Anda di halaman 1dari 60

TUGAS PETROKIMIA DAN OLEOKIMIA

Pengolahan Minyak Goreng dari Minyak Nabati

Disusun Oleh:

Kelompok 8

Aufa Zakya Atsarina (1607123256)


Nervi Rita (1607112501)
Teguh Imam Pradhonggo (1607116192)
Trio Yudha Putra (1607123698)

PROGRAM SARJANA TEKNIK KIMIA S1

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS RIAU

2019
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT. Karena


berkat Rahmat dan Hidayat serta petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah ”Pengolahan Minyak Goreng dari Minyak Nabati.”. Makalah ini disusun
untuk memenuhi nilai tugas Mata Kuliah . Makalah ini disusun berdasarkan
referensi-referensi yang telah kami baca.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari


kesempurnaan. Untuk itu kami mengharapkan saran-saran yang sifatnya
membangun sebagai bahan pertimbangan untuk penyusunan makalah di masa
yang akan datang. Semoga makalah ini dapat berguna bagi perkembangan
pendidikan.

Pekanbaru, 15 Maret 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 3
2.1 Pengertian Minyak Nabati ........................................................................ 3
2.2 Sumber Bahan Baku Minyak Nabati ...................................................... 9
2.3 Klasifikasi Minyak Nabati ..................................................................... 21
2.4 Proses Pengolahan Minyak Nabati ......................................................... 22
2.5 Proses Pemurnian Minyak Nabati .......................................................... 30
BAB III KESIMPULAN ..................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA

ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Hidrolisis ....................................................................................... 5
Gambar 2.2 Transesterifikasi Fiedel-Craft. ....................................................... 6
Gambar 2.3 Reaksi Penyabunan Triestearin...................................................... 6
Gambar 2.4 Skema Pengolahan Minyak dan Lemak ...................................... 23
Gambar 2.5 Skema Proses Ekstraksi Minyak Nabati ...................................... 24
Gambar 2.6 Hydraulic Press ........................................................................... 26
Gambar 2.7 Skema Cara Memperoleh Minyak dengan Pengepresan ............. 27
Gambar 2.8 Expeller Pressing ......................................................................... 27
Gambar 2.9 Rangkaian Alat Sokletasi ............................................................. 28
Gambar 2.10 Skema Permunian Minyak ........................................................... 30
Gambar 2.11 Reaksi Pembentukan Asam Lemak Bebas .................................. 34
Gambar 2.12 Reaksi Asam Lemak dengan NaOH ............................................ 34
Gambar 2.13 Reaksi Asam Lemak dengan Natrium Karbonat ......................... 36
Gambar 2.14 Penukaran Ion pada Bleaching Clay menggunakan Absorben .... 41
Gambar 2.15 Hubungan Antara Arang Aktif Yang Ditambahkan Dengan Jumlah
Warna Yang Diserap ................................................................... 43
Gambar 2.16 Perbedan Antara Daya Pemucatan Antara Arang Aktif Dan
Activated Clay ............................................................................. 44
Gambar 2.17 Penampang Alat Deodorisasi Minyak ......................................... 47
Gambar 2.18 Persenyawaan Kompleks Dengan Hasil Oksidasi Asam Lemak . 48
Gambar 2.19 Proses Pembentukan Radikal Bebas ............................................ 48
Gambar 2.20 Mekanisme Proses Hidrogenasi ................................................... 49
Gambar 2.21 Proses Hidrogenasi Dari Minyak Tak Jenuh Tunggal ..................50
Gambar 2.22 Proses Interesterifikasi ................................................................. 51
Gambar 2.23 Sistem Reaktor untuk Reaksi Interesterifikasi ............................. 52
Gambar 2.24 Asam Lemak tak Berkonjugasi dan Berkonjugasi....................... 53

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi biji wijen ........................................................................ 12


Tabel 2.2 Komposisi biji jagung kering ........................................................... 13
Tabel 2.3 Komposisi mineral biji jagung kering .............................................. 14
Tabel 2.4 Komposisi kimia kacang kedelai atas dasar berat kering ................. 15
Tabel 2.5 Rata – rata komposisi asam lemak minyak kelapa sawit ................. 16
Tabel 2.6 Komposisi bii inti sawit.................................................................... 17
Tabel 2.7 Komposisi biji jarak ......................................................................... 18
Tabel 2.8 Komposisi daging biji kacang tanah ................................................ 19
Tabel 2.9 Komposisi daging biji jambu mete ................................................... 20
Tabel 2.10 Komposisi asam lemak dalam minyak jambu mete ......................... 20
Tabel 2.11 Susunan asam lemak minyak tengkawang ....................................... 21
Tabel 2.12 Komposisi asam lemak minyak biji kapas ....................................... 22
Tabel 2.13 Komposisi gliserida dalam minyak biji kapas .................................. 22
Tabel 2.14 Komposisi biji kapas ........................................................................ 22
Tabel 2.15 Komposisi asam amino biji kapas .................................................... 23
Tabel 2.16 Komposisi biji coklat Afrika sebelum difermentasi ......................... 24
Tabel 2.17 Komposisi kimia lemak coklat ......................................................... 25
Tabel 2.18 Komposisi asam lemak minyak kelapa ............................................ 26
Tabel 2.19 Klasifikasi minyak nabati ................................................................. 27
Tabel 2.20 Klasifikasi Lemak Nabati Berdasarkan Sifat Fisiknya..................... 28

iv
BAB I
PENDAHULUAN
I. 1 Latar Belakang
Minyak nabati adalah sejenis minyak yang terbuat dari tumbuhan.
Digunakan dalam makanan dan memasak. Beberapa jenis minyak nabati yang
biasa digunakan ialah minyak kelapa sawit, jagung, zaitun kedelai, bunga
matahari dll. Berdasarkan kegunaannya, minyak nabati terbagi menjadi dua
golongan. Pertama, minyak nabati yang dapat digunakan dalam industri makanan
(edible oils) dan dikenal dengan nama minyak goreng meliputi minyak kelapa,
minyak kelapa sawit, minyak zaitun, minyak kedelai, minyak kanola dan
sebagainya. Kedua, minyak yang digunakan dalam indutri non makanan (non
edible oils) misalnya minyak kayu putih, minyak jarak, dan minyak intaran.
Minyak goreng adalah hasil akhir (refined oils) dari sebuah proses pemurnian
minyak nabati (golongan yang biasa dimakan) dan terdiri dari beragam jenis
senyawa trigliserida. Untuk menganalisa karakteristik dari suatu minyak goreng
maka jumlah kandungan asam lemak inilah yang dipakai sebagai tolak ukur.
Ekstraksi minyak atau lemak adalah suatu cara untuk mendapatkan
minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak.
Adapun ekstraksi minyak atau lemak itu bermacam-macam,yaitu rendering (dry
rendering dan wet rendering), mechanical expression dan solvent extraction.

I.2 Rumusan Masalah


Berkenaan dengan banyaknya permasalahan yang timbul dengan judul
makalah ini, maka penulis membatasi makalah ini pada:
1. Sumber bahan baku dan lokasi minyak nabati
2. Bagaimanakah klasifikasi minyak nabati?
3. Bagaimanakah proses pegolahan minyak nabati?
4. Pemurnian minyak nabati

1
I. 3 Tujuan Penulisan
Makalah ini dibuat dengan tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui sumber bahan baku dan lokasi minyak nabati
2. Mengetahui pengklasifikasian minyak nabati
3. Mengetahui proses pengolahannya
4. Mengenal dan mengetahui pemurnian minyak nabati

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Minyak Nabati
Minyak nabati adalah sejenis minyak yang terbuat dari tumbuhan.
Digunakan dalam makanan dan memasak. Beberapa jenis minyak nabati yang
biasa digunakan ialah minyak kelapa sawit, jagung, zaitun kedelai, bunga
matahari dll. Berdasarkan kegunaannya, minyak nabati terbagi menjadi dua
golongan.Pertama, minyak nabati yang dapat digunakan dalam industri makanan
(edible oils) dan dikenal dengan nama minyak goreng meliputi minyak kelapa,
minyak kelapa sawit, minyak zaitun, minyak kedelai, minyak kanola dan
sebagainya. Kedua, minyak yang digunakan dalam indutri non makanan (non
edible oils) misalnya minyak kayu putih, minyak jarak, dan minyak intaran.
Minyak goreng adalah hasil akhir (refined oils) dari sebuah proses pemurnian
minyak nabati (golongan yang bias dimakan) dan terdiri dari beragam jenis
senyawa trigliserida. Untuk menganalisa karakteristik dari suatu minyak goreng
maka jumlah kandungan asam lemak inilah yang dipakai sebagai tolak ukur.

2.1.1 Minyak tumbuhan dan hewan


Minyak tumbuhan dan hewan semuanya merupakan lipid. Dari sudut
pandang kimia, minyak kelompok ini sama saja dengan lemak. Minyak dibedakan
dari lemak berdasarkan sifat fisiknya pada suhu ruang, yaitu minyak berwujud
cair sedangkan lemak berwujud padat. Penyusunnya bermacam-macam, tetapi
yang banyak dimanfaatkan orang hanya yang tersusun dari dua golongan saja:
 Gliserida atau asam lemak, yang mencakup minyak makanan (minyak
masak atau minyak sayur serta minyak ikan), bahan baku industri sabun,
bahan campuran minyak pelumas, dan bahan baku biodiesel. Golongan ini
berwujud padat atau cair pada suhu ruang tetapi tidak mudah menguap.
 Terpena dan terpenoid, yang dikenal sebagai minyak atsiri, atau minyak
eteris, atau minyak esensial dan merupakan bahan dasar wangi-wangian
(parfum) dan minyak gosok. Golongan ini praktis semuanya berasal dari
tumbuhan, dan dianggap memiliki khasiat penyembuhan ("aromaterapi").

3
Lemak dan minyak sering kali diberi nama derivat asam-asam lemaknya,
yaitu dengan cara menggantikan akhiran at pada asam lemak dengan akhiran in,
misalnya :
 Tristearat dari gliserol diberi nama tristearin
 Tripalmitat dari gliserol diberi nama tripalmitin selain itu, lemak dan
minyak juga diberi nama dengan cara yang biasa dipakai untuk penamaan
suatu ester, misalnya:
1) Triestearat dari gliserol disebut gliseril tristearat
2) Tripalmitat dari gliserol disebut gliseril tripalmitat.

2.1.2 Karakteristik Minyak Nabati


a. Sifat fisik
 Warna :
a) Warna alamiah
b) Warna akibat oksidasi dan degradasi komponen kimia yang terdapat dalam
minyak.
 Bau
Lemak atau bahan pangan berlemak, dapat menghasilkan bau tidak enak
yang mirip dengan bau ikan yang sudah basi, yang disebabkan oleh interaksi
trimetilamineoksida dengan ikatan rangkap dari lemak tidak jenuh.
 Kelarutan
Kelarutan diengaruhi oleh nilai polaritas dari masing-masing minyak
nabati.
 Titik cair
Dalam keadaan suhu kamar minyak berada pada fase cair sedangkan
lemak berada pada suhu yang lebih tinggi dibanding dengan suhu kamar supaya
berbentuk fase cair. Karena lemak dalam suhu kamar berbentuk padat.
 Titik didih
Titik didih dari asam lemak akan semakin meningkat dengan
bertambahnya rantai karbon asam lemak tersebut.

4
 Titik lunak
Ditentukan dengan penggunaan tabung kapiler yang diisi dengan minyak.
 Sliping point
Cara penetapannya yaitu dengan mempergunakan suatu silinder kuningan
yang kecil, yang diisi dengan leak padat, kemudian disimpan dalam bak yang
tertutup dan dihubungkan dengan termometer.
 Sort melting point
Yaitu temperatur pada saat terjadi tetesan pertama dari minyak atau lemak.
 Indeks bias
Adalah derajat penyimpangan yang dilewatkan pada suatu medium yang
cerah.Ini digunakan untuk pengujian kemurniaan minyak.
 Titik asap, titik nyala, titik api
Titik asap adalah temperatur pada saat minyak atau lemak menghasilkan
asap pada pemanasan, titik nyala adalah temperatur pada saat campuran uap dari
minyak dengan udara mulai terbakar, titik api adalah temperatur pada saat
dihasilkan pembakaran yang terus menerus
 Titik kekeruhan
Ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran minyak atau lemak
dengan pelarut lemak.
b. Sifat kimia
 Hidrolisa
Dalam reaksi hidrolisa, minyak atau lemak akan berubah menjadi asam
lemak bebas dan gliserol. Hal ini dapat merusak minyak karena terdapatnya
sejumlah air dalam minyak atau lemak yang mengakibatkan ketengikan.

