Anda di halaman 1dari 10

LANDASAN PSIKOLOGIS PENGEMBANGAN KURIKULUM

1. Pengertian Landasan Psikologis

Landasan Psikologis ialah sebuah landasan pengembangan kurikulum yang mengacu


pada aspek – aspek kepriadian peserta didik. Pada umumnya, landasan psikologis memiliki peran
untuk memetakan kondisi – kondisi dari peserta didik. Sehingga saat pengembang kurikulum
melakukan pengembangan, butir – butir dan arah tujuan dari pengembangan kurikulum dapat
tercapai dengan maksimal sesuai dengan kondisi peserta didik di lapangan.

2. Konsep dasar Landasan Psikologis

Pengembangan kurikulum dilaksanakan atas keadaan dan realitas di lapangan. Kegiatan


pengembangan harus difokuskan kepada kebutuhan peserta didik, dan disesuaikan dengan
kemampuan peserta didik dalam menempuh kurikulum yang telah dibentuk. Karena, potensi dan
kemampuan setiap peserta didik berbeda. Apabila proses pengembangan kurikulum tidak
didasarkan pada peserta didik, maka tujuan pembelajaran akan sulit untuk dicapai..

Menurut Meggi Ing (1978) terdapat dua kontribusi psikologi dalam pengembangan
kurikulum. Pertama, model konseptual dan informasi yang akan membangun perencanaan
pendidikan. Kedua, berisikan berbagai metodologi yang dapat diaplikasikan dalam penelitian
pendidikan. Beberapa hal terkait pengembangan model pembelajaran, metode pembelajaran dan
mata pelajaran yang ditempuh seringkali muncul karena kurangnya informasi – informasi yang
berkaitan dengan sisi psikologis peserta didik. Maka, peran psikologis sebagai sebuah disiplin
ilmu yakni memberikan informasi – informasi tambahan kepada guru dan pihak – pihak terkait
dalam pengembangan kurikulum berdasarkan teori – teori yang terdapat di dalamnya, dan
berorientasi pada sisi kepribadian peserta didik. Dalam perspektif psikologis, peserta didik
memiliki karakter – karakter yang unik. Karakter ini berbeda dari satu dengan yang lainnya.
Perbedaan tersebut terdapat pada minat, bakat dan masa perkembangan yang dialami oleh seorang
peserta didik. Pemahaman tentang peserta didik harus menjadi fokus utama bagi seorang
pengembang kurikulum. Apabila pengembang tidak memahaminya dengan baik, maka akan
menimbulkan berbagai macam masalah pendidikan, dan tentunya tujuan pendidikan yang ingin
dicapai akan terhambat.

3. Unsur-Unsur Pengembangan Kurikulum dalam Landasan Psikologis

Di dalam proses pengembangan kurikulum, setidaknya ada dua disiplin ilmu psikologi yang bisa
digunakan oleh seorang pengembang kurikulum ; (1) Psikologi Perkembangan, dan (2) Psikologi
Belajar. Psikologi perkembangan meninjau peserta didik dari aspek perkembangan fisiknya, dan
psikologi belajar meninjau perkembangan peserta didik dari model – model dan caranya dalam
belajar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Print (1993) bahwa kontribusi psikologi dalam
kurikulum signifikan dan berkembang. Sebab, psikologi memberikan gambaran terkait deskripsi,
keterangan, prediksi dan investigasi tingkah laku manusia. Dan menurut Berliner (1993) bahwa
psikologi telah memberikan perspektif berdasarkan pada temuan riset ilmiah tentang pengetahuan
bagaimana berpikir dan belajar saling berkaitan.5 Berikut akan dijelaskan mengenai psikologi
perkembangan dan psikologi belajar yang terkait dengan pengembangan kurikulum :

1) Psikologi Perkembangan Peserta Didik

Salah satu hal yang penting untuk diperhatikan dalam proses pengembangan kurikulum
adalah perkembangan peserta didik. Pentingnya pemahaman terhadap peserta didik setidaknya
didasarkan pada dua alasan. Pertama, setiap anak didik memiliki tahapan dan perkembangan
tertentu. Kedua, anak didik yang sedang berkembang merupakan periode yang sangat
menentukan untuk keberhasilan dan kesuksesan hidup mereka. Ketiga, pemahaman akan
perkembangan anak akan memudahkan dalam melaksanakan tugas – tugas pendidikan.

