Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH CASE VI

Disusun oleh:

Kelompok Tutorial A4

TUTORIAL A-4
Ruth Tio Napitupulu 1510211024
Novita Mardiyati Zain 1510211046
Rachmah Khoerunisa 1510211072
Ni Putu Wana Suputri Vedanty 1510211085
Salma Rahmadati 1510211089
M. Ilham Fadhlir Rahman S. 1510211102
Indah Emilia Rusdeliani 1510211155
Nabillah Virginia Defanty 1510211162

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
TAHUN AJARAN 2017/2018

1
OVERVIEW CASE
Halaman 1

Saat anda sedang bertugas di IGD RSPAD datang Tn. A 38 tahun dengan keluhan perdarahan
dari saluran kemih sejak 3 jam SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan perdarahan dari saluran kemih sejak 3 jam SMRS. Darah keluar
menetes, darah berwarna merah segar, tidak bercampur dengan urin. Pasien mengaku saat
ingin BAK dirasakan nyeri. BAK keluar sedikit dan bercampur darah. Sebelumnya pasien
mengalami KLL. Pasien mengendarai motor bertabrakan dengan mobil dari arah depan karena
ingin mendahului, kemudian pasien terpelanting, pinggang kanan dan kiri terbentur kemudian
jatuh terduduk. Setelah itu pasien merasa tidak dapat bangun, dan dibantu warga untuk di
bawa ke RSPAD. Pasien menggunakan helm, kepala tidak terbentur, pingsan disangkal pasien,
muntah disangkal pasien. Pasien juga mengeluh nyeri saat menggerakan paha. Keluhan
gangguan BAB, dan kelainan sistemik seperti demam disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat trauma sebelumnyadisangkal.

Hipertensi, diabetes mellitus, penyakitjantung, asmadanalergidisangkalpasien.

Riwayatoperasisebelumnyadisangkalpasien.

2
Halaman 2

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaraan : Compos mentis

Tanda vital

Tekanandarah : 110/80 mmHg

Frekueninadi : 84 kali/menit

Frekuensinapas : 20 kali/menit

Suhu : 36 ºC

General Survey

HEENT: dalambatas normal

Status Urologi

Sudutcostovertebrae :

Inspeksi : massa -/-, jejas-/-

Palpasi : massa -/-, nyeritekan-/-

Perkusi : nyeriketok -/-

Regio suprapubis :

Inspeksi : massa (-), jejas (-)

Palpasi : buli-buli penuh, nyeri tekan (+)

Genitalia eksterna :

Penis hematoma (-), bengkak (-), nyeri (-), sekret (+)darah, OUE letak normal,

Skrotum : benjolan (-), tandaradang (-), tidakmembesar

Perineum : benjolan (-), hematoma (-)

3
Rectal Toucher: TSA normal, ampulatdkkolaps, mukosalicin, massa (-), floating prostat (+),
batas atas teraba, sarungtangandarah (-), lendir(-), feses (-)

Pemeriksaanpenunjang

Darah Hb : 10 gr/dL

Leukosit : 9.000/uL

Trombosit : 250.000/mm3

USG Abdomen dan Pelvis

Hepar, lien, ginjal kanan dan kiri serta vesica urinaria tidak tampak kelainan

Foto Pelvis

Kesan: Fraktur pelvis ramus pubis

Pemeriksaan Uretrogram

Kontras di masukanmelaluiuretra. Terdapat ekstravasasi kontras yang masih terbatas di atas


diafragma urogenital. Kontras mengisi uretrra prostatica hingga ke vesica urinaria.

Kesan: Ruptur partial uretra posterior

4
BASIC SCIENCE

ANATOMI
URETRA

 Merupakan tabung yang menyalurkan urine keluar dari vesika urinaria melalui ostium
uretra externa pada ujung glans penis.

 Berfungsi juga dalam penyalur cairan mani.

