Anda di halaman 1dari 6

Bahaya Sampah Sedotan Plastik terhadap Lingkungan: Studi Kasus

Penggunaan Sedotan Plastik di Sekitar UNNES

Masalah lingkungan adalah aspek negatif dari aktivitas manusia terhadap


lingkungan biofisik. Masalah lingkungan tentunya akan berakibat terhadap
kerusakan lingkungan baik secara langsung maupun tidak langsung. Salah satu
permasalahan lingkungan yang masih dihadapi hingga saat ini adalah
permasalahan sampah. Sampah merupakan hasil sisa kegiatan manusia dalam
kehidupan sehari-sehari. Di Indonesia, sampah yang paling banyak ditemui adalah
sampah plastik yang terdiri atas bekas kantong plastik, bekas kemasan produk
makanan, sedotan plastik, dan masih banyak lagi.

Indonesia menduduki peringkat ke-4 dalam menghasilkan sampah sedotan plastik


(Santo, 2019). Hal ini menjadi masalah yang serius karena sampah yang dihasilkan
melalui sedotan plastik sulit untuk didaur ulang (Asroni et al., 2018) sehingga
sangat mencemari lingkungan dan merusak ekosistem terutama laut. Berdasarkan
data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Indonesia merupakan negara
terbanyak kedua penyumbang sampah plastik di dunia setelah Tiongkok (Siregar,
2019). Perkiraan pemakaian sedotan di Indonesia setiap harinya juga mencapai
93,244,847 batang (Rohmah et al., 2019).

12 Maret 2019 dijadikan Muhammad Nuh (Menteri Pendidikan pada saat itu)
sebagai hari deklarasi UNNES sebagai Universitas Konservasi Hal ini berarti
dalam pelaksanaan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat UNNES
harus memiliki konsep yang mengacu pada prinsip-prinsip konservasi
(perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan secara lestari ) baik konservasi
terhadap sumber daya alam, seni dan budaya. Setidaknya ada 7 pilar konservasi
yaitu: keanekaragaman hayati, energi bersih, bangunan hijau & transportasi
internal, nirkertas/efisiensi, pengolahan limbah, etika, seni dan budaya, dan kader
konservasi (Ikayanti, 2015).

Dengan citra sebagai kampus konservasi apakah lingkungan UNNES juga


menerapkan sikap konservasi terhadap kehidupan sehari-hari? Terutama pada
permasalahan sedotan plastik yang akan berujung sebagai sampah plastik sehingga
menjadi permasalahan lingkungan didunia terutama Indonesia. Melalui riset
dengan skala kecil, kami mengupas info lebih lanjut mengenai penggunaan sedotan
plastik di lingkungan sekitar UNNES sebagai bahan evaluasi apakah dengan
adanya UNNES sebagai Universitas Konservasi akan berdampak pada kehidupan
masyarakat sekitar terutama di kalangan mahasiswanya.

Riset yang kami lakukan melalui wawancara singkat dan pengamatan secara
langsung dengan beberapa rumah makan, burjo, dan stand minuman yang ada di
sekitar UNNES. Menjadi suatu hal yang lumrah apabila sebuah lingkungan
kampus banyak terdapat tempat makan, tempat nongkrong, cafe bahkan toko
kelontong di sepanjang jalannya. Hal tersebut tentunya untuk menunjang
kehidupan mahasiswa dan menjadi mata pencaharian warga sekitar, sama halnya
seperti UNNES. hal yang sudah dijelaskan tersebut tentu terjadi pula di sekitar
UNNES.

Riset ini berawal dari gerbang depan UNNES sekitar Sekaran dan berakhir di
daerah sekitar Patemon. Adapun beberapa rumah makan dan burjo yang kami
ambil datanya antara lain sebagai berikut, Burjo Asep 5 (melalui wawancara),
Burjo BMS depan lapangan Banaran (melalui wawancara), Warteg Bu Dewi
(melalui wawancara), Bursky (melalui wawanncara), Burjo Boim (melalui
wawancara), Ayam Geprek Sambal Brewok (melalui pengamatan), Homie Geprek
(melalui pengamatan), Dapur Gboy (melalui wawancara), Burjo Laskar 2 (melalui
pengamatan) dan Stand minuman di sepanjang jalan Sekaran, Banaran, dan
Patemon (melalui pengamatan).

Data hasil riset secara keseluruhan terbagi menjadi dua yaitu data melalui
pengamatan dan data melalui wawancara. Adapun data melalui pengamatan adalah
sebagai berikut, Ayam Geprek Sambal Brewok, Homie Geprek, Burjo Laskar 2
serta Stand minuman di sepanjang jalan sekaran, banaran dan patemon masih
menggunakan sedotan plastik. Hal tersebut sangat berbanding terbalik dengan
UNNES sebagai Universitas Konservasi. banyak hal yang mungkin mendasari hal
tersebut terjadi, salah satunya adalah kurangnya pemahaman atas permasalahan
sampah sedotan plastik yang berbahaya terhadap lingkungan.

