

Kotamadya Ambon. Jika pada era sebelumnya kesatuan administratif terendah

disebut Wijk dan pejabatnya disebut W(ikmeester, demikian pula istilah Kampung

yang pejabatnya disebut Kepala Kampung, diganti dengan istilah Lingkungan

dan pejabatnya disebut Kepala Lingkungan. Pada masa itu terdapat 1 kecamatan

yaitu Kecamatan Kota Ambon yang membawahi 6 Lingkungan.

Pada tanggal 12 Juni 1979 dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun

1979 (Lembaran Negara RI Tahun 1979 Nomor 20) tentang Perubahan Batas

Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Ambon, maka Kota Ambon diperluas dari

4,02 Km 2 menjadi 377 Km2 yang meliputi 3 kecamatan dengan 8 Lingkungan dan

23 Negeri (desa adat). Secara administrasi pemerintahan Kota Ambon disebutkan

sebagai Kotamadya Daerah Tingkat II Ambon dan mulai berlaku efektif pada

tahun 1980.

Sebagai penjabaran dari Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1979,

maka Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Keputusan Nom or: 135 Tahun 1981
64

yang antara lain mengatur tentang Penetapan Lingkungan dalam Wilayah

Kotamadya DaerahTingkat II Ambon menjadi Kelurahan. Untuk itu

Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Ambon mengeluarkan Surat Keputusan

Nomor: Kep.l88.45 .68/KMA tanggal I 0 Oktober 1981 yang an tara lain

menetapkan diberlakunya 16 Kelurahan dalam wilayah Kotamadya Daerah

Tingkat II Ambon, sehingga 8 Lingkungan yang ada sebelumnya dinyatakan

dihapus. Sesungguhnya 16 Kelurahan yang bam dibentuk ini merupakan pecahan

wilayah dari 8 Lingkungan yang telah dihapus. Dengan demikian pada tahun 1981

terdapat 16 Kelurahan dan 23 Desa di Kotamadya Ambon. Selanjutnya sejak akhir

tahun 1997 hingga sekarang di wilayah Pemerintahan Kotamadya Daerah Tingkat

II Ambon telah terdapat 20 Kelurahan dan 30 Desa yang tersebar di 3 Kecamatan.

Ketika Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

muncul dan mulai berlaku efektiftahun 2001, nama Kotamadya Daerah Tingkat II

Ambon secara administratifpemerintahan diganti menjadi Kota Ambon.

4.2. Kondisi Fisik Wilayah

4.2.1. Letak Geografis dan Luas

Kota Ambon terletak di Pulau Ambon, Propinsi Maluku yang secara

geografis terletak diantara 3°34'3" sampai 3°49'25" Lintang Selatan dan 128°4'8"

sampai 128°17' 15" Bujur Timur. Wilayah Kota Ambon berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 13 Tahun 1979 diperluas dari 4,02 km 2 menjadi 377 km2.

Berdasarkan hasil Survey Tata Guna Tanah Tahun 1980, luas daratan Kota
65

Ambon adalah 359,45 krn 2 atau 35.944,84 Ha, yaitu meliputi sekitar 47,23% dari

luas Pulau Ambon sebesar 761 krn 2.

Secara administrasi Kota Ambon terbagi atas 3 kecamatan, yaitu

Kecamatan Nusaniwe seluas 88,35 krn2 (24,58%) meliputi 8 kelurahan dan 5

desa; Kecamatan Sirimau seluas 112,31 km2 (31,24%) meliputi 10 kelurahan dan

9 desa; dan Kecamatan Teluk Ambon Baguala seluas 158,79 km 2 (44,18%)

meliputi 2 kelurahan dan 16 desa.

Wilayah Kota Ambon dikelilingi oleh teluk, yaitu Teluk Ambon di sebelah

barat yang meliputi Teluk Ambon Luar dan Teluk Ambon Dalam, dan Teluk

Baguala di sebelah Timur, sehingga membentuk 2 jazirah, yaitu jazirah Leitimur

di bagian selatan danjazirah Leihitu di bagian utara (Gambar 7).

Kawasan Pusat Kota Ambon terletak di tepi pantai Teluk Ambon pada

jazirah Leitimur. Kawasan Pusat Kota yang menjadi lokasi penelitian ini

melingkupi Kota Ambon Lama dan sekitamya, merupakan kawasan perkotaan

(urban area) seluas 1.485,76 Ha atau 4,13% dari luas daratan Kota Ambon,

dengan batas-batas sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Teluk Ambon

- Sebelah Selatan berbatasan dengan petuanan Desa Urimessing

dan Desa Soya.

- Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai Wairuhu, Desa

Hative Kecil

- Sebelah Barat berbatasan dengan petuanan Desa Amahusu.


408f>Oml ,.._ •1epoC>mT _

..... _

-··
. /; ,. /)
f~r
i
LAUT BNID!t- .. ~ JSif

/
---
r-<"'::> -17
,y-..J/ ,0 ~
~
.......
'() '
,
I!
~
~

~u
3 0 3 Km

Legenda:
Batas Kota/Kabupaten
Batas Kecamatan
-- Jalan
~ Sungai ~
- Pusat Kota Ambon

Sumber: BAPPEDA Kota Ambon


382000mT mT mT

GAMBAR 7. PETA ORIENTASI PUSAT KOTAAMBON


mT 410000 mT
• 12500mT

PETA KOTA AMBON


Desa Hative Kecil

~0~

~"'
-<,.<v'v\j
~u
400 0 400 800 M

f
/
I Legenda:
··-··- Batas Pusat Kota
I
I
Batas Kelurahan/Desa
,I - - Jalan Arteri
I
'! - - Jalan Lokal
I - - Jalan Lingkungan
\

\ ;::::::r- Sun gai


I
D Ahusen CJ Pandan Kasturl
\ I L ] Amantelu - Rijali
I D Batu Gajah CJ Silale
D Batu Meja - Urimessing
CJ Benteng lt.BZ1 Uritetu
D Ds Batu Merah - Waihaong
D Kayu Putih [ _ I Waihoka
~-- D Ds Hative Kecil- Wainitu
Kudamati J - Honipopu
IJ - Karang Panjang
tJ Kudamati

"-,
I Desa Urimessing
D
WI
Mangga Dua
Nusaniwe
Ill ~
Desa Amahusu ..___ - .I
---=.;:~
Sumber: BAPPEDA Kota Ambon

GAMBAR 8. PETA ADMINISTRASI PUSAT KOTA AMBON


mT
41~mT 41 2~ mT

PETA KOTA AMBON


Oesa Hative Kecil

i
~
'-----------.---J 0~
*-# - - I
. I
~
-<.,<v'v\S

400 0
u 400 800 M

Legenda:
··-··- Batas Pusat Kota
Batas Kelurahan/Desa
- - Jalan Arteri
- - Jalan Lokal
- - Jalan Lingkungan
;::::::r-- Sun gai
n o-2%
- 2-15%
~
CJ 15 - 40 %
0 >40%
~ -__,._-r--r-1 ~
~

0\
00
Oesa Amahusu

Sumber: BAPPEDA Kota Ambon

GAMBAR 9. PETA KEMIRINGAN LERENG PUSAT KOTA AMBON


mT mT .,2:;oo mT

PETA KOTA AMBON


Desa Hative Kecil

i
~
'-----------,----1

!fr-------L---:---- - -1
~u
400 0 400 800 M

/
I Legend a:
··-··- Batas Pusat Kota
I
/
- Batas Kelurahan /Desa
I
I - - Jalan Arteri
I
\
- - Jalan Lokal
\ - - Jalan Lingkungan

\
;::::::;v--
Sun ga i
\ tfi$4 Gamping
I D Lempung

::> I c:J Ultra Basa
E
§~ I · -,,,r-,• .,
:&:~.·, . • ; \;;;..
~~
0\
\0
Desa Amahusu

Sumber: BAPPEDA Kota Ambon


mT

GAMBAR 10. PETA GEOLOGI PUSAT KOTA AMBON


70

Kawasan Pusat Kota Ambon merupakan bagian dari 2 kecamatan, yaitu

Kecamatan Nusaniwe me1iputi 8 kelurahan dan Kecarnatan Sirimau meliputi 10

kelurahan dan 3 desa. Gambaran wilayah Pusat Kota dapat dilihat pada Gambar

8, sedangkan luas masing-masing kelurahan/ desa dapat dilihat pada Tabel 5.

TABEL 5. NAMA DAN LUAS KELURAHAN/ DESA


DI KAWASAN PUSAT KOTA AMBON

NO. NAMA LUAS FUNGSIONAL


KELURAHAN/ DESA (Ha) (%)

1 Kel. Nusaniwe 51.06 3.44


2 Kel. Benteng 126.14 8.49
3 Kel. Wainitu 42.27 2.85
4 Kel. Kudarnati 133.62 8.99
5 Ke1 Mangga Dua 46.33 3.12
6 Kel. Urimessing 28.91 1.95
7 KeJ. Waihaong 16.95 1.14
8 Kel. Silale 14.93 1.00
9 Kel. Karang Panjang 56.40 3.80
10 Kel. Batu Meja 40.48 2.72
11 Kel. Batu Gajah 61.06 4.11
12 Kel. Ahusen 28.45 1.92
13 Kel. Honipopu 40.72 2.74
14 Kel. Uritetu 38.64 2.60
15 Kel. Rijali 43.76 2.95
16 Kel. Amantelu 69.67 4.69
17 Desa Batu Merah 295.22 19.87
18 Kel. Pandan Kasturi 61.67 4.15
19 Desa Hative Keci1 77.45 5.21
20 Kel. Waihoka 73.80 4.97
21 Kayu Putih - Desa Soya 138.23 9.30
Kawasan Fungsional Pusat Kota 1,485.76 100.00
Sumber: Pengukuran Foto Udara Tahun 2002
71

Dari 2 I kelurahanl desa yang ada, maka Desa Batu Merah memiliki Iuas

fungsional terbesar (19,87%) diikuti oleh Kayu Putih - Desa Soya (9,30%),

Kelurahan Kudamati (8,99%) dan Kelurahan Benteng (8,49%). Desa Batu Merah

secara sosial kemasyarakatan merupakan desa adat begitu pula Kayu Putih yang

masuk dalam wilayah desa adat Soya. Kedua desa adat ini memiliki petuanan

yang luas, sehingga kawasan yang termasuk dalam wilayah fungsional pusat kota

memiliki luas area yang besar. Sedangkan Kelurahan Kudamati dan Kelurahan

Benteng, berbatasan Jangsung dengan Desa Adat Amahusu dan Desa Adat

Urimessing. Dalam kenyataan saat ini, perkembangan area terbangun pada kedua

kelurahan ini telah masuk ke dalam wilayah petuanan desa adat yang berbatasan

itu. Meskipun status kepemilikan tanah adalah tanah milik desa adat, tapi secara

administrasi pemerintahan dilayani oleh kedua kelurahan ini., sehingga

menyebabkan luas fungsional kelurahan Kudamati dan Benteng menjadi besar.

4.2.2. Keadaan Fisiografi.

Keadaan fisiografi Kota Ambon merupakan bagian dari keadaan fisiografi

Pulau Ambon. Pulau Ambon memi1iki Iebar rata-rata 12-15 km dan secara

fisiografi terdiri dari (1) daerah pantaif pesisir, (2) daerah perbukitan atau lereng

pegunungan dan (3) daerah pegunungan.

Daerah pantai/ pesisir mempunyai Iebar 2-3 km dari garis pantai dengan

kemiringan lereng antara 0-8% dan ketinggian 0-20 m dpl. Pada daerah pantai/

pesisir ini umumnya merupakan permukiman penduduk. Daerah perbukitan atau

lereng pegunungan terletak 2-5 km dari garis pantai dengan kemiringan lereng

antara 8-25% dan ketinggian 20-700 m dpl. Sedangkan daerah pe!,'1mungan


72

terletak di tengah-tengah pulau dengan jarak 5-7 km dari garis pantai dengan

kemiringan lereng lebih dari 25% dan ketinggian 700-1.000 m dpl. Mengacu

pada kondisi fisiologi, Kawasan Pusat Kota Ambon terletak pada daerah pantail

pesisir hingga daerah perbukitan.

4.2.J. Keadaan Topografi

Kawasan Pusat Kota Ambon mempunyai topografi yang datar dan

berbukit-bukit. Daerah datar dengan kemiringan Iereng 0-2% adalah seluas

441,80 ha (29,74%), daerah dengan kemiringan lereng 2-15% adalah seluas

267,84 ha (18,03%), daerah dengan kemiringan lereng 15-40% adalah seluas

480,27 ha (32,32%) dan daerah dengan kemiringan lereng diatas 40% adalah

seluas 295,85 ha (19,91%).

Kawasan yang relatif datar dengan kemiringan lereng 0-2% tersebar di

bagian tengah dan sepanjang pesisir pantai. Kawasan dengan kemiringan lereng

2-15% tersebar pada beberapa tempat di Kelurahan Benteng, Karang Panjang,

Amatelu dan Desa Batu Merah. Kawasan dengan kemiringan lereng 15-40%

membentang dari barat daya ke timur laut dari Kelurahan Benteng hingga ke Desa

Batu Merah. Sedangkan kawasan dengan kemiringan lereng diatas 40% tersebar

di beberapa tempat di Kelurahan Kudamati, Batu Gajah, Batu Meja, Kayu Putih

dan Desa Batu Merah (Gam bar 9).

Kawasan Pusat Kota mempunyai ketinggian yang bervariasi. Sepanjang

pesisir pantai mempunyai ketinggian 0-25 m dpl, dengan jarak rata-rata 2 km

tegak lurus garis pantai. Ketinggian akan meningkat hingga mencapai 200 m dpl

ke arah perbukitan yang membentang dari arah barat daya, selatan dan timur laut.
73

Pada pesisir pantai di barat daya dan timur laut, ketinggian 0-25 m mempunyai

luasan yang sempit, karena langsung berbatasan dengan daerah berbukit.

4.2.4. Keadaan Geologi

Pulau Ambon merupakan bagian dari busur Banda, yang merupakan

bagian busur vulcano - plutonik dari sistem pengangkatan daratan yang dimulai

dari Pegunungan Himalaya melalui Laut Andana, lepas Pantai Barat Pulau

Sumatera, Selatan Pulau Jawa dan Pulau-Pulau di Nusa Tenggara yang berakhir

pada Utara Pulau Seram.

Stratigrafi Pulau Ambon termasuk dalam Busur Ambon Dalam dan

termasuk dalam orogen Maluku. Struktur sesar, baik sesar geser maupun sesar

normal pada umumnya ke arah timur laut sampai barat daya, yang terbentuk

karena kegiatan tektonik akibat adanya pergerakan lempeng Benua Australia

dengan lempeng Laut Banda.

Satuan batuan di Pulau Ambon terdiri dari batuan gamping terumbu,

batuan gunung api Ambon (Ambonit), batuan granit, batuan ultra basa, tanah

berbatu dan tanah lempung. Satuan batuan di Kawasan Pusat Kota terdiri

daribatuan gamping terumbu, batuan ultra basa dan tanah lempung (Gambar 10).

Satuan batuan gamping terumbu membentang dari barat daya ke tengah, mulai

dari Kelurahan Benteng sampai dengan Kelurahan Uritetu, juga terdapat di bagian

timur laut yaitu di Kelurahan Pandan Kasturi dan Desa Batu Merah. Satuan

batuan ultra basa menyebar di bagian timur laut, yaitu Kelurahan Rijali, Karang
74

Panjang dan Desa Batu Merah. Satuan tanah lempung menyebar di bagian

tenggara, yaitu di Kelurahan Batu Gajah, Batu Meja dan Kayu Putih (Desa Soya).

4.2.5. Keadaan Hidrologi

Kawasan Pusat Kota dilalui oleh sungai-sungai yang mengalir dari arah

perbukitan di selatan sampai timur laut yang bermuara di Teluk Ambon. Sungai-

sungai yang cukup besar adalah Wai Batu Gantung, Wai Batu Gajah, Wai Tomu,

Wai Batu Merah dan Wai Ruhu. Sungai-sungai ini merupakan sungai dangkal

dengan kedalaman kurang dari I meter. Pada musim kemarau debit air sungai

sering menurun dan kedalaman air mencapai 10-25 em. Hal ini berimplikasi bagi

pemenuhan kebutuhan air bersih penduduk, mengingat mata air sungai-sungai

tersebut merupakan sumber air utama bagi PDAM Kota Ambon.

Sumber air minum di pusat kota berasal dari air permukaan yaitu mata air

dan dari sumur dalam. Sumber air dari mata air adaJah Air Keluar (Desa

Urimessing), Air Besar (Desa Soya), Air Panas (Desa Soya), Air Wainiuw (Desa

Soya), Air Batu Gajah (Desa Urimessing) dan Air Wainitu (Kelurahan Kudamati).

Sedangkan sumber dari sumur dalam adalah A/P-1 (Kelurahan Urimessing),

A/P-4 (Desa Hative Kecil), A/P-6 (Kelurahan Rijali), A/P-7 (Kelurahan Rijali)

dan A/P-9 (Kelurahan Mangga Dua). Sumber-sumber air minum ini dikelola oleh

PDAM Kota Ambon untuk pelayanan air bersih bagi masyarakat di sekitar pusat

kotaAmbon.
75

4.2.6. Keadaan Klimatologi

Letak Kota Ambon di dekat Katulistiwa menyebabkan iklim di kota

Ambon adalah iklim tropis. Iklim tropis ini dipengamhi oleh 2 musim, yaitu

musim barat dan musim timur. Musim barat, berlangsung dari bulan Desember

sampai Maret sedangkan musim timur, berlangsung dari bulan Mei sampai

Oktober. Antara kedua musim ini terdapat musim pancaroba, yaitu saat peralihan/

transisisi antara kedua musim ini. Saat pancaroba tCijadi pada bulan April, yaitu

transisi dari musim barat ke timur dan bulan Nopember yaitu transisi dari musim

timur ke barat.

700 [------~-------------------·--·········· ·······-············----------···--·-··---···· ····--·--·~·····----····-------------1- 30


600 ------------- ·--------- -~-------------------

1-----?
25

-ee 500
I'..
~- ~------
-
"-'

.....; 400 r- f
20
-;
.c
.c

~-)
..--¥
=
.c 300 -- 1- - -
15
·=
X
~ •t:
:..
-.-- ~

u 200 - r- - 1--
10 X

IOO - r- - - 1- - 1- 1- 1- - r- 5

0 0
Jan Pe bMrtA pr Mei Jun Jut Ags Sep 0 1.1 Nov Des
-
1- Curah Hujan 133 II3 135 26 I 354 603 507 367 I90 114 105 I89
1--+-Hari Hujan I6 I6 IS 20 20 25 23 2I I2 II II I9
Sumber. Badan Meteorolog 1 dan Geofisika Kota Ambon
--------------------------------------------- -----------~

Gambar 11. Rata-Rata Kondisi Curah Hujan (mm) dan Hari Hujan (hh)
Kota Ambon Tahun 1994-2002
76

Rata-rata curah hujan dalam 10 tahun terakhir adalah 3.071 mm atau 211

hh per tahun, sedangkan rata-rata per bulan adalah 211 mm atau 18 hh. Curah

hujan tertinggi terjadi pada bulan Juni yaitu 603 mm, sedangkan terendah pada

bulan Nopember yaitu 105 mm (Gambar 11). Bulan kering dengan curah hujan

kurang dari 200 mm terjadi pada bulan September sampai dengan Maret,

merupakan musim kemarau. Sedangkan bulan basal1 dengan curah hujan diatas

200 mm terjadi pada bulan April sampai dengan Agustus dengan puncak di bulan

Juni, merupakan musim hujan. Sementara itu penyinaran matahari rata-rata adalah

55,37%, tekanan udara 1.010,3 mb, kelembaban nisbi adalah 79.73 %, kecepatan

angin rata-rata 3,5 knot dan suhu udara adalah 26,4 oc.

4.3. Kondisi Kependudukan dan Sosial Budaya

4.3.1. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk

Jumlah penduduk Kota Ambon dari waktu ke waktu mengalami

peningkata~ kecuali pada tahun 1999 dan 2000 mengalami penurunan. Penurunan

jumlah penduduk tersebut disebabkan oleh kerusuhan sosial di Kota Ambon pada

awal tahun 1999, yang mengakibatkan banyak penduduk yang mengungsi keluar

dari Kota Ambon karena kondisi keamanan yang tidak kondusif

Jumlah penduduk Kota Ambon pada tahun 1971 adalah 79.280 jiwa

meningkat 162% menjadi 207.702 jiwa pada tahun 1980. Peningkatan jumlah

penduduk ini selain disebabkan oleh faktor alamiah karena kelahiran, juga

disebabkan oleh perluasan Kota Ambon dari 4,02 km 2 menjadi 377 km2 yang

mulai berlaku efektif pada tahun I 980. Pada tahun 1990 jumlah penduduk adalah
77

275.888 jiwa, meningkat menjadi 310.921 JIWa di tahun 1997 dan menurun

menjadi 233.319 jiwa di tahun 2002.

Dinamika jumlah penduduk di Pusat Kota Ambon berhubungan erat

dengan dinamika jumlah penduduk di Kota Ambon. Jumlah penduduk di Pusat

Kota Ambon pada tahun 1971 adalah 79.280 jiwa, meningkat menjadi 139.638

jiwa pada tahun 1982. Peningkatan jumlah penduduk terns terjadi sehingga pada

tahun 1990 berjumlah 164.670 jiwa dan pada tahun 1997 berjumlah 174.402 jiwa,

tetapi menurun menjadi 133.317 jiwa pada tahun 2002. (Tabel6).

TABEL 6. JUMLAH DAN DISTRIBUSI PENDUDUK MENURUT KELURAHAN/ DESA


Dl PUSAT KOTA AMBON TAHUN 1982, 1990, 1997 DAN 2002

NO. NAMA JUMLAH


KELURAHAN/ DESA 1982 1990 1997 2002

1 Kel. Nusaniwe 5,786 8,450 10,449 4,887


2 Kel. Benteng 11,012 13,022 13,603 11,078
3 Kel. Wainitu 9,000 13,018 12,572 5,336
4 Kel. Kudamati 11.010 15,560 16,898 14,797
5 Kel Mangga Dua 3,975 3,916 3,863 3,199
6 Kel. Urimessing 4,853 5,380 4,380 1,616
7 Kel. Waihaong 6,572 6,713 5,495 6,697
8 Kel. Silale 7,174 4,377 3,816 4,574
9 Kel. Karang Panjang 6,686 7,033 6,335 5,%8
10 Kel. Batu Meja 8,900 10,450 10,470 9,881
11 Kel. Batu Gajah 5,152 5,993 6,261 5,385
12 Kel. Ahusen 9,748 5,575 5,067 3,09 1
13 Kel. Honipopu 9,629 7,717 7,468 4,27(;
14 Kel. Uritetu 5,457 5,730 5,396 3,8Ia
15 Kel. Rijali 5,752 5,786 5,805 3,554
16 Kel. Amantelu 6,484 8.327 8,015 5,00~

17 Desa Batu Merah 12,823 22,925 30,005 31,47C


18 Kel. Pandan Kasturi 6,858 8,448 8,182 2,352
19 Desa Hative Kecil 1,305 2,016 2,781 I, 76~
20 Kel. Waihoka 21 I 1.536 4,677 1,541
21 Kayu Putih - Desa Soya 1,251 2,698 2,864 3,021
PUSATKOTA 139,638 164,670 174,402 133,317
Sumber : Laporan Interim Ill, Penyiapan Pembangunan Prasarana Kota Ambon, 1995.
Laporan Survey Sistem Jaringan Transportasi Kola Ambon, 2000
Kecamatan Dalam Angka Tahun 2002
78

Secara keseluruhan laju pertumbuhan penduduk di Pusat Kota Ambon

pada tahun 1971 sampai 2002 adalah 1,69% per tahun. Jika dicennati setiap

periode, laju pertumbuhan penduduk cenderung menurun. Periode tahun 1971

sampai 1982 merupakan periode dengan laju pertumbuhan penduduk tertinggi

yaitu sebesar 5,28% per tahun, pada periode tahun 1982 sampai 1990 adalah

2,08% dan pada periode tahun 1990 sampai 1997 adalah 0,82%.

TABEL 7. PERTUMBUHAN PENDUDUK MENURUT KELURAHAN/ DESA


D1 PUSAT KOTA AMBON TAHUN 1982, 1990, 1997 DAN 2002

NO. NAMA PERTUMBUHAN PENDUDUK


KELURAHAN/ DESA 1982-1990 1990-1997 1997-2002

I Kel. Nusaniwe 4.85 3.08 -14.1(


2 Kel. Benteng 2.12 0.63 -4.0..1
3 Kel. Wainitu 4.72 -0.50 -15.75
4 Kel. Kudamati 4.42 l.l9 -2.62
5 Kel Mangga Dua -0.19 -0.19 -3.7C
6 Kel. Urimessing 1.30 -2.89 -18.08
7 Kel. Waihaong 0.27 -2.82 4.04
8 Kel. Silale -5.99 -1.94 3.6<;
9 Kel. Karang Panjang 0.63 -1.48 -UCJ
10 Kel. Batu Meja 2.03 0.03 -1.15
11 Kel. Batu Gajah 1.91 0.63 -2.91
12 Kel. Ahusen -6.75 -1.36 -9.3~

13 Kel. Honipopu -2.73 -0.47 -10.55


14 Kel. Uritetu 0.61 -0.85 -6.6~
15 Kel. Rijali 0.07 0.05 -9.35
16 Kel. Amantelu 3.18 -0.54 -8.~

17 Desa Batu Merah 7.53 3.92 0.9l


18 Kel. Pandan Kasturi 2.64 -0.46 -22.01
19 Desa Hative Kecil 5.59 4.70 -8.7(
20 Kel. Waihoka 28.16 17.24 -19.91
21 Kayu Putih - Desa Soya 10.08 0.86 1.0
JUMLAH 2.08 0.82 -5.23
Sumber : Hasil Analisis
79

Kecenderungan pertumbuhan penduduk ini dipengaruhi oleh penurunan

Angka Kelahiran Total (AKT}. Angka Kelahiran Total perkotaan di Propinsi

Maluku pada tahun 1977 adalah 4,865 menurun menjadi 3,585 pada tahun 1982

dan menjadi 2,482 pada tahun 1997 (BPS, 1995 dan 2001 ). Sedangkan pada

periode tahun 1997 sampai 2002 ketika teijadi konflik sosial tahun 1999 dimana

banyak penduduk yang mengungsi maka laju pertumbuhan penduduk adalah -

5,23% (Tabel 7).

Berdasarkan data pertumbuhan penduduk (Tabel 7}, maka pada periode

1997-2002 terdapat beberapa kelurahan dengan pengurangan jumlah penduduk

yang tinggi yaitu Kelurahan Nusaniwe, Wainitu, Urimessing, Honipopu, Pandan

Kasturi dan Waihoka. Pengurangan jumlah penduduk yang tinggi pada kelurahan-

kelurahan tersebut disebabkan oleh karena kelurahan-kelurahan tersebut

merupakan kelurahan yang mengalami kerusakan yang luas akibat kerusuhan

sosial pada awal tahun 1999, sehingga mengakibatkan banyak penduduk yang

mengungsi meninggalkan tempat tinggalnya.

4.3.2. Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk mencerminkan pola penyebaran penduduk pada

suatu wilayah tertentu. Kepadatan penduduk dapat digolongkan dalam kepadatan

penduduk bruto, yaitu jumlah penduduk dibagi luas wilayah, dan kepadatan

penduduk netto, yaitu jumlah penduduk dibagi luas lahan permukiman.

Kepadatan penduduk bruto di kawasan Pusat Kota Ambon cenderung

meningkat, kecuali pada peri ode 1997-2002 ketika teijadi kerusuhan sosial.

Kepadatan penduduk bruto pada tahun 1982, 1990, 1997 dan 2002 adalah masing-
80

masing 94 jiwalha. Ill jiwalha, 117 jiwalha dan 90 jiwalha. Sebaran kepadatan

bruto pada setiap kelurahanl desa menunjukkan bahwa Kelurahan Waihaong,

Silale dan Desa Batu Meja pada periode 1982 sampai 2002 memiliki kepadatan

tertinggi yaitu diatas 200 jiwalha. Sedangkan kepadatan bruto terendah berada di

Desa Hative Kecil, Kelurahan Waihoka dan Kayu Putih - Desa Soya yaitu

dibawah 50 jiwalha (Tabel 8).

TABEL 8. KEPADATAN PENDUDUK BRUTO MENURUT KELURAHAN/ DESA


Dl PUSAT KOTA AMBON TAHUN 1982,1990,1997 DAN 2002

NO. NAMA KEPADATAN BRUTO


KELURAHAN/ DESA 1982 1990 1997 2002

1 Kel. Nusaniwe 113 165 205 96


2 Kel. Benteng 87 103 108 88
3 Kel. Wainitu 213 308 297 126
4 Kel. Kudamati 82 116 126 Ill
5 Kel Mangga Dua 86 85 83 69
6 Kel. Urimessing 168 186 152 56
7 Kel. Waihaong 388 3% 324 395
8 Kel. Silale 481 293 256 306
9 Kel. Karang Panjang 119 125 112 106
lO Kel. Batu Meja 220 258 259 244
ll Kel. Batu Gajah 84 98 103 88
12 Kel. Ahusen 343 196 178 109
13 Kel. Honipopu 236 190 183 105
14 Kel. Uritetu 141 148 140 99
15 Kel. Rijali 131 132 133 81
16 Kel. Amantelu 93 120 115 72
17 Desa Batu Merah 43 78 102 107
18 Kel. Pandan Kasturi Ill 137 133 38
19 Desa Hative Kecil 17 26 36 23
20 Kel. Waihoka 3 21 63 21
21 Kayu Putih - Desa Soya 9 20 21 22
JUMLAH 94 Ill 117 90
Sumber : Hasil Analisis

Kepadatan penduduk netto di kawasan Pusat Kota pada periode tahun

1982 sampai 2002 meminjukkan terjadi penurunan kepadatan. Pada tahun 1982
81

kepadatan penduduk netto adalah 282 jiwa/ha dan pada tahun 1990. 1997 dan

2002 kepadatan penduduk netto adalah masing-masing 252 jiwa!ha. 217 jiwa/ha

dan 154 jiwa/ha. Sebaran kepadatan netto pada setiap kelurahanl desa

menunjukkan bahwa Kelurahan Waihaong, Silale, Batu Meja dan Desa Batu

Merah pada periode 1982 sampai 2002 memiliki kepadatan tertinggi yaitu diatas

200 jiwa!ha. sedangkan kepadatan netto terendah berada di Kelurahan Waihoka

yaitu dibawah 50 jiwa/ha (Tabel 9).

TABEL 9 KEPADATAN PENDUDUK NETTO MENURUT KELURAHAN/ DESA


DI KOTA AMBON TAHUN 1982, 1990, 1997 DAN 2002

NO. NAMA KEPADATAN NETTO


KELURAHAN/ DESA 1982 1990 1997 2002

1 Kel. Nusaniwe 233 263 269 122


2 Kel. Benteng 164 147 151 ll6
3 Kel. Wainitu 302 405 337 139
4 Kel. Kudamati 175 203 203 172
5 Kel Mangga Dua 169 139 127 103
6 Kel. Urimessing 311 266 200 72
7 Kel. W aihaong 550 522 353 418
8 Kel. Sila1e 490 299 261 313
9 Kel. Karang Panjang 426 268 207 183
10 Kel. Batu Meja 696 520 430 355
ll Kel. Batu Gajah 201 197 175 138
12 Kel. Ahusen 412 231 202 120
13 Kel. Honipopu 397 244 182 102
14 Kel. Uritetu 241 186 156 107
15 Kel. Rijali 208 167 144 86
16 Kel. Amantelu 164 256 188 ll4
17 Desa Batu Merah 1,035 528 333 303
18 Kel. Pandan Kasturi 339 289 233 54
19 Desa Hative Kecil 229 Ill 110 59
20 Kel. Waihoka 21 96 150 45
21 Kayu_ Putih - Desa Soya 276 229 184 164
JUMLAH 282 252 217 154
Sumber : Hasil Analisis
82

Berdasarkan data kepadatan netto (Tabel 9), maka kelurahan-kelurahan

dengan kepadatan netto tertinggi terdapat di bagian tengah pusat kota seperti di

Waihaong, Silale, Batu Meja dan Desa Batu Merah. Lokasi-lokasi ini berdekatan

dengan pusat-pusat kegiatan penduduk seperti perdagangan, perkantoran dan jasa,

sehingga masyarakat lebih banyak memilih lokasi-lokasi ini sebagai tempat

tinggal. Sedangkan keluruhan dengan kepadatan penduduk netto yang rendah

terdapat pada daerah pinggiran pusat kota seperti kelurahan Waihoka, yang

merupakan area yang menampung perluasan aktivitas kota karena masih cukup

tersedia laban. Dengan demikian kepadatan netto di tengah pusat kota adalah

tinggi dan cendenmg menunm ke kawasan pinggiran pusat kota.

4.3.3. Penduduk Menurut Mata Pencaharian.

Penduduk Kota Ambon menurut lapangan keija utama secara umum

bekeija di sektor-sektor tersier seperti sektor perdagangan, angkutan dan jasa-jasa

(Tabel 10). Bila dibandingkan keadaan tahun 1997 dan 2002, maka teijadi

penurunan jumlah penduduk yang bekeija yaitu 103.864 jiwa pada tahun 1997

menjadi 50.990 jiwa pada tahun 2002. Penunman ini teijadi seiring dengan

penunman jumlah penduduk di Kota Ambon yang mengungsi akibat kerusuhan

sosial pada awal tahun 1999.

Meskipun teijadi penunman penduduk yang bekeija, namun komposisi

penduduk menurut lapangan keija utama pada tahun 1997 dan 2002 menunjukkan

bahwa sektor-sektor tersier seperti sektor perdagangan, angkutan dan jasa-jasa

menyerap banyak tenaga keija. Hal ini disebabkan karena fungsi kota Ambon

sebagai pusat perdagangan dan pemerintahan, sehingga lapangan keija di sektor-


83

sektor ini menampung banyak tenaga kerja. Sedangkan tenaga kerja di sek'tor

pertanian lebih banyak terdapat wilayah rural terutama desa-desa di luar Pusat

KotaAmbon.

TABEL 10. BANYAKNYA PENDUDUK USIA 10 TAHUN KE ATAS YANG BEKERJA


MENURUT LAPANGAN USAHA UTAMA Dl KOTA AMBON
TAHUN 1997 DAN 2002

NO. LAPANGAN TAHUN 1997 TAHUN2002


USAHAUTAMA JUMLAH 0/o JUMLAH 0/o

I Pertanian 8,156 7.85 7,579 14.86


2 Pertambangan dan Penggalian 1,702 1.64 175 0.34
3 Industri Pengo1ahan 6,617 6.37 2,193 4.30
4 Listrik, Gas dan Air Minum 806 0.78 1,091 2.14
5 Bangun an 7,970 7.67 2,490 4.88
6 Perdagangan, Hotel dan
Restoran 26,744 25.75 12,938 25.37
7 Angl-utan dan Komunikasi 10,357 9.97 6,091 11.95
8 Keuangan, Persewaan dan
Jasa Perusahaan 2,342 2.25 872 1.71
9 Jasa-Jasa 39,170 37.71 17,561 34.44
Jumlah 103,864 10o.oo I 50,990 100.00
Sumber: Kota Ambon Dalam Angka Tahun 1997, 2002

4.3.4. Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan.

Komposisi penduduk Kota Ambon menurut pendidikan tertinggi yang

ditamatkan, menunjukkan bahwa pada tahun 2002 penduduk yang tidak tamat dan

tamat SO merupakan bagian terbesar yaitu 38,18% diikuti dengan pendidikan

tertinggi SMTA sebesar 36,14% (Tabel 11 ).

Mengacu pada perkembangan tingkat pendidikan masyarakat di Kota

Ambon dari tahun 1982 hingga 2002, menunjukkan babwa terjadi penurunan

penduduk dengan tingkat pendidikan rendah (Tidakl Tamat SD dan SLTP) dan

tidak sekolah, sedangkan pada sisi lain terjadi peningkatan penduduk dengan
84

pendidikan menengah (SMT A) dan perguruan tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh

peningkatan kesempatan memperoleh pendidikan dan peningkatan kesejahteraan

rakyat, sehingga kualitas sumberdaya manusia mengalami peningkatan.

TABEL 11. PERSENTASE PENDUDUK USIA 10TAHUN KEATAS


MENURUT PENDIDIKAN TERTINGGI YANG DITAMATKAN
DI KOTA AMBON TAHUN 1982, 1990, 1997 DAN 2002

NO. TINGKAT PERSENTASE


PENDIDIKAN 1982 1990 1997 2002

1 Tidak/ Tamat SO 48.17 46.35 38.54 38.18


2 SMTP 23.85 21.05 19.44 17.82
3 SMTA 19.74 24.85 34.69 36.14
4 Akademil Universitas 3.12 4.38 6.38 7.86
5 ITidak Sekolah 5.12 3.37 0.95 -

Sumber: Kota Ambon Dalam Angka Tahun 1982, 1990, 1997 dan 2002

4.3.5. Kondisi Sosial Budaya.

Kota Ambon merupakan kota yang heterogen dengan berbagai penduduk

dari berbagai daerah, baik dari Pulau Ambon, daerah-daerah lain di Propinsi

Maluku, maupun dari luar Propinsi Maluku. Berdasarkan Sensus Penduduk 2000,

komposisi penduduk menurut suku bangsa di kawasan perkotaan Pusat Kota

Ambon terdiri dari suku Ambon (29,32%), Saparua (14,75%), Buton (8,52%),

Seram (4,64%), Maluku Tenggara (4,43%), Jawa (3,68%) serta daerah-daerah lain

di Maluku dan luar Maluku (34,66%).

Beragam suku bangsa di Kota Ambon jika dikelompokkan menurut

agama, maka penduduk terdiri dari 2 komunitas utama (Tabel12) yaitu penduduk

beragama Islam (sekitar 40%) dan beragama Kristen (sekitar 59%). Penyebaran

penduduk menurut agama di Pusat Kota Ambon menunjukkan bahwa pada


85

Kelurahan Waihaong, Silale, Pandan Kasturi dan Desa Batu Merah lebih banyak

ditempati oleh penduduk beragama Islam. Kelurahan Benteng, Kudamati,

Uritetu, Rijali, Batu Meja, Batu Gajah dan Kayu Putih - Desa Soya lebih banyak

ditempati oleh penduduk beragama Kristen. Sedangkan di Kelurahan Nusaniwe,

Wainitu, Mangga Dua, Urimessing, Honipopu, Ahusen, Amantelu, Karang

Panjang, Waihoka dan Desa Hative Kecil merupakan permukiman dengan

percampuran antara komunitas Islam dan Kristen.

TABEL 12. PERSENTASE PENDUDUK MENURUT AGAMA


DI KOTA AMBON TAHUN 1982, 1990, 1997 DAN 2002

NO. AGAMA PERSENTASE


1982 1990 1997 2002

1 Islam 41.23 41.01 40.99 39.53


2 .Kristen Protestan 55.22 53.59 53.57 53.08
3 1Kristen Katolik 3.31 5.27 5.27 7.24
4 Hindu 0.17 0.08 0.10 0.09
5 Bmiha 0.07 0.05 0.08 0.06
I
Sumber: Kota Ambon Dalam Angka Tahun 1982, 1990, 1997 dan 2002

Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan di Kota Ambon, terikat dalam

budaya "Pela - Gandong," yaitu teijalin tali persaudaraan antara masyarakat

yang berbeda agama, yang menciptakan keharmonisan dalam hubungan antar

masyarakat. Ketika kerusuhan sosial di Kota Ambon pada awal tahun 1999,

semangat "Pela - Gandong" sempat terusik, akan tetapi dengan kesadaran seluruh

masyarakat dan nilai "Pela- Gandong" yang telah membudaya, menyebabkan

hubungan sosial yang sempat terusik, mulai berangsur pulih sejak tahun 2002. Hal

ini menyebabkan hubungan sosial antar masyarakat mulai beijalan harmonis

dengan adanya rasa saling percaya antar warga masyarakat, yang ditandai dengan
86

aktivitas sosial dan ekonomi secara bersama serta saling berkunjung antar warga

masyarakat.