Menurut J.J. Rousseu Anak sejak dilahirkan sudah memperlihatkan keuniukan-keunikan,


seperti pernyataan dirinya dalam bentuk tertentu. Hal ini memberikan gambaran bahwa
sebenarnya sejak anak lahir anak telah memiliki potensi untuk berkembang. Anak perlu
penyesuaian diri terhadap lingkungannya, untuk dapat berkembang secara sempurna. Rousseau
percaya bahwa anak herus belajar dari pengalaman langsung. Dalam teori Tabularasa oleh Jhon
Locke anak dianggap sebagai kertas putih dimana orang-orang disekelilingnya dapat bebas
menulis dikertas tersebut. Yang mana berarti bahwa aspek-apek di luar anak / lingkungannya
lebih banyak mempengaruhi perkembangan anak. Selain kedua pandangan tersebut terdapat
pandangan bahwa perkembangan anakn merupakan hasil perpaduan antara pembawaan dan
lingkungan. Aliran ini mengakui akan kodrat manusia yang memiliki potensi sejak lahir, namun
potensi ini akan berkembang menjadi baik dan sempurna berkat lingkungan. Aliran ini disebut
dengan Aliran Konvergensi dengan tokohnya William Stern.

Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang unik sangat berpengaruh terhadap perkembangan
kurikulum pendidikan. Implikasi dari hal-hal tersebut terhadap pengembangan kurikulum adalah:

1) Setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai minat, bakat dan kebutuhannya.

2) Disamping disediakan pelajaran yang sifatnya umu yang wajib dipelajari setiap anak
disekolah, disediakan juga pelajaran pilihan yang sesuai dengan minat anak.

3) Kurikulum disamping menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga menyediakan
bahan ajar yang bersifat akademik.
4) Kurikulum memuat tujuan-tujuan yang mengandung pengetahuan,nilai/sikap, dan
keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan batin.

Implikasi lain dari pengetahuan anak terhadap proses pembelajaran dapat diuraikan sebagai
berikut :

1) Tujuan pembelajran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat kepada perubahan
tingkah laku peserta didik.

2) Bahan / Materi yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat dan perhatian anak,
bahan tersebut mudah diterima oleh anak.

3) Strategi belajar mengajar yang digunakan harus sesuai dengan taraf perkembangan anak.

4) Media yang digunakan harus dapat menarik perhatian and minat anak.

5) Sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyeluruh dan berkesinambngan dari satu
tahap ke tahap yang lainnya dan dijalankan secara terus menerus.

2) Psikologi Belajar (psychology of learning)

Psikologi belajar yaitu suatu studi yang mengkaji tentang bagaimana individu belajar.
Secara sederhana, belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi melalui
pengalaman. Psikologi belajar juga merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu
dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar,
serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar
digunakan sebagai landasan dalam men-screen tujuan pembelajaran umum/standar
kompetensi/SK (tentative general objective) yang sudah dirumuskan untuk merumuskan precise
education (kompetensi dasar/KD), dan menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar yang akan
dirumuskan dalam kurikulum.

Menurut Morris L. Bigge dan Maurice P. Hunt (1980, hlm. 226-227) ada tiga kelompok teori
belajar, yaitu:

1. Teori Disiplin Mental


Menurut bagan di atas, Teori disiplin mental dari kelahirannya, anak telah memiliki potensi-
potensi tertentu. Belajar merupakan upaya untuk mengembangkan potensi-potensi tersebut.