Gambar 2.1 Hidrolisis

5
 Oksidasi
Oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen
dengan lemak atau minyak, hal ini akan menyebabkan bau tengik pada lemak atau
minyak.
 Esterifikasi
Proses esterifikasi bertujuan untuk asam-asam lemak bebas dari
trigliserida, menjadi bentuk ester. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan melalui
reaksi kimia yang disebut interifikasi atau penukaran ester yang didasarkan pada
prinsip transesterifikasi Fiedel-Craft.

Gambar 2.2 Transesterifikasi Fiedel-Craft.


 Penyabunan
Reaksi ini dilakukan dengan penambahan sejumlah larutan basa kepada
trigliserida. Bila penyabunan telah lengkap, lapisan air yang mengandung gliserol
dipisahkan dan gliserol dipulihkan dengan penyulingan.

Gambar 2.3 Reaksi Penyabunan Triestearin


2.1.4 Kerusakan Lemak dan Minyak
Ketengikan (rancidity) merupakan kerusakan atau perubahan bau dan
flavor dalam lemak atau bahan pangan berlemak. Kemungkinan hal tersebut
terjadi karena 4 faktor, yaitu:

6
a. Absorbsi Odor (Bau) Oleh Lemak
Salah satu kesulitan dalam penanganan atau penyimpanan bahan pangan
adalah usaha mencegah pencemaran oleh bau yang berasal dari bahan
pembungkus, cat, bahan bakar, atau pencemaran bau dari bahan pangan lainnya
yang ada pada wadah yang sama, terutama terjadi pada bahan pangan berlemak
tinggi. Kemungkinan hal ini disebabkan karena lemak dapat mengabsorbsi zat
menguap yang dihasilkan dari bahan lain. Sebagai contoh adalah pencemaran bau
dalam lemak mentega.
Absorbsi bau oleh mentega selama penyimpanan, terutama berasal dari
bahan pengepak (packaging) yang terbuat dari kayu atau timber, yang
mengandung zat terpene menguap (volatile terpene), terutama jika peti-peti
tersebut terbuat dari kayu yang kurang baik. Untuk mengurangi pencemaran bau
ini, biasanya peti kayu tersebut sebelum digunakan terlebih dahulu disemprot
dengan casein-borax atau formaldehida, yang berfungsi untuk melapisi
permmukaan peti, sehingga tidak bersifat permiabel. Cara lain dapat juga
dilakukan dengan melapisi peti dengan kertas timah.
Kerusakan bahan pangan berlemak akibat proses absorbsi bau oleh lemak
dapat dihindari dengan memisahkan lemak dari dari bahan-bahan lain yang dapat
mencemari bau. Cara seperti itu sulit untuk diterapkan, terutama pada
pengangkutan bahan pangan dengan kapal laut, yang biasanya mengangkut lebih
dari 1 macam produk. Cara lain, dengan membungkus produk menggunakan
bahan pembungkus yang tidak menghasilkan bau.
b. Kerusakan Oleh Enzim
 Produksi Asam Lemak Bebas
Lemak yang masih berada dalam jaringan, biasanya mengandung enzim
yang dapat menghidrolisa lemak netral (trigliserida) sehingga menghasilkan asam
lemak bebas dan gliserol, namun enzim tersebut inaktif oleh panas. Dalam
organisme hidup enzim pada umumnya berada dalam bentuk zymogen inaktif,
sehingga lemak yang terdapat dalam jaringan lemak tetap bersifat netral dan
masih utuh. Dalam organ tertentu, misalnya hati dan pankreas kegiatan proses
metabolisme cukup tinggi, sehingga menghasilkan sejumlah asam lemak bebas.

7
 Pengaruh Asam Lemak Bebas Terhadap Flavor
Asam lemak bebas yang dihasilkan oleh proses hidrolisa dan oksidasi
biasanya bergabung dengan lemak netral dan pada konsentrasi sampai 15 persen,
belum menghasilkan flavor yang tidak disenangi. Lemak dengan kadar asam
lemak bebas lebih besar dari 1 persen, jika dicicipi akan terasa membentuk lapisan
pada permukaan lidah dan tidak berbau tengik, namun intensitasnya tidak
bertambah dengan bertambahnya asam lemak bebas. Asam lemak ini pada
umumnya terdapat dalam lemak susu dan minyak nabati, misalnya minyak inti
sawit. Asam lemak bebas juga dapat mengakibatkan karat dan warna gelap jika
lemak dipanaskan di wajan besi.
c. Kerusakan Oleh Mikroba
. Kerusakan lemak oleh mikroba biasanya terjadi pada lemak yang masih
dalam jaringan dan dalam bahan pangan berlemak. Minyak yang telah dimurnikan
biasanya masih mengandung mikroba berjumlah maksimum 10 organisme setiap
1 gram lemak, dapat dikatakan steril. Mikroba yang menyerang bahan pangan
berlemak biasanya termasuk tipe mikroba non pathologi, tapi umumnya dapat
merusak lemak dengan menghasilkan cita rasa tidak enak, disamping
menimbulkan perubahan warna (discoloration).
d. Kerusakan Lemak Oleh Oksidasi Atmosfir
 Oksidasi Lemak
Bentuk kerusakan, terutama ketengikan yang paling penting disebabkan
oleh aksi oksigen udara erhadap lemak. Dekomposisi lemak oleh mikroba hanya
dapat terjadi jika terdapat air, senyawa nitrogen dan garam mineral, sedangkan
oksidasi oleh oksigen udara terjadi secara spontan jika bahan yang mengandung
lemak dibiarkan kontak dengan udara, sedangkan kecepatan proses oksidasinya
tergantung dari tipe lemak dan kondisi penyimpanan.
Oksidasi spontan ini tidak hanya terjadi pada bahan pangan berlemak, tetapi
dapat terjadi terhadap persenyawaan lain yang memegang peranan penting dalam
kegiatan biologis dan industri. Contoh persenyawaan selain lemak, yang dapat
dioksidasi antara lain hidrokarbon, aldehida, eter, senyawa sulfidril, fenol, amine,
dan senyawa sulfit.

8
2.2 Sumber Bahan Baku Minyak Nabati
Lemak dan minyak yang dapat di makan (edible fat), dihasilkan oleh alam,
yang dapat bersumber dari bahan nabati atau hewani. Dalam tanaman atau
hewan, minyak tersebut berfungsi sebagai sumber cadangan energi. Minyak dan
lemak dapat diklasifikasikan berdasarkan sumbernya, yaitu :
1. Bersumber dari tanaman
a. Biji-bijian palawija: minyak jagung, biji kapas, kacang, rape seed, wijen,
kedelai, dan bunga matahari.
b. Kulit buah tanaman tahunan: minyak zaitun dan kelapa sawit.
c. Biji-bijian dari tanaman harian: kelapa, cokelat, inti sawit, babassu, cohune
dan lain sebagainya.
2. Bersumber dari hewani
a. Susu hewani peliharaan: lemak susu.
b. Daging hewan peliharaan: lemak sapi dan turunannya oleostearin, oleo oil
dari oleo stock, lemak babi dan mutton tallow.
c. Hasil laut: minyak ikan sarden serta minyak ikan paus.
Minyak dan lemak (trigliserida) yang diperoleh dari berbagai sumber
mempunyai sifat fisiko-kimia yang berbeda satu sama lain, karena perbedaan
jumlah dan jenis ester yang terdapat di dalamnya. Minyak dan lemak tidak
berbeda dalam bentuk umum trigliseridanya dan hanya berbeda dalam bentuk
(wujud). Disebut minyak jika berbentuk padat pada suhu kamar.
Sifat fisika-kimia biasanya berada dalam suatu kisaran nilai, karena
perbedaannya cukup kecil, nilai tersebut dinamakan konstanta. Konstanta fisik
yang dianggap cukup penting adalah berat jenis, indeks bias dan titik cair,
sedangkan konstanta kimia yang penting adalah bilangan iod, bilangan
penyabunan, bilangan Reichert Meisce, bilangan Polenske, bilangan asam dan
residu fraksi tak tersabunkan.
Komposisi atau jenis asam lemak dan sifat fisiko-kimia tiap jenis minyak
berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sumber, iklim, keadaan tempat
tumbuh dan pengolahan. Perbedaan umum antara lemak nabati dan hewani
adalah:

9
1. Lemak hewani mengandung kolesterol sedangkan lemak nabati
mengandung fitosterol.
2. Kadar asam lemak tidak jenuh dalam lemak hewani lebih kecil daripada
lemak nabati.
3. Lemak hewani mempunyai bilangan Reichert Meisce lebih besar serta
bilangan polenskelebih kecil daripada minyak nabati.
Minyak dan lemak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya
mengandung sejumlah kecil komponen selain trigliserida, yaitu lipid komplek
(lesithin, cephalin, fosfatida dan glikolipid); sterol berada dalam keadaan bebas
atau terikat dengan asam lemak; asam lemak bebas; lilin; pigmen yang larut dalam
lemak dan hidrokarbon. Semua komponen tersebut akan mempengaruhi warna
dan flavor produk, serta berperan dalam proses ketengikan. Fosfolipid dalam
minyak yang berasal dari biji-bijian biasanya mengandung sejumlah fosfatida,
yaitu lesithin dan cephalin. Dalam minyak jagung dan kedelai, jumlah fosfatida
sekitar 2 – 3 %, dan dalam proses pemurniannya, senyawa ini dapat dipisahkan.
Minyak pangan dalam bahan pangan biasanya diekstraksi dalam keadaan
tidak murni dan bercampur dengan komponen-komponen lain yang disebut fraksi
lipida. Fraksi lipida terdiri dari minyak, lemak (edible fat/oil), malam (wax),
fosfolipida, sterol, hidrokarbon dan pigmen.

2.2.1. Wijen
Tanaman wijen (Sesamum indicum L) termasuk family pedaliaceae,
varietas sesamum indicum mempunyai sub spesies S.orientale.wijen dikenal juga
dengan nama: till, gingelly, simsin dan ajonjoli (di Amerika latin). Tanaman ini
berasal dari india; hampir separuh dari produksi wijen di dunia dihasilkan oleh
Cina dan hampir sepertiganya dihasilkan oleh Negara Asia seperti: India, Birma,
Turki, Mesir, dan sejumlah kecil dihasilkan di Afrika dan Meksiko. Tanaman ini
tumbuh dengan baik di Negara tropis dan sub tropis. Produksi biji rata – rata dari
tanaman wijen di Pulau jawa sekitar 400 kg biji wijen/ha, di India 390-780 kg/ha
dan di Amerika 390 kg/ha.Biji wijen merupakan sumber kalori yang cukup tinggi
yaitu sebesar 568 kalori per 100 gram biji.

10
Tabel 2.1 Komposisi biji wijen
Komponen Jumlah (gr)
Air 6
Protein 19,3
Lemak 57,1
Karbohidrat 18,1
Ca 0,0012
P 0,614
Fe 0,0095
Vitamin B1 0,00093
Vitamin C 0,0058
Bagian yang dapat 100
dimakan

Biji – biji wijen dengan warna terang cenderung menghasilkan minyak


dengan mutu yang lebih baik dibandingkan dengan biji yang berwarna gelap.
Sedangkan warna gelap menghasilkan persentase minyak yang lebih besar.
Minyak wijen bersifat larut dalam alkohol dan dapat bercampur dengan eter,
kloroform, petroleum benzene, tetapi tidak larut dalam eter. Setelah dimurnikan,
minyak berwarna kuning pucat dan tidak menimbulkan gejala kabut pada suhu
0oC. Minyak wijen ini bersifat synergist terhadap phretrum yang merupakan sifat
khas dari minyak wijen. Minyak wijen mempunyai nilai putaran optic positif, jadi
unsure non-gliserida dalam minyak lebih positif putaran optiknya, dibandingkan
dengan asam –asam lemak maupun gliserida.

2.2.2 Jagung
Tanaman jagung (Zea mays) di Indonesia merupakan tanaman pangan
yang penting setelah padi dan terdapat hampir di seluruh kepulauan Indonesia.
Jagung sebagai bahan makanan memiliki nilai gizi yang cukup tinggi jika
dibanding dengan bahan pangan lainnya, terutama jagung kuning yang banyak
mengandung vitamin A.

11
Tabel 2.2 Komposisi biji jagung kering
Komponen Jumlah (%)
Protein kasar 9,29
Lemak (ekstrak dari ester) 3,97
Serat kasar 2,03
Ekstrak N bebas 68,35
Abu 1,37
Energy (kal/gr) 3,81

Minyak jagung merupakan trigliserida yang disusun oleh gliserol dan


asam – asam lemak. Persentase trigliserida sekitar 98,6%, sedangkan sisanya
merupakan bahan non-minyak, seperti abu, zat warna atau lilin.
Tabel 2.3 Komposisi mineral biji jagung kering
Jenis mineral Jumlah (%)
Kalsium 0,01940
Fosfor 0,27300
Kalium 0,28500
Besi 0,00226
Magnesium 0,10200
Khlor 0,04100
Mangan 2,43000
Tembaga 1,82000
Kobalt 0,01120
Iod 0,00006

Minyak jagung berwarna merah gelap dan setelah dimurnikan akan


berwarna kuning keemasan. Berat jenis minyak jagung sekitar 0,918-0,925,
sedangkan nilai indeks biasnya pada suhu 25oC berkisar antara 1,4657-1,4659.
Kekentalan minyak jagung hampir sama dengan minyak – minyak nabati lainnya
yaitu 58 sentipois pada suhu 25oC. Minyak jagung larut di dalam etanol, isopropyl
alcohol dan furfural, sedangkan nilai transmisinya sekitar 280-290.

