Anda di halaman 1dari 3

Banyuwangi Sehat Lewat SIRAMI GIZi

Senin, 20 Juni 2016 - 16:14 WIB

Kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk balita di salah satu posyandu di Banyuwangi.
©PKM Sliliragung

Angka Gizi Buruk di Kabupaten Banyuwangi mencapai 909 kasus pada tahun 2013. Wilayah layanan
Puskesmas Singotrunan merupakan kantung penyumbang tertinggi, 158 balita ditemukan bermasalah
dengan gizi (47 gizi buruk dan 111 gizi kurang) dan 1 balita meninggal karena hidrocephalus. Kondisi ini
terulang pada tahun berikutnya, 162 balita memiliki masalah gizi (60 gizi buruk dan 102 gizi kurang) dan
1 balita meninggal dikarenakan penyakit menular (HIV/AIDS). Padahal periode masa balita merupakan
periode masa kritis, sekaligus masa optimalisasi pertumbuhan dan perkembangan otak.

Rendahnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan posyandu menjadi faktor utama penyebab banyaknya
kasus gizi buruk. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat tentang gizi. Dampak
ikutannya adalah keluarga lamban merespon gejala masalah gizi dan penggalang dana dukung kegiatan
masyarakat yang belum maksimal. Adapun faktor penyebab lain meliputi: sebagian masyarakat juga tidak
memiliki identitas pengenal tetap, sehingga memperlamban penanganan rujukan ke RS. Terjadi pula
perbedaan persepsi tentang status gizi balita yang menganggap bahwa balita kurus adalah faktor
keturunan bukan dari akibat kurang gizi , sehingga komunikasi antara warga dengan petugas terhambat
karena pola pikir yang salah.

Aksi Ramah Peduli Pemulihan Gizi (SIRAMI GIZI) merupkan layanan jasa bidang kesehatan pada bayi dan
balita yang beresiko dengan masalah gizi agar menjadi anak TOKCER (Anak Tumbuh Optimal Berkualitas
dan Cerdas). Pengembangan inovasi ini dimulai sejak 2013, yang diinspirasi oleh program Pemerintah
Kabupaten Banyuwangi untuk mempercepat pelayanan dengan semangat One Program One Innovation.

Strategi Implementasi inovasi ini meliputi: (1) Optimalisasi fungsi posyandu untuk pemantauan status
gizi, (2) Pembentukan dan Optimalisasi Fungsi Tim Sirami, (3) Peningkatan Informasi Gizi dan Pemberian
Asupan Makanan, (4) Evaluasi dan Pendampingan Khusus Balita Gizi Buruk, (5) Penyediaan Klinik Gizi (6)
Pemeriksaan Hb. Optimalisasi posyandu diarahkan untuk mengenali petunjuk awal perubahan status gizi
balita. Evaluasi dilakukan dengan metode festival balita gizi buruk dan gizi kurang yang diikuti semua
cakupan gizi buruk dan gizi kurang. Dimana pemenangnya adalah balita yang pertumbuhan dan
perkembanganya naik paling signifikan mendapat reward sehingga diharapkan pemenangnya menjadi
inspirasi bagi ibu-ibu yang lain. Festival ini sekaligus menunjukkan bahwa antusias orang tua meningkat
dalam mengatasi masalah gizi anaknya ini terlihat saat festival diselenggarakan sebagian besar selalu
diikuti oleh orang tua yang memiliki anak dengan gizi buruk dan gizi kurang.

Optimalisasi Fungsi Tim Sirami Gizi juga dilakukan melalui kegiatan Jum’at Sehat Bersama Kader
Motivator Gizi yakni melakukan penyuluhan dan demo masak makanan sehat, murah dan mudah serta
makan bersama balita gizi buruk.

Gizi kurang pada balita tidak terjadi secara tiba – tiba, tetapi diawali dengan keterbatasan kenaikan berat
badan yang tidak cukup dan perubahan berat badan balita dari waktu kewaktu. Dalam periode 6 bulan,
bayi yang berat badannya tidak naik dua kali berisiko mengalami gizi kurang sebesar 12,6 kali di
bandingkan pada balita yang berat badannya naik terus.

