Anda di halaman 1dari 41

PENDAHULUAN

Retensio urin merupakan salah satu


komplikasi yang bisa terjadi pasca
tindakan, baik tindakan obstetri maupun
ginekologi
Definisi :
 Tidak ada proses berkemih spontan 6 jam
pasca persalinan atau pasca pelepasan kateter
 Bisa berkemih spontan, dengan residu urine >
200 ml untuk kasus obstetri atau > 100 ml pada
kasus ginekologi
 Stanton: tidak bisa berkemih dalam 24 jam
membutuhkan pertolongan kateter, urin tidak
keluar > 50% kapasitas k.kemih
 Prevalensi
 Retensio urin pasca persalinan 12% (Soetoyo,RSUD
Dr Soetomo), 11,2% (Fahmialdi,RS M Jamil Padang)
 Pasca SC : 17,1% bila kateter dilepas 6 jam dan 7,1%
pada kateter 24 jam (Kartono H., RSUPN-CM Jakarta)
 Pasca TVH : 15%. TVH + kolporafi : 29%
 Prevalensi retensio urin pasca pelepasam kateter 12
jam dan 24 jam pasca SC, tidak berbeda bermakna
(Darmawan P., Megadhana W., RSUP Sanglah
Denpasar)
PENDAHULUAN
 Berkemih adalah proses pengosongan kandung kemih
 Proses berkemih normal memerlukan koordinasi proses
fisiologis yang terdiri dari fase penyimpanan dan
pengosongan
 Melibatkan mekanisme persarafan volunter dan
involunter
 Melibatkan kandung kemih dan uretra
Fascia endopelvik
Dinding vagina depan
Arcus tend Fasc pelv
Rektum
Levator ani
Uretra
Sfingter ani eksternus
Membran perineum
 Berbentuk seperti
labu ukur (kendi)
terbalik
 Lapisan :
- mukosa
- submukosa
- Otot
- Serosa
 Bagian :
- Dome : tipis, elastis
- Trigonum : tebal
 Mukosa :
- Epitel torak / transisional
- Berlipat-lipat
- Menghasilkan GAGS
- Dipengaruhi estrogen
 Submukosa : pembuluh darah, jar. ikat, syaraf (terdiri dari
saraf simpatis, parasimpatis, somatik, sensorik dan motorik)
Otot :
- otot detrusor (otot polos)
- dalam : longitudinal
- tengah : sirkuler
- luar : longitudinal

Batas- batas
 Superior : rongga abdomen
 Anterior : cavum Retzii
 Posterior : serviks dan vagina
 Inferior : urethra dan sfingter ur
Uretra
Uretra wanita, panjang sekitar 4 cm dan lebar 0,6 cm
Uretra proksimal disangga oleh septum puboservikalis
Lapisan uretra :
• Epitel
• Lamina propria (jar ikat longgar)
• Submukosa
• Lapisan otot longitudinal (tebal)
• Lapisan otot sirkuler (tipis)
• Spingter uretra (rabdospingter di proksimal dan kompresor
uretra di distal)
Otot sirkuler uretra merupakan kelanjutan dari otot sirkuler detrusor
tapi embriologis berbeda
Saat berkemih, lapisan otot longitudinal berkontraksi dan
memendek
Fisiologi berkemih

Berkemih adalah suatu proses kompleks yang


membutuhkan aktivitas neuromuskuler terintegrasi,
termasuk mekanisme anatomi dan neurologis

Terdiri dari 2 fase :


Fase pengisian dan penyimpanan

Fase ekspulsi / pengosongan


•Fase pengisian dan penyimpanan :
 Tekanan detrusor relatif konstan ok kemampuan dari bladder

compliance

Terjadi kontraksi dari spingter uretra

•Fase ekspulsi / pengosongan


Kontraksi otot detrusor

Relaksasi spingter uretra

Peningkatan tekanan intra abdominal


 Pada fase pengisian terjadi kontrol persarafan simpatis,

yang berasal dari T10 – L2 melalui nervus hipogastrika

 Memberi pengaruh pada reseptor adrenergik :