12
2.2.3. Kedelai
Kedelai sudah dikenal sejak berabad – abad yang lalu dan berasal dari
Asia Timur, yaitu Cina, Mancuria, Korea dan di Indonesia ditanam sejak tahun
1750. Kedelai (Glycine max L) adalah tanaman semusim yang biasa diusahakan
pada musim kemarau, karena tidak memerlukan air dalam jumlah besar.

Tabel 2.4 Komposisi kimia kacang kedelai atas dasar berat kering
Komposisi Terendah Tertinggi Rata – rata
(%) (%) (%)
Abu 3,67 5,90 4,99
Lemak kasar 14,95 22,90 19,63
Serat kasar 4,34 7,60 5,53
Protein N*6,25 36,62 53,19 42,78
Gula (total 2,70 11,97 7,97
sukrosa)
P 0,42 0,82 0,66
K 1,29 2,17 1,67
Ca 0,16 0,47 0,275

2.2.4. Kelapa Sawit


Salah satu dari beberapa tanaman golongan palm yang dapt menghasilkan
minyak adalah kelapa sawit (Elais guinensis JACQ). Daerah penanaman kelapa
sawit di Indonesia adalah daerah jawa barat (Lebak dan Tangerang), Lampung,
Riau, Sumatra barat, Sumatra Utara dan Aceh.Negara penghasil kelapa sawit
selain Indonesia adalah Malaysia, Amerika Tengah, dan Nigeria. Kelapa sawit
mengandung kurang lebih 80% perikarp dan 20% buah yang dilapisi kulit yang
tipis, kadar minyak dalam perikarp sekitar 34-40%. Minyak kelapa sawit adalah
lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap.

13
Tabel 2.5 Rata – rata komposisi asam lemak minyak kelapa sawit
Asam lemak Minyak kelapa sawit Minyak inti sawit (%)
(%)
Asam kaprilat - 3–4
Asam kaproat - 3–7
Asam laurat - 46 – 52
Asam miristat 1,1 – 2,5 14 – 17
Asam palmitat 40 – 46 6,5 – 9
Asam stearat 3,6 – 4,7 1 – 2,5
Asam oleat 39 – 45 13 – 19
Asam linoleat 7 – 11 0,5 – 2

Standar mutu adalah merupakan hal yang penting untuk menentukan


minyak yang bermutu baik. Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai
kadar air kurang dari 0,1% dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01%, kandungan
asam lemak bebas serendah munbkin (±2%), bilangan peroksida dibawah 2, bebas
dari warna merah dan kuning (harus berwarna pucat), tidak berwarna hijau, jernih,
dan kandungan logam berat serendah mungkin atau bebas dari ion logam.
Minyak inti sawit yang baik, berkadar asam lemak bebas yang rendah dan
berwarna kuning terang serta mudah dipucatkan.Bungkil inti sawit diinginkan
berwarna relative terang dan nilai gizi serta kandungan asam aminonya tidak
berubah.

Tabel 2.6 Komposisi bii inti sawit


Komponen Jumlah
Minyak 47 – 52
Air 6–8
Protein 7,5 – 9,0
Extractable non nitrogen 23 – 24
Selulosa 5

14
2.2.5 Kemiri
Mula – mula minyak kemiri dipakai sebagai pengganti linsed oil, yaitu
minyak yng dapat digunakan sebagai cat dan pernis, karena mempunyai sifat yang
lebih baik dari linseed oil. Minyak kemiri mempunyai sifat lebih mudah menguap
dibanding dengan linseed oil, sehingga minyak kemiri tergolong minyak yang
mudah menguap. Kemiri berasal dari Maluku dan tersebar ke Polynesia, India,
Filipina, Jawa, Australia dan kepulauan pasifik, kemudian dikenal juga di India
Barat, Brazilia dan Florida.
Tanaman kemiri baik tumbuh di pegunungan, pada ketinggian 1200 meter
dari permukaan laut. Cara ekstraksi minyak kemiri yang biasa dilakukan adalah
dengan menjemur biji kemudian dipecah dengan tangan dan daging dikeluarkan
dengan alat yang runcing. Dengan pengepresan dingin dihasilkan minyak
berwarna kuning, sedangkan pengepresan panas akan menghasilkan minyak yang
berwarna kuning sampai coklat.

2.2.6 Jarak
Tanaman jarak (Ricinus communis L) termasuk dalam family
Euphorbiaceae, merupakan tanaman tahunan yang hidup didaerah tropic, dan
dapat tumbuh pada ketinggian 0 – 800 m di atas permukaan laut.Tanaman jarak
telah lama dikenal di Indonesia.
Tabel 2.7 Komposisi biji jarak
Komponen Jumlah (%)
Minyak 54
Karbohidrat 13
Serat 12,5
Abu 2,5
Protein 18

Minyak jarak mempunyai rasa asam dan dapat dibedakan dengan


trigliserida lainnya karena bobot jenis, kekentalan dan bilangan asetil serta
kelarutannya dalam alkohol nilainya relatif tinggi.Minyak jarak mempunyai sifat

15
sangat beracun disamping kandungan asam lemak esensialnya yang sangat
rendah. Hal ini menyebabkan minyak jarak tidak dapat digunakan sebagai minyak
makan dan bahan pangan. Minyak jarak dan turunannya digunakan dalam industri
cat, varnish, lacquer, pelumas, tinta cetak, linoleum, oil cloth, dan sebagai bahan
baku dalam industri – industri plastik dan nilon.

2.2.7 Kacang Tanah


Tanaman kacang tanah (Arachis hypogeal L) merupakan tanaman setahun,
etrmasuk family leguminoceae. Kacang tanah berasal dari Amerika Latin dan
berkembang ke Negara – Negara Asia seperti India, Filipina, Jepang dan
Indonesia. Polong kacang tanah yang sudah matang (cukup tua) mempunyai
ukuran panjang 1,25 – 7,50 cm dan berbentuk silinder. Tiap – tiap polong kacang
tanah terdiri dari kulit (shell) 21-29%, daging biji (kernel) 69-72,40%, dan
lembaga (germ) 3,10-3,60%.
Tabel 2.8 Komposisi daging biji kacang tanah
Komposisi Jumlah (%)
Kadar air 4,6 – 6,0
Protein kasar 25 – 30
Lemak 46 – 52
Serat kasar 2,8 – 3,0
Ekstrak tanpa N 10 – 13
Abu 2,5 – 3,0

Minyak kacang tanah merupakan minyak yang lebih baik dari pada
minyak jagung, minyak biji kapas, minyak olive, minyak bunga matahari, untuk
dijadikan salad dressing, dan disimpan di bawah suhu -11oC. Hal ini disebabkan
karena minyak kacang tanah jika berwujud padat berbentuk amorf, dimana lapisan
padat tersebut tidak pecah sewaktu proses pembekuan.

2.2.8 Minyak Jambu Mete


Tanaman jambu mete (Anacardium occidentale) termasuk famili
Anarcadiceae. Yang dimaksud buah jambu mete adalah bagian tangkai yang

16
menggelembung sehingga menyerupai buah. Sedangkan buah yang sebenarnya
yaitu buah batu bebbentuk ginjal yang terdiri dari : biji berbelah dua dengan kutil
yang keras dan mengandung minyak.

Tabel 2.9 Komposisi daging biji jambu mete


Komponen Jumlah (%)
Air 4,10
Protein 19,60
Lemak 47,20
N free extrak 26,40
Serat 1,00
Abu 2,70
Gula 6,80
Pati 10,70

Tabel 2.10 Komposisi asam lemak dalam minyak jambu mete


Komposisi Jumlah
Asam palmitat 4,10-17,30
Asam stearat 1,50-11,20
Asam arachidat 0,00-0,20
Asam lignoscrat 0,00-0,50
Asam oleat 68,20-80,40
Asam linoleat 0,00-21,70

2.2.9 Minyak Tengkawang


Tanaman tengkawang (Shorea sp) termasuk famili Dipterocarpaceae.
Famili ini tumbuh baik di daerah tropis dengan curah hujan tinggi seperti Afrika,
India, New Guiea, Kalimantan dan Malaya : pulau kalimantan dianggap sebagai
daerah asal dari pohon tengkawang. Tanaman tengkawang yang menghasilkan biji
besar dan berkadar lemak tinggi, terutama dari genus shorea sehingga biji
tengkawang yang diekspor adalah biji dari genus shorea dan isoptera. Minyak

17
tengkawang yang dihasilkan biasanya berwarna hijau, karena mengandung
klorofil.
Tabel 2.11 Susunan asam lemak minyak tengkawang
Asam lemak Shorea stenoptena Shorea robusta
Asam lemak jenuh (%)
Asam miristat
Asam palmitat 18,0 4,5
Asam stearat 43,3 44,2
Asam arachidat 1,1 6,3
Asam lemak tidak jenuh
(%) 37,4 42,2
Asam oleat 0,2 2,8
Asam linoleat

2.2.10 Minyak Biji Kapas


Tanaman kapas umumnya merupakan tanaman yang pendek dan berpohon
kecil. Jika pemeliharaannya cukup baik maka tanaman kapas dapat mecapai
ketinggian sekitar 4-8 kaki. Kapas tumbuh baik sampai 30oLU, berpasir,
kelembaban yang tinggi pada suhu 15-30oC. Tanaman ini banyak diusahakan di
Amerika Utara, India, Cina dan Daerah Mesir.
Tabel 2.12 Komposisi asam lemak minyak biji kapas
Asam lemak Presentase berat (%)
Asam misristat 1,4
Asam palmitat 23,4
Asam stcarat 1,1
Asam arachidat 1,3
Asam miristoleat 0,1
Asam palmitoleat 2,0
Asam oleat 22,9
Asam linoleat 47,8

18
Pigmen minyak biji kapas dihasilkan dari proses oksidasi dan polimerisasi
pigmen gossipol. Warna coklat mungkin berasal dari degradasi protein , fosfatida
atau karbohidrat ; sedangkan warna hijau sukar dihilangkan dengan proses
pemucatan. Pigmen yang terbentuk akibat kerusakan biji lebih mudah dihilangkan
engan cara absorpsi.

2.2.11 Lemak Coklat


Tanaman coklat merupakan tanaman tropis, dapat tumbuh pada
kelembaban dan temperatur agak tinggi dan tumbuh baik diantara 20oLS dan
20oLU. Secaragaris besar tamanan coklat membutuhkan temperatur rata-rata
pertahun 25oCdengan temperatur rata-rata tidak kurang dari 15 oC. Temperatur
rendah menyebabkan proses pembungaan terlambat. Tanaman coklat terdiri dari
dua tipe yang dibedakan berdasarkan warna bijinya. Biji coklat tidak berwarna
atau putih termasuk grup Crillo, sedangkan biji berwarna ungu termasuk grup
Forastero.
Tabel 2.13 Komposisi kimia lemak coklat
Bahan Presentase
Gliserida jenuh 2,6
Oleopalmitin 3,7
Oleopalmitostearin 57,0
Oleodistearin 22,2
Palmitodiolein 7,4
Stearodiolein 5,8
Triolcin 1,1

2.2.12 Minyak Kelapa


Minyak kelapa berdasarkan kandungan asam lemak digolongkan kedalam
minyak asam laurat, karena kandungan asam lauratnya paling besar jika
dibandingkan dengan asam lemak lainnya. Warna coklat pada minyak bukan
disebabkan warna alamiah, tetapi oleh reaksi browning. Warna ini merupakan
hasil reaksi dari senyawa karbonil (berasal dari pemecahan peroksida) dengan
asam amino dari protein dan terjadi terutama pada suhu tinggi. Warna pada

19
minyak kelapa disebabkan oleh zat warna dan kotoran-kotoran lainnya. Zat warna
alamiah yang terdapat pada minyak kelapa adalah karotene yang merupakan
hidrokarbon tidak jenuh dan tidak stabil pada suhu tinggi. Pada pengolahan
minyak menggunakan uap panas, maka warna kuning yang disebabkan oleh
karotene akan mengalami degradasi.
Tabel 2.14 komposisi asam lemak minyak kelapa
Asam lemak Jumlah (%)
Asam lemak jenuh :
Asam kaproat 0,0-0,8
Asam kaprilat 5,5-9,5
Asam kaprat 4,5-9,5
Asam laurat 44,0-52,0
Asam miristat 13,0-19,0
Asam palmitat 7,5-10,5
Asam stearat 1,0-3,0
Asam arachidat 0,0-0,4

Asam lemak tidak jenuh :


Asam palmitoleat 0,0-1,3
Asam oleat 5,0-8,0
Asam linoleat 1,5-2,5

20
2.3 Klasifikasi Minyak Nabati
Tabel 2.15 Klasifikasi minyak nabati

Kelompok Lemak Jenis Lemak / Minyak


1. Lemak (berwujud padat) Lemak biji coklat, inti sawit, cohune,
babassu, tengkawang, nutmeg butter,
2. Minyak (berwujud cair)
a. Tidak mengering mawvah butter, shea butter.
(non drying oil) Minyak zaitun, kelapa, inti zaitun,
kacang tanah, almond, inti alpukat, inti
pulm, jarak rape, mustard.
b. Setengah mengering Minyak dari biji kapas, kapok, jagung,
(semi dying oil) gandum, biji bunga matahari, croton
dan urgen.
c. Mengering Minyak kacang kedele, safflower,
(drying oil) argemone, hemp, walmut, biji poppy,
biji karet, perilla, tung, linseed dan
candle nut.

