Menurut Meggi Ing (1978) terdapat dua kontribusi psikologi dalam pengembangan
kurikulum. Pertama, model konseptual dan informasi yang akan membangun perencanaan
pendidikan. Kedua, berisikan berbagai metodologi yang dapat diaplikasikan dalam penelitian
pendidikan. Beberapa hal terkait pengembangan model pembelajaran, metode pembelajaran dan
mata pelajaran yang ditempuh seringkali muncul karena kurangnya informasi – informasi yang
berkaitan dengan sisi psikologis peserta didik. Maka, peran psikologis sebagai sebuah disiplin
ilmu yakni memberikan informasi – informasi tambahan kepada guru dan pihak – pihak terkait
dalam pengembangan kurikulum berdasarkan teori – teori yang terdapat di dalamnya, dan
berorientasi pada sisi kepribadian peserta didik. Dalam perspektif psikologis, peserta didik
memiliki karakter – karakter yang unik. Karakter ini berbeda dari satu dengan yang lainnya.
Perbedaan tersebut terdapat pada minat, bakat dan masa perkembangan yang dialami oleh seorang
peserta didik. Pemahaman tentang peserta didik harus menjadi fokus utama bagi seorang
pengembang kurikulum. Apabila pengembang tidak memahaminya dengan baik, maka akan
menimbulkan berbagai macam masalah pendidikan, dan tentunya tujuan pendidikan yang ingin
dicapai akan terhambat.
Di dalam proses pengembangan kurikulum, setidaknya ada dua disiplin ilmu psikologi yang bisa
digunakan oleh seorang pengembang kurikulum ; (1) Psikologi Perkembangan, dan (2) Psikologi
Belajar. Psikologi perkembangan meninjau peserta didik dari aspek perkembangan fisiknya, dan
psikologi belajar meninjau perkembangan peserta didik dari model – model dan caranya dalam
belajar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Print (1993) bahwa kontribusi psikologi dalam
kurikulum signifikan dan berkembang. Sebab, psikologi memberikan gambaran terkait deskripsi,
keterangan, prediksi dan investigasi tingkah laku manusia. Dan menurut Berliner (1993) bahwa
psikologi telah memberikan perspektif berdasarkan pada temuan riset ilmiah tentang pengetahuan
bagaimana berpikir dan belajar saling berkaitan.5 Berikut akan dijelaskan mengenai psikologi
perkembangan dan psikologi belajar yang terkait dengan pengembangan kurikulum :
Salah satu hal yang penting untuk diperhatikan dalam proses pengembangan kurikulum
adalah perkembangan peserta didik. Pentingnya pemahaman terhadap peserta didik setidaknya
didasarkan pada dua alasan. Pertama, setiap anak didik memiliki tahapan dan perkembangan
tertentu. Kedua, anak didik yang sedang berkembang merupakan periode yang sangat
menentukan untuk keberhasilan dan kesuksesan hidup mereka. Ketiga, pemahaman akan
perkembangan anak akan memudahkan dalam melaksanakan tugas – tugas pendidikan.
Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang unik sangat berpengaruh terhadap perkembangan
kurikulum pendidikan. Implikasi dari hal-hal tersebut terhadap pengembangan kurikulum adalah:
1) Setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai minat, bakat dan kebutuhannya.
2) Disamping disediakan pelajaran yang sifatnya umu yang wajib dipelajari setiap anak
disekolah, disediakan juga pelajaran pilihan yang sesuai dengan minat anak.
3) Kurikulum disamping menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga menyediakan
bahan ajar yang bersifat akademik.
4) Kurikulum memuat tujuan-tujuan yang mengandung pengetahuan,nilai/sikap, dan
keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan batin.
Implikasi lain dari pengetahuan anak terhadap proses pembelajaran dapat diuraikan sebagai
berikut :
1) Tujuan pembelajran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat kepada perubahan
tingkah laku peserta didik.
2) Bahan / Materi yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat dan perhatian anak,
bahan tersebut mudah diterima oleh anak.
3) Strategi belajar mengajar yang digunakan harus sesuai dengan taraf perkembangan anak.
4) Media yang digunakan harus dapat menarik perhatian and minat anak.
5) Sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyeluruh dan berkesinambngan dari satu
tahap ke tahap yang lainnya dan dijalankan secara terus menerus.
Psikologi belajar yaitu suatu studi yang mengkaji tentang bagaimana individu belajar.
Secara sederhana, belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi melalui
pengalaman. Psikologi belajar juga merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu
dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar,
serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar
digunakan sebagai landasan dalam men-screen tujuan pembelajaran umum/standar
kompetensi/SK (tentative general objective) yang sudah dirumuskan untuk merumuskan precise
education (kompetensi dasar/KD), dan menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar yang akan
dirumuskan dalam kurikulum.
Menurut Morris L. Bigge dan Maurice P. Hunt (1980, hlm. 226-227) ada tiga kelompok teori
belajar, yaitu:
Ada beberapa teori yang termasuk kelompok teori disiplin mental yaitu:
- Disiplin mental theistik berasal dari Psikologi Daya, menurut teori ini anak telah memiliki
sejumlah daya mental seperti daya mengamati, menganggap, mengingat, dan sebagainya.