4.4. Kondisi Perekonomian Kota

Kota Ambon sebagai ibukota propinsi Maluku mempunyai fungsi sebagai

kota lingkup lokal yang melayani Kota Ambon dan daerah-daerah bawahannya

maupun kota lingkup regional yang melayani wilayah-wilayah lain di Propinsi

Maluku. Kota Ambon dalam lingkup pelayanan lokal dan regional mempunyai

fungsi sebagai pusat perkantoran/ pemerintahan, pusat perdagangan, pusat

ekonomi dan keuangan, pusat pendidikan, pusat pelayanan jasa perhubungan dan

pariwisata, pusat pergudangan, pusat pengembangan industri pengolahan dan

pusat pelayanan kesehatan (Revisi RUTR Kota Ambon, 1994).

4.4.1. Struktur Perekonomian

Kondisi perekonomian Kota Ambon dibentuk oleh 9 sektor lapangan

usaha dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yaitu (1) Sektor Pertanian,

(2) Sektor Pertambangan dan Penggalian, (3) Sektor Industri Pengolahan, (4)

Sektor Listrik, Gas dan Air Minum, (5) Sektor Bangunan, (6) Sektor

Perdagangan, Hotel dan Restoran, (7) Sektor Pengangkutan dan Komunikasi, (8)

Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan dan (9) Sektor Jasa-jasa.

Struktur perekonomian Kota Ambon dibentuk oleh sektor-sektor tersier.

Pada peri ode 1983 sampai 200 I sektor-sektor tersier seperti (I) Sektor

Perdagangan, Hotel dan Restoran, (2) Sektor Pengangkutan dan Komunikasi, (3)
87

Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan dan (4) Sektor Jasa-jasa,

menyumbangkan Jebih dari 50% dari total PDRB Kota Ambon.

TABEL 13. PERSENTASE PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA AMBON


MENURUT LAPANGAN USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN (JUTA RUPIAH)
TAHUN 1978, 1983, 1990, 1997 DAN 2001

NO. SEKTOR TAHUN


1978* 1983** 1990** 1997*** 2001***

1 Pertanian 21.09 18.76 13.57 20.53 20.70


2 Pertambangan dan Penggalian 0.35 1.59 0.78 0.79 0.09
3 ~ndustri Pengolahan 3.44 2.06 6.97 7.57 1.91
4 IListrik, Gas dan Air Minum 0.66 1.21 1.54 1.18 0.89
5 !Bangunan 3.61 7.49 3.64 5.19 0.47
6 iPerdagangan, Hotel dan
~estoran 16.54 25.36 25.18 22.91 20.35
7 fAngkutan dan Komunikasi 21.42 12.08 I 1.13 12.21 14.87
8 IK.euangan, Persewaan dan
~asa Perusahaan 8.22 9.99 18.71 11.83 9.74
9 ~asa-Jasa 24.68 21.46 18.49 17.78 30.98
Produk Domestik ReEional Bruto 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Swnber: Kota Ambon Dalam Angka 1982, 2000, 2002 dan PDRB Kota Ambon Tahun 1992
* : Harga Konstan Tahun 1975
** : Harga Konstan Tahun I 983
***: Harga Konstan Tahun 1993

Kontribusi PDRB Atas Dasar Harga Konstan (Tabel 13), menunjukkan

bahwa pada tahun 1983 dan 1990 Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan memberikan kontribusi terbesar, masing-masing sebesar 28,81% dan

35,26%, diikuti dengan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, dan Sektor

Pertanian. Pada tahun 1997, sektor Perdagangan memberikan kontribusi terbesar

yaitu 22,91% dan pada tahun 2001 kontribusi terbesar yaitu 30,98%

disumbangkan oleh Sektor Jasa-jasa.


88

1,000,000.000
900,000.000
800,000.000
700,000.000
.......
&' 600,000.000
~
::J
-.
'-' 500,000.000
~
400,000.000
~
-.
300,000.000
200,000.000
I 00,000.000

1983 1990 1997 2001


3,283.795 3,954.228 153,221.33 159,844.32
35,871.779 72,596.969 101 ,949.98 50,222.08
15,036.163 22,905.683 105,238.22 76,698.98
31 ,572.566 51,816.324 197,402. 11 105,007.1 1
9,331 .204 7,483.402 44,685.91 2,424.78
1,510.916 3,160.812 10,186.21 4,594.30
2,561 .759 14,343.191 65,258.31 9,852.92

Sumber : PDRB Kota Ambon 1992, KDA 2000 dan 2002

Gambar 12. Perkembangan PDRB ADHK Kota Ambon


Menurut Lapangan Usaha Tahun 1983, 1990, 1997 dan 2001

HaJ yang sama juga terjadi pada Kontribusi PDRB Atas Dasar Harga

Berlaku (Tabel14). Pada tahun 1983 dan 1990, Sektor Keuangan, Persewaan dan

Jasa Perusahaan memberikan kontribusi terbesar, masing-masing sebesar 28,81%

dan 33,0 I%, diikuti dengan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, dan Sektor

Pertanian. Pada tahun 1997, Sektor Perdagangan memberikan kontribusi terbesar

yaitu 22,49"/o, dan pada tahun 2001 kontribusi terbesar yaitu 28,36%

disumbangkan oleh Sektor Jasa-jasa.


89
TABEL 14 PERSENTASE PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA AMBON
MENURUT LAPANGAN USAHA ATAS DASAR HARGA BERLAKU (JUTA RUPIAH)
TAHUN 1978, 1983,1990, 1997 DAN 2001

NO. SEKTOR TAHUN


1978 1983 1990 1997 2001

I IPertanian 39.42 18.76 15.29 18.93 21 .68


2 IPertambangan dan Penggaliar1 0.20 1.59 0.66 0.89 0.14
3 ndustri Pengolahan 2.49 2.06 7.79 8.62 2.20
4 fListrik, Gas dan Air Minwn 0.38 1.21 1.25 1.38 1.17
5 IBangunan 2.08 7.49 3.54 5.13 0.73
6 IPerdagangan, Hotel dan
!Restoran 19.68 25.36 27.26 22.49 23.47
7 !Angkutan dan Komunikasi 14.00 12.08 9.43 12.33 14.15
8 iKeuangan, Persewaan dan
~asa Perusahaan 5.14 9.99 17.63 12.41 8.09
9 ~asa-Jasa 16.61 21.46 17.17 17.83 28.36
Produk Domestik Rt2ional Bruto 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Sumber : Kota Ambon Dalam Angka 1982, 2000, 2002 dan PDRB Kota Ambon Tahun 1992

1,200,000.000

1,000,000.000

..--
a. 800,000.000
~

--
C!d

-.:::l 600,000.000
~
E:::l
-. 400' 000.000

200,000.000

1983 1990 1997 200 1


•Jasa-Jasa 3,283.795 6,586.760 198,893 .00 3 10,094.76
35,871.779 121 ,525 .216 138,473 .80 88,474.30
15,036.163 34,707.085 137,550.78 154,700.47
31 ,572.566 100,340.767 250,928.74 256,674.66
9,33 1.204 13,021.119 57,253.48 8,023. 19
0 Listrik, Air Minwn 1,510.916 4,603 .241 15,348.71 12,8 16.16
Dlndustri 2,561.759 28,660.235 96, 160.74 24,048.52
1,981.008 2,427.733 9,892.04 1,524.85
DPertanian 23,363.160 56,272.269 211 , 147.54 237,071.34

Sumber : PDRB Kota Ambon 1992. KDA 2000, 2002

Gambar 13. Perkembangan PDRB ADHB Kota Ambon


Menurut Lapangan Usaha Tahun 1983, 1990, 1997 dan 2001
90

Penurunan PDRB atas dasar Harga Konstan dan Harga Berlaku pada

periode tahun 1997-2001, dipengaruhi oleh kondisi ekonomi makro yaitu krisis

ekonomi dan kondisi ekonomi mikro yaitu terganggunya ak-rivitas perekonomian

di Kota Ambon akibat kerusuhan sosial pada awal tahun 1999.

4.4.2. Pertumbuhan Ekonomi

Laju pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk melihat

keberhasilan pelaksanaan pembangunan dalam rangka peningkatan kemakmuran.

Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dapat didekati dengan melihat Pertmnbuhan

PDRB Atas Dasar Harga Konstan di wilayah tersebut.

TABEL 15. PERTUMBUHAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA AMBON


MENURUT LAPANGAN USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN (%)
TAHUN 1978, 1983, 1990, 1997 DAN 2001

NO. SEKTOR TAHUN


1978-1983* 1983-1990** 1990-1997*** 1997-2001*"""

2
3
I IPertanian
IPertambangan dan Penggalian
ndustri Pengolahan
47.8 ..
105.0~
36.55
2~
-3
27.9
30.17
22.95
24.H
-11.85
-48.84
-37.66
4 Listrik, Gas dan Air Minum 71.11 11.12 18.20 -18.05
5 Bangun an 75. I I -3.1 (l 29.08 -51.74
6 IPerdagangan, Hotel dan
!Restoran 64.8..:: 7.33 21.06 -14.60
7 IAngkutan dan Komunikasi 34.93 6.20 24.34 -7.60
8 IKeuangan, Persewaan dan
~asa Perusahaan 57.3..:: 17.53 14.9"' -16.22
9 [_asa-Jasa 47.1"'i 5.18 22.01 1.06
Produk Domestik Regional Bruto 51.3~ 7:._±! 22.7( -12.03
Swnber: Kola Ambon Dalam Angka 1982, 2000, 2002 dan PDRB Kota Ambon Tahun 1992
• : Harga Konstan Tahun 1975
•• : Harga Konstan Tahun 1983
•••: Harga Konstan Tahun 1993
91

Laju pertumbuhan ekonomi Kota Ambon periode 1983 sampai 1990

adalah 7,44%, meningkat menjadi 22,70% pada periode 1990 sampai I997, tetapi

menunm menjadi -I2,03% pada periode I 997 sampai 200I (Tabel 15).

Penurunan laju pertumbuhan ekonomi di Kota Ambon pada periode 1997 sampai

2001 dipengaruhi oleh kondisi ekonomi makro, yaitu terjadinya krisis ekonomi di

Indonesia pada pertengahan tahun 1997 dan kondisi ekonomi mikro yaitu

terganggunya aktivitas ekonomi akibat kerusuhan sosial yang melanda Kota

Ambon pada awal tahun 1999.

Laju pertumbuhan menurut sektor lapangan usaha menunjukkan bahwa

pada periode 1983 sampai 1990, laju pertumbuhan tertinggi terjadi pada Sektor

Industri Pengolahan (27 ,90%), pada peri ode I 990 sampai 1997 laju perturnbuhan

tertinggi tetjadi pada Sektor Jasa-jasa (68,61%), sedangkan pada periode 1997

sampai 2001 semua sektor mengalami pertumbuhan negatif, kecuali Sektor Jasa-

jasa sebesar 1,06%.

4.4.3. Pendapatan Per Kapita

Pendapatan regional per kapita atau disebut pendapatan per kapita

merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat kemakmuran suatu

wilayah. Pendapatan per kapita didapat dengan cara membagi pendapatan regional

(PDRB Atas Dasar Harga Konstan setelah dikurangi Penyusutan dan Pajak Tidak

Langsung Netto) dengan penduduk pertengahan tahun.

Pendapatan per kapita Kota Ambon pada periode 1983 sampai 1997

mengalami peningkatan, dari Rp.540.481 ,00 menjadi Rp.2.058.704,00, namun

pada tahun 2001 menurun menjadi Rp.2.058.704,00 (Tabel 16). Penurunan


92

pendapatan per kapita pada tahun 200 l dipengaruhi oleh terganggunya kegiatan

ekonomi akibat kerusuhan sosial di Kota Ambon pada awal tahun 1999. Bila

dibandingkan dengan kabupaten lain di Propinsi Maluku, maka pendapatan per

kapita Kota Ambon adalah yang paling tinggi.

TABEL 16. JUMLAH PENDAPATAN PERKAPITA KOTA AMBON


DAN KABUPATEN Dl PROPINSI MALUKU TAHUN 1978,1983,1990,1997,1999 DAN 2001

NO. KABUPATEN/ PENDAPATAN PER KAPITA


KOTA 1978 1983 1990 1997 1999 2001

I Maluku Tenggara * 231,418 300,307 898,752 771,662 *


2 !Maiuku Tengah * 252,393 354,314 988,151 495,359 *
3 !Maiul-u Utara * 228,451 384,897 * * *
4 IHalmahera Tengah * 425,270 595,645 * * *
5 IKotaAmbon 157,810 540,481 654,811 2,241,933 1,403,357 2,058,704

Ket. *) Tidak ada data


Swnber: Kota Ambon Dalam Angka Tahun 1999, 2002. PDRB Kota Ambon, 1992
PDRB Kabupaten Kota di Indonesia 1983-1993.

4.5. Sistem Transportasi

Kota Ambon sebagai ibukota propinsi Maluku mempunyai peranan

penting sebagai pusat perdagangan, pusat pemerintahan, pusat ekonomi dan

keuangan, pusat pendidikan serta pusat pelayanan jasa perhubungan dan

pariwisata. Kondisi seperti ini mengakibatkan arus barang dan jasa serta mobilitas

penduduk dari dan ke Kota Ambon cukup besar. Untuk menunjang pergerakan

barang, jasa dan penduduk maka transportasi berperan penting, yang meliputi

transportasi darat, laut dan udara.


93

4.5.1. Transportasi Darat

Transportasi darat meliputi transportasi jalan raya, sehingga terkait

langsung dengan jaringan jalan yang ada. Pola jaringan jalan di Kota Ambon

wnumnya berbentuk tinier menyusuri pesisir pantai, karena pesisir pantai

umumnya memiliki topografi yang landai. Selumh jaringan jalan di Kota Ambon

berorientasi ke Pusat Kota Ambon. Hal ini dipengaruhi oleh fungsi kota sebagai

kota lingkup lokal dan lingkup regional serta terdapatnya lokasi terminal dalam

kota (Terminal Mardika) dan terminal regional (Terminal Batu Merah) di pusat

kota.

TABEL 17. PANJANG, JENIS PERKERASAN DAN


KONDISI JARINGAN JALAN DI PUSAT KOTA AMBON
TAHUN 1982, 1990, 1997 DAN 2002

NO. PANJANG TAHUN


JALAN(Km) 1982 1990 1997 2002

1 Jalan Aspal 39.77 53.31 61.41 61.41


a. Baik 25.42 28.32 33.97 33.32
b. Sedang 10.85 16.23 26.64 27.99
c. Rusak 3.5 8.76 0.8 0.1
2 Jalan Batu 3.4 0 0 0
a. Baik 2.8 0 0 0
b. Sedang 0 0 0 0
c. Rusak 0.6 0 0 0
3 Jalan Tanah 7.1 0 0 0
a. Baik 6.6 0 0 0
b. Sedang 0 0 0 0
c. Rusak 0.5 0 0 0
Jumlah 50.27 53.31 61.41 61.41
Sumber: RWK Kota Ambon Lama dan Sekitarnya, 1986
Lap. Interim III Penyiapan Pembangunan Prasarana Kota Ambon, 1995
Laporan Survey Sistem Jaringan Transportasi Kota Ambon, 2000
Dinas PU Kota Ambon, 2003
94

Pada Kawasan Pusat Kota, pola jaringan jalan berbentuk linier di bagian

barat daya dan timur laut, sedangkan di bagian tengah berpola grid, Jaringan jalan

dengan pola grid di bagian tengah Pusat Kota, disebabkan oleh topografi yang

relatif datar, sehingga pola ini paling efisien mendukung pergerakan penduduk.

Pola jalan utama di Pusat Kota Ambon ini telah ada sejak masa Pemerintah

Hindia Belanda pada abad ke-17 dan selanjutnya mengalami rehabilitasi,

pelebaran dan pembangunan jalan barn yang menyambung pada jalan-jalan utama

yang telah ada.

Panjang jalan di Pusat Kota Ambon (Tabel 17) pada tahun 1982 adalah

50,27 km, meningkat menjadi 61,14 km pada tahun 2002, dengan Iebar berkisar

antara 3 sampai 12 meter. Berdasarkan jenis perkerasan, pada tahun 1982,

jaringan jalan yang ada terdiri dari jalan aspal sepanjang 39,77 km (79, 11%), jalan

batu sepanjang 3,4 km (6,76%) danjalan tanah sepanjang 7,1 km (14,12%).

Pada tahun 1997 dan 2002, total panjang jalan di Pusat Kota Ambon

adalah 61,41 km, dan merupakan jalan aspal. Namun berdasarkan kondisi jalan,

maka jalan aspal yang baik menurun dari 33,97 km menjadi 33,32 km pada tahun

2002, yang disebabkan karena pemeliharaan jalan tidak dapat maksimal akibat

kondisi keamanan yang tidak kondusif pada peri ode ini.

4.5.2. Transportasi Laut

Transportasi taut memegang peranan penting di Kota Ambon, karena

termasuk dalam wilayah kepulauan Propinsi Maluku. Sebagai kota yang berada di

pulau yang kecil, keterhubungan dengan pusat kegiatan dan pelayanan lain di
95

dalam maupun di luar Maluku merupakan hal yang penting. Salah satu cara untuk

mengatasinya adalah dengan transportasi !aut.

Kota Ambon dalam kedudukan sebagai ibukota propinsi dilayani oleh

Pelayaran Nusantara dan Samudera; Pelayaran Rakyat dan Perintis; dan Pelayaran

Lokal. Prasarana angkutan laut yang terdapat di Kotamadya Ambon adalah

Pelabuhan Yos Sudarso di Kelurahan Honipopu, Pelabuhan Slamet Riyadi di

Kelural1an Uritetu, Pelabuhan Gudang Arang di Kelurahan Benteng, Pelabuhan

TNI AL di Desa Halong, Pelabuhan TNI AU di Desa Laha dan beberapa

pelabuhan khusus seperti Dermaga TPI (Tempat Pendaratan Ikan) di Kelurahan

Pandan Kasturi, Dermaga Feri di Desa Galala dan Desa Poka, Dermaga LIPI di

Kate-Kate, Desa Hunuth/ Durian Patah dan Dermaga Pertamina di Desa Wayame.

Pelayaran nusantara dan samudera dilakukan di Pelabuhan Yos Samudera.

Pelayaran rakyat dan perintis serta pelayaran lokal dilakukan di Pelabuhan Slamet

Riyadi dan Pelabuhan Gudang Arang. Ketiga pelabuhan tersebut terletak di

kawasan Pusat Kota. Sedangkan pelabuhan lainnya digunakan oleh instansi-

instansi tertentu sesuai bidang kegiatannya.

Ketika kerusuhan so sial me Ianda Kota Ambon pada awal tahun 1999,

aktivitas pelayaran sempat terganggu, maka Pelabuhan TNI-AL di Halong

difungsikan juga sebagai pelabuhan nusantara yaitu melayani Kapal Penumpang

PT Pelni. Selain itu muncul juga dermaga altematif yuntuk melayani pelayaran

lokal, yaitu dermaga Passo, di Desa Passo Kecamatan Teluk Ambon Baguala serta

pangkalan speed boat altematif di Gudang Arang, kompleks Pertokoan Mardika

dan Desa Rumah Tiga.


96

4.53. Transportasi Udara

Kota Ambon mempunyai fasilitas transportasi udara yaitu Bandar Udara

Pattimura, yang terletak di Desa Laha, Kecamatan Teluk Ambon Baguala. sekitar

40 km dari Pusat Kota. Bandar udara Pattimura melayani penerbangan nasional

domestik dan penerbangan perintis/ lokal. Daerah pendaratan pada bandar udara

ini mempunyai luas sekitar 60 ha, dengan lapisan permukaan aspal beton. Pada

saat ini, bandar udara Pattimura sementara diperluas dan diupayakan untuk

melayani penerbangan internasional.

4.6. Fasilitas dan Utilitas Kota

4.6.1. Fasilitas Kota

(1) Fasilitas Pendidikan

Kota Ambon mempunyai fasilitas pendidikan yang relatif lengkap, mulai

dari Sekolah Taman Kanak-Kanak (STK) hingga perguruan tinggi. Jenis fasilitas

pendidikan yang ada di Kota Ambon terdiri dari sekolah yang dikelola oleh

Pemerintah (sekolah negeri) maupun sekolah yang dikelola oleh pihak swasta.

Kawasan pusat kota Ambon mempunyai fasilitas pendidikan yang cukup

lengkap. Berdasarkan data tahun 2002, di pusat kota Ambon terdapat sejumlah

fasilitas pendidikan meliputi 24 STK, 90 SD, 19 SMTP, 19 SMTA dan 5

Perguruan Tinggi dan Akademi. Perguruan Tinggi dan Akademi yang ada di

Kawasan Pusat Kota Ambon adalah:

1. Kampus Alternatif Universitas Pattimura, di jalan dr. Tamaela, Kelurahan

Urimessing.
97

2. Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM), di jalan Ot Pattimaipauw,

Kelurahan Wainitu.

3. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Alaudin, di Air Besar, Desa

Batu Merah.

4. Sekolah Tinggi Agama Kristen Protestan Negeri (ST AKPN) di Karang

Panjang, kelurahan Amantelu.

5. Akademi Perawat dan Program Kebidanan, di jalan dr. Kayadoe, kelurahan

Ben ten g.

Perkembangan dan sebaran fasilitas pendidikan di Pusat Kota Ambon

dapat dilihat pada Tabel 18 dan Gambar 14. Fasilitas pendidikan tersebar di

semua kelurahan/ desa, kecuali di Kelurahan Batu Gajah dan Batu Meja.

Meskipun tidak ada fasilitas pendidikan di kedua kelurahan ini, namun kedekatan

dengan kelurahan sekitamya yang mempunyai fasilitas pendidikan yang lengkap,

menyebabkan penduduk usia sekolah tetap dapat terlayani dalam pendidikan.

(2) Fasilitas Kesehatan

Kawasan pusat kota memiliki fasilitas kesehatan, baik yang dikelola oleh

pemerintah maupun pihak swasta. Pada talmn 2002, terdapat II rumah sakit di

Kota Ambon, dimana 7 rumah sakit diantaranya terdapat di Kawasan Pusat Kota.

Selain itu terdapat 12 Puskesmas/ Puskesmas Pembantu dan beberapa fasilitas

kesehatan lainnya seperti posyandu, praktek dokter umum dan spesialis, apotik

dan toko obat. Sedangkan pola penyakit utama penderita rawat jalan pada

Puskesmas dan Puskesmas Pembantu tahun 2002 adalah Infeksi Pemapasan

Bagian Atas (35,89%), Influensa (22,27%), Tukak Lambung (13,28%) dan

penyakit kulit (10,92%). Perkembangan dan sebaran beberapa fasilitas kesehatan

dapat dilihat pada Tabel 19 dan Gambar 14.


TABEL 18 JUMLAH DAN DISTRIBUSI FASILITAS PENDIDIKAN MENURUT KELURAHAN/ DESA
DI KOTA AMBON TAHUN 1972, 1982, 1990, 1997 DAN 2003
-

NO. NAMA STK SD SMTP SMTA PERGURUAN TINGGI/ AKADEMI


KELURAHAN/ DI!.SA 1972 1982 1990 1997 2003 1972 1982 1990 1997 2003 1972 1982 1990 1997 2003 1972 1982 1990 1997 2003 1972 1982 1990 1997 2003

I Kel. Nusaniwe - 2 l 2 I I 8 4 4 4 - 2 2 I I - - I I I I I - - -
2 Ket. Bentena 2 4 4 3 2 4 6 10 11 10 I 3 2 2 2 1 4 3 2 2 - - - I I
3 Kel. Wainitu - I 2 3 I - - - - - 2 2 I I I 2 3 3 2 I I I I I I
4 Kel. Kudamati I 2 2 2 2 2 4 8 10 10 1 I I I I I I 2 2 2 - - - - . -
s Kel Manna Dua - - - - - - - - - - - - - - - I I 1 I 1 - - - -I -
6 Kel. UrimessinA I 1 1 1 1 1 2 4 4 4 - - - - - I 1 - - - - - - I
7 Kel. Waihaong - - I I 1 2 I 1 2 2 3 3 2 2 2 I I I I I - - - - -
8 Kel. Silale - 2 2 I I 4 9 8 8 8 - - -I 1 I I I 2 2 2 - - - - -
9 Kel. K.arana Panjana 1 I I 2 I 4 4 6 6 6 1 I 1 1 - - - 1 1 - - - - -
10 Kel. Baiu Mctia - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
11 Kel. Batu Oaiah - - - - - - - - -
s
-
s
- - -4 - - - - - - - - - -
.
- -
12 Kei.Ahusen 1 3 3 3 3 4 4 4 2 2 2 2 1 1 3 3 2 - - - -
13 Kel. HoniDODU 1 3 3 4 4 2 4 3 4 4 - - - 1 1 - - - - - I 1 - - -
14 Kel. Uritetu 1 3 2 2 3 12 12 12 12
s
12
s
I 1 1 I 1 3 3 3 3 3 - - 1 - -
IS Kel. Riiali 1 1 1 1 1 2 2 4 1 I 1 2 3 - - - - - - - - - - '
16 Kel. Amante1u - - - I I 1 2 6 6 6 - - - - - 2 3 2 1 1 - - - I I
17 Desa Batu Merah - - - I I 1 2 8 9 12 - - - 1 3 - - - 1 2 - - - I I
18 Kel. Pandan Kasturi - I I I I I 2 4 2 - - - - - - - - - - - - - - -
'

JUMLAH 9 2-4 24 28 24 41 61 80 90 90 12 16 15 16 19 14 19 21 20 19 3 3 2 s s
Swnber: Renama Kota Tahun 1972, 1982; Kecamatan Dalam Angka Tahun 1990,1997;
Monosrafi Desai Kelurahan April 2003

\C)
00
.a7500mT • 10000 mT •1 2ji()O mT

PETA KOTA AMBON Desa Hative Kecil

"'·
.
~~ ~····'\
;lti~\'~ /
~ """'-......
........
........
...
..I
I
I

;;;;)
Pusat Kota Ambon

~0~
E

i- - ~~
'\<vv\J

......-:---

Desa Soya

~ ,-- - ~---- -
\
I
/ Ui__')'-
/ ' -......, . . . ._ ~ I
"- ........
Desa Amahusu

Sumber: BAPPEDA Kota Ambon


.a1500 mT 41 l mT 41 2500 mT

GAMBAR 14. PETA SEBARAN FASILITAS SOSIAL PUSAT KOTA AMBON TAHUN 2002
100

TABEL 19. JUMLAH DAN DISTRIBUSI FASILITAS KESEHATAN


MENURUTKELURAHAN/DESA
Dl KOTA AMBON TAHUN 1972,1982,1990,1997 DAN 2002

NO. NAMA FASILITAS KESEHATAN


KELURAHAN/ DESA RUMAHSAKIT PUSKESMAS/PUSTU
1972 1982 1990 1997 2002 1972 1982 1990 1997 2002

1 Kel. Nusaniwe - - - - - - 1 1 l 1
2 Kel. Benteng l 1 1 l 1 - I - 1 l 1
3 Kel. Wainitu - - - - - - I - - - -
4 Kel. Kudamati - - - - - - I - - 1 1
5 Kel Mangga Dua - - - - - - I - - - -
6 Kel. Urimessing - - - - - - - - - -
7 Kel. Waihaong - 1 1 I l - - - 1 I
8 Kel. Silale I 1 I 1 1 - I 1 l 1
9 Kel. K.arang Panjang - - - - - - - I 2 2
IO Kel. Batu Meja - - - - - - - - - -
II Kel. Batu Gajah - - 1 1 1 - - - 1 l
I2 Kel. Ahusen - - - - - - I I 1 1 I
I3 Kel. Honipopu 1 l I 2 2 - I - - - -
14 Kel. Uritetu - - - - - - - - - -
15 Kel. Rijali - - - - - 1 I 1 - - -
16 Kel. Amantelu - - - - - - I - - 1 1
i
I7 Desa Batu Merah - - - - I - - 1 1 2
18 Kel. Pandan Kasturi - 1 1 1 - - - - - -
JUMLAH 3 5 6 7 7 I 4 6 11 12
Sumber: Rencana Kota Tahun 1972, I982; Kecamatan Dalam Angka Tahun I990,1997;
Monografi Desai Kelurahan Tahun 2002

(3) Fasilitas Peribadatan

Fasilitas peribadatan yang ada di pusat kota Ambon tergolong lengkap.

Pada tahun 2002 terdapat 43 buah masjid, 65 buah gereja dan 1 buah pura.

Fasilitas agama ini tersebar di semua kelurahan/ desa. Kelengkapan fasilitas yang

ada menunjukkan bahwa kota Ambon merupakan kota yang penganut agamanya

heterogen.
TABEL 20. JUMLAH DAN DISTRIBUSI FASILITAS PERIBADATA N MENURUT KELURAHAN /DESA
DI KOTA AMBON TAHUN 1972, 1982, 1990, 1997 DAN 2003

NO. NAMA MESJID GEREJA PURA


KELURAHAN / DESA 1972 1982 1990 1997 2003 1972 1982 1990 1997 2003 1972 1982 1990 1997 2003

1 Kel. Nusaniwe . 3 3 3 3 . 1 3 3 3 . . . . .
2 Kel. Benteng . 3 3 3 2 . 3 3 5 5 . 1 1 1 1
3 Kel. Wainitu . . 5 5 2 . 1 3 4 4 . . . . .
4 Kel. Kudarnati . 2 3 3 . 1 1 5 10 12 . . . . .
5 Kel Mangga Dua . . . . . . . 2 4 5 . . . . .
6 Kel. Urimessin_g 1 2 2 2 2 . . . 2 3 . . . . .
7 Kel. Waihaong . 2 4 4 4 . 1 1 I . . . . . .
8 Kel. Silale . 1 1 I 1 . I 1 2 . . . . . .
9 Kel. Karang Panjang . . I 2 I . . . 2 2 . . . . .
IO Kel. Batu Meja . . 2 2 . 1 2 4 4 5 . . . . .
II Kel. Batu Gajah . . 2 3 I . . 5 5 5 . . . . .
I2 Kel. Ahusen . . . . . 2 2 2 4 5 . . . . • j
13 Kel. Honipopu 2 3 4 6 6 2 3 3 3 2 . . . . .
I4 Kel. Uritetu 2 4 4 4 2 4 7 6 6 6 . . . . .
IS Kel. Rijali . . . . . 3 4 4 4 3 . . . . .
16 Kel. Amantelu I 1 2 2 I 2 I 3 4 4 . . . . .
I7 Desa Batu Merah 1 5 8 10 14 . . 2 . 1 . . . . .
I8 Kel. Pandan Kasturi I 1 4 4 4 . 2 4 2 3 . . . . .
I JUMLAH I 8 I
21 1 48 1 54 43 I II
t4 1 3o 1 5o 1 69 1 65 II 0 I 1 I 1 I 1 I 1
Sumber: Rencana Kota Tahun I972, I982; Kecamatan Dalam Angka Tahun I990,I997;
Monografi Desai Kelurahan April 2003

0
102

Perkembangan jumlah fasilitas peribadatan menunjukkan bahwa pada

peri ode 1997 sampai 2002 teijadi penurunan jumlah masjid dan gereja. Pen unman

ini terjadi ketika kerusuhan sosial yang melanda Kota Ambon pada awal tahun

1999, dimana banyak rumah ibadah yang rusak. Perkembangan dan sebaran

fasilitas peribadatan di Pusat Kota Ambon dapat dilihat pada Tabel 20 dan

Gambar 14.

(4) Fasilitas Perekonomian

Di pusat Kota Ambon terdapat beberapa jenis fasilitas perekonomian

seperti fasilitas perdagangan dan jasa keuangan. Fasilitas perdagangan yang ada

adalah plaza, pertokoan, pasar, toko, wanmg, restoran dan rumah makan. Fasilitas

jasa keuangan yang ada meliputi bank pemerintah maupun bank swasta. Perum

pengadaian dan koperasi.

Fasilitas perdagangan seperti plaza. pertokoan dan pasar modem

terkonsentrasi di Kelurahan Honipopu. Uritetu, Rijali dan Desa Batu l'v1erah,

sedangkan wanmg dan kios tersebar di semua kelurahan. Sebaran fasilitas

perdagangan di Pusat Kota Ambon dapat dilihat Gambar 15.

(5) Fasilitas Olahraga dan Rekreasi

Fasilitas olahraga yang terdapat di pusat kota antara lain lapangan

Merdeka, lapangan Segitiga, .'.port Hall dan Stadion Mandala Remaja di Karang

Panjang (Gambar 14). Fasilitas olahraga ini seringkali dimanfaatkan oleh

masyarakat, sedangkan lapangan sekaligus berfungsi sebagai ruang terbuka kota.


103

Fasilitas rekreasi yang ada di Kawasan Pusat Kota masih relatif terbatas.

Beberapa fasilitas yang ada seperti Taman Victoria dan Taman Hiburan Rakyat

belum dapat berfungsi optimal, bahkan akibat kerusuhan sosial pada awal tahun

1999, beberapa lokasi seperti taman hiburan rakyat juga sport hall berfi.mgsi

sebagai tempat penampungan pengungsi.

(6) Fasilitas Pemerintahan dan Pelayanan Umum

Adapun yang dimaksud fasilitas pemerintahan dan pelayanan umum

adalah fasilitas pemerintah tingkat propinsi, kota, kecamatan dan kelurahan,

fasilitas pemakaman serta fasilitas pelayanan pos dan giro.

Kawasan Pusat Kota Ambon mempunyai fasilitas pemerintahan tingkat

propinsi, kota, kecamatan dan keluruhan. Beragam fasilitas pemerintahan di Pusat

Kota Ambon disebabkan oleh fungsi Kota Ambon yang pelayanannya meliputi

lingkup lokal dan lingkup regional. Fasilitas perkantoran di Kota Ambon

terkonsentrasi di tengah kota yaitu di jalan-jalan utama yaitu di Kelurahan Uritetu,

Honipopu, Ahusen serta tersebar di beberapa tempat di kelurahan Karang

Panjang, Amantelu, Pandan Kasturi dan Desa Batu Merah (Gambar 16).

Selain itu di Kawasan Pusat Kota Ambon terdapat beberapa lokasi

pemakaman yaitu:

(1) Tempat Pemakaman Umum Muslim di Kebun Cengkih, Desa Baht Merah;

(2) Tempat Pemakaman Umum Kristen di Kebun Cengkih, Desa Batu Merah;

(3) Tempat Pemakaman Umum Muslim di Petak 10, kelurahan Mangga Dua;

(4) Tempat Pemakaman Umum Kristen yang berdampingan dengan Pemakaman

Tionghoa di Benteng, kelurahan Benteng.

(5) Taman Makam Pahlawan Kapahaha di Tantui, Kelurahan Pandan Kasturi.


mT mT •12500 mT

PID. KOTA AMBON Desa Hative Kecil

400 0
l:l
u 400 800 M

..
I
I Legenda:
- - - - Batas Pusat Kota
..I ----- - Batas Kelurahan/Desa
I
I - - Jalan Arteri
I
I
- - Jalan Lokal
\ - - Jalan Lingkungan
I
Desa Soya ~ Sungai
\ \
- Pertokoan A Y Patti
I
I - Ambon Plaza
11 I
J
- Toko
- Pertokoan Mardika
- Pertokoan Batu Merah
- Swalayan
~-- - ~--· -
1 I

I 0
I
~

I
I Desa Amahusu
'- I
Sumber: BAPPEDA Kota Ambon

GAMBAR 15. PETA SEBARAN FASILITAS PERDAGANGAN PUSAT KOTA AMBON TAHUN 2002
mT 41 0000 mT 412500 mT

PETA KOTA AMBON Desa Hative Kecil

---.....

~
~L
-0*-~
~u
'\<yv

400 0
-=;;=;==;]
400 800 M

I
/ Legenda:
- - - - Batas Pusat Kota
..I ------- Batas Kelurahan/Desa
I
I ~ - - Jalan Arteri
- - Jalan Lokal
' - - Jalan Lingkungan
\ \
Desa Soya ~ Sungai
\ \
- Pemerintah
I I D Swasta
I - Bank
[G.J Jasa
1 1, ___ , __ ...,. •• "-, 1 { :')1 Hotel
,-··---··---
1 I

I I
0
I
I Desa Amahusu VI

" I

GAMBAR 16. PETA SEBARAN KEGIATAN JASA DAN PERKANTORAN PUSAT KOTA AMBON TAHUN 2002
106

Tempat Pemakaman Umum Muslim di Kebun Cengkeh adalah tempat

pemakaman bam, menggantikan tempat pemakaman tumun di Petak 10 yang daya

tampungnya sudah maksimal. Demikian pula Tempat Pemakaman Umum Kristen

di Kebun Cengkeh merupakan pemakaman baru, menggantikan Tempat

Pemakaman Umum Kristen di Belakang Soya (Kelurahan Karang Panjang) yang

areanya dia1ihfungsikan tmtuk lokasi perkantoran serta mengantisipasi Tempat

Pemakaman Umum di Benteng yang daya tampungnya sudah maksimal.

Sementara itu, pada tahun 2002 pelayanan pos dan giro di kota Ambon

dilayani oleh sebuah kantor pos pusat yang berlokasi di ke1urahan Uritetu dan

diduktmg oleh 2 kantor pos keliling dan 20 kantor pos pembantu tambahan.

4.6.2. Utilitas Kota

(I) Jaringan Air Bersih

Sistem penyediaan air bersih di Kota Ambon dikelola oleh Perusahaan

Daerah Air Minum (PDAM) Kota Ambon. Pelayanan PDAM menggunakan

sistem perpipaan dan berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional

(SUSENAS) tahun 2000 cakupan pelayanan PDAM baru menjangkau 39,83%

penduduk. Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan air bersih terdapat pula

upaya swakelola yang diupayakan oleh masyarakat. Sumber air yang diupayakan

sendiri oleh masyarakat adalah ( 1) air tanah meliputi sumur bor/ pompa ( 14,88%),

sumur gali terlindung (30,43%) dan sumur gali tidak terlindung ( 1,23%);

(2) mata air meliputi mata air terlindung ( 13,24%) mata air dan mata air tidak

terlindtmg (0,06%).
107

Daerah pelayanan PDAM Kota Ambon meliputi Kawasan Pusat Kota dan

sekitamya, Desa Hative Kecil, Kelurahan Lateri, Desa Passo, Desa Poka dan Desa

Wayame. Jaringan PDAM yang melayani Kawasan Pusat Kota merupakan

perluasan dari jaringan yang telah ada sejak tahun 1928. Oleh karena itu

mayoritas pelanggan PDAM Kota Ambon berada di Kawasan Pusat Kota.

Sedangkan daerah-daerah pelayanan di luar Kawasan Pusat Kota, disebabkan

karena kawasan-kawasan ini merupakan kawasan padat penduduk dengan

munculnya perumahan-perumahan dan fasilitas perkotaan seperti pendidikan dan

perkantoran di lokasi-lokasi tersebut.

