Anda di halaman 1dari 3

TUGAS INDIVIDU

BAHASA INDONESIA

“TEKS EDITORIAL“

Oleh :

KADEK DWI PUTRI SUNARTINI

21

XII MIPA 6

SMA NEGERI 1 GIANYAR


Tahun Ajaran 2022/2023
Kepedulian Bersama untuk Kelangsungan Alam Bali

Cuaca ekstrem yang ditandai hujan dengan intensitas tinggi sejak Minggu (16/10/2022)
mengakibatkan bencana alam di sejumlah lokasi di Bali. Banjir bandang melanda wilayah
Jembrana dan tanah longsor terjadi di wilayah Gianyar dan Karangasem. Hingga Senin
(17/10/2022), akses lalu lintas di ruas jalan Denpasar–Gilimanuk lumpuh akibat jembatan di
Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana, dipenuhi material yang dibawa air bah. Akibat
terjangan banjir dan material yang dihanyutkan air bah, jembatan di antara Kelurahan
Tegalcangkring dan Desa Penyaringan, Mendoyo, tersebut ditutup sementara karena
berlubang.
Bencana hidrometeorologi yang menyebabkan banjir di sejumlah desa di Jembrana,
mengakibatkan seorang warga dilaporkan hilang karena hanyut pada Minggu (16/10). Adapun
warga yang terdampak banjir, menurut Tamba, sejumlah 117 kepala keluarga dan sudah
seluruhnya diungsikan.
Sementara itu, di Karangasem dilaporkan terjadi banjir dan tanah longsor di beberapa
lokasi di empat kecamatan, yakni di Kecamatan Bebandem, Abang, Selat, dan Rendang.
Bencana banjir dan tanah longsor di Desa Selat, Kecamatan Selat, mengakibatkan seorang
warga meninggal lantaran terhanyut dan kejadian bencana di Desa Duda Utara, Kecamatan
Selat, menyebabkan seorang korban meninggal akibat terkena longsoran tanah.
Dinamika yang telah terjadi harusnya menyadarkan kita akan kelalaian diri dalam menjaga
keasrian alam Bali. Saat ini sudah terlanjur terjadi banjir dan tanah longsor, kemudian siapakah
yang patut disalahkan atas hal tersebut. Tentu egois dan tidak bijak, jika hanya memandangnya
sebagai kesalahan pemerintah disaat jelas semua yang berpijak ditanah Bali ini bertanggung
jawab atas segala hal yang telah terjadi.
Alih fungsi lahan yang sangat signifikan dikarenakan massifnya pembangunan
infrastruktur, tidak dibarengi dengan rasa kepedulian lingkungan. Hal tersebut pastinya akan
memberikan efek domino yang sangat signifikan pula terhadap perubahan lingkungan dan
kontur tanah di Bali. Sejumlah proyek yang memiliki andil besar dalam perubahan alih fungsi
lahan patut kita kritisi bersama, salah satunya ialah proyek jalan tol Gilimanuk-Mengwi.
Direktur Walhi Bali, I Made Krisna Dinata mengungkapkan, 1.300-an hektare lahan
beralih fungsi menjadi jalan tol. Dari jumlah itu, tercatat ada 480,54 hektare yang merupakan
persawahan. Jelas terlihat bahwa proyek Gilimanuk-Mengwi menghilangkan 98 titik subak
atau irigasi yang menjadi ancaman serius bagi lingkungan dan budaya Bali.
Sungguh sebuah tamparan dan refleksi bagi pemerintah, subak yang seharusnya memiliki
fungsi sebagai saluran irigasi dan mendistribusikan air serta turut menjaga sekaligus mengatur
hidrologis air itu digantikan dengan beton yang menutup pori pori tanah sehingga tidak mampu
menampung air. Jika satu hektare sawah mampu menampung 3.000 ton air, maka ada
1.441.620 ton air yang tidak mengalir ke persawahan sehingga mengurangi daya dukung Bali
dalam memitigasi bencana banjir dan tanah longsor.
Disamping pondasi tanah, pola hidup masyarakat juga menjadi perhatian khusus. Pariwisata
yang kian membaik di Bali, nyatanya turut berperan dalam masalah banjir. Kurangnya
kesadaran wisatawan dan warga Bali untuk membuang sampah pada tempatnya menyebabkan
saluran air di bahu jalan tersumbat. Sehingga, ketika hujan tiba bukan suatu hal yang
mengherankan lagi bila ada luapan air yang akhirnya membanjiri jalanan.
Sudah bukan hal yang bisa dianggap sepele lagi, hendaknya sedari awal pemerintah terbuka
dan merangkul masyarakat sehingga dalam pembentukan kebijakan akan tercipta regulasi yang
baik dan tidak hanya sekedar memberikan justifikasi terhadap kelangsungan alam dan tanah
Bali. Seharusnya mitigasi bencana bisa dilakukan dengan tidak melakukan pembangunan yang
merubah bentang alam serta mulai memetakan lahan-lahan kritis yang harus dibenahi.
Wisatawan juga harus lebih ditindak tegas bila membuang sampah sembarangan dan warga
sekitar setidaknya melaksanakan gotong royong untuk membersihkan lingkungan secara rutin.
Sehingga ada siklus yang baik dengan lingkungan yang mengoptimalkan upaya mitigasi
terhadap banjir dan tanah longsor.
Momentum ini adalah bahan evaluasi bersama terhadap tata kelola lingkungan dan
kepedulian lingkungan yang kurang baik di Bali. Agar kedepannya bisa dilakukan regulasi
maupun langkah nyata untuk mitigasi bencana. Kepedulian kita semua menjadi kunci
keberhasilan untuk mempertahan alam Bali agar asri untuk bisa dinikmati oleh anak cucu kita
kelak juga.

Anda mungkin juga menyukai