Ada beberapa teori yang termasuk kelompok teori disiplin mental yaitu:

- Disiplin mental theistik berasal dari Psikologi Daya, menurut teori ini anak telah memiliki
sejumlah daya mental seperti daya mengamati, menganggap, mengingat, dan sebagainya.

- Disiplin mental humanistik, bersumber kepada psikologi humanisme klasik dari Plato dan
Aristoteles yang lebih menekankan keseluruhan, keutuhan.

- Teori naturalisme (self actualization), berpangkal dari Psikologi Naturalisme Romantik, tokoh
utamanya J.J. Rousseau.

- Teori apersepsi bersumber pada psikologi strukturalisme, tokohnya Herbart. Menurut teori ini
anak mempunyai kemampuan untuk mempelajari sesuatu yang akan membentuk massa
apersepsi.

2. Teori Belajar Behaviorisme


Berdasarkan bagan di atas, kelompok ini mencakup tiga teori, diantaranya:

- Stimulus Respon Bond, bersumber dari psikologi koneksionisme oleh Edward L. Thorndike.
Menurut konsep mereka, kehidupan ini tunduk pada stimulus respon/aksi reaksi.

- Conditionering, yaitu belajar/pembentukan hubungan antara stimulus dan respons perlu dibantu
dengan kondisi tertentu. Tokoh yang popular dalam teori ini adalah Guthrie.

- Reinforcement, teori berkembang berkembang dari teori psikologi. Pada reinforcement, kondisi
diberikan pada respon. Adapun tokoh utama pada teori ini adalah Skinner.

3. Teori Cognitive Gestalt Field

Teori Cognitive Gestalt Field bersumber dari psikologi lapangan oleh Kurt Lewin. Teori ini
mengacu pada pengertian bahwa keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian. Belajar dalam
teori ini berkenaan dengan bagaimana individu memahami dirinya dan lingkungannya. Teori
belajar pertama dari kelompok ini adalah Goal Insight, berkembang dari psikologi
Convigurationlism. Menurutnya individu selalu berinteraksi aktif dengan lingkungan, perbuatan
individu selalu diarahkan kepada pembentukan hubungan dengan lingkungan. Teori belajar
dijadikan dasar bagi proses belajar mengajar, dengan demikian ada hubungan yang erat antara
kurikulum dan psikologi belajar. Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana
kurikulum itu disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya.
Dengan kata lain, psikologi belajar berkenaan dengan penentuan strategi kurikulum. Teori ini
banyak mempengaruhi praktek-praktek pengajaran di sekolah karena teori ini memiliki prinsip-
prinsip sebagai berikut :

a. Belajar berdasarkan keseluruhan


Dalam belajar siswa mempelajari bahan pelajaran secara keseluruhan, bahan-bahan dirinci
ke dalam bagian-bagian itu kemudian dipelajari secara keseluruhan, dihubungkan satu
dengan yang lain secara terpadu.

b. Belajar adalah pembentukan kepribadian


Anak dipandang sebagi makhluk keseluruhan , anak dibimbing untuk memperoleh
pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara berimbang. Ia dibina untuk menjadi manusia
seutuhnya yaitu manusia yang memiliki keseimbangan lahir dan batin antara pengetahuan
dengan sikapnya dan antara sikap dengan keterampilannya. Seluruh kepribadiannya
diharapkan utuh melalui program pengajaran yang terpadu.

c. Belajar berkat pemahaman


Menurut aliran Gestalt bahwa belajar adalah proses pemahaman. Pemahaman mengandung
makna penguasaan pengetahuan, dapat menyelaraskan dengan sikapnya dan
keterampilannya. Dapat pula diartikan bahwa pemahaman adalah kemudahan dalam
menemukan sesuatu, pemecahan masalah. Keterampilan dalam menghubungkan bagian-
bagian pengetahuan untuk diperoleh sesuatu kesimpulan merupakan salah satu wujud
pemahaman.

