Proses Pembuatan BBB Solar Ramah Lingkungan PDF
Proses Pembuatan BBB Solar Ramah Lingkungan PDF
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Rahmat
dan Karunia-Nya kita telah dapat menyelesaikan penulisan buku berjudul: Proses
Pembuatan Bensin dan Solar Ramah Lingkungan ini.
Secara garis besar, buku ini memuat (1) proses ini pembuatan bahan bakar
bensin dan solar ramah lingkungan, (2) kontribusi PPPTMGB “LEMIGAS” dalam
penelitian dan pengembangan teknologi proses katalitik dalam pembuatan bahan
bakar tersebut, (3) proses pembuatan bensin dan solar pada kilang Pertamina
dan langkah-langkah penyempurnaan konfigurasi kilang dalam menaikkan potensi
pembuatan bahan bakar ramah lingkungan.
Penulisan dan penerbitan buku ini dimaksudkan untuk menumbuhkan dan
mengembangkan pengetahuan tentang teknologi proses pengolahan minyak bumi
dalam peningkatan nilai tambah minyak bumi.
Adalah tugas sebagai kami Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi
Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS” – Pemerintah untuk mengKompilasikan semua
penemuan yang terkumpul dalam bentuk buku dan menyebarkannya untuk
masyarakat yang lebih luas.
PPPTMGB “LEMIGAS” menerbitkan buku ini dalam rangka diseminasi
informasi hasil litbang.
Penulisan buku ini mempunyai harapan agar buku ini dapat menjadi sebuah
tambahan khazanah pustaka bagi mereka yang peduli dan berkepentingan untuk
menggali referensi, pengalaman dan mempertajam wawasannya atas proses-
proses pengolahan minyak bumi di kilang minyak.
Penyunting
Ir. E. Jasjfi, M.Sc., APU.
Penulis
Ir. A.S. Nasution, M.Sc., APU
DR. Oberlin Sidjabat
Dra. Morina, M.Si.
Proses Pembuatan Bahan Bakar Bensin dan Solar Ramah Lingkungan iii
3.4 KESIMPULAN ...................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 69
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Analisa ELementer Minyak Bumi ................................................ 4
Tabel 2.2 Komposisi Elementer beberapa Minyak Bumi ............................ 5
Tabel 2.3 Klasifikasi Minyak Bumi .............................................................. 6
Tabel 2.4 Beberapa Minyak Bumi dan API-nya .......................................... 7
Tabel 2.5 Beberpa Minyak Bumi dan Kandungan Fraksinya ...................... 7
Tabel 2.6 Klasifikasi Minyak Bumi Berdasarkan Sistem Bureau of Mines .. 8
Tabel 2.7 Klasifikasi Minyak Bumi Berdasarkan Faktor
Karakteristik Kuop ...................................................................... 9
Tabel 2.8 Klasifikasi Minyak Bumi Berdasarkan Kadar Sulfur .................... 9
Tabel 2.9 Minyak Bumi Berbagai Jenis Kadar Sulfur .................................. 10
Tabel 2.10 Distribusi Sulfur di dalam Fraksi Minyak Bumi .......................... 13
Tabel 2.11 Kadar Nitrogen Beberapa Minyak Bumi .................................... 14
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Komposisi Molekul di dalam Fraksi Minyak Bumi ................... 8
Gambar 2.2 Hidrokarbon Minyak Bumi ...................................................... 11
Gambar 2.3 Non- Hidrokarbon Minyak Bumi .............................................. 13
Gambar 2.4 Kadar Sulfur dan Gravitas Spesifik Minyak Bumi .................... 14
Gambar 2.5 Struktur Molekul Porpirin ........................................................ 16
Gambar 3.1 Mekanisme Reaksi Perengkahan ........................................... 22
Gambar 3.2 Konventer Orthoflow Kellogg .................................................. 29
Gambar 3.3 Proses Reformasi Katalitik (Semi-regeneratif) ........................ 39
Gambar 3.4 Proses Platforming UOP (Regenerasi Kontinu) ...................... 42
Gambar 3.5 Mekanisme Reaksi Isomerisasi Pentana dengan Katalis
Bifungsional ............................................................................ 45
Proses Pembuatan Bahan Bakar Bensin dan Solar Ramah Lingkungan vii
Gambar 3.6 Proses Penex UOP dengan Sirkulasi Deisoheksaniser .......... 50
Gambar 3.7 Mekanisme Reaksi Alkilasi ..................................................... 52
Gambar 3.7 Mekanisme Reaksi Alkilasi (Lanjutan) .................................... 53
Gambar 3.8 Proses Alkilasi HF - UOP ....................................................... 55
Gambar 3.9 Mekanisme Reaksi Polimerisasi Olefin .................................. 59
Gambar 3.10 Pembentukan Diolefin .......................................................... 60
Gambar 3.11 Proses Kondensasi Katalitik UOP ........................................ 61
Gambar 3.12 Unit Dimersol IFP ................................................................. 63
Gambar 3.13 Penurunan Kadar Benzena dalam Reformat ........................ 66
Gambar 4.1 Produk Hidrorengkah ............................................................. 74
Gambar 4.2 Mekanisme Reaksi Hidrorengkah Parafin .............................. 76
Gambar 4.3 Pengaruh Kadar Nitrogen Umpan pada Kenaikan
Temperatur Operasi ............................................................... 77
Gambar 4.4 Unit Proses Penghidrorengkahan Dua Tahap ......................... 80
Gambar 4.5 Proses Penghidromurnian Satu Tahap ................................... 84
Gambar 4.6 Penghidrorengkahan Distilat Berat Minyak dan Residu
Menjadi Solar ......................................................................... 84
Gambar 4.7 Konversi Distilat Berat Minyak dengan Proses
Penghidrorengkahan .............................................................. 84
Gambar 5.1 Skema alat Micro Activity Test ................................................ 90
Gambar 5.2 Alat Catatest Unit ................................................................... 91
Gambar 5.3 Alat Autoclave ........................................................................ 91
Gambar 5.4 Pengaruh temperatur Operasi pada Komposisi Hidrokarbon
Reformat ................................................................................ 96
Gambar 5.5 Pengaruh Tekanan Operasi pada Komposisi Hidrokarbon
Reformat ................................................................................ 97
viii Proses Pembuatan Bahan Bakar Bensin dan Solar Ramah Lingkungan
BAB 1
PENDAHULUAN
Sejak mulai diproduksi secara komersial satu setengah abad yang lalu, minyak
bumi telah berkembang menjadi sumber energi andalan. Dengan berkembangnya
industri kendaraan bermotor sejak awal abad yang lalu penggunaan minyak makin
meningkat. Namun, demikian pula permasalahan yang diakibatkannya.
Dalam dua dekade sebelum lonjakan harga minyak pertama dari US$ 3 per
barel menjadi US$ 12 per barel pada tahun 1972, perkembangan negara industri
banyak dipengaruhi oleh tersedianya minyak bumi murah, yang umumnya berasal
dari Timur Tengah. Kebutuhan produk minyak naik rata-rata 7% volume per tahun
dengan kebutuhan minyak mentah meningkat sekitar dua kali selama dua dekade
tersebut.
Pengaruh emisi gas buang kendaraan bermotor belum mengganggu lingkungan
sehingga bensin pada masa itu masih diperbolehkan memakai aditif timbel untuk
menaikkan angka oktana. Kadar sulfur bensin dan solar juga masih tinggi.
Dengan kenaikan harga minyak mentah, kebutuhan akan produk minyak relatif
stabil dari tahun 1970 sampai 1980, tetapi tingginya harga produk minyak telah
mendorong pengurangan pemakaiannya sebagai energi pembangkit tenaga listrik
yang beralih ke energi lain, yaitu batu bara, nuklir dan gas bumi.
