Anda di halaman 1dari 15

LOGIKA DESAIN PESAN EDUKASI KESEHATAN GIGI DI MEDIA SOSIAL

(Analisis Isi Pesan Edukasi Kesehatan Gigi pada Akun Instagram @korbantukanggigi
berdasarkan Teori Message Design Logic)
Setia Nugraha / Gregoria Arum Yudarwati
Program Studi Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Atma Jaya Yogykarta
Jl. Babarsari No. 6 Yogyakarta 55281

Abstrak
Penelitian membahas tentang teknik pengelolaan pesan dan logika desain pesan yang terdapat
pada caption dari 68 unggahan case report pada akun Instagram @korbantukanggigi. Sebanyak
68 unggahan tersebut terdiri dari 14 kasus behel, 1 kasus cabut gigi, 11 kasus tambal gigi, 11
kasus veneer, dan 48 kasus gigi tiruan. Penelitian dilakukan dengan metode analisis isi untuk
menguraikan teknik pengelolaan pesan dan logika desain pesan. Hasil penelitian menunjukkan
teknik penyusunan pesan yang dominan adalah penggabungan antara humorious appeal dan
one-sided issues (70,2% dari total yang menggabungkan teknik penyusunan pesan bersifat
persuasif dan one-sided issue). Sementara hasil mengenai logika desain pesan yang paling
banyak digunakan adalah expressive logic (sebanyak 48,4%) dan conventional logic (sebanyak
45,9%).
Kata Kunci : Edukasi Kesehatan Gigi, Message Design Logic, Media Sosial
A. LATAR BELAKANG
Komunikasi menjadi salah satu aspek yang dapat mendukung upaya dalam memperbaiki
kesehatan dan meningkatkan kualitas hidup. Studi dan penggunaan strategi komunikasi untuk
menginformasikan, mempengaruhi, dan memotivasi individu, institusi, dan komunitas untuk
mau melakukan langkah yang tepat dalam rangka memperbaiki kesehatan dan meningkatkan
kualitas hidup disebut sebagai komunikasi kesehatan (Ahmed dan Bates 2013, h. 3).
Kualitas dari kegiatan komunikasi kesehatan tentu bergantung pada elemen-elemen
komunikasi yang terlibat dalam prosesnya. Menurut Lasswel (dalam Mulyana 2012, h. 69-72),
dalam berkomunikasi elemen yang terlibat antara lain sumber, pesan, saluran atau media,
penerima, efek, feedback, dan gangguan. Seluruh elemen tersebut saling memegang perannya
masing-masing dalam keberhasilan proses komunikasi kesehatan.
Dalam mengomunikasikan kesehatan, pesan menjadi elemen komunikasi yang cukup
penting. Diungkapkan oleh Liliweri (2013, h. 103), kesuksesan komunikasi kesehatan
bergantung cara komunikator menyusun pesan yang pada akhirnya dapat mempengaruhi
perubahan sikap dari audiens. Dengan kata lain, penyusunan pesan mempengaruhi informasi
kesehatan yang diberikan kepada audiens.
Memiliki informasi kesehatan yang salah, dapat berdampak pada kesehatan seseorang.
Amstrong (dalam Liliweri 2013, h.33) menyatakan, berbagai studi melaporkan bahwa
kebanyakan penyakit yang diderita oleh individu umumnya bersumber dari ketidaktahuan dan
kesalahpahaman atas berbagai informasi kesehatan yang mereka akses.
Di Indonesia, terjadi kesalahan informasi mengenai penanganan kesehatan gigi
khususnya perawatan ortodonti (kawat gigi). Dari hasil penelitian yang dilakukan di SMP,
SMA, SMK Ksatrya dan SMKN 14 Jakarta, diketahui bahwa sebanyak 55,2% responden
memilih tukang gigi sebagai pihak untuk melakukan perawatan ortodonti (Winarmo et al.
2014). Pilihan ini, selain karena harganya yang murah, juga dikarenakan mudahnya
mendapatkan informasi mengenai tukang gigi sebagai pihak pemberi jasa perawatan ortodonti.
Dibuktikan dengan 75,7% responden yang mendapatkan informasi mengenai tukang gigi dari
kelompok teman sebaya (Winarmo et al., 2014).
Terdapat akun Instagram yang memberikan edukasi kesehatan gigi bernama
@korbantukanggigi. Akun ini dikelola oleh 7 admin yang tersebar di seluruh Indonesia. Pada
akun @korbantukanggigi, pesan yang disampaikan banyak yang merupakan pengalaman
aduan dan pengalaman dari pihak lain yang menjadi korban praktik ilegal perawatan gigi.
Pesan tersebut disusun ulang yang kemudian dikomunikasikan pada massa yang luas melalui
media sosial Instagram.
Sebagai komunikator, merumuskan sebuah pesan dapat dipengaruhi oleh pengalaman
masa lalu, rujukan nilai, pengetahuan, persepsi, pola pikir, dan perasaan sumber (Mulyana
2012, h. 69). Maka dari itu, dalam mengemas pesan komunikasi edukasi gigi, cara pengemasan
pesan menjadi hal yang unik.
Pesan edukasi kesehatan gigi yang ditampilkan oleh akun Instagram @korbantukanggigi
cukup beragam dan tidak jarang menggunakan pengandaian. Seperti pada yang diunggah pada
28 Desember 2016. Pada unggahan tersebut tertulis:

“...Lanjut si ibu, katanya dicabut sama oknum keliling bawa motor. Yu know lah siapa dia. Mari kita sebut:
kang dogi freestyle. Keliling bawa motor sambil nyabutitin gigi orang. “