Sumber air baku untuk Kawasan Pusat Kota dan sekitamya terdiri dari

mata air dan sumur dalam. Sumber air dari mata air adalah Air Keluar (Desa

Urimessing), Air Besar (Desa Soya), Air Panas (Desa Soya), Air Wainiuw (Desa

Soya), Air Batu Gajah (Desa Urimessing) dan Air Wainitu (Kelurahan Kudamati).

Sedangkan sumber dari sumur dalam adalah NP-1 (Kelurahan Urimessing),

A/P-4 (Desa Hative Kecil), NP-6 (Kelurahan Rijali), NP-7 (Kelurahan Rijali)

dan NP-9 (Kelurahan Mangga Dua). Sedangkan sistem distribusi perpipaan ke

pelanggan mengunakan campuran sistem gravitasi dan pompa.

Perkembangan tingkat pelayanan PDAM Kota Ambon memmjukkan

bahwa jwnlah pelanggan pada tahun 1982 hingga tahun 1997 meningkat sebesar

183%, dari 3.797 pelanggan menjadi 10.745 pelanggan. Kerusahan sosial di Kota

Ambon pada awal tahun 1999 yang menyebabkan banyak permukiman yang

hancur dan ditinggalkan penduduk mengakibatkan jumlah pelanggan pada tahun

2002 menurun menjadi 6.036 pelanggan.


108

(2) Jaringan Air Lim bah

Jaringan air limbah yang ada di Kota Ambon merupakan jaringan limbah

domestik. Menurut jenisnya limbah domestik dibedakan atas (1) lim bah cair (grey

water), berasal dari bekas mandi, mencuci dan memasak; dan (2) limbah padat

(black water), berasal dari kakus dalam bentuk tinja.

Limbah cair umumnya dibuang ke saluran drainase jalan yang kemudian

diterima ke saluran sekunder dan primer, seperti riol dan badan air atau sungai.

Dengan demikian teijadi percampuran dalam sistem pembuangan air limbah

tersebut dengan sistem pembuangan air hujan (drainase). Sedangkan untuk

penduduk yang bermukim di lokasi yang jauh dari sistem saluran yang ada, maka

limbah cair ini dibuang ke lahan-lahan kosong di sekitar permukiman setempat.

Sistem saluran limbah padat, umumnya terbatas pada pelayanan

pembuangan kotoran manusia dari we/ jamban yaitu ditampung dalam septic tank

atau ke cubluk. Disamping itu masih dijumpai pembuangan ke badan-badan air

seperti ke Wai Batu Gantung, Wai Batu Gajah, Wai Baht Merah, Wai Tomu dan

Wai Ruhu. Untuk mengatasi hal itu, maka untuk kawasan dengan penduduk

berkepadatan tinggi dan berpenghasilan rendah dilayani dengan sarana MCK

dengan sistem komunal. Sedangkan untuk pembuangan di daerah perdagangan

dan fasilitas umum, menggunakan fasilitas komunal dan pengelolaannya ditangani

oleh pemerintah kota atau pengelola fasilitas dimaksud. Berdasarkan hasil

SUSENAS tahun 2000, di Kota Ambon rumah tangga dengan fasilitas tempat

huang air besar terdiri dari 71,90% menggunakan we sendiri; 14,71% meng-

gunakan we bersama; 4,22% menggunakan we umum dan 9,17% tidak di we.


109

Untuk mengoptimalisasikan sistem pengelolaan air limbah domestik,

khususnya limbah padat di Kota Ambon, maka pada talmo 1994/1995 Pemerintal1

Kota membangun 1 unit bangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT)

seluas sekitar 2 Ha di Air Kuning, Desa Batu Merah. Sistem pengumpulan/

penyerapan dari septic tank ke IPLT mempeq,'llnakan mobil tinja milik Dinas

Kebersihan Kota. Nannm sejak kemsuhan melanda Kota Ambon, IPLT ini

berhenti berfungsi.

(3) Jaringan Drainase

Jaringan drainase adalah saluran yang digtmakan untuk menampung

genangan air hujan. Dalam kenyataan, jaringan drainase juga berfungsi sebagai

penampung limbah cair domestik. Pada dasamya jaringan drainase berprinsip

mengikuti arah kemiringan tanah dan diupayakan agar air hujan dan air buangan

yang ditampungnya secepat mungkin mencapai badan air sebagai saluran

pembuangan akhimya.

Sistem drainase yang ada di kota Ambon, tidak dapat dipisahkan dengan

sungai-sungai yang melintasi kota. Peranan sungai-sungai tersebut adalah sebagai

saluran primer utama. Semua air hujan dan air buangan dari permukiman diterima

melalui saluran tersier, sekunder dan menuju sungai/ riol sebagai primer dan

selanjutnya diteruskan ke laut (Teluk Ambon).

Untuk wilayah pusat kota, sistem drainase yang ada dilayani oleh 5 sungai

besar yaitu Wai Batu Gantung, Wai Batu Gajah, Wai Batu Merah, Wai Tomu dan

Wai Ruhu. Selain itu dilayani juga oleh beberapa sungai kecil yaitu Wai Putri,

Wai Nitu, Wai Keker, Wai Benteng, Riol Waititar, Kali Mati Wai Alat, Kali Mati
110

Batu Merah dan Kali Mati Pandan Kasturi. Panjang saluran yang ada di Kota

Ambon tahun 2002 adalah 10.889 m, yaitu 4.736 m merupakan saluran primer

bukan sungai dan 6.153 m berfungsi sebagai saluran sekunder dan tersier.

Pada beberapa lokasi, terdapat saluran dan sungai-sungai yang kondisinya

kurang baik, karena banyak endapan lumpur, pasir dan sampah. Kondisi ini

menyebabkan terdapat beberapa lokasi genangan apabila musim hujan selama

1-2 jam, an tara lain (1) kawasan bagian hilir Wai Batu Merah, (2) kawasan sekitar

riol Waititar yaitu di Jl. Said Perintah dan 11. A.Y. Patti, (3) kawasan bantaran

Wai Batu Gajah yaitu di Jl. dr. Sutomo, 11. Barn dan Ke1urahan Silale, dan (4)

kawasan bantaran sungai Batu Gajah yaitu Perigi Lima dan Waihaong.

(4) Jaringan Persampahan

Sistem pengelolaan sampah di Kota Ambon terdiri atas pengelolaan

sampah sistem perkotaan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota dan

pengelolaan secara individual oleh masyarakat atau rumah tangga.

Pengelolaan sampah sistem perkotaan dilaksanakan oleh Dinas Kebersihan

Kota Ambon. Area pelayanan sistem ini masih terbatas pada kawasan pusat kota

dan sekitarnya yaitu daerah-daerah pertokoan, perkantoran, pasar, permukiman

yang terletak di jalan-jalan utama, jalan-jalan protokol, pembersihan saluran dan

fasilitas umum. Sedangkan pengelolaan sampah secara individual umumnya

dilakukan dengan cara menimbun dalam lubang dan membakar sampah di

halaman rumah.

Pengangkutan sampah ke TP A oleh Dinas Kebersihan Kota Ambon pada

tahun 1982 mencapai 75,23%, meningkat menjadi 97,89% pada talum 1997,
111

tetapi menurun menjadi 50,73% pada tahun 2002 (Tabel 21 ). Penurunan

pengangkutan sampah disebabkan oleh kondisi keamanan yang tidak kondusif,

sehingga kegiatan pengangkutan sampah tidak berjalan optimal. Sedangkan

komposisi sampah per hari pada talmn 2002 terdiri dari sampah organik (35,80%)

dan sampah non organik (64,20%). Sampah non organik terdiri dari logam

(11,10%), plastik (18,90%), gelas/ kaca (2,40%), kertas (16,60%) dan lainnya

(15,20%).

TABEL 21. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN SARANA-PRASARANA PERSAMPAHAN


Dl KOTA AMBON TAHUN 1990, 1997 DAN 2002

NO. INDIKATOR TAHUN


1982 1990 1997 2002

I Volume Sampah yang Terkumpul !


di TPS per Hari (liter) !Ol) 328 473 410
2 Volume Sampah yang Terangkut
ke TP A per Hari (liter) 82 315 463 208
3 Persentase Volume Sampah
Terangkut 75.23 96.04 97.89 50.73
4 Tenaga Kerja:
Buruh Lepas Harian 20 196 306 l)6l
5 Prasarana (unit):
a. Truk Sampah 3 13 17 14 I
b. Gerobak Sampah 10 20 Jl)() -
c. TPS Perrnanen I I 76 33

Sumber : Kota Ambon Dalam Angka Tahun 1986, 1993, 2000 dan 2002

Fasilitas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah berlokasi di Kawasan

Pusat Kota yaitu di Air Kuning, Desa Batu Merah seluas 12 Ha. TPA ini mulai

beroperasi pada tahun 1988, dengan masa pemakaian diperkirakan 25 sampai 30

tahun. Sistem operasional TPA ini menggunakan sistem sanitary /anfi/1. Selain itu

terdapat pula TPA darurat di Kelurahan Benteng dengan sistem sanitary /an.fi/1.
112

TPA darurat ini berfungsi sejak tahun 2001 dan bersifat sementara mengantisipasi

kondisi keamanan Kota Ambon pasca kerusuhan tahun 1999.

(5) Jaringan Listrik

Sumber penerangan yang digunakan oleh rumah tangga di Kota Ambon

pada tahun 2000 adalah 97,59% dengan listrik PLN dan 2,41% dengan petromak

atau lampu minyak (SUSENAS, 2000). Daya listrik yang digunakan bersumber

dari Pembangkit Listrik Tenaga Disel (PLTD) yang dikelola oleh PT. PLN

Wilayah IX Cabang Ambon. Di kota Ambon terdapat 2 PLTD yang berlokasi di

desa Hative Kecil dan desa Poka, dengan daya terpasang pada tahun 2002 adalah

66.508 Kw. Jaringan distribusi mempunyai tegangan sebesar 20 KV dan struktur

jaringan distribusi adalah sistem open loop dengan pola operasional radial.

T ABEL 22. PERKEMBANGAN PELANGGAN DAN


SARANA PRASARANA LISTRIK
DI KOTA AMBON TAHUN 1972, 1982, 1990, 1997 DAN 2002

NO. I INDIKATOR TAHUN


1972 1982 1990 1997 2002

1 Jum1ah Pelanggan 3,189 12,956 54,631 48,985 43,344


2 Jwnlah Mesin (Unit) 4 10 9 9 31
3 Jumlah Gardu (Unit) 22 77 240 311 203
4 Daya Terpasang (KW) 2,100 10,116 51,309 40,672 66,508
5 Daya Mampu (KW) 1,590 9,062 38,245 33,600 29,050
6 Behan Puncak (KW) 1,835 7,785 16,000 28,950 20,750

Sumber : Kota Ambon Dalam Angka Tahun 1983, 1993, 2000


Maluku Dalam Angka Tahun 1974
PLN Wilayah IX Cabang Ambon Tahun 2003

Perkembangan daya mampu tenaga listrik yang terdapat di kedua PLTO

tersebut selama periode 1990 sampai 2002 menunjukkan adanya penurunan. Pada
113

tahun 1990 daya mampu adalah 38.245 KW berkurang menjadi 29.050 KW pada

tahun 2002. Kondisi tersebut disebabkan oleh mesin pembangkit tidak

dioperasikan secara optimal atau mesin dalam keadaan rusak (Tabel22).

Jaringan listrik telah menjangkau seluruh wilayah kota dengan jumlah

pelanggan dalam periode tahun 1972 sampai 1997 mengalami peningkatan, tetapi

periode tahun 1997 sampai 2002 mengalami penurunan. Penurunan pelanggan

disebabkan banyak permukiman yang hancur dan ditinggalkan penduduk. Jumlah

pelanggan terbanyak adalah golongan runtah tangga sebesar 92,24%, terutama

pada daya 250 VA sampai 2.200 VA

(6) Jaringan Telekomunikasi

Kota Ambon telah dilengkapi dengan sentral telepon otomat (STO) yang

terdapat di 3 lokasi yaitu Ambon Centrnm, Passo dan Poka. Kapasitas STO dan

jumlah pelanggan di Kota Ambon menunjukkan adanya peningkatan. Pada tahun

1972 kapasitas telepon adalah 1.600 satuan sambungan dan pada tahun 2002

berjumlah 22.108 satuan sambungan. Bila dibandingkan kapasitas telepon yang

ada dengan jumlah pelanggan, maka pada tahun 2002 di Ambon Centrum (Pusat

Kota dan sekitarnya) jumlah pelanggan adalah 64,88% dari kapasitas.


BABV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil temuan di lapangan, dalam bab ini akan disajikan hasil

dan pembahasan mengenai perkembangan fisik Pusat Kota Ambon, dalam kurun

waktu tahun 1940 sampai dengan tahun 2002. Ada pun topik bahasan yang

diuraikan dalam bab ini adalah ( 1) Arah perkembangan fisik pusat kota dari tahun

1940 sarnpai 2002, (2) Pola perkembangan fisik pusat kota dari tahun 1940

sarnpai 2002, (3) Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan :fisik pusat

kota yang dilihat setiap periode, yaitu peri ode sebelum tahun 1970, periode 1970-

1980, periode 1980-1990, periode 1990-1997 dan periode 1997-2002 dan (4)

Temuan penelitian.

5.1. Arab Perkembangan Fisik Keruangan Pusat Kota Ambon

Perkembangan ruang adalah suatu proses perubahan dari suatu keadaan ke

keadaan yang lain dalarn waktu yang berbeda. Sorotan perubahan keadaan

tersebut biasanya didasarkan pada waktu yang berbeda dan untuk analisa ruang

yang sama (Yunus, 1978).

Perkembangan fisik keruangan yang terjadi pada suatu kota, salah satunya

dapat dilibat dari perubahan penggunaan laban dan perkembangan area terbangun.

Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleb Yunus ( 1978) babwa perkembangan

fisik suatu kota akan berimplikasi terbadap perubahan tata guna laban kota.

Perubaban tata guna laban berimplikasi pada perubaban ruang yang disebabkan

114
115

oleh kegiatan man usia. Zahnd ( 1999), menyatakan bahwa perkembangan ruang

kota tidak teijadi secara abstrak, melainkan dipengaruhi oleh proses dimensi

waktu yang cukup lama, dilakukan oleh manusia dan berkaitan erat dengan

produk. Pada bagian ini akan diuraikan arah perkembangan fisik pusat kota

Ambon, yang dibatasi pada perkembangan area terbangun secara horisonta1.

5.1.1. Kondisi Fisik Keruangan Pusat Kota Ambon Pada Tahun 1940

Kondisi fisik pusat kota tercermin pada pola tata ruang kota Ambon yang

telah terbentuk sejak masa Hindia Belanda. Pada masa ini kota ditata dengan

teratur, oleh suatu lembaga yang mengawasi penataan kota yaitu Rooysmeester.

Gambaran tentang penggunaan laban di Kota Ambon tahun 1940 dapat dilihat

pada Gambar 17.

Kawasan permukiman tersebar antara lain di Kelurahan Rijali yaitu Soya

Kecil, Halong-Mardika dan Tanah Tinggi; Kelurahan Ahusen yaitu Pohon Puleh,

Urimessing dan Valentein; Kelurahan Waihaong dan Kelurahan Silale. Fasilitas

pemerintahan seperti perkantoran dan fasilitas sosial seperti sekolah dan tempat

ibadah terletak di tepi jalan utama, antara lain yang saat sekarang dikenal sebagai

jalan Pattimura,jalan A. Yani danjalan Pahlawan Revolusi.

Kawasan Benteng Neuw Victoria dan sekitamya di pesisir pantai

Honipopu berftmgsi sebagai kantor pemerintahan Hindia Belanda. Di sebelah

barat benteng terdapat pertokoan yang dimiliki oleh pendatang China dan Arab

yang berfungsi juga sebagai tempat tinggal, sebuah pasar tradisional dan

pelabuhan laut. Pelabuhan !aut merupakan prasarana tranportasi utama saat itu,
116

yang kegiatannya meliputi transportasi orang, barang dan jasa tennasuk komoditi

perdagangan. Hal ini menyebabkan pasar dan pertokoan terletak di dekat

pelabuban laut. Pol a tata ruang seperti ini telab ada sejak abad ke-17, mengingat

Kota Ambon kala itu adalah kota pelabuban, sebingga aktivitas perdagangan

berdekatan dengan pelabuban sebagai pintu masuk orang, barang danjasa dari dan

ke kota Ambon.

Berdasarkan basil rekonstruksi peta, data sekunder dan basil wawancara,

maka secara keseluruhan penggunaan ruang tahun 1940 masib didominasi oleb

kebun campuran dan butan. Area terbangun adalah seluas 44,67 ha, terdiri dari

pennukiman seluas 29,72 ba dan sisanya adalah perdagangan, perkantoran dan

jasa serta fasilitas sosial (Tabel23).

TABEL 23. PENGGUNAAN LAHAN PUSAT KOTA AMBON


TAHUN 1940

NO. JENIS KEGIATAN LUAS


Ha /o
0

1 Pennukiman 29.72 2.00


2 Perdagangan 1.42 0.10
3 Militer - -
4 Perkantoran dan Jasa 4.69 0.32
5 Fasilitas Sosial 8.84 0.60
6 Tanah Terbuka 7.92 0.53
7 Pekarangan 3.20 0.22
8 Kebun Campuran 808.36 54.41
9 Hutan 621.60 41.84
Jumlah 1,485.76 100
Sumber: Hasil Analisis Rekonstruksi Foto Udara 1985 dan Berbagai Sumber seperti
RBW Kola Ambon Lama dan Sekitarnya, 1986; serta Data Wawancara.
407500mT 410000 mT 412500 mT

PETA KOTA AMBON


Desa Hative Kec 1l

i
~
' - - - - -- - - - - , - - 1 ~0~
~~ 'r - - - - J . . . . - - - - - - - - .!
I
~u
'\<v'v\)

400 o 400 eoo M

Legend a:
--··- Batas Pusat Kola
Batas Kelurahan/Desa
- - Jalan Arteri
- - Jalan Lokal
- - Jalan Lingkungan
;;::..:.-..-- Sungai
L ] Permukiman
D Perdagangan
::> nD Perkantoran dan Jasa
e
.
'' Fasilitas Sosial

i ~
Oesa Soya
- --- CJ Tanah Terbuka
'- Bentena CJ Pekarangan
~ Kebun Campuran !
- Hutan
- Benteng Neuw Victoria
-..J

Oesa Amahusu

Sumber: BAPPEDA Kola Ambon


407500 mT 41 0000 mT 41 2500 mT

GAMBAR 17. PETA PENGGUNAAN LAHAN PUSAT KOTA AMBON TAHUN 1940
118

TABEL 24. LUAS AREA TERBANGUN PUSA T KOTA AMBON


TAHUN 1940

NO. NAMA LUAS LlJASAREA


KELURAHAN/ DESA WILAYAH TERBANGUN
(HA) (HA) 0/o

I Kel. Nusaniwe 51.061 - -


2 Kel. Benteng 126.14 1.58 0.11
3 Kel. Wainitu 42.27 3.17 0.21
4 Kel. Kudamati 133.62 1.25 0.081
5 Kel Mangga Dua 46.33 - -
6 Kel. Urimessing 28.91 1.63 0. I 1
7 Kel. Waihaong 16.95 2.65 0.18
8 Kel. Silale 14.93 5.56 0.37
9 Kel. Karang Panjang 56.40 0.89 0.06
10 Kel. Baht Meja 40.48 0.78 0.05
11 Kel. Batu Gajah 61.06 0.78 0.05
12 Kel. Ahusen 28.45 5.91 0.40
13 Kel. Honipopu 40.72 3.77 0.251
14 Kel. Uritetu 38.64 8.61 0.58 1
15 Kel. Rijali 43.76 5.99 0.40
16 Kel. Amantelu 69.671 1.04 0.07
17 Desa Batu Merah 295.22 1.03 0.07
18 Kel. Pandan Kasturi I 61.67 - -
19 Desa Hative Kecil 77.45 - -
20 Kel. Waihoka 73.80 - -
21 Kayu Putih - Desa Soya 138.23 - -
JUMLAH 1,485.76 44.67 3.01
Sumber: Hasil Analisis Rekonstruksi Foto Udara 1985, RBW Kota Ambon Lama
dan Sekitarnya, 1986; serta Hasil Wawancara.

Persebaran area terbangun setiap kelurahan dan desa menunjukkan area

terbangun terkonsentrasi di tengah kota, yaitu di Kelurahan Silale, Ahusen,

Honipopu, Urimessing dan Rijali. Konsentrasi area terbangun ini berada di sekitar

Benteng Neuw Victoria, yang merupakan pusat kegiatan "Gouvernement der

Molukken ". Sedangkan di Kelurahan Nusaniwe, Pan dan Kasturi, Desa Hative

Kecil, Kelurahan Waihoka dan Kayu Putih - Desa Soya saat itu tidak terdapat
119

area terbangun karena rnasih berupa kebun carnpuran dan hutan. Persebaran area

terbangun pada tahun 1940 dapat dilihat pada Tabel24.

Persebaran area terbangun di bagian tengah kota, secara fisik terletak di

daerah dengan topografi yang landai dengan kelerengan 0-2% dan umurnnya

tersebar tersebar pada jalan-jalan utama yang ada dalam kota. Topografi yang

Jandai memungkinkan pembangunan fisik kota lebih rnudah daripada daerah

berbukit, sedangkan persebaran area terbangun di jalan-jalan utama agar

memudahkan pergerakan dan perpindahan ke tempat-ternpat yang lain.

Bintarto (1977) dan Branch (1995), rnenyatakan bahwa topografi tapak

mernpengaruhi unsur-unsur yang berada di dalarn kota. Pennukiman cenderung

tumbuh lebih cepat pada lahan datar, karena biaya konstruksi bangunan lebih

rendah daripada di daerah perbukitan serta Jebih rnudah dan rnurah mernbangun

jaringan ulitas. Selain itu jalur-jalur transportasi rnernpunyai pengaruh yang besar

dalam rnembentuk pola penggunaan lahan di kota (Branch, 1955). Sejak awal

pertumbuhan komunitas, berbagai kegiatan usaha rnemilih lokasi di sepanjang

jalur-jalur lintas primer.

5.1.2. Arab Perkembangan Fisik Keruangan Pusat Kota Ambon Pada


Tahun 1940-1950

Pada periode ini Kota Ambon rnengalami kehancuran fisik yang cukup

besar, yaitu ketika pengebornan udara yang dilakukan Jepang pada tahun 1941,

pengebornan udara Sekutu pada tahun 1945 dan pengeboman udara APRIS pada

tahun 1950, sehingga sebagian besar bangunan di Kota Ambon rnengalami

kehancuran. Dengan demikian area terbangun kota yang berdiri pada talmn 1950

adalah sisa-sisa reruntuhan akibat perang tersebut.


120

Penggunaan ruang pada tahun 1950 untuk pasar, pertokoan dan

perkantoran masih seperti pemanfaatan lahan tahun 1940, yaitu berlokasi di

sekitar pantai Honipopu. Permukiman yang sebelumnya terletak di bagian tengah

kota mengalami kehancuran akibat perang selama periode 1940 sampai 1950.

Gambaran penggunaan lahan pada tahun 1950 dapat dilihat pada Gambar 18.

Bila diamati penggunaan ruang pada tahtm 1940 dan tahun 1950, pada

tahun 1950 area terbangun secara keseluruhan mengalami pengurangan sebesar

7,46 ha. Perubahan penggunaan ruang area terbangun ini meliputi pengurangan

permukiman seluas 15,16 ha, pengurangan area perkantoran danjasa serta fasilitas

sosial seluas 4,35 ha dan munculnya fasilitas militer seluas 14,94 ha. Sedangkan

untuk area non terbangun, hutan mengalami pengurangan terbesar yaitu 149,91

Ha yang berubah fungsi menjadi kebun campuran (Tabel25).

TABEL 25. PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PUSAT KOTA AMBON


T AHUN 1940 - 1950

LUAS (Ha) PERSENTASE BESAR LAJU


NO. JENIS KEGIATAN (Ha) (%) PERUBAHAN PERUBAHAN
1940 1950 1940 1950 (Ha) (%)

I Permukiman 29.72 14.56 2.00 0.98 -15.16 -6.89


2 Perdagangan 1.42 1.42 0.10 0.10 0.00 0.00
3 Militer - 14.94 - 1.01 14.94 O.OC
4 Perkantoran dan Jasa 4.69 0.34 0.32 0.02 -4.35 -23.05
5 Fasilitas Sosial 8.84 5.95 0.59 0.40 -2.89 -3.8S
6 Tanah Terbuka 7.92 7.92 0.53 0.53 0.00 O.OC
7 Pekarangan 3.20 2.12 0.22 0.14 -1.08 -4.03
8 Kebun Campuran 808.36 966.82 54.41 65.07 158.46 1.81
9 Hutan 621.60 471.69 41.84 31.75 -149.91 -2.72
Jumlah 1,485.76 1,485.76 100.00 100.00 - -
Catatan : Laju perubahan dihitung dengan Laju Pertumbuhan Geometrik
Sumber: Hasil Rekonstruksi Foto Udara, 1985; RBW Kola Ambon Lama dan Sekitamya, 1986; serta
Hasil Wawancara
407$00 mT mT 41 2500 mT

PETA KOTA AM BON Desa Hative Kecil

~0~
~tr-~

~u
-<,.<v'-'0

400 0 400 800 M


I

Legenda:
-·-··- Batas Pusat Kota
Batas Kelurahan/Desa
- - Jalan Arteri
- - Jalan Lokal
- - Jalan Lingkungan
~ Sungai

0 Permukiman
0 Perdagangan
CJ Militer
Desa Soya
D Perkantoran dan Jasa
D Fasilitas Sosial
D Tanah Terbuka
U Pekarangan
!Ij!.;q Kebun Campuran
- Hutan

