Anda di halaman 1dari 18

Selama Tiga Tahun, Sedimentasi Sungai

Citarum karena Sampah Mencapai 3,5 M


Mukhlis Dinillah - detikNews
Selasa, 15 Nov 2016 18:32 WIB

Sungai Citarum (Foto: Syahdan Alamsyah/detikcom)

Bandung - Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum Yudha Mediawan menyebut telah
terjadi sedimentasi setinggi 3,5 meter di Sungai Citarum. Hal itu dikarenakan adanya penumpukan
sampah yang terakumulasi sepanjang tahun 2013 - 2015.

Menurutnya sedimentasi ini tak lepas kontribusi sampah yang berasal dari wilayah Kabupaten/Kota
Bandung. Sampah yang dibuang masyarakat ke anak-anak sungai lalu terbawa arus hingga
terkumpul dan mengendap di Sungai Citarum. "Sampah yang mengendap ini berasal dari anak-
anak sungai di Kabupaten dan Kota Bandung. Terakumulasi hingga terjadi pendangkalan," kata
Yudha dalam seminar "Solusi Penanggulangan Banjir Citarum" di Hotel Panghegar, Jalan Merdeka,
Selasa (15/11/2016).

Ia mengatakan tuduhan tersebut beralasan lantaran hanya 50 persen sampah di Kabupaten/Kota


Bandung yang tertampung di tempat pembuangan akhir (TPA). Sedangkan sisanya diperkirakan
dibuang masyarakat ke anak-anak sungai.

"Pola pikir masyarakat ini yang seharusnya diubah. Karena paling mudah itu ya buang sampah ke
sungai, tanpa memikirkan dampaknya," terang dia.

Dengan kondisi ini, kata dia, perlu adanya pembagian kewenangan penanganan sungai. Sehingga,
sambung dia, setiap wilayah memiliki tanggungjawab masing-masing terhadap persoalan sampah
yang merundung anak-anak sungai Citarum.

"Kita akan membuat MoU pembagian kewenangan nantinya. Misalnya ordo 3 ditangani oleh
kabupaten/kota, ordo 2 oleh provinsi dan sungai utama oleh BBWS," ujar dia.

"Penanganan sampah ini harus dilakukan bersama dan berkelanjutan. Jika tidak persoalan banjir
di cekungan Bandung ini tidak akan berjalan dengan baik," ia menambahkan.

Yudha mengaku tahun depan pihaknya berencana melakukan normalisasi wilayah Sungai Citarum
yang telah terjadi sedimentasi tersebut. Pengerukan sampah secara besar-besaran akan dilakukan.

"Dengan adanya pendangkalan ini tentunya berdampak terhadap daya tampung air. Sehingga
harus dilakukan pengerukan agar tidak mudah meluap," kata dia.

Selain itu, untuk penanganan banjir khususnya di Bandung Selatan pihaknya berencana membuat
danau retensi seluas 6,7 hektar di Cieunteng. Namun, memerlukan waktu untuk pembebasan lahan
karena sebagian besar merupakan pemukiman penduduk.

"Danau retensi ini nantinya selain mengurangi banjir di Bandung Selatan, bisa juga menampung
sebagian air buangan dari tol air yang rencananya akan di bangun di kawasan Gedebage," terang
dia.

Ia menuturkan upaya jangka panjang lainnya juga dalam penanganan banjir ini dengan membangun
kolam retensi di kawasan Gedebage, Kota Bandung. Untuk merealisasikan kolam retensi itu,
Pemprov Jabar akan membebaskan lahan seluas 15 hektar.

"Kolaborasi pembebasan lahan sudah kami lakukan, akan melelang tapi harus ada MoU. Sekarang
di Gedebage (pembangunan kolam retensi) baru 4,5 hektar dari keseluruhan 15 hektar target 2019
selesai," ujar Yudha.