Untuk itu fraksi berat minyak direngkah menjadi bahan bakar minyak ringan
dengan proses perengkahan katalitik dan proses penghidrorengkahan. Proses
perengkahan katalitik fraksi berat dan residu ditujukan untuk pembuatan komponen
utama bensin. Komponen utama kerosin dan solar dapat dihasilkan dari proses
penghidrorengkahan distilat berat minyak.
Teknologi pengolahan minyak mentah berkembang secara evolusi, yaitu mulai
bagaimana meningkatkan perolehan produk dari proses yang tersedia, dan
bagaimana meningkatkan mutu produk. Pengembangan teknologi dalam industri
migas harus dilakukan melalui aplikasi teknologi terapan.
Selain pengembangan teknologi kilang dalam kurun waktu 20 tahun terakhir
dan isu lingkungan yang berkaitan erat dengan kesehatan, keselamatan kerja dan
lingkungan, maka telah dilakukan pula pengetatan persyaratan bahan bakar minyak
bensin dan solar, yaitu antara lain pembatasan pemakaian aditif timbel pada bensin
dan upaya kenaikan mutu solar.
Dengan merosotnya mutu dan produksi minyak bumi yang berharga sempat
di atas US$ 70 per barel pada tahun 2006, dan pengetatan persyaratan bahan
bakar bensin dan solar tersebut, maka fraksi-fraksi minyak bumi harus dikonversi
menjadi komponen-komponen utama bensin dan solar dengan bantuan proses-
proses katalitik.
Perbedaan utama antara minyak bumi dari berbagai lapangan produksi terletak
pada hasil komposisi hidrokarbon, proporsi hidrokarbon rendah dan berat serta
keberadaan senyawa lain selain hidrokarbon di dalam minyak bumi itu. Dalam
Minyak bumi berasal dari tumbuhan-tumbuhan dan hewan laut (marine algea)
dan bakteria yang telah mengalami perubahan kimia. Pembentukannya terjadi
ratusan juta tahun lalu. Perubahan bahan-bahan organik tersebut menjadi
hidrokarbon terjadi oleh pengaruh temperatur dan tekanan di dalam endapan yang
mengarah terbentuknya batuan sedimen (sedimentary rock). Hidrokarbon yang
terbentuk dalam fase cair merupakan minyak bumi dan dalam fase gas disebut
gas bumi. Minyak bumi telah ditemukan dalam mutu komersial pada semua benua
di dunia. Terdapat sekitar 1500 jenis yang telah ditemukan. Perbedaan utama antara
masing-masing minyak bumi terletak antara lain pada komposisi hidrokarbon,
proporsi hidrokarbon rendah dan berat serta keberadaan senyawa lain selain
hidrokarbon yang terkandung dalam minyak bumi itu.[1]
Minyak bumi mengandung sekitar 85% berat atom karbon (C) dan 12% berat
atom hidrogen (H) dan sisanya atom sulfur (S), nitrogen (N), oksigen (O) dan
logam (Ni, V, Fe). Berdasarkan jumlah kedua atom karbon dan hidrogen tersebut
maka minyak bumi mengandung sebagian besar senyawa hidrokarbon. Sisanya
adalah senyawa yang mengandung atom S, N, O dan logam di samping atom
karbon dan hidrogen; senyawa demikian yang disebut senyawa non-hidrokarbon (
Tabel 2.1).[ 2,3]
Tabel 2.1
Analisis Elementer Minyak Bumi
Tabel 2.2
Komposisi Elementer beberapa Minyak Bumi
Berdasarkan massa jenis (specific gravity 60/60oF dan oAPI) dari minyak bumi
dapat diprediksi jumlah fraksi ringan dan fraksi berat yang dapat diperoleh dari
hasil distilasi minyak bumi tersebut. Minyak bumi bermassa jenis rendah
mengandung banyak fraksi ringan, dan sebaliknya minyak bumi dengan massa
Tabel 2.3
Klasifikasi Minyak Bumi Berdasarkan Massa Jenis
141,5
Catatan: oAPI Gravity = SG 60 / 60 o F 131,5
Minyak bumi ringan adalah yang terbaik karena dapat menghasilkan fraksi
ringan yang banyak yang dapat digunakan sebagai komponen bahan bakar ringan
dan menengah (bensin, kerosin dan solar). Minyak bumi dengan berbagai jenis
o
API dan persentase fraksi ringannya disajikan masing-masing pada Tabel 2.4
dan 2.5. [5]
Separasi minyak bumi dengan proses distilasi (atmosfer dan vakum) akan
menghasilkan fraksi-fraksi minyak bumi berupa nafta, kerosin, solar, distilat vakum
dan residu. Fraksi-fraksi minyak bumi tersebut dapat diolah menjadi berbagai jenis
produk antara lain bahan bakar minyak, bahan dasar pelumas, pelarut dan bahan
baku industri petrokimia.
Hubungan antara komposisi molekul hidrokarbon dan total atom karbon serta
kadar molekul non-hidrokarbon, dengan trayek titik didih fraksi minyak bumi
disajikan pada Gambar 2.1.[6]
Tabel 2.5
Beberapa Minyak Bumi dan Kandungan Fraksinya
Tabel 2.6
Klasifikasi Minyak Bumi Berdasarkan Sistem Bureau of Mines
Tabel 2.9
Minyak Bumi Berbagai Jenis Kadar Sulfur
2.2.1.1 Parafin
Kelompok parafin atau alkana dengan rumus molekul C nH 2n+2 adalah
hidrokarbon jenuh yang terbagi dalam dua jenis: yaitu normal-parafin dan isoparafin.
Senyawa normal-parafin yang pernah ditemukan di dalam fraksi minyak bumi adalah
dari C4 sampai C40. Umumnya isoparafin yang dijumpai di dalam fraksi minyak
bumi adalah molekul parafin bercabang pada atom karbon 2 (2 metil) dan atom
karbon 3 (3 metil) yang kadarnya sedikit. Normal-parafin terdapat dalam tiga jenis
fase yaitu fase gas (C1–C4), fase cair (C5–C17), dan fase padat C18. [3]
2.2.1.2 Naftena
Jenis molekul dari kelompok naftena yang banyak dijumpai di dalam fraksi
minyak bumi adalah dua jenis cincin naftena yaitu siklo-pentana (C5) dan siklo-
heksana(C6) dan sedikit sekali cincin siklo-butana (C4) atau siklo-heptana (C7).
Rumus umum molekul naftena adalah sebagai berikut: mono-siklis, CnH2n; bi-siklis,
CnH2n-2; tri-siklis, CnH2n-4 atau secara umum rumus molekul naftena dapat ditulis
CnH(2n+2)–(2RN) di mana RN adalah jumlah cincin naftena di dalam molekul.[3]
2.2.2 Non-Hidrokarbon
Minyak bumi mengandung sedikit senyawa non-hidrokarbon yang mengandung
atom sulfur, nitrogen, oksigen dan logam (organometalik) seperti besi (Fe), vana-
dium (V) dan nikel (Ni), serta molekul besar (makromolekul) seperti aspal dan
resin.[2,3]
Molekul non-hidrokarbon tersebut adalah racun katalis yang dapat menurunkan
unjuk kerja proses katalitik yang digunakan dalam pengolahan minyak bumi.
Beberapa jenis molekul non-hidrokarbon tersebut ditunjukkan pada Gambar 2.3.
Tabel 2.10
Distribusi Sulfur di dalam Fraksi Minyak Bumi
Tabel 2.11
Kadar Nitrogen Beberapa Minyak Bumi
Tabel 2.12
Kadar Oksigen Beberapa Minyak Bumi
2.2.2.4 Makromolekul
Senyawa makromolekul terkandung banyak di dalam fraksi residu yang terdiri
atas sebagian besar atom karbon (C) dan hidrogen (H) dan sedikit atom sulfur (S),
nitrogen (N), oksigen (O) dan logam besi (Fe), nikel (Ni) dan vanadium (V). Jenis
makromolekul tersebut terdiri atas empat jenis, yaitu: resin, asfaltena, karbena,
dan karboida.[8]
Resin adalah senyawa berupa pasta yang dapat dipisahkan dengan proses
adsorpsi dengan memakai adsorben silikat. Berat molekul resin ini sekitar 500–
1200 yang rumus umumnya tanpa atom S, N, O dan logam adalah Cn H2n-x di mana
x : 10–30.