Secara anatomis uretra di bagi menjadi 2 bagian :

1) Uretra posterior (prostatica dan membranacea)

2) Uretra anterior (pars bulbosa, pendularis, fossa navikularis, meatus uretra ekterna)

Uretra di bedakan menjadi 3 bagian :

1. Pars prostatica

2. Pars membranasea

3. Pars spongiosa

5
A. URETRA PARS PROSTATIKA

 Panjang ± 3cm berasal dari ostium uretra internum pd puncak trigonum vesicae.

 Berjalan dari basis prostat sampai ke apex prostat,lalu berlanjut menjadi pars
membranasea.

 Merupakan bagian uretra yang paling lebar dan berdiameter terbesar dari seluruh
uretra.

 Pada dinding posterior terdapat peninggian longitudinal yg disebut crista uretralis. Pada
kedua sisi crista terdapat alur yg disebut sinus prostaticus,tempat muara glandula
prostat.

 Pada puncak crista terdapat cekungan disebut utrikulus prostaticus,pd utrikulus terdapat
muara duktus ejaculatorius.

6
7
B. URETRA PARS MEMBRANOSA

 Panjang ± 3cm,terletak di diafragma urogenital.

 Bagian uretra yang paling pendek dan paling tidak dapat dilebarkan.

 Kebawah dari uretra pars membranacea melanjutkan diri sbg uretra pars spongiosa.

C. Uretra pars spongiosa

o Panjang ± 15,75cm di bungkus bulbus dan corpus spongiosa penis.

Vaskularisasi

 Uretra pars prostatica memperoleh darah dari rami prostatici yg merupakan cabang2 arteri
vesicalis inferior dan arteri rectalis media.

Persarafan

 Saraf2 berasal dari nervus pudendus interna dan plexus prostaticus sistem saraf otonom.

Uretra dilengkapi dengan

1. Sfingter uretra interna

o Terletak pd perbatasan vesica urinaria dan uretra.

o Terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh sistem simpatik sehingga pd saat vesica urianaria
penuh,sfingter ini akan terbuka.

2. Eksterna

 Terletak pd perbatasan uretra anterior dan posterior.

 Terdiri atas otot bergaris dipersarafi oleh sistem somatik yg dpt diperintah sesuai keinginan.

8
HISTOLOGI
URETRA

 Panjang 15-20 cm
 Teriri dari 3 segmen

9
10
FISIOLOGI MIKSI
Merupakan proses pengosongan kandung kemih, melibatkan 2 organ system urinaria
bagian bawah, vesica urinaria(buli-buli) dan uretra. Fisiologi miksi disini termasuk pada
penyimpanan urin( storage ) dan pengeluaran urin( voiding ).

Secara umum :

Urin dari kedua ureter

Masuk ke buli-buli

Stimulasi pada stretch


reseptor di dinding buli-buli

Sinyal ke otak tentang jumlah urin


Otot buli-buli teregang

Volume buli-buli
bertambah

Setelah terisi lebih


kurang separuh dari
kapasitas buli-buli

Otak mulai merasakan


adanya urin yang mengisi
buli-buli

11
 Deteksi pada vesica urinaria dan uretra

Stretch reseptor dari dinding Sensasi suhu, nyeri,


vesica urinaria adanya aliran urin di
uretra
Oleh N.Pelvikus

Serabut aferen N.Pudendus


Korda spinalis S2-4

Otak

Proses pengontrolan agar pada saat pengisian vesica urinaria tidak terjadi kebocoran:

Korda spinalis thorako-lumbal

Serabut saraf simpatik

N.Hipogastrikus

Buli-buli dan uretra

Reseptor

Adrenergic alfa Adrenergic beta

Di leher buli-buli (sfingter Fundus buli-buli


interna), urtra posterior

Rangsangan : relaksasi
Rangsangan : kontraksi

Relaksasi otot detrusor karna adrenergic beta Kontraksi sfingter uretra interna dan
uretra posterior karna adrenergic alfa