Data hasil riset melalui wawancara menunjukan seluruhnya menggunakan sedotan


plastik. Meskipun terdapat beberapa perbedaan data ternyata terdapat satu
kesamaan di antara semuanya. Hal tersebut adalah, penggunaan sedotan plastik
memang sudah disediakan oleh atasan (bos/ pemilik tempat makan) sehingga
adanya sedotan secara tidak langsung yang bertanggung jawab adalah atasan dari
tempat makan tersebut. Terdapat dua data yang kami cari tahu melalui riset, di
antaranya: “Apakah tempat makan tersebut mengetahui bahaya sedotan plastik?”
dan “Setelah sedotan plastik selesai digunakan oleh pembeli sampahnya akan
dibawa ke mana?

Adapun data melalui wawancara adalah sebagai berikut, Burjo Asep 5: tidak
mengetahui bahaya sedotan plastik dan sampah sedotan plastik langsung dibuang,
Burjo BMS depan lapangan Banaran: tidak mengetahui bahaya sedotan plastik dan
sampah sedotan plastik diminta oleh pihak ke-3, Warteg Bu Dewi : tidak
mengetahui sampah sedotan plastik dan sampah sedotan plastik langsung dibuang,
Bursky : mengetahui bahaya sedotan plastik dan sampah sedotan plastik langsung
dibuang, Burjo Boim : tidak mengetahui bahaya sedotan plastik dan sampah
sedotan plastik langsung dibuang, serta yang terakhir Dapur Gboy: tidak
mengetahui bahaya sedotan plastik dan sampah sedotan plastik langsung dibuang.

Dari hasil riset secara keseluruhan banyak yang belum mengetahui bahaya sedotan
plastik. Bukan hanya kecil, tetapi juga murah menjadi sebuah alasan atas
banyaknya pemikiran masyarakat yang tidak menyadari bahaya dibalik hal kecil
tersebut. Pada riset yang telah dilakukan terdapat satu fakta unik, salah satu tempat
makan yaitu Bursky mengetahui bahaya dari sedotan plastik, tetapi sayangnya
kembali ke persoalan awal: penggunaan sedotan plastik merupakan tuntutan
pekerjaan. Selain itu, banyak kalangan pembeli terutama mahasiswa UNNES yang
ternyata meminta sedotan plastik jika tidak disediakan sedotan plastik.

Mahasiswa yang meminta sedotan plastik saat minum di tempat makan


menimbulkan pertanyaan, apakah mereka sebagai generasi muda yang berkuliah di
kampus konservasi tidak mengetahui bahaya sedotan plastik atau justru karna
faktor kenyamanan? Hal ini menjadi sangat miris apabila justru mahasiswalah
yang sejatinya tidak mengetahui bahaya dari sedotan plastik tersebut. Sedotan
plastik yang meskipun berukuran kecil ternyata memiliki bahaya yang besar.
Sudah saatnya sedotan plastik mendapatkan perhatian yang sama besarnya dengan
plastik sekali pakai yang lain.
Pada tahun 2018 lalu marak adanya gerakan #NoStrawMovement. Namun, meski
demikian sadar masyarakat terhadap sedotan plastik, motivasi dan pergerakan
dalam mengurangi sedotan plastik tidaklah signifikan. Hal ini dikarenakan
kenyamanan, gaya hidup dan kebiasaan. Semakin dewasa seseorang semakin sulit
untuk mengubah kebiasaan. Selain itu, karena ukuran nya yang relatif kecil, orang-
orang yang berpikiran sama, bahwa hal ini bukanlah sesuatu yang berbahaya jika
hanya ia seorang yang menggunakan ataupun merasa tidak ada pengaruhnya jika ia
pakai sedotan ataupun tidak, semakin sulit untuk melepas kebiasaan ini.

Dalam riset dengan skala kecil ini, dapat diambil simpulan bahwa penggunaan
sedotan plastik di sekitar UNNES yang menjadi salah satu permasalahan sampah
global di dunia terutama Indonesia masih banyak yang belum mengetahui
bahayanya. Selain belum adanya edukasi secara spesifik untuk sedotan plastik,
tuntutan pekerjaanlah yang menjadi faktor lain sedotan plastik ini tetap digunakan.
UNNES sebagai Universitas konservasi ternyata belum memberi positive impact
terhadap masyarakat sekitar terutama mahasiswa dalam pemahaman sedotan
plastik yang berbahaya.

solusi

Ganti Sedotan Plastik dengan Sedotan Ramah Lingkungan: Less Waste for
Saving Our Earth

sudah banyak dipaparkan tentang bagaimana bahaya besar di balik penggunaan


sedotan plastik yang kecil. Lucu memang, pasalnya, hal ini dianggap sepele oleh
sebagian besar penggunanya. Bahkan yang mengejutkan, sekelas kampus
konservasi saja mahasiswanya belum juga sadar akan bahaya yang mengintai. Mau
berapa banyak biota laut mati lagi? Mau berapa banyak fosil sedotan plastik yang
tidak dapat terurai oleh tanah lagi? Entahlah, semua itu akan terus berlanjut jika
pemikiran-pemikiran pendek terhadap si kecil sedotan plastik tidak juga dibenahi.