SUMBER : https://news.detik.com
Erosi DAS Tandrong Semakin Parah,
Puluhan Hektare Kebun Warga
Menghilang
Sabtu, 13 Oktober 2018 22:31

ILUSTRASI -- Warga melihat bekas terjangan erosi akibat mengganasnya aliran DAS Krueng Nagan di kawasan Blang Baro,
Kecamatan Kuala, Nagan Raya, Minggu (18/3) siang.

Laporan Taufik Zass | Aceh Selatan

SERAMBINEWS.COM, TAPAKTUAN -- Pengikisan tanah di sepanjang daerah aliran sungai (DAS)

Tandrong, Desa Koto Indarong, Kecamatan Kluet Tengah, Kabupaten Aceh Selatan kian parah dan

mengkhawatirkan.

Setidaknya dalam setahun terakhir ini sudah puluhan hektare lahan perkebunan warga hilang dan

belasan rumah warga ambruk.

Wakil Bupati Aceh Selatan, Tgk Amran, bersama tiga anggota DPRK Aceh Selatan daerah pemilihan

setempat, yakni Kamalul, Mustaruddin, dan Mirwan beserta Kalak BPBD Aceh Selatan, Cut Sazalisma
dan Kepala Dinas Pertanian (Distan) Aceh Selatan Yulizar SP MM, Sabtu (13/10/2018) meninjau langsung

kondisi erosi di DAS Tandrong.

"Persoalan ini harus segera ditangani sebab sudah terlalu banyak rumah warga yang amblas ke sungai

dan sudah ratusan hektare lahan perkebunan masyarakat yang hilang akibat erosi ini," kata Wakil Bupati

Aceh Selatan, Tgk Amran disela kunjungannya ke desa tersebut, Sabtu (30/10/2018).

Wabup merasa prihatin dengan kondisi yang dialami masyarakat setempat dan berharap mendapatkan

perhatian dan bantuan serius dari Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat.

Sebab bencana alam berupa erosi di sepanjang DAS tersebut sudah berlangsung lama.

"Nanti kita akan duduk kembali mencari solusi yang tepat terkait penanganannya. Hal ini tidak bisa

dibiarkan karena sudah sangat mengancam pemukiman penduduk, karenanya kita bermohon kepada

Pemerintah Aceh dan Pusat untuk ikut membantu penanganan erosi ini," harapnya.

Pantauan Serambinews.com, gerusan erosi yang melanda tanah warga di kawasan tersebut kini semakin

tidak terkendali.

Apabila beberapa hari terakhir ini kawasan itu diguyur hujan lebat yang menyebabkan tanah semakin

amblas ke dalam sungai akibat diterjang arus. (*)

SUMBER : https://aceh.tribunnews.com/
Cuaca Ekstrem Ancaman Bagi Pelapukan
Batuan Candi
Jumat 07 Oct 2016 17:07 WIB
Rep: Bowo Pribadi/ Red: Andi Nur Aminah

Batu candi terancam mengalami kerusakan lebih cepat akibat cuaca ektrim

REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Pertumbuhan lumut pada arca maupun batuan candi di musim
yang cenderung ekstrim ini semakin cepat. Hal ini membuat pembersihan benda cagar budaya
ini harus sering dilakukan.

Jika pembersihan ini tidak dilakukan, lumut ini akan bisa mengakibatkan proses pelapukan pada
batuan arca maupun benda cagar budaya, seperti batuan konstruksi candi. Hal ini ditegaskan
oleh petugas juru pelihara candi Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Provinsi Jawa Tengah,
Taryanto yang dikonfirmasi di sela aktivitasnya, Jumat (7/10).

Di Kabupaten Semarang, jelasnya, ancaman kerusakan batu-batuan benda cagar budaya cukup
tinggi. Karena kebanyakan benda cagar budaya ini tersebar di sejumlah wilayah.