Mempertahankan resistensi uretra agar selama fase 12


pengisian urin tdk bocor atau keluar dari buli-buli
Ada 2 mekanisme yang mengontrol proses miksi :

 Reflex berkemih : terpicu ketika reseptor regang di dinding vesica urinaria terangsang
 Control volunter berkemih : timbulnya keinginan berkemih saat pengisian kandung
kemih

Control reflex berkemih Control volunter

Kandung kemih terisi


Korteks serebrum melepas
impuls eksitatorik volunter
Merangsang reseptor regang di
dinding kandung kemih
merangsang
menghambat
Serat-serat aferen dr reseptor regang di
dinding kandung kemih membawa
impuls ke korda spinalis
Neuron motorik Impuls eksitatorik tsb
mengalahkan masukan
inhibitor reflex dr reseptor
Merangsang saraf
Sfingter uretra eksterna regang
parasimpatis
melemas

Kontraksi kandung Sfingter uretra eksterna


kemih tetap berkontraksi
Sfingter uretra eksterna
membuka
Secara mekanis menarik sfingter
interna terbuka Sfingter uretra eksterna
tetap tertutup

Berkemih Tidak berkemih

13
CLINICAL SCIENCE

TRAUMA URETRA POSTERIOR


Secara klinis trauma uretra dibedakan menjadi trauma uretra anterior dan trauma uretra
posterior. Hal ini karena keduanya menunjukkan perbedaan dalam hal:

 Etiologi trauma
 Tanda klinis
 Pengelolaan
 Prognosis

URETRA POSTERIOR MASKULINA

Yang termasuk ke dalam uretra posterior adalah:

 Pars prostatica: bagian uretra yang melewati prostat


 Pars membranacea: bagian uretra setinggi musculus sphincter uretra (diafragma pelvis)

ETIOLOGI

Terjadi akibat:

 Paling sering disebabkan oleh fraktur tulang pelvis


 Fraktur yang mengenai ramus atau simfisis pubis > menimbulkan kerusakan pada cincin
pelvis > robekan uretra pars prostato-membranacea
 Fraktur pelvis dan robekan pembuluh darah yang berada di dalam kavum pelvis >
hematoma yang luas di kavum retzius. Jika ligamentum pubo-prostaticum ikut terobek >
prostat dan buli-buli terangkat ke kranial (gb 6-4)

GEJALA KLINIS

Kecurigaan adanya trauma uretra:

14
 Jika didapatkan perdarahan per uretram, yaitu terdapat darah yang keluar dari meatus
uretra eksternum setelah mengalami trauma. Perdarahan harus dibedakan dengan
hematuria.
 Pada trauma uretra yang berat, seringkali pasien mengalami retensi urin
 Trias ruptur uretra posterior (http://ilmubedahurologi.wordpress.com/tag/ruptur-
uretra/):
 Bloody discharge
 Retensio urine
 Floating prostate

KLASIFIKASI

Melalui gambaran uretrogram (gb 6-5), Colapinto dan McCollum (1976) membagi derajat cedera
uretra menjadi 3 jenis:

1. Uretra posterior masih utuh dan hanya mengalami streching (peregangan). Foto
uretrogram tidak menunjukkan adanya ekstravasasi, dan uretra hanya tampak
memanjang.
2. Uretra posterior terputus pada perbatasan prostato-membranasea, sedangkan
diafragma urogenitalia masih utuh. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasasi kontras
yang masih terbatas di atas diafragma urogenitalis.
3. Uretra posterior, diafragma urogenitalis, dan uretra pars bulbosa sebelah proksimal ikut
rusak. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasasi kontras meluas hingga di bawah
diafragma urogenitalia sampai ke perineum.