Sebuah pesan dapat berbeda antara satu orang dengan orang lainnya. O’Keefe (dalam
Littlejohn 1996, h. 118) menyatakan bahwa manusia memiliki cara yang berbeda mengenai
komunikasi dan juga pesan, selain itu manusia menggunakan logika yang berbeda ketika
memutuskan sesuatu yang akan dikatakan kepada orang lain pada situasi tertentu. O’Keefe
(dalam Littlejohn 1996, h. 188; O’Neill et al. 2013, h. 32) membagi logika penyusunan pesan
menjadi 3, yaitu logika ekspresif (expressive logic), logika konvensional (conventional logic),
dan logika retoris (rethorical logic).
Dari latar belakang tersebut dibuatlah penelitian dengan judul “Logika Desain Pesan
Edukasi Kesehatan Gigi di Media Sosial”. Penelitian ini bertujuan mengetahui teknik
pengelolaan pesan dan logika desain pesan yang digunakan oleh admin akun
@korbantukanggigi dalam menyusun pesan edukasi yang bersumber dari sebuah aduan.
Teknik penyusunan pesan dan logika desain pesan penting untuk diketahui karena kesuksesan
komunikasi kesehatan bergantung pada penyusunan pesan yang dilakukan oleh komunikator
(Liliweri 2013, h.103).
Penelitian ini akan berfokus pada caption yang terdapat pada 68 case report dari akun
Instagram @korbantukanggigi. Caption pada Instagram mampu membantu untuk
meningkatkan likes serta memberikan berbagai makna dari sebuah gambar (Holmes, 2015).
B. TUJUAN PENELITIAN
1. Mendeskripsikan teknik pengelolaan pesan terdapat pada pesan edukasi kesehatan
gigi di akun Instagram @korbantukanggigi.
2. Menjelaskan logika desain pesan yang terdapat pada pesan edukasi kesesehatan gigi
yang diunggah oleh akun Instagram @korbantukanggigi berdasarkan message design
logic theory.
C. KERANGKA TEORI
Penelitian ini berfokus pada logika desain pesan yang terdapat pada konteks komunikasi
kesehatn melalui media sosial Instagram. Pada penelitian ini akan dijelaskan isi dari Instagram
yaitu caption mengenai teknik pengelolaan pesan dan logika desain pesan yang digunakan.
Maka, penelitian ini menggunakan empat teori yaitu komunikasi kesehatan, media sosial,
pesan, dan teori message design logic.
Komunikasi Kesehatan