Dia mengatakan pembersihan lumut candi harus ditingkatkan seiring tingginya intensitas hujan
di Kabupaten Semarang. Setidaknya ada dua sistem cara membersihkan batuan candi, yakni
dengan sistem manual basah atau menggunakan air untuk menyikat lumut. Sedangkan cara
lainya adalah sistem pembersihan manual kering. Pada sistem ini, petugas sebatas menggunakan
peralatan saja, tanpa menggunakan air ketika menyingkirkan lumut batuan candi.
"Kini kami lebih banyak mengaplikasikan sistem manual kering ketika membersihkan candi,
menyusul intensitas hujan di area candi tergolong tinggi. Jika ditambahkan air, batu candi akan
semakin lembab,” katanya.
Ia mengakui, selama kemarau tapi juga masih banyak turun hujan ini, petugas pemeliharaan
candi mempunyai tugas rutin membersihkan Candi Ngempon serta Acra Ganesa di Bergas Lor,
Kecamatan Bergas. Banyaknya hujan yang tutun menyebabkan lumut mudah tumbuh pada
batuan candi dan arca. Sehingga harus segera dibersihkan agar tidak merusak batuan candi dan
arca ini.

Terutama di bagian kakai atau pondasi bangunan candi. Sebab bagian ini merupakan bagian yang
rentan ditumbuhi lumut. "Karena bagian ini tidak banyak terkena sinar matahari," lanjutnya.

Sementara itu, Adi petugas juru pelihara candi lainnya menambahkan, dibutuhkan ketelitian
dalam melaksanakan pembersihan lumut di batu-batu candi. Prinsipnya jangan sampai melukai
batu candi.

Ia juga menyampaikan, di wilayah Kabupaten Semarang sedianya banyak benda cagar budaya
yang harus dibersihkan. Hanya saja benda bersejarah tersebut banyak yang berdiri sendiri.

Selain itu, belum banyak temuan candi atau arca yang dikelola dan dirawat dengan benar.
"Beberapa di antaranya bahkan hanya tefronggok di lapangan atau pekarangan warga," katanya.

SUMBER : https://republika.co.id/
Retakan di Lereng Gunung Wilis Diduga
Akibat Pelapukan Kerak Bumi
- detikNews
Kamis, 24 Feb 2011 20:01 WIB

Nganjuk - Munculnya dentuman dan getaran di permukaan hingga mengakibatkan retakan tanah
di lereng Gunung Wilis, turut mengundang perhatian ITS Surabaya untuk melakukan penelitian.
Kesimpulan sementara, mereka menganggap kejadian tersebut akibat pelapukan kerak bumi.

Tim dari ITS melakukan penelitian atas dentuman, getaran di permukaan dan retakan tanah di
lereng Gunung Wilis bersama-sama ESDM Jatim dan BMKG. Mengirimkan 4 orang staf dari
Fakultas Teknik Sipil, penelitian difokuskan pada masalah tanah, karena berkaitan secara langsung
dengan ancaman longsor yang dapat merusak jalan dan jembatan.

"Kami datang berdasarkan undangan, untuk bisa sama-sama sharing mengenai fenomena alam
ini. Tapi ada juga dari kami yang meneliti ini karena dengan studinya," kata Kepala Laboratorium
Mekanika Tanah FakultasTeknik Sipil ITS, Sumarno kepada detiksurabaya.com, disela proses
penelitian oleh ESDM dan BMKG, Kamis (24/2/2011).

Dari penelitian sepintas yang dilakukannya, Sumarno menjelaskan, khusus pada retakan tanah
terjadi akibat pelapukan kerak bumi, yang lazim terjadi karena termakan usia. Secara teknis
Sumarno menyebut permasalahan tersebut sebagai overall sliding.

"Tanah itu kan memiliki kekuatan geser. Karena pelapukan, bebatuan pecah jadi kerikil, pasir dan
tanah. Nah karena beban yang terus bertambah, salah satunya dari resapan air, massa memiliki
beban berlebih dan mengalami sliding atau pergeseran," jelas Sumarno.