• β adrenergik (dome)  relaksasi otot detrusor

• α adrenergik (blader neck dan spingter interna)  kontraksi

 Mekanisme kontinensia urin


 Vesika urinaria ~ kapasitas  keinginan berkemih

 Korteks serebri lobus frontalis  menghentikan pengaruh inhibisi


oleh pons (PMC)  mengaktifkan pengaruh parasimpatis yang
berasal dari S2-S4  reseptor muskarinik  kontraksi detrusor

 Simultan menghambat pengaruh simpatis pada blader neck dan


spingter uretra interna  relaksasi`
Pada saat bersamaan, untuk terjadinya proses berkemih akan terjadi
aktivasi persarafan somatik yang menyebabkan relaksasi spingter
eksterna (rabdospingter) dan relaksasi otot dasar panggul
(penyokong uretra)  tekanan penutupan uretra berkurang 
ekspulsi urin
Keterangan
M : muskarinik
N : nikotinik
 :  adrenergik
 :  adrenergik

Otot
Detrussor
(M,)
Trigonum
()

Levator ani Uretra ()


(N)

Rhabdosfingter (N)
1. Bladder fills
Detrusor muscle relaxes
Bladder
empty
2. First desire to
urinate (bladder
Urethral half full)
sphincter
contracts
Detrusor muscle
The cycle of relaxes
bladder filling
and emptying Urethral
sphincter
Detrusor muscle contracts
contracts Urethral
sphincter
Urination relaxes

3. Urination
voluntarily inhibited
until time and place
are right
Etiologi
 Gangguan kontraksi otot detrusor kandung
kemih
 Oklusi atau obstruksi pada uretra
 Otot dasar panggul yang tidak mampu
berelaksasi
Penyebab retensio urin
pada wanita
 AKUT :
 Infeksi
 Iatrogenik
 Obstruksi
 Endokrin
 Lain-lain
 KRONIS :
 Obstruksi
 Berkurangnya kontraktilitas kandung kemih
 Penyebab tersering retensio urin akut adalah operasi /
tindakan obgin dan persalinan

 Infeksi tersering  retensio urin akut, infeksi herpes


simplex  nyeri vulvovaginal, udem, spasme otot levator
ani dan disfungsi otot detrusor
Retensio urin
pasca persalinan pervaginam
 Tauma intrapartum
penekanan yang lama bagian terendah janin udem dan
hematom jaringan periuretra
ekstravasasi ke otot kandung kemih  mengganggu kontraksi

 Nyeri karena laserasi atau episiotomi


spasme levator ani  hambatan terhadap kontraksi detrusor
dan relaksasi levator ani

 Overdistensi selama persalinan


Retensio urin pasca seksio sesaria
 SC riwayat partus lama  penekanan kepala
 udem dan hematom jar periuretra
 Nyeri luka insisi dinding perut  spasme otot
levator  kontraksi spastik sfingter uretra, 
pasien enggan mengkontraksikan otot
dinding perut guna memulai pengeluaran urin
 Manipulasi kandung kemih selama seksio
sesarea
 Anestesi
Retensio urin pasca operasi ginekologi

 Retensio urin pasca operasi


ginekologi (histerektomi vagina dan
kolporafi anterior)  nyeri, edema,
spasme otot pubokoksigeus yang
timbul selama dan sesudah operasi
 penyebab retensio urin pasca operasi
sangat kompleks  penggunaan
kateter pasca operasi
Retensio urin pasca operasi ginekologi

 Nyeri dan anxietas serta trauma operasi


berperan terjadinya retensio urin.
 Terdapat hubungan yang bermakna antara
retensio urin pasca operasi dengan jenis
operasi.
 Anestesi
Diagnosis retensio urin

 Anamnesis
Nyeri dan terdapat keinginan untuk berkemih,
tetapi tidak dapat berkemih.
 Gejala retensio urin :
1. Kencing tidak lampias
2. Waktu BAK lama
3. Frekuensi BAK lebih sering
4. Tidak bisa BAK
5. Kandung kemih merasa penuh
6. Distensi abdomen
 Pemeriksaan fisik

Massa supra simpisis dengan perkusi yang pekak.