PATOLOGI

Fraktur mengenai ramus/ simfisis pubis

Timbul kerusakan pada cincin pelvis

15
Robekan uretra pars prostato-membranacea

Hematom yang luas di kavum retzius

Jika ligamentum pubo-prostatikum ikut robek

Prostat + vesica urinaria terangkat ke kranial

DIAGNOSIS

 Pasien cedera uretra posterior seringkali datang dalam keadaan syok karena terdapat
fraktur pelvis atau cedera organ lain yang menimbulkan banyak perdarahan.
 Ruptura uretra posterior seringkali memberikan gejala khas berupa:
 Perdarahan per-uretram
 Retensi urine
 Pada pemeriksaan colok dubur didapatkan adanya floating prostate (prostat
melayang) di dalam suatu hematom
 Pada pemeriksaan uretrografi retrograd, mungkin terdapat elongasi uretra atau
ekstravasasi kontras pada pars prostato-membranacea (gb 6-5)

PENATALAKSANAAN

 Ruptura uretra posterior biasanya diikuti oleh trauma mayor pada organ lain (abdomen
dan fraktur pelvis) dengan disertai ancaman jiwa berupa perdarahan.
 Di bidang urologi tidak perlu melakukan tindakan yang invasif pada uretra.

16
 Tindakan berlebihan akan menyebabkan perdarahan yang lebih banyak pada kavum
pelvis dan prostat serta menambah kerusakan pada uretra dan struktur neurovaskuler
sekitarnya
 Kerusakan neurovaskuler menambah kemungkinan terjadinya disfungsi ereksi dan
inkontinensia
 Pada keadaan akut: sistosomi untuk diversi urine
 Setelah keadaan stabil, sebagian ahli urologi melakukan primary endoscopic realigment,
yaitu pemasangan kateter uretra sebagai splint melalui tuntunan uretroskopi. Dilakukan
untuk menyatukan kedua ujung uretra yang terpisah. Tindakan ini dilakukan sebelum 1
minggu pasca ruptura dan kateter uretra dipertahankan selama 14 hari.
 Sebagian ahli lain melakukan reparasi uretra (uretroplasti) setelah 3 bulan pascatrauma
dengan asumsi bahwa jaringan parut pada uretra telah stabil dan matang sehingga
tindakan rekonstruksi membuahkan hasil yang lebih baik.
PENYULIT

 Striktura uretra
 Disfungsi ereksi
 Inkontinensia urine

17
DIAGNOSIS BANDING

TRAUMA VESIKA URINARIA


Trauma yang terjadi pada vesica urinaria

Epidemiologi

 Trauma dari luar jarang terjadi, karena terlindungi oleh kavum pelvis
 2% dari seluruh trauma sisterm urogenital

Etiologi

1. Trauma tumpul akibat fraktur pelvis ( >>90% )

 Fragmen tulang pelvis merobek dinding vesica urinaria


 Cedera deselarasi akibat titik fiksasi fascia endopelvik dan diafragma pelvis bergerak
pada arah berlawanan, sehingga merobek vesica urinaria
 Jika vesica urinaria robek pada daerah fundus  menyebabkan ekstravasasi urine ke
rongga intraperitoneum

2. Iatrogenik

 Tindakan endourologi pada reseksi vesica urinaria transurethral / pada litotripsi


 Partus kasep ( Macet ) dan tindakan operasi daerah pelvis

3. Spontan

 Terjadi jika sebelumnya telah terdapat kelainan pada vesica urinaria yang menyebabkan
perubahan structural otot vesica urinaria sehingga dindingnya lemah
 Misal pada penyakit : TBC, tumor vesica urinaria, obstruksi intravesikal kronis

Klasifikasi

Secara klinis dibedakan :

 Kontusio Vesica Urinaria


- Hanya memar pada dindingnya
- Mungkin hematom perivesikal
- Tidak ada ekstravasasi urin keluar dari vesica urinaria
18
 Cedera Intraperitoneal ( 25% - 45% )
- Robeknya fundus vesica urinaria  ekstravasasi urin ke rongga intraperitoneum
 Cedera Ekstraperitoneal ( 45% - 60% )
- Peritoneum utuh, urin yang keluar dari rupture tetap berada diluar tidak masuk
ke rongga intraperitoneum.