Komunikasi kesehatan menurut Liliweri (2013, h.46) juga didefinisikan sebagai


pendidikan kesehatan, yaitu pendekatan yang menekankan pada usaha untuk mengubah
perilaku yang dimiliki audiens supaya memiliki kepekaan terhadap permasalahan kesehatan
tertentu. Maka, segala penyampaian informasi dengan tujuan tertentu untuk mempengaruhi
kesehatan merupakan kegiatan komunikasi kesehatan. Pengertian ini memberikan gambaran
mengenai cakupan penelitian yaitu pesan edukasi kesehatan yang merupakan bagian dari
komunikasi kesehatan.
Cakupan dari komunikasi kesehatan menurut Liliweri (2013, h. 49-52):
1. Komunikasi persuasi yang memilik dampak pada perubahan perilaku kesehatan.
2. Berbagai faktor individu yang mempengaruhi persepsi terhadap kesehatan.
3. Pendidikan kesehatan baik formal maupun informal melalui rangkaian aktivitas.
4. Pemasaran sosial dalam merubah perilaku masyarakat.
5. Penyebaran informasi kesehatan melalui berbagai media.
6. Advokasi atau pendampingan kesehatan.
7. Penyebaran informasi menganai dampak resiko dari penggunaan informasi yang salah
terhadap kesehatan.
8. Komunikasi dengan pasien.
9. Informasi kesehatan untuk para konsumen.
10. Perancangan hiburan yang juga sekaligus menyelipkan informasi mengenai kesehatan.
11. Melakukan komunikasi kesehatan yang interaktif melalui media interaktif.
12. Strategi komunikasi.
Media Sosial
Media Sosial menurut Kaplan dan Haenlein (dalam Carr dan Hayes, 2015, h. 5) adalah
teknologi digital yang mampu menyebarkan pesan yang dibuat oleh penggunanya juga
mengenai interaksi yang terjadi di dalamnya. Media sosial sendiri memiliki keunikan yaitu
interaktif. Media sosial disebut interaktif karena mampu mengubah cara individu maupun
organisasi dalam berkomunikasi serta dapat menciptakan interaksi secara global (Ngai et al.
2015, h. 770). Menurut Curras-Perez (dalam Ngai et al. 2015, h. 770) lingkungan media sosial
pada masa ini memungkinkan seseorang untuk membagikan pengetahuan secara online,
mengikuti komunitas virtual, dan menemukan teman yang tidak terbatas.
Media sosial dimanfaatkan pada berbagai sektor. Salah satunya kesehatan. Berbagai
informasi kesehatan banyak disebarluaskan melalui web. Isi yang terdapat pada berbagai web
mengenai informasi kesehatan ini berbedai-beda antara web yang menjadi sumber informasi
kesehatan. Informasi kesehatan yang terdapat pada berbagai web dapat digunakan untuk
meningkatkan komunikasi antara pasien dan terapis (Eyrich dalam Ngai et al. 2015, h. 781).
Salah satu jenis media sosial adalah media sharing. Jenis media sharing yang satu ini
memperbolehkan pengguna untuk mengunggah, mengorganisir, dan membagikan berbagai
materi multimedia seperti video, audio, dan foto kepada setiap orang ataupun komunitas. Media
sosial yang termasuk dalam media sharing adalah YouTube, Instagram, dan Flickr.
Instagram yang salah satu media sharing merupakan media sosial yang ditujukan untuk
membagi kegiatan sehari-hari berupa foto, dan dapat menyimpan foto yang dianggap memiliki
kenangan tanpa jangka waktu Instagram ini dapat dinikmati melalui berbagai peralatan
elektronik diantaranya smartphone Android, iPhone, Windows, maupuan Blackberry, serta
perangkat komputer berbasis Windows 10 (Instagram.com, 2017). Salah satu bagian dari
Instagram adalah caption. Caption merupakan penjelasan dari foto (Linaschke 2011, h. 22).
Pesan
Pesan didefinisikan sebagai seperangkat simbol baik verbal maupun non-verbal yang
dapat mewakili perasaan, nilai, gagasan, atau maksud yang disampaikan oleh sumber (Mulyana
2012, h. 70). Pesan yang digunakan ketika melakukan komunikasi terdiri dari simbol dan kode
(Cangara 1998, h. 101). Simbol merupakan lambang yang terdapat pada suatu objek, sementara
kode merupakan rangkaian simbol yang sudah disusun secara sistematis dan teratur sehingga
memiliki arti (Cangara 1998, h. 102). Kode yang merupakan serangkaian simbol tersebut
dibagi lagi menjadi dua yaitu (Cangara 1998, h. 103-120) verbal dan non-verbal.
Pesan yang merupakan rangkaian simbol dapat dijelaskan penyusunannya melalui teknik
pengelolaan pesan. Teknik pengelolaan pesan dibagi menjadi tiga jenis menurut Cassandra
(dalam Cangara 1998, hal. 121-125), yaitu :
1. Penyusunan Pesan Bersifat Informatif
Menurut Cassandra (Cangara 1998, h.121-122) terdapat empat macam tipe penyampaian
pesan bersifat informatif yaitu (1) space order, penyusunan berdasarkan tempat, (2) time
order, penyusunan pesan yang kronologis berdasarkan waktu, (3) deductive order,
penyusunan pesan dari hal bersifat umum ke khusus, (4) inductive order, penyusunan
pesan dari khusus ke umum.
2. Penyusunan Pesan Bersifat Persuasif
Penyusunan pesan yang bersifat persuasif terbagi menjadi lima menurut Cassandra (dalam
Cangara 1998, h. 123-125), yaitu (1) fear appeal, penyusunan pesan yang menggunakan
ancaman di dalam pesan yang disampaikan untuk menciptakan rasa takut, (2) emotional
appeal, penyusunan pesan yang didalamnya terdapat berbagai hal yang mampu
menggugah emosi seperti permasalahan-permasalahan suku, agama, kesenjangan
ekonomi, dan diskriminasi, (3) reward appeal, penyusunan pesan dengan memberikan janji
kepada khalayak, (4) motivational appeal, penyusunan pesan yang didalamnya
memberikan motivasi kepada khalayak, dan (5) humorious appeal, teknik penyampaian
yang menggunakan humor di dalam pesannya.
3. Penyusunan Berdasarkan Sisi Pesan yang Ditampilkan
Terdapat juga teknik penyusunan pesan berdasarkan sisi yang ditampilkan. Dibagi menjadi
dua menurut Cassandra (dalam Cangara 1998, h. 125) yaitu (1) one-sided issue, pesan yang
hanya menampilkan satu sisi misalnya hanya menampilkan kebaikan dari topik pesan dan
tidak menampilkan keburukannya, dan (2) two-sided issue, menampilkan pesan dari dua
sisi sekaligus dari sisi baik dan buruknya.
Teori Message Design Logic
Message Design Logics Theory yang dipopulerkan oleh O’Keefe dan McCornack (dalam
O’Neill et al. 2013, h. 32) merupakan teori yang mencoba untuk menjawab fenomena yang
terjadi pada beberapa situasi, seperti penyampaian pesan secara reguler, dapat menimbulkan
variasi yang berbeda-beda. Teori ini berasumsi bahwa sebuah pesan diproduksi untuk
mencapai suatu tujuan yang pada akhirnya membuat pesan diciptakan dalam bentuk yang
berbeda (O'Keefe dalam Quagliata 2012, h. 9).
O’Keefe (dalam O’Neill et al. 2013, h. 32) menyatakan bahwa pesan disampaikan
melelui premis tertentu yang digunakan oleh komunikator berdasarkan alasan tertentu untuk
dapat mencapai tujuannya melalui pesan yang disampaikan. Teori ini dapat digunakan untuk
melakukan analisis produksi pesan pada berbagai jenis komunikasi seperti persuasi, regulasi,
memberitahukan berita buruk, dan menghibur pada situasi yang memerlukan pertimbangan,
resolusi dari sebuah konflik, dan elaborasi dari perasaan dan perkspektif pada sebuah situasi
(O’keefe 1988, h.81).
Message Design Logics Theory memiliki tiga level dari premis yang menggambarkan
cara komunikator mengemas sebuah pesan yaitu (Littlejohn 1996, h.118; O’keefe 1988 ;
O’Neill et al. 2013, h. 32-33) yaitu expressive logic, conventional logic, dan rethorical logic.
Premis paling dasar pada Expressive Level adalah bahasa menjadi medium untuk
mengekspresikan pemikiran dan perasaan. Pada premis ini, komunikasi diartikan sebagai
proses untuk mengungkapkan perasaan ataupun pemikiran yang ada dari seseorang, sehingga
orang lain mampu mengerti apa yang dipikirkan (O’keefe 1988, h.84). Tujuan dari pesan
dengan menggunakan premis ini adalah mengekspresikan segala sesuatu yang dipirkan oleh
komunikator. Pesan yang menggunakan logika ini memberikan efek yang tidak terlalu banyak
pada audiens atau pendengar (O’keefe 1988, h.84).
Pada level Conventional, sumber pesan dipahami sebagai permainan game secara
kooperatif, berdasarkan peraturan dan prosedur sosial yang konvensional. Pesan yang bersifat
konvensional sering memperlihatkan kondisi yang bahagia sebagai sikap utama dalam pidato,
struktur dari kebenaran, dan memperlihatkan hal yang seharusnya dilakukan (Littlejohn 1996,
h.118; O’keefe 1988 ; O’Neill et al. 2013, h. 32-33). Logika konvensional merupakan bagian
dari logika ekspresif. Bahasa masih merupakan alat utama yang digunakan untuk
mengekspresikan perasaan. Hanya saja, pada premis ini efek sosial lebih merupakan tujuan
utama dibandingkan hanya untuk mengkspresikan perasaan (O’keefe 1988, h.86).
Pada Rethorical Level, komunikasi merupakan kreasi dan negosiasi dari lingkungan
sosial dan sebuah situasi tertentu. Dikatakan oleh O’Keefe (dalam O’Neill et al. 2013, hal. 33).
Pada logika retoris, konteks yang ada merupakan kesepakatan dari negosisasi (O’keefe 1988,
h. 87). Pesan yang disampaikan juga mementingkan untuk menjaga harmoni dan konsensus,
sehingga pesan yang ada digunakan untuk melakukan koordinasi dan negosiasi (O’keefe 1988,
h. 89).