Jenis minyak mengering (drying oil) adalah minyak yang mempunyai sifat
mengering jika kena oksidasi dan akan berubah menjadi lapisan terbuka. Istilah
minyak “setengah mengering” berupa minyak yang mempunyai daya mengering
lebih lambat. Berdasarkan sumber, minyak nabati dapat dibagi menjadi :
1) Biji-bijian palawija
Cth: minyak jagung, biji kapas, kacang, rape seed, wijen, kedelai, dan
bunga matahari.
2) Kulit buah tanaman tahunan
Cth: minyak zaitun dan kelapa sawit.
3) Biji-bijian dari tanaman tahunan
Cth: kelapa, cokelat, inti sawit, babassu, cohune, dan sebagainya.
Bardasarkan sifat fisiknya, minyak nabati dapat diklasifikasikan :

21
Tabel 2.16 Klasifikasi Lemak Nabati Berdasarkan Sifat Fisiknya
No Kelompok Lemak Jenis Lemak/ Minyak
1. Lemak (berwujud Lemak biji cokelat, inti sawit, cohune,
padat) babassu, tengkawang, nutmeg butter,
mowwah butter dan shea butter

2. Minyak (berwujud
cair)

Tidak mengering (non Minyak zaitun, kelapa, inti zaitun,


drying oil) kacang tanah, almond, inti alpukat, inti
plum, jarak rape dan mustard.

Setengah mengering Minyak dari biji kapas, kapok, jagung,


(semi drying oil) gandum, biji bunga matahari, eroton
dan urgen.

Minyak kacang kedelai, safflower,


Mengering
argemone, walnut, biji poppy, biji karet,
(drying oil)
penilla, lin seed dan candle nut.

2.4 Proses Pengolahan Minyak Nabati


Pada pengolahan minyak dan lemak, pengerjaan yang dilakukan
tergantung pada sifat alami minyak atau lemak tersebut dan juga tergantung dari
hasil akhir yang dikehendaki.Skema pengolahan minyak dan lemak dapat dilihat
pada Gambar dibawah ini.

22
EKXTRAKSI

PENJERNIHAN

PEMUCATAN

DEODORISASI HIDROGENASI WINTERISASI

PEMUCATAN DEODORISASI

DEODORISASI INTERESTERIFIKASI

PLASTICIZING PEMURNIAN

Gambar 2.4 Skema pengolahan minyak dan lemak

Sementara itu, skema proses ekstraksi pengolahan minyak nabati dapat


dilihat pada Gambar dibawah ini

23
EKSTRAKSI

PROSES RENDERING SOLVENT


MEKANIKAL (KIMIA) EKSTRAKSI

Pengepresan Pengepresan WET DRY


hidraulik berulir RENDERING RENDERING

Gambar 2.5 Skema Proses Ekstraksi Minyak Nabati

2.4.1 Proses Ekstraksi


Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan
pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk
mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain. Seringkali
campuran bahan padat dan cair (misalnyabahan alami) tidak dapat atau sukar
sekali dipisahkan dengan metode pemisahan mekanis atau termis yang telah
dibicarakan. Misalnya saja,karena komponennya saling bercampur secara sangat
erat, peka terhadap panas,beda sifat-sifat fisiknya terlalu kecil, atau tersedia dalam
konsentrasi yang terlalu rendah.
Dalam hal semacam.itu, seringkali ekstraksi adalah satu-satunya proses
yang dapat digunakan atau yang mungkin paling ekonomis. Sebagai contoh
pembuatan ester (essence) untuk bau-bauan dalam pembuatan sirup atau minyak
wangi, pengambilan kafein dari biji kopi ialah pelarutan komponen-komponen
kopi dengan menggunakan air panas dari biji kopi yang telah dibakar atau
digiling. Ekstraksi minyak atau lemak adalah suatu cara untuk mendapatkan
minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak.
Adapun ekstraksi minyak atau lemak itu bermacam-macam,yaitu rendering (dry
rendering dan wet rendering), mechanical expression dan solvent extraction.

24
a . Rendering
Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahan
yang diduga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi.Pada
semua cara rendering, penggunaan panas adalah sesuatu yang spesifik, yang
bertujuan untuk menggumpalkan protein pada dinding sel bahan dan untuk
memecahkan dinding sel tersebut sehingga mudah ditembus oleh minyak atau
lemak yang terkandung didalamnya. Menurut pengerjaannya rendering dibagi
dengan dua cara yaitu :
1. Wet Rendering
Wet rendering adalah proses rendering dengan penambahan sejumlah air
selama berlangsungnya proses tersebut. Cara ini dikerjakan pada ketel yang
terbuka atau tertutup dengan menggunakan temperatur yang tinggi serta tekanan
40 sampai 60 pound tekanan uap (40-60psi). Penggunaan temperatur rendah pada
wet rendering dilakukan jika diinginkan flavor netral dari minyak atau lemak.
Proses wet rendering dengan menggunakan temperature rendah kurang begitu
popular, sedangkan proses wet rendering dengan mempergunakan temperature
yang tinggi disertai dengan tekanan uap air, digunakan untuk menghasilkan
minyak atau lemak dalam jumlah yang besar. Peralatan yang digunakan adalah
autoclave atau digester.Air dan bahan yang akan diekstraksi dimasukan kedalam
digester dengan tekanan uap air sekitar 40 sampai 60 pound selama 4-6 jam.
2. Dry Rendering
Dry rendering adalah proses rendering tanpa penambahan air selama
proses berlangsung. Dry rendering dilakukan dalam ketel yang terbuka dan
dilengkapi dengan steam jacket serta alat pengaduk (agitator). Bahan yang
diperkirakan mengandung minyak atau lemak dimasukkan kedalam ketel tanpa
penambahan air.Bahan tadi dipanaskan sambil diaduk.Pemanasan dilakukan pada
suhu 220°F sampai 230°F. Ampas bahan yang telah diambil minyaknya akan
diendapkan pada dasar ketel. Minyak atau lemak yang dihasilkan dipisahkan dari
ampas yang telah mengendap dan pengambilan minyak dilakukan dari bagian atas
ketel.

25
b. Pengepresan Mekanik (mechanical expression)
Pengepresan mekanis merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak,
terutama untuk bahan bahan yang berasal dari biji-bijian. Cara ini dilakukan untuk
memisahkan minyak dari bahan yang berkadar minyak tinggi (30-70%). Pada
pengepresan mekanis ini diperlukan perlakuan pendahuluan sebelum minyak atau
lemak dipisahkan dari bijinya. Perlakuan pendahuluan tersebut mencakup
pembuatan serpih, perajangan dan penggilingan serta tempering atau pemasakan.
Dua cara umum dalam pengepresan mekanis yaitu:
1. Pengepresan Hidraulik (Hydraulic Pressing)
Pada cara hydraulic pressing, bahan di pres dengan tekanan sekitar 2000
pound/inch2 (140,6 kg/cm = 136 atm). Banyaknya minyak atau lemak yang dapat
diekstraksi tergantung pada lamanya pengepresan, tekanan yang dipergunakan,
serta kandungan minyak dalam bahan asal. Sedangkan banyaknya minyak yang
tersisa pada bungkil bervariasi antara 4 sampai 6 persen, tergantung dari lamanya
bungkil ditekan dibawah tekanan hidraulik.

Gambar 2.6 Hydraulic Press


Tahap-tahap yang dilakukan dalam proses pemisahan minyak
dengan cara pengepresan mekanis dapat dilihat pada gambar berikut

26
Bahan yang mengandung
perajangan penggilingan
minyak

Minyak kasar

pengepresan Pemasakan/
pemanasan
Ampas/bungkil

Gambar 2.7 Skema cara memperoleh minyak dengan pengepresan

2. Pengepresan Berulir (Expeller Pressing)


Cara expeller pressing memerlukan perlakuan pendahuluan yang terdiri
dari proses pemasakan atau tempering. Proses pemasakan berlangsung pada
temperature 240°F (115,5°C) dengan tekanan sekitar 15-20 ton/inch2. Kadar air
minyak atau lemak yang dihasilkan berkisar sekitar 2,5-3,5 persen, sedangkan
bungkil yang dihasilkan masih mengandung minyak antara 4-5 persen.

Gambar 2.8 Expeller Pressing


Cara lain dalam mengekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang diduga
mengandung minyak atau lemak adalah gabungan dari proses wet rendering
dengan pengepresan secara mekanik atau dengan sentrifusi.
c. Ekstraksi Dengan Pelarut (Solvent extraction)
Prinsip dari proses ini adalah ekstraksi dengan melarutkan minyak dalam
pelarut minyak dan lemak. Pada cara ini dihasilkan bungkil dengan kadar minyak
yang rendah yaitu sekitar 1 persen atau lebih rendah, dan mutu minyak kasar yang
dihasilkan cenderung menyerupai hasil dari expeller pressing, karena sebagian
fraksi bukan minyak akan ikut terekstraksi. Pelarut minyak atau lemak yang biasa

27
digunakan dalam proses ekstraksi dengan pelarut menguap adalah petroleum eter,
gasoline carbon disulfide, karbon tetra klorida, benzene dan n-heksan.
Salah satu contoh solvent extraction ini adalah metode sokletasi, yaitu
sejenis ekstraksi dengan pelarut organik yang dilakukan secara berulang ulang dan
menjaga jumlah pelarut relatif konstan dengan menggunakan alat soklet. Minyak
nabati umumnya larut dalam pelarut organik, seperti heksan dan benzen. Adapun
prinsip sokletasi ini adalah penyaringan berulang sehingga hasil yang didapat
sempurna dan pelarut yang digunakan relatif sedikit. Bila penyaringan telah
selesai, maka pelarutnya diuapkan kembali dan sisanya adalah zat yang tersari.

Air Keluar

Kondensor

Air Keluar
Soklet
Thimble

Labu
Didih

Mantel
Pemanas

Gambar 2.9 Rangkaian Alat Sokletasi


Metoda sokletasi seakan merupakan penggabungan antara metoda
maserasi dan perkolasi. Jika pada metoda pemisahan minyak astiri (distilasi uap ),
tidak dapat digunakan dengan baik karena persentase senyawa yang akan
digunakan atau yang akan diisolasi cukup kecil atau tidak didapatkan pelarut yang
diinginkan untuk maserasi ataupun perkolasi ini, maka cara yang terbaik yang
didapatkan untuk pemisahan ini adalah sokletasi Syarat syarat pelarut yang
digunakan dalam proses sokletasi :
a. Pelarut yang mudah menguap
b. Titik didih pelarut rendah.
c. Pelarut tidak melarutkan senyawa yang diinginkan.
d. Pelarut terbaik untuk bahan yang akan diekstraksi.
e. Pelarut tersebut akan terpisah dengan cepat setelah pengocokan.
f. Sifat sesuai dengan senyawa yang akan diisolasi, polar atau nonpolar.