Diagnosis

1. Riwayat trauma
2. Nyeri daerah suprasimfisis
3. Miksi campur darah / tidak dapat miksi
4. Rigiditas otot ( scribd )
5. Suhu tubuh meningkat ( scribd )
6. Mungkin ada tanda fraktur pelvis, syok, hematom perivesica, tanda sepsis dari peritonitis
/ abses perivesica
7. Pencitraan ( Sistografi ) :
 Memasukkan kontras ke vesica urinaria 300 – 400 ml secara gravitasi ( tanpa
tekanan ) melalui kateter per uretra
 Lalu dibuat beberapa foto :
- Foto saat vesica urinaria terisi kontras dalam posisi AP
- Posisi obliq
- Wash out film ( foto setelah kontras dikeluarkan dri vesica urinaria )
 Jika ada robekan, terlihat ekstravasasi kontras di :
- Dalam rongga perivesical  robekan eksraperitoneal
- Dalam sela – sela usus  robekan intraperitoneal
 Jika diduga terdapat cedera pada seluran kemih bagian atas, disamping cedera
vesica urinaria sistografi dapat diperoleh melalui plv
8. Jika tidak ada fasilitas sistografi, lakukan uji pembilasan vesica urinaria :
 Masukkan cairan garam fisiologis steril sekitar 300 ml kedalam vesica urinaria,
lalu cairan dikeluarkan lagi.
 Jika cairan tidak keluar / keluar dengan volume kurang dari yang dimasukkan 
kemungkinan besar terdapat robekan pada vesica urinaria
 Cara ini bisa menimbulkan infeksi dan robekan yang lebih luas sehingga tidak
dianjurkan lagi.

Penatalaksanaan

1. Pada kontusio vesica urinaria


19
 Pemasangan kateter  untuk memberikan istirahat pada vesica urinaria 
diharapkan sembuh dalam 7 – 10 hari
2. Pada cedera intraperitoneal
 Eksplorasi laparotomi
 Rongga intraperitoneum dicuci, robekan vesica urinaria dijahit 2 lapis
 Dipasang kateter sistostomi yang dilewatkan diluar sayatan laparotomi
3. Untuk memastikan kesembuhan, lakukan sistografi pada hari ke 10 – 14 pasca trauma
sebelum melepas kateter uretra / sistostomi. Jika masih ada ekstravasasi urin, kateter
sistostomi dipertahankan sampai 3 minggu

Komplikasi

 infeksi dan abses pelvis


 peritonitis
 sepsis
 keluhan miksi ( frekuensi dan urgensi ), tapi biasanya sembuh dalam 2 bulan

TRAUMA URETER
Trauma ureter jarang ditemukan karena ureter merupakan struktur fleksibel di daerah
retroperitoneal dengan ukuran kecil serta terlindungi dengan baik oleh tulang(os.pelvis) dan
otot (m.psoas).

Cedera ureter sangat jarang dijumpai dan merupakan 1% dari seluruh cedera traktus
urogenitalia.Cedera ini dapat terjadi karena trauma dari luar yaitu trauma tumpul maupun
trauma tajam,atau trauma iatrogenic.Operasi endourologi transureter (ureteroskopi atau
ureterorenoskopi,ekstraksi batu dengan Dormia,atau litrotipsi batu ureter) dan operasi di
daerah pelvis (diantaranya adalah operasi ginekologi,bedah digestif,atau bedah vaskuler) dapat
menyebabkan terjadinya cedera ureter iatrogenic.

20
Cedera yang terjadi pada ureter akibat tindakan operasi terbuka dapat berupa:ureter
terikat,crushing karena terjepit oleh klem,putus (robek),atau devaskularisasi karena banyak
jaringan vaskuler yang dibersihkan.