Untuk mempermudah penjelasannya, Sumarno mengibaratkan sebuah kue dengan coklat sebagai
perekat. Apabila kue tersebut terus menerus mendapatkan guyuran air, maka daya rekat akan
mengalami penurunan.

"Ini, disini untungnya kandungan tanah liat masih tinggi. Jadi pergeserannya tidak begitu parah,"
sambungnya.

Dalam keterangannya Sumarno juga mengungkapkan, pelapukan kerak bumi sebagai hal yang
wajar. Seiring usia bumi yang terus bertambah dan beban yang didapatkannya, kejadian seperti di
lereng Gunung Wilis akan terus terjadi di waktu mendatang.

"Ini tidak bisa dihentikan, karena ini fenomena alam. Bisanya dicegah agar tidak berakibat yang
membahayakan, contohnya jangan merusak alam," tegas Sumarno.

Dari kesimpulan sementara tersebut Sumarno enggan menyebutnya sebagai penyebab munculnya
dentuman, getaran di permukaan dan retakan tanah. ITS diakuinya akan kembali melakukan
penelitian, dengan melibatkan banyak tenaga ahli di bidangnya, salah satunya studi bencana.

Sebelumnya, permukaan tanah di lereng Gunung Wilis mengalami keretakan dengan panjang
mencapai 2 kilometer. Retak dengan kerenggangan antara 10 centimeter hingga seukuran tubuh
orang dewasa tersebut memiliki kedalahan hingga 5 meter. Fenomena ini berdasarkan penelitian
ESDM Jatim dan BMKG dipicu oleh adanya gempa berkekuatan 0,5 - 3 mmi pada kedalaman 3 -
5 kilometer di bawah permukaan tanah.

SUMBER :https://news.detik.com
Erosi Ancam Lahan di Tepi Sungai Cimanuk
Garut
Senin 03 Feb 2020 16:29 WIB
Rep: Bayu Adji P/ Red: Yudha Manggala P Putra

Warga menunjukkan lahan yang terdampak erosi di tepi Sungai Cimanuk, Desa Sukasenang, Kecamatan Bayongbong, Kabupaten Garut.

Foto: Republika/Bayu Adji P

Erosi lahan di sekitar Sungai Cimanuk disebut telah terjadi selama 10 tahun terakhir.

REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Setidaknya enam rumah warga di Desa Sukasenang, Kecamatan


Banyuresmi, Kabupaten Garut, terancam erosi yang terjadi akibat aliran Sungai Cimanuk. Kepala
Desa Sukasenang, Iwan Ridwan mengatakan, erosi lahan di sekitar Sungai Cimanuk telah terjadi
selama 10 tahun terakhir.

Menurut dia, dalam 10 tahun terakhir, sudah ada sekira 5 hektare lahan warga yang terdampak.
Akibat erosi itu, sejumlah lahan produktif milik warga menghilang terbawa aliran sungai.

"Sekarang saja sudah hampir tergerus. Sudah lima hektare dalam 10 tahun," kata dia, Senin
(3/2).

Pihak desa, lanjut dia, tekah mengajukan ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut dan
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar), untuk membuat tembok penahan tebing
(TPT). Pasalnya, jika tak segera dibangun TPT, lahan warga yang terancam terkena erosi akan
semakin banyak.

Iwan mengatakan, dana desa yang dimiliki tak cukup untuk membuat TPT. Sebab, untuk
menahan tanah agar tak tergerus erosi, mesti dibangun TPT di sepanjang aliran sungai yang
panjangnya mencapai 2 kilometer, dengan tinggi tebing rata-rata 5-6 meter.