Perubahan yang terjadi setelah SIRAMI GIZI dimulai yakni (1) Penurunan jumlah gizi buruk. Pada tahun
2014 ditemukan 162 balita memiliki masalah gizi (60 gizi buruk dan 102 gizi kurang) dan 1 balita
meninggal dikarenakan penyakit menular (HIV/AIDS). Pada tahun 2015 ditemukan 141 balita yang
bermasalah dengan gizi (102 gizi kurang dan 39 gizi buruk), (2) Antusias orang tua meningkat dalam
mengatasi masalah gizi anaknya hal ini terlihat saat festival balita gizi buruk dan gizi kurang yang diikuti
semua cakupan gizi buruk, (3) Menurunnya persentase bumil KEK dari 61 orang menjadi 32 orang, (4)
Meningkatnya pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dari 46,63% menjadi 88,44%, (5) Kunjungan balita
diposyandu meningkat dari 72% menjadi 89,9%, (6) Pengetahuan ibu tentang makanan yang bergizi
meningkat.

Pembentukan Tim SIRAMI yang meliputi Camat, Lurah, Tim Penggerak PKK se wilayah kerja Puskesmas
Singotrunan, Kepala Puskesmas, Koordinator gizi, Koordinator P2P, Bidan Koordinator, Bidan Wilayah,
Kader Motivator Gizi, Analisis Kesehatan, Pengemudi Kesling. Inovasi ini berbasiskan kerjasama multi
pihak, dengan menempatkan Kepala UPTD Puskesmas sebagai insiator dan koordinator. Peran para
pihak tersebut dikelola dalam Tim SIRAMI yang diketuai oleh Ketua TP PKK Kecamatan.

Secara lengkap seperti dapat dilihat pada tabe


Analisis Permasalahan Status Gizi Kurang Pada Balita di Puskesmas Teupah Selatan Kabupaten Simeuleu

Article (PDF Available) · December 2018 with 4,351 Reads 

DOI: 10.33085/jkg.v1i3.3952

Cite this publication

Wira Mustika

Darwin Syamsul

Abstract

Masalah gizi di Indonesia sampai saat ini mengalami masalah gizi ganda yaitu pada satu sisi masalah gizi
kurang belum dapat diatasi secara menyeluruh namun sudah muncul masalah baru yaitu berupa gizi
lebih. Data yang diperoleh dari Puskesmas Teupah Selatan Tahun 2017 di dapatkan persentase status gizi
kurang menurut BB/U pada umur 0-59 bulan sebanyak 17%. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
pengetahuan ibu tentang gizi, riwayat pemberian ASI eksklusif, pendapatan keluarga, jumlah anggota
keluarga, kebiasaan makan dengan status gizi kurang pada balita di Puskesmas Teupah Selatan. Penelitian
ini adalah mixed method (kuantitatif dan kualitatif) dengan pendekatan sequential explanatory. Teknik
pengumpulan data adalah primer, sekunder dan tersier. Informan dalam penelitian kualitatif terdiri dari 2
orang informan utama dan 3 orang informan tambahan. Analisis data kualitatif dengan deskripsi, reduksi,
selection, kesimpulan dan pecandraan. Tehnik pengumpulan data adalah primer dan sekunder.
Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pengetahuan ibu tentang gizi kurang baik sebanyak 43
orang (63%), riwayat tidak memberikan ASI eksklusif sebanyak 60 orang (82,2%), pendapatan keluarga
rendah sebanyak 47 orang (64,4%), jumlah anggota keluarga banyak sebanyak 45 keluarga (61,6%) dan
kebiasaan makan tidak baik sebanyak 43 keluarga (58,9%). Hasil penelitian ini diperkuat dengan
wawancara mendalam bahwa masalah tersebut merupakan penyebab terjadinya status gizi kurang pada
balita. Ada hubungan pengetahuan ibu tentang gizi, pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga,
kebiasaan makan dan tidak ada hubungan riwayat pemberian ASI eksklusif dengan status gizi kurang
pada balita di Puskesmas Teupah Selatan Kabupaten Simeuleu.

Anda mungkin juga menyukai