Cedera dapat terjadi karena

1. Trauma tumpul
2. Trauma tajam
3. Trauma iatrogenik (operasi endourologi transureter&operasi daerah pelvis)
Gambaran klinis

- Tanda dan gejala klinis tidak spesifik


- Hematuria menunjukan cedera pada saluran kemih
- Cedera ureter bilateral  anuria
- Jika terjadi ekstravasasi uruiurinom pada pinggang atau abdomen
Diagnosis

- Pada cedera ureter akibat trauma tajamhematuria mikroskopik


- Pengeluaran kemih dari luka operasi

Kecurigaan cedera ureter iatrogenik

Saat operasi - Lapangan operasi banyak cairan


- Hematuria
- Anuria/oliguria

Pasca bedah - Demam


- Luka operasi selalu basah
- Hematuria persisten
- Hematoma atau urinoma di abdomen
- Fistula uretrokutan
- Fistula uretrovagina

Pemulihan cedera ureter

- Jarak defek pendek: anastomosis ureteroureterostomy langsung


- Jarak defek panjang : transureteroureterostomy
- Defek distal : ureterosistostomi implantasi ureter ke buli-buli (menurut boari atau psoas
hitch)
- Defek panjang : autotransplan ke fossa iliaka
- Diversi arus urin : nefrostomi dan pielostomi
21
- Ureterostomi sementara : kateter ureter dan ureterokutaneustomi

Tindakan

Tindakan yang dilakukan terhadap cedera ureter tergantung pada saat cedera ureter
terdiagnosis,keadaan umum pasien,dan letak serta derajat lesi ureter.

Tindakan yang dikerjakan mungkin:


1.Ureter saling disambungkan (anastomosis end to end)
2.Inplantasi Ureter ke buli-buli (neoimplantasi ureter pada buli-buli,flap Boari,atau Psoas
hitch)
3.Uretero-kutaneostomi
4.Transuretero-ureterotomi(menyambung ureter dengan ureter pada sisi yang lain)
5.Nefrostomi sebagai tindakan diversi atau nefrektomi.

22
TRAUMA URETRA ANTERIOR
DEFINISI

Ruptur uretra adalah ruptur pada uretra yang terjadi langsung akibat trauma dan kebanyakan
disertai fraktur tulang panggul, khususnya os pubis (simpiolisis).

ETIOLOGI

• Cedera dari luar – straddle injury atau cedera selangkangan

• Kerusakan yang terjadi :

– Kontusio dinding urethra

– Ruptur parsial

– Ruptur total

Ruptur Uretra Total

- Penderita mengeluh tidak bisa buang air kecil sejak terjadi trauma.

- Nyeri perut bagian bawah dan daerah supra pubic.

- Pada perabaan mungkin dijumpai kandung kemih yang penuh.

STRADDLE INJURY

23
PATOLOGI

• Urethra anterior terbungkus korpus spongiosum

• Korpus spongiosum + korpus kavernosum bersama dibungkus fascia Buck’s dan fascia
Colles.

• Jika ruptur urethra + korpus spongiosum  ekstravasasi darah dan urin, masih terbatas
fascia Buck’s – tampak hematoma terbatas pada penis.

• Jika fascia Buck’s robek  ektravasasi darah dan urin dibatasi fascia Colles  sampai
scrotum / abdomen  memberi gambaran seperti kupu-kupu (butterfly hematoma)

24
Hematoma kupu-kupu

DIAGNOSIS

• Ada perdarahan urethra atau

• Hematuria

• Robekan pada korpus spongiosum hematoma penis atau hematoma kupu-kupu.