Ia menambahkan, salah satu penyebab erosi parah di Desa Sukasenang adalah kejadian banjir
bandang pada 2016. Ketika itu, lanjut dia, banyak lahan yang tergerus air. Setelah banjir berlalu,
sejumlah rumah yang dinilai aman menjadi masuk zona merah.
"Harapannya dibangun TPT. Tapi kita minta juga dikembalikan aset masyarakat yang sudah
hilang, baru bangun TPT," kata dia.

Sementara itu, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung, Happy Mulya
mengaku baru mendapat info terjadinya abrasi di Desa Sukasenang, Kecamatan Banyuresmi,
Kabupaten Garut. Menurut dia, pihaknya akan segera menurunkan tim untuk melakukan survei
ke lokasi.

"Harus disurvei lokasinya dulu, jika penanganan erosinya besar harus di-DED lalu diusulkan
melalui SNVT PJSA. Jika penanganan erosinya kecil bisa ditangani melalui Satker OP dan OP
Sungai," kata dia ketika dikonfirmasi Republika.

SUMBER : https://republika.co.id/
Sedimentasi Parah, Lumpur di Waduk Gajah
Mungkur Capai 6 Juta Meter Kubik
Muchus Budi R. - detikNews
Kamis, 15 Des 2016 16:52 WIB

SHARE URL telah disalin

Foto: Muchus/detikcom

Wonogiri - Waduk Gajah Mungkur di Wonogiri, Jawa Tengah, mengalami sedimentasi yang
semakin parah. Lumpur yang terendap di dalam waduk telah mencapai 6 juta meter kubik.

Semakin parahnya kondisi lahan di kawasan hulu, penambahan sedimentasi terus bertambah 1
hingga 1,2 juta meter kubik setiap tahunnya. Pemerintah telah menyiapkan sejumlah terobosan
untuk menyelamatkan waduk raksasa tersebut agar tetap bisa berfungsi maksimal.

"Banyak cara telah diupayakan. Salah satu yang pasti dilakukan saat ini adalah pengerukan dasar

waduk. Ada sekitar 6 juta meter kubik lumpur sedimen di badan waduk. Sudah sekitar 1,5 juta
meter kubik yang terangkat. Tahun depan ditargetkan 2,2 juta meter kubik lagi," ujar Kepala Sub-
Divisi Jasa ASA III/1 Perum Jasa Tirta I, Hermawan Cahyo Nugroho, kepada puluhan peserta
pelatihan peningkatan pengawasan dari 7 Balai Besar Wilayah Sungai se-Jawa, yang datang untuk
tinjuan lapangan di Waduk Gajah Mungkur, Wonogiri, Kamis (15/12/2016).

"Yang sangat menghawatirkan adalah sedimen banyak menumpuk di kawasan intake (pintu air -
red) sehingga mengganggu suplai air keluar," imbuhnya.

Hermawan menambahkan, ada persoalan khusus terkait problem sedimentasi di Gajah Mungkur,
yaitu sumber sedimentasi utama yang berasal dari Sungai Keduwang. Karakter sungai yang
berhulu di Gunung Lawu sisi selatan tersebut memang banyak membawa lumpur dari kawasan
hulu.

Kondisi diperparah karena lahan kawasan hulu semakin gundul oleh budidaya tembakau dan
sayuran, sehingga penambahan sedimentasi terus bertambah 1 hingga 1,2 juta meter kubik per
tahun.

"Sedangkan anak-anak sungai lainnya berasal dari kawasan pegunungan kapur yang relatif kecil
menyumbang lumpur sedimen. Padahal aliran Sungai Keduwang ini masuk ke waduk Gajah
Mungkur bukan dari atas, melainkan dari samping. Dengan demikian mempercepat pendangkalan
di area intake yang bisa sangat mengganggu suplai air baik untuk PLTA maupun gelontoran air
untuk irigasi," lanjutnya.

Kepala Bidang Pelaksana Jaringan Pemanfaatan Air (PJPA) Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS)
Bengawan Solo Sigit Santoso mengatakan, pemerintah juga sedang mengupayakan berbagai cara
lain.