Desa Amahusu N

Sumber: BAPPEDA Kota Ambon


4()7$00mT 410000 mT

GAMBAR 18. PETA PENGGUNAAN LAHAN PUSAT KOTA AMBON TAHUN 1950
407500 mT 41 0000 mT mT

PETA KOTA AMBON Desa Hative Kecil

' ........
........
-- -- --
I
I
I
/ Oesa Btu Merah
I

I
I
Desa Batu Merah
I
i '----------,.----'
~
<l..o~ I
f

I
~
I
--;$-v
~~~ I
I
3
Amantelu
f c

-<,.<vv

W aihoka 1
I

I
I
I
I

~u
I
I
\

\ \
Kayu Putih, Desa Soya \ 400 0 400 BOO M
\

I Legenda :
::::>
E
I' --- -·- Batas Pusat Kota
'

i / .. ~
/ Desa Sova --- --- Batas Kelurahan/Desa
Benteng I - ,--4-- -- --- -··-~-
1 =-- - - Jalan Arteri
- - Jalan Lo kal 3
c
Kudamati / - - Jalan Lingkungan
I

f
I
~ Su n gai
N
- Lahan Terbangun Ta hun 1940 N
f
r , . . . ._ 1 Desa Urimessing CJ Lahan Terbangun Tahun 1950

Desa Amahusu
" ' -·· -
I . . . . ___ ___ _____ _.)'f
Sumber: BAPPEDA Kota Ambon
407500 mT 4 10000 mT 41 2SOO mT

GAMBAR 19. PETA PERKEMBANGAN LAHAN TERBANGUN PUSAT KOTA AMBON TAHUN 1940- 1950
123

Pengurangan area terbangun perkantoran dan permukiman disebabkan

karena hancurnya fasilitas perkantoran dan permukiman di tengah pusat kota

akibat perang, terutama di Ahusen, Rijali, Waihaong dan Silale. Sedangkan

pengurangan area hutan tetjadi karena konversi hutan menjadi kebun campuran.

T ABEL 26. PERUBAHAN AREA TERBANGUN PUSA T KOT A AMBON


TAHUN 1940-1950

NO. NAMA LUASAREA BESAR LAJU


KELURAHAN/ DESA TERBANGUN PERUBAHAN PERUBAHAN
1940 1950 (Ha) (%)

I Kel. Nusaniwe - 2.09 2.09 O.OG


2 Kel. Benteng 1.58 2.65 1.07 5.31
3 Kel. Wainitu 3.17 3.00 -0.18 -0.58
4 Kel. Kudamati 1.25 0.39 -0.86 -10.95
5 Kel Mangga Dua - 1.16 1.16 O.OG
6 Kel. Urimessing 1.63 - -1.63 -100.00
7 Kel. W aihaong 2.65 0.42 -2.23 -16.82
8 Kel. Silale 5.56 3.39 -2.17 -4.83
9 Kel. Karang Panjang 0.89 0.89 0.00 0.01
10 Kel. Batu Meja 0.78 - -0.78 -100.00
11 Kel. Batu Gajah 0.78 2.99 2.21 14.31
12 Kel. Ahusen 5.91 1.50 -4.41 -12.82
13 Kel. Honipopu 3.77 2.15 -1.62 -5.46
14 Kel. Uritetu 8.61 9.21 0.60 0.68
15 Kel. Rijali 5.99 2.28 -3.71 -9.21
16 Kel. Amantelu 1.04 2.38 1.34 8.58
17 Desa Batu Merah 1.03 2.71 1.68 I 0.11
18 Kel. Pandan Kasturi - - 0.00 0.00
19 Desa Hative Kecil - - 0.00 0.00
20 Kel. Waihoka - - 0.00 0.00
21 Kayu Putih - Desa Soya - - 0.00 0.00
JUMLAH 44.67 37.21 -7.46 -1.81
Catatan : Laju perubahan dihitung dengan Laju Pertumbuhan Geometrik
Sumber : Hasil Rekonstruksi Foto Udara, 1985; RBW Kota Ambon Lama dan Sekitamya, 1986; serta
Hasil Wawancara

Bila diamati perubahan area terbangun pada tahun 1940 dan 1950 (Tabel

26}, maka kawasan yang mengalami kehancuran fisik akibat perang tersebar
124

terutama di bagian tengah yaitu Kelurahan Urimessing (I ,63 ha), Waihaong (2,23

ha), Silale (2,17 ha), Ahusen (4,41 ha), Honipopu (1,62 ha) dan Rijali (3,71 ha).

Meskipun kota mengalami kehancuran fisik yang besar, area terbangun

pada periode ini tersebar di bagian pinggiran kota yaitu di barat daya kota, di

Kelurahan Nusaniwe, Benteng dan Wainitu (Gambar 19). Ketika kehancuran

kota akibat perang sepanjang dekade ini, bagian barat daya secara administratif

berada di luar Kota Ambon, sehingga tidak mengalami kerusakan yang parah

dibandingkan dengan bagian tengah yang mempakan wilayah Kota Ambon.

Disamping itu keberadaan Pelabuhan Gudang Arang dengan fasilitas pergudangan

yang pada masa pendudukan Jepang berfungsi sebagai pelabuhan bongkar muat

arang untuk bahan bakar, memicu tumbuhnya permukiman sepanjang jalan

menuju pelabuhan.

Mengacu pada perkembangan laban terbangun tahun 1940-1950 (Gambar

19), maka arah perkembangan area terbangun mengikuti jalur jalan utama,

sehingga pola perkembangan fisik kota berbentuk tinier mengikuti jalan ke arah

barat daya.

5.1.3. Arah Perkembangan Fisik Keruangan Pusat Kota Ambon Pada


Tahun 1950- 1960

Kota Ambon pada periode ini mengalami perkembangan fisik yang pesat,

karena kota mulai dibangun kembali dari reruntuhan akibat perang, sehingga

mengakibatkan perubahan ruang yang dinamis. Secara keseluruhan penggunaan

ruang pada tahun 1960 terdiri dari area terbangun seluas 203,50 Ha, yang meliputi
125

pennukiman seluas 157,32 ha dan sisanya adalah perdagangan, militer, jasa dan

perkantoran serta fasilitas sosial. Pennukiman tersebar di seluruh bagian kota;

pertokoan dan pasar masih pada lokasi semula yaitu di Kelurahan Honipupu;

perkantoran terdapat di Kelurahan Uritetu dan Ahusen; serta fasilitas sosial

terdapat di Kelurahan Uritetu, Ahusen, Silale, Waihaong, Urimessing dan

menyebar ke arab barat daya di Kelurahan Wainitu dan Benteng. Sementara itu

area non terbangun adalah 1.282, 26 Ha, dengan penggunaan terbesar adalah

kebun campuran (54,85%). Gambaran penggunaan ruang pada tahun 1960 dapat

dilihat pada Gambar 20 dan Tabel27.

T ABEL 27. PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PUSAT KOTA AMBON


TAHUN 1950-1960

LUAS(Ha) PERSENTASE BESAR LAJU


NO. JENIS KEGIATAN (Ha) (%) PERUBAHAN PERUBAHAN
1950 1%0 1950 1%0 I (Ha) (%)

I
1 Permukiman 14.56 157.32 0.98 10.591 142.76 26.8 1
2 Perdagangan 1.42 1.42 0.10 0.10 0.00 O.OC
3 Militer 14.94 24.29 1.01 9.35 4.98
1.631
4 Perkantoran dan Jasa 0.34 3.93 0.02 0.26 3.59 27.6
5 Fasilitas Sosial 5.95 16.54 0.40 l.ll 10.59 10.7€
6 Tanah Terbuka 7.92 7.92 0.53 0.53 0.00 O.OG
7 Pekarangan 2.12 24.30 0.14 1.64 22.18 27.61.
8 Kebun Campuran 966.82 814.91 65.07 54.85 -151.91 -1.69
9 Hutan 471.69 435.13 31.75 29.29 -36.56 -0.80
Jumlah 1,485.76 1,485.76 100.00 100.00 - -
Catatan : Laju perubahan dihitung dengan Laju Pertumbuhan Geometrik
Sumber: Hasil Rekonstruksi Foto Udara 1985; RBW Kota Ambon Lama dan Sekitamya, 1986; serta
Hasil Wawancara

Jika dibandingkan dengan penggunaan lahan tahun 1950, maka perubahan

penggunaan laban untuk area terbangun selama tahun 1950 dan 1960

menunjukkan bahwa laju perubahan per tahun yang cepat terjadi pada area
126

pennukiman sebesar 26,87%, perkantoran dan jasa sebesar 27,67% dan fasilitas

sosial sebesar 10,76%. Penambahan area terbangun tmtuk permukiman,

perkantoran dan jasa serta fasilitas sosial dipengaruhi oleh dinamika

pembangunan yang dilaksanakan Pemerintah Daerah untuk membangun dan

merehabilitasi kehidupan fisik kota dan sosial budaya masyarakat pasca perang.

Pemerintah Propinsi Maluku berperan besar dalam pembangunan dan

rehabilitasi kota. Hal ini dipengaruhi karena Kota Ambon adalah ibukota Propinsi

Maluku dan secara administrasi pemerintahan Kota Ambon masih bersifat kota

administrasif, yang berubah ke kota otonomi pada tahun 1955. Peran

Pemerintahan Propinsi pada periode ini sekaligus membenahi roda pemerintahan

dalam wadah Wilayah Negara Repub1ik Indonesia.

Kondisi keamanan yang kondusif pada periode ini mengakibatkan

penambahan area terbangun di seluruh kota. Perkembangan fisik kota selama

periode tahun 1950 - 1960 menunjukkan bahwa terjadi penambahan area

terbangun seluas 166,29 ha (Tabel 28) dan perkembangan mengarah pada bagian

tengah dan barat daya (Gam bar 21 ).

Perubahan area terbangun di bagian tengah terjadi pada semua kelurahan

di tengah kota, dengan perubahan yang cepat di Kelurahan Waihaong (38,34%),

Ahusen (29,25%), Honipopu (27 ,95%) dan Rijali (24,43%). Penambahan area

terbangun di bagian tengah kota terjadi karena pembangunan kembali

permukiman oleh masyarakat, pembangunan perumahan rakyat, perumahan

pegawai dan pembangunan kembali fasilitas sosial dan ekonomi oleh Pemerintah.
407500mT 41 0\)00 mT 412500 m T

PETA KOTA AMBON


Desa Hative Kecil

_ 9Jo~
-l ~'?-~ -
~<v"'v
~u
400 0 400 800 M

Legenda:
··-··- Balas Pusal Kola
-- -- Balas Kelurahan/Desa
- - Jalan Arteri
- - Jalan Lokal
- - Jalan Lingkungan
;:::..~ Sungai
D Permukiman
[:. : :1] Perdagangan
:) D Mililer
E D Perkanloran dan Jasa

i
Desa Soya
CJ Fasililas Sosial
D Tanah Terbuka
D Pekarangan
G,,:3 Kebun Campuran
- Hulan N
-.J

Desa Amahusu

mT 410000 mT

GAMBAR 20. PETA PENGGUNAAN LAHAN PUSAT KOTA AMBON TAHUN 1960
407500 mT
mT
mT

PETA KOTA AMBON


); Desa Hative Kecil

~ -- ~- ...
... ............... . . ' "··"
/
I
/ Btu Mera h

I
I
I
Desa Batu Merah
I
I
'il 1 ~ ~ Pusat Kota Ambon I

~~
I

i I ~J~ I
I
I

Amantelu
I
'\<v"'..J

Waihoka 1
I

I
..I
I
..I

Kayu Putih, Desa Soya


I
\

\ \

\ 400 0
l:l
u 400 800 M
\

I
I Legend a:
:::>
E I - - -- Batas Pusat Kota
'
/ Desa Soya · · · · · · Batas Kelurahan/Desa
- - Jalan Arteri
,----- -- -- - - - Jalan Lokal
Kudamati I I - - Jalan Lingkungan
I I
~ Sungai N
I - Lahan Terbangun Tahun 1950 00

" ____,
Desa Urimessing
......_ " ,
I

I D Lahan Terba ngun Tahun 1960


Desa Amahusu ........... ~. _

-- -- -_.)
I

407500mT 41o0oo mT

GAMBAR 21. PETA PERKEMBANGAN LAHAN TERBANGUN PUSAT KOTA AMBON TAHUN 1950- 1960
129

Perumahan rakyat diperuntukan untuk menampung masyarakat yang

kehilangan rumah sewaktu perang dan berfungsi sebagai barak penampungan.

Perumahan rakyat ini terletak di samping sungai-sungai utama yang melintasi kota

yaitu di Batu Merah, Skip (Kelurahan Karang Panjang), Batu Gajah dan Batu

Gantung (Kelurahan Mangga Dua), sehingga memudahkan untuk mendapatkan

air bersih untuk minum dan kegiatan rumah tangga Iainnya. Sedangkan

perumahan pegawai diperuntukan bagi pegawai negeri yang belum memiliki

rumah. Ketika roda pemerintahan di Propinsi Maluku mulai terlaksana pada awal

dekade I950-an, banyak diangkat pegawai, baik yang berasal dari Kota Ambon

maupun dari luar Kota Ambon, yang umumnya belum memiliki rumah.

Perumahan pegawai terletak di Tanah Tinggi dan Soya Kecil (Kelurahan Rijali),

Valentine (Kelurahan Ahusen), Kudamati (Kelurahan Kudamati) dan Air Salobar

(Kelurahan Nusaniwe). Selain itu masyarakat secara individual membangun

kembali permukiman masing-masing, apalagi lokasi tengah kota sangat strategis,

berdekatan dengan tempat kegiatan masyarakat seperti perkantoran, pasar dan

tempat pendidikan serta aksesibilitas yang baik.

Selain bagian tengah kota, perkembangan fisik kota juga mengarah ke

barat daya, yaitu di Kelurahan Kudamati, Benteng, Wainitu dan Nusaniwe. Hal

ini dipengaruhi oleh kemudahan hubungan karena terhubung jalan raya (sekarang

jalan Nn. Saar Sopacua dan jalan dr. Sutomo) ke pusat kota.

Perkembangan area terbangun yang cepat di barat daya kota tetjadi di

Kelurahan Nusaniwe seluas II ,95 ha, Kelurahan Benteng seluas I7 ,43 ha dan

Kelurahan Wainitu seluas I7 ,25 ha. Meningkatnya area terbangun di kelurahan


130

Nusaniwe dan Benteng disebabkan oleh pembangunan Kampus Universitas

Pattimura di Taman Makmur (Kelurahan Nusaniwe) yang juga dilengkapi dengan

perumahan dosen. Keberadaan kampus dan aktivitasnya mempengaruhi

munculnya pennukiman di kedua kelurahan ini yang berdekatan dengannya.

T ABEL 28. PERU BAHAN AREA TERBANGUN PUSA T KOT A AMBON


T AHUN 1950- 1960

NO. NAMA LUASAREA BESAR LAJU


KELURAHAN/ DESA TERBANGUN PERU BAHAN PERUBAHAN
1950 1960 (Ha) (%)

I Kel. Nusaniwe 2.09 14.04 11.95 21.00


2 Kel. Benteng 2.65 20.08 17.43 22.45
3 Kel. Wainitu 3.00 20.25 17.25 21.06
4 Kel. Kudamati 0.39 1.01 6.68 33.5C
5 Kel Mangga Dua l.l6 5.34 4.18 16.5C
6 Kel. Urimessing - 5.90 5.90 I OO.OC
7 Kel. Waihaong 0.42 10.78 10.36 38.34
8 Kel. Silale 3.39 8.73 5.34 9.91
9 Kel. Karang Panjang 0.89 4.03 3.14 16.31
10 Kel. Batu Meja - 3.82 3.82 100.0(
II Kel. Batu Gajah 2.99 4.56 1.57 4.3C
12 Kel. Ahusen 1.50 19.50 18.00 29.25
13 Kel. Honipopu 2.15 25.28 23.13 27.95
14 Kel. Uritetu 9.21 21.30 12.09 8.75
15 Kel. Rijali 2.28 20.28 18.00 24.43
16 Kel. Amantelu 2.38 4.76 2.38 7.18
17 Desa Batu Merah 2.71 5.14 2.43 6.61
18 Kel. Pandan Kasturi - 0.50 0.50 100.0C
19 Desa Hative Kecil - 2.13 2.13 100.0C
20 Kel. Waihoka - - 0.00 O.OC
21 Kayu Putih - Desa Soya - - 0.00 0.00
JUMLAH 37.21 203.50 166.29 18.52
Catatan : Laju perubahan dihitung dengan Laju Penumbuhan Geometrik
Sumber : Hasil Rekonstruksi Foto Udara, 1985; RBW Kota Ambon Lama dan Sekitamya, 1986; sena Hasil Wawancara

Selain itu keberadaan Rumah Sakit Umum Propinsi Maluku di jalan

lingkar yang melewati Kelurahan Kudamati dan Kelurahan Benteng, memtcu


131

munculnya pennukiman di sepanjang jalan ini. Secara fisik area sepanjang jalan

lingkar Kelurahan Kudarnati dan Benteng ini memiliki topografi yang berbukit

dan secara geologi terdiri dari batuan terumbu koral menyebabkan sumber air

bersih dari air tanah relatif sukar. Akan tetapi daya tarik kawasan berupa nilai

lahan yang relatif murah dan tidak padat, serta tersedia air bersih dari jaringan air

PDAM yang melayani Rumah Sakit Umum dan sekitamya, menyebabkan muncul

pennukiman di sepanjangjalan ini.

Sementara itu, penarnbahan area terbangun di Kelurahan Wainitu

dipengaruhi oleh kedekatan lokasi dengan pusat kota, aksesibilitas yang baik,

topografi yang landai serta keberadaan fasilitas pendidikan seperti Sekolah Tinggi

Teologia dan Sekolah Teknik Kejuruan, sehingga memacu munculnya area

terbangun terutarna pennukiman di sekitar tempat ini.

Perkembangan area terbangun pada peri ode ini (Gambar 21) mengarah

dari bagian tengah ke barat laut kota melingkupi area-area terbangun yang telah

ada sebelumnya dan mengikuti jalur-jalur jalan yang ada, dirnana sebagian besar

berada pada topografi yang datar dengan kemiringan lereng 0-2%, kecuali di

Kelurahan Kudamati 15-30% dengan aksesibilitas yang baik. Perkembangan area

terbangun yang melingkupi dan mengikuti jalur-jalur jalan utama, menyebabkan

pola perkembangan fisik kota berbentuk konsentris di bagian tengah dan linier

mengikuti jalan ke arah barat daya.


... ..,
1-'-

5.1.4. Arah Perkembangan Fisik Keruangan Pusat Kota Ambon Pada


Tahun 1960-1970

Secara keseluruhan penggunaan ruang pada tahun 1970 terdiri dari area

terbangun seluas 332,10 ha dan area non terbangun seluas 1.153,66 ha. Area

terbangun meliputi pennukiman seluas 261.35 ha, perdagangan seluas 10,97 ha,

kawasan militer seluas 32,33 ha, perkantoran dan jasa seluas 8,69 dan fasilitas

sosial 18,76 ha, sedangkan area non terbangun sebagian besar adalah kebun

campuran dan hutan. Gambaran penggunaan laban pada tahun 1970 dapat dilihat

pada Gam bar 22 dan Tabel 29.

TABEL 29. PERUBAHAN PENGGUNAA N LAHAN PUSAT KOTA AMBON


TAHUN 1960-1970

LUAS(Ha) PERSENTASE BESAR LAJU


NO. JENIS KEG lA TAN (Ha) (o/o) PERUBAHAN PERUBAHAN
1960 1970 1960 1970 (Ha) (o/o)

I Permukiman 157.32 261.35 10.59 17.59 104.03 5.21


2 Perdagangan 1.42 10.97 0.10 0.74 9.55 22.6€
3 Mil iter 24.29 32.33 1.63 2.18 8.04 2.9C
4 Perkantoran dan Jasa 3.93 8.69 0.26 0.58 4.76 8.26
5 Fasilitas Sosial 16.54 18.76 l.ll 1.26 2.23 1.27
6 Tanah Terbuka 7.92 7.92 0.53 0.53 0.00 0.00
7 Pekarangan 24.30 36.84 1.64 2.48 12.54 4.25
8 Kebun Campuran 814.91 761.76 54.85 51.27 -53.15 -0.67
9 Hutan 435.13 347.14 29.29 23.36 -87.99 -2.23
J u m I ah 1,485.76 1,485.76 100.00 100.00 - -
Catatan : Laju perubahan dihitung dengan Laju Pertumbuhan Geometrik
Sumber: Hasil Rekonstruksi Foto Udara 1985: RBW Kota Ambon Lama dan Sekitarnya, 1986; dan Hasil Wawancara.

Bila dibandingkan dengan penggunaan laban tahun 1960, maka perubahan

penggunaan ruang untuk area terbangun tahun 1960 dan I 970 menunjukkan

bahwa terjadi penambahan luas permukiman sebesar 104,03 ha, perdagangan 9,55

ha, militer 8,04 ha, perkantoran dan jasa 4,76 Ha dan fasilitas sosial 2,23 ha.
133

Penambahan area terbangun ini menyebabkan teijadi pengurangan area hutan dan

kebun campuran sebesar masing-masing 87,99 ha dan 53,15 ha.

Penambahan area permukiman teijadi seluruh wilayah kecuali Kelurahan

Waihoka dan penambahan terbesar teijadi di Kelurahan Benteng, Kudamati, Batu

Gantung (Kelurahan Mangga Dua), Batu Gajah Tengah (Kelurahan Batu Gajah)

serta Skip dan Batu Meja (Kelurahan Batu Meja). Penambahan area perdagangan

disebabkan karena renovasi dan perluasan Pasar Lama dan pertokoan di jalan

A Y. Patti dan jalan Kemakmuran Kelurahan Honipopu. Penambahan area mil iter

terjadi di Tantui (Kelurahan Pandan Kasturi), sedangkan perkantoran, jasa dan

fasilitas sosial tersebar di beberapa bagian kota. Dengan demikian aktivitas

perdagangan masih tekonsentrasi di kelurahan Honipopu sedangkan aktivitas

perkantoran, jasa dan fasilitas sosial terkonsentrasi pada jalan-jalan utama di

kelurahan Uritetu, Ahusen, Silale, Kudamati, Benteng dan Nusaniwe.

Berdasarkan overlay area terbangun tahun 1960 dan tahun 1970

menunjukkan bahwa perkembangan area terbangun mengarah ke barat

daya, selatan, tenggara dan timur laut. Gambaran perkembangan area terbangun

periode 1960 dan 1970 dapat dilihat pada Gambar 23 dan Tabel 30.

Perkembangan area terbangun yang cepat di barat daya kota teijadi di

Kelurahan Benteng seluas 26,34 ha. Kedekatan dengan Universitas Pattimura dan

dibukanya perumahan TNJ AD di Air Salobar dan Benteng Atas yang dilengkapi

dengan infraktruktur jalan lingkungan dan jaringan air bersih telah memicu

munculnya permukiman-permukiman di sekitar lokasi ini. Selain itu

perkembangan yang cepat juga teijadi di Kelurahan Kudamati seluas 28,24 ha

dengan munculnya permukiman di sekitar jalan lingkar Kudamati dan di sekitar

Kampung Ganemo.
mT mT 412500 mT

PETA KOTA AMBON


Desa Hative Kecil

~u
400 0 400 800 M

Legenda:
··-··- Batas Pusat Kota
Batas Kelurahan/Desa
- - Jalan Arteri
- - Jalan Lokal
- - Jalan Lingkungan
~ Sungai
D Permukiman
f_;;}:!l Perdagangan
::>
E
0 Militer
Desa Soya
D Perkantoran dan Jasa
D Fasilitas Sosial
D Tanah Terbuka
D Pekarangan
~ Kebun Campuran
- Hutan
Desa Amahusu

mT

GAMBAR 22. PETA PENGGUNAAN LAHAN PUSAT KOTA AMBON TAHUN 1970
mT 410000 mT • 12:;oo mT

PETA KOTA AMBON


Desa Hative Kecll

... ----
/1""'" ~'
~

I
I I

I
Desa Batu Merah I

I
!
0~
I

~ - - ----,---1
:==_ I

-0+-~
~QJ -
I

I
I
I

I
!
I

-<.,<v\; I

Waihoka 1
I

.. I
..I
..I

~u
I
I
\

\ \
400 0 400 1100 M
\ \

I I
Legenda:
:::>
E
I - - - - Batas Pusat Kota

~ ~ol'i ....,~ ~
Desa Soya --- - Batas Kelurahan/Desa
, . - - - Jalan Arteri
~----------- - - Jalan Lokal !
Kudamati /I
- - Jalan Lingkungan
I ~ Sungai w
V'l
I - Lahan Terbangun Tahun 1960
......... .
I
I
Desa Urimessing D Lahan Terbangun Tahun 1970
Desa Amahusu -~-~-----_) Sumber: BAPPEDA Kota Ambon
410000 mT 4125oo mT

GAMBAR 23. PETA PERKEMBANGAN LAHAN TERBANGUN PUSAT KOTA AMBON TAHUN 1960- 1970
136

T ABEL 30. PERUBAHAN AREA TERBANGUN PUSAT KOT A AMBON


TAHUN 1960- 1970

NO. NAMA LUASAREA BESAR LAJU


KELURAHAN/ DESA TERBANGUN PERUBAHAN PERU BAHAN
1960 1970 (Ha) (%)

I Kel. Nusaniwe 14.04 18.59 4.55 2.85


2 Kel. Benteng 20.08 46.43 26.34 8.74
3 Kel. Wainitu 20.25 25.98 5.73 2.52
4 Kel. Kudamati 1.01 35.31 28.24 17.44
5 Kel Mangga Dua 5.34 11.60 6.25 8.0f.
6 Kel. Urimessing 5.90 9.33 3.43 4.6S
7 Kel. Waihaong 10.78 12.28 1.49 1.3C
8 Kel. Silale 8.73 11.91 3.18 3.16
9 Kel. Karang Panjang 4.03 13.44 9.41 12.8C
10 Kel. Batu Meja 3.82 9.38 5.56 9.4C
II Kel. Batu Gajah 4.56 12.67 8.1l 10.77
12 Kel. Ahusen 19.50 22.30 2.80 1.35
13 Kel. Honipopu 25.28 25.77 0.49 0.19
14 Kel. Uritetu 21.30 23.04 1.74 0.19
15 Kel. Rijali 20.28 24.34 4.06 1.84
16 Kel. Amantelu 4.76 7.23 2.47 4.27
17 Desa Batu Merah 5.14 8.99 3.85 5.75
18 Kel. Pandan Kasturi 0.50 10.08 9.58 35.04
19 Desa Hative Kecil 2.13 3.15 1.02 4.01
20 Kel. Waihoka - - 0.00 0.00
21 Kayu Putih - Desa Soya - 0.28 0.28 100.00
JUMLAH 203.50 332.10 128.60 5.02
Catalan : Laju perubahan dihitung dengan Laju Pertumbuhan Geometrik
Sumber : Hasil Rekonstruksi Foto Udara, 1985: RBW Kota Ambon Lama dan Sekitarnya, 1986; serta Hasil Wawancara

Perkembangan ke selatan dan tenggara disebabkan olehnya tumbuhnya

pennukiman-permukiman di sepanjang bantaran sungai Wai Batu Gantung, Wai

Gajah dan Wai Tomu. Selain itu perkembanganjuga mengarah ke timur laut yaitu

di Kelurahan Pandan Kasturi dan Desa Batu Merah. Di Kelurahan Pandan Kasturi

dibangun Perumahan Pejabat Kantor Gubemur dan Kompleks Perumahan Prajurit

dan Perwira Kepolisian, sedangkan di Desa Batu Merah, permukiman muncul di


137

sekitar jalan utama dan mengelompok sepanJang bantaran sungat Wai Batu

Merah.

Pada periode ini area terbangun khususnya permukiman mulai muncul

pada lahan-lahan datar di sepanjang bantaran sungai utama di Kota Ambon.

Permukiman ini terdapat pada kawasan Batu Merah Dalam (bantaran Wai Batu

Merah) di Desa Batu Merah dan Kelurahan Amantelu, kawasan Skip (bantaran

Wai Tomu) di Kelurahan Karang Panjang dan Batu Meja, kawasan Batu Gajah

Tengah (bantaran Wai Batu Gajah) di Kelurahan Batu Gajah dan kawasan Batu

Gantung Dalam (bantaran Wai Batu Gantung) di Kelurahan Mangga Dua dan

Kudamati. Sebelwnnya pada kawasan ini dibangun penunahan rakyat yang

menampung masyarakat yang kehilangan rumah akibat perang tahun 1950.

Seiring dengan pertambahan penduduk, dan terbatasnya lahan di tengah kota

untuk permukiman, maka lahan di sekitar bantaran sungai yang masih kosong

ini dijadikan tempat permukiman. Tumbuhnya permukiman di kawasan-

kawasan ini disebabkan pula karena kemudahan mendapat air bersih untuk

minum dan kegiatan rumah tangga lainnya, topografi yang relatif datar serta

aksesibilitas yang baik dan kedekatan lokasi dengan pusat kegiatan perkotaan.

Selain itu kawasan sekitar sungai ini umumnya adalah Tanah Dat/ atau Tanah

Negeri 2 yang dapat disewa dari pemiliknya dengan harga murah. Sistem sewa

1 Konsep Tanah Dati ini merupakan sistem yang berlaku pada Masa Kolonial Belanda dan sampai
kini masih berlaku pada beberapa tempat.Tanah ini adalah tanah milik desa (negeri) yang
diberikan kepada Keluarga (Marga, Mata Rumah) yang anggota keluarganya mengikuti
"heerendiensten" (kerja wajib) membantu Belanda Tanah ini diusahakan keluarga tersebut
untuk menyediakan bahan makanan sehari-hari selama melal.:ukan "heerendiensten ··· (Sumber:
Sejarah Kota Ambon, 2003). Sistem kepemilikan Tanah Dati ini adalah milik Keluarga (Marga
atau Mata Rumah, sesuai garis keturunan Ayah.
2 Tanah Negeri adalah tanah desa yang dimiliki oleh Masyarakat Adat Desa tersebut.
138

tanah ini menyebabkan permukiman tumbuh dengan mudah, apalagi pemilik

tanah tidak perlu menyediakan rumah, karena rumah dibangun sendiri oleh

penyewa, sedangkan tanah tetap menjadi miliknya.

Mengacu pada perkembangan area terbangun (Gambar 23), maka pada

periode ini arah perkembangan kota mengarah ke barat daya dan mulai mengarah

ke daerah yang berbukit di bagian selatan dan tenggara, serta mulai mengarah ke

timur laut yang mengikuti jaringan jalan yang ada serta pada laban-laban datar

sepanjang bantaran sungai. Perkembangan area terbangun ini melingkupi area-

area yang telab ada sebelumnya dan mengikuti jalan raya, sebingga

perkembangan fisik kota berbentuk konsentris bagian tengah dan tinier mengikuti

jalan ke arab barat daya dan tumur laut.

5.1.5. Arab Perkembangan Fisik Keruangan Pusat Kota Ambon Pada


Tahun 1970- 1980

Seiring dengan pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap

dalam Pembangunan Lima Tahun (PELITA) sejak tabun 1971, maka

pembangunan di kota Ambon dalam dekade ini berkembang sangat dinamis, yang

berimplikasi juga pada rona fisik ruang kota.

Secara keseluruhan penggunaan ruang pada tabun 1980 terdiri dari area

terbangun seluas 494,71 ba dan area non terbangun seluas 991,05 ba. Area

terbangun meliputi permukiman seluas 393,25 ba, perdagangan seluas 10,99 ba,

kawasan militer seluas 32,33 ba, perkantoran danjasa seluas 23,25 ba dan fasilitas

sosial 34,90 ba, sedangkan area non terbangun sebagian besar adalab kebun

campuran dan butan. Fasilitas perdagangan terdapat di Kelurahan Honipopu dan


139

Uritetu, fasilitas perkantoran dan jasa tersebar pada jalur-jalur jalan utama di

Kelurahan Honipopu, Uritetu, Ahusen dan Amantelu, sedangkan permukiman

tersebar di semua bagian kota. Gambaran penggunaan laban pada talmn 1980

dapat dilihat pada Gambar 24 dan Tabel31.

TABEL 31. PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PUSAT KOTA AMBON


TAHUN 1970- 1980

!
LUAS (Ha) PERSENTASE i BESAR LAJU
NO. JENIS KEGIATAN (Ha) (%) _jPERUBAHAN PERU BAHAN
1970 1980 1970 1980 ! (Ha) (%)
i
!
I Permukiman 261.35 393.25 17.59 26.47! 131.90 4.17
2 Perdagangan 10.97 10.99 0.74 0.74i 0.02 0.02
I
3 Mil iter 32.33 32.33 2.18 2.18! 0.00 O.OC
4 Perkantoran dan Jasa 8.69 23.25 0.58 1.56! 14.56 10.34
5 Fasilitas Sosial 18.76 34.90 1.26 2.35!I 16.13 6.4C
6 Tanah Terbuka 7.92 16.20 0.53 1.09; 8.28 7.42
7 Pekarangan 36.84 45.21 2.48 3.041 8.37 2.07
8 Kebun Campuran 761.76 706.88 51.27 47.58! -54.88 -0.74
9 Hutan 347.14 222.76
1-----~-~-- --~
23.36
~
14.99) -124.38 ~-~-- -4.3j
J u m I ah 1,485. 76 1,485. 76 100.00 100.001 - -I

Catalan : Laju perubahan dihitung dengan Laju Pertumbuhan Geometrik


Sumber: Hasil Rekonstruksi Foto Udara. 1985: RBW Kota Ambon Lama dan Sekitamya. 1986: dan Hasil Wawancara.

Bila dibandingkan penggunaan mang tahun 1970, maka pembahan

penggunaan ruang area terbangun tahun 1970 dan 1980 teijadi pada area

permukiman, perkantoran dan jasa, serta fasilitas sosial dengan penambahan

masing-masingnya seluas 131,90 ha, 14,56 ha dan 16,13 ha. Penambahan area

terbangun ini menyebabkan teijadi pengurangan area hutan dan kebun campuran

sebesar masing-masing 54,88 ha dan 124,38 ha.


407S00 mT 410\)00 mT 412SOO mT

PETA KOTA AMBON Desa Hative Kecil


/;
£

~0~
*-tr--~ !
~u
-<..<v"'.J

400 0 400 800 M

Legenda:
··-··- Batas Pusat Kota
Batas Kelurahan/Desa
- - Jalan Arteri
- - Jalan Lokal
Jalan Lingkungan

Permukiman
Perdagangan
Mil iter
:g Perkantoran dan Jasa
Fasilitas Sosial
Tanah Terbuka
Pekarangan
Kebun Campuran
Hutan
+:>.
Oesa Amahusu 0

407SOO mT

GAMBAR 24. PETA PENGGUNAAN LAHAN PUSAT KOTA AMBON TAHUN 1980
407500 mT 41i 0mT 412500 mT

PETA KOTA AMBON Desa Hative Kecil


!J

- ~ ~ .... .. ~--~-- , 1
---,_71
I

I
I
Desa Batu Merah I
I

i ...____ _ _
~ ---r-----1 D~ I
I
I

v+-t:f
I
E:
'\y_.,v

I
I
I

~u
I

---1
..
, I
1 I
• \
Desa';Soy\ 400 0 400 800 M

' \

il
~
~
?
. ;> =-.-.
~~~
l' . -
~-
~ :.~
_ ·e.. ..~ .
::;
••
Z..
. ,
~ ""~.,or> . ' Du ·
~angga
T 41" ~ - -
II

I
Desa Soya
Legenda:

· - · - "''" P""' Kot•


- - · -- Batas Kelurahan/Desa
--- Jalan Arteri ~E:
~- - -~ - - - - - - - ; - - Jalan Lokal
Kudamati I - - Jalan Lingkungan
I
I ~ Sungai
-- ""-
" / D Lahan Terbangun Tahun 1970
~

' -. ___ ___I ,;


1 Desa Amahusu - Lahan Terbangun Tahun 1980

Sumber: BAPPEDA Kota Ambon


412!;()() mT
<107500 mT

GAMBAR 25. PETA PERKEMBANGAN LAHAN TERBANGUN PUSAT KOTA AMBON TAHUN 1970 -1980
142

Penambahan luas area perkantoran dan jasa serta fasilitas sosial di Kota

Ambon berhubungan dengan pelaksanaan Pembangunan Lima Tahtm Pertama

(PELITA I) di era Orde Barn dengan fungsi Kota Ambon sebagai kota

pemerintahan, pusat perdagangan dan jasa serta kota pendidikan. Fungsi kota

tersebut memicu masuknya penduduk dari daerah-daerah sekitar di Pulau Ambon,

daerah-daerah lain di Propinsi Maluku maupun pendatang dari luar Maluku untuk

bekerja, sekolah sekaligus menetap di Kota Ambon, sehingga area permukiman

semakin bertambah. Penambahan area perkantoran dan jasa serta fasilitas sosial

terjadi di Kawasan Karang Panjang (Kelurahan Arnantelu). Sedangkan

penambahan area permukiman terjadi di beberapa tempat yaitu Kawasan Karang

Panjang (Kelurahan Arnantelu), Kelurahan Batu Gajah, Batu Gantung (Kelurahan

Mangga Dua), Kelural1an Benteng dan Kudamati.

Berdasarkan overlay area terbangun tahun 1970 dan tahun 1980

menunjukkan bahwa perkembangan area terbangun mengarah ke barat daya, timur

dan timur laut. Perubahan area terbangun terbesar tetjadi di Kelurahan Arnantelu

yaitu seluas 32.23 ha. Gambaran perkembangan area terbangun periode 1970 dan

1980 dapat dilihat pada Gam bar 25 dan Tabel 32.

Perkembangan area terbangun di barat daya kota terjadi di Kelurahan

Nusaniwe seluas 6,26 ha, Kelurahan Benteng seluas 20,53 km dan Kelurahan

Kudamati seluas 27,44 ha. Perkembangan area terbangun di Kelurahan Nusaniwe

disebabkan oleh penambahan perumahan TN I Angkatan Darat di Benteng Atas

yang dilengkapi pula dengan infrastruktur seperti jalan, listrik dan air bersih, yang

memicu tumbuhnya permukiman di sekitar kawasan ini. Sedangkan di Kelurahan


143

Benteng dan Kudamati pennukiman tumbuh sepanjang jalan Iingkar Kudamati

dan jalan ke Pemancar TVRI. Twnbuhnya permukiman-permukiman di kawasan

ini dipengaruhi oleh daya tarik kawasan antara lain harga tanah masih relatif

murah.

T ABEL 32. PERU BAHAN AREA TERBANGUN PUSAT KOT A AMBON


TAHUN 1970- 1980

NO. NAMA LUASAREA BESAR LAJU


KELURAHAN/ DESA TERBANGUN PERUBAHAN PERUBAHAN
1970 i 1980 (Ha) i (%)
I
1 Kel. Nusaniwe 18.59
I 24.85 6.261 2.94
2 Kel. Benteng 46.43 66.95 20.53j 3.73
3 Kel. Wainitu 25.98 I 29.80 3.821 1.38
4 Kel. Kudamati 35.31 55.75 20.44 4.67
5 Kel Mangga Dua 11.60 23.46 11.861 7.30
6 Kel. Urimessing 9.33 15.61 6.281 5.28
7 Kel. Waihaong 12.28 13.94 1.67. 1.28
8 Kel. Silale II. 91 14.63 2.731 2.08
9 Kel. Karang Panjang 13.44 15.70 2.26[ 1.57
I
10 Kel. Batu Meja 9.38 12.78 3.401 3.14
11 Kel. Batu Gajah 12.67 25.69 13.02/ 7.32
12 Kel. Ahusen 22.30 23.69 1.381 0.60
13 Kel. Honipopu 25.77 27.27
1.491
0.56
14 Kel. Uritetu 23.04 24.63 1.59 0.67
15 Kel. Rijali 24.34. 27.69 3.35/ 1.30
16 Kel. Amantelu 7.23 39.46 32.23 18.49
17 Desa Batu Merah 8.99 12.39 3.41 3.27
18 Kel. Pandan Kasturi 10.08 20.21 10.13 7.2C
19 Desa Hative Kecil 3.15 5.69 2.54 6.0S
20 Kel. Waihoka - I 9.98 9.98 100.0C
21 Kavu Putih - Desa Soya 0.28I 4.53 4.25 32.0<J
JUMLAH 332.10 494.71 162.62 4.0"
Catatan : Laju perubahan dihitung dcngan Laju Pertumbullan Geometrik
Sumber: Hasil Rekonstruksi Foto Udara, 1985; RBW Kota Ambon Lama dan Sekitarnya, 1986; serta Hasil Wawancara

Perkembangan area terbangun di bagian timur tetjadi di Kelurahan

Amantelu, yaitu di perbukitan Karang Panjang seluas 32,23 ha. Perkembangan


144

kota ke perbukitan Karang Panjang didasarkan pada Rencana Kota Tahun 1972

yang mengarahkan perumahan, perkantoran dan fasilitas olah raga pada kawasan

ini, yang dilengkapi dengan infrastruktur lingkungan seperti jalan, air bersih dan

listrik (Gambar 26.A). Pembangunan perumahan, perkantoran dan fasilitas olah

raga di perbukitan Karang Panjang dilakukan dengan mengkonversi area kebun

campuran, telah memicu pennukiman di sekitar kawasan ini, karena harga tanah

yang relatif murah dan kawasan tidak padat.

Perkembangan area terbangun ke arah timur laut teijadi di Kelurahan

Pandan Kasturi, terutama kawasan Tantui. Perumahan Pejabat Kantor Gubernur

dan Kompleks Perumahan Prajurit dan Perwira Kepolisian yang telah ada

sebelurnnya memicu permukiman di sekitarnya, yang ditunjang dengan daya tarik

kawasan berupa harga tanah yang terjangkau dengan lokasi yang nyaman dan

tidak padat.

A : Gedung DPRD Propinsi Maluku di Kawasan Perbukitan Karang Panjang


(Kelurahan Amantelu)
B : Pennukiman di Batu Gantung dengan Latar Belakang Permukiman di
Perbukitan Ganemo
Gambar 26. Foto Area Terban Pusat Kota Ambon Tahun 1970-1980
145

Selain itu bertambah pula pennukiman-permukiman di sepanjang sungai

utama yang meluas hingga Iereng-lereng bukit di sekitarnya yaitu Batu Merah

Dalam (Desa Batu Merah dan Kelurahan Amantelu), Skip (Kelurahan Karang

Panjang dan Kelurahan Batu Meja), Batu Gajah Dalam (Kelurahan Batu Gajah)

serta Bani Gantung Dalam dan Kampung Ganemo (Kelurahan Mangga Dua dan

Kudamati, lihat Gambar 26.8). Tumbuhnya permukiman pada lokasi ini selain

disebabkan oleh kedekatan lokasi dan kemudahan hubungan dengan kota, juga

dipengaruhi oleh sistem sewa Tanah Dati yang murah.

Sementara itu karena keterbatasan lahan di tengah kota, maka

pengembangan kota mengarah ke utara dengan melakukan reklamasi pantai

Waihaong dan pantai Honipopu. Reklamasi pantai Waihaong diperuntukan untuk

area perkantoran, Taman Hiburan Rakyat dan pennukiman, sedangkan reklamasi

pantai Honipopu diperuntukan untuk perluasan Pelabuhan Laut Yos Sudarso dan

perluasan pasar.

Mengacu pada perkembangan area terbangun (Gambar 25), maka pada

periode ini arah perkembangan kota mengarah ke barat daya hingga timur laut,

menyusuri daerah yang berbukit dan mengikuti jaringan jalan yang ada, serta

pada Iahan-lahan datar dan Iereng bukit sepanjang bantaran sungai. Pada periode

ini perkembangan kota tidak hanya berbentuk linier mengikuti jalur-jalur jalan

utama dan konsentris melingkupi area terbangun di bagian tengah kota, tapi juga

berbentuk melompat yaitu dengan membuka kawasan barn untuk perumahan dan

perkantoran di perbukitan Karang Panjang (Kelurahan Amantelu).


146

5.1.6. Arab Perkembangan Fisik Keruangan Pusat Kota Ambon Pada


Tahun 1980-1990

Secara keseluruhan penggunaan ruang pada tahun I 990 terdiri dari area

terbangun seluas 654,44 ha dan area non terbangun seluas 831 ,32 ha. Area

terbangun meliputi permukiman seluas 522,71 ha, perdagangan seluas 31,45 ha,

kawasan militer seluas 32,35 ha, perkantoran dan jasa seluas 28,98 ha dan fasilitas

sosial 38,97 ha, sedangkan area non terbangun sebagian besar adalah kebun

campuran dan hutan.

T ABEL 33. PERUBAHAN PENGGUNAAN LA HAN PUSAT KOT A AMBON


TAHUN 1980-1990

I
LUAS(Ha) PERSENTASE BESAR LAJU
NO. JENIS KEGIATAN (Ha) (%) PERU BAHAN PERUBAHAN
'
1980 1990 1980 1990 (Ha) (%)
i
!
I Permukiman 393.25 522.71 26.47: 35.18 129.46 2.8CJ
2 Perdagangan 10.99 31.45 0.741 2.12 20.46 11.09
3 Militer 32.33 32.33 2.18:i 2.18 0.00 0.0~
4 Perkantoran dan Jasa 23.25 28.98 1.56 I 1.95 5.73 2.23
I
5 Fasilitas Sosial 34.90 38.97 2.35' 2.62 4.07 l.ll
6 Tanah Terbuka 16.20 16.20 1.09 1.09 0.00 0. ()(]
7 Pekarangan 45.21 84.55 3.04 5.69 39.34 6.46
8 Kebun Campuran 706.88 509.58 47.58 34.30 -197.30 -3.22
9 Hutan 222.76 220.99 14.99 14.87 -1.77 -0.08
Jumlah 1,485.76 1,485. 76 100.00 100.00 - -
Catatan : Laju perubahan dihitung dengan Laju Pertumbuhan Geomctrik
Sumber : Hasil Rekonstruksi Foto Udara 2002 dan Data Wawancara

Berdasarkan peta penggunaan lahan tahun 1990 memmjukan bahwa

penambahan fasilitas perdagangan terjadi karena penambahan fasilitas

perdagangan di Kelurahan Rijali dan Desa Batu Merah pada area reklamasi pantai

Mardika dan Batu Merah, yaitu pertokoan Mardika dan pertokoan Batu Merah

yang dilengkapi dengan fasilitas terminal lokal dan regional. Perkantoran selain
147

pada lokasi yang telah ada di Kelurahan Honipopu, Uritetu, Ahusen dan

Amantelu, juga dibangun di Desa Batu Merah dan Kelurahan Pandan Kasturi.

Fasilitas sosial tersebar di semua kelurahan/ desa, demikian pula lokasi

permukiman. Gambaran penggunaan laban pada tahun 1990 dapat dilihat pada

Gam bar 27 dan Tabel 33.

T ABEL 34. PERUBAHAN AREA TERBANGUN PUSAT KOT A AMBON


TAHUN 1980-1990

NO. NAMA LUASAREA BESAR LAJU


KELURAHAN/DESA TERBANGUN PERUBAHAN PERUBAHAN
1980 1990 (Ha) (%)

1 Kel. Nusaniwe 24.85 32.11 7.26 2.6C


2 Kel. Benteng 66.95 80.31 13.36 1.84
3 Kel. Wainitu 29.80 32.14 2.34 0.7(;
4 Kel. Kudamati 55.75 72.68 16.93 2.6<.:
5 Kel Mangga Dua 23.46 28.22 4.75 1.8(;
6 Kel. Urimessing 15.61 20.20 4.59 2.61
7 Kel. Waihaong 13.94 14.85 0.91 0.63
8 Kel. Silale 14.63 14.63 0.00 O.OC
9 Kel. Karang Panjang 15.70 26.21 10.50 5.2~

10 Kel. Batu Meja 12.78 20.08 7.30 4.6-l


II Kel. Batu Gajah 25.69 30.42 4.73 I. 7C
12 Kel. Ahusen 23.69 24.10 0.41 0.1
13 Kel. Honipopu 27.27 31.67 4.41 1.51
14 Kel. Uritetu 24.63 30.87 6.24 2.28
15 Kel. Rijali 27.69 34.74 7.06 2.3C
16 Kel. Amantelu 39.46 42.57 3.11 0.76
17 Desa Batu Merah 12.39 43.41 31.02 13.3(;
18 Kel. Pandan Kasturi 20.21 29.24 9.03 3.76
19 Desa Hative Kecil 5.69 18.24 12.56 12.3(;
20 Kel. Waihoka 9.98 15.93 5.96 4.7<J
21 Kayu Putih - Desa Soya 4.53 11.80 7.27 10.04
JUMLAH 494.71 654.44 159.72 2.84
Catalan : Laju perubahan dihitung dengan Laju Pcrtwnbuhan Geomctrik
Swnber : Hasil Rekonstruksi Foto Udara Pusat Kota. 2002 dan Data Wawancara
407500 mT 41Tomr 412500 mT

PETA KOTA AMBON I Desa Hative Kecil

Pusat Kota Ambon

[Co~
~~
~u
-<,.<v'-v.0

400 0 400 800 M

Legenda:
- - - - Batas Pusat Kota
Batas Kelurahan/Desa
- - Jalan Arteri
- - Jalan Lokal
- - Jalan Lingkungan
~ Sunga i
Permukiman
Perdagangan
Mil iter
Perkantoran dan Jasa
Fasilitas Sosial
Tanah Terbuka
Pekarangan
Kebun Campuran
Hutan -+:>.
00
Desa Amahusu

Sumber: BAPPEDA Kota Ambon


I
007500 mT 410000 mT

GAMBAR 27. PETA PENGGUNAAN LAHAN PUSAT KOTA AMBON TAHUN 1990
mT 41 0000 mT mT

PETA KOTA AMBON


Desa Hative Kecil

I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
(
I

~u
400 0 400 800 M

Legenda:
:::l
E - - - - Batas Pusat Kota

~,.,
0 ,_., ~
.-:::;;~~""._,_,: . -- \.
_ _ _ _ _t-\.~~---t---:-
.,_.
~~- I
~-- .
-=-::-::=----
·=- - ""-'-l
=:=:7'~,~ ~:;:.F:
-:,-
.- I ------- Batas Kelurahan/Desa
a ----t - - Jalan Arteri
,- - - Jalan Lokal

I
I
1

I
I
I

Desa Amahusu
- - Jalan Lingkungan
~ Sungai
D
-
Lahan Terbangun Tahun 1980
Lahan Terbangun Tahun 1990
-
~
\0

I
~--··-- - .... .-1
I

GAMBAR 28. PETA PERKEMBANGAN LAHAN TERBANGUN PUSAT KOTA AMBON TAHUN 1980-1990
150

Bila dibandingkan penggunaan ruang talmn 1980, maka perubahan

penggunaan ruang area terbangun tahun 1980 dan 1990 teijadi dengan

penambahan area permukiman seluas 129,46 ha, perdagangan seluas 20,46 ha,

perkantoran dan jasa seluas 5,73 ha, serta fasilitas sosial seluas 4,07 ha.

Penambahan area terbangun ini menyebabkan teijadi pengurangan area hutan dan

kebun campuran sebesar masing-masing I, 77 ha dan 197,30 ha.

Berdasarkan overlay area terbangun talmn 1980 dan tahun 1990

menunjukkan bahwa perkembangan area terbangun mengarah ke barat daya,

tenggara, timur dan timur laut. Kecepatan perubahan area terbangun terbesar di

bagian timur Iaut yaitu Desa Batu Merah sebesar 13,36 % per tahun dan Desa

Hative Kecil sebesar 12,36% per tahun. Gambaran perkembangan area terbangun

peri ode I 980 dan 1990 dapat dilihat pada Gam bar 28 dan Tabel34.

Perkembangan area terbangun di barat daya kota teijadi di Kelurahan

Kudamati seluas 16,93 ha dan Kelurahan Benteng seluas 13,36 ha yang

diperuntukan untuk permukiman. Bertambahnya area permukiman di kawasan ini

dipengaruhi oleh harga tanah relatif teijangkau, kedekatan dengan pusat kota dan

tersedia jaringan jalan dan transportasi darat yang memudahkan pergerakan.

Pada beberapa Iokasi di Kelurahan Benteng dan Kudamati, bertambahnya

permukiman dipengaruhi pula oleh harga sewa tanah yang murah. Status

kepemilikan tanah-tanah yang ada di kawasan ini adalah milik Desa yang

berbatasan Iangsung (Tanah Negeri), yaitu Desa Amahusu dan Desa Urimessing

atau milik keluarga dalam bentuk Tanah Dati. Dengan mendapat ijin dari

Pemerintah Desa (Negeri) atau pemilik Tanah Dati, seseorang dapat membangtm
151

di tanah Negeri atau Tanah Dati yang berbatasan langsung dengan kota, dengan

membayar sewa tanah ke Desa atau ke pemilik tanah. Seiring dengan

bertambahnya permukiman, lokasi tanah-tanah desa ini secara fungsional masuk

dalam wilayah administrasi kelurahan setempat, karena penggunanya tercatat

sebagai warga kelurahan itu. Dengan demikian secara pelayanan administrasi

pemerintahan penduduk dilayani oleh kelurahan setempat, sedangkan mengenai

hak hukum atas tanah penduduk berurusan dengan Pemerintah Desa.