• Tidak bisa BAK

• Urethrografi retrograd :

– Kontusio – ekstravasasi kontras (-)

– Ruptur urethra – ekstravasasi kontras di pars bulbosa

PENATALAKSANAAN

• Kontusio :

– Tidak perlu terapi khusus,

– Setelah 4 – 6 bln  urethrografi ulangan

• Ruptur urethra partial + ekstravasasi ringan :


25
– Cystostomy

– Setelah 2 minggu  urethrogram :

• jika striktur (-)  cystostomy dilepas

• Jika striktur (+)  reparasi urethra ( sachse )

• Jika pasien datang kurang 6 -8 jam ( golden periode )  reparasi primer

• Ruptur anterior + ekstravasasi urine dan hematoma luas  insisi hematom + cystostomy

- Pada ruptur anterior yang partial cukup dengan memasang kateter dan melakukan
drainase bila ada.

- Pada anterior ruptur yang total hendaknya sedapat mungkin dilakukan penyambungan
dengan membuat end-to-end, anastomosis dan suprapubic cystostomy.

KOMPLIKASI

• Striktura uretra

• Fistula ureterikutan

26
TRAUMA PROSTAT
A. ETIOLOGI
3 aspek yang mendasari timbulnya prostatic disorders :
1. Biasanya diawali infeksi, tapi mungkin juga karena :
- traumatik (naik sepeda gunung)
- mekanik (obstruksi duktus ejakulatorius)
- kimia (refluks urine ke duktus prostatikus)
2. Injury Response - Inflammation:
Release mediator kimia (chemokines and cytokines), bisa menimbulkan infiltrat inflamasi yang
bertujuan untuk menyingkirkan sumber injury & membantu proses penyembuhan. Respon
inflamasi ini akan menyebabkan nyeri dan bengkak. Nyeri dirasakan di area prostat (perineum),
penis, punggung bawah atau skrotum.

3. Injury Response – Neuromuscular


Gejala yang timbul berkaitan dengan otot pelvis, nervus, dan bladder neck. Termasuk
penurunan aliran, frekuensi, nokturia, dan urgency.
Spasme otot pelvis : respons terhadap inflamasi bisa menimbulkan rasa nyeri. Nyeri kronik bisa
mengubah respons sistem nervus terhadap nyeri dan menyebabkan hyperalgesia (non-painful
stimulus felt as painful) dan allodynia (pain without a painful stimulus).

B. MANIFESTASI KLINIS
a. Groin, Genital or Back Pain
- Sensasi nyeri di testis, penis, atau punggung bawah
- Rasa tidak nyaman pada perineum
b. Urination Problems
- Masalah urinasi paling terlihat pada malam hari dan dapat menyebabkan pasien
terbangun beberapa kali sepanjang malam untuk pergi ke toilet.
- Beberapa pasien merasakan sensasi nyeri atau seperti terbakar saat berkemih.

27
- Jika inflamasi sampai ke uretra, pasien dapat kesulitan dalam berkemih, atau produksi
urin menjadi sedikit.
c. Painful Ejaculation
- Rasa tidak nyaman atau nyeri selama ejakulasi
- Kadang terdapat sedikit darah atau nanah dalam semen, terutama pada infeksi prostat
yang disebabkan oleh bakteri.
- Hal ini dapat menyebabkan penurunan libido

d. Flu-like Symptoms
- Demam tinggi, menggigil, mual, atau muntah
- Bisa juga disertai berkeringat dan sakit kepala

C. DIAGNOSIS
Pemeriksaan prostat secara teratur dan tes darah untuk menemukan masalah pada prostat
secara dini.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Volume 2. Jakarta: EGC
2. Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC.
3. Sadler, T. W. 2000. Embriologi Kedokteran Langman Edisi VII. Jakarta: EGC
4. Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi manusia Dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta: EGC.
5. Snell, Richard. S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta: EGC
6. Purnomo, Basuki B. 2003. Dasar-dasar Urologi Edisi Kedua. Jakarta: Sagung Seto.
7. Atlas Anatomi Sobota
8. Histology Trisakti

29

Anda mungkin juga menyukai