Asfaltena mempunyai berat molekul sekitar 1000–2500 dengan rumus molekul
tanpa S, N, O, dan logam adalah Cn H2n-x di mana x = 100–120 dan kadarnya di
dalam minyak bumi dapat mencapai sekitar 10% berat. Asfaltena ini dapat larut di
dalam fraksi nafta, pentana dan heksana. Asfaltena terdiri atas dua jenis, yaitu
karbena dan karboida.
Karbena dapat larut sebagian di dalam karbon disulfida (CS2) dan karbon tetra-
klorida (CCl4), sedang karboida hanya dapat larut di dalam klornaftalena mendidih.
Senyawa organometalik terdiri atas dua jenis yaitu: organometalik yang dapat
larut di dalam air (Mg, Zn, Ca) dan atom logam yang stabil di dalam struktur
makromolekul yaitu: porfirin (V, Ni, Fe) (Gambar 2.5). Senyawa makromolekul
dapat menurunkan unjuk kerja proses katalitik pengolahan minyak bumi. Komposisi
elementer senyawa makromolekul, kadar asfaltena dan kadar logam di dalam
minyak bumi disajikan pada Tabel 2.13, 2.14 dan 2.15.
Tabel 2.13
Analisis Elementer Senyawa Makromolekul Minyak Bumi
Tabel 2.14
Kadar Asfalten Beberapa Minyak Bumi
Tabel 2.16
Karakteristik Beberapa Jenis Minyak Bumi Indonesia
2.4 KESIMPULAN
Minyak bumi terdiri atas campuran senyawa yang sangat kompleks (hidrokarbon
dan non-hidrokarbon). Pengolahan minyak bumi tersebut menjadi produk minyak
bernilai tinggi sangat dipengaruhi oleh berbagai karakteristik minyak bumi antara
lain: kadar fraksi ringan, jenis molekul hidrokarbon, kadar molekul non-hidrokarbon.
Jenis minyak bumi Indonesia cukup banyak tetapi umumnya ciri minyak bumi
Indonesia adalah parafinik berkadar sulfur rendah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lucas, Alan G., (2001), Modern Petroleum Technology Volume 2. Downstream,
6th Edition Published on Behalf of the Institute of Petroleum, John Willey &
Sorns, Ltd, NewYork. pp 19-24.
2. Wuithier, P., (1965), Raffinage et Genie Chimique, Tome I, Edition, Paris.
3. Hobson, G. B., (1973), Modern Petroleum Technology, Applied Science Pub-
lisher, Ltd. England.
4. Nasution, A. S., Minyak Bumi, Majalah Insinyur Indonesia. No. 14/Th XXVIII/
1980. pp 9-20.
5. Kontawa A., Klasifikasi Minyak Bumi Indonesia, Lembaran Publikasi Lemigas
2 (1993), 21-26.
6. Samanos, B. (1971), PhD. Thesis, Paris.
7. Baity Hotimah, Ria Pardede, Ibrahim R., Adiwar, Jurizal Suhud,. Pemantauan
Perubahan Klasifikasi Minyak Bumi Indonesia dalam Masa Produksi. Diskusi
Ilmiah ke 10, PPPTMG Lemigas, Jakarta 7–8 Juni 2005.
8. Barker, Colin, (1979), Organic Geochemistry in Petroleum Exploration, Edu-
cation Course Note Series F 10, University of Tulsa.
9. Louis, M., Diktat Geokimia “ENSPM”, IFP, Rueil Malmaison-Prancis.
10. Kontawa, A. dan Ibrahim, R., Kadar Sulfur dalam Minyak Bumi Indonesia,
Lembaran Publikasi Lemigas 2. (1993), 22-34.
11. Buku Minyak Bumi Indonesia Sifat dan Karakteristiknya. Edisi ke-4. Tahun
2005 Lemigas, Jakarta.
Proses separasi minyak bumi adalah proses pertama untuk pemisahan minyak
bumi menjadi fraksi-fraksinya. Proses ini meliputi proses distilasi atmosfer dan
distilasi vakum, yang menghasilkan nafta, kerosin, distilat vakum, dan residu (residu
atmosferik dan residu vakum).
Dalam rangka meningkatkan nilai tambah fraksi minyak bumi tersebut, maka
dilakukan proses tahap kedua, yaitu: konversi, baik berupa proses termal maupun
proses katalitik. Residu direngkah secara proses termal, yaitu proses visbreker
dan proses koker, dan menghasilkan produk bensin dan solar bermutu rendah.
Proses perengkahan katalitik residu dan distilat vakum menghasilkan produk bensin
rengkahan katalitik (cat. cracked gasoline) yang bermutu tinggi, tetapi mutu produk
solar (cycle gas-oil) yang dihasilkannya masih rendah. Proses isomerisasi fraksi
nafta ringan dan proses reformasi katalitik fraksi nafta berat dapat menghasilkan
komponen utama bensin, yaitu masing-masing isomerat dan reformat. Proses
penggabungan alkilasi dan polikondensasi dari produk samping gas olefin rendah
(C3/C4) dari proses perengkahan dapat menghasilkan komponen utama bensin,
yaitu masing-masing alkilat dan bensin polimer.
Bensin mempunyai kisaran titik didih dari 30oC sampai 215oC yang mengandung
grup hidrokarbon parafin, olefin, naftena, dan aromatik dengan variasi nilai angka
oktananya cukup besar.
Proses pembuatan bensin dimulai dengan separasi minyak bumi pada proses
distilasi atmofer dan distilasi vakum. Minyak bumi difraksionasi menjadi nafta (sd.
180oC), kerosin (180o–250oC), solar (250o–350oC), distilat vakum (350o–550oC),
dan residu vakum (> 550oC).
Fraksi nafta diseparasi menjadi gas (C1/C2), LPG (C3/C4), nafta ringan (C5/C6)
untuk umpan proses isomerisasi, dan nafta berat dipakai sebagai umpan reformasi
katalitik. Sehubungan dengan banyaknya fraksi nafta yang digunakan untuk umpan
proses petrokimia (sekitar 40% dari total produk nafta), maka kebutuhan umpan
nafta dipenuhi dengan hasil dari proses perengkahan termal dan katalitik fraksi
berat, dan juga dari proses penggabungan (alkilasi dan polimerisasi) yang
menggunakan umpan gas (C3/C4).
Proses pembuatan komponen bensin[1] terdiri atas: (1) proses separasi atau
distilasi (menghasilkan straight-run naphtha) dan (2) proses konversi, yaitu: (a)
proses konversi termal, yaitu proses visbreker (visbreaker naphtha), dan proses
koker (coker naphtha), dan (b) proses konversi katalitik yaitu: proses perengkahan
katalitik (bensin rengkahan katalitik – cat. cracked gasoline), proses
penghidrorengkahan (hydrocracked naphtha), proses isomerisasi (isomerat),
proses reformasi katalitik (reformat), proses alkilasi (alkilat) dan proses polimerisasi
(bensin polimer–polygasoline).