Perkembangan area terbangun ke arah timur laut tetjadi di Desa Batu

Merah dan Hative Kecil, yang berubah dari penggunaan kebun campuran menjadi

perumahan, permukiman serta perkantoran dan jasa. Perubahan area non

terbangun menjadi area terbangun dipengaruhi oleh pembukaan jalan lingkar

(jalan Sudirman) yang melewati Desa Batu Merah.

A : Permukiman di Kebun Cengkih dilihat dari Perbukitan (Desa Batu Merah)


dengan jalan lokal menuju Jalan Lingkar Batu Merah ke Pusat Kota.
B : Pertokoan Mardika
Gambar 29. Foto Area Terban Pusat Kota Ambon Tahun 1980-1990

Pada jalan lingkar Batu Merah Atas bermuara jalan-jalan lokal yang

menuju ke Kebun Cengkeh, Air Kuning dan Galunggung, sehingga terjadi pula
152

perubahan penggunaan lahan dari kebun campuran menjadi permukiman,

perumahan dan fasilitas sosial dan pemerintahan di kawasan ini (Gambar 29.A).

Pada awalnya pembukaan kawasan Air Kuning, Kebun Cengkeh dan sekitamya

diperuntukan bagi lokasi barn Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah,

Tempat Pemakaman Umum (TPU) Islam dan Tempat Pemakaman Umum

Kristen. Akan tetapi dengan adanya akses jalan ke TP A Sampah dan TPU

memicu tumbuhnya perumahan dan permukiman di kawasan ini. Tumbuhnya

permukiman di Kawasan Batu Merah Atas disebabkan pula karena daya tarik

kawasan ini yaitu lokasi pennukiman yang belum padat dan dekat dengan pusat

kota serta banyak teijadi penjualan tanah dengan harga yang relatif teijangkau.

Sementara itu untuk pada periode ini dilakukan reklamasi di sepanjang

pesisir Pantai Honipopu kearah timur laut hingga Pantai Desa Batu Merah.

Reklamasi pantai ini menghasilkan kawasan pasar dan pertokoan modem serta

terminal lokal dan regional, yaitu Pasar Mardika, Ruko Batu Merah, Terminal

Dalam Kota Mardika dan Terminal Regional Batu Merah (Gam bar 29.8).

Perkembangan ke arah selatan - tenggara teijadi di Kayu Putih - Desa

Soya dengan munculnya pennukiman di sepanjang jalan dari perbukitan Kayu

Putih menuju Kota Ambon. Bertambahnya permukiman di kawasan ini

disebabkan karena kedekatan kawasan ini dengan pusat kota dan lokasi yang

nyaman dan tidak padat serta kemudahan hubungan dengan tempat.

Mengacu pada perkembangan area terbangun (Gambar 28), maka pada

periode ini arah perkembangan kota mengarah semua bagian kota mengikuti

jaringan-jaringan jalan yang ada, baik pada daerah yang datar maupun berbukit.
153

Sedangkan perkembangan fisik yang cepat teijadi pada bagian timur dan timur

laut kota yaitu di Desa Batu Merah dan Hative Kecil. Kondisi seperti ini

menyebabkan perkembangan kota pada periode selain berbentuk linier mengikuti

jalur-jalur jalan utama dan berbentuk konsentris melingkupi area terbangun di

bagian tengah kota, tetapi juga berbentuk melompat yaitu dengan membuka

kawasan bam untuk permukiman, perumahan dan perkantoran di Batu Merah

Atas dan Kebun Cengkeh (Desa Batu Merah).

5.1.7. Arab Perkembangan Fisik Keruangan Pusat Kota Ambon Pada


Tahun 1990-1997

Secara keseluruhan penggunaan ruang pada tahun 1997 terdiri dari area

terbangun seluas 803,26 ha dan area non terbangun seluas 682,50 ha. Area

terbangun meliputi permukiman seluas 635,69 ha, perdagangan seluas 35,95 ha,

kawasan militer seluas 32,33 ba, perkantoran dan jasa seluas 35,35 ba dan fasilitas

sosial 63,94 ba, sedangkan area non terbangun sebagian besar adalah kebun

campuran dan hutan.

Berdasarkan peta penggunaan laban tahun 1997, fasilitas perdagangan

terkonsentrasi di Keluraban Honipopu, Uritetu, Rijali dan Batu Merab. Fasilitas

perkantoran tersebar di Kelurahan Honipopu, Uritetu, Abusen, Amantelu, Desa

Batu Merah dan Kelurahan Pandan Kasturi. Fasilitas sosial tersebar di semua

kelurahanl desa, demikian pula lokasi permukiman. Pola seperti ini tidak terlalu

berbeda dengan pola penggunaan laban tabun 1990. Gambaran penggunaan laban

pada tabun 1997 dapat dilihat pada Gam bar 30 dan Tabel 35.
154

Bila dibandingkan penggunaan ruang tahun 1990, maka perubahan

penggunaan ruang area terbangun tahun 1990 dan 1997 terjadi dengan

penambahan area permukiman seluas 112,98 ha, perdagangan seluas 4,50 ha,

perkantoran dan jasa seluas 6,37 ha, serta fasilitas sosial seluas 24,97 ha.

Penambahan area terbangun ini menyebabkan teijadi pengurangan area hutan dan

kebun campuran sebesar masing-masing 3,96 ha dan 87,44 ha.

T ABEL 35. PERUBAHAN PENGGUNAAN LA HAN PUSAT KOT A AMBON


T AHUN 1990- 1997

LUAS(Ha) PERSENTASE BESAR L<\JU


NO. JENIS KEGIATAN (Ha) (%) PERUBAHAN PERUBAHAN
1990 1997 1990 1997 (Ha) (%)

I Pennukiman 522.71 635.69 35.18 42.79 112.98 2.83


2 Perdagangan 31.45 35.95 2.12 2.42 4.50 1.93
3 Militer 32.33 32.33 2.18 2.18 0.00 0.00
4 Perkantoran dan Jasa 28.98 35.35 1.95 2.38 6.37 2.88
5 Fasilitas Sosial 38.97 63.94 2.62 4.30 24.97 7.33
6 Tanah Terbuka 16.20 17.95 1.09 1.21 I. 75 1.48
7 Pekarangan 84.55 25.37 5.69 1.71 -59.18 -15.80
8 Kebun Campuran 509.58 422.14 34.30 28.41 -87.44 -2.65
9 Hutan 220.99 217.03 14.87 14.61 -3.96 -0.26
Jumlah 1,485.76 1,485.76 100.00 100.00 - -
Catalan : Laju perubahan dihitung dengan Laju Pcrtumbuhan Geornetrik
Sumber: Hasil Rekonstruksi Foto Udara Pusat Kola 2002 dan Data Wawancara

Berdasarkan overlay area terbangun tahun 1990 dan tahun 1997

menunjukkan bahwa perkembangan area terbangun mengarah ke barat daya, timur

dan timur Iaut kota yaitu di Kelurahan Benteng, Kudamati, Amantelu,

Waihoka dan Desa Batu Merah. Perkembangan tercepat terjadi di Desa Batu

Merah dengan penambahan area terbangun seluas 51,82 ha. Gambaran

perkembangan area terbangun periode 1990 dan 1997 dapat dilihat pada Gambar

31 dan Tabel36.
407rmr 41 orx> ml 41 2500 mT

PETA KOTA AMB ON


Desa Hative Kecil

~0~
:t-~
----~ ---~

~u
-<..<v":0

400 0 400 800 M

' 1 Legenda:
' ··-··- Batas Pusat Kota
Batas Kelurahan/Desa

Permukiman
Perdagangan
Militer
Perkantoran dan Jasa
Fasilitas Sosial
Tanah Terbuka
\ Pekarangan
' "''"'~
l;l.J Kebun Campuran
Hutan VI
VI

Desa A m ahusu

407500 mT

GAMBAR 30. PETA PENGGUNAAN LAHAN PUSAT KOTA AMBON TAHUN 1997
-o7500 mT •10900 mT 412500 mT

PETA KOTA AMBON Desa Hative Kecil

........

Pusat Kota Ambon

i
:::;)
E
' - - - - - -- - - r - - 1 [Co~ ------!- -- -
Ie
~"?-~
~<v"'..s

..
l\

.·· ~·!
....
~u
..
Desa Soya' 400 0 400 800 M

Legenda:
:::;) --- - Batas Pusat Kota
E

~
Batas Kelurahan/Desa

i- ,-
- - -1_ _ Jalan Arteri
- - Jalan Lokal e
~/ - - Jalan Lingkungan
~ Sungai
.,..I

~
VI
0\
- Lahan Terbangun Tahun 1990
"'-.. I I Desa Amat\usu D Lahan Terbangun Tahun 1997
·,....._...._~ c../--'
'-._ II
Sumber: BAPPEDA Kota Ambon
-o7500 mT • 10000 mT 412Soo mT

GAMBAR 31 . PETA PERKEMBANGAN LAHAN TERBANGUN PUSAT KOTA AMBON TAHUN 1990 - 1997
157

Perkembangan fisik ke arah barat daya teijadi di Kelurahan Benteng dan

Kudamati. Hal ini dipengaruhi oleh dibukanya jalan lingkar yang menghubungkan

Kudamati Atas dan daerah konservasi Hutan Lindung Gunung Nona yang

bersambung ke jalan Gunung Nona di Kelurahan Benteng (Gambar 42). Selain

itu harga tanah serta sistem sewa beli tanah Dati yang murah menyebabkan

munculnya area terbangun khususnya permukiman di kawasan ini.

T ABEL 36. PERUBAHAN AREA TERBANGUN PUSAT KOT A AMBON


TAHUN 1990-1997

NO. NAMA LUASAREA BESAR LAJU I


KELURAHAN/ DESA TERBANGUN PERUBAHAN PERUBAHAN
I 1990 1997 (Ha) (%) '

'
I Kel. Nusaniwe 32.11 36.84 4.73 1.38
2 Kel. Benteng 80.31 91.06 10.75 1.261
3 Kel. Wainitu ' 32.14 33.34 1.20 0.37
4 Kel. Kudamati 72.68 81.04 8.36 1.091
5 Kel Mangga Dua 28.22 30.33 2.11 0.72'
6 Kel. Urimessing 20.20 21.85 1.65 0.791
7 Kel. W aihaong I 14.85 15.57 0.72 0.48
I
8 Kel. Silale 14.63 14.63 0.00 0.00
9 Kel. Karang Panjang 26.21 30.58 4.37 1.56
10 Kel. Batu Meja 20.08 24.34 4.26 1.94,
11 Kel. Batu Gajah 30.42 35.74 5.32 1.62!
12 Kel. Ahusen 24.10 25.04 0.94 0.38
13 Kel. Honipopu 31.67 34.96 3.28 0.99,
14 Kel. Uritetu 30.87 34.64 3.77 1.16
15 Kel. Rijali 34.74 40.35 5.61 1.51
16 Kel. Amantelu 42.57 42.74 0.17 0.04
17 Desa Batu Merah 43.41 95.23 51.82 8.17
18 Kel. Pandan Kasturi 29.24 36.05 6.81 2.12
19 Desa Hative Kecil 18.24 25.31 1.01 3.33
20 KeL Waihoka 15.93 36.09 20.15 8.52
21 Kavu Putih - Desa Soya 11.80 17.54 5.74 4.04
JUMLAH 654.44 803.26 148.83 2.97
Catalan : Laju perubahan dihitung dengan Laju Pcrtwnbuhan Gcometrik
Swnber : Hasil Rekonstruksi Foto Udara Pusat Kola, 2002 dan Data Wawancara
158

Perkembangan fisik ke Desa Batu Merah dipengaruhi oleh pembangunan

kampus Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Alaudin di Air Besar

seluas 24 ha pada tahun 1991 (Gambar 32.A). Meskipun letaknya cukup jauh

dari jalan utama, tetapi lokasi kampus terhubung oleh jalan lokal yang bermuara

ke jalan Sudirman yang menuju Pusat Kota. Keberadaan kampus dengan jaringan

jalan yang memudahkan keterhubungan ke pusat kota, menjadi faktor pendorong

munculnya area terbangun di sepanjang jalan menuju kampus, yang terkonsentrasi

di Kebun Cengkih dan Air Kuning

A :
B :

Terkonsentrasi area terbangun di Kebun Cengkeh dan Air Kuning

dipengaruhi pula oleh dibukanya perumahan-perumahan oleh swasta maupun

pemerintah, seperti BTN Kebun Cengkeh, BTN Manusela dan Perumahan DPRD

(Gambar 32.8). Sementara itu muncul pula permukiman penduduk di sepanjang

jalan lokal menuju Kampus ST AJN, yang dipicu dengan kemudahan mendapatkan

laban. Pada awalnya kawasan ini adalah kebun campuran dan alang-alang yang
159

nilai tanahnya rendah, tapi ketika pembukaan jalan menuju Kampus, nilai tanah

kawasan ini menjadi lebih tinggi, sehingga banyak lahan yang dijual oleh

pemiliknya. Kedekatan lokasi dengan pusat kota dan kondisi lingkungan yang

tidak padat merupakan daya tarik kawasan ini sebagai lokasi permukiman. Selain

itu pembukaan pasar dan pertokoaan Mardika dan Batu Merah mendorong

munculnya permukiman di sekitar Desa Batu Merah yang berdekatan dengan

lokasi pasar dan pertokoan ini, karena pada pedagang dan petani yang

memasarkan hasil ke pasar dan pertokoan ini memilih bertempat tinggal di sekitar

Desa Batu Merah.

Perkembangan ke arah tirnur teijadi di Kelurahan Waihoka yaitu

tumbuhnya permukiman menyusuri jalan menuju Air Besar, Kopertis dan

permukiman menyusuri bantaran sungai Wai Batu Merah di kawasan Ahuru.

Munculnya permukiman di kawasan ini disebabkan karena harga tanah yang

relatif murah, dan kemudahan pergerakan ke pusat kota. Tumbuhnya permukiman

yang menyusuri bantaran Wai Batu Merah dipengaruhi pula oleh kemudahan

mendapat air bersih untuk minum dan kegiatan rumah tangga lainnya. Selain itu

kawasan perkantoran KOPERTIS Wilayah Maluku di dusun Ahuru, memicu

tumbuhnya permukiman di daerah ini, karena didukung akses jalan menuju kota

dan pembukaan trayek angkutan kota menuju kawasan ini.

Mengacu pada perkembangan area terbangun (Gambar 31), maka pada

periode ini arah perkembangan kota mengarah ke barat daya, timur dan timur laut.

Perkembangan ke timur laut dipengaruhi oleh dibukanya perumahan,

permukiman, perkantoran dan kampus perguman tinggi di Desa Batu Merah.


160

Kondisi seperti ini menyebabkan perkembangan kota tidak hanya tinier mengikuti

jaringan jalan yang ada dan konsentris melingkupi area terbangun di bagian

tengah kota, tetapi juga berbentuk melompat dengan membuka kawasan bam di

Desa Batu Merah tersebut.

5.1.8. Arab Perkembangan Fisik Keruangan Pusat Kota Ambon Pada


Tahun 1997- 2002

Secara keseluruhan penggunaan ruang pada sampai awal tahun 2002

terdiri dari area terbangun seluas 855.99 ha dan area non terbangun seluas 629,77

ha. Area terbangtm meliputi permukiman seluas 677,89 ha, perdagang~ seluas

35,95 ha, kawasan mil iter seluas 32,33 ha, perkantoran dan jasa seluas 41,28 ha

dan fasilitas sosial 68,54 ha, sedangkan area non terbangun sebagian besar adalah

kebun campuran dan hutan. Gambaran penggunaan lahan pada tahun 2002 dapat

dilihat pada Gam bar 33 dan Tabel 37.

T ABEL 37. PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PUSAT KOT A AMBON


T AHUN 1997-2002

LUAS (Ha) PERSENTASE BESAR LAJU


NO. JENIS KEGIATAN 1Hal (%}_ PERUBAHAN PERUBAHAN
1997 2002 1997 2002 (Ha) (%)

1 Pennukiman 635.69 677.89 42.79 45.63 42.20 0.92


2 Perdagangan 35.95 35.95 2.42 2.42 0.00 0.00
3 Militer 32.33 32.33 2.18 2.18 0.00 0.00
4 Perkantoran dan Jasa 35.35 41.28 2.38 2.78 5.93 2.2-4
5 Fasilitas Sosial 63.94 68.54 4.30 4.61 4.60 I.OC
6 Tanah Terbuka 17.95 11.13 1.21 0.75 -6.82 -6.6(
7 Pekarangan 25.37 23.40 I. 71 1.57 -1.97 -1.15
8 Kebun Campuran 422.14 379.10 28.41 25.52 -43.04 -1.52
9 Hutan 217.03 216.14
----- ---
-~ ----- ..
14.61
---- -
14.55
. - ---- - -· - --
-0.89 . ·-
---- -----· -------
_-0: ()(;
Jumlah 1,485.76 I ,485.76 100.00 I 00.00 - -
Catalan : Laju perubahan dihitung dengan Laju Pcrtumbuhan Gcomctrik
Somber: Hasil Rckonstruksi Foto Udara Pusat Kota 2002 dan Data Wawancara
PETA KOTA AMBON
407500 mT

T. Desa Hative Kecil


mT


i .____ _ _
:::>
E _____.J
~0~ ,.,~ .··. 'if -
rL ·- ,x;;s - ~~
~~ .---~------------------~

~u
-<..<v"'\j

400 0 400 800 M

Legenda:
··-··- Batas Pusat Kota
Batas Kelurahan/Desa
- - Jalan Arteri
- - Jalan Lokal
• - - Jalan Lingkungan
~ Sungai
D Permukiman
~ Perdagangan
:::>
D Militer
E CJ Perkantoran dan Jasa

i D
D
Fasilitas Sosial
Tanah Terbuka ~
1!
LJ Pekarangan
{__;]___'\"'---- \ ~ Kebun Campuran
- Hutan 0'\

Desa Amahusu

Sumber: BAPPEDA Kota Ambon


407500 mT • 10000 mT 412!;oo mT

GAMBAR 33. PETA PENGGUNAAN LAHAN PUSAT KOTA AMBON TAHUN 2002
407jmT •10000 mT • 12500 mT

PETA KOTA AMBON Desa Hative Kecil

~
.........
.........

I
~I {,»r f?.i¥if§ Pusat Kota Ambon
I 0~ I
I

i I
~<c
-0-t-'f
I
I
I
- I
~
~v.,v

I
/
..I

Desa Soya
I
I
\ I
I

400 0
D.u 400 800 M
\ I

I I
Legenda:

~
I J
--- - Batas Pusat Kota

~
Batas Kelurahan/Desa
~ ---+-~----+- ·• I - - Jalan Arteri
1,------- ----.. - - Jalan Lokal ~

I I
I
- - Jalan Lingkungan
~ Su ng ai
D Lokasi Kerusuhan
-
R)
I
I Desa Amahusu
I
' Sumber: BAPPEDA Kota Ambon
'07500 mT 412!ioo mT

GAMBAR 34. PETA LOKASI KERUSUHAN PUSAT KOTA AMBON


mT 4 10000 mT mT

PETA KOTA AMBON Desa Hative Kecil

..( .....
..,_
..
·-~ -- .
--·_<~
~- ~
...
\""
/
'
I

,~
...
~'_ln;l ,

'j I. - ""'J.•
, -.

. I
·.
' \
. ' 't:. ,·
. ~u
Desa Soya , \ 400 o 400 eoo M
\

I Legenda:
- - - - Batas Pusat Kota
" .~ MaQgga oua · · · · · · · Batas Kelurahan/Desa
- - - Jalan Arteri
- - Jalan Lokal
- - Jalan Lingkungan
~ Sungai 0"1
w
D Lahan Terbangun Tahun 1997
Desa Amahusu D Lahan Terbangun Tahun 2002

GAMBAR 35. PETA PERKEMBANGAN LAHAN TERBANGUN PUSAT KOTA AMBON TAHUN 1997-2002
164

Bila dibandingkan penggunaan ruang tahun 1997, maka perubahan

penggunaan ruang area terbangun tahun 1990 dan 2002 adalah 52,73 ha terdiri

dari penambahan area permukiman seluas 42,20 ha, perkantoran dan jasa seluas

5,93 ha, serta fasilitas sosial seluas 4,60 ha. Penambahan area terbangun ini

menyebabkan teijadi pengurangan area hutan dan kebun campuran sebesar

masing-masing 0,89 ha dan 43,04 ha. Dengan demikian penambahan area

terbangun kota telah menyebabkan konversi kebun campuran.

Jika dibandingkan dengan pertumbuhan area terbangun periode tahun

1990-1997 yang sebesar 2,97% per tahun (Tabel 36), maka pada tahun 1997-

2002 pertumbuhan area terbangun per tahtm hanya sebesar 1,28% (Tabel 38).

Perubahan area terbangun yang lambat ini dipengaruhi oleh krisis ekonomi pada

tahun 1997 dan kerusuhan sosial di awal tahun 1999 yang menyebabkan aktivitas

pembangunan fisik menurun. Kerusuhan sosial juga membawa dampak pada

hancurnya fasilitas sosial dan ekonomi serta rurnah-rurnah penduduk, bahkan

beberapa lokasi permukiman ditinggalkan oleh penghuninya. Garnbaran Iokasi

kerusakan fisik bangunan dan permukiman di Kota Ambon dapat dilihat pada

Gambar34.

Berdasarkan overlay area terbangun tahun 1997 dan tahun 2002

menunjukkan bahwa perkembangan area terbangun mengarah ke timur dan timur

laut kota, dengan perkembangan terbesar teijadi ke arah timur taut di Desa Batu

Merah seluas II ,68 ha. Gambaran perkembangan area terbangun periode 1990

dan 1997 dapat dilihat pada Gam bar 35 dan Tabel38.


165

T ABEL 38. PERUBAHAN AREA TERBANGUN PUSAT KOT A AMBON


T AHUN 1997-2002

NO. NAMA LUASAREA BESAR LAJU


KELURAHAN/ DESA TERBANGUN PERUBAHAN PERUBAHAN
1997 2002 (Ha) (%)

I Kel. Nusaniwe 36.84 38.93 2.09 0.55


2 Kel. Benteng 9I.06 96.63 5.57 0.59
3 Kel. Wainitu 33.34 33.39 0.05 o.o~

4 Kel. Kudamati 81.04 85.I3 4.09 0.4<


5 Kel Mangga Dua 30.33 3l.l8 0.85 0.28
6 Kel. Urimessing 21.85 22.47 0.62 0.28
7 Kel. W aihaong I5.57 I6.0I 0.44 0.28
8 Kel. Silale I4.63 I4.63 0.00 O.OC
9 Kel. Karang Panjang 30.58 32.57 1.99 0.63
IO Kel. Batu Meja 24.34 27.80 3.46 1.34
II Kel. Batu Gajah 35.74 40.11 4.37 l.l6
12 Kel. Ahusen 25.04 25.74 0.70 0.28
l3 Kel. Honipopu 34.96 34.96 0.00 O.OC
14 Kel. Uritetu 34.64 35.61 0.97 0.28
15 Kel. Rijali 40.35 41.49 l.l4 0.28
16 Kel. Amantelu 42.74 44.02 1.28 0.29
17 Desa Batu Merah 95.23 106.91 Il.68 l.l6
18 Kel. Pandan Kasturi 36.05 39.23 3.I8 0.85
19 Desa Hative Kecil 25.3I 25.31 0.00 O.OG
20 Kel. Waihoka 36.09 40.50 4.4I l.l6
21 Kavu Putih - Desa Soya I7.54 23.37 5.83 2.9I
JUMLAH 803.26 855.99 52.73 1.28
Catatan : Laju perubahan dihitung dengan Laju Pertumbuhan Gcometrik
Sumber : Hasil Rekonstruksi Foto Udara Pusat Kota, 2002 dan Data Wawancara

Penambahan area terbangun terbesar di Desa Batu Merah disebabkan

karena tumbuhnya perumahan yang dibangun swasta di Air Kuning, perumahan

pengungsi dan pennukiman masyarakat yang berkembang di kawasan

Galunggung, Kebun Cengkeh, Air Kuning dan Air Besar (Gambar 36.A). Harga

tanah yang relatif terjangkau dan kemudahan pergerakan ke tempat Jain serta

sistem sewa-be1i tanah Dati yang murah mempengaruhi muncu1nya area


166

terbangun di kawasan ini. Kondisi yang sama teijadi pula di Batu Gajah,

Waihoka dan Kayu Putih-Desa Soya, dengan munculnya permukiman di sekitar

pennukiman yang telah ada. Selain itu di Kelurahan Benteng pada bagian barat

daya kota, permukiman penduduk sudah mulai memasuki kawasan hutan lindung

di kawasan Gunung Nona (Gambar 36.8).

A : Perumahan Relokasi Pengungsi di Air Besar (Desa Batu Merah)


B : Permukiman di Kawasan di Nona
Gambar 36. Foto Area

TABEL 39. PERKEMBANGAN DEBIT RATA-RATA SUMBER AIR Dl KOTA AMBON

NO. NAMA LOKASI TAHUN DEBIT DEBIT RATA-RATA (1/d


SUMBER DIBANGUN WAKTU 1990 1994 1998
DIBANGUN

I Air Keluar Kusu-Kusu Sereh 1925 130 32 23 5


(Desa Urimessing)
2 Air Besar DesaSoya 1953 53 20 18 8
3 Air Panas Desa Soya 1973 16 11 9 7
4 Air Wainiuw DesaSoya 197 1 6 5 4 2.'i
5 Air Batu Gajah Batu Gajah 1972 50 19 17 3'i
6 Air Wainitu Wainitu 1983 200 50 50 20

Sumber : PDAM Kota Ambon, 1995 dan 1998


167

Perkembangan area terbangun yang mengarah ke kawasan lindung

memberikan darnpak pada konversi hutan dan kebun campuran menjadi area

terbangun. Dampak langsung dari pengurangan area hutan dan kebun campuran

menjadi area terbangun adalah berkurangnya debit mata air di sekitar kawasan

Pusat Kota Ambon dari tahun ke tahun (Tabel 39). Hal ini dapat berakibat buruk

bagi ketersediaan air bersih bagi masyarakat Kota Ambon, mengingat mata air-

mata air ini merupakan sumber air bagi PDAM Kota Ambon.

Ketika kondisi kearnanan sudah semakin kondusif, sejak tahun 2000

beberapa lokasi permukiman yang mengalami kerusakan akibat kerusuhan sosial

telah direhabilitasi dengan pembangunan rumah sederhana oleh Pemerintah

Propinsi Maluku. Rehabilitasi rumah penduduk telah dilakukan di Petak 10

(Kelurahan Waihaong), Tanah Lapang Kecil (Kelurahan Wainitu), Mangga Dua

(Kelurahan Urimessing) dan Urimessing (Kelurahan Ahusuen). Selain itu untuk

menarnpung masyarakat yang tidak dapat kern bali ke tempat tinggal semula, maka

dibangun perumahan pengungsi di Desa Batu Merah yaitu di Kebun Cengkeh,

Masawoy dan Air Besar. Selain itu terdapat pula pembangunan rumah-rumah

secara individual di lokasi-lokasi yang dirasakan masyarakat mempunyai kondisi

yang arnan, seperti di Kelurahan Kudarnati, Kelurahan Benteng, Kelurahan Batu

Gajah, Kelurahan Batu Meja, Desa Batu Merah mauptm di desa-desa sekitar pusat

kota seperti Desa Urimessing dan Desa Soya.

Perkembangan fisik kota pada periode tahun 1997-2002 ini sangat

dipengaruhi oleh kondisi keamanan yang diakibatkan oleh kerusuhan sosial di


168

kota Ambon pada awal tahun 1999. Kondisi keamanan yang tidak kondusif

mempengaruhi arab dan laju perkembangan fisik kawasan Pusat Kota Ambon.

Arah perkembangan fisik pada periode ini tidak teijadi di semua bagian

kota, tetapi terkonsentasi pada bagian timur laut di desa Batu Merah dan tenggara

di Kelurahan Waihoka, Kayu Putih - Desa Soya dan Kelurahan Batu Gajah,

selain pada keluruhan-kelurahan lain seperti kelurahan Benteng dan Kudamati

(Gambar 35). Arah perkembangan kota di kelurahan! desa tersebut terkait dengan

pemisahan permukiman dalam ruang-ruang permukiman menurut agama sebagai

dampak kerusuhan sosial. Masyarakat lebih merasa aman membangun

permukiman menurut komunitas agamanya, sehingga Desa Batu Merah menjadi

pilihan bagi masyarakat Muslim untuk bermukim sedangkan Kayu Putih-Desa

Soya, Kelurahan Batu Gajah, Benteng dan Kudamati menjadi pilihan bagi

masyarakat Kristen untuk bermukim, sehingga area terbangun berkembang di

lokasi-Iokasi tersebut.

Kerusuhan sosial juga mempengaruhi laju perkembangan fisik kawasan

Pusat Kota Ambon. Pertumbuhan ekonomi di Kota Ambon yang negatif pada

tahun 1997-2002 sebesar -12,03%, sebagai dampak krisis ekonomi di Indonesia

tahun 1997 dan terganggunya kegiatan ekonomi oleh kerusuhan sosial, serta

kondisi keamanan yang tidak kondusif menyebabkan menurunnya laju

perkembangan area terbangun di kawasan Pusat Kota Ambon. Jika pada periode

tahun 1990-1997 pertambahan area terbangun adalah 143,83 ha dengan laju

2,97% (Tabel 36), maka pada tahun 1997-2002 pertambahan area terbangun

ada1ah 52,73 ha dengan laju 1,28% (Tabel38). Penambahan area terbangtm pada
169

periode ini adalah pembangunan relokasi pennukiman di Desa Batu Merah oleh

pemerintah Propinsi Maluku serta pembangunan permukiman secara individual

oleh masyarakat pada tempat-tempat yang aman menurut komunitas agama,

sebagai pengganti tempat tinggal semula yang telah rusak atau ditinggalkan akibat

kerusahan.

Mengacu pada perkembangan area terbangun (Gambar 35), maka pada

periode ini perkembangan kota mengarah ke barat daya, timur dan timur laut kota.

Perkembangan fisik kota ini berbentuk linier mengikuti jaringan jalan yang ada

dan berbentuk konsentris melingkupi area-area terbangun yang telah ada

sebelumnya.

5.1.9. Laju Perkembangan Fisik Keruangan Pusat Kota Ambon Tahun


1940-2002.

Berdasarkan luas penggunaan lahan di Kota Ambon pada tahun 1940-2002

(Tabel 40), maka area terbangun bertambah seluas 811,32 ha, dengan

pertambahan terbesar adalah penggunaan untuk pennukiman seluas 648,17 ha

(79,89%), diikuti oleh fasilitas sosial seluas 59,69 ha (7,36%), perkantoran dan

jasa seluas 36,59 ha (4,51 %), perdagangan seluas 34,53 ha (4,26%) dan fasilitas

militer seluas 32,33 ha (3,98%). Jika dihitung rata-rata per tahun, maka

pertambahan area terbangun rata-rata 13,09 ha dengan pertambahan terbesar

untuk peruntukan permukiman yaitu sebesar 10,45 ha per talmo.

Perubahan penggunaan laban di Kawasan Pusat Kota Ambon dari tahun

1940-2002 menunjukan bahwa pertambahan area terbangun terbesar teJjadi pada

periode tahun 1950-1960 seluas 166,29 ha. Pertambahan area terbangun yang luas
170

pada periode ini berkaitan dengan rehabilitasi dan pembangunan Kota Ambon

pasca perang tahun 1950. Pembangunan pada periode ini dilakukan oleh

pemerintah Propinsi, seperti perumahan rakyat/ barak pengungsi, perumahan

pegawai dan pembangunan fasilitas sosial ekonomi maupun dilakukan oleh

masyarakat secara individual.

Ketika program Pembangunan Nasional dilakukan dalam pemerintahan

Orde Barn, pembangunan fisik di Kota Ambon berkembang dinamis, yaitu dengan

pertambahan area terbangun pada periode tahun 1970-1997 adalah 471,17 ha. Jika

dilihat setiap periode, maka teijadi kecenderungan penurunan area terbangun di

Kawasan Pusat Kota pada periode 1970-1997 yaitu 162,62 ha pada periode tahun

1970-1980 menjadi 148,83 ha pada periode tahun 1990-1997 (Tabel 40).

Penurunan area terbangun di kawasan Pusat Kota Ambon pada periodc ini

dipengaruhi oleh perluasan Kota Ambon dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13

Tahun 1979 yang memperluas wilayah Kota Ambon dari 4,02 km 2 menjadi 377

km2. Hal ini menyebabkan perkembangan fisik Kota Ambon tidak hanya

terkonsentrasi pada Kawasan Pusat Kota, tetapi menyebar ke semua bagian kota,

berdasarkan Sub Wilayah Pengembangan Pembangunan, yaitu (1) Sub Wilayah

Pusat Kota dan sekitamya, (2) Sub Wilayah Rwnah Tiga dan sekitamya, (3) Sub

Wilayah Passo dan sekitamya, (4) Sub Wilayah Laha/ Tawiri dan sekitamya, (5)

Sub Wilayah Hutumuri dan sekitamya, (6) Sub Wilayah Kilang/ Naku dan

sekitamya dan (7) Sub Wilayah Latuhalat dan sekitamya (Rencana Induk Kota

Ambon, 1984 dan Revisi RURTK Ambon, 1994 ).


171

TABEL 39. LUAS DAN LAJU PERUBAHAN PENGGUNAAN LABAN PUSAT KOTA AMBON
TAHUN 1940 - 2002

LUAS(Ha) Perubahan (Ha)


NO. JENIS KEGIATAN 1940 1950 1960 1970 1980 11190 1997 2002 1940- •;.
2002

~rea Tei:!!!!J&:Un 44.67 37.21 203.50 332.10 494.71 654.44 803.26 855.99 811.32
I Pcmukiman 29.72 14.56 157.32 261.35 393.25 522.71 635.69 677.89 648.17 79.89
2 Pc:nlagangan 1.42 1.42 1.42 10.97 10.99 31.45 35.95 35.95 34.53 4.26
3 Mi1iter - 14.94 24.29 32.33 32.33 32.33 32.33 32.33 32.33 3.98
4 Perkantoran dan Jasa 4.69 0.34 3.93 8.69 23.25 28.98 35.35 41.28 36.59 4.!!1
5 Fasilitas Sosial 8.84 5.95 16.54 18.76 34.90 38.97 63.94 68.54 59.69 7..36

Area Non Terbanzun 1,441.08 1,448.55 1,282.26 1,153.66 991.05 831.32 682.50 629.77 -811.31
I Tunah Terbuka 1.92 7.92 7.92 7.92 16.20 16.20 17.95 11.13 3.21 ..0.40
2 Pckarangan 3.20 2.12 24.30 36.84 45.21 84.55 25.37 23.40 20.20 -2.49
3 Kcbun Campur.u1 808.36 966.82 814.91 761.76 706.88 509.58 422.14 379.10 -429.26 52.91
4 II ulan 621.60 471.69 435.13 347.14 222.76 220.99 217.03 216.14 -405.46 49.98

LUU PERUBAHAN (Ha


NO. JENIS KEGIATAN 1940 1940- 1950- 1960- 1970- 1980- 1996- 1997- 1940- Rata-rata
1950 1960 1970 19110 1990 1997 2002 2002 perTahun

Area Terban~:un - -7.46 166.29 118.60 162.62 159.71 148.83 52.73 811.33 13.09
I Pernukiman - -15.16 142.76 104.03 131.90 129.46 112.98 42.20 648.17 10.45
2 Perdagangan - 0.00 0.00 9.55 0.02 20.46 4.50 0.00 34.53 0.56
3 Mil iter - 14.94 9.35 8.04 0.00 0.00 0.00 0.00 32.33 0.52
4 Perkantoran dan Jasa - -4.35 3.59 4.76 14.56 5.73 6.37 5.93 36.59 0.59
5 Fasilitas Sosial - -2.89 10.59 2.23 16.13 4.07 24.97 4.60 59.69 0.%

Area Non Terba!J&un - 7.47 -166.29 -1111.60 -162.62 -159.72 -148.83 -52.73 -811.32 -13.09
I Tanah Terbuka - 0.00 0.00 0.00 11.211 0.00 1.75 -6.112 3.21 0.05
2 l'l.-karangan - -1.011 22.111 12.54 11.:17 39.34 -59.111 -1.97 20.20 0.33
3 Kcbun Cwnpunm - 158.46 -151.91 -53.15 -54.1111 -197.30 -87.44 -43.()4 -429.26 -6.92
4 Hulan - -149.91 -36.56 -87.99 -124.311 -1.77 -3.96 ~.119 -405.46 -6.54

LAJU PERUUAIIAN 1•1.


NO. JENIS KEGIATAN 1940 1940- 1950- 1960- 1970- 1980- 1990- 1997- 1940-2002
1950 1960 1970 19HO 1990 1997 2002

I
Area Terbanl:!:!n
Pcmukiman
-- -1.81
-6.89
18.52
26.87
5.02
5.21
4.07
4.17
2.84
2.89
2.97
2.83
1.111
1.29
4.88
5.17
2 Perdagangan - 0.02 0.00 22.66 0.(12 11.09 1.93 0.00 5.35
3
4
Militcr
P<."fkantoran dan Jasa
-- 0.00
-23.04
4.911
27.67
2.90
8.26
0.00
10.34
0.00
2.2:1
0.00
2.88
0.00
3.1S 3.57
5 Fasilit.as Sosial - -3.88 10.76 1.27 6.40 1.11 7.33 1.40 3.36

I
~rea ~on IUI!ID&!!n
Tanah Terbuka
-- o.os
0.00
-1.21
0.00
-1.05
0.00
-1.51
7.42
-1.74
0.00
-2.78
1.48
-1.60
-9.12
-1.33
0.55
2 Pckarangan - -4.03 27.62 4.25 2.07 6.46 -15.80 -1.60 3.26
3 Kebun Campuran - 1.81 -1.(•9 ..(1.67 ..(1.74 -:U2 -2.6S -2.13 -1.21
4 Hutan - -2.72 ~.110 -2.23 -4.34 .(1.011 ~.26 ~.011 -1.69

..
Calalan ; LaJU paubahan dihilllng dcnpn LaJU Pcrlumbuhln Goomelrik
Swnber Hasil Rckonslnlksi Foto Udara Tahun 198' dan 2002, RBW Kola Ambon Lama dan Sckitarnya, 1986; dan 0.1& Wawaacara.
172

Pada periode tahun 1997-2002, laju perkembangan fisik kawasan Pusat

Kota Ambon mengalami penurunan dibandingkan dengan periode tahun 1990-

1997. Hal ini terkait dengan kondisi keamanan Kota Ambon yang tidak kondusif

akibat kerusuhan sosial pada tahun 1999. Pertambahan area terbangun teijadi

disebabkan oleh pembangunan relokasi permukiman penduduk oleh Pemerintah

Propinsi di Desa Batu Merah dengan pembangunan perumahan pengungsi Tipe

21. Jumlah rumah yang telah dibangun sejak tahun 1999/2000 sampai tahun 2002

adalal1 1.096 unit (Dinas PU, 2003). Selain itu pertambahan area terbangun

disebabkan pula pembangunan rumah penduduk secara individual pada tempat-

tempat yang aman, seperti di Desa Batu Merah, Kelurahan Waihoka, Kayu Putih-

Desa Soya, Kelurahan Batu Gajah, Kelurahan Kudamati dan Benteng. Kondisi

keamanan yang tidak kondusif pada periode ini ditambah pula dengan

pertwnbuhan ekonomi kota Ambon yang menurun (-12,03%) akibat krisis

ekonomi dan gangguan aktivitas ekonomi karena keamanan yang tidak kondusif

berpengaruh pada menurunnya kemampuan membangun masyarakat, swasta

maupun Pemerintah Kota, sehingga laju perubahan area terbangun pada periode

1997-2002 adalah seluas 52,73 ha yang lebih rendah dari pada periode 1990-1997

yang seluas 148,83 ha.