28
Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan secara berurutan pelarut –
pelarut organik dengan kepolaran yang semakin meningkat. Dimulai dengan
pelarut heksana, eter, petroleum eter, atau kloroform untuk memisahkan senyawa
– senyawa trepenoid dan lipid – lipid, kemudian dilanjutkan dengan alkohol dan
etil asetat untuk memisahkan senyawa – senyawa yang lebih polar. Sebagai
catatan, sampel yang digunakan dalam sokletasi harus dihindarkan dari sinar
matahari langsung. Jika sampai terkena sinar matahari, senyawa dalam sampel
akan berfotosintesis hingga terjadi penguraian atau dekomposisi. Hal ini akan
menimbulkan senyawa baru yang disebut senyawa artefak, hingga dikatakan
sampel tidak alami lagi. Dibanding dengan cara terdahulu (destilasi), maka
metoda sokletasi ini lebih efisien, karena:
1. Pelarut organik dapat menarik senyawa organik dalam bahan alam secara
berulang kali.
2. Waktu yang digunakan lebih efisien.
3. Pelarut lebih sedikit dibandingkan dengan metoda maserasi atau perkolasi.
4. Pelarut tidak mengalami perubahan yang spesifik.
Keunggulan sokletasi :
1. Sampel diekstraksi dengan sempurna karena dilakukan berulang ulang.
2. Jumlah pelarut yang digunakan sedikit.
3. Proses sokletasi berlangsung cepat.
4. Jumlah sampel yang diperlukan sedikit.
5. Pelarut organik dapat mengambil senyawa organik dalam bahan berulang
kali.
Kelemahan sokletasi :
1. Tidak baik dipakai untuk mengekstraksi bahan bahan tumbuhan yang
mudah rusak atau senyawa senyawa yang tidak tahan panas karena akan
terjadi penguraian.
2. Harus dilakukan identifikasi setelah penyarian, dengan menggunakan
pereaksi meyer, Na, wagner, dan reagen reagen lainnya.
3. Pelarut yang digunakan mempunyai titik didih rendah, sehingga mudah
menguap.

29
2.5 Proses Pemurnian Minyak Nabati
Tujuan utama dari proses pemurnian minyak adalah untuk menghilangkan
rasa serta bau yang tidak sedap, warna yang tidak menarik dan memperpanjang
daya simpan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan sebagai bahan mentah
dalam industri. Pada umumnya minyak untuk tujuan bahan pangan dimurniakan
melalui tahap proses sebagai berikut :
1. Pemisahan bahan berupa suspensi dan dispersi koloid dengan cara
penguapan, deguming dan pencucian dengan asam.
2. Pemisahan asam lemak bebas dengan cara netralisasi.
3. Dekolorisasi dengan proses pemucatan dan Deodorisasi
4. Pemisahan gliserida jenuh (stearin) dengan cara pendinginan (chilling).
Disamping itu kadang-kadang dilakukan penambahan flavor dan zat warna
sehingga didapatkan minyak dengan rasa serta bau yang enak dan warna yang
menarik. Lemak hewan seperti lemak babi dan lemak susu (butter fat) yang
diperoleh dengan proses rendering atau sentrifusi, dapat dikonsumsi langsung
tanpa proses pemurnian. Minyak yang dihasilkan dengan cara pengepresan
mempunyai flavor campuran dengan grade minyak yang lebih rendah. Skema dari
proses pemurnian dapat dilihat dari gambar berikut:

Tangki
Deodorisasi
Tangki pencuci Tangki
Tangki netralisasi pemucat

E-6
Kondensor
harometrik

E-5
E-8
E-7

Misco
separator Sharpies
separator
Pompa vakum
Filter press
F.P

Tangki

Minyak Minyak Minyak hasil Hasil


Minyak murni
kasar Netral pencucian pemucatan

Gambar 2.10 Skema pemurnian minyak

30
2.5.1 Kotoran Dalam Minyak
Kotoran yang terdapat dalam minyak terdiri dari tiga golongan, yaitu :
1. Kotoran yang tidak larut dalam minyak (fat insolube dan terdespersi
dalam minyak)
Kotoran yang terlarut dalam minyak dari biji atau partikel jaringan, lendir
dan getah, serat-serat yang berasal dari kulit, abu atau mineral yang terdiri dari Fe,
Cu, Mg dan Ca, serta air dalam jumlah kecil. Kotoran ini dapat dipisahkan dengan
beberapa cara mekanis, yaitu dengan pengendapan, penyaringan dan sentrifugasi.
2. Kotoran yang berbentuk suspensi koloid dalam minyak
Kotoran ini terdiri dari fosfolipid, karbohidrat, senyawa yang mengandung
nitrogen dan senyawa kompleks lainnya. Kotoran ini dapat dihilangkan dengan
menggunakan uap panas, elektrolisa disusul dengan proses mekanik seperti
pengendapan, sentrifugasi atau penyaringan dengan menggunakan adsorben.
3. Kotoran yang terlarut dalam minyak (fat solube compound)
Kotoran yang termasuk dalam golongan ini terdiri dari asam lemak bebas,
sterol, hidrokarbon : mono dan digliserida yang dihasilkan dari hidrolisa
trigliserida ; zat warna yang terdiri dari karotenoid. Zat warna lainnya yang
dihasilkan dari proses oksidasi dan dekomposisi minyak yang terdiri dari keton.
Aldehida dan resin serta zat lain yang belum dapat diidentifikasi.

2.5.2 Perlakuan Pendahuluan


Tujuan perlakuan pendahuluan adalah sebagai berikut :
1. Menghilangkan kotoran dan memperbaiki stabilitas minyak dengan
mengurangi jumlah ion logam terutama besi dan tembaga. Pada proses
deodorisasi, penambahan jmlah asam pada minyak akibat perlakuan
pendahuluan lebih kecil dibandingkan dengan tanpa perlakuan
pendahuluan.
2. Proses pemisahan gum dilakuakan terhadap minyak untuk tujuan tertentu,
misalnya minyak biji lin yang digunakan untuk pembuatan lak (laquer).
3. Untuk memudahkan proses pemurnian selanjutnya, dan mengurangi
minyak yang hilang selama proses pemurnian, terutama pada proses
netralisasi.

31
Salah satu perlakuan pendahuluan yang umum dilakukan terhadap minyak
yang akan dimurnikan dikenal dengan proses pemisahan gum (de-gumming).
a. Definisi Degumming
Degumming adalah suatu proses pemisahan getah atau lendir-lendir yang
terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air dan resin tanpa mengurangi
jumlah asam lemak bebas dalam minyak. Getah-getah (gum) dalam minyak nabati
perlu dihilangkan untuk menghindariperubahan warna dan rasa selama langkah
rafinasi berikutnya. Lemak dan minyak mengandung senyawa kompleks phospor
organik yang berhubungan dengan phospholipid (phospatida) atau biasanya gum.
Secara teknis degumming berhubungan dengan operasi pemurnian minyak yang
mana normalnya mengandung kotoran dalam bentuk koloid maupun terlarut
dalam minyak itu sendiri.Kandungan phospatida dibuang karena akan
mengakibatkan bau dan warna yang tidak diinginkan serta memperpendek umur
minyak. Pembentukan emulsi phospatida merupakan penyebab utama terjadinya
ketidakstabilan oksidasi dari minyak.
Tujuan dari proses degumming adalah :
1. Memisahkan dan membuang asam
2. Mencegah crude oil tertinggal selama penyimpanan dan pemindahan
3. Mencegah pengasaman oleh gum
4. Pemurnian secara fisik
5. Mengurangi kehilangan minyak pada tahap netralisasi
b. Proses-Proses Degumming
Ada 6 tipe proses deguming dalam industri minyak nabati. Perbedaan dari
masing-masing tipe dalah pada metoda dari prosesnya, penggunaan bahan kimia
dan kandungan dari phospatida dalam crude minyak nabati. Tipe-tipe degumming
adalah:
1. Dry Degumming
Proses dry degumming melibatkan pembuangan gum melalui proses
presipitasi dalam kondisi asam. Proses ini menggunakan minyak rendah
phospatida dan cocok untuk persiapan minyak untuk physical refining.

32
2. Water Degumming
Water degumming adalah proses dari pembuangan gum melalui proses
presipitasi menggunakan hidrasi air murni crude oil melalui pemisahan sentrifus.
Dalam proses ini air digunakan sebagai bahan utama untuk menghilangkan
phospatida yang dapat terhidrasi dari minyak nabati serta dapat dilakukan pada
keadaan batch atau continuous tergantung pada tipe minyak yang akan dilakukan
proses degumming atau jumlah minyak yang akan diproses.
3. Acid Degumming
Dalam proses ini, gum dipresipitasi dengan proses beberapa kondisi asam
dan dihilangkan dengan pemisahan dengan metoda sentrifus. Pada metoda ini
gum bisa dihidrasi pada suhu tinggi dari 40°C. Dalam proses kilang organik asam
sitrat sering digunakan dan pembuangan phospatida sisa melaui bleaching
menggunakan silika hydrogel.
4. Enzymatic Degumming
Enzymatic degumming adalah degumming khusus yang ditingkatkan dengan
menggunakan beberapa enzim makanan. Tipe minyak yang digunakan pada
proses ini adalah minyak kacang kedelai dan minyak lobak. Keuntungan dari
enzymatic degumming tidak ada busa yang terbentuk sehingga tidak ada minyak
yang hilang yang melalui pemisahan busa.
5. EDTA-degumming
EDTA degumming proses kimia-fisika degumming. Proses ini melibatkan
pemisahan sempurna phospatida dengan bahan pengkelat yaitu ethylene diamine
tetraacetic acid (EDTA).
6. Membran degumming
Pemisahan dengan membran merupakan pemisahan ukuran eklusi dan
tekanan. Proses ini membagi komponen-komponen yang berbeda menurut berat
molekulnya atau ukuran partikel serta bergantung pada interaksi dengan
permukaan membran dengan campuran komponen minyak. Phospatida dapat
dibuang dari trigleserida di dalam bentuk miscell menggunakan membran
permeabel yang sesuai dengan proses degumming.

33
2.5.3 Tahap-Tahap Pemurnian
a. Netralisasi
Asam lemak bebas (Free Fatty Acid) adalah hasil hidrolisis dari
trigliserida atau penguraian trigliserida oleh molekul air (Lawson, 1985).Hal ini
menyebabkan putusnya asam lemak dari minyak. Asam lemak bebas juga
merupakan nilai yang menunjukkan jumlah banyaknya asam lemak bebas yang
terdapat dalam lemak setelah lemak tersebut mengalami hidrolisis. Berikut reaksi
terbentuknya asam lemak bebas:

Gambar 2.11 Reaksi Pembentukan Asam Lemak Bebas

Proses Netralisasi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :


1. Netralisasi dengan Kaustik Soda (NaOH)
Netralisasi dengan kaustik soda banyak dilakukan dalam skala industri,
karena lebih efisien dan lebih murah dibandingkan dengan cara netralisasi lainnya.
Selain itu penggunaan kaustik soda membantu dalam mengurangi zat warna dan
kotoran yang berupa getah dan lendir dalam minyak.Reaksi antara asam lemak
bebas dengan NaOH adalah sebagai berikut:

Gambar 2.12 Reaksi Asam Lemak dengan NaOH

34
Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan zat warna dan kotoran
seperti fosfatida dan protein, dengan cara membentuk emulsi sabun atau emulsi
yang terbentuk dapat dipisahkan dari minyak dengan cara sentrifus. Dengan cara
hidrasi dan dibantu dengan proses pemisahan sabun secara mekanis maka
netralisasi dengan menggunakan kaustik soda dapat menghilangkan fosfatida,
protein, resin, dan suspensi dalam minyak yang tidak dapat dihilangkan dengan
proses pemisahan gum.
Pemakaian larutan kaustik soda dengan konsentrasi terlalu tinggi akan
bereaksi sebagian dengan trigliserida sehingga mengurangi rendemen minyak dan
menambah jumlah sabun yang terbentuk. Oleh karena itu harus dipilih konsentrasi
dan jumlah kaustik soda yang tepat untuk menyabunkan asam lemak dalam
minyak. Dengan demikian penyabunan trigliserida dan terbentuknya emulsi dalam
minyak dapat dikurangi, sehingga dihasilkan minyak netral dengan rendemen
yang lebih besar dan mutu minyak yang lebih baik.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih konsentrasi
larutan alkali yang digunakan dalam netralisasi adalah sebagai berikut :
1. Konsentrasi dari Minyak Kasar
Konsentrasi dari alkali yang digunakan tergantung dari jumlah asam lemak
bebas atau derajat keasaman minyak. Makin besar jumlah asam lemak bebas,
makin besar pula konsentrasi alkali yang digunakan
2. Jumlah Minyak Netral (Trigliserida) yang Tersabunkan
Makin besar konsentrasi larutan alkali yang digunakan, maka
kemungkinan jumlah trigliserida yang tersabunkan semakin besar pula sehingga
angka refinning factor bertambah besar.
3. Jumlah Minyak Netral yang Terdapat dalam Soap Stock
Makin encer larutan kaustik soda, makin besar tendensi larutan sabun
untuk membentuk emulsi dengan trigliserida. Dengan menggunakan larutan alkali
encer, kemungkinan terjadinya penyabunan trigliserida dapat diperkecil, akan
tetapi kehilangan minyak bertambah besar karena sabun dalam minyak akan
membentuk emulsi.