Pengetatan persyaratan lingkungan tentang gas buang menuntut pula
peningkatan persyaratan bahan-bakar bensin untuk penurunan emisi gas buangnya
Tabel 3.1
Pengaruh Komposisi Bensin pada Emisi Gas Buang
Tabel 3.2
Pengaruh Jenis Umpan Distilat Vakum pada Karakteristik Produk Bensin
Pada tingkat konversi umpan >78% vol, maka senyawa sufur terkonversi sekitar
50% vol. menjadi gas H2S, dan sisa senyawa sulfur terdistribusi pada produk
perengkahan berikut: bensin 6% berat, minyak ringan (light cycle oil) 23% berat,
decanted oil 15% berat dan kokas 6% berat. Sulfur tiofenik dijumpai di dalam
produk minyak berat dan decanted oil. Kotoran sulfur tidak banyak mempengaruhi
konversi umpan dan perolehan produk bensin. Kandungan sulfur terkonsentrasi
pada fraksi berat (400–450oF) produk bensin (Tabel 3.4).
Tabel 3.4
Distribusi Sulfur dari Produk Bensin Rengkahan Katalitik
Senyawa nitrogen organik terdiri atas 25–50% basa kuat yang merupakan
racun temporer dari katalis. Katalis matriks lebih besar toleransinya pada racun
nitrogen tersebut daripada katalis perengkah lainnya seperti. Al2O3-SiO2 (amorph).
Pirol (pyrrole) dan piridina (pyridine) dijumpai di dalam produk minyak ringan. Dan
oksidasi senyawa nitrogen ini relatif mudah yang membuat produk minyak ringan
berwarna (kestabilan warna rendah ). Senyawa nitrogen terdistribusi di dalam
produk perengkahan, yaitu minyak ringan < minyak berat (heavy cycle oil) < residu.
Senyawa nitrogen dapat menurunkan konversi umpan dan perolehan produk bensin
dan angka oktananya.
Logam nikel berpotensi mempercepat reaksi dehidrogenasi umpan menjadi
olefin yang akan dapat meningkatkan potensi pembentukan endapan kokas pada
permukaan katalis. Pembakaran katalis bekas berkadar kokas tinggi akan
menaikkan temperatur regenerator, dan untuk menjaga temperatur reaktor tetap
Tabel 3.5
Efektivitas Logam
Makin besar kadar logam (logam efektif besar) akan menaikkan perolehan
produk samping gas C1+C2 dan endapan kokas pada katalis serta terjadi penurunan
perolehan produk bensin. Pengaruh logam efektif pada produk proses perengkahan
katalitik disajikan pada Tabel 3.6.
Tabel 3.6
Pengaruh Efektif Metal terhadap Distribusi Produk
Logam natrium (logam alkali tanah) dapat menetralisasi inti aktif asam katalis
di dalam raiser (riser) dan merusak struktur katalis di dalam regenerator dan
kerusakan tersebut dapat meningkat dengan adanya kandungan logam vanadium
di dalam katalis. Racun logam vanadium dapat membentuk asam vanadat pada
regenerator katalis.
Proses hidrodemetalasi umpan residu (atmospheric residue
hydrodemetallization– ARHDM) dapat menurunkan kadar asfaltena (micro carbon
residu) dan juga kadar logam, kotoran non-hidrokarbon berupa sulfur dan nitrogen
organik.
Tabel 3.7
Pengaruh Jenis Katalis pada Karakteristik Produk Bensin
Tabel 3.8
Pengaruh Katalis pada Karakteristik Produk Bensin (C5–2040C)
Aktivitas katalis matriks amorf lebih rendah daripada aktivitas katalis zeolit–Y,
tetapi katalis matriks berpori besar (macropore) dapat merengkah molekul umpan
besar (bertitik didih > 4800C) yang hal ini tidak mungkin terjadi pada katalis zeolit
(REY mampu HY) yang berpori kecil (micropore).
Katalis perengkahan harus mempunyai ukuran bubuk (particle size distribu-
tion) yang sesuai agar dapat terfluidisasi (fluidized bed) dengan uap hidrokarbon
umpan di dalam unit proses perengkahan terfluidisasi. Juga harus tahan terhadap
gesekan (attrition resistance) supaya katalis tidak mudah pecah agar tidak banyak
kehilangan katalis melalui pemisah katalis di siklon dari reaktor dan regenerator.
Untuk itu ukuran bubuk katalis adalah sekitar 60–70 mm dan partikel katalis < 40
mm tidak boleh lebih dari > 10% di dalam reaktor.
Gambar 3.2
Konventer Orthoflow Kellogg
(Raiser). Umpan panas dan sirkulasi umpan berfase cair dimasukkan ke bagian
bawah raiser yang kontak dengan katalis regenerasi panas yang akan menguapkan
umpan tersebut dan kemudian uap molekul umpan dipecah menjadi produk yang
berat molekulnya rendah. Uap umpan masuk ke katalis yang membawanya naik
ke raiser dalam suatu fase suspensi encer. Proses perengkahan menghasilkan
pembentukan kokas pada permukaan katalis yang aktivitasnya akan terus menurun.
Tabel 3.9
Distribusi Angka Oktana Produk Bensin Rengkahan Katalitik
Catatan : Komponen utama : olefin pada fraksi 92-1720F dan aromatik pada fraksi 320-4000F.
Tabel 3.10
Angka Oktana dan Selektivitas Bensin Rengkahan Katalitik
Unit proses perengkahan katalitik dengan umpan fraksi berat minyak adalah
cukup fleksibel dan dapat dioperasikan untuk memperoleh berbagai jenis produk
utama, yaitu membuat maksimal bensin, maksimal LPG dan maksimal distilat
sedang dengan mengatur kondisi operasi dan memakai katalis yang tepat.
Komposisi produk dari ketiga jenis modus operasi proses perengkahan katalitik
tersebut disajikan pada Tabel 3.11.
Tabel 3.11
Komposisi Produk dengan Berbagai Jenis Produk Utama
Reaksi ini adalah endotermik tinggi yang berjalan cepat pada temperatur tinggi
dan tekanan rendah.
Selain itu ada tiga reaksi utama lain dan reaksi samping yang terjadi dengan
bantuan kedua jenis inti aktif katalis yaitu: inti aktif logam (M) dan inti aktif asam
(A). Mekanisme reaksi tersebut melalui pembentukan senyawa antara ion
karbonium yang dihasilkan dari reaksi hidrokarbon tak jenuh (olefin dan alkil
sikloamilena) yaitu masing-masing dari dehidrogenasi molekul parafin dan naftena
(alkil siklopentana) umpan nafta, dan proton (H+) dari inti aktif asam, yaitu:
Reaksi ini adalah endotermik tinggi dan berjalan cepat pada temperatur tinggi
dan tekanan rendah.
Hidroisomerisasi Parafin. Ion karboniun normal alkil berisomerisasi menjadi
ion iso-alkil yang akan menjadi produk iso-parafin setelah pelepasan proton dan
hidrogenasi, yaitu:
Reaksi ini adalah endotermik tinggi dan berjalan cepat pada temperatur tinggi
dan tekanan rendah.
Hidrorengkah Parafin. Ion karbonium alkil pecah menjadi olefin dan ion
karbonium kecil yang akan menjadi produk parafin rendah setelah melepas proton
dan hidrogenasi, yaitu:
Reaksi ini adalah eksotermik tinggi dan berjalan baik pada temperatur dan
tekanan tinggi. Karateristik dari reaksi-reaksi reformasi katalitik tersebut disajikan
pada Tabel 3.12.
Umpan nafta berat adalah campuran hidrokarbon yang terdiri atas parafin (P),
naftena (N) dan aromatik (A) di mana (N+2A) dari nafta parafinik dan nafta aromatik
adalah masing-masing < 40% vol. dan > 40% vol. dan nafta naftenik sekitar 40%
vol. Komposisi hidrokarbon umpan nafta dari berbagai jenis minyak bumi disajikan
pada Tabel 3.13.