5.1.10. Arab Perkembangan Fisik Keruangan Pusat Kota Ambon Tahun


1940-2002.

Mengacu pada arah perkembangan fisik berdasarkan perkembangan area

terbangun pada setiap periode (Gam bar 37, Gam bar 38 dan Gambar 39), maka
173

arab perkembangan fisik kota Pusat Ambon dari tahun 1940-2002 dapat

dikelompokkan dalam 3 arah perkembangan yaitu :

(I) Periode 1940 - 1960, perkembangan mengarah ke barat daya kota terutama

ke Kelurahan Nusaniwe, Benteng, Wainitu, Kudamati dan semua keluralian-

kelurahan di tengah kota seperti Waihaong, Silale, Honipopu, Ahusen,

Uritetu dan Rijali. Perkembangan ke arah barat daya dipengaruhi oleh

adanya fasilitas-fasilitas utama seperti pelabuhan Gudang Arang, Universitas

Pattimura, Rumah Sakit Umwn Propinsi serta perumahan-perumahan TNI di

Air Salobar. Selain itu dipengaruhi juga oleh harga tanah yang murah,

topografi yang datar dan dilalui oleh jaringan jalan utama. Hal ini tidak

dapat dipisahkan dengan tata ruang kota yang telah terrbentuk sebelumnya,

dimana perkembangan fisik kota teijadi pada jalur-jalur utama dan berawal

dari bagian tengah kota yang telah dirintis sejak a bad ke-17.

(2) Periode 1960 - 1997, perkembangan mengaral1 ke seluruh bagian kota yaitu

ke barat daya, selatan, timur dan timur Iaut, terutama ke Kelurahan Benteng,

Kudamati, Mangga Dua, Batu Gajah, Batu Meja, Amantelu, Waihoka, Kayu

Putih - Desa Soya, Pandan Kasturi dan Desa Batu Merah. Perkembangan ke

seluruh bagian kota berhubungan dengan kegiatan pembangunan daerah

yang mulai dilaksanakan sejak PELITA I, baik pembangunan ekonomi,

sosial maupun fisik kota. Pada periode talmn I 960-1970, perkembangan

kota sudah mulai ke timur laut di Kelurahan Pandan Kasturi, yang

disebabkan topografi yang landai dan dilalui oleh jaringan jalan utama.

Selanjutnya pada peri ode tahun 1970-1997, perkembangan fisik terjadi ke


174

seluruh bagian kota, semng kegiatan pembangunan dan kemajuan

perekonomian di Kota Ambon. Selain itu peningkatan jumlah penduduk dan

aktivitasnya berimplikasi terhadap meningkatnya area terbangun kota untuk

fasilitas perkotaan maupun untuk permukiman penduduk. Perkembangan ini

juga dipengaruhi oleh tersedia jaringan jalan, harga tanah yang murah,

sistem sewa-beli tanah Dati yang murah, tersedianya jaringan air bersih dan

listrik maupun kebijakan pengembangan kota oleh Pemerintah Kota.

(3) Periode 1997- 2002, perkembangan mengarah ke timur laut dan tenggara,

terutama ke Desa Batu Merah, Kayu Putih- Desa Soya, Kelurahan Waihoka

dan Kelurahan Batu Gajah. Pertumbuhan area terbangun di kawasan ini

dipengaruhi oleh kondisi keamanan kota Ambon akibat kerusuhan sosial,

sehingga menyebabkan permukiman berkembang rnenurut kornunitas

agama. Hal ini menyebabkan Desa Batu Merah menjadi pilihan bagi

masyarakat Muslim untuk bennukim, sedangkan Kayu Putih - Desa Soya,

Kelurahan Waihoka dan Kelurahan Batu Gajah menjadi pilihan bagi

masyarakat Kristen untuk bennukim. Selain itu karena keterbatasan lahan di

tengah kota, tersedia jalan penghubung dan aksesibilitas yang baik serta

harga tanah dan sistem sewa-beli tanah Dati yang murah, menyebabkan

lahan-Iahan kosong di timur laut dan tenggara menjadi area perkembangan

kota.
,
J'

.
.,,;.f.,
~~·:
J-
.,.. ...