35
4. Suhu Netralisasi
Suhu netralisasi dipilih sedemikian rupa sehingga sabun (soap stock) yang
terbentuk dalam minyak mengendap dengan kompak dan cepat. Pengendapan
yang lambat akan memperbesar kehilangan minyak karena sebagian minyak akan
diserap oleh sabun.
5. Warna Minyak Netral
Makin encer larutan alkali yang digunakan, makin besar jumlah larutan
yang dibutuhkan untuk netralisasi dan minyak netral yang dihasilkan berwarna
lebih cepat.
2. Netralisasi dengan Natrium Karbonat (Na2CO3)
Netralisasi menggunakan natrium karbonat biasanya disusul dengan
pencucian menggunakan kaustik soda encer, sehingga memperbaiki mutu
terutama warna minyak. Hal ini akan mengurangi jumlah adsorben yang
dibutuhkan pada proses pemucatan.Pada umumnya netralisasi minyak
menggunakan natrium karbonat dilakukan di bawah suhu 500C, sehingga seluruh
asam lemak bebas yang bereaksi dengan natrium karbonat akan membentuk sabun
dan asam karbonat, dengan reaksi sebagai berikut :

Gambar 2.13 Reaksi Asam Lemak dengan Natrium Karbonat

Pada pemanasan asam karbonat yang terbentuk akan terurai menjadi gas
CO2 dan H2O. Gas CO2 yang dibebaskan akan membentuk busa dalam sabun
yang terbentuk dan mengapung partikel sabun di atas permukaan minyak. Gas
tersebut dapat dihilangkan dengan cara mengalirkan uap panas atau dengan cara
menurunkan tekanan udara di atas permukaan minyak dengan pompa vakum.
Minyak yang akan dinetralkan, dipanaskan pada suhu 35-400C dengan
tekanan lebih rendah dari atmosfir. Selanjutnya ditambahkan larutan natrium
karbonat, kemudian diaduk selama 10-15 menit dengan kecepatan pengadukan

36
65-75 rpm. Kemudian kecepatan pengadukan dikurangi 15-20 rpm dan tekanan
vakum diperkecil selama 20-30 menit. Dengan cara tersebut gas CO2 yang
terbentuk akan menguap dan asam lemak bebas yang tinggal dalam minyak
kurang lebih sebesar 0,05 persen. Sabun yang terbentuk dapat diendapkan dengan
menambahkan garam, atau mencucinya dengan air panas. Setelah dipisahkan dari
minyak selanjutnya dilakukan proses pemucatan. Minyak dalam sabun yang telah
mengendap dapat dipisahkan dengan cara menyaring menggunakan filter press.
Asam lemak bebas yang telah membentuk sabun (soap stock) dapat diperoleh
kembali jika sabun tersebut direaksikan dengan asam mineral.
Keuntungan netralisasi menggunakan natrium karbonat adalah sabun yang
terbentuk bersifat pekat dan dapat dipakai langsung untuk pembuatan sabun
bermutu baik. Minyak yang dihasilkan mutunya lebih baik, terutama setelah
mengalami proses deodorisasi. Trigliserida juga tidak ikut tersabunkan sehingga
rendemen minyak netral yang dihasilkan lebih besar. Kelemahannya adalah
karena cara tersebut sukar dilaksanakan dalam praktek, di samping itu untuk
minyak semi drying oil seperti minyak kedelai, sabun yang terbentuk sukar
disaring karena adanya busa yang disebabkan oleh gas CO2.

3. Netralisasi minyak dalam bentuk “miscella”


Cara netralisasi ini digunakan pada minyak yang diekstrak menggunakan
solvent extraction. Hasil ekstraksi merupakan campuran antara pelarut dan
minyak (miscella). Asam lemak bebas dalam miscella dapat dinetralkan dengan
menggunakan kaustik soda/natrium karbonat. Penambahan bahan tersebut ke
dalam miscella dilakukan pada suhu yang sesuai dengan titik didih pelarut. Sabun
yang terbentuk dapat dipisahkan dengan cara menambahkan garam, sedangkan
minyak netral dapat dipisahkan dari pelarut dengan cara penguapan.

4. Netralisasi dengan etanol amin dan amonia


Etanol amin dan amonia dapat digunakan untuk netralisasi asam lemak
bebas. Pada proses ini asam lemak bebas dapat dinetralkan tanpa
menyabunkantrigliserida, sedangkan amonia yang digunakan dapat diperoleh
kembali dari soap stock dengan cara penyulingan dalam ruangan vakum.

37
5. Pemisahan asam (de-ecidification) dengan cara penyulingan
Proses pemisahan asam dengan cara penyulingan adalah proses penguapan
asam lemak bebas, langsung dari minyak tanpa mereaksikan dengan larutan basa,
sehingga asam lemak yang terpisah tetap utuh. Minyak kasar yang akan disuling
terlebih dahulu dipanaskan dalam alat penukar kalor (heat exchanger).
Selanjutnya minyak tersebut dialirkan secara kontinu ke dalam alat penyulingan
dengan letak horizontal.
Di sepanjang dasar ketel terdapat pipa-pipa berlubang tempat
menginjeksikan uap air ke dalam minyak yang sudah dipanaskan pada suhu
kurang lebih 2400C. Kadang-kadang ke dalam ketel disemprotkan superheated
steam bersama air, yang akan berubah menjadi uap air panas pada tekanan rendah,
sehingga asam lemak bebas menguap bersama-sama dengan uap panas tersebut.
Hasil sulingan berupa campuran uap air dan asam lemak bebasuntuk menghindari
kerusakan minyak selama proses penyulingan karena suhu yang terlalu tinggi,
maka asam lemak bebas yang tertinggal dalam minyak dengan kadar lebih rendah
dari 1 persen harus dinetralkan dengan menggunakan persenyawaan basa.
Minyak kasar dengan kadar asam lemak bebas yang tinggi umumnya
mengandung fraksi mono dan digliserida yang terbentuk dari hasil hidrolisa
sebagian molekul trigliserida.Selama proses penyulingan, asam lemak akan
mengadakan reaksi re-esterifikasi dengan mono dan digliserida sehingga
membentuk trigliserida, dengan reaksi sebagai berikut :

38
Pada umumnya kadar asam lemak bebas dalam minyak setelah
penyulingan kira-kira 0,1-0,2 persen, sedangkan hasil kondensasi masih
mengandung kira-kira 5 persen trigliserida. Jadi penggunaan uap pada proses
penyulingan akan membawa sejumlah kecil fraksi trigliserida.Pemisahan asam
lemak bebas dengan cara penyulingan digunakan untuk menetralkan minyak kasar
yang mengandung kadar asam lemak bebas relatif tinggi, sedangkan minyak kasar
yang mengandung asam lemak bebas lebih kecil dari 8 persen, lebih baik
dinetralkan dengan menggunakan persenyawaan basa.

6. Pemisahan asam dengan menggunakan pelarut organik


Perbedaan kelarutan antara asam lemak bebas dan trigliserida dalam
pelarut organik digunakan sebagai dasar pemisahan asam lemak bebas dari
minyak. Pelarut yang paling baik digunakan untuk memisahakan asam lemak
bebas adalah furfural dan propana. Trigliserida tidak larut dalam piridine,
sedangkan asam lemak bebas tetap larut sempurna. Minyak dapat dipisahkan dari
pelarut dengan cara dekantasi, sedangkan pelarut dipisahkan dari asam lemak
bebas dengan cara penyulingan. Dengan menggunakan alkohol sebagai pelarut,
maka kelarutan trigliserida dalam alkohol akan bertambah besar dengan
bertambahnya kadar asam lemak bebas, sehingga pemisahan antara asam lemak
bebas dari trigliserida lebih sukar dilakukan.

b. Bleaching
Pemucatan (bleaching) adalah suatu tahap proses pemurnian untuk
menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak. Pemucatan ini
dilakukan dengan cara fisika yang menggunakan berbagai absorben, seperti tanah
serap (fuller earth), lempung aktif (activated clay) dan arang aktif atau dapat juga
menggunakan bahan kimia. Selain warna, pemucatan juga berperan mengurangi

39
komponen minor lainnya seperti aroma, senyawa bersulfur dan logam-logam
berat. Selain itu, pemucatan juga dapat mengurangi produk hasil oksidasi lemak
seperti peroksida, aldehida dan keton. Pada proses pemucatan hanya sedikit
komponen yang dihilangkan. Biasanya pemucatan dilakukan setelah proses
pemurnian alkali.
Proses pemucatan terbagi dua, yaitu :
 Pemucatan Secara Fisika
Pemucatan Minyak dengan AdsorbenAda dua bentuk adsorbsi yaitu :
a. Adsorbsi positif, yaitu penyerapan substart yang tidak diinginkan sehingga
bahan relatif tidak mengandung substart tersebut.
b. Adsorbsi negatif, yaitu proses penyerapan pelarut dari substart yang tidak
diinginkan Dalam hal ini pelarutannya yang dipisahkan dari substart yang
tidak diinginkan cara ini jarang dilakukan karena dianggap tidak efektif.
Adsorben yang digunakan untuk memucatkan minyak terdiri dari tanah
pemucat (bleaching earth) dan arang (bleaching carbon). Zat warna dalam
minyak akan diserap oleh permukaan adsorben dan juga menyerap suspensi
koloid (gum dan resin) serta hasil degradasi minyak, misalnya peroksida.
Pemucatan minyak menggunakan adsorben umumnya dilakukan dalam ketel yang
dilengkapi dengan pipa uap. Minyak yang akan dipucatkan dipanaskan pada suhu
sekitar 105oC, selama 1 jam. Penambahan adsorben dilakukan pada saat minyak
mencapai suhu 70-80oC, dan jumlah adsorben kurang lebih sebanyak 1,0-1,5
persen dari berat minyak. Selanjutnya minyak dipisahkan dari adsorben dengan
cara penyaringan menggunakan kain tebal atau dengan cara pengepresan dengan
filter press.
Adsorben yang biasa digunakan untuk memucatkan minyak terdiri dari
bleaching clay, arang dan arang aktif.
a. Bleaching Clay (bleaching earth)
Bahan pemucat ini merupakan sejenis tanah liat dengan komposisi utama
terdiri dari SiO2, Al2O3, air terikat serta ion kalsium, magnesium oksida dan besi
oksida. Perbandingan komposisi antara 2 jenis bleaching. Jumlah adsorben yang
dibutuhkan untuk menghilangkan warna minyak tergantung dari macam dan tipe

40
warna dalam minyak dan sampai berapa jauh warna tersebut akan dihilangkan.
Daya pemucat bleaching clay disebabkan karena ion Al3+ pada permukaan
partikel adsorben, yang dapat mengadsorbsi partikel zat warna. Daya pemucat
tersebut tergantung dari perbandingan komponen SiO2 dan Al2O3 dalam bleaching
clay. Aktivasi menggunakan asam mineral akan menimbulkan 3 macam reaksi :
1. Mula-mula asam akan melarutkan komponen Fe2O3, Al2O3, CaO, dan
MgO yang mengisi pori-pori adsorben. Hal ini ,mengakibatkan terbukanya
pori-pori yang tertutup sehingga menambah luas permukaan adsorben.
2. Selanjutnya ion-ion Ca2+ dan Mg2+ yang berada pada permukaan kristal
adsorben secara berangsur-aangsur diganti oleh ion H+ dari asam mineral.
3. Sebagian ion H+ yang menggantikan ion Ca2+ dan Mg2+ ditukar oleh ion
Al3+ yang telah larut dalam asam, dan reaksi yang terjadi sebagai berikut:

Ca2+ 2H+ Ca2+

clay + 4H+ clay +

Mg2+ 2H+ Mg2+

2H+ Al3+

clay + Al3+ clay + 3H+

2H+ H+
Gambar 2.14 Penukaran ion pada bleaching clay yang menggunakan absorben

Daya penyerapan terhadap warna akan lebih efektif jika adsorben tersebut
mempunyai bobot jenis yang rendah, kadar air tinggi, ukuran partikel halus dan
pH adsorben mendekati netral. Pemakaian asam mineral untuk mengaktifkan
adsorben bleaching clay menimbulkan bau lapuk pada minyak, tetapi bau lapuk
tersebut akan hilang pada proses deodorisasi. Disamping itu activated clay yang
bersifat asam akan menaikkan kadar asam lemak bebas dalam minyak dan
mengurangi daya tahan kain saring yang digunakan untuk memisahkan minyak
dari adsorben.

