Anda di halaman 1dari 22

PENAMBAHAN LABU KUNING

PADA BAHAN DASAR PEMBUATAN NUGGET

TUGAS AKHIR

KARYA TULIS INI DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK

MEMPEROLEH GELAR AHLI MADYA DARI

POLITEKNIK NEGERI BALIKPAPAN

FINA FEBRIANI

NIM : 942017061

JURUSAN PERHOTELAN

PROGRAM STUDI TATA BOGA

POLITEKNIK NEGERI BALIKPAPAN

2018
ABSTRAK

Fina Febriani, “Penambahan Labu Kuning Pada Bahan Dasar Pembuatan


Nugget”. Tugas Akhir, Balikpapan, Jurusan Perhotelan, Program Studi Tata Boga.
Politeknik Negeri Balikpapan, 2018. Dibimbing oleh Praseptia Gardiarini, S.Gz.,
M.Gz.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pembuatan nugget
dengan penambahan buah labu kuning dengan subtitusi daging ayam 75% daging
ayam dan 50% labu kuning dan 50% daging ayam dan 50% labu kuning ,
tanggapan panelis terhadap nugget labu kuning dengan penambahan labu kuning,
penerimaan mahasiswa Politeknik Negeri Balikpapan, Program Studi Tata Boga
terhadap nugget dengan penambahan labu kuning bernilai gizi tinggi. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah score sheet. Teknik analisis data yang
digunakan adalah analisis deskrptif kuantitatif, mean, Anova, duncan test dan uji
T. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pembuatan nugget labu kuning
dimulai dari proses persiapan bahan, pembersihan bahan, pengukusan labu
kuning, penghalusan labu kuning, pencampuran bahan, pengukusan nugget labu
kuning, pencetakan nugget labu kuning, dan penggorengan nugget labu kuning.

Kata kunci : Labu Kuning, Nugget, Uji Organoleptik.


Abstrac

Fina Febriani, "Adding Yellow Pumpkin to the Basic Material for Making
Nugget". Thesis, Politeknik Negeri Balikpapan, Majoring in Hospitality, Culinary
study program. Politeknik Negeri Balikpapan, 2018. Guided by Praseptia
Gardiarini, S.Gz., M.Gz.

The purpose of this study was to determine the process of making nuggets
by adding pumpkin with substitution of 75% chicken meat and 50% pumpkin and
50% chicken meat and 50% pumpkin, panelists responded to pumpkin nuggets
with the addition of pumpkin, acceptance college student Politeknik Negeri
Balikpapan, Culinary Study Program against nuggets with the addition of
pumpkin with high nutritional value. The data collection technique used is a score
sheet. The data analysis technique used was descriptive quantitative analysis,
mean, ANOVA, test and T test. The results showed that the process of making
pumpkin nuggets started from the preparation process, cleaning the ingredients,
steaming pumpkin, refining pumpkin, mixing ingredients, steaming pumpkin
nuggets, printing pumpkin nuggets, and pumpkin nuggets.

Keywords: Yellow Pumpkin, Nugget, Organoleptic Test.


BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses pengolahan yang semakin berkembang dalam bidang pangan,