D. HASIL
Pada bagian hasil ini akan dijelaskan hasil temuan data terkait penelitian yang dilakukan.
Sebelumnya akan dijelaskan hasil perhitungan reliabilitas yang ditemukan. Pada hasil
Penelitian akan dibagi menjadi dua bagian, yaitu data terkait teknik pengelolaan pesan dan data
terkait logika desain pesan. Berikut merupakan temuan data hasil pengkodingan 68 case report
yang merupakan gabungan dari kasus behel gigi, cabut gigi, gigi tiruan, tambal gigi, dan
veneer.
1. Hasil Uji Reliabilitas
Untuk menguji reliabilitas dari alat ukur digunakanlah Formula Holsti. Formula Holsti
yang dipopulerkan oleh Ole R. Holsti merupakan pengujian persetujuan yang terdapat antara
pengkoder (Eriyanto 2011, h. 290). Rumus yang digunakan untuk menguji reliabilitas
berdasarkan Formula Holsti adalah
2𝑀
Reliabilitas Antar-Coder = 𝑁1+𝑁2
Keterangan:
M: jumlah koding yang sama yang disetujui masing-masing coder
N1: jumlah coding yang dibuat oleh coder 1
N2 : jumlah coding yang dibuat oleh coder 2
Berdasarkan formula ini, angka reliabilitas minimum yang dapat ditoleransi adalah 0,7 atau
70% (Eriyanto 2011, h. 290).
Tabel 1. Hasil Uji Relitabilitas
Sub Unit
Penyusunan Penyusunan Penyusunan Logika Desain
Pengkoder Pesan Informatif Pesan Informatif Pesan Pesan
Berdasarkan
Sisi
Peneliti-
0,75 0,75 1 0,85
Pengkoder A
Peneliti-
0,78 0,81 1 0,89
Pengkoder B
Sumber: Hasil Pengolahan Coding Sheet

Dari hasil perhitungan uji reliablitias didapatkan bahwa seluruh sub unit analisis telah dapat
dinyatakan memenuhi reliabilitas. Hal ini situnjukkan dengan angka yang lebih dari 0,7
2. Temuan Data Terkait Teknik Pengelolaan Pesan
Temuan data penelitian menunjukkan seluruh 68 unggahan tidak ada yang hanya
menggunakan satu jenis teknik penyusunan pesan. Maka, data yang akan ditampilkan
berikut menunjukkan adanya penggabungan dari teknik penyusunan pesan yang
digunakan.

Diagram 1. Distribusi Frekuensi Penggabungan Teknik Penyusunan Pesan


Penggabungan Teknik Informatif dan One-Sided Isses

Penggabungan Teknik Informatif, Persuasif, dan One-Sided


Issues
Penggabungan Teknik Persuasif dan One-Sided Issues

5, (7%)

9, (13%)

54, (80%)

Sumber: Hasil Pengolahan Coding Sheet

Diagram 1 menunjukkan bahwa seluruh unggahan yang ada menggabungkan


beberapa teknik penyusunan pesan. Sebanyak 80% unggahan menggabungkan teknik
penyusunan pesan bersifat persuasif dan one-sided issue. Sementara penggabungan antara
teknik penyusunan bersifat informatif dan one-sided issue hanya sebanyak 5 unggahan
atau 7%. Selain itu, terdapat juga penggabungan teknik penyusunan pesan baik bersifat
informatif, persuasif, juga one-sided issue yang terdapat pada 9 unggahan.
Penggabungan yang paling banyak digunakan adalah antara teknik penyusunan
pesan bersifat persuasif dan one-sided issue. Pada tabel 1 ditunjukkan bahwa pada setiap
kasusnya memiliki jenis penggabungan yang berbeda-beda. Jenis penggabungan yang
paling banyak digunakan adalah humorious appeal dan one-sided issue yaitu sebanyak
70,2%. Sementara penggabungan antara emotional appeal dan one-sided issue ditemukan
sebanyak 11,2% unggahan dan penggabungan antara fear appeal dan one-sided issue
sebanyak 13%.
Teknik penyusunan pesan bersifat persuasif bertujuan untuk mengubah pendapat
dari khalayak (Cangara 1998, h.123). Pada teknik penyusunan pesan yang bersifat
persuasif ini dibagi menjadi lima yaitu fear appeal, emotional appeal, reward appeal,
motivational appeal, dan humorius appeal. Namun pada penelitian ini hanya ditemukan
tiga teknik penyusunan pesan bersifat persuasif yaitu fear appeal, emotional appeal, dan
humorious appeal.
Humorious appeal yang mayoritas (70,2%) digunakan merupakan teknik
penyusunan pesan dengan menyelipkan humor pada pesan yang disampaikan (Cangara
1998, h. 125). Contoh humor yang muncul pada pesan edukasi di akun @korbantukangigi
sebagai beriktu:

“Nah kita sambungin lagi dengan analogi kancut plastik tadi. Ibaratnya tu kancut udah ga bisa dilepas,
dalemnya ga bisa dibersihkan, masih saja kemasukan bangkai cicak yg dengan sukses nylempit dan
bersemayam damai di dalam sana”

Contoh tersebut memberikan contoh beberapa variasi humor yang digunakan untuk
menjelaskan setiap kasus yang terdapat pada akun Instagram @korbantukanggigi sebagai
kegiatan edukasi kesehatan gigi. Humor yang ada digunakan untuk menjelaskan kasus
yang ada.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Penggabungan Teknik Penyusunan Pesan Persuasif


dan One-sided Issue berdasarkan Jenis kasus (n=54)

Penggabungan One-Sided Issue


Penggabungan
Fear Appeal
Jenis Kasus Fear Emotional Humorious
dan
Appeal Appeal Appeal
Humorious
Appeal
Behel 2 3 14 0
(3,7%) (5,6%) (25,9%) (0%)
Gigi Tiruan 4 3 19 1
(7,4%) (5,6%) (34,9%) (1,9%)
Tambal Gigi 0 0 3 2
(0%) (0%) (5,6%) (3,7%)
Cabut Gigi 0 0 1 0
(0%) (0%) (1,9%) (0%)
Veneer 1 0 1 0
(1,9%) (0%) (1,9%) (0%)
Total 7 6 38 3
(13%) (11,2%) (70,2%) (5,6%)
Sumber : Hasil Pengolahan Coding Sheet

Teknik fear appeal menjadi teknik yang banyak digunakan selanjutnya yaitu
sebanyak 9 unggahan atau sebanyak 13 %. Fear appeal memiliki pengertian sebagai pesan
yang diciptakan untuk memberikan rasa takut dengan menggunakan ancaman (Cangara
1998, h. 123). Contoh dari fear appeal yang muncul adalah:

“Perlukaan seperti pada gambar di atas pun berisiko berkembang menjadi kanker jika tidak dilakukan
penanganan dengan menghilangkan penyebab luka dengan segera.”