Tabel 3.13
Komposisi Hidrokarbon Nafta dari Berbagai Jenis
Minyak Bumi dan Nafta Hidrorengkah
Tabel 3.14
Pengaruh Trayek Didih dan komposisi Hidrokarbon Umpan Nafta
pada Komposisi Aromatik dari Produk Reformat
Semakin tinggi target angka oktana produk reformat, maka semakin besar
pula perbedaan perolehan produk reformat antara umpan nafta naftenik dan
umpan nafta parafinik[1,22,23]. Pengaruh (N+2A) dari umpan nafta pada perolehan
dan angka oktana reformat disajikan pada Tabel 3.15.[1,23,24]
Senyawa non-hidrokarbon umpan nafta adalah racun katalis yang harus
dihilangkan dengan proses penghidromurnian untuk memenuhi persyaratan umpan
nafta, yaitu: kadar sulfur (S) <1 ppm, logam (As, Pb, Cu) <0,05 ppm. Katalis
reformasi bimetalik diamati lebih peka terhadap racun daripada katalis monometalik
sehingga kadar sulfur umpannya harus lebih rendah (< 1 ppb).
Tabel 3.16
Pengaruh Katalis Reformasi pada Produk Reformat
Tabel 3.17
Pengaruh Jenis Katalis Reformasi pada Produk Heksana dari Reaksi
Hidrodesiklisasi Metilsiklopentana
Data pada Tabel 3.17 tersebut menunjukkan reaksi pemutusan ikatan karbon
(C–C) dari cincin naftena adalah reaksi hidrogenolisis oleh inti aktif logam katalis
dari katalis mono metalik dan reaksi hidrorengkah untuk pemutusan ikatan karbon
(C-C) oleh kedua jenis inti aktif (logam dan asam) dari katalis bimetalik.[26] Data ini
menunjukkan pula bahwa inti monometalik logam platina beraktivitas terlampau
tinggi. Aktivitas optimum logam platina (monometalik) tersebut dapat diperoleh
dengan penurunan sebagian aktivitasnya dengan deaktivasi sulfur.
Katalis bimetalik diamati lebih peka daripada monometalik terhadap racun sulfur
yang berasal dari kotoran umpan nafta.[27] Inti aktif asam (Al2O3-Cl) dapat menurun
aktivitasnya dengan hilangnya sebagian klor (Cl) oleh penetralisasian racun amonia
(NH 3) yang berasal dari kotoran senyawa nitrogen organik umpan, yang
mengakibatkan penurunan reaksi utama isomerisasi dan dehidrosiklisasi.[271] Kadar
uap air di dalam sirkulasi gas hidrogen harus dijaga sekitar 20 ppm agar aktivitas
inti asam optimum, dengan pemberian etanol ke dalam umpan nafta. Senyawa
organik sulfur, nitrogen dan oksigen adalah racun temporer katalis. Logam-logam
berat seperti timbel (Pb) dan arsen (As) dapat membentuk paduan (alloy) dengan
logam platina sehingga inti aktif logam terdeaktivasi secara permanen.[27]
Aglomerisasi (penggabungan) kristal logam platina mulai timbul pada
temperatur di atas 500oC yang mengakibatkan penurunan derajat dispersi sehingga
terjadi penurunan luas permukaan inti aktif logam. Katalis reformasi bimetalik
diamati lebih rendah tingkat aglomerisasinya daripada katalis reformasi
monometalik.
Gambar 3.3
Proses Reformasi Katalitik (Semi-regeneratif)
Gambar 3.4
Proses Platforming UOP (Regenerasi Kontinu)
Pada kondisi sistem CCR terakhir tersebut dapat diperoleh kenaikan perolehan
dan juga kenaikan angka oktana produk reformat serta ekstra tambahan produksi
gas hidrogen dengan kemurnian tinggi (Tabel 3.19). Operasi dengan regenerasi
kontinu katalis pada sistem CCR dimungkinkan untuk memperoleh suatu periode
yang cukup lama dalam pemakaian katalis, yang pada sistem SR dibatasi siklus
regenerasi katalisnya, yaitu sekitar 12 bulan.
Reformat merupakan komponen utama bensin yang kedua terbesar setelah
komponen bensin rengkahan katalitik (cat. cracked gasoline) dalam pembuatan
bensin ramah lingkungan; proporsinya sekitar 20–30% volume. Angka oktana re-
format cukup tinggi (RON >92) tetapi distribusi angka oktananya tidak homogen.
Bagian ringan fraksi reformat (light end reformate) mengandung isoparafin
bercabang rendah (mono-metil) berangka oktana rendah, sedang kadar aromatik
tinggi berangka oktana tinggi RON>96 dijumpai di dalam fraksi berat reformat
(heavy end reformate). Distribusi angka oktana dan komposisi hidrokarbon produk
reformat disajikan pada Tabel 3.20.
Tabel 3.20
Komposisi Hidrokarbon dan Distribusi Angka Oktana Reformat
Tabel 3.22
Karakteristik Molekul Hidrokarbon C5–C6
Gambar 3.6
Proses Isomerisasi TIP
Karakteristik umpan dan produk dari proses isomerisasi dengan proses satu
dan dua tahap (sirkulasi umpan) disajikan pada Tabel 3.24.
Gambar 3.6
Proses Penex UOP dengan Sirkulasi Deisoheksaniser
Tabel 3.25
Karakteristik Alkilat dari Berbagai Jenis Umpan Olefin
Gambar 3.7
Mekanisme Reaksi Alkilasi
Tabel 3.26
Karakteristik Produk Alkilat dengan Umpan Butilena
Gambar 3.8
Proses Alkilasi HF - UOP
Alkilat berangka oktana tinggi dengan distribusi angka oktana baik dan
sensitivitas rendah (baik) memberikan keuntungan di negara-negara Eropa yang
mensyaratkan angka oktana motor (MON) dan Amerika Serikat dengan persyaratan
knock performance, yaitu (RON + MON)/2 pada spesifikasi bensin. Angka oktana
alkilat dari berbagai jenis umpan olefin disajikan pada Tabel 3.27.
Alkilat mengandung isoparafin dan bebas dari hidrokarbon tak jenuh (olefin
dan aromatik). Pemakaian alkilat pada pembuatan bensin ramah lingkungan di
Amerika Serikat pada tahun 2000[10] sekitar 15% volume. Komposisi molekul
isoparafin dari alkilat disajikan pada Tabel 3.28.
Tabel 3.28
Total Kadar Atom Karbon Isoparafin dari Alkilat
Tabel 3.30
Angka Oktana Bensin Polimer
Gambar 3.9
Mekanisme Reaksi Polimerisasi Olefin
Gambar 3.11
Proses Kondensasi Katalitik UOP
Tabel 3.31
Karakteristik Produk Bensin Polimer
60o/60oF
Catatan: TDM = Titik Didih Mula, dan TDA = Titik Didih Akhir
Gambar 3.12
Unit Dimersol IFP
Tabel 3.32
Karakteristik Produk Dimat
banyak sulfur harus juga dibatasi pada pembuatan bensin ramah lingkungan.
Pengaruh komponen utama bensin tersebut pada kontribusi berbagai pembatasan
karakteristik dari bensin hasil pencampurannya disajikan pada Tabel 3.35.
Untuk peningkatan proporsi reformat dalam bensin ramah lingkungan berkadar
benzena < 1% vol, maka reformat tersebut harus difraksinasi untuk pemisahan
Tabel 3.35
Kontribusi Komponen Bensin pada Kadar Benzena,
Sulfur dan T90 > 330oF pada Bensin Hasil Pencampurannya
Gambar 3.13
Penurunan Kadar Benzena dalam Reformat
Tabel 3.37
Batasan Kadar Hidrokarbon Bensin Berbagai Negara
Tabel 3.38
Tabel 3.38
Spesifikasi Bensin Indonesia
3.4 KESIMPULAN
Bahan bakar ramah lingkungan haruslah diramu dari berbagai jenis komponen
utamanya yang dihasilkan dari berbagai jenis proses katalitik berteknologi tinggi.