Selain melakukan konservasi lahan kawasan hulu, juga dengan pembangunan dua bendungan,
yaitu Bendung Pidekso dan Bendung Gondang, di atas Gajah Mungkur untuk menampung lumpur
agar tidak makin memperparah waduk raksasa berusia 38 tahun itu.

Cara lainnya adalah membuat saluran penangkap lumpur di Dam Colo di Nguter, Sukoharjo. Dam
Colo adalah dam pemecah atau pengaturan air waduk Gajah Mungkur untuk kebutuhan irigasi.

Dari Dam Colo ini air didistribusikan ke berbagai daerah untuk kebutuhan irigasi seluas lebih dari
23 ribu lahan pertanian penduduk di Wonogiri, Sukoharjo, Karanganyar, Sragen, Ngawi, dan Klaten.

Saluran penangkap lumpur tersebut diperlukan dikarenakan saat ini semakin banyak lumpur
sendimen yang ikut terbawa dalam aliran air dari Waduk Gajah masuk ke Dam Colo. Ketika air dari
Dam Colo didistribusikan ke saluran irigasi, banyak yang membuat saluran mampat karena tertutup
lumpur sehingga semakin sempit area yang teraliri air irigasi.

Dengan demikian problem sedimen saat ini tidak hanya mengancam badan waduk tapi juga
mengganggu distribusi pengairan untuk irigasi pertanian.

"Sedang dibangun 22 km saluran penangkap lumpur dan revitalisasi 18 km saluran lama. Dengan
keberadaan saluran penangkap lumpur ini nantinya, air yang masuk ke saluran irigasi warga relatif
bersih dari sedimen yang melayang dalam aliran air. Saluran penangkap lumpur itu secara berkala
akan dibersihkan dengan digelontor air agar lumpurnya masuk ke badan sungai di bawah. Secara
alami, sungai juga membutuhkan sedimen untuk perimbangan," papar Sigit. (mbr/nkn)
SUMBER : https://news.detik.com/

Erosi Sungai Kembang Tanjong Kian


Mengkhawatirkan, 200 Meter
Tanah Sepanjang DAS Amblas
Kamis, 22 Agustus 2019 12:07

For Serambinews.com

Tebing sungai di Gampong Baro, Mukim Blanggapu, Kembang Tanjung, Pidie ambruk, Kamis (22/8/2019).

Pengikisan tanah di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Baro ini semakin mengkhawatirkan. Sekira

200 meter tanah sepanjang DAS di kawasan itu terus menerus jatuh.

SERAMBINEWS.COM, SIGLI - Erosi akibat tebing sungai ambruk di Gampong Meunasah Baro, Mukim

Blanggapu, Kecamatan Kembang Tanjung, Pidie kian parah, Kamis (22/8/2019).

Pengikisan tanah di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Baro ini semakin mengkhawatirkan.

Sekira 200 meter tanah sepanjang DAS di kawasan itu terus menerus jatuh.

Samsul, salah seorang warga Ie Leube yang sering melewati ruas jalan itu kepada Serambinews.com,

Kamis (22/8/2019) mengatakan, kondisi ini telah terjadi enam bulan lalu.

Dia menjelaskan, gerusan erosi yang melanda tanah warga di kawasan tersebut, kini semakin tidak

terkendali.
Apabila kawasan itu diguyur hujan lebat, menyebabkan tanah selalu amblas ke sungai.

Warga berharap, pemerintah dapat menangani persoalan ini.

Sebab jika tidak diatasi, maka erosi akan terus melebar sehingga jalan Kembang Tanjung ke Ie Leube

terancam putus.

Secara terpisah, Kepala Bidang Pengairan, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pidie,

Zarbani ST ditanyai Serambinews.com Kamis (22/8/2019) mengaku, belum menerima laporan.