Contoh dari fear appeal tersebut mencoba memunculkan rasa takut dengan
menjelaskan kemungkinan yang dapat terjadi akibat tidak dilakukannya penanganan pada
perlukaan yang ada di mulut. Penjelasan bahwa perlukaan akan dapat menjadi kanker
menjadi sebuah bentuk ancaman apabila luka tidak segera ditangani.
Teknik penyusunan pesan bersifat persuasif selanjutnya yang muncul adalah
emotional appeal yaitu sebanyak 7 unggahan atau 11,2%. Emotional appeal merupakan
teknik penyusunan pesan bersifat persuasif yang berusaha untuk menggugah emosi dari
audiens melalui penggunaan berbagai kasus seperti kemisikinan dan gender (Cangara
1998, h. 123-124). Emotional appeal yang muncul pada unggahan di akun Instagram
@korbantukanggigi sebagai berikut:

“Gusi meradang karena tarikan. Terhimpit gigi yang dirapatkan tanpa perhitungan. Dan semua gigi
goyang. Tak ada lagi kondisi horor yang lebih serem daripada kondisi yang terjadi pada anak di bawah
umur ini.”

Emosi pada konten tersebut diciptakan dengan memperlihatkan kondisi gigi dari
pada kasus anak usia di bawah umur yang cukup memprihatinkan. Kondisi horor yang
terjadi pada pasien, disebutkan untuk menggugah emosi audiens terhadap korban yang
masih di bawah umur, bukan untuk menakut-nakuti atau mengancam seperti yang ada pada
fear appeal.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Penggabungan Teknik Penyusunan Pesan Informatif


dan One-sided issue berdasarkan Jenis kasus (n=5)

Penggabungan One-Sided Issue


Jenis Kasus Space Time Deductive Inductive
Order Order Order Order
Behel 0 0 0 0
(0%) (0%) (0%) (0%)
Gigi Tiruan 0 2 1 1
(0%) (40%) (20%) (20%)
Tambal Gigi 0 1 0 0
(0%) (20%) (0%) (0%)
Cabut Gigi 0 0 0 0
(0%) (0%) (0%) (0%)
Veneer 0 0 0 0
(0%) (0%) (0%) (0%)
Total 0 3 1 1
(0%) (60%) (20%) (20%)
Sumber : Hasil Pengolahan Coding Sheet

Pada tabel 2 dideskripsikan penggabungan teknik penyusunan pesan bersifat


informatif yang digunakan dengan one-sided issue. Penggabungan antara time order dan
one-sided issue merupakan yang paling banyak yaitu sebanyak 3 unggahan atau 60%.
Penggabungan antara deductive order dan one-sided issue terdapat sebanyak 1 unggahan.
Sementara untuk penggabungan inductive order dan one sided issue hanya terdapat pada
1 unggahan.
Tabel 2 menunjukkan bahwa jenis teknik penyusunan pesan yang muncul adalah
time order, deductive order, dan inductive order. Pada penelitian ini juga ditemukan
unggahan yang menggunakan teknik penyusunan pesan bersifat informatif yaitu space
order. Space order muncul pada teknik penyusunan pesan yang menggabungkan teknik
penyusunan pesan bersifat informatif, persuasif, dan one-sided issue sekaligus (pada tabel
3). Penggabungan time order dan one-sided issue merupakan teknik penyusunan pesan
bersifat informatif yang paling banyak digunakan (60%). Time order merupakan
penyusunan berdasarkan urutan waktu (Cassandra dalam Cangara 1998, h. 121). Contoh
dari penggunaan time order terdapat pada unggahan sebagai berikut:

“Awalnya gigi tiruan dipasang seperti biasa: permanen. Seminggu kemudian si embak ini ngeluhin
bau mulut dan bentuknya jelek. Baliklah dia ke si tukang...............”

Penggunaan time order dibuktikan dengan adanya urutan waktu seperti awalnya dan
seminggu kemudian.
Teknik penyusunan yang lain adalah penggabungan deductive order dengan one-
sided issue (20%). Deductive order merupakan penyusunan dengan menyebutkan hal
umum di awal teks dan kemudian diikuti dengan hal khusus pada bagian selanjutnya
(Cassandra dalam Cangara 1998, h. 121-122). Contoh dari deductive order yang
ditemukan adalah :

“(umum)..... Mungkin inilah yang terjadi di hampir foto pasien salon behel yang mimin post di sini.
Mereka ga nyadar kalau kenapa-kenapa............. (khusus) Dan pasien datang, hanya minta scaling
atau pembersihan karang gigi. Karena tidak merasa ada masalah lain di hidupnya.”

Pada contoh tersebut dijelaskan bahwa mayoritas korban dari praktik ilegal perawatan gigi
kerap tidak menyadari kondisinya. Penjelasan tersebut menjadi hal yang bersifat umum.
Kemudian hal yang sifatnya lebih khusus lagi dijelaskan yaitu mengenai kasus pada salah
satu korban.
Dengan jumlah 20%, penggabungan antara inductive order dan one sided-issue juga
ditemukan. Inductive order merupakan penyusunan pesan dengan menyebutkan hal yang
khusu lalu diikuti hal yang umum. Contoh dari inductive order adalah sebagai berikut :

“(khusus) Masih ingat dengan ibu Latifah yang divonis kanker akibat gigi tiruan karya kang gigi pada
postingan tempo hari? Besok Rabu akan dijadwalkan CT Scan di RSUD Ulin....... (umum) Mimin
akan jelasin tentang satu hal paling penting dari goal setiap perawatan gigi. Yaitu oklusi. Seperti
statement dokter di atas. Oklusi itu keadaan dimana gigi atas dan gigi bawah ketemu dan kontak
secara sempurna.”