menghasilkan produk-produk olahan yang semakin beragam yang banyak
beredar di pasaran. Beberapa produk olahan yang sangat digemari oleh
konsumen adalah nugget. Nugget adalah produk daging direstrukrisasi dengan
adonan dan pelapis untuk mempertahankan kualitas. (Lukman dkk, 2009;
Evanuarini dan Purnomo, 2011). Nugget sangat digemari oleh masyarakat
terutama oleh anak-anak. Nugget yang dijual di pasaran juga sudah sangat
banyak, dengan merek yang berbeda-beda. Selain terbuat dari daging maupun
ikan, nugget juga dapat dibuat dari bahan non daging (vegetarian) seperti
sayuran. Nugget yang terbuat dari sayuran (vegetarian) ini juga menjadi salah
satu upaya untuk meningkatkan minat para konsumen terutama anak-anak yang
tidak menyukai sayur-sayuran. Produk olahan ini juga menjadi pilihan
tersendiri untuk para konsumen vegetarian yaitu konsumen yang tidak
mengonsumsi daging dan ikan. Nugget Labu Kuning ini juga sangat bergizi
karena di dalam sayur-sayuran banyak terdapat zat gizi seperti vitamin dan
mineral (Alamsyah, 2007).
Labu kuning (Cucurbita moschata Duschenes) merupakan salah satu
bahan pangan lokal yang memiliki nilai gizi yang baik bagi tubuh manusia.
Mengingat potensi gizi dan ketersediaan labu kuning di Samboja yang
berlimpah, maka upaya diversifikasi labu kuning menjadi pangan fungsional
perlu dilakukan antara lain dengan mengolah labu kuning menjadi nugget.
Nugget merupakan produk pangan instan biasanya di makan pada saat sarapan
atau sebagai cemilan. Pemanfaatan labu kuning sebagai bahan baku pembuatan
nugget merupakan alternatif makanan yang memiliki nilai fungsional yaitu
mengandung beta karoten yang berfungsi sebagai antioksidan. Diharapkan
diversifikasi bahan tambahan labu kuning yang mengandung beta karoten dari
bahan dasar nugget dapat meningkatkan nilai fungsional dari Nugget yang
dihasilkan. Nugget dibuat dengan cara menambahkan labu kuning pada bahan
dasar nugget semoga dapat diterima di kalangan masyarakat. Labu kuning
mengandung beta karoten yang cukup tinggi.
Labu kuning Selain mudah dijangkau dan harga yang relative murah
labu kuning juga memiliki nilai gizi yang cukup tinggi dan sangat baik bagi
kesehatan, rendah kalori, mineral, karbohidrat, tidak mengandung lemak jenuh
atau kolestrol, namun kaya serat makanan, anti oksidan, mineral, vitamin A,
vitamin C dan vitamin E, selain itu labu kuning sering digunakan sebagai
bahan baku kue dan masakan. Beragam jenis hidangan dibuat dari buah labu
kuning, diantaranya selai, dodol, cake hingga pudding berbahan dasar labu
kuning. Untuk meningkatkan mutu dan daya jual labu kuning peneliti tertarik
membuat produk baru, yaitu bahan dasar nugget yang menggunkan bahan
tambahan labu kuning yang merupakan salah satu bentuk penganeka ragaman
hasil olahan buah labu kuning dan termasuk olahan makanan beku cepat saji
yang digemari anak sebagai sarapan pagi, yang nantinya nugget labu kuning ini
juga akan disubtitusikan dengan daging ayam agar menambah nilai gizi
terhadap nugget yang menggunakan labu kuning sebagai bahan tambahannya.
Anak-anak tidak menyukai sayuran, dalam hidangan sehari-hari yang telah
diolah oleh orang tua untuk itu penulis ingin mencoba mengolah sayuran labu
kuning menjadi hidangan yang bisa disenangi anak yaitu nugget sebagai
sarapan pagi atau cemilan. Nugget berbahan dasar labu kuning dengan subtitusi
daging ayam giling ini merupakan eksperimen yang mampuan memenuhi gizi
pengkonsumsinya dan tentunya diharapkan dapat diterima di masyarakat. Labu
kuning merupakan komoditi pertanian yang cocok untuk dikembangkan
sebagai alternatif bahan pangan. Labu kuning banyak dimanfaatkan menjadi
aneka produk makanan dan minuman seperti sirup, selai, kerupuk, bolu kering,
sup, kolak dan dodol (Suprapti, 2005).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, makas penulis mencoba merumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Apakah labu kuning dapat dijadikan sebagai bahan tambahan nugget?
2. Bagaimana proses pengolahan labu kuning sebagai bahan tambahan
nugget?
3. Apakah labu kuning dapat dijadikan bahan tambahan pada pembuatan
nugget?

C. Ruang Lingkup Kajian


Penulisan Tugas Akhir ini, penulis membatasi masalah hanya pada labu
kuning yang akan menjadi bahan tambahan dalam pembuatan nugget dan
proses pengolahan bahan dasar nugget yang akan menggunakan bahan
tambahan labu kuning.
D. Tujuan
Tujuannya adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apakah labu kuning dapat dijadikan bahan tambahan
dalam pembuatan nugget.
2. Untuk mengetahui bagaimana proses pembuatan nugget yang
menggunakan bahan tambahan labu kuning.
3. Untuk mengetahui apakah nugget dapat menggunakan labu sebagai
bahan tambahannya.

E. Manfaat

Adapun manfaat penelitian dalam pembuatan produk ini :

1. Bagi akademik
a. Menambah referensi tentang pengolahan nugget dengan bahan
tambahan labu kuning dan dapat dibukukan di Politeknik Negeri
Balikpapan.
b. Dapat memberikan masukan untk proses pengembangan
penelitian.
2. Bagi penulis
a. Mendapatkan ilmu baru tentang pengolahan nugget dengan
bahan tambahan labu kuning.
b. Mendapatkan pengalaman baru dan mengetahui sacara langsung
dalam pembuatan nugget yang menggunakan labu kuning
sebagai bahan tambahan.
3. Bagi masyarakat
a. Dapat memberikan informasi kepada masyarakat bahwa nugget
dapat divariasikan dengan penambahan labu kuning sebagai
bahan tambahan serat menambah acuan kepada masyarakat.
b. Dapat menambah kandungan gizi pada nugget dengan bahan
tambahan labu kuning sebagai asupan masyarakat.
BAB II