- Disiplin mental humanistik, bersumber kepada psikologi humanisme klasik dari Plato dan
Aristoteles yang lebih menekankan keseluruhan, keutuhan.
- Teori naturalisme (self actualization), berpangkal dari Psikologi Naturalisme Romantik, tokoh
utamanya J.J. Rousseau.
- Teori apersepsi bersumber pada psikologi strukturalisme, tokohnya Herbart. Menurut teori ini
anak mempunyai kemampuan untuk mempelajari sesuatu yang akan membentuk massa
apersepsi.
- Stimulus Respon Bond, bersumber dari psikologi koneksionisme oleh Edward L. Thorndike.
Menurut konsep mereka, kehidupan ini tunduk pada stimulus respon/aksi reaksi.
- Conditionering, yaitu belajar/pembentukan hubungan antara stimulus dan respons perlu dibantu
dengan kondisi tertentu. Tokoh yang popular dalam teori ini adalah Guthrie.
- Reinforcement, teori berkembang berkembang dari teori psikologi. Pada reinforcement, kondisi
diberikan pada respon. Adapun tokoh utama pada teori ini adalah Skinner.
Teori Cognitive Gestalt Field bersumber dari psikologi lapangan oleh Kurt Lewin. Teori ini
mengacu pada pengertian bahwa keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian. Belajar dalam
teori ini berkenaan dengan bagaimana individu memahami dirinya dan lingkungannya. Teori
belajar pertama dari kelompok ini adalah Goal Insight, berkembang dari psikologi
Convigurationlism. Menurutnya individu selalu berinteraksi aktif dengan lingkungan, perbuatan
individu selalu diarahkan kepada pembentukan hubungan dengan lingkungan. Teori belajar
dijadikan dasar bagi proses belajar mengajar, dengan demikian ada hubungan yang erat antara
kurikulum dan psikologi belajar. Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana
kurikulum itu disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya.
Dengan kata lain, psikologi belajar berkenaan dengan penentuan strategi kurikulum. Teori ini
banyak mempengaruhi praktek-praktek pengajaran di sekolah karena teori ini memiliki prinsip-
prinsip sebagai berikut :
1.1 Membandingkan fungsi sosial, struktur 1.1 Menganalisis fungsi sosial, struktur teks,
teks, dan unsur kebahasaan beberapa teks dan unsur kebahasaan beberapa
naratif lisan dan tulis dengan memberi teks naratif lisan dan tulis dengan
dan meminta informasi terkait fairytales, memberi dan meminta informasi terkait
pendek dan sederhana, sesuai dengan legenda rakyat sederhana, sesuai dengan
konteks penggunaannya. konteks penggunaanya.
1.2 Menangkap makna secara kontekstual 1.2 Menyajikan teks naratif pendek dan
terkait fungsi sosial,struktur teks, dan sederhana terkait legenda rakyat secara lisan
unsur kebahasaan teks naratif, lisan dan dan tulis dengans memperhatikan fungsi
tulis, sangat pendek dan sederhana, soisal,struktur teks dan unsur kebahasaan
terkait fairytales. secara benar dan sesuai konteks.
Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa Kompetensi Dasar pada jenjang SMP pengalaman
belajar yang ingin dicapai ada pada tingkat C2, yaitu membandingkan. Sedangkan pada jenjang
SMA pengalaman belajar yang ingin dicapai sudah lebih tinggi, yakni pada tingkat C3, yaitu
tahap analisis. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kedalaman dalam mempelajari materi
narrative Text berbeda sesuai jenjang pendidikan yang ditempuh.
Sedangkan untuk menentukan tingkat kedalaman suatu materi adalah dengan
menggunakan landasan psikologi, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Tentunya,
perkembangan peserta didik SMP dengan SMA berbeda, begitu dengan psikologi belajar peserta
didik SMA. Dengan kemampuan dan karakteristik yang berbeda-beda ini, tentunya perlu
mendesain pembelajaran sesuai dengan porsi dan psikologi masing-masing jenjang pendidikan. .
Pengetahuan tentang psikologi akan membantu para pengembang kurikulum untuk lebih realistis
dalam memilih tujuan pendidikan.
Penyusunan kurikulum yang disesuaikan dengan tugas perkembangan peserta didik akan
memberikan hasil yang cukup signifikan pula. Keterampilan seseorang akan dikembangkan sesuai
dengan kemampuannya. Tanpa adanya penerapan psikologi di dalam pembuatan rancangan
kurikulum tentu ini akan memberikan hasil yang kurang bagus. Psikologi dapat turut andil dalam
pengembangan kurikulum. Dengan menerapkan landasan psikologi dalam proses pengembangan
kurikulum diharapkan pendidikan yang dilaksanakan relevan dengan hakikat peserta didik. Baik
penyesuaian dari segi materi atau bahan yang harus diberikan dan dipelajari, maupun dari segi
penyampaian dan proses belajar serta penyesuaian dari unsur-unsur pendidikan lainnya.
Daftar Pustaka
Bahri, S. (2017). Pengembangan Kurikulum Dasar dan Tujuannya. Jurnal Ilmiah Islam
Futura, 11(1), 15-34.