41
b. Arang (Bleaching Carbon)
Arang merupakan bahan padat yang berpori-pori dan pada umunya
diperoleh dari hasil pembakaran kayu atau bahan yang mengandung unsur karbon.
Umumnya arang mempunyai daya adsorbsi yang rendah terhadap zat warna dan
daya adsorbsi tersebut dapat diperbesar dengan cara mengaktifkan arang
menggunakan uap atau bahan kimia. Pada umumnya pengarangan dilakukan pada
suhu 300-500 °C. Suhu pengarangan pada ruangan tanpa udara dilakukan pada
suhu 600-700 °C. Pada proses pengarangan akan terjadi penguapan air disusul
dengan pelepasan gas CO2 dan selanjutnya terjadi peristiwa eksotermis yang
merupakan tahap permulaan proses pengarangan. Pengarangan dianggap
sempurna jika asap tidak terbentuk lagi, dan arang yang bermutu baik adalah
arang yang mengandung kadar karbon tinggi.

c. Arang Aktif (Aktivated Carbon)


Aktivasi karbon bertujuan untuk memperbesar luas permukaan arang
dengan membuka pori-pori yang tertutup, sehingga memperbesar kapasitas
adsorbsi terhadap zat warna. Bahan kimia yang dapat digunakan sebagai pengaktif
adalah HNO3, H3PO4, sianida, Ca(OH)2, CaCl2, Ca3(PO4)2, NaOH, Na2SO4, SO2,
ZnCl2, Na2CO3, dan uap air pada suhu tinggi.Unsur-unsur kimia dari
persenyawaan yang ditambahkan akan meresap ke dalam arang dan membuka
permukaan yang mula-mula tertutup oleh komponen kimia sehingga luas
permukaan yang aktif bertambah besar. Mutu arang aktif yang diperoleh
tergantung dari luas permukaan partikel, ukuran partikel, volume dan luas
penampang kapiler, sifat kimia permukaan arang, sifat arang secara alamiah, jenis
bahan pengaktif yang digunakan dan kadar air.
 Mekanisme Adsorbsi Zat Warna oleh Arang
Adsorbsi adalah suatu peristiwa fisik padat permukaan suatu bahan, yang
tergantung dari specifik affinity antara adsorben dan zat yang diadsorbsi. Daya
adsorbsi arang aktif disebabkan karena arang mempunyai pori-pori dalam jumlah
besar, dan adsorbsi akan terjadi karena adanya perbedaan energi potensial antara
permukaan arang dan zat yang diserap.Efisiensi adsorbsi oleh arang tergantung
dari perbedaan muatan listrik antara arang dan zat atau ion yang diserap.

42
Bahan yang mempunyai muatan listrik positif akan diserap lebih efektif
oleh arang dalam larutan yang bersifat basa dan sebaliknya, sedangkan
penyerapan terhadap bahan non-elektrolit tidak dipengaruhi oleh keasaman atau
sifat kebasaan arang sebagai adsorben. Jumlah arang aktif yang digunakan untuk
menyerap warna berpengaruh terhadap jumlah warna yang diserap. Perbandingan
daya pemucat antara arang aktif dan activated clay pada proses pemucatan minyak
kelapa seperti tercantum dalam berikut.
Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa daya pemucat arang aktif
lebih baik dari activated clay, karena arang aktif dapat menyerap zat warna
sebanyak 95-97 persen dari total zat warna yang terdapat dalam minyak.
Keuntungan penggunaan arang aktif sebgai bahan pemucat minyak ialah kerena
lebih efektif untuk menyerap warna dibandingkan dengan bleaching clay,
sehingga arang aktif dapat digunakan sebagai bahan pemucat biasanya berjumlah
lebih kurang 0,1-0,2 persen dari berat minyak. Arang aktif dapat juga menyerap
sebagian bau yang tidak dikehendaki dan mengurangi jumlah peroksida sehingga
memperbaiki mutu minyak.

Arang aktif

Gambar 2.15 Hubungan Antara Arang Aktif Yang Ditambahkan Dengan Jumlah
Warna Yang Diserap

43
Jumlah warna yang diserap (%)

Gambar 2.16 Perbedan Antara Daya Pemucatan Antara Arang Aktif Dan Activated
Clay
Keburukannya adalah karena minyak yang tertinggal dalam arang aktif
jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan minyak yang tertinggal dalam
activated clay, dan proses otooksidasi terjadi lebih cepat pada minyak yang
dipucatkan dengan menggunakan arang aktif. Adsorben yang bercampur dengan
minyak dapat dipisahkan dengan cara penyaringan menggunakan filter press.

 Pemucatan minyak dengan bahan kimia


Cara pemucatan ini banyak digunakan terhadap minyak untuk tujuan bahan
pangan (edible fat), karena pemucatan secara kimia lebih baik dibandingkan
dengan menggunakan adsorben. Keuntungan penggunaan bahan kimia sebagai
bahan pemucat adalah karena hilangnya sebagian minyak yang dapat dihindarkan
dan zat warna diubah menjadi zat tidak berwarna, yang tetap tinggal dalam
minyak. Kerugiannya ialah karena kemungkinan terjadi reaksi antara bahan kimia
dan trigliserida, sehingga menurunkan flavor minyak.
Pemucatan dengan bahan kimia pada umumnya dibagi atas dua macam reaksi
pemucatan, yaitu:
a. Pemucatan dengan cara oksidasi
Oksidasi terhadap zat warna akan mengurangi kerusakan trigliserida, akan
tetapi asam lemak tidak jenuh cenderung membentuk peroksida atau drying oil
karena proses oksidasi dan polimerisasi. Bahan kimia yang digunakan sebagai
bahan pemucat adalah persenyawaan peroksida dikromat, ozon, klorin dan klorin
dioksida. Pemucatan dengan peroksida: konsentrasi larutan peroksida yang
digunakan biasanya 30-40 persen dan jika konsentrasi peroksida lebih tinggi,
maka minyak cendrung akan mengalami kerusakan karena proses oksidasi.

44
Hidrogen peroksida dapat bereaksi dengan ion logam, sehingga wadah
yang digunakan pada proses pemucatan harus dilapisi dengan email, aluminium,
atau stainless steel. Jenis peroksida yang sering digunakan ialah natrium
peroksida, kalsium peroksida atau benzoil peroksida.
b. Pemucatan dengan dikromat dan asam
Bahan kimia yang digunakan ialah natrium atau kalium dikromat dalam
asam mineral (an-organik). Reaksi antara dikromat dan asam akan membebaskan
oksigen. Oksigen bebas bereaksi dengan asam klorida (HCl) akan menghasilkan
klor (Cl2) yang berfungsi sebagai bahan pemucat, dengan reaksi sebagai berikut:

Na2Cr2O7 + 4 H2SO4 NaSO4 + Cr2(SO4)3 + 4H2O + 3O , Atau

Na2Cr2O7 + 8HCl 2 NaCl + 2CrCl3 + 4 H2O + 3O

3 O + 6 HCl 3 H2O + 3 Cl2

Setelah pereaksi ditambahkan, selanjutnya diaduk. Zat warna akan


mengendap setelah pengadukan dihentikan. Pada umumnya warna ungu dalam
minyak tidak dapat hilang, sehingga cara pemucatan dikromat banyak digunakan
terhadap minyak untuk tujuan pembuatan sabun. Tangki pemucat yang terbuat
dari logam harus diberi pelapis anti karat, karena pereaksi tersebut dapat
menimbulkan karat pada logam.
c. Pemucatan dengan pemanasan
Pemanasan minyak dalam ruangan vakum pada suhu relatif tinggi,
mempunyai pengaruh pemucatan. Cara ini kurang efektif terhadap minyak yang
mengandung pigmen klorofil. Sebelum dilakukan pemanasan, sebaiknya minyak
terlebih dahulu dibebaskan dari ion logam terutama ion besi, sabun, (soap stock)
dan hasil-hasil oksidasi seperti peroksida, karena pemanasan terhadap bahan-
bahan tersebut merupakan katalisator dalam proses oksidasi.
d. Pemucatan dengan cara reduksi
Pemucatan dengan cara reduksi kurang efektif karena warna yang hilang
dapat timbul kembali jika minyak tersebut terkena udara. Bahan kimia yang dapat
mereduksi zat warna terdiri dari garam-garam natrium bisulfit atau natrium

45
hidrosulfit yang dikenal dengan nama blankite. Pemakaian zat pereduksi ini
biasanya dicampur dengan bahan kimia lain dengan perbandingan tertentu.
Sebagai contoh ialah penggunaan campuran larutan natrium bisulfit 1,0 - 1,5 %
dan larutan asam sulfat. Cara pemucatan ini umumnya dilakukan terhadap minyak
yang digunakan untuk pembuatan sabun.

 Kelebihan dan Kelemahan Proses Pemucatan


1. Kelemahan dan kelebihan proses pemucatan dengan adsorben
Adanya kehilangan minyak dan daya pemucatannya kurang bagus jika
dibandingkan dengan proses kimia. Kelebihannya tidak ada reaksi samping
antara adsorben dan minyak, karena adsorben hanya bertindak sebagai zat
penjerap.

2. Kelemahan dan kelebihan proses pemucatan dengan bahan kimia


Kelemahannya adanya kemungkinan terjadinya reaksi antara bahan kimia dan
trigliserida sehingga menurunkan flavor minyak. Kelebihan penggunaan
bahan kimia dapat menghindari hilangnya sebagian minyak dan zat warna
dapat dihilangkan mnjadi zat tidak berwarna.

c. Deodorisasi
Deodorisasi adalah suatu tahap proses pemurnian minyak yang bertujuan
untuk menghilangkan bau dan rasa (flavor) yang tidak enak dalam minyak.
Prinsip proses deodorisasi yaitu penyulingan minyak dengan uap panas dalam
tekanan atmosfir atau keadaan vakum. Proses deodorisasi perlu dilakukan
terhadap minyak yang akan digunakan untuk bahan pangan. Beberapa jenis
minyak yang baru diekstrak mengandung flavor yang baik untuk tujuan bahan
pangan, sehingga tidak memerlukan proses deodorisasi ; misalnya lemak susu,
lemak babi, lemak coklat, dan minyak olive.
Senyawa yang menimbulkan flavor dalam minyak terdiri dari dua golongan,
yaitu flavor alamiah (natural flavor) dan flavor yang dihasilkan dari kerusakan
minyak atau bahan yang mengandung minyak.

46
1. Flavor Alamiah (Natural Flavor)
Flavor secara alamiah terdapat dalam bahan yang mengandung minyak dan
ikut terekstrak pada proses pemisahan minyak dengan cara pengepresan,
rendering atau dengan solvent extraction. Senyawa tersebut terdiri dari
hidrokarbon tidak jenuh, pigmen karotenoid, terpene, sterol dan tokoferol. Minyak
yang berbau sengit dan rasa getir disebaban oleh glukosida dan allyl thio sianoida.
Senyawa ini banyak terdapat dalam minyak yang berasal dari biji-bijian.

2. Flavor yang Dihasilkan dari Kerusakan Minyak atau Bahan yang


Mengandung Minyak
Kerusakan terjadi selama pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, adanya
kotoran dalam minyak dan pada proses pemurnian. Senyawa yang terbentuk
merupakan hasil degradasi trigliserida dalam minyak, yang menghasilkan asam
lemak bebas, aldehida dan keton, dikarbonil, alkohol dan sebagainya. Bau tengik
dan rasa getir mulai dapat dirasakan jika komponen tersebut terdapat dalam
minyak dengan jumlah lebih dari 0,1 persen dari berat minyak.. Proses deodorisasi
dilakukan dengan cara memompakan minyak ke dalam ketel deodorisasi.
Kemudian minyak tersebut dipanaskan pada suhu 200-250oC pada tekanan 1
atmosfer dan selanjutnya pada tekanan rendah (lebih kurang 10 mmHg) sambil
dialiri dengan uap panas selama 4-6 jam. Pada suhu yang lebih tinggi, komponen
yang menimbulkan bau dalam minyak lebih mudah menguap, sehingga komponen
tersebut diangkut dari minyak bersama uap panas. Penurunan tekanan selama
proses akan mengurangi jumlah uap yang digunakan dan mencegah hidrolisa
minyak oleh uap air.

Gambar 2.17 Penampang alat deodorisasi minyak

47
Setelah proses deodorisasi sempurna, minyak harus cepat didinginkan dengan
mengalirkan air dingin melalui pipa pendingin sehingga suhu minyak turun
menjadi lebih kurang 84oC dan selanjutnya ketel dibuka dan minyak dikeluarkan
dari ketel. Asam lemak bebas yang dapat menguap dan peroksida akan berkurang
dan jumlah yang tertinggal lebih kurang 0,015 – 0,030 persen.Kerusakan minyak
yang telah mengalami proses deodorisasi dapat disebakan oleh proses oksidasi,
hidrolisa, mikroba, dan ion logam seperti Cu, Mg, Zn yang merupakan katalisator
dalam proses oksidasi minyak. Logam tersebut dapat membentuk persenyawaan
kompleks dengan hasil oksidasi asam lemak dan berubah menjadi radikal bebas,
dengan reaksi sebagai berikut:

Gambar 2.18 Persenyawaan Kompleks Dengan Hasil Oksidasi Asam Lemak


Dengan menambahkan metal inactivator seperti asam sitrat, asam tartarat dan
asam fosfat, maka akan terbentuk kompleks dengan ion logam, sehingga logam
tidak dapat aktif dalam proses pembentukan radikal bebas.