Contoh ini menjelaskan mengenai oklusi yang tidak tepat akibat gigi tiruan yang salah
dibuat oleh tukang gigi yang tidak memperhatikan oklusi. Sebelum menjelaskan mengenai
oklusi, pada unggahan tersebut dijelaskan terlebih dahulu mengenai kasus sebagai sesuatu
yang umum, kemudian terdapat penjelasan oklusi secara umum.
Space order hanya ditemukan pada satu unggahan (tabel 3). Space order ditemukan
pada penggabungan teknik yang bersifat informatif, persuasif, sekaligus one-sided issue.
Space order atau penyusunan informasi berdasarkan urutan tempat (Cangara 1998, h.
121).Space order yang terdapat adalah sebagai berikut :

“Wanita 32 tahun menempuh perjalanan 433 km....... Sejawat drg spesialis gigi tiruan yang jarak
tempuhnya lebih dari 433 km dari tempat tinggalnya. Sebegitu sulitnyakah mengakses pelayanan
kesehatan gigi di Aceh? Kakak-kakak mahasiswa FKG dari Aceh, buruan lulus ya. Masyarakat di
sana butuh kamu.”
Pada contoh tersebut space order terlihat karena penekanan kata tempat seperti “lebih dari
433 km dari tempat tinggalnya” dan Aceh.

Tabel 3. Daftar Penggabungan Teknik Penyusunan Pesan Bersifat


Informatif, Persuuasif, dan one-sided issue (n=9)

Nomor Teknik Penyusunan Pesan


Jenis Kasus
Unggahan Informatif Persuasif Sisi
4 Behel Deductive Fear Appeal One-Sided
Order Issue
19 Gigi Tiruan Inductive Fear Appeal, One-Sided
Order Humorious Issue
Appeal
22 Tambal Gigi Deductive Humorious One-Sided
Order Appeal Issue
26, 62 Gigi Tiruan Time Order Humorious One-Sided
Appeal Issue
37, 57 Gigi Tiruan Deductive Humorious One-Sided
Order Appeal Issue
56 Gigi Tiruan Inductive Fear Appeal One-Sided
Order Issue
61 Gigi Tiruan Space Order Emotional One-Side
Appeal Issue
Sumber : Hasil Pengolahan Coding Sheet

Dari data pada tabel 3 dapat diketahui bahwa teknik penyusunan pesan yang digunakan
pada unggahan di akun @korbantukanggigi sebannyak 7 unggahan merupakan
penggabungan dari teknik penyusunan pesan baik yang bersifat informatif, juga persuasif,
juga one-sided issue.
Keseluruhan unggahan menunjukkan teknik penyusunan pesan berdasarkan sisi
pesan yang ditampilkan yaitu one-sided issue. One-sided issue berarti hanya menampilkan
sisi baik atau buruk dari sebuah hal (Cangara 1998, h. 125). Contoh dari penggunaan one-
sided issue adalah sebagai berikut:

“Seperti kasus di atas. Tidak ada penjangkaran pada gigi-gigi belakang. Karena braket tidak sampai
belakang dan tidak ada buccal tube (pengunci). Padahal gigi-gigi geraham itu bisa menahan lengkung
gigi tetap pada jalan yang diridhoi. Tanpa gigi penjangkar, ditambah tarikan powerchain seperti itu,
gigi akan keluar lengkung."

Contoh tersebut menjelaskan bahaya menggunakan behel di tukang gigi seperti pada
kasus yang ada. Tetapi tidak memberikan penjelasan mengenai sisi baik melakukan
pemasangan kawat gigi di tukang gigi. Hal tersebut menunjukkan bahwa pesan yang dibuat
hanya menunjukkan sisi buruk dari suatu hal atau yang disebut one-sided issue.
3. Temuan Data Terkait Logika Desain Pesan
Bagian ini mendeskripsikan mengenai data yang didapatkan dari hasil pengkodingan
68 unggahan yang terdapat pada akun @korbantukanggigi mengenai logika desain pesan
yang digunakan. Logika desain pesan dibagi menjadi tiga yaitu expressive logic,
conventional logic, dan rethorical logic. Data yang didapatkan dideskripsikan pada tabel
4.
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Logika Desain Pesan Berdasarkan Teknik
Penyusunan Pesan (n=68)

Penggabungan Jenis Logika Desain Pesan


Teknik Penyusunan Pesan Expressive Conventional Rethorical
Logic Logic Logic
Informatif, One-Sided Issue 1 3 1
(1,4%) (4,3%) (1,4%)
Persuasif, One-Sided Issue 29 22 3
(42,7%) (32,8%) (4,3%)
Informatif, Persuasif, One- 3 6 0
Sided Issue (4,2%) (8,8%) (0%)
Total 33 31 4
(48,4%) (45,9%) (5,7%)
Sumber: Hasil Pengolahan Coding Sheet

Data pada tabel 4 menunjukkan bahwa logika desain pesan yang digunakan paling
banyak adalah expressive logic (48,4%). Expressive logic merupakan premis dalam
penyusunan pesan yang paling dasar, bahasa menjadi alat utama dalam penyampaian
pesan, dan tujuannya adalah mengekspresikan pemikiran (O’keefe, 1988). Contoh dari
expressive logic adalah :

“Tapi setelah melihat fotonya, mimin mendadak pengen dibekam. Biar darah kotor di otak bisa keluar
dan berpikir jernih. Masalahnya posisi gigi penggantinya terlalu telolet untuk ditelaah. Kenapa posisi
si gigi bisa begitu embuh kayak gitu? Ini lucu sebenarnya. Karena bukan kasus yang bisa ditemui
sehari-hari. Baru kali ini bahkan.”

Kalimat tersebut bertujuan mengekspresikan perasaan mengenai sebuah kasus. Ekspresi


itu langsung ditunjukkan melalaui kalimat yang ada seperti kata “lucu”, “baru kali ini”.
Ekspresi yang ada menjadi ciri dari expressive logic.
Dengan jumlah yang tidak signifikan berbeda, conventional logic digunakan
sebanyak 45,9%. Conventional logic premis yang menyatakan bahwa pesan didasari oleh
tujuan untuk membenarkan suatu keadaan berdasarkan konteks yang sudah dibuat,
dicirikan dengan penyebutan peraturan atau kesepakatan sosial (O’keefe, 1988). Contoh
dari conventional logic adalah:

“Coba tengok lagi permenkes 39 th 2014 di #kortugi0021. Selama ini fokusnya adalah batasan
kompetensi: membuat gigi tiruan lepasan saja (pasal 6 ayat 2). Padahal di pasal 6 ayat 1 disebutkan
ketentuan: tidak membahayakan kesehatan, aman & tidak bertentangan dengan upaya peningkatan
kesehatan & norma di masyarakat.”