Komponen utama bensin (High Octane Mogas Component –HOMC) diperoleh
DAFTAR PUSTAKA
1. Cluer, A., (2000), Gasoline Process, Modern Petroleum Technology, vol 2, Down-
stream Pubs, Institute of Petroleum New York, p. 86–91.
2. Peer, R.L. et al. (1988), CCR Platforming: Increased Aromatics Through Con-
tinuing Inovation, UOP Technology Conference.
Solar mempunyai kisaran titik didih antara 200o sampai dengan 370oC dan
terdiri atas hidrokarbon parafin, olefin, naftena dan aromatik. Umumnya komponen
solar terdiri atas hidrokarbon distilasi langsung dari minyak bumi (straight run gasoil),
namun komponen solar lainnya seperti solar rengkahan termal (visbroken gasoil
dan coker gasoil) dan proses katalitik (cycle gasoil dan hydrocracked gasoil) juga
banyak digunakan.[1,2]
Mutu solar distilasi langsung dari minyak bumi dipengaruhi oleh sifat umpan
minyak bumi tersebut, antara lain komposisi hidrokarbon dan kadar sulfur. Kadar
sulfur dari solar distilasi langsung meningkat dengan naiknya kadar sulfur umpan.
Minyak bumi parafinik menghasilkan produk solar yang massa jenisnya lebih rendah
daripada solar yang berasal dari minyak bumi naftenik.[3,4,5]
Solar rengkahan, baik yang berasal dari rengkahan termal maupun rengkahan
katalitik (kecuali hasil penghidrorengkahan–hydrocracked gasoil) mengandung
persentase aromatik dan olefin yang lebih besar daripada solar hasil distilasi
langsung. Mutu komponen solar dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya
massa jenis, kadar hidrokarbon tak-jenuh (aromatik dan olefin), kadar non-
hidrokarbon (belerang, nitrogen dan oksigen), warna dan stabilitas.
Untuk mencapai sasaran program langit biru, maka kadar komponen racun
gas buang dari kendaraan bermotor harus diturunkan, antara lain hidrokarbon (HC),
gas racun (NOx, CO dan SOc) dan partikulat (particulate). Pengaruh kadar aromatik
dan angka setana pada emisi gas buang hasil pembahasan solar disajikan pada
Tabel 4.1. Solar ramah lingkungan yang dicirikan antara lain oleh: angka setana
tinggi; kadar aromatik dan sulfur rendah; dan kisaran titik didih yang lebih ketat,
dapat diramu dari komponen solar bermutu tinggi yaitu solar hidrorengkahan (hy-
drocracked gasoil) dan solar hidromurnian (hydrotreated gasoil). [4,6,7,8]
Tabel 4.1
Pengaruh Komposisi Solar pada Emisi Gas Buang
Gambar 4.1
Produk Hidrorengkah
Tabel 4.3
Proses Reaksi Hidrorengkah
menurunkan kadar hidrokarbon tak jenuh (aromatik, olefin) serta kotoran non-
hidrokarbon (belerang, nitrogen, oksigen). Katalis penghidromurnian terdiri atas
inti aktif logam saja dengan penunjang alumina (Al2O3).
Tabel 4.5
Karakteristik Produk Solar dari berbagai jenis Proses Pembuatan
Tabel 4.7
Kadar Sulfur Berbagai Jenis Komponen Solar (Gasoil)
Trayek titik didih solar, khususnya titik didih akhirnya memberikan pengaruh
cukup besar pada proses penghidropemurniannya. Jenis dan proporsi solar
rengkahan seperti perengkahan katalitik, koker dan visbreker dapat mempengaruhi
kondisi operasi dari proses penghidromurnian komponen solar tersebut.
Tabel 4.8
Proses Penghidromurnian Konvensional
Tabel 4.9
Karakteristik Produk Solar dari Proses Penghidromurnian
dari Umpan Solar Perengkahan Katalitik
Gambar 4.6
Penghidrorengkahan Distilat Berat Minyak dan Residu Menjadi Solar
Gambar 4.7
Konversi Distilat Berat Minyak dengan Proses Penghidrorengkahan
Tabel 4.10
Karateristik Produk Solar Beberapa Jenis Proses Pembuatan
Tabel 4.11
Komposisi Aromatik Solar (Gasoil)
Tabel 4.13
Spesifikasi Solar Ramah Lingkungan dan Solar Indonesia
WWFC= World Wide Fuel Charter, CARB = California Air Source Board,
EU = European Union, TBD = To be decided during 1999 i 1% per mol of total aromatics.
Cat. = Kategori
Tabel 4.14
Solar Indonesia
4.4 KESIMPULAN
Komponen utama solar terdiri atas solar penghidrorengkahan dan solar
penghidromurnian dari komponen solar bermutu rendah (solar rengkahan termal
dan katalitik).
Proses penghidrorengkahan distilat berat dengan bantuan katalis bifungsional
dapat menghasilkan produk utama solar dan kerosin bermutu tinggi. Unjuk kerja
proses penghidrorengkahan ini terus ditingkatkan baik teknologinya maupun
perkembangan katalisnya antara lain penyempurnaan inti aktif asamnya dengan
memakai zeolit.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bailery, C.L., (1973), “Diesel Engine Fuels, Modern Petroleum Technology”,
Applied Science Publ. Ltd., hlm. 614-625.
2. Nasution, A. S., dan Jasjfi, E., (1997), “Gas Oil Production and Impact of More
Stringent Specification on the. Catalyst Performance in ASEAN Refineries”, 5th
ASCOPE Refining Workshop, Yogyakarta, Indonesia.
3. News, (1993), “New Diesel Rule Time Test for California Refineries Regula-
tions”, Oil and Gas Journal, 30 Agustus, hlm. 21-26.
4. Special Report (1996), Fuel Quality Standarts for Year 2000, Proposed by the
European Commission, Fuels and Lubes International. Dec, vol 2, no. 12, p
10-11.
5. Henried G. and D. Duce., (2000), Kerosene and Gasoil Manufacture, Modern
Petroleum Technology, vol 2, Downstream Pubs, Institute of Petroleum New
York, p 113 – 126.
6. Nasution, A.S., dan Abdul Gafar, (1993), “Survey on Catalyst Use in ASEAN
Refineries”, 2nd ASCOPE Refining Workshop, Bandar Seri Begawan, Brunei
Darussalam.
7. News, (1994), California Refiners Face Hundle in Federal State RFG Rules,
Oil and Gas Journal, Oil 10, 23-28.
8. Ragdale, R., (1994), U.S. Refiner Choosing Variety of Routes to Produce Clean
Fuels, Oil and Gas Journal, March 21, p 51-58.
9. Dosher, John R., Carner, Jack T., (1994), “Sulfur Increases Seen Mostly in
Heavy Fractions of Lower Quality Crudes”, Oil and Gas journal, 23 Mei hlm.
43-49.
10. Le Page, J.F., (1987), “Applied Heterogenous Catalysis:, Editions Technip, Paris.
11. Rajagopalan, K., and Habit, E.T.Jr (1992) Select Catalyst Support Properties
Needed for Gas Oil or Resid Cracking, Hydrocarbon Processing; Sept; p 43-
46.
12. Koyama Hiroki, Nagai Eiichi, Torri Hidenohu dan Kumagai, (1995), “Sample
Changes Reduce Catalyst Deactivation, Pressure Drop Build UP”, Oil and gas
Journal, 20 November, p. 68-71.
Gambar 5.1
Skema alat Micro Activity Test
Gambar 5.2
Alat Catatest Unit
Gambar 5.3
Alat Autoclave
Konversi umpan menurun dari 45,0% menjadi 30,6% berat, dan produk bensin
naik dari 20,6% menjadi 33,1% berat dari konversi umpan. Aktivitas optimal dari
katalis deaktivasi (katalis ekuilibrium) adalah konversi umpan 36,5% berat dengan
produk bensin 32,5% berat atau selektivitas katalis 89,04% berat. Katalis baru
memberikan konversi umpan 45,0% dan produk bensin 20,6% berat dengan
selektivitas hanya 45,78% berat.