Gambar 2.19 Proses pembentukan radikal bebas

48
d. Hidrogenasi
Lemak dan minyak dari hewan maupun tumbuh-tumbuhan merupakan
molekul-molekul yang mirip, yang membedakan hanya titik leburnya saja. Jika
senyawanya berwujud padat pada suhu kamar, maka disebut lemak. Sebaliknya,
jika senyawa tersebut berwujud cair sering disebut sebagai minyak.Titik lebur
senyawa-senyawa ini sangat ditentukan oleh keberadaan ikatan karbon-karbon
rangkap (C=C) dalam molekulnya.
Hidrogenasi adalah proses pengolahan minyak atau lemak dengan cara
menambahkan hidrogen pada ikatan rangkap dari asam lemak, sehingga akan
mengurangi ketidakjenuhan minyak atau lemak, dan membuat lemak bersifat
plastis. Adanya penambahan hidrogen pada ikatan rangkap minyak dan lemak
akan mengakibatkan kenaikan titik cair. Juga dengan hilangnya ikatan rangkap,
akan menjadikan minyak atau lemak tersebut tahan terhadap proses oksidasi.
Proses hidrogenasi dilakukan dengan menggunakan hidrogen murni dan
ditambahkan serbuk nikel sebagai katalisator. Mekanisme proses Hidrogenasi
adalah sebagai berikut:

R – CH = CH – CH2 – COOHR H2 R - CH2 – CH2 – CH2 – COOH


Asam lemak tidak jenuh Ni / Pt asam lemak jenuh

Gambar 2.20 Mekanisme Proses Hidrogenasi


Reaksi pada proses hidrogenasi terjadi pada permukaan katalis yang
mengakibatkan reaksi antara molekul-molekul minyak dengan gas hidrogen.
Nikel merupakan katalis yang sering digunakan dalam proses hidrogenasi
daripada katalis yang lain (palladium, platina, copper chromite). Hal ini karena
nikel lebih ekonomis dan lebih efisien daripada logam lainnya. Nikel juga
mengandung sejumlah kecil Al dan Cu yang berfungsi sebagai promoter dalam
proses hidrogenasi minyak.
Proses hidrogenasi pada minyak juga bertujuan untuk menstabilkan minyak
sehingga masa simpannya lebih panjang. Proses oksidasi pada minyak terjadi
karena aksi oksigen dari udara terhadap minyak. Dalam bahan yang mengandung

49
minyak/lemak, konstituen yang paling mudah mengalami oksidasi adalah asam
lemak tidak jenuh. Semakin tinggi suhu pemanasan maka terjadinya oksidasi
minyak akan semakin cepat. Selain itu oksidasi juga akan dipercepat oleh adanya
radiasi misalnya oleh panas atau cahaya, adanya katalis atau bahan pengoksidasi
seperti peroksida, perasid, ozon, asam nitrat dan beberapa senyawa organic nitro
dan aldehid aromatic.Diagram alir berikut menunjukkan proses hidrogenasi
sempurna dari sebuah minyak tak-jenuh-tunggal yang sederhana.

Gambar 2.21 Proses hidrogenasi dari minyak tak jenuh tunggal


Lemak yang dikandung minyak atau margarin merupakan trigliserida yang
tersusun atas lemak jenuh (saturated fat) dan tak jenuh. Lemak trans lebih sering
dijumpai dalam margarin. Lemak trans merupakan minyak yang diolah melalui
proses hidrogenasi parsial (yakni dengan menambahkan hidrogen ke dalamnya).
Pengolahan ini dilakukan untuk meningkatkan stabilitas oksidatif agar tak mudah
mengalami proses oksidasi.
Sebetulnya proses hidrogenasi parsial dilakukan industri pangan untuk
membuat margarin. Secara natural, lemak trans juga terbentuk dalam rumen atau
lambung ternak besar seperti sapi. Dan pada proses hidrogenasi ikatan rangkap
minyak tadi mengalami isomerisasi dari konfigurasi cis menjadi trans. Ini
membuat susunan kimiawinya yang sejajar menjadi berseberangan dan berbahaya
bagi kesehatan.

50
e. Interesterifikasi
Interesterifikasi dapat digambarkan sebagai pertukaran gugusan antara dua
buah ester dimana hal ini hanya dapat terjadi apabila terdapat katalis. Katalis yang
sering digunakan untuk reaksi ini adalah logam natrium atau kalium dalam bentuk
metoksilat atau etoksilat. Dalam reaksi ini ion logam natrium atau kalium akan
menyebabkan terbentuknya ion enolat yang selanjutnya diikuti dengan pertukaran
gugus alkil. Interesterifikasi banyak digunakan oleh industri untuk menggantikan
proses hidrogenasi dalam menurunkan asam lemak trans.Interesterifikasi
(penukaran ester atau tran esterifikasi) menyangkut pertukaran gugus asil antara
trigliserida. Karena trigliserida mengandung 3 gugus ester per molekul, maka
peluang untuk pertukaran tersebut cukup banyak. Gugus asil dapat bertukar
posisinya dalam 1 molekul trigliserida, atau diantara molekul trigliserida.

Gambar 2.22 Proses Interesterifikasi

Ester asam lemak dialam terdapat dalam bentuk ester antara gliserol
dengan asam lemak ataupun terkadang ada gugus hidroksilnya yang teresterkan
tidak dengan asam lemak tetapi dengan phospat seperti pada phospolipid.
Disamping itu ada juga ester antara asam lemak dengan alkoholnya yang
membentuk monoester seperti terdapat pada minyak jojoba. Ester asam lemak
sering dimodifikasi baik untuk bahan makan maupun untuk bahan surfaktan,
aditif, detergen dan lain sebagainya.

51
Melalui reaksi transesterifikasi dengan gliserol diubah menjadi monogliserida
dan digliserida dengan bantuan katalis seperti natrium metoksida dan basa Lewis
lainnya. Hanya saja proses ini menghasilkan campuran yang terdiri atas 40 - 80%
monogliserida, 30 - 40% digliserida, 5 - 10% trigliserida, 0,2 - 9% asam lemak
bebas dan4 - 8% gliserol. Untuk mendapatkan monogliserida yang murni yang
akan digunakan dalam bahan makan, farmasi dan kosmetika maka harus
dilakukan destilasi molekuler.
Dalam hubungan untuk meningkatkan perolehan hasil monogliserida maka
dilakukan reaksi bertingkat secara transesterifikasi dengan gliserol yang kemudian
diikuti dengan reaksi interesterifikasi dengan metil ester asam lemak, sehingga
monogliserida yang diperoleh dapat mencapai 60 - 70%. Interesterifikasi pada
hakikatnya merupakan proses perbaikan kualitas dari produksi minyak nabati
yang mana memiliki tujuan untuk mengubah titik cair lemak dengan
menggunakan prinsip jika lemak dipanaskan dengan adanya suatu katalisator
sampai temperatur 110 – 160⁰C, maka gugusan asam lemak dapat berubah posisi.
Dengan interesterifkasi ini, maka asam lemak jenuhnya dapat diubah menjadi
asam lemak tak jenuh.Proses interesterifikasi dilakukan secara kontinyu dengan
menggunakan reaktor packed bed.

Gambar 2.23 Sistem reaktor untuk reaksi interesterifikasi menggunakan reaktor packed
bed

52
f. Winterisasi
Winterisasi adalah proses pemisahan bagian gliserida jenuh atau bertitik cair
tinggi dari trigliserida bertitik cair rendah. Winterisasi merupakan bentuk dari
fraksinasi atau pemindahan materi padat pada suhu yang diatur. Minyak
didinginkan secara perlahan pada suhu sekitar 6oC selama 24 jam. Pendinginan
dihentikan dan minyak atau campuran kristal didiamkan selama 6-8 jam.
Kemudian minyak disaring sehingga akan menghasilkan 75-80% minyak dan
produk stearine yang akan digunukan untuk shortening pada industri.
Gliserida bertitik cair tinggi mengandung sejumlah asam stearat dan dapat
terpisah pada suhu rendah, dan dikenal dengan nama stearin. Stearin atau
tristearin, adalah trigliserida sebuah glyceryl ester dari asam stearat, berasal dari
lemak hewan sebagai produk sampingan dari pengolahan daging sapi. Ini juga
dapat ditemukan dalam tanaman tropis seperti kelapa. Bagian yang membeku
pada suhu rendah (disebut stearin) dipisahkan melalui penyaringan (dilakukan
dalam chill room) sedangkan minyak yang tetap cair disebut winter oil.
Trigliserida atau gliserida yang terbentuk dari asam lemak jenuh dengan
rantai yang panjang, memiliki titik didih atau titik cair lebih tinggi daripada asam-
asam lemak jenuh rantai pendek. Asam lemak jenuh lebih stabil dibandingkan
asam lemak tidak jenuh, akibatnya titik leleh asam lemak jenuh lebih tinggi.
Kestabilan asam lemak jenuh mudah dipengaruhi oleh temperatur. Jenis minyak
yang memiliki asam lemak tidak jenuh yang tinggi memiliki sifat mengering yang
kuat bila dibandingkan dengan minyak memiliki asam lemak tidak jenuh yang
tinggi tetapi tidak berkonjugasi.

Gambar 2.24 Asam lemak tak berkonjugasi dan berkonjugasi

53
BAB III

KESIMPULAN

Minyak nabati adalah sejenis minyak yang terbuat dari tumbuhan.


Digunakan dalam makanan dan memasak. Beberapa jenis minyak nabati yang
biasa digunakan ialah minyak kelapa sawit, jagung, zaitun kedelai, bunga
matahari dll. Berdasarkan kegunaannya, minyak nabati terbagi menjadi dua
golongan. Pertama, minyak nabati yang dapat digunakan dalam industri makanan
(edible oils) dan dikenal dengan nama minyak goreng meliputi minyak kelapa,
minyak kelapa sawit, minyak zaitun, minyak kedelai, minyak kanola dan
sebagainya.Kedua, minyak yang digunakan dalam indutri non makanan (non
edible oils) misalnya minyak kayu putih, minyak jarak, dan minyak
intaran.Minyak goreng adalah hasil akhir (refined oils) dari sebuah
prosespemurnian minyak nabati (golongan yang bias dimakan) dan terdiri dari
beragamjenis senyawa trigliserida.
Ekstraksi minyak atau lemak adalah suatu cara untuk mendapatkan
minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak.
Adapun ekstraksi minyak atau lemak itu bermacam-macam,yaitu rendering (dry
rendering dan wet rendering), mechanical expression dan solvent extraction. Pada
umumnya minyak untuk tujuan bahan pangan dimurnikan melalui tahap proses
sebagai berikut :1) Pemisahan bahan berupa suspensi dan dispersi koloid dengan
cara penguapan, deguming dan pencucian dengan asam. 2) Pemisahan asam
lemak bebas dengan cara netralisasi. 3) Dekolorisasi dengan proses pemucatan.
4)Deodorisasi. 5) Pemisahan gliserida jenuh (stearin) dengan cara pendinginan
(chilling).

54
DAFTAR PUSTAKA
Bailey, A.E.1950. Industrial Oil and Fat Product. New York : Interscholastic
Poblishing Inc.

Fatimah. 1998. Penyediaan Asam Eikosapentanoat (EPA) dan Asam


Dokosaheksanoat (DHA) Melalui Transesterifikasi Minyak Ikan Dengan
Eetanol yang Dikatalisis oleh Lipase. [http://library.usu.ac.id/download/
fmipa/kimia-fatimah%20.pdf].
F.G. Winarno.1991. Kimia Pangan dan Gizi. P.T Gramedia Pustaka
Utama.Jakarta.

Hidayatulloh, Bayu.2010.Pengilangan Minyak Bumi dan Nabati. Jurusan Teknik


Kimia : Fakultas Teknik Universitas Riau

Hilditch, T.P.The Industrial Chemistry of The Fats and Waxes. New york : D.Van
Nostard Corporation Inc.1947)

Ketaren. 1986.Minyak dan Lemak Pangan.UI-Press. Jakarta.


Ralp J. Fessenden and Joan S. Fessenden. 1986.Organic Chemistry.Third Edition,
University Of Montana.Wadsworth, Inc, Belmont, Califfornia 94002,
Massachuset, USA.

Wales, Jimmy. 2009. Asam Lemak. <http://wikipedia.com>.


Widia, Citra. 2010. Proses Pemurnian Minyak Nabati Secara Fisika Dalam
Industri.http://politeknikcitrawidyaedukasi.wordpress.com/2010/01/18/pros
es-pemurnian-minyak-nabati-secara-fisika-dalam-industri/.
Wikipedia Bahasa Indonesia. 2009. Minyak Nabati. www.wikipedia.org.

Anda mungkin juga menyukai