Untuk itu pihaknya akan mengecek ke lokasi dan jika penanganan, nantinya akan dikoordinasi dengan

pihak berwenang.

"Kalau darurat itu di BPBD kalau permanen baru kita. Ya kita harus usulkan dulu," jawabnya. (*)

SUMBER : https://aceh.tribunnews.com/
Sering Terdampak Banjir, Bantaran Sungai Oya di
Bantul Rawan Erosi
Kuntadi, Trisna Purwoko · Senin, 01 April 2019 - 13:55 WIB

Ilustrasi luapan sungai. (Foto: Koran Sindo).

BANTUL , iNews.id - Banjir yang melanda Kecamatan Imogiri, Kabupaten, Bantul, DI Yogyakarta pada
pertengahan bulan lalu telah menyebabkan bantaran Sungai Oya rusak berat. Kondisi ini menyebabkan
seluruh daerah aliran (DAS) rawan erosi . Kerusakan bantaran Sungai Oya di Desa Srihardono, Kecamatan
Imogiri, memang cukup memprihatinkan. Bantaran sungai menjadi terbuka dan tidak ada pohon penyangga
tanah.
"Untuk itu, kita akan restorasi dan tata ulang bantaran sungai ini," kata Dandim 0729 Bantul, Letkol Kav Didi
Carsidi, di sela pelaksanaan kegiatan restorasi Sungai Oya, Senin (1/4/2019).
Cara yang mungkin dilakukan adalah dengan membuat talud permanen. Namun anggarannya besar dan
tidak bisa dilakukan dengan segera, karena itu pilihannya adalah dengan cara alami.
Metode yang digunakan yaitu penghijauan atau penanaman pohon-pohon dan tanaman keras. Harapannya
pohon ini mampu tumbuh dan kuat untuk bertahan mendukung erosi.
"Lebih dari seribu pohon yang kita tanam," ujar dia.
Pemkab Bantul dan Kodim Bantul juga membangun talud penahan di beberapa sungai kecil yang bermuara
di Sungai Oya. Tujuannya agar luapan udara dapat diatur dan tidak sampai meluber ke pemukiman penduduk
atau pertanian.
Seorang warga, Saimo mengatakan, daerah di bantaran sungai dulunya tidak pernah terdampak banjir.
Namun beberapa tahun terakhir air di sungai selalu meluap dan menggenangi permukiman warga.
"Dulu banyak pohon di sepanjang sungai, jadi kuat. Ini bagus ada penanaman lagi," katanya.

SUMBER : https://yogya.inews.id/
Pengamat Lingkungan: Reklamasi Dapat Sebabkan
Sedimentasi Sungai hingga Banjir di Jakarta
Tim Okezone, Jurnalis · Kamis 18 Mei 2017 07:57 WIB

JAKARTA – Pulau hasil reklamasi di Pantai Utara Jakarta dinilai dapat menyebabkan efek domino.
Hal itu di antaranya melambatnya aliran sungai ke laut sehingga dapat mengakibatkan
sedimentasi.
Hal itu seperti diungkapkan pengamat lingkungan IPI, Arif Zulkifli Nasution. Selain itu, ia
melanjutkan, ketika terjadi sedimentasi atau pendangkalan di sungai, hal tersebut dapat
mengakibatkan daya tampung sungai menjadi lebih sedikit dari sebelumnya.
“Ketika terjadi pendangkalan sungai, otomatis daya tampung sungai menjadi sedikit. Ketika daya
tampung sungai menjadi sedikit maka akan timbul banjir,” katanya di Jakarta, beberapa waktu
lalu.
Sementara itu, menurut Manajer Kampanye Pesisir, Laut dan Pulau Kecil, Wahana Lingkungan
Hidup (Walhi) Ony Mahardika, reklamasi dinilai dapat menyebabkan bencana ekologi di kawasan
pesisir teluk Jakarta.
"Reklamasi teluk Jakarta juga timbulkan masalah secara ekosistem perairan teluk Jakarta yang
akan mengganggu pola arus perairan Jakarta," ujar dia, Jakarta, Rabu 17 Mei 2017.
Dengan berbagai dampak negatif yang dapat disebabkan oleh proyek reklamasi, Ketua Dewan
Kehormatan PAN Amien Rais menyatakan sebaiknya pemerintah mendengar aspirasi dari
gubernur dan wakil gubernur terpilih DKI Jakarta, Anies Baswedan-Sandiaga Uno, untuk
menghentikan proyek di teluk Jakarta tersebut.
“Tapi, kalau pihak Pak Luhut, pemerintah, memang keliru maka sebaiknya apa yang disampaikan
Anies dan Sandiaga Uno, hentikan,” katanya beberapa waktu lalu.