d. Belajar berdasarkan pengalaman


Sebagaiman dikemukakan bahwa belajar adalah pengalaman. Proses belajar itu adalah
bekerja, mereaksi, memahami dan mengalami. Dalam belajar itu siswa aktif. Siswa
mengolah bahan pelajaran melalui diskusi, Tanya jawab, kerja kelompok, dmeonstrasi,
survey lapangan, karyawisata atau belajar membaca di perpustakaan.

e. Belajar adalah suatu proses perkembangan


Dalam hubungan ini ada tiga teori yang perlu diketahui guru, yaitu : perkembangan anak
merupakan hasil dari pembawaan, perkembangan anak merupakan hasil lingkungan, dan
perkembangan anak merupakan hasil keduanya. Perpaduan kedua pandangan itu
melahirkan teori tugas perkembangan (development task) yang digagas oleh Havighurst.
f. Belajar adalah proses berkelanjutan
Belajar itu adalah proses sepanjang masa. Manusia tidak pernah berhenti belajar walaupun
sudah tua sekalipun, maka ia selalu melakukan proses belajar. Belajar adalah proses
kegiatan interaksi anatar dirinya dengan lingkunganny ayang dilakukan dari sejak lahir
hingga meninggal, karena itu belajar merupakan proses kesinambungan. Untuk
mempertahankan prinsip ini maka kurikulum menganjurkan untuk melaksanakan kegiatan
belajar mengajar tidak terbatas pada kurikulum yang tersedia, dan juga kurikulum yang
sifatnya ekstra untuk memenuhi kebutuhan para siswa.

4. Contoh Penerapan Landasan Psikologis Dalam Kurikulum


Kurikulum merupakan suatu program untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan. Tujuan
itulah yang dijadikan sebagai arah atau acuan segala kegiatan pendidikan yang dijalankan.
Berhasil atau tidaknya program pengajaran di sekolah dapat diukur dari seberapa jauh dan
seberapa banyak pencapaian tujuan-tujuan tersebut. Kurikulum bersifat dinamis serta harus selalu
mengalami perubahan dan pegembangan, agar dapat mengikuti perkembangan dan tantangan
zaman. Meski demikian, perubahan dan pengembangannya harus dilakukan dengan sistematis dan
terarah.
Perubahan dan pengembangan kurikulum harus memiliki visi dan arah yang jelas, akan
dibawa kemana sistem pendidikan nasional dengan kurikulum tersebut. Salah satu faktor penting
yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kurikulum adalah landasan psikologis. Landasan
psikologis pengembangan kurikulum menuntut kurikulum untuk memperhatikan dan
mempertimbangkan aspek peserta didik dalam pelaksanaan kurikulum. Sehingga pada saat
pelaksanaan kurikulum apa yang menjadi tujuan kurikulum akan tercapai secara optimal.
Terdapat penerapan asas psikologis dalam pengembangan kurikulum yang digunakan
terutama terkait dengan proses pendidikan. Kurikulum merupakan suatu perangkat atau program
pendidikan yang diberikan suatu lembaga pendidikan yang berisi rancangan pelajaran. Rancangan
pelajaran tersebutlah yang nantinya akan diberikan kepada peserta didik selama periode
pembelajaran tertentu. Dalam merancang kurikulum, aspek psikologi juga perlu dilibatkan
sehingga nantinya mata pelajaran yang akan diberikan sesuai dengan tugas perkembangan peserta
didik. Contoh kongkritnya saja pelajaran anak SD dan SMP tentu berbeda, dari segi kedalaman
maupun segi keluasan materi yang dipelajari.
Misalnya dalam mata pelajaran Bahasa Inggris materi Narrative Text, materi tersebut
dipelajari mulai dari SMP sampai SMA. Namun, tentu saja tingkat kedalaman materi dari jenjang
SMP berbeda dengan pada jenjang SMA. Hal ini dapat dilihat jelas dari perbedaan tujuan
pembelajaran maupun kompetensi dasarnya. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh kompetensi
dasar mata pelajaran Bahasa Inggris materi Narrative Text pada SMP kelas 9 dan SMA kelas 10
berikut :

