Fantasi?
Universitas Negeri Semarang memiliki luas resapan air kurang lebih 1.444.251 m2,
terletak di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang. Dan yang lebih penting,
kampus UNNES ini merupakan daerah resapan air yang berfungsi untuk menjaga
siklus hidrologi dan penyedia air bagi kehidupan daerah Kota Semarang di dataran
yang lebih rendah, yang dulunya hutan belantara sekarang menjadi pusat
Universitas Negeri Semarang. Sudjiono, eks-Rektor UNNES pernah berkata,
“fungsi ini harus dijaga agar tidak terjadi bencana, krisis air dan banjir.”
Herannya, fungsi ini tidak terjaga begitu lama. Pada September 2018, warga
Sekaran Kecamatan Gunungpati berjuang untuk mencari sumber air. Hal ini
dikarenakan air sendang di daerah Sekaran tercemar dan menyusut. Penyebab air
sendang tercemar dan menyusut diakibatkan oleh perluasan pembangunan di
wilayah Gunungpati. Tertera dalam ekuatorial.com, warga bernama said
mengatakan bahwa air Sendang Kali Bendo jernih dan melimpah, dengan
kedalaman lima meter, bahkan bisa meluap ke bibir sendang dan mengalir ke
sumber air yang lebih kecil, sebelum tahun 2000. Pada awal tahun 2000, pohon
beringin ditebang dan berakibat kedalaman air yang kian menysust, dari lima meter
menjadi sekitar dua meter. Tercatat dalam artikel Linikampus.com pada tahun
2015, bahwasannya kemarau panjang terjadi pada tahun 1985, 1990, dan 2015.
Kemarau panjang tersebut berlangsung sejak bulan Agustus sampai Oktober.
Pada 3 Desember 2018, tertera dalam tribunnews.com, hujan deras melanda Kota
Semarang. BPBD dan aparat lain masih melakukan penanganan dan pendataan.
Terdapat video fenomena banjir di Semarang, salah satunya yang ditulis Sutopo
Nugroho dalam beberapa video, yang memperlihatkan adu kekuatan mobil dengan
arus banjir di depan kampus Unnes Semarang. Lain kali, Unnes harus
memperhatikan saluran air saat hendak membangun jalan. Banyak kota memiliku
jalan tanpa drainase. Maka, saat hujan deras, jalan berubah jadi penampung air
dadakan. Habis banjir, jalan pasti rusak.
Adanya krisis air ini tentunya membuat warga harus mencari sumber mata air yang
dapat memenuhi dalam kehidupan sehari-hari. Mereka mulai membuat sumur
galian di sekitar halaman rumah, namun sungguh ironi sumur galian tentunya
bukanlah solusi yang efektif untuk krisis air ini. Semakin lama volume air
berkurang terkhusus pada musim kemarau dan untuk kualitas air juga tidak bagus
wujud air berwarna kuning keruh seperti ada karatnya.
Sedangkan untuk banjir yang disebabkan oleh drainase yang kurang memadai,
upaya dari warga sendiri belum menemukan solusi yang tepat. Upaya dari warga
cuma bersifat reaksioner, saat banjir terjadi, mereka langsung membersihkan
selokan agar tidak tersumbat dan banjir dapat diatasi.
Dengan adanya kasus krisis air dan banjir yang terjadi di Sekaran Gunungpati,
pihak konservasi unnes tetap bertanggung jawab. Yang mana disampaikan oleh
Prof. Amin Retnoningsih (Kepala UPT Konservasi) dalam artikel ekuatorial beliau
mengatakan, butuh upaya terus-menerus dan waktu untuk memperbaikinya
termasuk mengembalikan sumber-sumber mata air dan mengatasi persoalan krisis
air. Upaya yang direncanakan yakni adanya embung yang berkapasitas lima ribu
meter kubik yang berfungsi untuk menampung air hujan dan air limpasan, rumah
kebun unnes seluas 2,2 hektar yang ditanami 100 jenis pohon, sumur resapan,
biopori dan penanaman pohon didalam area kampus.