1940 - 1950 1950 - 1960 1960- 1970

~~~....

.,
1970 - 1980 1980- 1990 1990-1997

Keteranl!an:
- Area Terbangun Tahun Awal

- Area Terbangun Tahun Akhir

___. Arab Perkembangan Fisik Kota

' .- .- 1997 - 2002

Gambar 37. Arah Perkembangan Fisik Kawasan Pusat Kota Ambon 175
>-..., ;-........
t /·
lj
.' L
.-··
' ~- :; ~ ''\_,.-.,.

)
... ./
,.

,~.~

....
./ _, . , ... ·,
1940-1950 1950-1960 1960-1970
•, ........ --·------------------

/.!

1970-1980 1990-1997

Keterangan

- Area Terbangun

I I Arah Perkembangan Tahun Awal ......


-..J
0\

- Arah Perkembangan Tahun Akhir

1997-2002

GAMBAR 38. ARAH LINGKARAN PERKEMBANGAN FISIK KERUANGAN KAWASAN PUSAT KOTA AMBON
PETA KOTA A MBON

~u
400 0 400 800 M

Legenda:
Area Terbangun Tahun 1940

Area Terbangun Tahun 1950


D Area Terbangun Tahun 1960

CJ Area Terbangun Tahun 1970

Area Terbangun Tahun 1980

- ... 4

~
-
~
Area Terbangun Tahun 1990

Area Terbangun Tahun 1997


Area Terbangun Tahun 2002
-...)
-...)

- --

GAMBAR 39. ARAH PERKEMBANGAN FISIK KAWASAN PUSAT KOTA AMBON TAHUN 1940-2002
178

5.2. Pola Fisik Keruangan Pusat Kota Ambon

5.2.1. Morfologi Kawasan Pusat Kota Ambon.

Secara keseluruhan perkembangan fisik Pusat Kota Ambon dibatasi oleh

kendala alam, yaitu perairan Teluk Ambon di bagian utara dan perbukitan di

bagian selatan yang membentang dari barat daya hingga ke timur laut dengan

topografi yang beragam dari daerah dengan kemiringan lereng 0-2% hingga di

atas 40%. Hal ini menyebabkan area terbangun dibatasi oleh topografi wilayah,

dan mengikuti jalan-jalan utama. Kondisi ini menyebabkan kawasan Pusat Kota

Ambon mempunyai bentuk yang khas.

Berdasarkan arah perkembangan fisik Kawasan Pusat Kota Ambon pada

periode ta11un 1940-2002 (Gambar 37, Gambar 38 dan Gambar 39) maka

morfologi atau pola fisik (ekspresi keruangan) kawasan Pusat Kota Ambon

(Gam bar 40) terdiri dari beberapa bentuk, yaiht :

I. Periode tahun 1940-1970, ekspresi keruangan kota berbentuk setengah

lingkaran menyerupai kipas (Gambar 40.A). Pada tahun 1940-1950, area

terbangun kota berbentuk kipas yang tidak kompak, tetapi terserak (scallered).

Hal ini disebabkan oleh hancurnya area terbangun pada semua bagian kota

akibat perang. Area terbangun yang ada adalah area terbangun yang Iolos dari

kehancuran, yang terletak bersebaran pada bagian-bagian kota. Sedangkan

pada tahun 1950-1970, area terbangun melingkupi bagian tengah kota yang

telah lebih dulu berkembang dan menjalar ke barat daya dan timur laut,

sehingga menyerupai kipas yang kompak.


179

A. Bentuk Fisik Kota Tahun 1970: B.

Gambar 40. Pola Fisik Kawasan Pusat Kota Ambon

2. Periode tahun 1970-2002, ekspresi keruangan kota berbentuk setengah

lingkaran menyerupai kipas yang tidak kompak dan menjari (Gambar 40.8).

Hal ini disebabkan oleh bertambahnya area terbangun terjadi pada lokasi-

lokasi barn seperti Kelurahan Amantelu dan Desa Batu Merah dan mengikuti

jalan dan bentang alam seperti pinggiran sungai yang datar.

Branch (1995) menyatakan bahwa kota di sepanjang pantai umumnya

menyerupai setengah lingkaran. Pendapat ini bila dibandingkan dengan ekspresi

keruangan morfologi kota berbentuk kipas dan gurita/ bin tang (Nelson dalam

Yunus, 2001), maka perkembangan kawasan Pusat Kota Ambon dibatasi oleh

hambatan alami yaitu perairan dan perbukitan sehingga perkembangan fisik kota

terjadi pada bagian tertentu saja seperti yang terjadi pada kota berbentuk kipas.

Selain itu perkembangan area terbangun mengikuti jalur-jalur transportasi utama

pada sisi sebelah selatan, timur dan timur laut kota serta mengikuti bentangan
180

alam yaitu pinggiran sungai yang datar, sehingga berbentuk menyerupai gurita

atau menjari.

Mengacu pada ekspresi keruangan kota secara teoritis, maka morfologi

kawasan Pusat Kota Ambon empiri tahun 2002 memiliki bentuk yang khas.

Meskipun berbentuk setengah Iingkaran menyerupai kipas, namun karena kondisi

topografi yang beragam, mengakibatkan kawasan Pusat Kota Ambon tidak

berbentuk kompak seperti kipas. Demikian pula perkembangan fisik mengarah

mengikuti jalan-jalan utama dan jalur transportasi menyerupai bentuk gurita,

namun tidak ke semua arah secara merata, karena ada halangan fisik berupa

perairan dan perbukitan sehingga hanya mengarah ke barat daya, selatan, timur

dan timur Iaut kota. Hal ini menyebabkan morfologi kawasan Pusat Kota Ambon

mengadaptasi bentuk kipas dan gurita sehingga mempunyai bentuk yang khas

yaitu menyerupai setengah lingkaran yang menjari.

5.2.2. Pola Perkembangan Fisik Keruangan Kawasan Pusat Kota Am bon.

Berdasarkan arab perkembangan fisik Pusat Kota Ambon seperti

dijelaskan pada bagian terdahulu (Gambar 37, Gambar 38 dan Gambar 39),

dapat diidentifikasi pula pola perkembangan fisik Pusat Kota Ambon setiap

periode hingga saat ini. Jika dilihat dari tahun 1940-2002, maka perkembangan

fisik Pusat Kota Ambon terdiri dari gabungan beberapa pola perkembangan, yaitu

perkembangan konsentris, tinier dan melompat (Gambar 41). Pola perkembangan

ini dapat dikelompokkan dalam 2 peri ode utama, yaitu ( 1) peri ode 1940-1970,

pola perkembangan adalah gabungan perkembangan konsentris dan tinier, dan (2)

periode 1970-2002, pola perkembangan adalah gabungan perkembangan

konsentris, tinier dan melompat.


181


A. Pola Perkembangan B. Pola Perkembangan
Tahun 1940 - 1970 Tahun 1970-2002
c:::J Perkembangan Berbentuk Konsentris (Concentric Development)
- Perkembangan Berbentuk Linier (Linear/ Ribbon Development)
- Perkembangan Berbentuk Melompat (Leap Frog Development)

Gambar 41. Pola Perkembangan Fisik Pusat Kota Ambon Tahun 1940 - 2002

(1) Pola Perkembangan Fisik Keruangan Pusat Kota Ambon,


Periode 1940-1970

Pada periode ini, pola perkembangan fisik kota adalah gabungan dari pola

kosenteris dan tinier (Gambar 41.A). Pola kosenteris terjadi pada bagian tengah

pusat kota yang memiliki topografi datar, sedangkan pola tinier berlangsung ke

arab barat daya dan timur laut menyusuri jalan-jalan yang ada sepanjang pesisir

dan ke arah selatan menyusuri daerah pinggiran sungai yang relatif datar. Kedua

pola perkembangan ini berjalan secara simultan karena keterbatasan laban datar di

tengah kota dan hambatan alami berupa perairan Teluk Ambon di sebelah utara

dan perbukitan yang membentang dari barat daya hingga timur laut. Hal ini

menyebabkan area terbangun kota berkembang secara konsentris melingkupi

bagian tengah yang telah berkembang serta tumbuh linier sepanj ang jalan-jalan
182

utama ke barat daya dan timur laut di pesisir yang datar. Pola perkembangan fisik

kota yang adalah gabungan antara pola konsentris dan pola tinier oleh Russwurm

dalam Yunus (2001) disebutkan sebagai ekspresi keruangan kenampakan kota

yang berbentuk konsentris memanjang.

(2) Pola Perkembangan Fisik Keruangan Pusat Kota Ambon, Periode


1970-2002

Pada periode tahun 1970 sampai 2002, pola perkembangan fisik kota

merupakan gabungan antara perkembangan konsenteris, linier dan meloncat

(Gambar 41.8). Perkembangan berbentuk konsentris teijadi melingkupi bagian

tengah kota yang telah berkembang sebelumnya. Perkembangan berbentuk linier

teijadi menyusuri jalan-jalan utama, baik pada jalan sepanjang pesisir maupun

jalan menuju perbukitan. Perkembangan berbentuk melompat disebabkan adanya

pertumbuhan pusat-pusat kegiatan baru di pinggiran kota yaitu di Kawasan

Karang Panjang (Kelurahan Amantelu, Karang Panjang dan Waihoka) dan Desa

Batu Merah (Kawasan Kebun Cengkih, Air Kuning, Air Besar). Perumahan,

perkantoran dan fasilitas sosial twnbuh di Kawasan Karang Panjang sedangkan

perumahan, perkantoran serta Sekolah Tinggi di Desa Batu Meral1. Meskipun

muncul pusat kegiatan baru, keseluruhan kota terhubung dengan jaringan

transportasi dan komunikasi, sehingga menjadi area terbangun dalam kesatuan

yang utuh. Yunus (201) menyatakan bahwa transportasi dan komunikasi

mempunyai peranan yang penting untuk menyatukan pusat-pusat kegiatan yang

terpisah dalam suatu sistem perkotaan yang utuh.


183

5.2.3. Perbandingan Pola Perkembangan Fisik Empiri dan Teori

Pola perkembangan fisik Kawasan Pusat Kota Ambon secara empm

(Gambar 41) memperlihatkan kondisi yang khas hila dibandingkan dengan pola

perkembangan fisik kota secara teoritis (Gambar 3), yaitu pola konsentris, pola

linier dan pola melompat. Pola perkembangan fisik kota secara empiri dibatasi

oleh kondisi fisik wilayah dengan topografi berbukit-bukit dengan hambatan

alami, yaitu perairan Teluk Ambon di sebelah utara dan perbukitan yang

membentang dari barat daya hingga timur laut. Hal ini menyebabkan

perkembangan konsentris tidak tetjadi ke semua arah secara merata, tetapi hanya

pada bagian tengah ke arah selatan kota yang datar. Demikian pula perkembangan

linier teijadi sepanjang pesisir pantai yang landai atau sepanjang jalan menuju

desa-desa ke perbukitan. Sedangkan perkembangan melompat teijadi pada

kawasan dengan kemiringan lereng 2-15% yang terpisah dari area terbangun yang

telah ada sebelumnya yang didukung oleh kebijakan pemerintah kota untuk

membangun pusat kegiatan barn akibat keterbatasan lahan di tengah kota.

Selain itu perkembangan fisik kota empirik berbentuk gabungan dari

beberapa pola dan bukan pola yang tunggal. Hal ini mendukung pendapat yang

dikemukakan oleh Yunus (1987), bahwa sangat jarang terlihat adanya ekspresi

keruangan dari pertumbuhan fisikal kota (pola perkembangan fisik kota) yang

berdiri sendiri-sendiri. Gabungan dari dua atau ketiganya sekaligus merupakan

ciri umum untuk kota-kota di Pulau Jawa dan kota-kota tertentu di luar Pulau

Jawa.
184

5.3. Faktor-Faktor Yang Mempengarubi Terjadinya


Perkembangan Fisik Pusat Kota Ambon

Perkembangan fisik suatu kota merupakan proses perubahan ruang yang

terjadi dari waktu ke waktu yang berkaitan dengan penggunaan lahan.

Perkembangan ini tidak dapat dipisahkan dari faktor manusia, faktor kegiatan

manusia dan faktor pola pergemkan antar pusat kegiatan manusia yang satu

dengan pusat kegiatan manusia yang lainnya (Sujarto, 1990). Ketiga faktor di atas

secara fisik akan termanifestasi kepada perubahan tuntutan kebutuhan ruang yang

tercennin kepada perkembangan dan perubahan tata guna lahan kota.

Karena berkaitan dengan manusia dan kegiatannya, maka perkembangan

fisik kota dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berasal dari dalam maupun dari

luar, baik faktor faktor fisik maupun faktor non fisik (Bintarto, 1977; Bmnch,

1995 dan Yunus, 2001 ). Kesemua faktor ini sating terkait satu dengan lainnya

mempengaruhi perkembangan fisik kota.

Berdasarkan amh dan pola perkembangan fisik Pusat Kota Ambon yang

telah dijelaskan sebelumnya dan hasil pengecekan dengan data sekunder serta

hasil wawancam, maka faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik

Pusat Kota Ambon dapat dikelompokan atas faktor fisik dan faktor non fisik.

Faktor fisik yang mempengaruhi adalah kondisi fisik wilayah, jaringan

transportasi, aksesibilitas dan fasilitas serta utilitas kota, sedangkan faktor non

fisik meliputi perekonomian kota, harga tanah, sosial kependudukan, sejarah kota

dan kebijaksanaan Pemerintah Daerah. Selain itu menyadari keterbatasan data,

maka faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan ini dibagi dalam 5


185

periode, yaitu periode sebelum tahun 1970, periode tahaun 1970-1980, periode

tahlUl 1980-1990, peri ode tahtu1 1990-I 997 dan peri ode tahun 1997-2002.

5.3.1. Faktor-Faktor Fisik

(1) Kondisi Fisik Wilayah

Kondisi fisik wilayah mempengaruhi bentuk kota dan menjadi pengarah

bagi perkembangan kota. Kota Ambon secara fisiografi tidak terlepas dari kondisi

fisiografi pulau Ambon, yaitu dataran rendah sepanjang pesisir pantai yang

bersambtu1g ke lereng perbukitan dan gllllllllg di bagian tengah pulau. Kawasan

Pusat Kota terletak pada dataran rendah di pesisir yang dibatasi oleh perairan

Teluk Ambon di bagian Utara dan perbukitan di bagian selatan yang membentang

dari barat daya hingga timur laut. Hal ini menyebabkan area terbangun

terkosentrasi pada bagian dataran rendah dan menyebar sepanjang pesisir pantai

dan perbukitan di bagian selatan.

Kondisi fisik wilayah yang mempengaruhi perkembangan kawasan Pusat

Kota Ambon adalah:

a. Kondisi Topografi

Berdasarkan overlay kemeringan lereng di Kawasan Pusat Kota dengan

area terbangllll, maka pada periode 1940 - 1970 perkembangan kota masih

terkonsentasi pada area dengan kemiringan lereng 0-15 %, yaitu di bagian tengah

dan mengikuti pesisir pantai ke arab barat dan timur seperti di Kelurahan

Honipopu, Ahusen, Uritetu, Rijali, Waihaong, Silale, Wainitu, Benteng,

Nusaniwe, Pandan Kasturi dan Desa Batu Merah (Gambar 42). Hal ini
186

mendukung pendapat Bintarto (1977) dan Branch ( 1995 ), yang menyatakan

bahwa topografi tapak mempengaruhi unsur-unsur yang berada di dalam kota.

Permukiman cenderung tumbuh lebih cepat pada lahan datar, karena biaya

konstuksi bangunan lebih rendah daripada di daerah perbukitan dan lebih mudah

dan murah membangun jaringan ulitas. Selain itu ITB (1980) menyatakan bahwa

standar pemanfaataan kelerengan optimal untuk bangunan umum, perumahan

konvensional maupun pusat perdagangan adalah pada kelas kelerengan 0-15%.

b. Kondisi Hidrologi

Kondisi hidrologi juga mempengaruhi perkembangan kawasan Pusat Kota

Ambon. Kawasan pusat kota dilalui oleh beberapa sungai dan anak sungai yang

mengalir dari arah perbukitan di selatan sampai timur laut yang bermuara di Teluk

Ambon. Ketika selesai perang pada tahun 1950, dimana kota secara fisik dan

sosial ekonomi mengalami kehancuran, perumahan dan permukiman rakyat

berdiri di sepanjang sungai-sungai utama (Gambar 42), seperti di Batu Merah

(sekitar Wai Batu Merah)- Desa Batu Merah dan Kelurahan Amantelu, Skip

(sekitar Wai Tomu)- Kelurahan Karang Panjang dan Batu Meja, Batu Gajah

Tengah (sekitar Wai Batu Gajah) - Kelurahan Batu Gajah serta Batu Gantung

dan Kampung Ganemo (sekitar Wai Batu Gantung)- Kelurahan Mangga Dua dan

Kudamati. Sungai-sungai ini merupakan sumber air minum maupun air bersih

untuk keperluan rumah tangga. Pengaruh kondisi hidrologi ini terasa pada tahun

1950- 1970, dimana area terbangun terutama permukiman tumbuh di sepanjang

sungai-sungai utama ini. Selain itu pada periode 1990-1997, area terbangun juga

bermuncul di sekitar wai Batu Merah, terutama di kawasan Ahuru (Kelurahan


187

Waihoka). Tersedianya air sebagai sumberdaya merupakan salah satu prasyarat

utama munculnya kota-kota. Sjoberg dalam Daldjoeni (1998) menyatakan bahwa

kota-kota pertama timbul dari pennukiman-pennukiman yang terletak pada

tempat yang tersedia air, selain jaminan keamanan dan tersedia sumber daya

potensial, seperti lokasi strategis untuk perdagangan.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor fisik

wilayah yaitu topografi yang datar dan ketersediaan air mempengaruhi munculnya

area terbangun sehingga mempengaruhi perkembangan fisik kota. Faktor-faktor

ini merupakan faktor alamiah yang mempengaruhi perkembangan dan

pertumbuhan daerah. Keputusan untuk tinggal di suatu tempat atau pindah ke

lokasi yang disukai ditentukan oleh kondisi alamiah wilayah seperti daerah yang

datar dan ketersediaan air (Gallion dan Eisner, 1996). Faktor kondisi topografi

mempengaruhi perkembangan fisik pusat kota Ambon pada periode tahun 1940-

1970 sedangkan faktor kondisi hidrologi berpengaruh pada periode 1940-1970

dan periode 1990-1997. Pengaruh kondisi topografi dan hidrologi pada peri ode

1940-1970 disebabkan karena saat itu kawasan Pusat Kota Ambon mengalami

pertumbuhan fisik secara alamiah (pertumbuhan organik), sehingga area

terbangun tersebar pada Jokasi-lokasi datar dan cukup tersedia air.

(2) Jaringan Jalan

Perkembangan fisik kota tidak terlepas dari sistem jaringan transportasi,

khususnya jaringan jalan yang dapat mempengaruhi perubahan penggunaan laban.

Jaringanjalan di Kota Ambon berbentuk grid di bagian tengah kota dan mengarah

linier ke barat daya dan timur laut sepanjang pesisir dan menuju ke perbukitan ke
188

arah selatan. Pola jaringan jalan seperti ini mempengaruhi perubahan penggunaan

lahan, dimana berbagai kegiatan memilih lokasi sepanjangjalan-jalan utama ini.

Area terbangun di Kawasan Pusat Kota Ambon tumbuh dan berkembang

sejalan dengan pertumbuhan panjang jalan. Pada periode tahun 1950 - 1960

ketika jaringan jalan lingkar (jalan dr. Kayadoe) dibangun melewati Kelurahan

Kudamati dan Benteng untuk menghubungkan ke RSU Propinsi Maluku dan

fasilitas pendidikan di Kelurahan Benteng, mempengaruhi perubahan penggunaan

lahan yang sebelumnya adalah kebun campuran menjadi area pennukiman. Selain

itu juga dibukanya jalan menuju ke Desa Soya (jalan Sirimau), menyebabkan

kawasan Batu Meja, Bere-Bere dan Kayu Putih yang berdekatan dengan pusat

kota, menjadi pilihan untuk lokasi permukiman.

Pada periode 1970 - 1980 dibuka jaringan jalan ke Kawasan Karang

Panjang dan sekitarnya (Kelurahan Amantelu) untuk perkantoran, perumahan dan

fasilitas sosial, telah memicu perkembangan ke arah timur, terutama ke Ahuru dan

sekitarnya (Kelurahan Waihoka) menjadi area permukiman. Sedangkan pada

periode 1980 - 1997 dibuka jaringan jalan Sudirman pada kawasan Batu Merah

Atas (Desa Batu Merah), telah memicu perkembangan ke kawasan Galunggung,

Kebun Cengkeh, Air Kuning dan Air Besar. Pada ruas-ruas jalan ini berkembang

perkantoran, perumahan, permukiman juga Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri

(STAIN) Alaudin di kawasan Air Besar. Gambaran perkembangan panjang jalan

di Pusat Kota Ambon dapat dilihat pada Gam bar 43.


<07SOOmT •10000 mT • 12~mT

PETA KO TA AM BON
Oesa Hative Kec1l

~""""

jsa Btu Merah

[¢0~
*-~~
"<v"'\j
400 o
11
u 400 eoo M

Legenda:
- - - - Balas Pusal Kola
Balas Kelurahan/Desa
- - Jalan Arteri
- - Jalan Lokal
- - Jalan Lingkungan
~ Sungai

. . Area Terbangun sampal Tahun 1970

. . Area Terbangun sampa1 Tahun 1980

Desa Soya I Cl Kemiringan Lereng 0 • 2 %

[=:1 Kemiringan Lereng 2 • 15%

[i!J Kemiringan Lereng 15 • 40%


00
\0
Kemiringan Lereng > 40%
Oesa Urimessing

Sumber: BAPPEDA Kola Ambon

GAMBAR 42. SEBARAN PERMUKIMAN SESUAI KEMIRINGAN LERENG 01 KOTA AMBON


407500mT 410000 mT 412500 tnT

PETA KOTA AMBON


" Desa Hative Kecil

"..
alive Kecil " ~ ........ ~
........
~ ........ ~
: ........ ........
. - .: ................. - . ~

·-.

= m--- n--
il ur

I
I
#0
~

k 'ti. V
I
~u
,, I

v*-
I

I
I
-<..<vv -----.\ I
Waihoka / j
400 0 400 800 M
77:2

Legenda:
- - - - Batas Pusat Kota
-- ·--- · Batas Kelurahan/Desa

- - Jalan sejak Tahun 1940


- - Jalan sejak Tahun 1950
- - Jalan sejak Tahun 1960
- - Jalan sejak Tahun 1970
\ - - Jalan sejak Tahun 1980
I 1 - - - Jalan sejak Tahun 1990
I
i
{
/ / ,.\ ( ~ -r= \ Mangga uua ~ I ---
I - - Jalan sejak Tahun 1997

:~
1!:

II -
"'
0

Desa Amahusu
Desa Urimessing

Sumber: BAPPEDA Kota Ambon


412&l0 mr
Ill
4075oo mT

GAMBAR 43. KEMBANGAN PANJANG JALAN Dl PUSAT KOTA AMBON


191

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tersedia jaringan jalan

mempengaruhi munculnya area-area terbangun. Sejak periode tahun 1940-2002,

area terbangun muncul dan berkembang di sepanjang jalan-jalan utama yang ada

di Pusat Kota Ambon. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat, maka

faktor tersediannya jalan menjadi pilihan munculnya area terbangun, karena akan

mempermudah pergerakan ke tempat-tempat lain. Branch (1995), menyatakan

bahwa jalur-jalur transportasi mempunyai pengarnh yang besar dalam membentuk

pola penggunaan lahan di kota. Sejak awal pertumbuhan komunitas, berbagai

kegiatan usaha memilih lokasi di sepanjang jalur-jalur lintas primer.

(3) Aksesibilitas

Ketika sarana prasarana transportasi masih terbatas sebelum tahun 1970,

aktivitas kegiatan penduduk juga masih terbatas pada bagian tengah kota,

sehingga area terbangun kota juga masih terbatas pada lokasi-lokasi yang secara

alami telah berkembang, yaitu area tengah kota dan sekitamya seperti Kelurahan

Waihaong, Silale, Honipopu, Ahusen, Uritetu, Rijali, Batu Gajah dan Batu Meja

serta berkembang ke barat daya seperti Air Salobar (Kelurahan Nusaniwe dan

Benteng) dan ke timur laut (Desa Batu Merah). Hal ini berhubungan dengan kota

Ambon sejak semula dibangun pada bagian tengah pusat kota yang mempunyai

aksesibilitas yang baik ke semua bagian kota.

Sejalan dengan penambahan jaringan jalan (Gambar 43), juga dibuka

jalur-jalur barn angkutan kota yang melayani permukiman-permukiman barn.

Pada periode 1972- 1982 jalur angkutan kota sudah melayani area seperti Air

Salobar, Kudamati, Batu Merah, Tantui (Kelurahan Pandan Kasturi), Karang


192

Panjang (Kelurahan Amantelu) dan kawasan tengah kota dengan jalur Lin I

melayani Batu Gajah, Lin II melayani Skip (Kelurahan Batu Meja) dan Lin III

melayani Tanah Lapang Kecil (Kelurahan Wainitu). Trayek-trayek bam yang

muncul sesudah talmn 1982 melayani kawasan di barat daya, selatan, timur dan

timur laut yang berkembang. Jalur-jalur bam tersebut adalah jalur Ahum, Kopertis

dan Lin V yang melayani kawasan Ahum, Kopertis, Karang Panjang dan

Belakang Soya (Kelurahan Karang Panjang dan Waihoka); jalur Air Salobar/

Taman Makmur melayani Taman Makmur (Kelurahan Nusaniwe), jalur Benteng

Atas dan Gunung Nona melayani Kelurahan Benteng dan Kudamati; jalur Kusu-

Kusu Sereh melayani Kusu-Kusu Sereh Desa Urimessing yang berbatasan dengan

Pusat Kota; jalur Tantui, Kebun Cengkeh, Galunggung dan lAIN melayani

Kelurahan Pandan Kasturi dan Desa Batu Merah; serta jalur Kayu Putih - Soya

yang melayani Kayu Putih dan sekitamya (Desa Soya).

Pembukaan jalur-jalur bam angkutan kota ini membuka kemudahan

hubungan (aksesibilitas) antara lokasi-lokasi ini dengan pusat kota, sehingga lebih

memacu tumbuhnya perrnukiman dan fasilitas bam di lokasi-lokasi ini. Hal ini

ditunjang dengan berkembangnya jumlah kendaraan umum yang melayani trayek-

trayek tersebut (Tabel 41). Ketika kerusuhan sosial melanda kota Ambon pada

tahtm 1999, berdampak nyata pada berkurangnya jumlah kendaraan ummn, akibat

rusak dan diungsikan ke luar daerah. Meskipun demikian jumlah kendaraan yang

tersisa terdistribusi pada semua trayek angkutan kota, sehingga keterhubungan ke

tempat-tempat lain tetap dapat terpelihara.


193

TABEL 41. JUMLAH KENDARAAN SESUAI TRA YEK Dl PUSAT KOTA


TAHUN 1972, 1982, 1991, 1997,2002

NO. TRAYEKYANG JUMLAH KENDARAN


DILAYANI 1972 1982 1991 1997 2002

I Lin I 0 12 50 51 19
2 Lin II 0 5 16 24 12
3 Lin III 0 21 96 107 67
4 Lin IV () () 0 I I
5 LinV 0 0 15 15 10
6 Batu Merah 18 25 66 40 16
7 Karang Panjang 0 8 50 42 14
8 Ahuru 0 0 10 2I 7
9 Kusu-Kusu 0 0 7 4 6
10 Air Salobar 41 58 186 I29 53
11 Kudamati 0 49 129 104 53
I2 Benteng Atas 0 0 16 22 II
13 GunungNona 0 0 5 8 2
14 Taman Makmur 0 0 7 12 4
15 Kebun Cengkeh 0 0 13 38 I<;
16 Tantui 0 22 88 78 2C:
17 Batu Merah Atas 0 0 0 11 I.

18 Kayu Putih 0 0 5 7 f.
19 lAIN 0 0 0 8 <:
20 Kopertis 0 () 0 4 3
Jumlah 59 200 759 726 _34(]

Somber: Kola Dalam Angka Tahun 1993, 1997, 2002


Rencana Kola Tahun 1972, 1982

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dibukanya

trayek angkutan umum dan bertambahnya kendaraan transportasi umum

mempengaruhi munculnya area terbangun, terutama permukiman penduduk di

kawasan-kawasan yang dilayani trayek inL Sejak sebelum tahun 1970 ketika

sarana transportasi masih terbatas di tengah kota, hingga menjangkau seluruh

kawasan hingga tahun 2002, faktor aksesibilitas mempengaruhi pilihan tempat

beraktivitas penduduk. Berdasarkan hasil wawancara, masyarakat memilih lokasi

permukiman disebabkan karena aksesibilitas atau kemudahan hubungan dengan


194

tempat-tempat lain. Dengan demikian area terbangun akan bertambah pada

daerah-daerah yang mempunyai aksesibilitas baik. Yunus (2001) menyatakan

bahwa peranan aksesibilitas, prasarana transportasi dan sarana transportasi

mempunyai peranan yang besar dalam membentuk variasi ekspersi keruangan

morfologi kota. Bintarto ( 1977) menambahkan pula bahwa jalur jalan dalam kota

dan jalur-jalur penghubung kota dengan daerah di sekitar sangat berpengaruh

dalam ikut meningkatkan arus manusia dan barang. Aksesibilitas kota menjadi

semakin besar dan dengan demikian sangat membuka kemungkinan terjadi

pemekaran (perluasan) kota ke berbagai arah.

(4) Fasilitas Kota.

Sesuai dengan fungsi, Kota Ambon mempunyai pelayanan lingkup lokal

dan regional sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat ekonomi dan

keuangan, pusat pendidikan, pusat pelayanan jasa perhubungan dan pariwisata,

pusat pergudangan, pusat pengembangan industri pengolahan dan pusat pelayanan

kesehatan (Revisi RUTR Kota Ambon, 1994 ). Fungsi yang diemban ini berkaitan

langsung dengan kelengkapan fasilitas dan utilitas yang ada di Kota Ambon.

Branch (1995) menyebutkan fungsi yang diemban oleh suatu kota merupakan

unsur dasar utama yang mempengaruhi setiap aspek dari berfungsinya dan

berkembangnya suatu kota. Berdasarkan fungsi utamanya ini Kota Ambon

menjadi kota tujuan utama bagi penduduk di Propinsi Maluku untuk pelayanan

administrasi pemerintahan, kegiatan perdagangan dan jasa, pelayanan pendidikan

tinggi dan pelayanan sosial lainnya, sehingga menjadi daya tarik bagi penduduk

untuk beraktivitas dan bertempat tinggal di Kota Ambon.


195

Keberadaan fasi1itas pemerintahan, perdagangan, perkantoran dan jasa

yang terkonsentrasi di Pusat Kota (Gambar 15 dan 16) membuka lapangan keija

bagi masyarakat dan menjadi daya tarik untuk penduduk bekerja dan menetap di

sekitar pusat kota. Hal ini menyebabkan terjadi perubahan lahan dari area non

terbangun menjadi area terbangun untuk permukiman di desa Batu Merah, Karang

Panjang, Ahuru, Batu Meja, Kayu Putih dan Batu Gajah juga ke perbukitan di

bagian barat daya yaitu di Kelurahan Nusaniwe, Benteng dan Kudamati.

Meskipun sebagian besar lokasi ini terletak pada daerah yang berbukit, namun

kedekatan lokasi dengan pusat kota, kemudahan pergerakan akibat tersedia

transportasi yang memadai serta sewa tanah yang relatif teijangkau menyebabkan

perkembangan kota mengarah ke tempat-tempat tersebut.

Keberadaan fasilitas kesehatan juga terkonsentrasi di Pusat Kota, dimana 7

dari 11 rumah sakit di Kota Ambon terdapat di Pusat Kota. Demikian pula

keberadaan fasilitas pendidikan di Kota Ambon cukup lengkap mulai dari Sekolah

TK sampai Perguruan Tinggi juga terkonsentrasi di Pusat Kota (Gambar 14)

dengan jumlah fasilitas yang meningkat dari tahun ke tahun (Tabel 18). Sebagai

pusat pendidikan tinggi, maka penduduk dari pulau Ambon dan tempat-tempat

lain di Propinsi Maluku yang datang untuk bersekolah. Keberadaan Sekolah

Tinggi Teologia di Tanah Lapang Kecil sejak tahun 1950-an yang berubah

menjadi Universitas Kristen Indonesia Maluku pada talmo 1990, telah menjadi

pemicu tumbuhannya permukiman di sekitamya pada periode 1950-an. Demikian

juga kehadiran Universitas Pattimura di Taman Makmur juga memicu tumbuhnya

permukiman di Taman Makmur dan Air Salobar pada era tahun 1950-an.
196

Meskipun sejak tahun 1970-an berpindah ke Desa Poka, sekitar 35 km dari Pusat

Kota, keberadaan Universitas Pattimura masih mempengaruhi perkembangan

kota. Banyak mahasisiwa yang memilih menetap di pusat kota karena kemudahan

mendapatkan kebutuhan yang lain dan aksesibilitas yang baik akibat tersedia

jaringan transportasi yang lancar. Demikian pula keberadaan Sekolah Tinggi

Agama Islam Negeri Alaudin di Desa Batu Merah pada awal dekade 1990-an,

memicu perkembangan area terbangun di Desa Batu Merah dan sekitamya.

Meskipun kampus lAIN cukup jauh dari pusat kota, tetapi terhubung oleh jalan

lokal yang bermuara ke jalan Sudirman yang menuju Pusat Kota. Keberadaan

jalan ini menyebabkan tumbuhnya perumahan dan permukiman di sepanjang jalan

menuju kampus.

Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat, maka berkembangnya

area terbangun seperti permukiman selama periode tahun 1950-2002, disebabkan

karena lokasi-lokasi tersebut dekat dengan tempat bekeija, tempat pendidikan dan

dekat dengan pasar. Hal ini terkait dengan kelengkapan fasilitas pemerintahan

sosial dan ekonomi di Kawasan Pusat Kota Ambon. Sehubungan dengan hal itu,

Jayadinata (1999) menyatakan bahwa kota dengan segala fasilitas baik sosial

maupun ekonomi merupakan tempat yang baik untuk bertempat tinggal dan

bekeija yang pada akhirnya berpengaruh terhadap tata guna lahan di perkotaan.

(5) Jaringan Utilitas Kota.

Pengaruh jaringan utilitas terhadap perkembangan fisik Pusat Kota Ambon

yang dominan adalah jaringan listrik dan jaringan air bersih. Pemilihan tempat

tinggal dan beraktivitas, didasarkan pada ketersediaan listrik dan air bersih.
197

a. Jaringan Listrik

Ketika Kota Ambon berkembang pada periode 1970-1980, jaringan listrik

menjadi penentu pemilihan lokasi aktivitas. Berdasarkan basil wawancara dengan

masyarakat dan overlay peta jaringan listrik dan area terbangun kota, pada peri ode

1970 sampai 1980 kawasan yang dialiri listriklah yang menjadi pilihan tempat

tinggal, karena mempermudah aktivitas sehari-hari, terutama di Kelurahan

Nusaniwe, Benteng, Kudamati, Mangga Dua, Batu Gajah, Batu Meja, Karang

Panjang dan Amantelu (Gam bar 44).

Sekarang ini jaringan listrik telah mengaliri seluruh kota dan berdasarkan

Hasil Susenas Tahun 2000 terdapat 97,59% rumah tangga menggunakan listrik

PLN sebagai sumber penerangannya. Sejak tahun 1990, jaringan listrik telah

menjangkau seluruh kawasan Pusat Kota, menyebabkan ketersediaan jaringan

listrik tidak lagi menjadi faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi beraktivitas

termasuk permukiman. Permukiman-permukiman barn dapat dengan mudah

memperoleh listrik dari jaringan yang telah ada sebelwnnya.

b. Jaringan Air Bersih

Jaringan air bersih juga menjadi unsur yang mempengaruhi perkembangan

kota. Pada tahun 1950-1970, bagian tengah kota yaitu kelurahan Waihaong,

Silale, Honipopu, Ahusen, Uritetu dan Rijali serta bagian barat daya yaitu

kelurahan Kudamati dan Benteng dilalui jaringan PDAM, sehingga

perkembangan mengarah ke barat daya. Pada periode tahun 1970 - 1990, jaringan

air bersih telah melayani kawasan tengah kota hingga ke barat daya ke Kelurahan

Nusaniwe serta pada lokasi-lokasi perumahan barn dan wilayah sekitarnya seperti
198

di perbukitan Karang Panjang (kelurahan Arnantelu), Kebun Cengkih (Desa Batu

Merah) dan Aster (Desa Hative kecil). Berdasarkan hasil wawancara dengan

masyarakat serta overlay peta jaringan air bersih dan area terbangun kota, maka

kawasan yang mempunyai jaringan PDAM menjadi pilihan bagi penduduk untuk

bertempat tinggal. Hal ini menyebabkan area terbangun tersebar pada daerah-

daerah yang dilalui oleh jaringan distribusi PDAM (Gambar 45). Sedangkan

pada periode 1990 sarnpai 2002 perkembangan kota karena jaringan air bersih

PDAM sudah kurang pengaruhnya. Pemilihan lokasi permukiman didasarkan

pada kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal sendiri, sehingga meskipun

menetap di daerah perbukitan, kebutuhan air bersih didapat dari sumur dangkal,

sumur dalam (sumur bor), mengalirkan air dari mata air atau membeli air.

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa jaringan utilitas kota

yang berpengaruh adalah ketersedian listrik terutama pada periode tahun 1970-

1980, dan kemudahan mendapat jaringan air bersih terutama pada periode 1950-

1990. Branch (1995) menyatakan bahwa utilitas kota mempengaruhi

perkembangan fisik kota dan merupakan pembentuk pola penggunaan laban kota.

Jaringan utilitas dapat dipergunakan untuk mengendalikan pertumbuhan,

menentukan aral1 pembangunan dan mengatur konsentrasi orang, bangunan dan

kegiatan pada tempat-tempat sehingga tidak melebihi kapasitas utilitas yang ada.
.07500mT • 10000mT •12500 mT

PETA KO TA AMBON Desa Hative Kecil

Pusat Kota Ambon

[¢0~
~rt .
'\<v'·:0 ~u
<100 o <100 eoo M

Legend a:
- - - - Batas Pusat Kota
Batas Kelurahan/Desa
- - Jalan Arteri
- - Jalan Lokal

..
- - Jalan Llngkungan
~ Sungai

Daerah Pelayanan Sampai


Tahun 1970

D Daerah Pelayanan
Tahun 1970 - 1980
Daerah Pelayanan Tahun 1980
Sampai Sekarang

\0
\0
Desa Urimessing

Desa Amahusu

.07500mT

GAMBAR 44. PERKEMBANGAN DAERAH PELAYANAN LISTRIK PUSAT KOTA AMBON


mT 410000 mT 41 2500mT

PETA KOTA AMBON Desa Hative Kecil

Btu Merah

-<.<. "v \)f- ~u


400 0 400 800 M

Legenda :
··- ··- Batas Pusat Kota
---- - Batas Kelurahan/Desa
- - Jalan Arteri
- - Jalan Lokal
- - Jalan Lingkungan
~ Sungai

r--1 Daerah Pelayanan Sampai


L-..1 Tahun 1970
~ Daerah Pelayanan
:::> ~ Tahun 1970 - 1990
E
Desa Soya I t...:JLd
~ Daerah Pelayanan
Tahun 1990 sampai Sekarang
Daerah Tidak Terjangkau
Pelayanan PDAM
N
0
0
Desa Urimessing

Desa Amahus u
Sumber: BAPPEDA Kota Ambon

GAMBAR 45. PETA PERKEMBANGAN DAERAH PELAYANAN JARINGAN AIR BERSIH Dl PUSAT KOTA AMBON
201

5.3.2. Faktor-Faktor Non Fisik

(l) Perekonomian Kota

Kegiatan perekonomian kota mempengaruhi dinamika kehidupan

masyarakat kota, termasuk pula perkembangan fisik pusat kota. Kegiatan

perekonomian yang dinamis akan memberikan dampak yang berganda, seperti

pembukaan lapangan keija, peningkatan pendapatan, perubahan ruang,

penambahan permukiman yang mempengaruhi tata ruang kota.

Aktivitas perekonomian di Kota Ambon tidak dapat dipisahkan oleh

fungsi kota Ambon sebagai pusat perdagangan dan jasa di Propinsi Maluku. Kota

Ambon juga merupakan pusat koleksi dan distribusi barang dan jasa bagi wilayah

di Pulau Ambon maupun Propinsi Maluku, sehingga kegiatan perdagangan dan

angkutan menjadi penting. Hal ini ditunjang dengan tersedia fasilitas pelabuhan

laut Yos Sudarso sebagai pintu masuk-keluar utama barang dan jasa selain

pelabuhan udara Pattimura.

Mengingat keterbatasan data, maka kajian perekonomian kota berdasarkan

data Produk Domestik Regional sesudah tahun 1970. Aktivitas perekonomian di

kota Ambon berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto atas Dasar Harga

Konstan tahun 1978, 1983, 1990, 1997 dan 2001 menunjukkan bahwa sektor-

sektor tersier seperti, yaitu Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran; Sektor

Angkutan dan Komunikasi; Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

serta Sektor Jasa-jasa secara kumulatif menyumbangkan lebih dari 50% dari total

PDRB Kota Ambon (Tabell3).


202

Kegiatan sektor perdagangan, hotel dan restoran berkembang pesat

disebabkan karena Kota Ambon merupakan pusat perdagangan baik tingkat lokal

maupun regional. Jumlah pedagang di Kota Ambon mengalami peningkatan yang

pesat (Tabel42). Pesatnya kegiatan perdagangan dapat dilihat dari meningkatnya

kontribusi sektor ini terhadap PDRB Kota Ambon yaitu 16,54% pada tahun 1978

dan 20,35% pada tahun 2001 (Tabel 13). Hal ini berimplikasi pada penambahan

ruang untuk aktivitas perdagangan. Berdasarkan data penggunaan lahan (Tabel

43), penambahan area terbangun kota untuk perdagangan dari tahun 1940-1970

adalah 9,55 Ha meliputi A.Y. Patti dan sekitamya (Kelurahan Honipopu dan

Uritetu), dan dari tahun 1970-2002 adalah 34,53 Ha meliputi pertokoaan Mardika

dan Batu Merah (Keluarahan Rijali, Desa Batu Merah) dan pada jalan-jalan utama

seperti JI. Said Perintah, JI. Pahlawan Revolusi, Jl. Telukabessy dan Jl.

Cendrawasih.

T ABEL 42. JUMLAH PEDAGANG 01 KOT A AMBON


TAHUN 1975. 1982, 1990, 1997,2002

NO JUMLAH PEDAGANG JUMLAH PEDAGANG - - - - - - - -


1-------------- ----

-- 1975
------
1982 1990 1997 2002
- - - - - - - -------- ---------- ---------

1 Pedagang Keci1 780 985 2,821 2,574 1,122


2 Pedagang Menengah 436 818 1,938 3,335 43
3 P~·~Besar 77 314 492- . 797 5
Jumlah 1,293 2,117 5,251 6,706 1,170
Surnber: Kota Ambon Dalam Angka 1980, 1982, 1990, 1999, 2002.

Pada sisi lain, kegiatan sektor jasa-jasa juga memberikan kontribusi yang

besar terhadap PDRB Kota Ambon. Kontribusi sektor jasa-jasa menunjukkan

peningkatan dari 24,68% pada tahun 1978 menjadi 30,98% pada tahun 2001

(Tabel 13). Peranan sektor jasa ini ditunjang oleh fungsi kota Ambon sebagai
203

pusat pemerintahan sehingga kegiatan pemerintahan umum dan dan jasa-jasa

sosial mempengaruhi dinamika kehidupan ekonomi di kota Ambon. Peningkatan

kegiatan di bidang pemerintahan umum menyebabkan tumbuhnya kawasan

perkantoran pemerintah barn yaitu di Karang Panjang pada periode tahun 1970-

1980 dan di Batu Merah Atas dan Kebun Cengkih pada Peri ode 1980-1997.

Penambahan area terbangun untuk aktivitas perkantoran dan jasa adalah seluas

7,00 Ha pada periode 1940-1970 dan seluas 32,59 Ha pada peri ode 1970-2001.

T ABEL 43. PERUBAHAN PENGGUNAAN LA HAN PUSAT KOT A AMBON


TAHUN 1940-2002

!
NO. JENIS KEGIATAN LUAS(Ha BESAR PERUBAHAN (Ha)
1940 1970 2002 1940-1970 1970-2002 1940-2002

1 Pennukiman 29.72 261.35 677.89 231.63 416.54 648.1


2 Perdagangan 1.42 10.97 35.95 9.55 24.98 34.53
3 Militer - 32.33 32.33 32.33 0.00 32.33
4 Perkantoran dan Jasa 1.69 8.69 41.28 7.00 32.59 39.55
5 Fasilitas Sosial 8.84 18.76 68.54 9.92 49.77 59.6S
6 Tanah Terbuka 7.92 7.92 Il.l3 0.00 3.21 3.21
7 Pekarangan 3.20 36.84 23.40 33.64 -13.44 20.2C
8 Kebun Campuran 811.36 761.76 379.10 -49.60 -382.66 -432.26
9 Hutan 621.60 347.14 216.14 -274.46 -131.00 -405.4f
Jumlah 1,485.76 1,485.76 1,485.76 I 0.00 0.00 O.OC
Catalan : Laju perubahan dihitung dengan Laju Penwnbuhan Geometrik
Sumber : Hasil Analisis dari Berbagai Swnber : RBW Kola Ambon Lama dan Sekitamya, 1986: dan Data Wawancara.

Aktivitas jasa pemerintahan ini menyerap tenaga kerja besar. Berdasarkan

basil Susenas tahun 2000, di Kota Ambon terdapat 63,20% penduduk yang

bekerja sebagai pegawai negeri dan karyawan swasta. Para pegawai dan karyawan

sawsta ini membelanjakan uangnya di Kota Ambon, sehingga mendorong

berkembang pula sektor-sektor lapangan usaha yang lain seperti pengangkutan,

keuangan, persewaan dan jasa perusahan.


204

Mencennati perkembangan kegiatan perekonomian di Kota Ambon, maka

pertumbuhan ekonomi di Kota Ambon dalam periode tahun 1980 - 1997

menunjukkan kecenderungan peningkatan, yaitu 7,44% pada peri ode 1983 - 1990

dan 22,70% pada periode 1990-1997, sedangkan ketika tetjadi krisis ekonomi dan

kerusuhan sosial, pada periode 1997-2001 pertumbuhan ekonomi adalah -12,03%

{Tabel 15). Meningkatnya pertumbuhan ekonomi berimplikasi bagi peningkatan

pendapatan per kapita penduduk Kota Ambon dan sebaliknya. Pendapatan per

kapita penduduk pada tahun tahun 1978 adalah Rp.l57.810,- meningkat menjadi

Rp.540.481,- pada tahun 1983, Rp.2.241.933,- pada tahun 1997 dan menurun

menjadi Rp.2.058.704,- pada tahun 2001 (Tabell6). Peningkatan pendapatan per

kapita berimplikasi pada peningkatan daya beli masyarnkat, tennasuk memiliki

rumah sendiri sebagai kebutuhan dasar manusia sehingga tetjadi penambahan area

pennukiman dari tahun ke tahun. Penambahan area pennukiman pada tahun 1940-

1970 adalah 231,63 Ha dan pada tahun 1970-2002 adalah 416,54 Ha (Tabel 43).

Ketika krisis ekonomi dan kerusuhan sosial di Kota Ambon pada periode

1997-2002, pertumbuhan ekonomi Kota Ambon pada periode ini adalah -12,03%

dan pendapataan per kapita penduduk mengalami penurunan dari periode

sebelumnya. Hal ini berimplikasi pula pada pertumbuhan area terbangun di Pusat

Kota. Jika dibandingkan pertumbuhan laban terbangun pada tahun 1990-1997

(Tabel 36) dan tahun 1997-2002 (Tabel 38}, maka teijadi penurunan laju

pertumbuhan area terbangun yaitu 2,97% pada tahun 1990-1997 menjadi 1,28%

pada tahun 1997-2002.


205

Bila dicennati penambahan area terbangun sebelum tahun 1970 dan

sesudah tahun 1970 (Tabel 43), maka penambahan area terbangun yang pesat

terjadi pada periode 1970-2002. Hal ini dipengamhi oleh dilaksanakan

pembangunan nasional lewat PELIT A, yang mulai dilaksanakan pada era tahun

1970-an. Hal ini mendorong pembangunan di segala bidang di Kota Ambon,

tennasuk pembangunan sarana prasarana seperti jalan, fasilitas sosial dan

ekonomi serta pembukaan area barn untuk perumahan dan perkantoran

pemerintah. Ketika perekonomian berjalan baik pada peri ode tahun 1970-1997,

maka laju perubahan area terbangun adalah tinggi, sedangkan ketika kondisi

ekonomi terpuruk akibat krisis dan kerusuhan sosial pada tahun 1997-2002, maka

laju perubahan area terbangun adalah rendah. Hal disebabkan karena kegiatan

ekonomi masyarakat membutuhkan ruang untuk menampung aktivitasnya.

Dengan demikian pada periode tahun 1970-2002 kondisi perekonomian

kota tumt mempengaruhi perkembangan fisik kota. Hal ini mendukung pendapat

Yunus (1981), Branch (1995) serta Gallion dan Eisner (1996) yang menyatakan

bahwa kondisi perekonomian kota turut mempengaruhi perkembangan kota.

Ekonomi perkotaan yang sehat mampu menyediakan berbagai kebutuhan untuk

pertumbuhan kota, terutama untuk menerima perkembangan bam yang

disebabkan oleh kemajuan di bidang teknologi dan perubahan keadaan.


206

~u
Legend a:
- - - -Balas Pusat Kota
------- Batas Kelurahani Desa
- - Jalan Arlen
- - Jalan LDkal
- - Jalan Ungkungan
~ Sunga i

c=J •Rp 100

Rp. 5.000- Rp. 15.000

Rp.1 5.000- Rp.25.000


Rp 25.000 - Rp.50.000

> Rp.50.000

Sumber. RB W Kola Ambon Lama. 1986

A. Harga T anah Per

~u
-...........-.... .
Legend a·
~-

- ---Balas Pusat KOla


-------Balas KelurahaniDesa
- - Jalan Arterl
- - Jalanl.Dkal
- - Jalan Ungkungan
~ Su nga l

C=:J c Rp 10.000

Rp. 10 000- Rp. 65 000

Rp. 65.000 - Rp.100.000


Rp 1 00.000- Rp 400 000

• Rp •oo ooo
sumber SK wa~kota No OIIPHDn 994

B. Harga Dasar Tanah Per Di Pusat KotaAmbon Tahun 1990

~u
Legend a
-- --Balas Pusat KOla
· ------ Batas KelurahaniOesa
- - JalanAr1erl
- - Jalan Lokal
- - Jalan Llngkungan
,.._,--- Bunoat

C=:J Rp 10 000- Rp 40 000


~ Rp 40.000 - Rp 85 000
c:J Rp 85.000- Rp 200 000
- Rp 200 ooo - Rp •oo ooo
- Rp 400 000- Rp 600 000

Sumber Kantor Pelayanan PBB


KOI& Ambon, 2003

Di Pusat Kota Ambon Tahun 2002

Gambar 46. Harga Tanah Per M2 Di Pusat Kota Ambon Tahun 1980 - 2002
207

(2) Harga Tanah

Setiap kegiatan manusia memerlukan ruang dan kebutuhan akan ruang ini

ditentukan juga oleh besarnya harga tanah. Penambahan area terbangun di Kota

Ambon juga dipengarahi pula oleh tinggi-rendahnya harga tanah. Harga tanah di

bagian tengah Pusat Kota Ambon adalah tertinggi dan cenderung menurun

menuju ke pinggiran (Gam bar 46).

Harga tanah di kelurahan Nusaniwe, Benteng dan Kudamati, Mangga

Dua, Batu Gajah, Kayu Putih- Desa Soya, Waihoka dan Desa Batu Merah pada

tahun 1970-1980 adalah kurang dari Rp.IOO,- per m2 (Gambar 46.A) Demikian

pula berdasarkan basil wawancara dengan masyarakat, bahwa berkembangnya

permukiman di Keluarahan Benteng, Nusaniwe dan Kudamati pada tahun 1950-

1970 disebabkan karena harga tanah yang murah, yaitu dibawah Rp.lOO,- per m2.

Sementara itu ketika harga tanah di Pusat Kota Ambon meningkat seiring

dengan tingginya intensitas penggunaan laban, kawasan pinggiran dengan harga

tanah yang Iebih murah masih merupakan pilihan untuk tempat bermukim

sehingga menyebabkan meningkatkan area terbangun di kawasan ini. Pada tahun

1980-1990 area terbangun berkembang di Desa Batu Merah, Kelurahan Benteng

dan Kudamati dengan harga tanah berkisar antara Rp.lO.OOO - Rp.65.000,- per

m2, bahkan lokasi di bantaran sungai Batu Merah, harga tanah adalah kurang dari

Rp.lO.OOO,- per m2 (Gambar 46.8) yang menyebabkan kawasan bantaran sungai

Batu Merah merupakan area yang padat dengan bangunan. Sedangkan pada taltun

2002, berdasarkan harga Nilai Jual Wajib Pajak (NJOP), maka kawasan Desa

Batu Merah dan Kayu Putih - Desa Soya yang mempakan kawasan yang
208

mengalami penambahan area terbangun yang tinggi, harga tanahnya adalah

terendah yaitu Rp.10.000- Rp.40.000,- per m2 (Gambar 46.C).

Dengan demikian sejak tahun 1950-2002, daya tarik kawasan pinggiran

dengan harga tanah yang murah menjadi faktor penting berkembangnya area

terbangun di pinggiran kota. Hal ini mendukung pendapat Branch (1995) yang

menyatakan bahwa lokasi-lokasi yang semakin ke arab tepian kota mempunyai

nilai tanah yang semakin rendah dan Colby dalam Yunus (2001) yang

menyatakan bahwa kekuatan dinamis yang mempengaruhi penggunaan ruang

dapat disebabkan oleh kekuatan sentrifugal yang menyebabkan terjadinya

pergerakan penduduk serta fungsi-fungsi perkotaan dari bagian dalam kota

menuju bagian luar kota. Kekuatan sentrifugal yang terjadi dapat berupa kekuatan

keruangan seperti harga tanah yang lebih murah. Mengenai harga tanah ini,

Reksohadiprodjo dan Karseno, 2001 menyatakan bahwa harga tanah memegang

peranan penting dalam menentukan pilihan aktivitas manusia. Harga tanah

menentukan permintaan atas tanah serta mempengaruhi intensitas persaingan

untuk mendapatkan tanah.

(3) Sosial Kependudukan

Jumlah penduduk Kawasan Pusat Kota Ambon mengalami peningkatan

dari waktu ke waktu. Pada tahun 1930 berdasarkan Sensus oleh Pemerintah

Hindia Be1anda, penduduk Kota Ambon adalah 17.333 jiwa, meningkat menjadi

79.280 jiwa pada tahun 1971 dan terns meningkat hingga tahun 1997 mencapai

174.402 jiwa, sedangkan pada April 2002 jumlah penduduk menurun menjadi

133.317 jiwa akibat kerusuhan sosial di Kota Ambon tahun 1999 (Tabel 6).
209

Peningkatan jumlah penduduk ini dipengaruhi oleh 2 faktor utama yaitu fal'tor

alami (kelahiran dan kematian) dan faktor perpindahan atau migrasi penduduk

(migrasi masuk dan keluar).

T ABEL 44. PERTAMBAHAN PENDUDUK ALAMI DAN MIGRASI