 Pemeriksaan ginekologi

Vesika urinaria  transabdominal jika isinya  150 - 300 ml.

Bimanual  meraba vesika urinaria bila terisi > 200 ml.


Kateterisasi

Pemeriksaan urin sisa (residu urin)  sisa volume urin dalam


kandung kemih setelah penderita berkemih spontan.

Pasca operasi ginekologi retensio urin  volume urin sisa


>100 ml,

Pasca persalinan atau tindakan obstetri  volume urin sisa


>200 ml.
Penatalaksanaan dan pencegahan retensio
urin pasca persalinan

 Mobilisasi dini

 Terapi medikamentosa :
 Analgetik
 Antagonis reseptor alpha adrenergik

 Memberikan privasi

 Kateterisasi
Kasus ginekologi
Penatalaksanaan retensio urin  segera dilakukan drainase
kandung kemih dengan kateterisasi steril.

 24-48 jam drainase menetap dilakukan sebelum dilakukan tes


berkemih (voiding trial).
Penatalaksanaan retensio urin
pasca tindakan Obgin

 Pemasangan kateter
 Kateter menetap pasca operasi untuk mencegah
regangan yg berlebihan
 Lama pemasangan kateter menetap tergantung
jenis operasi
 RSUP Sanglah kateter menetap pasca SC
selama 12-24 jam
 Setelah kateter menetap dilepas, 4-6 jam kmd
penderita disuruh berkemih dan diukur sisa
urinnya  retensio urin pasang lagi
 Obat-obatan :
 Obat yg bekerja pada sistem parasimpatis
Efek kolinergik bekerja di ganglion atau di organ
akhir tetapi lebih banyak di sinapnya, yaitu yang
disebut dengan efek muskarinik. Contohnya
betanekhol.
 Obat yg bekerja pada sistem simpatis
obat yg digunakan adalah antagonis reseptor alpha
yang menyebabkan relaksasi spingter uretra
 Obat-obatan :
 Obat yang bekerja pada otot polos
Prostaglandin  mempengaruhi kerja otot-
otot detrusor
Prostaglandin F2 alfa  spesifisitas reseptor
asetilkolin muskarinik dan merangsang
kontraksi detrusor.
 Obat-obatan :
 Kecemasan diduga mempunyai peranan
dalam kesulitan berkemih setelah
pembedahan.
 Benzodiazepine dapat menolong berkaitan
dengan (anxiolisis dan efek pelemas otot)
 Jika pasien masih mengalami gangguan
dalam berkemih dan dicurigai spasme uretra ,
dapat diberikan pelemas otot seperti
diazepam
Penatalaksanaan retensio urine pasca tindakan Obgin
Retensio Urine
Kateterisasi
Urinalisis, kultur urine
Antibiotika, banyak minum, prostaglandin 2 x 1

Urine < 500 ml urine 500-1000 ml urine 1000-2000 ml urine > 2000 ml

Intermiten dauer kateter dauer kateter dauer kateter


1 x 24 jam 2 x 24 jam 3 x 24 jam

Buka – tutup kateter tiap 4 jam slm 24 jam


Kateter dibuka pagi hari
tunggu 4 – 5 jam
Dapat BAK spontan
tidak dapat BAK spontan
Residu urine > 200 ml (Obstetri) residu urine < 200 ml (Obsterti)
Residu urine > 100 ml (ginekologi) residu urine < 100 ml (ginekologi)
Pulang
Take home massage

 Trauma dan nyeri pasca persalinan dan tindakan


obgin disfungsi kandung kemih proses
pengosongan terganggu

 Retensio urin  overdistensi kandung kemih


masalah serius dalam berkemih  sebaliknya
penggunaan kateter risiko terjadinya infeksi
saluran kemih
Take home massage

 Lama penggunaan kateter menetap tergantung pada


jenis operasi

 Penanganan retensio urin berbeda-beda di setiap


pusat

 Penanganan retensio urin pasca operasi 


kateterisasi menetap dan obat-obatan

Anda mungkin juga menyukai