Penggunaan aturan menjadi ciri dari conventional logic. Pada contoh tersebut digunakan
aturan Permenkes 39 tahun 2014 yang menjadi ciri bahwa pesan tersebut menggunakan
conventional logic dalam penyusunan pesan atau bertujuan untuk mengembalikan keadaan
sesuai dengan kesepakatan yang ada.
Sementara, rethorical logic atau pesan lebih berorientasi pada menegosiasikan
kondisi dan berorientasi pada sebuah solusi (O’keefe, 1988), hanya digunakan pada 5,7%
unggahan. Contoh dari rethorical logic adalah:
“Jadi bolehkah pasang veneer gigi kelinci? Mengingat tidak ada indikasi medisnya maka: Boleh, tapi
sebaiknya tidak usah. Boleh, asal ditangani dokter gigi yang kompeten. Boleh, asal kamu bisa
merawatnya.”

Contoh tersebut berorientasi pada solusi mengenai pemasangan veneer gigi yang tidak
berdasarkan indikasi medis. Solusi ini menjadi ciri khas khusus dari rethorical logic.

E. ANALISIS
Berdasarkan sifatnya, teknik penyusunan pesan bersifat informatif jarang digunakan.
Dibuktikan dari 68 unggahan berdasarkan 5 kasus berbeda yaitu kasus behel, gigi tiruan,
tambal gigi, cabut gigi, dan veneer, yang menggunakan penggabungan teknik penyusunan
pesan, sebanyak 7% menggunakan penggabungan teknik penyusunan pesan yang bersifat
informatif dan one-sided issue, sementara 80% menggunakan penggabungan teknik
penyusunan pesan bersifat persuasif dan one-sided issue. Selain itu, 13% yang lain
menggabungkan teknik penyusunan pesan yaitu informatif, persuasif, dan juga one-sided
issue. (data pada diagram 1).
Teknik penyusunan pesan bersifat persuasif yang mendominasi ini dapat berkaitan
dengan kegiatan akun @korbantukanggigi untuk melakukan edukasi kesehatan gigi. Edukasi
kesehatan memiliki pengertian sebagai pendekatan yang menekankan mengenai usaha
mengubah perilaku kesehatan dari audiens supaya mengetahui dan peka terhadap masalah
kesehatan pada suatu waktu (Liliweri 2013, h.50). Sesuai dengan pengertian tersebut, kegiatan
komunikasi kesehatan berupaya untuk mengubah perilaku.
Bila dilihat pada data penggabungan teknik penyusunan pesan bersifat persuasif dan one-
sided issue, humorious appel ditemukan pada 70,2% dari total 54 unggahan (data pada tabel
1). Humorious appeal adalah teknik penyusunan pesan yang menggunakan humor untuk
mempersuasi (Cassandra dalam Cangara 1998, h. 125). Penggunaan teknik ini dapat
dipengaruhi oleh media yang dipilih. Dikatakan oleh Lister et al. (2015, h. 2248) penggunaan
media sosial memberikan konsekuensi untuk menciptakan pesan yang lebih menghibur. Hal
ini dikarenakan media sosial yang memiliki sifat yang interaktif (Lister et al. 2015, h. 2249).
Selain menggunakan teknik penyusunan pesan yang lebih cenderung bersifat persuasif,
teknik penyusunan pesan berdasarkan sisi yang ditampilkan juga dapat diidentifikasi.
Keseluruhan unggahan yang ada merupakan juga penggabungan dengan teknik penyusunan
pesan memperlihatkan satu sisi permasalahan atau disebut one-sided issue. Dikatakan oleh
Ford dan Smith (1991, h. 7), pesan persuasif yang hanya menampilkan satu sisi pesan lebih
efektif bagi target sasaran dalam persuasi (persuadees) yang diuntungkan dengan topik serta
memiliki level edukasi yang masih rendah.
Penggunaan media sosial memungkinkan penampilan sebuah pesan yang menampilkan
dua sisi yang berlainan. Media sosial memiliki sifat yang interaktif (Ngai et al. 2015, h. 770).
Interaktifitas ini berkaitan juga mengenai kontrol dalam arus informasi (McMillan dalam
Yudarwati 2015, h. 219). Terdapat empat jenis kontrol pesan menurut McMillan (dalam
Yudarwati 2015, h. 219) yaitu allocution, consultation, conversation, registration. Allocution
merupakan penyebaran informasi dari satu sumber kepada banyak penerima, jenis ini lebih
bersifat satu arah. Consultation terjadi ketika individu mencari sebuah informasi pada pusat
informasi tertentu, sementara Registration merupakan kebalikannya, yaitu ketika organisasi
sebagai pusat informasi menerima pesan dari individ. Jenis terakhir adalah conversation,
terjadi ketika kedua belah pihak saling berinteraksi mengenai berbagai topik.
Akun @korbantukanggigi dengan menggunakan media sosial Instagram telah memenuhi
unsur interaktivitas. Instagram memungkinkan penggunanya mengakses akun
@korbantukanggigi sebagai pusat informasi edukasi kesehatan gigi sekaligus melakukan
interaksi melalui kolom komentar maupun chat. Namun pesan yang ada masih dikelola
seutuhnya oleh admin @korbantukanggigi, sehingga bentuk yang terjadi masih allocution dan
bersifat satu arah. Maka dari itu, pesan yang disampaikan juga menjadi one-sided issue atau
hanya menampilkan satu sisinya saja. Pesan yang ada hanya menampilkan sisi buruknya saja
dan belum menampilkan sisi lainnya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, jenis logika desain pesan yang digunakan pada
kegiatan edukasi kesehatan gigi oleh akun Instagram @korbantukanggigi didominasi oleh
expressive logic dan conventional logic. Sementara rethorical logic hanya digunakan pada
sebagian kecil teks. Pesan yang menggunakan expressive logic sebanyak 48,4%. Penggunaan
conventional logic sebanyak 45,9%. Sementara penggunaan rethorical logic hanya sebanyak
5,7% (data pada tabel 4). Dari jumlah tersebut dapat diketahui jumlah yang hampir sama antara
expressive logic dan conventional logic. Hasil yang ditemukan tidak menunjukkan adanya
perbedaan logika desain pesan yang digunakan dengan jenis kasus tertentu.
Penggunaan logika desain yang berbeda akan menyebabkan perbedaan variasi pesan
yang diciptakan yang disesuaikan dengan tujuannya (O'Keefe dalam O’Neill et al. 2013, h.32).
Variasi pesan yang berbeda akhirnya berdampak pada teknik penyusunan pesan yang berbeda
pula. Logika desain pesan yang banyak digunakan adalah expressive logic dan conventional
logic. Dari kedua premis ini yang membedakan adalah penggunaan aturan yang menjadi fokus
dari logika konvensional (O’keefe 1988, h.86). Sementara, kedua premis ini memiliki tujuan
supaya pesan yang diekspresikan melalui bahasa dapat mempengaruhi pemikiran, tindakan,
mapun pemikiran dari pendengar (O’keefe 1988, h. 86).
Tujuan produksi pesan yang menggunakan logika ekspresif dan konvensional yang ingin
mempengaruhi pemikiran dari pendengarnya sesuai dengan tujuan dari akun
@korbantukanggigi yang melakukan eduaksi kesehatan gigi. Edukasi kesehatan sendiri di
dalamnya mencakup kegaitan komunikasi persuasif yang juga berusaha mempengaruhi
pemikiran dari pendengarnya. Berdasarkan sisi pesan yang digunakan yaitu one-sided issue,
merupakan teknik penyusunan pesan yang efektif dalam kegiatan persuasi (Ford dan Smith
1991, h. 7). Logika ekspresif dan logika konvensional yang digunakan pada penyusunan juga
bertujuan untuk mempengaruhi pemikiran serta perilaku dari seseorang. Maka, penyusunan
pesan yang satu sisi juga salah satunya disebabkan oleh premis yang dipilih dalam proses
pembuatan pesan.
F. KESIMPULAN
Dari penelitina ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Tidak adanya pesan edukasi kesehatan gigi yang hanya menggunakan satu teknik
penyusunan pesan saja. Penggabungan terjadi pada teknik penyusunan pesan
berdasarkan sifatnya (persuasif dan/atau informatif) serta teknik penyusunan pesan
berdasarkan sisi yang ditampilkan yaitu one-sided issue.
2. Penggabungan teknik penyusunan yang paling dominan (sebanyak 80%) adalah antara
teknik penyusunan bersifat persuasif dan one-sided issue. Dari 80% atau 54 dari total
unggahan yang menggabungkan kedua teknik penyusunan pesan tersebut, 70,2%
merupakan penggabungan dari humorious appeal dan one-sided issue. Penggunaan
humor ini dipengaruhi oleh karakteristik media sosial Instagram yang interaktif
sehingga menuntut adanya unsur hiburan dalam sebuah kegiatan komunikasi.
Sementara penggunaan one-sided issue ini dikarenakan dalam perumusan pesannya
belum memaksimalkan interaktivitas dari media sosial.
3. Penggunaan expressive logic dan conventional logic sama-sama bertujuan untuk
menyampaikan pesan yang dapat mempengaruhi pemikiran maupun perasaan dari
audiensnya. Maka, teknik penyusunan pesan bersifat persuasif dan one-sided issue
sesuai digunakan karena juga bertujuan untuk mengubah perilaku seseorang.
4. Humor dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui media sosial supaya komunikasi
lebih bersifat menghibur. Selain itu, perumusan pesan juga bisa memanfaatkan
interaktivitas media sosial yang memungkinkan audiens untuk turut berkontribusi
dalam produksi pesan melalui fitur chat atau komentar, supaya dapat menampilakn
pesan dari berbagai sisi.

G. DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, R., Bates, B.R. (Eds.), 2013. Health communication and mass media: an integrated
approach to policy and practice. Gower, Farnham, Surrey, UK England.
Cangara, H., 1998. Pengantar ilmu komunikasi. Rajagrafindo Persada, Jakarta.
Carr, C.T., Hayes, R.A., 2015. Social media: Defining, developing, and divining. Atl. J.
Commun. 23, 46–65. doi:10.1080/15456870.2015.972282. diakeses pada 15 Februari
2017dari http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/15456870.2015.972282
Ford, L.A., Smith, S.W., 1991. Memorability and persuasiveness of organ donation message
strategies . The American Behavioral Science. diakses pada 8 Juni 2017 dari
http://search.proquest.com/docview/194858890/6A972545AE0C49E1PQ/1?accountid
=44396
Holmes, E., 2015. #THIS: In a photo-sharing world, captions are reason to obsess. diakses
pada 17 Juli 2017 dari
https://search.proquest.com/docview/1650818835/A46E2FB77F6B485DPQ/16?accou
ntid=44396
Liliweri, A., 2013. Dasar-dasar komunikasi kesehatan. Pustaka Pelajar Offset.
Linaschke, J., 2011. Getting the most from instagram. Peachpit Press, Berkeley.
Littlejohn, S., 1996. Theories of human communication, 4th ed. Wadsworth Publishing
Company, United States of America.
Mulyana, D., 2012. Ilmu komunikasi : Suatu pengantar. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Ngai, E.W.T., Moon, K.K., Lam, S.S., Chin, E.S.K., Tao, S.S.C., 2015. Social media models,
technologies, and applications: An academic review and case study. Ind. Manag. Data
Syst. 115, 769–802. doi:10.1108/IMDS-03-2015-0075. diakses dari
http://www.emeraldinsight.com/doi/10.1108/IMDS-03-2015-0075 pada 10 April 2017
O’keefe, B.J., 1988. The logic of message design: Individual differences in reasoning about
communication. Commun. Monogr. 55, 80–103. diakses pada 13 Juni 2017 dari
http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/03637758809376159
O’Neill, K.S., Hynes, G.E., Wilson, H.R., 2013. Analyzing supervisiory communication
competency: An application of message design logics theory. Bus. Stud. J. 39. diakses
pada 13 Juni 2017 dari
http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/03637758809376159
Winarmo, D., Anggraeni, Z., Novrinda, H., 2014. Faktor-faktor yang berhubungan dengan
pemilihan pemberian jasa pelayanan ortodonti cekat. diakses pada 13 Maret 2017
dari http://lib.ui.ac.id/naskahringkas/2016-05/S-Pdf-
Dian%20Anggun%20Ratnaningtyas%20Winarno
Yudarwati, G.A., 2015. The indonesian bank websites' interactivity for corporate social
responsibility communication. J. ILMU Komun. 12. diakses pada 20 Juni 2017 dari
https://ojs.uajy.ac.id/index.php/jik/article/view/472

Anda mungkin juga menyukai