A. Kajian Teori
1. Labu Kuning
1.1 Tinjauan Umum
Labu kuning (Cucurbita moschata Durch) merupakan jenis
tanaman sayuran, tetapi dapat dimanfaatkan untuk berbagai jenis
makanan, seperti: roti, dodol, keripik, kolak, nugget dan
sebagainya yang memiliki kandungan gizi yang cukup lengkap
yakni karbohidrat, protein, beberapa mineral seperti kalsium,
fosfor, besi, serta vitamin yaitu Vitamin B dan C dan serat. Warna
kuning atau oranye daging buahnya pertanda kandungan
karotenoidnya sangat tinggi. Labu kuning (Cucurbita moschata)
merupakan pangan lokal yang memiliki bukti ilmiah mampu
mengontrol gula darah. Tanaman labu kuning termasuk dalam
keluarga buah labu-labuan atau curcubitacea, dan masih sekerabat
dengan melon (cucumis melo) dan mentimun (cucumis
sativum).Tanaman ini merupakan tanaman semusim yang bersifat
menjalar dengan perantaraan alat pemegang berbentuk pilin atau
spiral, berambut kasar, berbatang basah dengan panjang 5-25
meter.Tanaman labu kuning mempunyai salur dahan berbentuk
spiral yang keluar di sisi tangkai daun. Berdaun tunggal, berwarna
hijau, dengan letak berselang-seling, dan bertangkai panjang (
Arief Prahasta: 2009)

Gambar 2.1 Labu Kuning


Sumber : NewPost (2017)
Tanaman labu kuning berasal dari Ambon (Indonesia). Ada
lima spesies labu yang umum dikenal, yaitu Cucurbita maxima
Duchenes, Cucurbita ficifolia Bouche, Cucurbita mixta, Cucurbita
moschata Duchenes, dan Cucurbita pipo L. Kelima spesies
cucurbita tersebut di Indonesia disebut labu kuning (waluh), karena
mempunyai ciri-ciri yang hampir sama. Buah labu kuning
berbentuk bulat pipih, lonjong, atau panjang dengan banyak alur
(15-30 alur). Ukuran pertumbuhannya cepat sekali, mencapai 350
gram per hari. Seperti daun tumbuhan pada umumnnya, warna
daun labu adalah hijau, tapi pada daun labu pada permukaaannya
kasar. Labu tumbuh merambat atau menjalar dengan kait pada
batangnya dan jarang berkayu. Kait pada batang labu berbentuk
melingkar seperti spiral. Batang tumbuhan ini berwarna hijau muda
dan berbulu halus serta kerakar lekat. Panjang batangnya mencapai
lebih dari 5 meter (Ryan, 2011). Kadar betakaroten daging buah
labu kuning segar adalah 19,9 mg/100 g. Kandungan gizinya yang
cukup lengkap ini, maka labu kuning dapat menjadi sumber gizi
yang sangat potensial dan harganya pun terjangkau sehingga dapat
dikembangkan sebagai alternatif pangan masyarakat. Penelitian
tentang karakterisasi dan potensi pemanfaatan komoditas pangan
minor termasuk labu kuning masih sangat sedikit dibandingkan
komoditas pangan utama, seperti padi dan kedelai (Vanty, 2011).

1.2 Spesifikasi Labu Kuning


1) Nama Umum
Indonesia merupakan negara yang dikenal dengan
keberagaman suku bangsanya salah satu keberagaman suku
bangsanya salah satu keberagaman itu ialah keberagaman
bahasa. Setiap suku di Indonesia memeliki bahasa daerahnya
yang khas. Tak jarang ditemui bahasa yang berbeda namun
memiliki arti dan makna yang sama. Hal itu juga berlaku bagi
penyebutan Labu Kuning di Indonesia. Berikut penyebutan
Labu Kuning di beberapa daerah di Indonesia.
Tabel 2.1 Nama-nama Lain Labu Kuning
No Negara Nama Lain Labu Kuning
1. Indonesia 1. Labu Kuning.
2. Melayu : Labu Parang.
3. Sunda : Waluh.
4. Jawa Tengah : Waluh.
2. Inggris Pumpkin
3. China Nangua
Sumber : DokterNews (2018)
2) Klasifikasi

Tanaman labu kuning berasal dari Ambon (Indonesia).


Ada lima spesies labu yang umum dikenal, yaitu Cucurbita
maxima Duchenes, Cucurbita ficifolia Bouche, Cucurbita
mixta, Cucurbita moschata Duchenes, dan Cucurbita pipo L.
Kelima spesies cucurbita tersebut di Indonesia disebut labu
kuning (waluh), karena mempunyai ciri-ciri yang hampir
sama. Adapun klasifikasi labu kuning adalah sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Cucurbitales

Familia : Cucurbitaceae

Genus : Cucurbita

Spesies : Cucurbita moschata Durch ( Arief


Prahasta: 2009)