SUMBER : https://megapolitan.okezone.com/
Erosi Sungai Samadua Meluas,
Dua SD Terancam Ambruk
Rabu, 2 Oktober 2019 13:26

SERAMBI/TEUKU DEDI ISKANDAR

ILUSTRASI - Warga Desa Lueng Keubeu Jagat, Kecamatan Tripa Makmur, Nagan Raya, Jumat (24/3) siang memperhatikan bekas
terjangan erosi sungai yang kini semakin menggerus tanah yang selama ini mereka tempati sebagai tempat tinggal.

"Ancaman ambruknya bangunan di dua SD tersebut, akibat bantaran sungai kian


tergerus banjir Sungai Krueng Samadua pada tahun 2016 lalu," kata Keuchik
Gampong Madat, Fitriadi

Laporan Taufik Zass| Taufik Zass

TAPAKTUAN - Akibat erosi sungai yang semakin meluas, dua SD di Kemukiman Panton
Luas, Kecamatan Samadua, Kabupaten Aceh Selatan terancam ambruk. Warga berharap,
pemerintah setempat segera membangun tebing pengaman, untuk mengamankan
bangunan di dua SD tersebut.
Adapun kedua SD yang kondisi bangunannya sudah sangat terancam akibat erosi tersebut
yakni, SD Negeri Air Sialang dan SD Negeri Panton.

Keduanya terletak di Kemukiman Panton Luas, Kecamatan Samadua, Kabupaten Aceh.

"Ancaman ambruknya bangunan di dua SD tersebut, akibat bantaran sungai kian tergerus
banjir Sungai Krueng Samadua pada tahun 2016 lalu," kata Keuchik Gampong Madat,
Fitriadi, Selasa (1/10/2019).

Diungkapkannya, saat ini kondisinya tinggal satu meter lagi, jarak Sungai Krueng Samadua
dengan bangunan sekolah itu.

Piaknya mengkhawatirkan, jika tidak segera dilakukan penanganan, maka sebagian


bangunan kedua SD itu akan ambruk disapu banjir.

"Apalagi sekarang musim hujan, akan berdampak nanti ke bangunan sekolah tersebut.
Untuk itu, kami sangat berharap adanya bantuan tanggul pengaman tebing sungai krueng
Samadua tersebut," pungkasnya.

Camat Samadua, Suhaimi Salihin S.Ag yang dikonfirmasi Serambinews.com, secara


terpisah membenarkan informasi tersebut.

Dia juga berharap, persoalan itu bisa segera ditangani oleh Dinas terkait. Mengingat kondisi
sebagian bangunan kedua sekolah dimaksud, sudah sangat terancam keberadaannya.

"Ya, harapan kita dinas terkait bisa segera turun meninjau kondisi erosi di dua SD tersebut.
Sebab, jika terus dibiarkan, akan berdampak pada kerugian yang lebih besar," ungkap
Camat Samadua yang mengaku sudah turun langsung mengecek kondisi di dua SD
dimaksud.

SUMBER : serambinews.com

Anda mungkin juga menyukai