Rasanya, gerakan #NoStrawMovement yang telah terjadi pada 2018 sudah mulai
pudar. Belum usai permasalahan pandemi yang tiap harinya menghasilkan limbah
infeksius, diperparah dengan permasalahan sedotan plastik yang tidak kunjung
membaik. Seharusnya, penularan virus Covid-19 menjadi warning tentang bahaya
penularan virus melalui sedotan, karena banyaknya oknum-oknum nakal yang
tidak membuang sedotan plastik setelah digunakan tetapi justru dipakai ulang
untuk pengunjung selanjutnya. Lantas apa yang bisa kita lakukan?

Saatnya berubah, berbenah, bukan hanya untuk lingkungan tetapi untuk kesehatan
tubuh kita. Kita tau bahwa penggunaan produk berbahan dasar plastik tidak dapat
dihilangkan dari kehidupan sehari-hari khususnya sedotan plastik, namun pada era
yang modern ini telah ada alternatif dalam menguranginya. Banyak sedotan ramah
lingkungan yang dapat menjadi pilihan tepat sebagai langkah awal. Beberapa
sedotan yang dapat digunakan sebagai pengganti sedotan plastik yaitu sedotan
stainless, sedotan bambu, sedotan berbahan dasar sari singkong dan juga edible
straw atau sedotan yang dapat dimakan.

Mari kita bahas apa perbedaan dari ke-4 sedotan yang sudah disebutkan. Yang
pertama, sedotan stainless merupakan sedotan yang berbahan stainless steel yang
dapat digunakan berulang kali. Sedotan stainless dibuat dari besi yang tidak
bersifat korosif, sehingga tidak akan berkarat jika digunakan terus-menerus selain
itu sedotan stainless ini sangat mudah untuk dibersihkan. Selanjutnya sedotan
bambu, sedotan bambu tentunya terbuat dari bambu khusus yang sduah
dihilangkan seratnya sehingga tidak akan melukai penggunanya, sama seperti
sedotan stainless sedotan bambu juga dapat digunakan berkali-kali dan mudah
untuk dibawa.

Kemudian ada sedotan yang berbahan dasar sari singkong. Berbeda dengan kedua
sedotan tadi, sedotan ini mirip dengan sedotan plastik yang hanya digunakan
sekali. Namun, sedotan berbahan dasar sari singkong ini dapat terurai oleh tanah
karena mengingat bahannya yang alami. Yang terakhir ada edible straw atau
sedotan yang dapat dimakan. Sesuai dengan namanya, edible straw tentunya dapat
dimakan setelah digunakan. Sehingga edible straw ini tidak menghasilkan sampah
pada penggunaannya.

Melihat dari penjelasan ke-4 sedotan tadi kamu lebih tertarik yang mana? Yang
manapun menjadi pilihan yang baik karena sebagai langkah awal dalam
menyelamatkan lingkungan. Apakah alternatif sedotan plastik tersebut sudah
dilakukan dan berhasil? Jawabannya iya, berdasarkan hasil observasi terdapat
coffee shop yang sudah mengganti sedotan plastik dengan sedotan ramah
lingkungan. Coffee shop tersebut adalah Encycoffedia yang terletak di Jl. Dr.
Wahidin №37A, Candi, Kec. Candisari, Kota Semarang. Encycoffedia
menggunakan sedotan stainless pada pelayanannya. Hal ini menjadi contoh yang
baik untuk coffee shop yang lain. Semakin banyak coffee shoop yang mengganti
sedotan plastik maka semakin baik pula manfaat yang diterima lingkungan.

Memang, tidak bisa dipungkiri bahwa sedotan hanyalah sebuah produk plastik
kecil yang mungkin menurut kalian tidak berarti. Tapi dengan data yang telah
dipaparkan sebelumnya mengenai sampah sedotan plastik jika tidak ditangani
secara serius, maka pencemaran sampah plastik terutama sedotan ini akan sangat
berbahaya bagi keberlanjutan planet bumi. Kita sebagai manusia seharusnya
menjaga alam tempat tinggal kita, banyak hal yang dapat dilakukan dalam menjaga
alam salah satunya dengan mengganti sedotan plastik dengan sedotan ramah
lingkungan sebagai upaya pengurangan sampah plastik. Jika kita masih tidak
peduli dengan keadaan alam sekitar, akan jadi apa tempat tinggal kita dimasa yang
akan datang? Jangan biarkan anak cucu kita hidup berdampingan dengan sampah
yang ditabung oleh kita.

Anda mungkin juga menyukai