3) Jenis Varietes
Labu kuning berasal dari genus cucurbita memiliki tiga
macam, yaitu cucurbita pepo, cucurbita maxima dan cucurbita
moschata. Labu kuning yang berukuran kecil termasuk
cucurbita pepo dan labu kuning berukuran besar termasuk
pada cucurbita maxima. Cucurbita moschata sangat cocok
memiliki kulit yang keras ketika matang. Cucurbita moschata
biasanya paling banyak terdapat di Asia dan Amerika (See et
al,2007).
4) Penanganan Labu Kuning
Buah waluh varietas lokal pada umumnya sudah dapat
dipanen pada umur 3-4 bulan, sedangkan waluh jenis genjah
dapat dipanen pada umur 40-60 hari. Kematangan buah waluh
yang sudah siap dipanen ditandai dengan kulit buah yang
sudah mengeras, daun yang sudah mengering dan berguguran
serta tanaman yang gundul tinggal batang dan sulurnya.
Pemanenan buah waluh dilakukan dengan memotong tangkai
buah sekitar 5 cm dari buahnya. Ini dikarenakan bila tangkai
buah dipotong tepat pada pangkal buah akan menyebabkan
buah cepat busuk. Pemanenan harus dilakukan dengan hati-
hati agar terhindar dari benturan-benturan yang
mengakibatkan luka, retak atau pecah. Buah waluh yang telah
dipanen sebaiknya diangkut dengan menggunakan kotak yang
berisi jerami, rumput atau daun-daunan yang bertujuan untuk
mengurangi benturan antar buah.
2. Nugget
2.1. Tinjauan Umum Nugget
Nugget adalah sejenis makanan yang dibuat dari daging
yang diberi bumbu, dan dibentuk dalam cetakan tertentu sesuai
selera, kemudian dikukus, dipotong-potong sesuai ukuran, dipanir,
dibekukan, dan sebelum mengkonsumsi dilakukan penggorangan.
Penambahan labu kuning pada bahan dasar pembuatan nugget
adalah salah satu olahan yang terdiri atas campuran daging, labu
kuning, tepung terigu, dan kemudian dilapisi oleh adonan
battermix dan breadcrumb.
2.2. Sejarah Nugget
Nugget pertama kali dipopulerkan di Amerika Serikat dan
cocok sekali dengan kondisi masyarakat yang sangat, sibuk,
sehingga jenis makanan ini banyak diminati oleh masyarakat
(Nurzinah 2005).

Gambar 2.4 Nugget


Sumber : (blog.alfacart.com)
2.3. Ciri-ciri Nugget
Dalam proses pembuatan nugget terdapat ciri-ciri yang
menandakan bahwa mugget tersebut dapat dikatan berhasil dan
baik untuk dikonsumsi, yaitu :
1. Warna kuning, putih, dan orange, pada lapisan bagian luar.
2. Bertekstur rapuh dan mudah dipotong.
3. Aroma khas daging atau ayam yang segar (detikfood 2016).
2.4. Bahan dan Resep Acuan

Tabel 2.4 Resep Penambahan labu kuning pada nugget


No Bahan Kuantitas
1. Daging Ayam 100 gram
2. Labu Kuning 100 gram
3. Tepung Terigu 50 gram
4. Breadcrumb 50 gram
5. Better mix powder 50 gram
6. Daun bawang 15 gram
7. Bawang merah 20 gram
8. Bawang putih 20 gram
9. Seledri 5 gram
10. Minyak goreng 150 ml
11. Merica putih 5 gram
12. Es batu 100 gram
13. Garam 5 gram
14. Telur 1 butir
15. Air 200 ml
16. Gula 10 gram
Prossedur
1. Haluskan labu kuning yang telah dikukus dan daging ayam.
2. Haluskan daun bawang, bawang merah dan putih, seledri.
3. Campurkan bahan-bahan yang sudah dihaluskan dan
masukkan tepung terigu dengan es batu hingga adonan bisa
dibentuk.
4. Setelah tercampur rata, beri seasoning.
5. Bentuk adonan sesuai selera dan kukus selama 10 menit.
6. Lapisi bagian luar dengan telur, breadcrum dan better mix
powder.
7. Masukkan kedalam pendingin atau langsung digoreng. Dan
sajikan.

3. Uji Organoleptik

3.1. Pengertian Uji Organoleptik


Organoleptik yaitu penilaian dan mengamati tekstur, warna,
bentuk, aroma, rasa dari suatu makanan, minuman, maupun obat-
obatan (Nasiru, 2014: 9). Pengujian organoleptik merupakan cara
menilai dengan panca indera, hal ini untuk mengetahui perubahan
maupun penyimpangan pada produk (Kartika dkk, 1988: 63).
Organoleptik merupakan pengujian berdasarkan pada proses
pengindraan. Pengindraan artinya suatu proses fisio psikologis,
yaitu kesadaran pengenalan alat indra terhadap sifat benda karena
adanya rangsangan terhadap alat indra dari benda itu. Kesadaran
kesan dan sikap kepada rangsangan adalah reaksi dari psikologis
atau reaksi subjektif. Penilaian subjektif karena hasil penilaian
ditentukan oleh pelaku yang melakukan penilaian (Agusman, 2013:
3). Jenis penilaian yang lain adalah penilaian instrumental atau
pengukuran objektif. Pengukuran objektif sangat ditentukan oleh
kondisi objek suatu benda yang akan diukur, begitu pula penilaian
dilakukan dengan memberi rangsangan maupun benda rangsang
pada alat indra. Penilaian ini disebut penilaian subjektif, penilaian
organoleptik atau penilaian indrawi. Benda yang diukur
berdasarkan reaksi fisiologis kesadaran seseorang terhadap
rangsangan, maka disebut dengan penilaian sensorik. Rangsangan
yang dirasakan oleh pengindraan bisa bersifat mekanis seperti;
tusukan dan tekanan atau bersifat fisis seperti; panas, dingin, sinar,
dan warna maupun sifat kimia seperti; aroma, bau, tekstur dan rasa
(Agusman, 2013: 3-4).

3.2 Penelis
1) Jenis-jenis Penelis
Penilaian organoleptik digunakan untuk menilai mutu suatu
makanan. Dalam penilaian organoleptik memerlukan panel, baik
perorangan maupun kelompok, untuk menilai mutu maupun sifat
benda dari kesan subjektif. Orang yang menjadi anggota panel
dinamakan panelis. Terdapat beberapa macam panel, seperti; (1)
panel pencicip perorangan, (2) panel pencicip terbatas, (3) panel
terlatih, (4) panel tidak terlatih, (5) panel agak terlatih, (6) panel
konsumen (Soekarto, 2012: 42).
a. Panel perseorangan
Panel perseorangan adalah orang yang sangat ahli
dengan kepekaan spesifik yang sangat tinggi yang diperoleh
karena bakat atau latihan-latihan yang sangat intensif. Panel
perseorangan sangat mengenal sifat, peranan dan cara
pengolahan bahan yang akan dinilai dan menguasai metode-
metode analisis organoleptik dengan sangat baik. Keuntungan
menggunakan panelis ini adalah kepekaannya tinggi, bisa
dapat dihindari, penilaian cepat, efisien, dan tidak cepat fatik.
Panel perseorangan biasanya digunakan untuk mendeteksi
penyimpangan yang tidak terlalu banyak dan mengenali
penyebabnya.
b. Panel Terbatas
Panel terbatas terdiri dari 35 orang yang mempunyai
kepekaan tinggi sehingga bisa lebih dapat dihindari. Panelis
ini mengenal dengan baik factor-faktor dalam penilaian
organoleptik dan dapat mengetahui cara pengolahan dan
pengaruh bahan baku terhadap hasil akhir. Keputusan diambil
setelah berdiskusi antara anggota-anggotanya.
c. Panel terlatih
Penel terlatih terdiri dari 1525 orang yang mempunyai
kepekaan cukup baik. Untuk menjadi panelis terlatih perlu
didahului dengan seleksi dan latihan-latihan. Panelis ini dapat
menilai beberapa sifat rangsangan sehingga tidak terlampau
spesifik. Keputusan diambil setelah data dianalisis secara
statistik.
d. Panel agak terlatih
Panel agak terlatih terdiri dari 1525 orang yang
sebelumnya dilatih untuk mengetahui sifat sensorik tertentu.
Panel agak terlatih dapat dipilih dari kalangan terbatas dengan
menguji kepekaannya terlebih dahulu, sedangkan data yang
sangat menyimpang boleh tidak digunakan data analisis.
e. Panel tidak terlatih
Panel tidak terlatih terdiri lebih dari 25 orang awam yang
dapat dipilih berdasarkan jenis kelamin, suku bangsa, tingkat
sosial dan pendidikan. Panel tidak terlatih hanya
diperbolehkan menilai sifat-sifat organoleptik yang sederhana,
seperti sifat kesukaan, tetapi tidak boleh digunakan data uji
pembedaan. Untuk itu, panel tidak terlatih hanya terdiri dari
orang dewasa dengan komposisi panelis pria sama dengan
panelis wanita.
f. Panel konsumen
Panel konsumen terdiri dari 30 hingga 100 orang yang
tergantung pada target pemasaran suatu komoditi. Panel ini
mempunyai sifat yang sangat umum dan dapat ditentukan
berdasarkan daerah atau kelompok tertentu.

3.3. Seleksi Penelis


Tahap-tahap seleksi adalah sebagai berikut :
1) Wawancara
Wawancara dapat dilaksanakan dengan tanya jawab atau
kuesioner yang bertujuan untuk mengetahui latar belakang calon
termasuk kondisi kesehatannya.
2) Tahap Penyaringan
Tahap ini perlu dilakukan untuk mengetahui keseriusan,
keterbukaan, kejujuran, dan rasa percaya diri. Selain itu dapat
dinilai pula tingkat kesantaian, kepekaan umum dan khusus
serta pengetahuan umum calon panelis.
3) Tahap Pemilihan
Pada tahap ini dilakukan beberapa uji sensorik untuk
mengetahui kemampuan seseorang. Dengan uji-uji ini
diharapkan dapat terjaring informasi mengenai kepekaan
dan pengetahuan mengenai komoditi bahan yang diujikan.
4) Tahap Latihan
Latihan bertujuan untuk pengenalan lebih lanjut sifat-sifat
sensorik suatu komoditi dan meningkatkan kepekaan serta
konsistensi penilaian.
5) Uji Kemampuan
Setelah mendapat latihan yang cukup baik, penelis diuji
kemampuannya terhadap baku atau standar tertentu dan
dilakukan berulang-ulang sehingga kepekaan dan
konsistensianya bertambah baik. Setelah melewati kelima tahap
tersebut di atas maka penelis siap menjadi anggota penelis
terlatih.

4. Laboratorium Penilaian Organileptik


Laboratorium penilaian organoleptik adalah suatu laboratorium
yang menggunakan manusia sebagai alat pengukur berdasarkan
kemampuan penginderaannya. Laboratorium ini perlu persyaratan
tertentu agar diperoleh reaksi kejiwaan yang jujur dan murni tanpa
pengaruh faktor-faktor lain.
1) Unsur-Unsur Penting dalam Laboratorium Penilaian Organoleptik
a. Suasana : Meliputi kebersihan, ketenangan, menyenangkan,
kerapihan, teratur serta cara penyajian yang estetis.
b. Ruang : Meliputi ruang penyiapan sampel / dapur, ruang
pencicipan, ruang tunggu para panelis dan ruang pertemuan
para panelis.
c. Peralatan dan Sarana : Meliputi alat penyiapan sampel, alat
penyajian sampel, dan alat komunikasi (sistem lampu, format
isian, format instruksi, alat tulis).
2) Persayaratan Laboratorium Penilaian Organoleptik
Untuk menjamin suasana tenang seperti tersebut di atas
diperlukan persyaratan khusus di dalam laboratorium.
a. Isolasi : Agar tenang maka laboratorium harus terpisah dari
ruang lain atau kegiatan lain, pengadaan suasana santai di
ruang tunggu, dan tiap anggota perlu bilik pencicip tersendiri.
b. Kedap Suara : Bilik pencicip harus kedap suara, laboratorium
harus dibangun jauh dari keramaian.
c. Kadar Bau : Ruang penilaian harus bebas bau-bauan asing dari
luar (bebas bau parfum/rokok panelis), jauh dari pembuangan
kotoran dan ruang pengolahan.
d. Suhu dan Kelembaban : suhu ruang harus dibuat tetap seperti
suhu kamar (20250C) dan kelembaban diatur sekitar 60%.
e. Cahaya : cahaya dalam ruang tidak terlalu kuat dan tidak
terlalu redup.
3) Bilik Pencicip (Booth)
Bilik pencicip terdapat dalam ruang pencicipan, bilik ini berupa
sekatan-sekatan dengan ukuran panjang 60-80 cm dan lebar 50-60
cm. Bilik pencicip berupa bilik yang terisolir dan cukup untuk
duduk satu orang panelis. Hal ini dimaksudkan agar tiap panelis
dapat melakukan penilaian secara individual. Tiap bilik pencicip
dilengkapi dengan :
a. Jendela (untuk memasukkan sampel yang diuji);
b. Meja (untuk menulis/mencatat kesan, tempat meletakkan
sampel, gelas air kumur);
c. Kursi bundar ;
d. Kran pipa air, penampung air buangan.
4) Dapur Penyiapan Sampel
Dapur penyiapan sampel harus terpisah tetapi tidak terlalu jauh
dari ruang pencicipan. Bau-bauan dari dapur tidak boleh
mencemari ruang pencicipan. Kesibukan penyiapan sampel tidak
boleh terlihat atau terdengar panelis di ruang pencicipan.
4.1 Persiapan Pengujian Organoleptik
Pengujian organoleptik merupakan tim kerjasama yang
diorganisasi secara rapi dan disiplin serta dalam suasana antusiasme
dan kesungguhan tetapi santai. Hal ini perlu agar data penilaian dapat
diandalkan.
1) Organisasi Pengujian Ada 4 unsur penting yang tersangkut dalam
pelaksanaan pekerjaan pengujian organoleptik, yaitu : pengelola
pengujian (disebut penguji), panel, seperangkat sarana pengujian
dan bahan yang dinilai.
2) Komunikasi Penguji dan Panelis Keandalan hasil penilaian atau
kesan sangat tergantung pada ketepatan komunikasi antara
pengelola dengan panelis. Informasi diberikan secukupnya, tidak
kurang agar dapat dipahami panelis tetapi tidak berlebih supaya
tidak bias. Ada tiga tingkat komunikasi antara penguji dan panelis,
yaitu :
a. Penjelasan umum tentang : Pengertian praktis, kegunaan,
kepentingan, peranan dan tugas panelis. Hal ini diberikan
dalam bentuk ceramah atau diskusi.
b. Penjelasan khusus : Disesuaikan dengan jenis komoditi
tertentu, cara pengujian, dan tujuan pencicipan. Penjelasan ini
diberikan secara lisan menjelang pelaksanaan atau secara
tulisan, 2 atau 3 hari sebelum pelaksanaan.
c. Instruksi : Berisi pemberian tugas kepada panelis untuk
menyatakan kesan sensorik tiap melakukan pencicipan.
Instruksi harus jelas agar mudah dipahami, singkat agar cepat
ditangkap artinya. Instruksi dapat diberikan secara lisan
segera sebelum masuk bilik pencicip, atau secara tulisan
dicetak dalam format pertanyaan. Format pertanyaan
(questioner) : harus memuat unsur-unsur format yang terdiri
dari informasi, instruksi dan responsi. Format pertanyaan
harus disusun secara jelas, singkat dan rapi.
Laboratorium penilaian organoleptik adalah suatu laboratorium
yang menggunakan manusia sebagai alat pengukur berdasarkan
kemampuan penginderaannya. Laboratorium ini perlu persyaratan
tertentu agar diperoleh reaksi kejiwaan yang jujur dan murni tanpa
pengaruh faktor-faktor lain.
1) Unsur-Unsur Penting dalam Laboratorium Penilaian
Organoleptik :
a) Suasana : Meliputi kebersihan, ketenangan,
menyenangkan, kerapihan, teratur serta cara penyajian
yang estetis.
b) Ruang : Meliputi ruang penyiapan sampel / dapur, ruang
pencicipan, ruang tunggu para panelis dan ruang
pertemuan para panelis.
c) Peralatan dan Sarana : Meliputi alat penyiapan sampel,
alat penyajian sampel, dan alat komunikasi (sistem
lampu, format isian, format instruksi, alat tulis).