KOTA AMBON TAHUN 1976, 1982, 1990, 1997 DAN 2002

TAHUN PERTAMBAHAN MIGRASI RISEN


ALAMI NETTO
1976 621 10.039
1982 571 2.615
1990 4.769 24.551
1997 5.576 -3.399
2002 5.474 6.857
Sumber: Hasil Anahsis dari Kota Dalam Angka 1980, 1982, 1990, 1997, 2002

Menyadari keterbatasan data terutama jumlah penduduk pada periode di

bawah tahun 1970, maka pembahasan kondisi sosial kependudukan dibatasi pada

periode tahun di atas 1970. Pada periode tahun 1970-1990, peningkatan jumlah

penduduk lebih dipengaruhi oleh faktor migrasi (Tabel 44). Tingginya migrasi

masuk ke kota Ambon disebabkan oleh berkembangnya kegiatan perekonomian

di Kota Ambon, terutama kegiatan perdagangan dan jasa yang membuka peluang

untuk berusaha dan menyerap tenaga kerja. Kegiatan perdagangan 1ebih semarak

ketika pada tahun 1989 mulai berfungsi aktivitas perdagangan moderen yaitu

Pertokoan Mardika dan Batu Merah. Hal ini telah memicu munculnya

permukiman di sekitar kawasan ini terutama di sekitar Desa Batu Merah.

Demikian pula berkembangnya aktivitas jasa dengan Kota Ambon sebagai pusat

pemerintahan yang menyebabkan tumbuhnya perkantoran baik pemerintah

maupun swasta yang memicu masuknya penduduk di kota Ambon, sehingga

berimplikasi pada kebutuhan akan tempat tinggal sehingga munculnya


210

pennukiman di pinggiran pusat Kota seperti di Pandan Kasturi, Desa Batu Merah,

Waihoka, Kayu Putih Soya, Kudamati dan Benteng (Gambar 22, 24 dan 27).

Berdasarkan basil wawancara dengan masyarakat, kedekatan dengan tempat

bekeija menjadi salah satu faktor pemilihan lokasi tempat tinggal.

Selain itu tersedia sarana pendidikan yang lengkap dari Sekolah Dasar

hingga Perguruan Tinggi adalah juga faktor penunjang teijadinya migrasi di Kota

Ambon. Hal ini ditunjukan dengan peningkatan jumlah penduduk yang bersekolah

(SD hingga Perguruan Tinggi) dalam periode tahun 1970-1990. Pada tahun 1975,

penduduk yang bersekolah beijumlah 25.305 jiwa meningkat menjadi 37.279 jiwa

tahun 1979, 65.967 jiwa tahun 1982 dan 77.124 jiwa tahun 1990 (BPS, 1980,

1982,1990). Masuknya penduduk untuk bersekolah berimplikasi pula pada

bertambahnya pennukiman sebagai tempat tinggalnya. Berdasarkan basil

wawancara dengan masyarakat, keinginan mendapat pendidikan yang baik bagi

keluarganya menjadi faktor utama memilih menetap di Kota Ambon. Hal inilah

yang menjadi salah satu penyebab munculnya pennukiman di sekitar pusat kota

Ambon pada periode tahun 1970-1990 (Gambar 25 dan 28).

Sementara itu pada tahun 1997, pertambahan penduduk alami di Kota

Ambon lebih dominan dibandingkan dengan migrasi netto yang mempengaruhi

peningkatan jumlah penduduk. Perpindahan penduduk ke luar lebih tinggi dari

perpindahan penduduk yang masuk ke kota Ambon diduga berhubungan dengan

kondisi krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997. Sebagai pusat perdagangan,

di kota Ambon berlangsung aktivitas ekonoimi yang melibatkan banyak orang

tennasuk para rnigran yang bersifat sementara (risen). Ketika aktivitas


211

perekonomian menurun, menyebabkan penduduk keluar ke tempat lain untuk

mecari pekeijaan barn dan pelaku migrasi risen kembali ke tempat asalnya.

Namun demikian peningkatan jumlah penduduk dari tahun-tahun sebelumnya,

dengan pertumbuhan sebesar 0,82% pada tahun 1990-1997 (Tabel 7),

mempengaruhi meningkatnya kebutuhan akan tempat tinggal, yang berakibat pada

meningkatnya area terbangun untuk permukiman seluas 112.98 ha (Tabel 35).

Jumlah penduduk tahun 2002 selain dipengaruhi oleh pertambahan alami,

juga dipengaruhi oleh migrasi risen. Migrasi risen disebabkan oleh masuknya

penduduk pengungsi dari wilayah sekitar ke Kota Ambon akibat kondisi

keamanan yang kondusif sesudah kerusuhan sosial tahun 1999. Masuknya

penduduk pengungsi ini mengakibatkan munculnya relokasi permukiman di

Kawasan Pusat Kota, yaitu di Desa Batu Merah, dengan pembangunan

perumahan pengungsi Tipe 21. Jumlah rumah yang telah dibangun sejak tahun

1999/2000 sampai tahun 2002 adalah 1.096 unit (Dinas PU, 2003).

Mengacu pada peningkatan jumlah penduduk Kota Ambon tahun 1970-

1997, maka peningkatan jumlah penduduk juga mempengaruhi perkembangan

fisik kota. Hal ini disebabkan karena kota merupakan cerminan dari aktivitas

penduduknya, sehingga ketika penduduk meningkat, meningkat pula ruang untuk

menampung aktivitas, termasuk untuk permukiman. Sedangkan pada tahun 1997-

2002, ketika jumlah penduduk berkurang akibat kerusuhan sosial, namun migrasi

risen netto tinggi yaitu 6.857 jiwa pada tahun 2002, sehingga berimplikasi pada

penambahan area permukiman seluas 42,20 ha (Tabel 37). Dengan demikian

perkembangan fisik kota tahun 1970-2002 dipengamhi oleh dinamika kondisi


212

sosial kependudukan. Kenyataan ini mendukung pendapat dari Bintarto (1977a)

dan Yunus (2001) yang menyatakan bahwa urbanisasi dan peningkatan jumlah

penduduk merupakan beberapa faktor non fisik yang mempengaruhi

perkembangan kota. Hal senada dinyatakan oleh Sujarto (1990) menyatakan

bahwa ada 3 faktor utama yang menentukan pola perkembangan dan pertumbuhan

kota, yaitu faktor manusia, faktor kegiatan manusia dan faktor pola pergerakan

antar pusat kegiatan manusia yang satu dengan pusat kegiatan manusia yang

lainnya. Ketiga faktor diatas secara fisik akan termanifestasikan kepada

perubahan akan tuntutan kebutuhan ruang. Tuntutan kebutuhan ruang ini akan

tercermin kepada perkembangan dan perubahan tata guna laban kota.

(4) Kebijakan Pemerintah Kota.

Kebijakan Pemerintah Kota dalam penataan ruang merupakan intervensi

pemerintah daerah dalam ikut serta mengatur pemekaran fisik kota, yang

dituangkan ke dalam konsep rencana tata ruang perkotaan yang digunakan sebagai

rekomendasi bagi araban pengembangan tata ruang perkotaan untuk menghindari

perkembangan kota secara organik yang tidak terkendali.

Kebijakan Pemerintah Kota dalam pengembangan ruang kota Ambon

dituangkan dalam Rencana (Master Plan) Kota Ambon Tahun 1972-1992, antara

lain sebagai berikut : (1) mengusahakan sistem perumahan bam pada daerah-

daerah sekeliling kota (dari barat daya hingga timur taut kota), dimana orientasi

dari daerah yang dibangun masih mendekati/ tergantung pada jaringan jalan yang

merupakan jari-jari dengan poros daerah Pelabuhan Jos Sudarso ke pedalaman,

(2) Mempertahankan daerah pelabuhan pada lokasi yang ada dengan pengarahan
213

perluasan ke areal pengeringan pantai Waihaong dan (3) melindungi kawasan

sekeliling kota yang mempunyai topografi curam dan kawasan sepanjang sungai-

sungai utama sebagaijalur hijau.

Berdasarkan hasil oeverlay peta Rencana (Master Plan) Kota Ambon

Tahun 1972-1992 dengan peta area terbangun Pusat Kota tahun 1970-1980

(Gambar 47), menunjukan bahwa perubahan area terbangun tahun 1970-1980

beijalan sesuai dengan Rencana Kota. Arahan rencana kota ini menyebabkan

perkembangan area terbangun pada periode 1970-1980 mengarah ke sekeliling

pinggiran pusat kota, terutama ke bagian timur laut dan tenggara kota yaitu

Karang Panjang dan sekitamya (Kelurahan Amantelu dan Kelurahan Waihoka)

yang diarahkan sebagai area perumahan, perkantoran, pendidikan dan rekreasi

yang mempengaruhi tumbuhnya permukiman di sekitar area perluasan ini. Hal ini

menyebabkan bertambahnya area terbangun di Kelurahan Amantelu seluas 32,23

ha dan Kelurahan Waihoka seluas 9,98 Ha (Tabel32).

Rencana Induk Kota tahun 1972-1992 kemudian direvisi dengan Rencana

Induk Kota Tahun 1982-2005 dan Revisi Rencana Umum Tata Ruang Kota

Ambon Tahun 1994-2005. Dalam perencanaan Kawasan Pusat Kota Ambon dan

sekitamya, didasarkan pada Rencana Bagian Wilayah Kota Ambon Lama dan

Sekitamya Tahun 1985-2005. Berdasarkan kebijaksanaan umum RWK Kota

Ambon Lama dan sekitamya, maka pengembangan fisik dan tata ruang Kota

Ambon Lama dan sekitar diarahkan ke timur kota, terutama di Desa Batu Merah

dan Kelurahan Pandan Kasturi, dengan luas efektiflahan masing-masing 141,7 ha

dan 90 ha.
~7500mT • 10000mT mT

PETA KOTA AMBON


Desa Hative Kecil
lj
1
.......
" ....... .........
.. .t.······· I

I
J
I
I
I
I
I
I
I
I
~ I
I ~-----,---' ~~0~ I

~u
-v+-tf-
-<,.<v\;
400 o 400 eoo M

Legenda:
··-- - Batas Pusat Kota
Batas Kelurahan/Desa
- - Jalan Utama
;;::::::::r-- Sungai
Rencana Penggunaan Tanah 1972-1992:
l"l Permukiman Iilli] Pelabuhan
- Perdagangan IJ Komp. Militer
- Fasilitas Sosial - Pertamina
- Perkantoran - Kuburan
~ - Daerah lndustri c:::J Jalur Hijau

I 1 - - - - -'1Area Terbangun:
[ ] Area Terbangun Tahun 1970
- Area Terbangun Tahun 1980
.,.
• Desa Urimessing
c:::J Area yang Tidak Termasuk
Wilayah Perencanaan
-
N
~

,. Sumber: Rencana (Master Plan)


Desa Amahusu "--. -'
Kota Ambon Tahun 1972
.o7500ml mT

GAMBAR 47. PETA OVERLAY RENCANA PENGGUNAAN TANAH 1972-1992 DAN AREA TERBANGUN TAHUN 1970-1980
215

Arahan rencana ini menyebabkan pada tahun 1980 sampai 1997 arah

perkembangan fisik kota berlangsung ke arah Desa Batu Merah dan Kelurahan

Pandan Kasturi (Gambar 28 dan 31). Pada lokasi Desa Batu Merah dibangun

pertokoan moderen (Pertokoan Batu Merah dan terminal regional), perumahan

(Kebun Cengkih, Manusela, Mutiara Indah), perkantoran (Kanwil Kehutanan,

Kantor PBB dan Kantor Jasa Rahruja) dan pendidikan tinggi, sedangkan di

Pandan Kasturi dan Hative Kecil dibangun perkantoran (Kandep Agama, BPN

Propinsi dan BPN Kota) dan perumahan (Aster dan sekitarnya). Hal ini

menyebabkan penambahan area terbangun dari tahun 1980-1997 di Desa Batu

Merah adalah 77,84 ha, di Kelurahan Pandan Kasturi 14,84 ha dan di Desa

Hative Kecil 19,63 ha {Tabel 34 dan 36).

Namun demikian, kebijaksanaan pemerintah dalam penataan ruang kota

belum sepenuhnya mampu mengendalikan perkembangan fisik Kawasan Pusat

Kota Ambon yang teJjadi saat ini. Hal ini terlihat dari penggunaan kawasan-

kawasan konservasi seperti pengunaan area dengan kemiringan lereng yang lebih

dari 30%, area sepanjang tepi sungai-sungai utama dan pada area-area acquifer

(penyerapan air tanah) antara lain di Air Besar- Batu Merah dan Gunung Nona,

untuk area terbangun kota.

Peranan kebijakan pemerintah dalam mengarahkan perkembangan ruang

di Kota Ambon pada tahun 1970-1997 mendukung pendapat Bintarto (1977) dan

Branch (1995) yang menyebutkan rencana-rencana pengembangan dari para

perencana kota merupakan faktor-faktor internal yang mempengaruhi

perkembangan fisik suatu kota. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh

Yunus (2001) yang menyebutkan bahwa perencanaan tata ruang dan tata kota
216

merupakan faktor non fisik yang mempengaruhi perkembangan fisik kota. Hal

disebabkan karena rencana kota berfungsi untuk memberikan arab dan

mengendalikan perkembangan kota, sehingga setiap aktivitas dalam ruang kota

mengacu pada rencana tata ruang kota yang ada.

(5) Sejarab Kota

Kota Ambon merupakan basil kota bentukan Portugis dan Belanda pada

abad ke-16, sebagai kota perdagangan dan pemerintahan. Permukiman di Kota

Ambon saat itu berada di sekitar Benteng "Kota Laha" sebagai pusat

pemerintahan yang berdekatan dengan peJabuhan laut sebagai pintu masuk dan

keluar arus barang, jasa dan orang. Sebagai kota pemerintahan, pada masa Hindia

BeJanda Kota Ambon ditata oleh Badan Penataan Kota, sehingga wujud fisik kota

seperti jaringan jalan yang ada sekarang telah dibangun sejak abad ke 17. Selain

itu sebagai kota pemerintahan dan perdagangan, kota Ambon di1engkapi pula

dengan fasilitas sosial ekonomi seperti pasar, pertokoan, pelabuhan, sekolah dan

rumah sakit, sehingga menarik penduduk dari desa-desa sekitar untuk bermukim

dan bertempat tinggal di kota.

Pola tata ruang yang teJah dibentuk pada masa pemerintahan Belanda ini,

menjadi pembentuk pola tata ruang dan perkembangan kota Ambon pada masa

sekarang. Pasar dan pertokoan berada dekat pelabuhan dan berkembang sepanjang

pantai Honipopu, Pantai Mardika dan pantai Batu Merah. Sedangkan

perkembangan area terbangun berkembang mengikuti jaringan jalan yang telah

ada dan menyebar mengikuti jalan-jalan barn yang bersambung pada jaringan

ja1an bentukan masa Pemerintah Belanda. Hal ini menyebabkan perkembangan

area terbangun pada periode tahun 1950-1970 melingkupi kota lama karena telah
217

ada fasiJitas dan utiJitas kota untuk kehidupan masyarakat. Dengan demikian

faktor sejarah turut mempengaruhi perkembangan fisik Pusat Kota Ambon.

Berkaitan dengan uraian faktor sejarah ini, Bintarto (1977) menyatakan bahwa

Jatar beJakang sejarah kota merupakan pengaruh utama terhadap perkembangan

kota. Kota merupakan merupakan lingkungan yang dinamis, sehingga

perkembangan ke depan dipengaruhi juga oJeh Jatar beJakang sejarah

pembentukan kota dan fungsi kota, seperti kota perdagangan, pemerintahan atau

industri.

5.3.3. Faktor Lokal (Empirik)

SeJain beberapa faktor fisik dan non fisik seperti disebutkan diatas, ada

beberapa faktor lokal yang mempengaruhi perkembangan fisik Kawasan Pusat

Kota Ambon, yaitu sistem sewa Tanah Dati atau Tanah Negeri (tanah adat) dan

kondisi keamanan kota.

(1) Sistem Sewa Tana/1 Dati atau Ta~ra/1 Negeri (Tanah Adat)

Kota Ambon pada awaJ pembentukan di abad ke-16 terletak di sekitar

pantai Honipopu, yang merupakan Petuanan Negeri Soya. Sejak semula di PuJau

Ambon terdapat desa-desa adat dengan petuanan masing-masing yang diakui

secara turun temurun sebagai hak ulayat. Wilayah Kota Ambon yang didasari oleh

Surat Keputusan Gubemur JenderaJ BeJanda Nomor 6 Tahun 1888 adalah seluas

4,02 km2, secara hukwn dikuasai oleh Pemerintah Hindia Belanda termasuk

status hukwn atas tanah. Sedangkan desa-desa adat di sekitamya tetap mempunyai

hak hukum atas tanahnya yang dikenaJ sebagai Tanah Negeri sebagai milik Desa

atau juga Tanah Dati sebagai milik keluarga/ marga.


407imT 41 0000 mT 412500 mT

PETA KOTA AMBON


Desa Hative Kecil

- -- - ·-- p·-- p I _,
~ I ..,- ~ O'~
i \)t-.p<o- ---
-<..,<vv

.·.
l\
,.i
.. ".., ~~ •
: ·>.(- . _ 4~
"<'
11
u
" • '\ I
n 0 400 800M

~- .
Legenda:
··-··- Batas Pusat Kota
· ·----- Batas Kelurahan/Desa
:> - - Jalan Arteri
E
- - Jalan Lokal
Desa Soya

I ~!!!!~ Area Terbangun

Desa Urimessing
L_...~.....J Hak Milik
Tanah Negara Bekas
-
N
00

Hak Barat
Tanah Adat (Tanah Dati)

GAMBAR 48.; 'STATUS TANAH PUSAT KOTA AMBON


219

Perkembangan fisik Pusat Kota Ambon juga dipengaruhi oleh sewa lahan

atas Tanah Negeri dan Tanah Dati yang murah. Kota Ambon sebagai pusat

pemerintahan, pendidikan dan perdagangan, menjadi daya tarik bagi penduduk

Pulau Ambon dan wilayah-wilayah lain di Propinsi Maluku mauplUl pendatang

dari luar Maluku, sehingga menyebabkan kebutuhan akan tempat tinggal menjadi

meningkat. Terbatasnya lahan di pusat kota menyebabkan kawasan di sekitar

Pusat Kota menjadi pilihan termasuk Tanah Negeri dan Tanah Dati.

Pada periode 1960 sampai 2002 pada beberapa tempat seperti di Desa

Batu Merah, Kelurahan Batu Meja (Skip dan Batu Meja), Kelurahan Batu Gajah,

Kelurahan Kudamati (Batu GantlUlg, KamplUlg Ganemo dan Kudamati) dan

Kelurahan Benteng, tanah-tanah Dati disewa dati pemiliknya dengan harga yang

murah, yaitu berkisar antara Rp.35,- sampai Rp.500,- pada tahlUl 1970-an dan

antara Rp.2.500 sampai Rp.12.5000 per bulan pada tahun 2002. Penyewa

membanglll1 rumahnya sendiri dengan setiap bulan membayar sewa tanah. Selain

itu Tanah Dati dengan persetujuan pemilik (Kelompok Keluarga) dan Tanah

Negeri dengan persetujuan Desa (Negeri) dapat dijual dengan harga yang relatif

murah. Murahnya biaya sewa-beli ini menyebabkan permukiman tumbuh dengan

cepat di kawasan-kawasan ini (Gambar 48) yang menyebar ke lereng-lereng

bukit seperti di Kelurahan Benteng, Kudamati, Batu Meja dan Karang Panjang;

dan menyebar menyusuri slUlgai-slUlgai utama di Pusat Kota seperti di Kawasan

Batu GantlUlg (Kelurahan Kudamati dan Mangga Dua), Kawasan Batu Gajah

Dalam (Kelurahan Batu Gajah), Kawasan Skip (Kelurahan Batu Meja dan Karang

Panjang) dan Kawasan Batu Merah (Desa Batu Merah dan Kelurahan Amantelu).
220

Kedekatan dengan pusat kota dan aksesibilitas yang baik ke tempat aktivitas

menyababkan sewa-beli tanah Dati dan tanah Negeri sekitar kota yang murah

menjadi pilihan bagi penduduk untuk bertempat tinggal, sehingga mengakibatkan

pertwnbuhan area terbangun kota mengarah ke wilayal1 berbukit.

Perkembangan area terbangun ke daerah berbukit telah berdampak pada

pengurangan Iuas area kebun campuran dan hutan seluas rata-rata masing-masing

6,92 ha dan 6,54 ha per tahun (Tabel 40) serta turunnya debit air pada sumber-

sumber air utama di Kota Ambon (Tabel 39).

(2) Kondisi Keamanan Kota

Kerusuhan sosial pada tahun awal tahun 1999 telah menyebabkan

hancurnya tatanan kehidupan masyarakat di Kota Ambon. Kerusuhan sosial tidak

hanya membawa kehancuran fisik seperti kerusakan sarana dan prasarana umum

dan sosial termasuk permukiman penduduk, tetapi juga membagi masyarakat

dalam ruang-ruang permukiman menurut agama, yaitu komunitas Muslim dan

komunitas Kristen.

Kerusuhan sosial ini membawa dampak psikologis bagi masyarakat

sehingga memilih tempat tinggal dan tempat beraktivitas pada lokasi yang aman.

Berdasarkan basil wawancara dengan masyarakat yang bermukim pada Iokasi

perkembangan area terbangun tahun 1997-2002 yaitu di Desa Batu Merah, Kayu

Putih-Desa Soya, Kelurahan Batu Gajah, Kelurahan Benteng dan Kelurahan

Kudamati (Gambar 35), maka alasan memilih lokasi ini untuk permukiman

adalah faktor keamanan. Kondisi keamanan yang tidak kondusif menyebabkan

penduduk bermukim pada lokasi yang aman berdasarkan komunitas agama.


221

Secara psikologis Desa Batu Merah dianggap aman bagi komunitas Muslim,

sedangkan Kayu Putih-Desa Soya, Kelurahan Batu Gajah, Benteng dan Kudamati

dianggap aman bagi komunitas Kristen. Hal ini menyebabkan area terbangun kota

berkembang pada lokasi-lokasi ini.

Kondisi keamanan yang tidak kondusif pada periode 1997-2002

memberikan dampak pada arah dan laju perkembangan fisik kawasan Pusat Kota

Ambon. Perkembangan fisik kota pada periode ini mengarah tidak ke semua

bagian kota, tetapi hanya ke timur !aut dan tenggara sesuai komunitas menurut

agama. Laju perkembangan area terbangun pada peri ode 1997-2002 adalah 1,28%

per tahun, lebih rendah dari periode 1990-1997 yang sebesar 2,97% per tahun.

Sehubungan dengan kondisi keamanan kota, Branch (1995) menyatakan

bahwa kondisi keamanan kota merupakan salah satu keadaan yang mempengaruhi

perkembangan kota. Dikatakan bahwa tanpa keamanan kota secara umum yang

baik termasuk pencegahan bahaya kebakaran bersama-sama dengan faktor lain

seperti aktivitas ekonomi, utilitas kota, kesehatan masyarakat dan pelayanan

umum lainnya yang beijalan dengan baik, akan menyebabkan kualitas kota

cenderung menurun yang berdampak pada perkembangan kota.

5.3.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Fisik Keruangan


Pusat Kota Setiap Periode

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik kota, baik faktor

fisik maupun non fisik seperti dijelaskan sebelumnya teijadi pada ruang-ruang

wilayah kelurahanl desa maupun secara makro dalam lingkup kota Ambon.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik di setiap kelurahan\ desa

setiap peride perkembangan terdapat pada Tabel45.


TABEL 44. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN FISIK PUSAT KOTA AMBON
DIPERINCI PER KELURAHAN/ DESA MENURUT PERIODE PERKEMBANGAN
- - ---- ----·- -------

TAHUN
NO. NAMA KELURAHAN/ 1940- 1950- 1960- 1970- 1980- 1990- 1997-
DESA 1950 1960 1970 1980 1990 1997 2002

1 Kel. Nusaniwe 1,3,4a 1,3,4a,6 1,4a,6 1,2,5a,6 1,2,6 1,2,6 1,2,12


2 Kel. Benteng 1 3 4a 1,3,4a,6 L4a,5b.6 1,2 5a,5b,6 1,2,6,11 1,2 6 11 1,2, I I, I 2
3 Kel. Wainitu 1,4a 1 2.3,4a 1 2,4a 1,2 1.2 1,2 I ,2
4 Kel. Kudamati - 1,3,4,5b,6 1,3,4b,5b,6,11 1,2,5a,5b,6, 11 1,2,6, 11 1,2 6,11 1,2 I I, 12
5 Ke1 Mangga Dua 1,4a 1,4a,4b 1,2,4b6,11 1,2,5a, 11 1,2 1,2,6,11 1,2,11
6 Kel. Urimessing - 1,2,4a 1,2 12 1,2 1,2 1,2
7 Kel. Waihaong - 1,2,3.4a 1,2,3 5b 1,2 1,2 1,2 1,2
8 Kel. Silale - 1,2,3,4a 1,2,3,5b 12 1,2 1,2 -
9 Kel. Karang Panjang - 2,4a.4b 1.2.4b, 1 I 1,2,5a,5b,6, 11 1,2,5b, 11 1,2,11 1.2, II
10 Kel. Batu Meja - 1,2.4a L2,4b 11 1,2,5a, 11 2,11 2,11 2,11.12
11 Kel. Batu Gajah 1,2 1,2,4a,4b L2 4b,11 1,2,5a,6, 11 2,6,11 . 2,6,11 2,11,12
12 Kel. Ahusen - 1,2,3.4a L2,3,5b 1,2,3 1,2,3 1,2,3 2.3
13 Kel. HoniJ>opu - 1,2.3.4a 1,2.3,5b 1,2 3 1,2,3 1.2,3 -
14 Kel. Uritetu 1,2 1,2.3.4a 1,2.3,5b 1,2,3 1,2,3 1,2 3 1,2
15 Kel. Rijali - 1,2.4a 1,2,5b 12 1,2 1,2 1,2
16 Kel. Amantelu 1,2 1,2.4a 1.2,4b 1,2,3,5a,5b,9.11 1,2,5b 1,2 1.2
17 Desa Batu Merah 1,2 1,2,4a,4b 1,2,6,11 1,2,3,6,9,11 1,2,3,6,9,11 1,2,6, II, 12
18 Kel. Pandan Kasturi - 1.4a 1,4a 1,2 1,2,9 1,2 1.2
19 Desa Hative Kecil - 1.4a I I 1,2,9 1,2 I ,2
20 Kel. Waihoka - - - 1,6 1,2 L2.4b,6,11 1 2,6,11,12
21 Kavu Putih - Desa SO\-a - - I I6 1,2 1.2 6,11 I 2,6,11,12
I KOTA AMBON I 10 I 3,10 I 3,10 I 3,7,8 I 3,7,8 I 3,7,8 I 3,7,8 I

Keterangan :
1 =Jaringan Jalan 5 = Utilitas Kota 9 = Kebijakan Pemerintah Kota
2 = Aksesibilitas 5a = Jaringan Listrik 10 = Sejarah Kota
3 = Fasilitas Kota 5b = Jaringan Air Bersih II = Sistem Sewa Beli Tanah Dati
4 = Kondisi Fisik Wilayah 6 = Harga Tanah Murah 12 = Keamanan tv
N
4a =Topografi Datar 7 = Kondisi Perekonomian Kota N

4b = Dekat dengan sumber Air 8 = Kondisi Sosial Kependudukan


mT mT mT

PETA KOTA AMBON Desa Hative Kecil

Faktor Yang Mempengaruhi :


1 . Jaringan Jalan
2. Aksesibilitas
-<..~'v-0+- ~u
400 0 400 800 M
3. Fasilitas Kota
4. Kondisi Fisik Wilayah Legenda :
5. Jaringan Air Bersih ·· -··- Batas Pusat Kota 0 La han Terbangun
6. Harga Tanah ------ Ba tas Keluraha n/Desa
- - Jalan Artert
7. Sejarah Kota - - Jalan Lokal
8. Sistem Sewa Beli Tanah Dati - - Jalan Lingkungan
=----- Sungai

Harga
Tanah
< 100
I Terlayanl
Air
BeraJh
I Status
.Tanah
Tanah Adat
I .
Kemlfingan
lereng

0 - 15 %
> 15 %
0-15 %
> 15 %
Desa Soya 0 - 15 %
> 15 %
0 - 15 %
> 15 %
0 - 15 %
> 15 % N
0 - 15 % N
> 15 %
w
Desa Amahusu
0 - 15 %
> 15 %

410000 mT

GAMBAR 49. PETA FAKTOR-FAKTOR PENGARUH PERKEMBANGAN FISIK KERUANGAN PUSAT KOTA AMBON TAHUN 1940 -1970
407500mT 410000 mT 412~mT

PETA KOTA AMBON


Desa Hative Kecil
II

• 'I

I
I
I
I
I
I
I
I
B Pusat Kota Ambon I
[Co~
Faktor Yang Mempengaruhi: *-'r~ -
1. Jaringan Jalan
2. Aksesibilitas
3. Fasilitas Kota
~<v"'\j ~u
o100 o 400 eoo M
4. Jaringan Listrik
5. Jaringan Air Bersih Legenda:
6. Harga Tanah ----- Balas Pusat Kola D La han Terbangun
Balas Kelurahan/Desa
7. Perekonomian Kota
8. Sosial Kependudukan - - Jalan Lokal

l 9. Kebijakan Pemerintah Kota


10. Sistem Sewa Beli Tanah Dati
---
~--+--
- - Jalan Llngkungan
~ Sungal

Harg•
~'f&;'
I Terlayani
a::~h
Status
ra!:~~dat
I Terl.aylnl
Ll.crfk

!
l:_ _ _ !. _ _ _ _ _ _

Kudameti
,/
N
,I N
~
I
I Desa Amahusu
.:... . ._
407500 mT
- --
---_) I
I

GAMBAR 50. PETA FAKTOR-FAKTOR PENGARUH PERKEMBANGAN FISIK KERUANGAN PUSAT KOTA AMBON TAHUN 1970- 1980
mT mT mT

PETA KOTA AMBON Desa Hative Kecil

~u
Faktor Yang Mempengaruhi:
1. Jaringan Jalan
2. Aksesibilitas
3. Fasilitas Kota 400 0 400 800 M

4. Jaringan Air Bersih


5. Harga Tanah ··-··- Batas Pusat Kota Q lahan Terbangun
6. Perekonomian Kota • • • • • • Batas Kelurahan/Oesa
7. Sosial Kependudukan - - Jalan Arteri
~ L-1 - - Jalan lokal
8. Kebijakan Pemerintah Kota - - Jalan llngkungan
9. Sistem Sewa Beli Tanah Dati ~ Sungal

Harga Tef~yani Status


Tanah T1nah
< 65000 Bersih Tanoh Adat

. 'i _.....__.1--~--
Kuo.amati I -~'-··~-----+
I

I
N
N
V1
Desa Amahusu
- I
~...___ I
----___.)
--.., I
Sumber: Hasil Analisis

GAMBAR 51 . PETA FAKTOR-FAKTOR PENGARUH PERKEMBANGAN FISIK KERUANGAN PUSAT KOTA AMBON TAHUN 1980 -1990
407500mT • tOOOOmT •12500 mT

PETA K OTA AM BON Desa Habve Kectl


!J

- reo~
Faktor Yang Mempengaruhi: ~~~
1. Jaringan Jalan
2. Aksesibilitas
3. Fasilitas Kota
-<,.<v'v-0
~u
400 o 400 eoo M
4. Dekat Dengan Sumber Air
5. Harga Tanah I Legenda :
6. Perekonomian Kota - - - - Balas Pusal Kola [ l Lahan Terbengun

7. Sosial Kependudukan I
/ Balas Kelurahan/Oeaa

8. Kebijakan Pemerintah Kota I


-' ,,
' I

9. Sistem Sewa Beli Tanah Dati I Jalan Lingkungan


~ I'
• ·,
I
\ H1 rg1
T anah
Stotu1
Tanah
Oesa Soya '\ < 85000 T1111h A~l

I I

N
N
0'\
Desa Amahusu

Sumber: Hasil Analisis


4 t0000mT

GAMBAR 52. PETA FAKTOR-FAKTOR PENGARUH PERKEMBANGAN FISIK KERUANGAN PUSAT KOTA AMBON TAHUN 1990 - 1997
407500mT mT mT

PETA KOTA AMBON Desa Hative Kecil

i
~
'---------r--'

~u
Faktor Yang Mempengaruhi :
1. Jaringan Jalan
2. Aksesibilitas
3. Fasilitas Kota 400 0 400 800 M

4. Harga Tanah Legenda:


5. Perekonomian Kota ··-··- Balas Pusal Kola D Lahan Terbangun
6. Sosial Kependudukan -- Balas Kelurahan/Desa
7. Sistem Sewa Beli Tanah Dati
8. Kondisi Keamanan Kota

-
H1rga Status
Tanah Tanah
< 65()(X) Tenah Adat

CJ
E]

\.
...,
J
N
/--~-~.....:' N
,. -..J
Desa Amahusu
... ..........
........_

407500 mT

GAMBAR 53. PETA FAKTOR-FAKTOR PENGARUH PERKEMBANGAN FISIK KERUANGAN PUSAT KOTA AMBON TAHUN 1997- 2002
228

TABEL46. MATRI.KS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


PERKEMBANGAN FISIK KAWASAN PUSAT KOTA AMBON SETIAP PERIODE

PERIODE/ TABUN FAKTOR FAKTOR


NO FAKTOR PENGARUH 1940- 1970- 1980- 1990- 1997- MENERUS TIDAK
1970 1980 1990 1997 2002 MENERUS

INDIKA TOR TEORITIS :


A Faktor Fisik
1. Jaringan Jalan ..J ..J ..J ..J ..J ..J
2. Aksesibilitas ..J ..J ..J ..J ..J ..J
3. Fasilitas Kota
a Dekat dengan Tempat Bekerja ..J ..J ..J ..J ..J ..J
b. Dekat dengan Tempat Pendidikan ..J ..J ..J ..J ..J ..J
c. Dekat dengan Pasar ..J ..J ..J ..J ..J ..J
4. Kondisi Fisik Wilayah
a Topografi Datar ..J ..J
b. Dekat Dengan Sumber Air ..J ..J ..J
5. Utilitas Kota
a Jaringan Listrik ..J ..J
b. Jaringan Air Bersih ..J ..J ..J ..J

B Faktor Non Fisik


1. Harga Tanah ..J ..J ..J ..J ..J ..J
2. Perekonomian Kota X ..J ..J ..J ..J ..J
3. Sosial Kependudukan X ..J ..J ..J ..J ..J
4. Kebijakan Pemerintah Kota ..J ..J ..J ..J
5. Sejarah Kota ..J ..J

FAKTOR LOKAL (EMPIRIS}


1. Sistem Sewa Beli Tanah Dati ..J ..J ..J ..J ..J ..J
dan Tanah Negeri yang Murah
2. Kondisi Keamanan Kota ..J ..J

Catatan: -.J = Faktor Pengaruh Perkembangan


X = Tidak ada data

Untuk melihat faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik kota setiap

periode, maka uraian faktor-faktor fisik dan non fisik yang mempengaruhi

perkembangan fisik Pusat Kota Ambon seperti telah dijelaskan pada bagian

sebelumnya, dikelompokkan menjadi faktor-faktor pengaruh sesuai tahapan

perkembangan kota. Faktor-faktor ini dibagi dalam Periode Sebelum Tahun 1970,
229

Periode Tabun 1970-1980, Periode Tabun 1980-1990, Periode Tabun 1990-1997

dan Periode 1997-2002 yang ditabulasikan pada matrik faktor pengaruh

perkembangan seperti pada Tabel 46 dan berdasarkan overlay peta faktor-faktor

perkembangan seperti pada Gam bar 49 sampai dengan Gam bar 53.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik kawasan Pusat

Kota Ambon jika dikelompokkan dalan periode perkembangan terdiri dari faktor

yang secara menerus dan faktor yang tidak secara menerus. Faktor teoritis yang

secara menerus dari tahun 1940-2002 mempengaruhi perkembangan fisik Pusat

Kota Ambon adalah jaringan jalan, aksesibilitas, ketersedian fasilitas kota dan

harga tanab. Peranan jaringan jalan dan aksesibilitas dalam perkembangan fisik

kota mendukung pendapat Yunus (2001) yang menyatakan babwa peranan

aksesibilitas, prasarana transportasi dan sarana transportasi mempunyai peranan

yang besar dalam membentuk variasi ekspersi keruangan morfologi kota. Hal

senadajuga telah dikemukan oleh Branch (1995), yang menyatakan babwajalur-

jalur transportasi mempunyai pengaruh yang besar dalam membentuk pola

penggunaan laban di kota. Sejak awal pertumbuhan komunitas, berbagai kegiatan

usaba memilih lokasi di sepanjang jalur-jalur lintas primer. Peranan ketersedian

fasilitas mendukung pendapat Jayadinata (1999) yang menyatakan babwa kota

dengan segala fasilitas baik sosial maupun ekonomi merupakan tempat yang baik

untuk bertempat tinggal dan bekeija yang pada akhimya berpengaruh terhadap

tata guna laban di perkotaan. Sedangkan peranan harga tanah mendukung

pendapat Colby dalam Yunus (200 1) yang menyatakan babwa kekuatan kekuatan

keruangan seperti harga tanah yang lebih murab merupakan kekuatan sentrifugal
230

yang menyebabkan teijadinya pergerakan penduduk serta fungsi-fungsi perkotaan

dari bagian dalam kota menuju bagian luar kota.

Selain faktor teoritis, terdapat faktor lokal (empiri) yang secara menerus

mempengaruhi perkembangan kota yaitu sistem sewa-beli Tanah Dati dan Tanah

Negeri yang murah. Sistem ini telah tumt mempengaruhi perkembangan fisik

kota, dimana orang bisa mendapatkan tanah dan membangun di atasnya pada

lokasi-lokasi sekitar kota secara mudah.

Faktor-faktor teoritis yang tidak menems yang mempengaruhi

perkembangan fisik adalah kondisi fisik wilayah, ketersediaan jaringan utilitas

(listrik dan air bersih), perekonomian kota, sosial kependudukan, kebijakan

pemerintah kota dan sejarah kota. Sedangkan faktor yang tidak menerus

berdasarkan faktor lokal (empiri) adalah faktor keamanan yang teijadi pada

periode tahun 1997-2002, ketika kerusuhan sosial melanda kota Ambon.

Jika dilihat sesuai periode perkembangan dihubungkan dengan periode

pelaksanaan pembangunan di Indonesia, maka pada tahun 1940-1970

perkembangan kota teijadi secara alamiah dimana dimana kota berkembang

sesuai dinamika masyarakat untuk mendapatkan hidup dan penghidupan yang

layak. Faktor-faktor yang mempengamhi perkembangan alamiah ini adalah

kondisi fisik wilayah, harga tanah, sejarah kota, sistem sewa-beli Tanah Dati dan

Tanah Negeri, selain faktor tersedia jaringan jalan, aksesibilitas dan fusilitas kota.

Sedangkan pada periode 1970-2002, ketika pembangunan nasional dilaksanakan

dalam program Pembangunan Lima Tahun pada era Orde Bam, perkembangan

kota teijadi selain secara alami karena harga tanah, tersedia jaringan jalan,
231

aksesibilitas, fasilitas kota dan sistem sewa-beli Tanah Dati dan Tanah Negeri,

juga teijadi secara terencana dengan kebijakan pemerintah kota yang didukung

oleh kegiatan perekonomian kota yang dinamis dan bertambahnya jumlah

penduduk karena migrasi ke kota.

5.4. Temuan

Berdasarkan kajian perkembangan fisik Pusat Kota Ambon, diperoleh

temuan, sebagai berikut :

1. Perkembangan fisik Pusat Kota Ambon telah menyebabkan ekspansi ke

kawasan kebun campuran dan hutan. Sejak tahun 1940 hingga 2002 teijadi

pengurangan area hutan dan kebun campuran seluas 837,72 ha (Tabel 40).

Rata-rata pengurangan area kebun campuran per tahun adalah 6,92 ha dan

rata-rata pengurangan area hutan adalah 6,54 ha per tahun. Hal ini disebabkan

pertumbuhan kawasan terbangun kota telah mengarah kepada kawasan

perbukitan yang berdekatan Iangsung dengan kawasan penyangga bagi hutan

lindung. Pertumbuhan area terbangun di kawasan penyangga terjadi di

Kawasan Air Besar dan sekitarnya (Desa Batu Merah), Kawasan Ahuru dan

sekitamya (Kelurahan Waihoka) dan Kawasan Gunung Nona (Kelurahan

Kudamati dan Benteng) seperti terlihat pada Gambar 54. Kawasan-kawasan

ini merupakan kawasan penyangga hutan lindung sekaligus daerah resapan

air bagi sumber-sumber air minum di Kota Ambon.

2. Status kepemilikan tanah di Kota Ambon selain merupakan hak milik, juga

merupakan tanah adat yaitu Tanah Dati dan Tanah Negeri. Kemudahan
232

mendapat tanah-tanah ini disebabkan oleh harga sewa-beli yang relatif

terjangkau, sehingga mengakibatkan permukiman tumbuh dengan pesat pada

kawasan-kawasan sekitar kota termasuk di bantaran sungai dan lereng-lereng

bukit seperti di Desa Batu Merah, Kampung Ganemo (Kelurahan Kudamati),

Batu Gantung (Kelurahan Mangga Dua), Batu Gajah Dalam (Kelurahan Batu

Gajah), Skip dan Batu Meja (Kelurahan Batumeja) dan Karang Panjang.

Proses sewa-beli tanah adat ini relatif mudah karena hanya berdasarkan

kesepakatan antara pemilik dan penyewa atau pembeli. Muncullah

permukiman di lereng bukit dan bantaran sungai seringkali kurang

memperhatikan aspek sanitasi lingktmgan dan berpotensi menyebabkan erosi

dan longsor.
382000mT <100000 mT 408000 m • 4 16fWXl mT • 1-l':\C
11
~
i !;
~

,.
I
I
('t 'i '(
I r,
\
\ ----
\) ""--__./
'-......,J

~ I I \ I l I IV\D. M I\LUM}\.1 t:N\.31'\M I \


~ - --- -- - - -- - - - -- - - -- -- - - - -- -
?:. .........~
6>1_,-f
<9.
6>.9v.
Q>~
__/·
-
:;:)
E
-r.e'v". I
i ~ ~~~~ - --
I
I I
~u Ill
0 3 Km

Legenda:
Balas Kola/Kabupalen
Balas Kecamalan
Jalan

~
11 ) Sunga;
___
i j --- _ _,
Mala Air
1 Area Terbangun
! 1111 tl
Kawasan Penyangga
Kawasan Lindung
--
Sumber: BAPPEDA Kota Ambon
<100000 mT 408000mT • 16000mT 424000mT 432000mT
382000mT

GAMBAR 54. PETA KAWASAN LINDUNG KOTA AMBON


BABVI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan basil dan pembahasan tentang perkembangan fisik Kawasan

Pusat Kota Ambon dapat ditarik kesimpulan tentang arab perkembangan fisik dan

pola fisik Kawasan Pusat Kota Ambon serta faktor-faktor yang

mempengaruhinya. Selanjutnya disusun rekomendasi tentang penelitian lebih

lanjut dan hal-hal lain yang perlu diketahui para praktisi tentang perkembangan

Kawasan Pusat Kota Ambon.

6.1. Kesimpulan

1. Arab perkembangan fisik Kawasan Pusat Kota Ambon dapat dikelompok

menurut waktu perkembangan terdiri dari: ( 1) peri ode tahun 1940-1960

mengarah ke barat daya dan selatan, terutama ke Kelurahan Nusaniwe,

Benteng dan Kudamati; (2) periode 1960- 1997, perkembangan mengarah ke

seluruh bagian kota yaitu ke barat daya, selatan, timur dan timur Iaut, terutama

ke Kelurahan Benteng, Kudamati, Mangga Dua, Batu Gajah, Batu Meja,

Karang Panjang, Amantelu, Pandan Kasturi dan Desa Batu Merah dan (3)

periode 1997 - 2002, perkembangan mengarah ke timur laut dan tenggara,

terutama ke Desa Batu Merah, Kayu Putih- Desa Soya, Kelurahan Waihoka

dan Kelurahan Batu Gajah.

234
235

2. Perkembangan fisik Kawasan Pusat Kota Ambon terdiri dari gabungan

perkembangan berbentuk konsentris, linier dan melompat. Pada tahun 1940

morfologi fisik pusat kota Ambon berbentuk konsentris, dimana area

terbangun kota terkosentrasi di bagian tengah kota sekitar Benteng Nieuw

Victoria. Pada tahun I 940-1970, pola perkembangan selain berbentuk

kosenteris di bagian tengah pusat kota, juga berbentuk linier ke arab barat

daya dan timur laut menyusuri jalan-jalan yang ada sepanjang pesisir dan ke

arab selatan menyusuri daerah pinggiran sungai yang relatif datar. Hal ini

menyebabkan pola fisik Kawasan Pusat Kota Ambon berbentuk setengah

lingkaran menyerupai kipas. Pada periode tahun 1970-2002, pola

perkembangan fisik merupakan gabungan antara perkembangan konsenteris,

Iinier dan meloncat. Perkembangan berbentuk konsentris terjadi melingkupi

bagian tengah kota yang telah berkembang sebelumnya. Perkembangan

berbentuk tinier teijadi menyusuri jalan-jalan utama, baik pada jalan

sepanjang pesisir maupun jalan menuju perbukitan. Perkembangan berbentuk

melompat disebabkan adanya pertumbuhan pusat-pusat kegiatan barn di

pinggiran kota yaitu di Kawasan Karang Panjang dan Desa Batu Merah. Hal

ini menyebabkan pola fisik Kawasan Pusat Kota menyerupai setengah

lingkaran yang menjari

3. Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi perkembangan fisik pusat kota


secara menerus dari tahun 1940-2002 adalah tersedia jaringan jalan,
aksesibilitas atau kemudahan hubungan dengan tempat lain, ketersediaan
fasilitas kota, harga tanah yang murah dan sistem sewa-beli Tanah Dati atau
Tanah Negeri yang murah.
236

4. Faktor lokal (empiri) yang mempengaruhi perkembangan fisik di Kawasan

Pusat Kota Ambon adalah Sistem Sewa-Beli 1'anah Dati atau Tanah Negeri

yang murah dan kondisi keamanan kota. Sistem sewa-beli Tanah Dati atau

Tanah Negeri yang murah terjadi sepanjang periode perkembangan kota sejak

tahun 1950-2002. Faktor Iokal yang lain adalah kondisi keamanan kota yang

mempengaruhi perkembangan kota periode tahun 1997-2002. Kondisi

keamanan yang tidak kondusif akibat kerusuhan sosial di Kota Ambon pada

tahun 1999 telah menyebabkan perubahan pada arah dan Iaju perkembangan

fisik kota. Jika pada periode sebelumnya perkembangan kota mengarah ke

seluruh bagian kota, maka pada tahun 1997-2002 perkembangan mengarah ke

timur laut dan tenggara kota, berdasarkan komunitas menurut agama,

sedangkan laju perkembangan pada periode ini menurun menjadi 1,28% per

tahun dibandingkan 2,97% pada periode sebelumnya.

5. Perkembangan fisik Kawasan Pusat Kota Ambon dalam periode 1940-2002

telah mengarah ke kawasan perbukitan yang berdekatan langsung dengan

kawasan penyangga bagi hutan lindung dan menggunakan kawasan sempadan

sungai-sungai utama serta Iereng-Iereng bukit.

5.2. Rekomendasi

1. Perlu dilakukan penelitian dampak-<lampak yang ditimbulkan oleh arah dan

pola perkembangan fisik Kawasan Pusat Kota Ambon saat ini, baik dampak

secara fisik maupun dampak sosial, sehingga dapat dilakukan upaya

penanggulangan dan langkah-Iangkah antisipasi ke depan.


237

2. Perkembangan kota dalam penelitian ini hanya melihat perkembangan kota

secara horisontal, karena itu disarankan untuk melakukan penelitian juga

tentang perkembangan fisik kota dengan melakukan analisis tiga dimensional,

karena perkembangan fisik kota tidak hanya secara horizontal tetapi juga

vertikal. Hal ini disebabkan karena terbatasnya lahan perkotaan di Pusat Kota,

sehingga perkembangan kota cenderung vertikal dalam 2 dekade terakhir,

sehingga didapatkan faktor-faktor pengaruh dan antisipasi perkembangan kota

ke depan.

3. Mengacu perkemba":gan fisik Kawasan Pusat Kota yang telah mengarah ke

kawasan penyanggga hutan kindung, lereng-lereng bukit dan kawasan

sempadan sungai, maka diperlukan pengendalian terl1adap area terbangun di

kawasan ini, dengan partisipasi semua lapisan masyarakat. Pengendalian oleh

Pemerintah Kota dapat diarahkan dengan Rencana Detail Kawasan Lindung

dan Penyangga yang mengakomodasi kepentingan masyarakat maupun

Peraturan Daerah tentang Perlindungan Kawasan Lindung dan Penyangga.

4. Untuk mempermudah pengawasan terhadap perubahan fungsi kawasan

lindung dan penyangga, maka desentralisasi pengendalian hingga ke tingkat

kecamatan dan kelurahan/ desa perlu dilakukan, sehingga dapat mengawasi

dan mencegah kegiatan pembangunan fisik pada kawasan penyangga dan

lindung secara dini. Selain itu masyarakat sekitar kawasan dapat dilibatkan

dalam upaya pengelolaan kawasan penyangga, sehingga kawasan penyangga

selain dapat melindungi ekosistem juga dapat dimanfatkan secara terkendali

oleh masyarakat untuk kebutuhannya.


238

5. Karena status tanah di pmggtran pusat kota adalah Tanah Dati atau

Tanah Negeri (tanah ulayat), maka perlu dipikirkan mekanisme

pengawasan dan pengelolaan tanah ulayat yang menguntungkan bagi

masyarakat dengan tetap mengacu pada arahan kebijakan ruang untuk

keseimbangan ekosistem. Salah satu cara yang perlu dipikirkan adalah

Peraturan Daerah yang mengatur Pengelolaan Tanah Ulayat.


DAFT AR PUST AKA

Bintarto, R., 1977a, Geografi Kota, U.P. Spring, Yogyakarta.

Bintarto, R., 1977b, Pola Kota dan Permasalahannya, Fakultas Geografi UGM,
Yogyakarta.

Bintarto, R., 1989, Jnteraksi Desa Kota, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Dinas PU Propinsi Maluku, 2003. Laporan Realisasi Kegiatan Rehabilitasi/


Rekonstruksi Perumahan Penduduk dan Sarana/ Prasarana Pasca Kerusuhan.

Branch, C. Melville, 1995, Perencanaan Kota komprehensif, (Pengntar &


Penjelasan), Diterjemahkan oleh : Bambang Hari Wibisono & Ahmad
Djunaedi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Chapin Stuart and Edward Kaiser (1979). Urban Land Use Planning. Fourth Edition,
University of Illinois Press, Chicago.

Daldjoeni N, 1997, Geografi Baru- Organisasi Keruangan dalam Teori dan Praktek,
Alumni, Bandung.

Daldjoeni N, 1998, Geografi Kota dan Desa, Alumni, Bandung.

Doxiadis Constantinos, 1968. Ekisticts. An Introduction To The Science Of Human


Settlements. Hutchinson of London.

Gallion Arthur B. dan Simon Eisner, 1996. Pengantar Perancangan Kota. Edisi
Kelima. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Gedy Yunus Rudy Oktofianus, 2001. Pengaruh Pembangunan Perumahan Terhadap


Perkembangan Kota Purwokerto. Tesis. Program Studi Magister Perencanaan
Kota dan Daerah Universitas Gadjah Mada, Jogyakarta.

Jayadinata Johara. T., 1999, Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan
Perkotaan dan Wilayah, edisi ketiga, ITB, Bandung.

Juningsih Lucia dan Sartono Kartodirdjo, 1996. Kota Pelabuhan Ambon 1817 -
1865: Studi Tentang Perkembangan Kota Pelabuhan. Tesis Program Studi
Sejarah, Program Pasca Sarjana UGM. Dalam BPPS - UGM, 9 (3A), Agustus
1996. Program Pasca Sarjana UGM, Jogyakarta.

239
240

J uningsih Lucia, 1996. Kota Pelabuhan Ambon 1817 - 1865 : Studi Tentang
Perkembangan Kota Pelabuhan. Laporan Penelitian. Universitas Sanata
Dharma, Jogyakarta.

Herbert. D. T., 1973, Social Area Analysis: A British Study, in Urban Studies.

Hudson, F.R.G.S, 1974. A Social Geography of Europe. Me Donald and Evans Ltd.,
London.

ITB, 1980. Bahan Kuliah Geologi dan Perencanaan Wilayah. Tidak Dipublikasi.
Intitut Teknologi Bandung, Bandung.

Kecamatan Nusaniwe Dalam Angka, 1990. BPS Kotamadya Ambon.

Kecamatan Nusaniwe Dalam Angka, 1997. BPS Kotamadya Ambon.

Kecamatan Nusaniwe Dalam Angka, 2000. BPS Kota Ambon.

Kecamatan Sirimau Dalam Angka, 1990. BPS Kotamadya Ambon.

Kecamatan Sirimau Dalam Angka, 1997. BPS Kotamadya Ambon.

Kecamatan Sirimau Dalam Angka, 2000. BPS Kota Ambon.

Koestoer, R.H, 2001. Dimensi Keruangan Kota - Teori dan Kasus. Penerbit
Universitas Indonesia, Jakarta.

Kotamadya Ambon Dalam Angka, 1982. BPS Kotamadya Ambon.

Kotamadya Ambon Dalam Angka, 1983. BPS Kotamadya Ambon.

Kotamadya Ambon Dalam Angka, 1986. BPS Kotamadya Ambon.

Kotamadya Ambon Dalam Angka, 1990. BPS Kotamadya Ambon.

Kotamadya Ambon Dalam Angka, 1993. BPS Kotamadya Ambon.

Kotamadya Ambon Dalam Angka, 1997. BPS Kotamadya Ambon.

Kotamadya Ambon Dalam Angka, 1999. BPS Kotamadya Ambon.


241

Kota Ambon Dalam Angka, 2000. BPS Kota Ambon.

Kota Ambon Dalam Angka, 2002. BPS Kota Ambon.

Laporan Interim III, Penyiapan Sarana dan Prasarana Kotamadya Ambon, 1996.
Direktorat Cipta Karya. Departemen Pekeijaan Umum

Laporan Survey Sistem Jaringan Transportasi Kota Ambon, 2000. Bappeda Kota
Ambon.

Maluku Dalam Angka, 1974. BPS Propinsi Maluku.

Nazar Muhammad, 2002. Perkembangan Fisik Kota Purwekerto Tahun 1990-2000.


Tesis. Program Studi Magister Perencanaan Kota dan Daerah Universitas
Gadjah Mada, Jogyakarta.

Pemerintah Kota Ambon, 2003. Sejarah Kota Ambon. Tidak Dipublikasikan. Tim
Penyusun Sejarah Kota Ambon.

Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Kota di Indoensia, 1983-


1993. BPS Indonesia.

Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kotamadya Ambon, 1992. BPS


Kotamadya Ambon.

Rencana Kota Ambon, 1972. Direktorat Tata Kota & Daerah, Direktorat Jendral
Cipta Karya Departemen Pekeijaan Umum & Tenaga Listrik.

Rencana Induk Kota Ambon, 1984. Kompilasi Data. Pemerintah Kotamadya Daerah
Tingkat II Ambon.

Rencana Bagian Wilayah Kota Ambon Lama Dan Sekitamya, 1986. Fakta dan
Analisa. Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Ambon.

Reksohadiprojo S. dan A.R. Karseno, 2001, Ekonomi Perkotaan, edisi keempat,


BPFE UGM, Jogyakarta.

Reviasi Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Ambon, 1994. Rencana.
Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Ambon.

Salim, 2001, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial, Tiara Wacana Yogja
(Anggota IKAPI) , Yogjakarta.
242

Sandy I.M, 1982, Perkolaan, Publikasi No. 123, Derektorat Tata Guna Tanah, Ditjen
Agraria, Departemen Dalam Negeri, Jakarta.

Sarjono, 1996. Kajian Perkembangan Fisik Kola, Studi Kasus Kola Klalen. Tesis.
Program Studi Magister Perencanaan Kota dan Daerah Universitas Gadjah
Mada, J ogyakarta.

Setyarto Ardi, 2001. Perkembangan Fisik Kola Gresik. Tesis. Program Studi
Magister Perencanaan Kota dan Daerah Universitas Gadjah Mada, Jogyakarta.

Siahaya, Fransz Semuel, 2001. Evaluasi Perkembangan Morfologi Kola Ambon Dari
Tahun 1985 Sampai Dengan 1995. Skripsi. Fakultas Geografi Universitas
Gadjah Mada, Jogyakarta.

Sinaga Halomoan, 1998. Kajian Pola Perkembangan Fisik Kola, Studi Kasus Kota
Kaslasuro. Tesis. Program Studi Magister Perencanaan Kota dan Daerah
Universitas Gadjah Mada, Jogyakarta.

Soemarwoto Otto, 1991. Analisis Dampak Lingkungan. Gadjah Mada University


Press, J ogyakarta.

Sujarto Djoko, 1990. Faktor Sejarah Perkembangan Kota Di Dalam Perencanaan


Pembangunan Kota. Tidak Dipublikasikan. Departemen Planologi, Fakultas
Teknik Sipil dan Perencanaan. Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Yunus, H.S., 1978, Konsep Perkembangan dan Pengembangan Daerah Perkotaan,


Fakultas Geografi UGM, Yogjakarta.

Yunus, H.S., 1982, Klasifikasi Kota, Fakultas Geografi UGM, Yogjakarta.

Yunus, H.S., 1987, Permasalahan Daerah "Urban Fringe" dan Altematif


Pemecahannya. Meteri Kursus Perencanaan Regional untuk Penyusunan
Kerangka Pembangunan Strategis (KPS), Fakultas Geografi UGM,
Yogjakarta.

Yunus, H.S., 2001, Struktur Tata Ruang Kota, Pustaka Pelajar (Anggota IKAPI),
Yogjakarta.

Zahnd, Markus, 1999, Perancangan Kola Secara Terpadu, Teori Perancangan Kota
Dan Penerapannya, Kanisius, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai