Stasiun Pengumpul X
Oleh:
102316010
i
BAB VI ............................................................................................................................................ 22
6.1 Kesimpulan ..................................................................................................................... 22
6.2 Saran................................................................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 23
LAMPIRAN A ................................................................................................................................ 25
LAMPIRAN B ................................................................................................................................ 32
LAMPIRAN C ................................................................................................................................ 34
i
DAFTAR GAMBAR
i
DAFTAR TABEL
Tabel 10. Hasil Perhitungan komposisi air pada Dry gas ................................................................ 19
Tabel 11. Hasil perhitungan Komposisi fasa cair (L) keluaran Separator ....................................... 21
Tabel 12. Hasil perhitungan Komposisi fasa gas (V) keluaran Separator ....................................... 21
i
LEMBAR PERSETUJUAN LAPORAN KERJA PRAKTIK
Judul Kerja Praktik : Optimasi Kinerja Dehydration Unit – TEG (triethylene glycol)
pada Stasiun Pengumpul X
Nama Mahasiswa : Fikry Iqbal Fadhillah Romadhan
Nomor Induk Mahasiswa : 102316010
Program Studi : Teknik Kimia
Fakultas : Fakultas Teknologi Industri
Tanggal Seminar :
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas karunia dan rahmat-Nya, sehingga
penyusun dapat melaksanakan kerja praktik di PT. Pertamina EP Asset 3 Cirebon dan dapat
menyusun laporan Kerja Praktik berjudul ‗Optimasi Kinerja Dehydration Unit – TEG (triethylene
glycol) pada Stasiun Pengumpul X‘. Laporan ini disusun untuk memenuhi beban sks sebagai salah
satu syarat kelulusan dari Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Universitas
Pertamina.
Penulisan laporan kerja praktik ini dapat diselesaikan tidak lepas dari dukungan, bimbingan
dan bantuan dari banyak pihak yang sangat berarti bagi penulis baik secara langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada :
1. Allah SWT karena hanya ridho dan rahmat-Nya lah, penulis dapat melaksanakan dan
menyelesaikan Kerja Praktik ini.
2. Bapak Erie Widyanto, S.T, M.Sc, selaku pembimbing kerja praktik di PT Pertamina EP
Asset 3 Cirebon.
3. Bapak Eduardus Budi Nursanto, Ph.D selaku Ketua Program Studi Teknik Kimia
Universitas Pertamina.
4. Ibu Ayu Dahliyanti, S.T, M.Eng selaku Pembimbing Kerja Praktik Program Studi Teknik
Kimia Universitas Pertamina.
5. Ibu Ika Dyah Widharyanti, S.T, MS selaku Koordinator Kerja Praktik Program Studi
Teknik Kimia Universitas Pertamina.
6. Seluruh Dosen Program Studi Teknik Kimia Universitas Pertamina yang telah memberikan
bekal ilmu kepada Penulis.
7. Umi, Abi dan Adek serta keluarga yang telah memberikan semangat, doa dan bantuan
kepada penulis
8. Nadina El Karima yang selalu memberikan dukungan moril, doa, dan semangat kepada
penulis.
9. Ibu Archita Ayu Febriana selaku HRD internship/student relation di PT. Pertamina EP
Asset 3 Cirebon.
10. Serta semua teman-teman angkatan 2016 Program Studi Teknik Kimia Universitas
Pertamina.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi perbaikan laporan ini. Akhir kata, penyusun berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat
bagi semua.
Penulis
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki cadangan minyak dan gas alam terbesar
di dunia. Sumber daya tersebut tentu saja perlu untuk diolah untuk memenuhi kebutuhan energi
maupun ekonomi suatu negara, salah satu perusahaan yang mengolah sumber daya tersebut adalah
PT. Pertamina. Dari beberapa sumber daya alam yang tersedia, yang sedang ramai diperbincangkan
saat ini adalah gas alam.
Sebelum memasuki tahap produksi, gas alam yang didapat dari reservoir perlu memasuki
proses pretreatment terlebih dahulu. Tujuan dari proses ini adalah untuk menghilangkan pengotor
yang terkandung di dalam gas yang dapat mengganggu proses produksi, salah satu contohnya
adalah air (H2O). Adanya kandungan air di gas alam cukup beresiko karena dapat menyebabkan
korosi pada alat. Oleh karena itulah kandungan air harus diminimalisir dengan proses dehidrasi.
Pada Stasiun Pengumpul (SP) X, proses dehidrasi dilakukan dengan menggunakan adsorben
berupa triethylene glycol (TEG). Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi penyerapan air
pada proses dehidrasi, antara lain tekanan contactor, tekanan reboiler pada stripper, kemurnian
TEG, suhu pada wet gas dan masih banyak lagi. Dengan parameter tersebut, dilakukan simulasi
menggunakan perangkat lunak ASPEN HYSYS versi 10 untuk membuktikan pengaruh dari tiap
parameter sehingga mendapatkan kondisi yang optimal.
1.2 Tujuan
1. Memenuhi syarat dalam menyelesaikan studi di Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi
Industri, Universitas Pertamina.
2. Menerapkan, mengaplikasiakan serta membandingkan ilmu-ilmu yang sudah di pelajari
dalam perkulihan dengan pengaplikasian nya di dunia industri.
3. Mendapatkan pengalaman di lingkungan kerja serta untuk melatih dalam menangani
masalah yang terdapat di dunia industri secara langsung.
4. Membuat simulasi proses unit dehidrasi pada SP X agar laju alir air pada aliran dry gas
mencapai ≤10 lb/MMSCF
1
BAB II
PROFIL PERUSAHAAN
PT Pertamina merupakan perusahaan yang bergerak pada bidang energy berupa minyak,
gas, dan energy terbarukan. Pertamina menjalankan bisnis dengan prinsip tata kelola korporasi.
Berawal dengan tahun 1945 berdirinya perusahaan tambang minyak negara republik Indonesia atau
PTMNRI yang berada di tarakan. Selanjutnaya mulai tahun 1957 terjadi perubahan dan peleburan
dalam perusahaan pengelolaan minyak di Indonesia. PTMNRI yang telah berubah menjadi
Tambang minyak Sumatera Utara atau TMSU berubah menjadi PT Perusahaan Minyak Nasional
atau PT.Permina. Sedangkan NVNIAM perusahaan minyak bumi yang dikelola oleh pemerintahan
Belanda berubah menjadi PT. Pertambangan Minyak Indonesia atau PT. Permindo sesuai dengan
PERPU No 46 Tahun 1960.
Setahun setelahnya PT. Permindo berubah menjadi PN. Pertamin yang mendistribusikan
minyak di Indonesia. Pada tahun yang sama PT Permina berubah menjadi PN Permina. Tahun 1968
PN. Permina dan PN. Pertamin melebur menjadi Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
Nasional atau PN. Pertamina dan tahun 1971 menjadi PT. Pertamina. Adanya UU Np. 8 tahun 1971
yang diterbitkan oleh pemerintah yang isinya mengatur peran sebagai satu-satunya perusahaan
milik negara yang ditugaskan melaksanakan usaha migas mulai dari mengelola dan mengahsilkan
minyak menjadi berbagai produk dan melayani kebutuhan bahan bakar minyak dan gas di seluruh
wilayah Indonesia.
Pertamina EP saat ini memproduksi sekitar 100.000 barrel oil per day (BPOD) dan sekitar
1.016 million standar cubic feer per day (MMSCFD). Wilayah Kerja seluas 113,613.90 kilometer
persegi yang merupakan limpahan dari PT Pertamina (Persero). Seluruh wilayah kerja dioperasikan
sendiri maupun kerja sama dalam bentuk kemitraan yang terdiri, 4 proyek pengembangan migas, 7
2
area unitisasi dan 39 area kontrak kerjasama kemitraan, 24 kontrak TAC dan 15 kontrak Kerja
Sama Operasi (KSO).
Wilayah Kerja Pertamina EP sendiri terbagi dalam lima asset, kelima asset terbagi kedalam 20
Field:
Asset 1: Rantau Field, Pangkalan Susu Field, Lirik Field, Jambi Field
dan Ramba Field
Asset 2: Prabumulih Field, Pendopo Field, Limau Field dan Adera Field
Asset 3: Subang Field, Jatibaring Field dan Tambun Field
Asset 4: Cepu Field dan Poleng Field
Asset 5: Sangatta Field, Bunyu Field, Tanjung Field, Sangasangan Field,
Tarakan Field, dan Papua Field
Pertamina EP Asset 3 merupakan DOH JBB atau Daerah Operasi Hulu Jawa Bagian Barat
yang sebelumnya dimiliki PT Pertamina berubah menjadi Pertamina EP Region Jawa dan menjadi
Pertamina EP Asset 3 sejak 17 September 2005. Berkantor pusat di Cirebon yang dibawahi oleh
Direktorat Hulu, Hingga saat ini Pertamina EP Asset 3 memproduksi minyak 80.000 BOPD dan
memproduksi gas 300 MMSCFD.
Fasilitas Produksi Pertamina EP Asset 3 terletak Onshore dan Ofshore. Fasilitas Onshore
merupakan wilayah kerja yang banyak diolah oleh Pertamina EP Asset 3 sedangkan untuk fasilitas
offshore berada pada X-Ray Field Jatibarang dan L-Parigi Field Subang. Stasiun pengumpul gas
Pertamina EP Asset 3 berada di Stasiun Pengumpul Subang yang memiliki fasilitas produksi 200
MMSCFD. Sedangkan untuk fasilitas produksi untuk pemisah minyak terdapat pada stasiun
pengumpul yang berada di Field Tambun, Field Subang dan Field Jatibarang.
Fasilitas produksi pengelolahan limbah air ada beberapa tempat yaitu Field Tambun berada
Stasiun Pengumpul Tambun dan Stasiun Pengumpul Rengasdengklok yang diinjeksi ke sumur
Tambun. Untuk Field Subang pengolahan air produksi di SP Cilamaya Utara sedangkan untuk
Field Jatibarang pengolahan air produksi di SPUB Mundu dan SP Tugubarat I yang diinjeksi ke
sumur Jatibarang dan Tugubarat.
- Visi:
Menjadi perusahaan eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi kelas dunia.
- Misi:
Melaksanakan pengusahaan sektor hulu minyak dan gas dengan penekanan pada aspek komersial
dan operasi yang baik serta tumbuh dan berkembang bersama lingkungan hidup.
3
2.1.2 Nilai Perusahaan
Clean (Bersih)
Dikelola secara profesional, menghindari benturan kepentingan, tidak menoleransi suap,
menjunjung tinggi kepercayaan dan integritas. Berpedoman pada asas-asas tata kelola korporasi
yang baik.
Competitive (Kompetitif)
Mampu berkompetisi dalam skala regional maupun internasional, mendorong pertumbuhan
melalui investasi, membangun budaya sadar biaya dan menghargai kinerja.
Confident (Percaya Diri)
Berperan dalam pembangunan ekonomi nasional, menjadi pelopor dalam reformasi BUMN, dan
mennnnnnmbangun kebanggaan bangsa.
Customer Focused (Fokus pada Pelanggan)
Berorientasi pada kepentingan pelanggan dan berkomitmen untuk memberikan pelayanan
terbaik kepada pelanggan.
Commercial (Komersial)
Menciptakan nilai tambah dengan orientasi komersial,mengambil keputusan berdasarkan
prinsip-prinsip bisnis yang sehat.
Capable (Berkemampuan)
Dikelola oleh pemimpin dan pekerja yang profesional dan memiliki talenta dan penguasaan
teknis tinggi, berkomitmen dalam membangun kemampuan riset dan pengembangan.
2.1.3 Wilayah Kerja Pertamina EP Asset 3
Pertamina EP Asset 3 memiliki wilayah kerja yang terdiri dari tiga field atau Area Operasi
sebagai berikut:
4
2.1.4 Struktur Organisasi
5
BAB III
KEGIATAN KERJA PRAKTIK
Surface Facility adalah bagian pada PT. Pertamina EP Asset 3 yang memilikit tugas untuk
menganalisis, membuat, dan memastikan proses yang berada di permukaan berjalan dengan baik.
Proses yang berlangsung pada Surface Facility meliputi seluruh proses transportasi dan pengolahan
minyak dan gas dari sumur hingga ke Stasiun Pengumpul Utama untuk diproses lebih lanjut,
maupun langsung ke customer. Peta transportasi sekaligus pengolahan dibagi menjadi 2 yaitu peta
transportasi minyak dan gas yang dapat dilihat pada gambar dibawah.
TAMBUN FIELD WIP CCH
By Road Tank
SP RDG SP BDA SP A1/2/3 X-RAY
SP PDT PDM SP CCH
Injection
Well
WTP
Injection
SPUA
Well
WIP RDG
WTIP TBN
SP TBN
SP B1/2/3/4 WTIP SPUB
Injection
Well
SP RDL SP SKD
KHT-06 SPU KHT SPUC SP CMS
LPG
By Road Tank
Injection
Well SP BJR
COR SP CMB
WTP RDL SP GTR
LPG
By Road Tank
SP KRB
SP SIN
WIP PGD Injection
Well
SUBANG FIELD
SP TJS LPG
JATIBARANG
FIELD
COR
SP TGB II SP TGB I SP WLU EPF ASB
WIP PSJ
Net Oil TBN = Tambun SBG = Subang PSJ = Pasirjadi SKD = Sukamandi JAS = Jatiasri CLM = Cilamaya KRB = Karangbaru BDA = Bangadua
Gross Liquid RDL = Rengasdengklok SDS = Sindangsari PGD = Pegaden CLU = Cilamaya Utara CCH = Cicauh CMS = Cemara Selatan GTR = Gantar KHT = Kandanghaur Timur
Produce Water
MB = Mike Bravo TJS = Tanjungsari BJR = Bojongraong BBS = Bambu Besar TGD = Tegal Gede TGB = Tugu Barat RDG = Randegan RDG = Randegan
PT. Pertamina EP asset 3 sendiri memiliki 3 field yaitu Tambun field, Jatibarang field, dan
Subang field. Crude oil yang terproduksi dari sumur pada masing-masing field tersebut kemudian
dialirkan menuju manifold lalu dialirkan ke stasiun pengumpul (SP) dimana terdapat beberapa
proses diantaranya pemisahan crude oil dengan gas dan air menggunakan separator. Gas yang
telah terpisah kemudian dilanjutkan ke proses pembersihan gas dari impurities yaitu dengan
menggunakan proses CO2 removal untuk menghilangkan kandungan CO2 pada gas, lalu dehidrasi
untuk mengurangi kadar air pada gas. Liquid gross hasil pemisahan dari separator akan dialirkan
ke tangki penampung untuk pengukuran hasil produksi. Setelah terukur, kemudian akan dikirimkan
ke Stasiun pengumpul utama (SPU) menggunakan pipa penyalur atau road tank dengan jarak
tertentu. Hasil produk yang berupa light crude oil akan dikirimkan ke Main Gathering Station
(MGS) Balongan untuk dilifting sementara air terproduksi akan dipisahkan pada SPU untuk
kemudian dilakukan treatment lebih lanjut dan diinjeksikan kembali ke sumur-sumur pada field
yang bersangkutan untuk menambah produksi minyak.
6
L-PARIGI ARJUNA
32" / 41 KM
SP PDM
SP RDL
SP TBN Flaring
SP PDT
SP CLU ASB
14 KM / 6"
9 KM / 10"
SP GTR SP WLU TERMINAL
BOOSTER CLM/ BALONGAN
PERTAGAS
CMS CMB 12.7 KM / 6"
X KM / X"
V-5
SKG KHT
SP CCH 59 KM / 14"
SP SIN
59 KM / 18"
7 KM / 8"
16 KM / 10"
9 KM / 10"
BOOSTER BTG/
PERTAGAS SP PGD
CILEGON 11.6 KM /
8" SP KRB
45 KM / 24"
V-4
BOOSTER
74 KM / 24" 45 KM / 18" MUNDU
51 KM / 24" 45 KM / 32" SP TJS SP BJR
25 KM / 24"
BOOSTER TGD/ 7.5 KM / 6" SP TGBI PT SDK
PERTAGAS 25 KM / 6"
15 KM / 4"
LPG MND
SP SDS
20.5 KM / 24" RABANA
SP PSJ SP BDA
Gas yang telah diproses pada tiap stasiun pengumpul (SP) akan dialirkan menuju booster
terdekat untuk dialirkan menuju ke konsumen.
Mahasiswa diberikan kesempatan untuk belajar dan diawasi serta di berikan materi oleh
engineer pada bagian Surface Facility. Materi yang diberikan yaitu tentang pengenalan industri,
HSSE, proses, dan alat yang digunakan untuk produksi. Mahasiswa diberikan kesempatan untuk
mengunjungi lapangan untuk melihat secara langsung keadaan dan proses yang terjadi untuk
memahami lebih lanjut ilmu yang telah diberikan di perkuliahan.
Selama melaksanakan kerja praktik pada bagian Surface Facility, mahasiswa diberikan tugas
khusus sebagai salah satu syarat kelulusan kerja praktik yaitu Optimasi kinerja unit dehidrasi
dengan menggunakan perangkat lunak ASPEN HYSYS versi 10 pada Stasiun Pengumpul X
dengan data aktual yang diberikan pada tanggal 13 Agustus 2019 dan yang diambil secara langsung
pada tanggal 9 Agustus 2019. Hasil yang harus dicapai adalah mengubah kondisi operasi pada alat
contactor, separator atau stripper agar laju alir air pada aliran dry gas mencapai ≤10 lb/MMSCF.
7
Gambar 5. PFD Unit Dehidrasi
Pada unit ini terdapat beberapa alat antara lain separator, contactor, heat exchanger, dan dan
regenerator. Untuk adsorbennya sendiri, unit ini menggunakan tetraethylene glycol atau yang biasa
disingkat TEG. Input pada unit ini ada 3 yaitu gas dari sumur A dan minyak serta gas dari sumur B
dan C. Gas dari sumur A masuk ke HP Separator (saat ini belum terpasang), overhead-nya akan
diproses lebih lanjut ke DHU, sementara produk bawahnya akan dicampur dengan aliran dari B dan
C untuk kemudian masuk ke LP Separator. Produk atas dari LP separator sendiri akan dibakar pada
flare dan produk bawahnya akan masuk ke dalam storage tank yang akan dipompa setiap tiga jam
sekali ke P3X.
Pada SP X, wet gas dari sumur A yang masih mengandung banyak air diinjeksikan kedalam
unit dehidrasi untuk kemudian dikurangi kadar airnya. Unit dehidrasi di SP X sendiri dibuat karena
gas yang dihasilkan dari sumur X masih terlalu basah dan memiliki kandungan air sebesar 265,625
lb/MMSCF yang dapat mengakibatkan penrkaratan pada pipa, pengurangan heating value aliran
dan berpotensi untuk membentuk hidrat pada pipa. Namun saat ini unit tersebut belum beroperasi
dengan karena belum terpasangnya HP Separator sehingga hanya LP Separator saja yang
beroperasi untuk memisahkan minyak dan gas yang bersumber dari sumur B dan C.
Kondisi Aliran
Satuan A B C
o
Suhu F 100 144 144
Tekanan Psig 520 97 97
Molar Flow MMSCFD 15 0,670462 0,167613
8
Tabel 2. Komposisi Feed
Komposisi
Senyawa A B C
Nitrogen 0,023766 0,030461 0,0198
CO2 0,327657 0,019532 0,0393
H2S 0 0 0
Methane 0,530516 0,791892 0,7399
Ethane 0,046041 0,053636 0,0646
Propane 0,034307 0,056773 0,07
i-Butane 0,008452 0,019228 0,0238
n-Butane 0,009745 0,016698 0,021
i-Pentane 0,004077 0,00087 0,01
n-Pentane 0,002784 0,000486 0,0056
n-Hexane 0,00706 0,010424 0,006
TEGlycol 0 0 0
H2O 0,005595 0 0
Produk dari proses pada unit dehidrasi adalah dry gas yang pada kasus ini disalurkan langsung
ke konsumen dengan komposisi air yang sangat rendah, umumnya berkisar antara 7-20 lb/MMSCF.
Simulasi dilakukan menggunakan perangkat lunak HYSYS versi 10 dengan PFD yang dapat dilihat
pada gambar 7 dan spesifikasi alat pada simulasi terdapat pada lampiran. Kondisi hasil dan
komposisi keluaran (output) dari unit dehidrasi yang telah di simulasikan juga dapat dilihat pada
tabel 3 dan 4.
Gambar 6. Simulasi SP X
9
Tabel 3. Kondisi Aliran Output
Kondisi Aliran
Satuan Dry Gas to Costumer
o
Suhu F 93,69351
Tekanan psig 310
Molar Flow MMSCFD 14,91437
10
BAB IV
HASIL KERJA PRAKTIK
Tugas khusus yang diberikan pada penulis adalah mengoptimasi kinerja DHU agar gas yang
keluar dari unit tersebut memiliki kandungan air yang rendah (≤10 lb/MMSCF). Saat ini, jika
diasumsikan DHU sudah beroperasi dan disimulasikan menggunakan perangkat lunak HYSYS
versi 10 dengan dimensi dan kondisi operasi alat sesuai dengan di lapangan, maka produk dari
DHU yaitu dry gas memiliki kandungan air yang sudah cukup rendah yaitu 12,383 lb/MMSCF
yang dihitung dengan persamaan 1. Namun, hasil yang didapat masih kurang dari spesifikasi yang
diberikan oleh pembimbing, yaitu dibawah 10 lb/MMSCF.
( )
(1)
Beberapa variabel yang berpengaruh terhadap berkurangnya kandungan air pada dry gas
antara lain:
1. Suhu stripper
2. Kemurnian make-up TEG
3. Tekanan HP separator
4. Suhu inlet
Pada keadaan standar, kondisi operasi dari masing-masing alat dapat dilihat di Tabel. Hal ini
perlu diketahui karena pada simulasi, hanya 1 variabel yang diubah sementara variabel lainnya
menjadi variabel kontrol.
Tabel 5. Variabel Kontrol
Suhu Stripper 400oF
Kemnurnian Make up TEG 100%
Tekanan HP Separator 520 psig
Suhu inlet proses 100 oF
Sebagai bukti bahwa pernyataan diatas konkrit, maka disimulasikan dan dibuat grafik dan
tabel sebagai berikut:
Suhu stripper berpengaruh cukup signifikan terhadap kandungan air pada dry gas, dapat dilihat
pada tabel 5 dan grafik 1. Terlihat sangat jelas bahwa ketika suhu dinaikkan maka kanungan air di
dry gas akan menurun. Hal ini diakibatkan oleh kecenderungan air yang memiliki titik didih jauh
dibawah TEG, jadi saat di regenerator tepatnya di stripper jika suhu semakin tinggi maka jumlah
air yang menguap akan semakin banyak sementara TEG akan tetap karena tidak terlalu
berpengaruh. Namun variabel ini kurang tepat digunakan mengingat suhu dekomposisi dari TEG
sendiri adalah 404 oF (GPSA, t.t).
11
Tabel 6. Perubahan kandungan air terhadap suhu stripper
13
Kandungan air (MMSCF)
12.5
12
11.5
11
10.5
10
9.5
400 405 410 415 420
Suhu Stripper (F)
Semakin murni TEG yang masuk ke kolom contactor, maka kemungkinan partikel-partikel
TEG kontak dengan molekul air pada wet gas akan semakin tinggi sehingga kandungan air di dry
gas akan semakin sedikit. Dapat dilihat pada tabel 6 dan grafik 2 bahwa naiknya kemurnian TEG
akan menurunkan kandungan air yang terdapat pada dry gas walaupun tidak signifikan. Menurut
penulis, variabel ini dapat digunakan namun harus ditelaah lebih lanjut dari sisi ekonominya karena
harus dikombinasikan dengan variabel lain.
12
Kemurnian makeup TEG vs Kandungan air di dry gas
13
Separator yang digunakan adalah separator 2 fasa, yaitu gas dan liquid. Semakin tinggi tekanan
separator maka kecenderungan air yang memiliki titik didih lebih rendah dibanding komposisi gas
lainnya untuk berubah fasa menjadi liquid semakin besar. Secara teori, tekanan berbanding terbalik
dengan suhu sehingga ketika tekanan dinaikkan maka kemungkinan air berubah fasa menjadi liquid
sehingga lebih mudah dipisahkan semakin tinggi. Dapat dilihat pada tabel 7 dan grafik 2 bahwa
semakin tinggi tekanan operasi separator maka kandungan air pada dry gas akan semakin turun.
Variabel ini patut di pertimbangkan dengan evaluasi lebih lanjut karena kondisi operasi separator
yang bertekanan 520 psig sementara desain tekanan maksimum yang tercantum dalam P&ID
adalah 650 psig.
13
Tekanan separator vs Kandungan air di dry gas
14
Dapat dilihat pada tabel 8 dan grafik 4 bahwa semakin rendah suhu inlet maka semakin sedikit
kandungan air yang terdapat pada dry gas secara signifikan. Hal ini dikarenakan, semakin tinggi
suhu inlet dengan tekanan yang konstan, maka semakin banyak air yang berubah fasa menjadi uap
sehingga saat masuk ke dalam contactor TEG tidak dapat menyerap air dengan baik atau tidak
optimal karena partikel air yang pergerakannya lebih tidak beraturan saat fasanya gas. Menurut
pendapat penulis, variabel ini merupakan yang terbaik melihat seberapa sensitif dan signifikannya
perubahan kandungan air pada dry gas terhadap perubahan suhu. Selain itu, jika ditinjau dari aspek
safety-nya juga tidak terlalu berisiko.
14
Suhu inlet vs kandungan air di dry gas
14
15
BAB V
TINJAUAN TEORITIS
Untuk membuktikan seberapa akurat hasil simulasi dibandingan dengan data yang didapat
secara teoritis, maka dilakukan perhitungan manual untuk:
5.1 Perhitungan kadar air pada dry gas setelah melewati contactor
Contactor (absorber) merupakan tempat terjadinya absorpsi air yang terkandung dalam
gas alam oleh triethylene glycol (TEG). Mekanisme absorpsi dari sistem TEG-H2O adalah
absorpsi fisis karena tidak adanya reaksi yang terjadi pada saat proses absorpsi . Contactor
sendiri memiliki 2 aliran masuk dan 2 aliran seperti yang dapat dilihat pada gambar 5. Untuk
memastikan bahwa simulasi telah berjalan dengan baik, maka data kandungan air yang didapat
dari hasil simulasi dibandingkan dengan hasil perhitungan secara teoritis sehingga dapat
ditarik kesimpulan apakah simulasi berjalan dengan akurat atau tidak.
Untuk menghitung kandungan air pada dry gas yang telah melewati
contactor(absorber) dapat menggunakan metode Kremser. Namun, karena tidak
tersedianya data konstanta hukum Henry untuk air (terlarut) dalam TEG (pelarut), maka
perhitungan kandungan air pada dry gas pada laporan ini menggunakan metode lain.
Gunorobon, et al.pada tahun 2013 telah membuat model matematis untuk kasus yang
sama yaitu unit dehidrasi gas alam menggunakan TEG. Dari hasil modelingnya, ia
menyimpulkan bahwa difusi dapat digunakan untuk membuat model proses absorbsi.
Penggunaan hasil modelling ini dapat digunakan karena memiliki kondisi dan asumsi
yang sama, yaitu :
16
Digunakan penetration theory of mass transfer yang didapat dari buku Unit Operations
Of Chemical Engineering oleh Mc. Cabe et al., 2005:
(2)
Dengan mengasumsikan bahwa tidak terjadi bulk flow yang berarti nilai Vg sangat
kecil, persamaan berubah menjadi :
(3)
Boudary Condition untuk persamaan tersebut adalah:
(4)
Langkah selanjutnya adalah memasukkan Boundary Condition pertama, yaitu YA (Z,0)
= 0, maka secara otomatis persamaan diatas akan menjadi:
(5)
Persamaan diatas diinverskan sehingga menjadi:
(6)
Dimana A dan B adalah konstanta integrasi sementara persamaan untuk menghitung
nilai λ diturunkan dari persamaan 5 sebagai berikut:
(7)
(8)
(9)
√ (10)
17
Dengan mensubtitusikan persamaan sebelumnya dengan persamaan 6, didapatkanlah
persamaan:
(11)
(12)
(13)
(14)
Untuk menghitung difusivitas uap air pada TEG, dapat dihitung menggunakan
persamaan 4:
(15)
Keterangan:
YA = Kandungan air pada dry gas (fraksi mol)
Z = Tinggi packing (m)
t = waktu
DA = Difusivitas uap air (m2/s)
T = Suhu (oC)
µ2 = Viskositas solvent (TEG) (Pa.S)
V1 = Volume molar air (m3/kmol)
M2 = Massa molekul TEG
X2 = Solvent association parameter TEG = 1
Variabel yang disarankan oleh penulis adalah menurunkan suhu sebelum masuk ke
contactor sehingga perhitungan dilakukan berdasarkan variabel yang dipilih. Data yang
diperlukan untuk perhitungan dapat dilihat pada Tabel 9, sementara hasil perhitungan
dapat dilihat pada Tabel 10:
18
Tabel 10. Data yang digunakan untuk perhitungan
Dilihat dari tabel diatas, penulis menyimpulkan bahwa hasil simulasi lebih logis
dari hasil perhitungan manual. Hal ini didasari pada hampir tidak mungkin kandungan
air pada dry gas betul-betul hilang dengan hanya 1 tahap absorpsi. Karena pada proses
absorpsi air berfasa gas yang berarti pergerakan molekul air menjadi tidak beraturan
sehingga kemungkinan bertemunya molekul air dengan molekul TEG agar bisa di
absorp semakin kecil yang membuatnya hampir tidak mungkin terabsorp semua.
High Pressure (HP) Separator atau bisa juga disebut Flash Drum berfungsi sebagai pemisah
antara fasa cair dan gas pada satu aliran. Aliran yang berfasa gas akan keluar melewati aliran atas
separator, sementara yang berfasa cair akan keluar melalui aliran bawah. Perhitungan manual
komposisi keluaran HP Separator bertujuan untuk membuktukan simulasi yang dilakukan sudah
akurat.
19
Gambar 12. Spesifikasi HP Separator
(16)
(17)
Karena V = F – L, maka jika di subtitusikan ke persamaan, akan menjadi :
(18)
(19)
Untuk mencari nilai K, dapat menggunakan DePriester charts, persamaan McWilliams,
dan juga Correlation Method. Agar seragam, Correlation Method digunakan untuk
menghitung K beralasan karena keterbatasan DePriester chart dan persamaan
McWilliams yang hanya dapat digunakan untuk senyawa hidrokarbon. Persamaan
Correlation Method dapat diihat dibawah:
20
(20)
(Sumber: Wilson, G., 1968)
Keterangan:
V = Molar flow rate fasa uap (lbmol/h)
L = Molar flow rate fasa cair (lbmol/h)
F = Molar flow rate feed (lbmol/h)
ω = Accentric factor
Dengan data V, L dan F yang telah diketahui. Maka dapat dihitung komposisi
keluaran fasa cair dan gas untuk tiap komponen. Karena laporan ini hanya berfokus
pada komposisi air, maka data yang ditampilkan hanya komposisi air yang dihitung
secara manual. Untuk perhitungan manual komposisi senyawa lain dan data suhu dan
tekanan kritis dapat dilihat pada lampiran.
Tabel 12. Hasil perhitungan Komposisi fasa cair (L) keluaran Separator
Tabel 13. Hasil perhitungan Komposisi fasa gas (V) keluaran Separator
Dari tabel perbandingan diatas, dapat disimpulkan bahwa simulasi berjalan dengan
baik dibuktikan dengan komposisi yang ditampilkan dari hasil simulasi tidak berbeda
jauh dari nilai yang didapatkan dari perhitungan secara manual. Namun, penulis lebih
cenderung percaya kepada hasil simulasi karena untuk menghitung nilai K, dapat
menggunakan beberapa metode sehingga jika menggunakan metode yang berbeda maka
nilai K juga akan berbeda yang membuat hasil perhitungan manual kurang konkrit.
21
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Mahasiswa mampu menyelesaikan kerja praktik dengan memenuhi kriteria sebagai salah
satu persyaratan kelulusan yang wajib dipenuhi.
2. Mahasiswa mempelajari dan menerapkan secara langsung ilmu-ilmu yang didapatkan pada
masa perkuliahan untuk menyelesaikan tugas khusus yang diberikan oleh pembimbing.
3. Mahasiswa mendapatkan pengalaman di lingkungan kerja dan dapat menyelesaikan tugas
khusus yang diberikan oleh pembimbing yaitu berupa masalah yang terjadi di dunia
industri.
4. Berdasarkan hasil simulasi, cara untuk mendapatkan kandungan air ≤10 lb/MMSCF pada
dry gas, ada 4 variabel yang dapat diubah yaitu :
Suhu stripper, semakin tinggi suhu stripper maka semakin rendah kandungan air
pada dry gas.
Kemurnian makeup TEG, semakin tinggi tingkat kemurnian TEG yang
ditambahkan maka kandungan air pada dry gas semakin rendah.
Tekanan HP separator, semakin tinggi tekanan HP separator maka semakin
rendah kandungan air pada dry gas.
Suhu inlet, semakin rendah suhu inlet maka semakin rendah kandungan air pada
dry gas.
6.2 Saran
Dari 4 variabel yang telah ditemui, penulis menyarankan untuk menggunakan variabel ke-4
yaitu menurunkan suhu inlet. Selain itu, penulis juga tetap mempertimbangkan alasan mengapa
tidak menggunakan variabel lain. Pertimbangannya adalah :
1. Jika menaikkan suhu stripper, maka akan TEG yang perlu ditambahkan sebelum masuk
contactor akan semakin banyak karena jika suhu stripper dinaikkan sebesar 5oF saja sudah
sangat mendekati suhu dekomposisi TEG yang akan terjadi pada suhu 406 oF sementara
kondisi operasi sekarang adalah 400 oF. Selain itu, untuk mencapai komposisi air ≤10
lb/MMSCF pada dry gas variabel ini juga perlu dikombinasikan dengan variabel lain.
2. Kemurnian make-up TEG tidak berpengaruh terlalu signifikan pada pengurangan
kandungan air dari wet gas. Akan tetapi, variabel ini dapat dikombinasikan dengan
variabel lain. Contoh, menurunkan kemurnian make-up TEG namun perlu menurunkan
suhu inlet r menjadi lebih rendah lagi.
3. Menaikkan tekanan HP separator sangat memungkinkan untuk dilakukan mengingat
kondisi operasi (tekanan) yang digunakan masih jauh (520 psig) dibawah tekanan
maksimum yang di desain untuk separator tersebut (650 psig). Akan tetapi, hal ini perlu
dikaji lebih lanjut terutama dari segi ekonomi dan yang paling penting adalah safety.
22
DAFTAR PUSTAKA
PT. Pertamina EP. (n.d.). Retrieved August 15, 2019, from https://pep.pertamina.com/Default
Database: Ethylene glycol (Cas 107211). (n.d.). Retrieved September 10, 2019, from
https://ww3.arb.ca.gov/db/solvents/solvent_pages/glycols-html/ethylene_glycol.html
Gunorubon, J. (2013). Modelling and Simulation of Glycol Dehydration Unit of a Natural Gas
Affandy, A., Juwari, & Chien, I. (2017). Simulation and Optimization of Structured Packing
Pérez Sánchez, A., Pérez Sánchez, E. J., & Segura Silva, R. (2016). DESIGN OF A PACKED-BED
https://www.sciencedirect.com/topics/engineering/glycol-dehydration-process
Stull, D. R. (1947). Vapor Pressure of Pure Substances. Organic and Inorganic Compounds. 39(4),
517–540. https://doi.org/10.1021/ie50448a022
How to determine K-Values? (n.d.). Retrieved September 29, 2019, from Campbell Tip of the
values/
23
RMP Lecture Notes. (n.d.). Retrieved September 29, 2019, from
http://facstaff.cbu.edu/rprice/lectures/kremser.html
Wolfram Demonstrations Project brings ideas to life with over 11k interactive #WolframNotebooks
for education, research, recreation & more. #WolframDemo #WolfLang. (n.d.). Retrieved
http://demonstrations.wolfram.com/TemperatureDependenceOfHenrysLawConstant/
24
LAMPIRAN A
HASIL PERHITUNGAN DAN
SIMULASI HYSYS
25
Perhitungan difusifitas
Massa jenis
Senyawa Massa molar (lb/lbmol) (g/ml)
Nitrogen 14 1.1606
CO2 44.01 0.000196
Methane 16.04 0.72
Ethane 30.07 0.3768
Propane 44.1 0.5005
i-Butane 58.12 0.563
i-Pentane 72.15 0.616
n-Pentane 72.15 0.626
n-Hexane 86.15 0.659
TEGlycol 150.17 1.1255
Water 18.016 1
Perhitungan Komposisi fasa cair dan gas pada HP Separator dengan suhu feed 100oF
Fraksi mol
Komponen (zi) Pc Tc Accentricity Ki xi yi
H2O 0.005595 3194 1165.17 0.344 0.002429 0.98599 0.0024
Nitrogen 0.023766 492.3 227.1 4.00E-02 25.43516 0.00094 0.02384
CO2 0.327657 1069 547.38 0.2389 2.31455 0.14183 0.32826
Metana 0.530516 673.1 343.27 1.15E-02 10.28397 0.05174 0.53208