Kompetensi Dasar Kompetensi Dasar


Narrative Text SMP kelas 9 Narrative Text SMA kelas 10

1.1 Membandingkan fungsi sosial, struktur 1.1 Menganalisis fungsi sosial, struktur teks,
teks, dan unsur kebahasaan beberapa teks dan unsur kebahasaan beberapa
naratif lisan dan tulis dengan memberi teks naratif lisan dan tulis dengan
dan meminta informasi terkait fairytales, memberi dan meminta informasi terkait
pendek dan sederhana, sesuai dengan legenda rakyat sederhana, sesuai dengan
konteks penggunaannya. konteks penggunaanya.

1.2 Menangkap makna secara kontekstual 1.2 Menyajikan teks naratif pendek dan
terkait fungsi sosial,struktur teks, dan sederhana terkait legenda rakyat secara lisan
unsur kebahasaan teks naratif, lisan dan dan tulis dengans memperhatikan fungsi
tulis, sangat pendek dan sederhana, soisal,struktur teks dan unsur kebahasaan
terkait fairytales. secara benar dan sesuai konteks.

Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa Kompetensi Dasar pada jenjang SMP pengalaman
belajar yang ingin dicapai ada pada tingkat C2, yaitu membandingkan. Sedangkan pada jenjang
SMA pengalaman belajar yang ingin dicapai sudah lebih tinggi, yakni pada tingkat C3, yaitu
tahap analisis. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kedalaman dalam mempelajari materi
narrative Text berbeda sesuai jenjang pendidikan yang ditempuh.
Sedangkan untuk menentukan tingkat kedalaman suatu materi adalah dengan
menggunakan landasan psikologi, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Tentunya,
perkembangan peserta didik SMP dengan SMA berbeda, begitu dengan psikologi belajar peserta
didik SMA. Dengan kemampuan dan karakteristik yang berbeda-beda ini, tentunya perlu
mendesain pembelajaran sesuai dengan porsi dan psikologi masing-masing jenjang pendidikan. .
Pengetahuan tentang psikologi akan membantu para pengembang kurikulum untuk lebih realistis
dalam memilih tujuan pendidikan.

Penyusunan kurikulum yang disesuaikan dengan tugas perkembangan peserta didik akan
memberikan hasil yang cukup signifikan pula. Keterampilan seseorang akan dikembangkan sesuai
dengan kemampuannya. Tanpa adanya penerapan psikologi di dalam pembuatan rancangan
kurikulum tentu ini akan memberikan hasil yang kurang bagus. Psikologi dapat turut andil dalam
pengembangan kurikulum. Dengan menerapkan landasan psikologi dalam proses pengembangan
kurikulum diharapkan pendidikan yang dilaksanakan relevan dengan hakikat peserta didik. Baik
penyesuaian dari segi materi atau bahan yang harus diberikan dan dipelajari, maupun dari segi
penyampaian dan proses belajar serta penyesuaian dari unsur-unsur pendidikan lainnya.

Daftar Pustaka

Sukirman, D. (2007). Landasan Pengembangan Kurikulum.

Bahri, S. (2017). Pengembangan Kurikulum Dasar dan Tujuannya. Jurnal Ilmiah Islam
Futura, 11(1), 15-34.

Navila, A. (2018). RPP Narrative Text untuk Kelas 10. (online)


https://www.academia.edu/36713489/RPP_NARRATIVE_TEXT_untuk_kelas_10 diakses pada
tanggal 4 februari 2020

Wardani, C. (2019). RPP Narrative Text Kelas 9.


https://www.academia.edu/40598603/RPP_PKP_Narrative_text_kelompok diakses pada tanggal
4 februari 2020 (online)

Anda mungkin juga menyukai