Melalui pengoptimalan aktivitas katalis perengkah dengan deaktivasi uap,
selektivitas pembentukan produk utama bensin dapat dinaikkan dari 45,78% berat
menjadi 89,04% berat dari konversi umpan. Dalam rangka mendapatkan perolehan
optimum produk utama bensin dari proses perengkahan katalitik dipakai katalis
perengkah ekuilibrium (equilibrium catalyst) beraktivitas optimal di dalam reaktor
(riser) dari proses perengkahan katalitik.
Hidrokarbon Murni
Dehidroisomerisasi metilsiklopentana menjadi benzena dengan produk samping
heksana dengan memakai dua jenis katalisator reformasi mono dan bi-metalik
disajikan pada Tabel 5.2.[8] Selektivitas relatif dari produk benzena diamati 1,0 dan
1,9 untuk masing-masing katalis mono-metalik dan bi-metalik yang menunjukkan
aktivitas inti aktif logam bi-metalik lebih optimum daripada inti aktif logam mono-
metalik dalam reaksi dehidroisomerisasi metil siklopentana menjadi benzena.
Sehubungan dengan aktivitas inti logam dari mono-metalik yang relatif lebih tinggi
Table 5.2
Komposisi Hidrokarbon Produk Heksana dari Reaksi
Hidrodesiklinasi Metilsiklopentana
Tabel 5.3
Produk Reformat
Gambar 5.4
Pengaruh Temperatur Operasi pada Komposisi Hidrokarbon Reformat
Tabel 5.7
Pengaruh Inti Aktif Asam Katalis pada Produk dari
Proses Penghidrorengkahan n-Heptana
Tabel 5.8
Pengaruh Inti Asam Katalis pada Produk dari Proses
Penghidrorengkahan Distilat vakum
100 Proses Pembuatan Bahan Bakar Bensin dan Solar Ramah Lingkungan
Tabel 5.9
Pengaruh Racun N-Butil Amina pada Produk Isomer dari Proses
Penghidrorengkahan N-Heptana (% mol)
Proses Pembuatan Bahan Bakar Bensin dan Solar Ramah Lingkungan 101
5.2.2.2 Katalis Penghidromurnian
Hidrogenasi benzena menjadi sikloheksana dengan memakai tiga jenis katalis
(Ni-W/Al2O3; Ni-Mo/Al2O3 dan Co-Mo/Al2O3) pada kondisi operasi temperatur 320
s.d. 370oC, tekanan 30 kg/cm2 dan H2/HC = 8 mol/mol telah diteliti dengan alat
catatest unit.
Konversi relatif aromatik dan energi aktivasi reaksi hidrogenasi benzena dengan
katalis Ni-W/Al2O3, Ni-Mo/Al2O3, Co-Mo/Al2O3 adalah masing-masing 2,8, 2,4, 1,4
dan 17,3, 20,9, 23,2 kkal/mol).[22]
Berdasarkan hasil pengamatan reaksi hidrogenasi benzena tersebut, aktivitas
inti aktif logam katalis penghidromurnian menurun sebagai berikut: Ni-W/Al2O3 >
Ni-Mo/Al2O3 > Co-Mo/Al2O3.
5.3 KESIMPULAN
Selektivitas optimal produk bensin rengkahan katalitik diperoleh dengan
memakai katalis perengkahan alumina silikat (Al2O3-SiO2) beraktivitas optimal (equi-
librium catalyst) diperoleh dengan deaktivasi uap dari katalis baru.
Katalis reforming mono-metalik (Pt/Al2O3-Cl) mempunyai aktivitas inti aktif logam
platina yang relatif tinggi daripada aktivitas inti logam platina dari katalis reforming
bi-metalik (Pt-Re/Al2O3-Cl) yang berpotensi tinggi menimbulkan reaksi hidrogenolis
yang dapat menurunkan perolehan dan mutu produk reformat. Reaksi
dehidrosiklinasi parafin naik dengan bertambahnya kadar atom karbon di dalam
molekulnya. Deaktivasi inti aktif asam katalis reformasi oleh racun n-butil amina
telah menurunkan reaksi isomerisasi, dehidrosiklisasi dan hidrorengkah dari proses
reformasi katalitik n-parafin.
Mutu produk kerosin (titik asap) dan solar (indeks diesel) dari proses
penghidrorengkahan tiga jenis umpan: distilat vakum Kuwait, distilat vakum Minas
dan wax naik dengan naiknya kadar parafin dari umpan tersebut. Reaksi isomerisasi
parafin naik dengan naiknya aktivitas inti aktif logam dari katalis bifungsional. Produk
hidrorengkah n-heptana naik dengan naiknya aktivitas inti aktif asam katalis.
Penurunan aktivitas inti asam oleh racun n-butil amina telah menurunkan produk
isomer parafin pada proses penghidrorengkahan n-heptana.
Reaksi hidrogenasi aromatik naik dengan bertambahnya jumlah cincin dari
molekul aromatik, sedangkan reaksi hidrodesulfurisasi menurun dengan naiknya
kadar kotoran aspaltena, dari umpan. Aktivitas inti logam katalis penghidromurnian
diamati menurun dari Ni-W > Ni.Mo > Co-Mo.
DAFTAR PUSTAKA
1. PPPTMGB “LEMIGAS”, (2005), Peranan Proses Katalitik Dalam Pembuatan
Bahan Bakar Minyak Ramah Lingkungan, Majalah Lembaran Publikasi
Lemigas, Vol 39, No. 3.
2. PPPTMGB “LEMIGAS”, (2003), Zeolit Cracking Catalyst, Lemigas Scientific
Contributions to Petroleum Science & Technology, No. 1.
102 Proses Pembuatan Bahan Bakar Bensin dan Solar Ramah Lingkungan
3. PPPTMGB “LEMIGAS”, (1989-2000), Current User and Future Challenges For
Zeolite in the Indonesian Oil and Gas Processing Industries, Lemigas Scien-
tific Contributions to Petroleum Science & Technology, No. 2.
4. PPPTMGB “LEMIGAS”, (2002), Peranan Proses Perengkahan Katalitik untuk
Pembuatan Bensin Ramah Lingkungan, Majalah Lembaran Publikasi Lemigas,
Vol. 36, No. 3.
5. PPPTMGB “LEMIGAS”, (2002), Pengoptimalan Aktivitas Katalis Perengkah
Dengan Deaktivasi Uap, Majalah Lembaran Publikasi Lemigas, Vol. 36, No. 1.
6. PPPTMGB “LEMIGAS”, (1994), Pemanfatan Zeolit Alam Sebagai Katalis
Perengkah, PPTM, Bandung.
7. PPPTMGB “LEMIGAS”, (2005), Role of Catalytic Reforming Process For Gaso-
line Production in ASEAN Refineries, Lemigas Scientific Contribution to Petro-
leum Science & Technology, Vol. 28, No. 3.
8. PPPTMGB “LEMIGAS”, (2004), Influence of N.Butyl Amina on the Conversion
of Methyl-Cyclopentane and N-Hexane to Benzene Using Mono-and Bi-Metal-
lic Reforming Catalysts, Lemigas Scientific Contributions, to Petroleum Sci-
ence & Technology, Vol. 27, No. 3 Dec.
9. PPPTMGB “LEMIGAS”, (2003), Reformasi Katalitik Parafin Rendah Menjadi
Aromatik dengan Katalis Bifungsional, Majalah Lembaran Publikasi Lemigas,
Vol. 37, No. 1.
10. PPPTMGB “LEMIGAS”, (2004), Influence of Hydrocarbon Compositions of
Naphthha Feed on the Yield and Octane Number of Reformate, Lemigas Sci-
entific Contributions, to Petroleum Science & Technology, Vol. 27, No. 1.