4.2. Persiapan Pengujian Organoleptik


Pengujian organoleptik merupakan tim kerjasama yang
diorganisasi secara rapi dan disiplin serta dalam suasana antusiasme
dan kesungguhan tetapi santai. Hal ini perlu agar data penilaian dapat
diandalkan (Susiwi 2009). Hal yang harus dipersiapkan dalam
pengujian organoleptik diantranya :
1) Organisasi Pengujian
Ada 4 unsur penting yang tersangkut dalam pelaksanaan
pekerjaan pengujian organoleptik, yaitu : pengelola pengujian
(disebut penguji), panel, seperangkat sarana pengujian dan bahan
yang diujikan.
2) Komunikasi Penguji dan Penelis
Keandalan hasil penilaian atau kesan sangat tergantung pada
ketepatan komunikasi antara pengelola dengan penelis. Informasi
diberikan secukupnya tidak kurang agar dapat dipahami penelis
tetapi tidak agar tidak bias. Ada tiga tingkat komunikasi antara
penguji dan penelis, yaitu:
a. Penjelasa umum tentang : pengertian praktis, kegunaan,
kepentingan, peranan, dan tugas penelis. Hal ini diberikan
dalam bentuk diskusi.
b. Penjelasan khusus : disesuaikan dengan jenis komoditi
tertentu, cara pengujian, dan tujuan pencicipan. Penjelasan ini
diberikan secara lisan menjelang pelaksanaan atau secara
tulisan, 2 atau 3 hari sebelum pelaksaan.
c. Instruksi : berisi pemberian tugas kepada penelis untuk
menyatakan kesan sensorik tiap melakukan pencicipan.
Instruksi harus jelas agar mudah dipahami oleh para penelis.
d. Format pertanyaan (questioner) : harus memuat unsur-unsur
format yang terdiri dari informasi, instruksi dan respon.
Format pertanyaan harus disusun secara jelas, singkat dan
rapi.

4.5. Metode Pengujian Organoleptik


Cara-cara pengujian organoleptik dapat digolongkan dalam beberapa
kelompok (Susiwi 2009) :
1) Pengujian Pembedaan (Defferent Test)
Pengujian pembedaan digunakan untuk menetapkan apakah
ada perbedaan sifat sensorik atau organoleptik antara dua sempel.
Meskipun dapat saja disajikan sejumlah sampel, tetapi selalu ada
dua sampel yang dipertentangkan. Pengujian pembedaan ini
meliputi :
a) Uji pasangan (Paired comparison atau Dual comparation)
b) Uji segitiga (Triangle test)
c) Uji Duo-Trio
d) Uji pembandingan ganda (Dual Standard)
e) Uji pembanding jamak (Multiple Standard)
f) Uji Rangsangan Tunggal (Singel Stimulus)
g) Uji Pasangan Jamak (Multiple Pairs)
h) Uji Tunggal
2) Pengujian Pemilihan/Penerimaan (Preference Test/Acceptance
Test)
Pada uji ini penelis mengemukakan tanggapan pribadi yaitu
kesan yang berhubungan dengan kesukaan atau tanggapan senang
atau tidaknya terhadap sifat sensoris atau kualitas yang dinilai. Uji
penerimaan lebih subjektif dari uji pembedaan. Uji penerimaan ini
meliputi:
a. Uji kesukaan atau uji hedonik : pada uji ini penelis
mengemukakan tanggapan pribadi suka atau tidak suka,
disamping itu juga mengemukakan tingkat kesukaannya.
Tingkat kesukaan disebut juga skala hedonik. Skala hedonik
ditransformasi ke dalam skala numerik dengan angka menaik
menurut tingkat kesukaan. Dengan data numerik tersebut dapat
dilakukan.
b. Uji mutu hedonik : pada uji ini penelis menyatakan kesan
pribadi tentang baik atau buruk (kesan mutu hedonik). Kesan
mutu hedonik lebih spesifik dari kesan suka atau tidak suka,
dan dapat
bersifat lebih umum.
B. Hasil Penelitian

1. Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan maka dapat ditarik


kesimpulan bahwa (Hartina 2017) :
Proses pembuatan nugget labu kuning diawali dengan persiapan
bahan, pembersihan bahan, pengukusan labu, penghalusan labu,
pencampuran bahan, pengukusan nugget selama 30 menit dengan
api sedang, kemudian nugget dicetak kemudian dicelupkan
kedalam telur yang telah dikocok lalu dilumuri dengan tepung
panir kasar. Setelah itu nugget sudah bisa digoreng kedalam
minyak panas hingga berubah warna menjadi kuning kecoklatan.
Rata-rata warna 3.85, aroma 4.95, tekstur 3.15, rasa 5.55, over all
6.20 dan uji hedonik 7.55 dengan formulasi 50% daging ayam dan
50% labu kuning dengan nilai.

B. Kerangka Berfikir

Terkait dengan judul “Penambahan Labu Kuning Pada Bahan


Dasar Pembuatan Nugget” maka disusunlah kerangka berfikir bahwa labu
kuning dapt dijadikan bahan tambahan dalm pembuatan nugget.
Tujuan dari penelitan terhadap penambahan labu kuning terhadap
pembuatan nugget ialah menciptakan variasi olahan nugget dengan
penambahan labu kuning dalam rangka meningkatkan minat sarapan pada
masyarakat Indonesia untuk membantu memperbaiki gizi khususnya untuk
anak-anak.
Penulis memulai penelitian dengan percobaan penambahan labu
kuning pada oalahan bahan dasar pembuatan nugget. Dalam proses
pembuatan nugget penulis melakukan 2 kali eksperimen untuk
mendapatkan informasi yang tepat. Penulis hanya melakukan penambahan
labu kuning pada bahan dasar pembuatan nugget. Pada eksperimen
pertama, penulis menggunakan daging ayam sebanyak 120 gram, pada
eksperimen kedua penulis mengurangi berat daging ayam 20 gram dengan
perbandingan 50 % dengan 50 % labu kuning.
Selanjutnya penulis melakukan penelitian terhadap tingkat
kesukaan konsumen serta mutu terhadap nugget dengan penambahan labu
kuning. Data angket yang telah didapat kemudian diolah untuk mendapat
kesimpulan mengenai mengenai tingkat kesukaan serta mutu terhadap
nugget dengan penambahan labu kuning.
Membuat nugget dengan penambahan labu kuning

Melakukan desain formulasi

Memperoleh formula nugget dengan penambahan labu kuning

Hasil percobaan

Uji penerimaan (Hedonik dan Mutu Hedonik)

Data tingkat kesukaan terhadap Nugget dengan


penambahan labu kuning
Daftar Pustaka

Arief Prahasta. 2009. Agribisnis Labu Kuning. Bandung: CV Pustaka Grafika.

Badan Standardisasi Nasional. 2002. SN/ 01-6683-2002, Naget Ayam (Chicken


Nugget). Jakarta.

Anonim, Tetumbuhan, Tira Pustaka, Jakarta

Agusman. (2013. Pengujian Organoleptik. Semaran. Diakses dari


http://tekpan.unimus.ac.id/wpcontent/uploads/2014/03Uji-
Organoleptik-ProdukPangan.pdf.

Nasiru.M. 2011. Effect of Cooking Time and Patash Concentration on


Organoleptic Properties of Red and White Meat. Graha ilmu.
Yogyakarta.

Nurzainah, G. Dan Namaida, U. 2005. Penggunaan Bahan Pengisi Pada Nugget


Itik air. http://www.repository.usu.ac.id. Diakses tanggal 8 Mei 2011

Soekarto, Soewarno T., (1981), Penilaian Organoleptik, untuk Industri Pangan


dan Hasil Pertanian, PUSBANGTEPA / Food Technology Development Center,
Institut Pertanian Bogor.

Susiwi, S. 2009. Penilaian Organoleptik. Universitas Pendidikan indonesia.


Bandung.

Suprapti ML. 2005. Manfaat labu kuning. Kansius, Yogyakarta.

Vanty, I.R. 2011. Pembuatan dan analisis kandungan gizi Tepung labu kuning
(cucurbita moschata duch..). Jurnal sains dan teknik kimia.

Alamsyah. (2007). Zat Gizi Pada Labu Kuning. Kandungan Gizi Pada Labu
Kuning, 1.

Lukman dkk, E. d. (2009;2011). Nugget. Diverivikasi nugget dengan labu kuning,


1.

Ryan. (2011). Karakteristik Labu Kuning. Labu Kuning Pasca Panen, 4.

Anda mungkin juga menyukai