Etana 0.046041 708.3 549.77 9.86E-02 1.470832 0.03134 0.04609
Propana 0.034307 617.4 665.77 0.1524 0.357377 0.09544 0.03411
i-Butana 0.008452 529 734.57 1.85E-01 0.135486 0.06111 0.00828
Butana 0.009745 550.7 765.37 2.01E-01 0.096286 0.09821 0.00946
i-Pentana 0.004077 483.5 828.67 2.22E-01 0.038593 0.09772 0.00377
Pentana 0.002784 489.5 845.27 2.54E-01 0.029485 0.08529 0.00251
Hexana 0.00706 439.7 914.17 3.01E-01 0.009861 0.53969 0.00532
26
Perhitungan Komposisi fasa cair dan gas pada HP Separator dengan suhu feed 97oF
Fraksi mol
Komponen (zi) Pc Tc Accentricity Ki xi yi
H2O 0.005595 3194 1165.17 0.344 0.002239 1.02017 0.00228
Nitrogen 0.023766 492.3 227.1 4.00E-02 25.12337 0.00095 0.02384
CO2 0.327657 1069 547.38 0.2389 2.234014 0.14693 0.32825
Metana 0.530516 673.1 343.27 1.15E-02 10.09917 0.05269 0.53208
Etana 0.046041 708.3 549.77 9.86E-02 1.425164 0.03234 0.04609
Propana 0.034307 617.4 665.77 0.1524 0.343341 0.0993 0.03409
i-Butana 0.008452 529 734.57 1.85E-01 0.129465 0.06389 0.00827
Butana 0.009745 550.7 765.37 2.01E-01 0.091773 0.10287 0.00944
i-Pentana 0.004077 483.5 828.67 2.22E-01 0.036605 0.10259 0.00376
Pentana 0.002784 489.5 845.27 2.54E-01 0.027898 0.08963 0.0025
Hexana 0.00706 439.7 914.17 3.01E-01 0.009267 0.56526 0.00524
Perhitungan Komposisi fasa cair dan gas pada HP Separator dengan suhu feed 94oF
Fraksi mol
Komponen (zi) Pc Tc Accentricity Ki xi yi
H2O 0.005595 3194 1165.17 0.344 0.002063 1.05387 0.00217
Nitrogen 0.023766 492.3 227.1 4.00E-02 24.81512 0.00096 0.02384
CO2 0.327657 1069 547.38 0.2389 2.156213 0.15222 0.32823
Metana 0.530516 673.1 343.27 1.15E-02 9.917538 0.05365 0.53207
Etana 0.046041 708.3 549.77 9.86E-02 1.380875 0.03337 0.04608
Propana 0.034307 617.4 665.77 0.1524 0.329844 0.10333 0.03408
i-Butana 0.008452 529 734.57 1.85E-01 0.123707 0.06678 0.00826
Butana 0.009745 550.7 765.37 2.01E-01 0.087468 0.10776 0.00943
i-Pentana 0.004077 483.5 828.67 2.22E-01 0.034718 0.10769 0.00374
Pentana 0.002784 489.5 845.27 2.54E-01 0.026394 0.09418 0.00249
Hexana 0.00706 439.7 914.17 3.01E-01 0.008708 0.59162 0.00515
Perhitungan Komposisi fasa cair dan gas pada HP Separator dengan suhu feed 91oF
Fraksi mol
Komponen (zi) Pc Tc Accentricity Ki xi Yi
H2O 0.005595 3194 1165.17 0.344 0.001899 1.0873 0.00206
Nitrogen 0.023766 492.3 227.1 4.00E-02 24.50736 0.00097 0.02384
CO2 0.327657 1069 547.38 0.2389 2.080319 0.15777 0.32821
Metana 0.530516 673.1 343.27 1.15E-02 9.737244 0.05464 0.53207
Etana 0.046041 708.3 549.77 9.86E-02 1.337502 0.03445 0.04608
Propana 0.034307 617.4 665.77 0.1524 0.31674 0.10756 0.03407
i-Butana 0.008452 529 734.57 1.85E-01 0.118146 0.06984 0.00825
Butana 0.009745 550.7 765.37 2.01E-01 0.083321 0.11292 0.00941
i-Pentana 0.004077 483.5 828.67 2.22E-01 0.032908 0.11308 0.00372
Pentana 0.002784 489.5 845.27 2.54E-01 0.024957 0.09897 0.00247
Hexana 0.00706 439.7 914.17 3.01E-01 0.008178 0.61904 0.00506
27
Perhitungan Komposisi fasa cair dan gas pada HP Separator dengan suhu feed 88oF
Fraksi mol
Komponen (zi) Pc Tc Accentricity Ki xi yi
H2O 0.005595 3194 1165.17 0.344 0.001746 1.12037 0.00196
Nitrogen 0.023766 492.3 227.1 4.00E-02 24.20011 0.00099 0.02384
CO2 0.327657 1069 547.38 0.2389 2.006307 0.16358 0.32819
Metana 0.530516 673.1 343.27 1.15E-02 9.558307 0.05567 0.53207
Etana 0.046041 708.3 549.77 9.86E-02 1.295039 0.03558 0.04608
Propana 0.034307 617.4 665.77 0.1524 0.304021 0.11201 0.03405
i-Butana 0.008452 529 734.57 1.85E-01 0.112778 0.07307 0.00824
Butana 0.009745 550.7 765.37 2.01E-01 0.079329 0.11837 0.00939
i-Pentana 0.004077 483.5 828.67 2.22E-01 0.031175 0.11877 0.0037
Pentana 0.002784 489.5 845.27 2.54E-01 0.023583 0.10404 0.00245
Hexana 0.00706 439.7 914.17 3.01E-01 0.007675 0.64753 0.00497
Spesifikasi LP Separator
28
Spesifikasi HP Separator
Spesifikasi Contactor
29
Spesifikasi TEG-Regenerator (Stripper)
30
31
LAMPIRAN B
DIAGRAM ALIR PROSES
32
33
LAMPIRAN C
ABSENSI, LEMBAR BIMBINGAN,
DAN SURAT KETERANGAN
34
35