11. PPPTMGB “LEMIGAS”, (1983), Influence of Poison Compounds on the Activ-
ity of Mono and Bi-Metallic Reformer Catalysts, Scientific Contribution No. 1.
12. PPPTMGB “LEMIGAS”, (1998), Reformasi Katalitik Metilsiklopentana Menjadi
Benzena dan Heksana dengan Memakai Katalis Reforming Mono dan Bi-
Metalik, Seminar Nasional HKI – FMIPA – UI, Depok 7-9 Pebruari.
13. PPPTMGB “LEMIGAS”, (2005), Pengembangan Proses Pengilangan untuk
Pembuatan Solar Ramah Lingkungan, Majalah Lembaran Publikasi Lemigas,
Vol. 39, No. 1/September.
14. PPPTMGB “LEMIGAS”, (1998/99), Gas Oil Components and the Effects of
the Changing Gas Oil Quality Requirements, Lemigas Scientific Contribu-
tions, to Petroleum Science & Technology, No. 1.
15. PPPTMGB “LEMIGAS”, (2000), Hydrocracking of Heavy Destilllate into Clean
Diesel Oil Using Ni-Mo/Al2N3-SiO2 Catalyst, Lemigas Scientific Contributions,
to Petroleum Science & Technology, No. 1.
16. PPPTMGB “LEMIGAS”, (1987), Influence of the Hydrocarbon Composition of
the Hydrocracking Feedstocks on the Hydrocracked Products of Lubricant
Base Stock and Middle Destillate, Lemigas Scientific Contributions, to Petro-
leum Science & Technology, No. 3.
Proses Pembuatan Bahan Bakar Bensin dan Solar Ramah Lingkungan 103
17. PPPTMGB “LEMIGAS”, (1998), Research on the Hydrocracking Catalysts,
Lemigas Scientific Contributions, to Petroleum Science & Technology, No. 2.
18. PPPTMGB “LEMIGAS”, (1994), Influence of the Catalysts Acidity on the
Hydroconversion of Minas Vacuum Distillate into Middle Distillate, 8th Interna-
tional Congress on Catalysis, Berlin, May 8-11.
19. PPPTMGB “LEMIGAS”, (1998-99), Proses Penghidromurnian Untuk
Pembuatan Solar Ramah Lingkungan, Majalah Lembaran Publikasi Lemigas,
Vol. 32, No. 2.
20. PPPTMGB “LEMIGAS”, (1984), Penghidropemurnian Kerosin dan Solar dengan
Bantuan Katalis Ni-Mo/ Al2O3 Diskusi Ilmiah V, PPPTMGB “LEMIGAS”, Jakarta,
24 – 25 April.
21. PPPTMGB “LEMIGAS”, (1981), Pengaruh Asfaltena pada Proses
Hidrodesulfurisasi, Diskusi Ilmiah III, PPPTMGB “LEMIGAS”, Jakarta, 21 – 23
April.
22. PPPTMGB “LEMIGAS”, (1984), Pengaruh Sifat Umpan dan Sifat Katalis pada
Mutu Produk Proses-Proses Hidrokonversi, Diskusi Ilmiah V, PPPTMGB
“LEMIGAS”, Jakarta, 24 – 25 April.
104 Proses Pembuatan Bahan Bakar Bensin dan Solar Ramah Lingkungan
BAB 6
PENUTUP
Minyak bumi terdiri atas campuran senyawa yang sangat kompleks, baik
hidrokarbon maupun non-hidrokarbon. Pengolahan minyak bumi tersebut menjadi
produk minyak bernilai tinggi sangat dipengaruhi oleh berbagai jenis karakteristik
minyak bumi antara lain: kadar fraksi ringan, jenis molekul hidrokarbon, kadar
molekul non-hidrokarbon. Minyak bumi Indonesia cukup bervariasi sifatnya tetapi
umumnya ciri minyak bumi Indonesia adalah parafinik berkadar sulfur rendah.
Peningkatan program “langit biru” dalam rangka penurunan emisi gas buang
dari kendaraan bermotor, menuntut pula peningkatan persyaratan bahan bakar
bensin dan solar, sehingga pembuatan komponen utama bahan bakar tersebut
harus memakai proses-proses katalitik berteknologi tinggi.
Komponen utama bensin (high octane mogas component, HOMC) dihasilkan
dari proses katalitik berikut: proses perengkahan katalitik (cat. cracked gasoline),
proses reformasi katalitik (reformat), proses isomerisasi (isomerat), proses alkilasi
(alkylate) dan proses kondensasi (polygasoline).
Komponen utama solar diperoleh dari proses penghidrorengkahan (hydroc-
racked gasoil) dan proses penghidromurnian (hydrotreated gasoil). Dalam rangka
penurunan kadar aromatik tinggi dan sulfur dari solar hasil proses perengkahan
termal, diperlukan proses penghidromurnian dua tahap.
Selektivitas optimal produk bensin rengkahan katalitik diperoleh dengan
memakai katalis perengkahan alumina-silikat (Al2O3SiO2) beraktivitas optimal (equi-
librium catalyst). Katalis reforming mono-metalik Pt/Al2O3-Cl beraktivitas inti aktif
logam platina yang relatif tinggi daripada aktivitas inti logam platina dari katalis
reforming bimetalik (Pt-Re/Al2O3-Cl) yang dapat menimbulkan reaksi hidrogenolisis,
sehingga produk reformat yang dihasilkannya baik perolehannya maupun mutunya
rendah.
Mutu produk kerosin (titik asap) dan solar (indeks disel) dari proses
hidrorengkah umpan naik dengan naiknya kadar parafin dari umpan tersebut.
Reaksi isomerisasi parafin naik dengan naiknya aktivitas inti aktif logam dari katalis
hidrorengkah sedang produk hidrorengkah naik dengan naiknya aktivitas inti aktif
asam katalis hidrorengkah. Penurunan aktivitas inti asam katalis oleh racun n-butil
amina telah menurunkan produk isomer parafin pada proses hidrorengkah n-
heptana. Reaksi hidrogenasi aromatik naik dengan bertambahnya jumlah cincin
dari molekul aromatik tersebut dan reaksi hidrodesulfurisasi menurun dengan
naiknya kadar kotoran aspaltena dari umpan. Aktivitas inti logam katalis
hidropemurnian diamati menurun dari Ni-W > Ni.Mo > Co-Mo.
Kilang Pertamina mengolah minyak bumi dengan kapasitas terpasang sekitar
1063 MBCD pada tujuh unit pengolahan untuk pembuatan bahan bakar, bahan
dasar pelumas, pelarut dan bahan baku proses industri petrokimia. Bensin komersil
yang diproduksi terdiri atas tiga jenis yaitu Premium RON-88, Pertamax RON-91
Proses Pembuatan Bahan Bakar Bensin dan Solar Ramah Lingkungan 105
dan dan Pertamax Plus RON-95 dan dua jenis minyak, solar komersial yaitu minyak
solar -48 dan minyak solar -51.
Peningkatan program langit biru telah menuntut pula pengetatan spesifikasi
internasional bensin dan solar yaitu pembatasan kadar hidrokarbon tak jenuh
(aromatik dan oleffin) dan sulfur. Kilang Pertamina perlu ditingkatkan konfigurasinya
dengan penambahan jumlah dan kapasitas proses-proses katalitik pembuatan
komponen-komponen utama dari bensin dan solar agar dapat ditingkatkan jumlah
dan mutu bensin solar yang memenuhi persyaratan bahan bakar ramah lingkungan.
106 Proses Pembuatan Bahan Bakar Bensin dan Solar Ramah Lingkungan
BIODATA
Proses Pembuatan Bahan Bakar Bensin dan Solar Ramah Lingkungan 107