Anda di halaman 1dari 21

TUGAS ILMIAH KEPANITERAAN KLINIK FK UMS

CASE REPORT

VARICELLA

PENYUSUN

Anita Akhyarini, S.Ked

J510195094

PEMBIMBING

dr. Eddy Tjiahyono, Sp. KK

PRODI PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2020
HALAMAN PENGESAHAN
Tugas Ilmiah Kepaniteraan Klinik FK UMS
CASE REPORT
Prodi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Judul : Varicella
Penyusun : Anita Akhyarini, S.Ked (J510195094)

Pembimbing : dr. Eddy Tjiahyono, Sp. KK

Magetan, 11 Februari 2020

Menyetujui,
Penyusun
Pembimbing

dr. Eddy Tjiahyono, Sp. KK


Anita Akhyarini, S.Ked

Mengetahui,
Kepala Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran UMS

dr. Iin Novita N.M., M.Sc., Sp.PD


VARICELLA

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Tanggal Lahir : 07-04-1972
Umur : 48 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kawedanan
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 03-02-2020

II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Plenting-plenting dan gatal di seluruh tubuh
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUD dr.
Sayidiman Magetan dengan keluhan plenting-plenting kemerahan berisi
cairan jernih dan gatal di seluruh tubuh. Plenting-plenting dirasakan
sejak 1 minggu yang lalu. Plenting-plenting awal ditemukan pada
lengan kanan lalu menyebar pada dada, leher, dan kemudian seluruh
tubuh. Plenting-plenting pada lengan kanan kemudian berisi air dan
pecah.
Sejak ± 2 minggu yang lalu, pasien mengeluhkan demam.
Demam dirasakan terus menerus sepanjang hari. Keluhan disertai
penurunan nafsu makan dan badan lemas. Menurut pasien, di
lingkungan dan keluarga pasien tidak ada yang mengalami hal yang
serupa dengan pasien. Pasien tidak ingat melakukan kontak dengan
siapa saja. Pasien belum pernah mengalami cacar air sebelumnya, dan
pasien belum pernah mendapatkan vaksin varicella sebelumnya.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat penyakit serupa : disangkal
- Riwayat keluhan kulit : diakui, dermatitis kontak alergi pada
manus D/S dan dermatitis atopik
pada wajah yang sudah membaik
- Riwayat Hipertensi : disangkal
- Riwayat DM : disangkal
- Riwayat Alergi : disangkal
d. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat penyakit serupa : disangkal
- Riwayat plenting-plenting : disangkal
- Riwayat HT : disangkal
- Riwayat DM : disangkal
- Riwayat alergi pada keluarga : disangkal
e. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien ibu rumah tangga
III. PEMERIKSAAN FISIK
a) Keadaan Umum
- KU : Baik
- Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
b) Tanda Vital
- HR : 80x/menit
- RR : 20x/menit
- T : 37.5oC
- TD : 120/80 mmHg
c) Pemeriksaan Status Dermatologis
1. Lokasi : dada, punggung, lengan kanan dan kiri, tungkai
kanan dan kiri
UKK : multiformis, vesikel dasar eritema berukuran miliar,
susunan tidak beraturan, pustula, erosi, dan krusta.
d) Pemeriksaan Status Generalis
- Kepala : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema
palpebra (-/-)
- Leher : pembesaran KGB (-)
- Thorax
Paru-paru
Inspeksi : dada simetris, napas spontan, retraksi (-), sesak (-)
Palpasi : fremitus teraba simetris kanan kiri
Perkusi : sonor (+/+)
Auskultasi : SDV (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba kuat
Perkusi : tidak terkesan pelebaran batas jantung
Auskultasi : BJ I/II normal regular, bising jantung tambahan (-)
- Abdomen
Inspeksi : flat abdomen
Auskultasi : BU (+)
Perkusi : timpani (+)
Palpasi : Nyeri perut 9 regio (-)
- Genitalia (Status Lokalis Ginekologis):
Dalam batas normal
- Ekstremitas : Akral hangat, turgor cukup, CRT < 2 detik, ADP
teraba kuat.
IV. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
a. Diagnosis Klinis : Varicella Zooster
b. Diagnosis Banding:
 Variola
 Herpes zooster

V. PLANNING TATA LAKSANA


a. Edukasi: Istirahat yang cukup
b. Farmakoterapi:
 Paracetamol tablet 500mg 3x1 jika panas
 Vitamin B kompleks tablet 2x1
 Vitamin C tablet 1x1
 Fusycom cream 10gr + Gentamisin cream 10gr 2x/hari
DASAR TEORI

A. Definisi
Infeksi akut primer oleh virus varicella zoster yang menyerang kulit dan
mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama
berlokasi di bagian sentral tubuh.

B. Epidemiologi
1. Usia
Pada orang yang belum mendapat vaksinasi, 90% kasus terjadi pada
anak-anak dibawah 10 tahun, 5% terjadi pada orang yang berusia lebih dari
15 tahun. Sementara pada pasien yang mendapat imunisasi, insiden
terjadinya varicella secara nyata menurun.
2. Insiden
Sejak diperkenalkan adanya vaksin varicella pada tahun 1995,
insiden terjadinya varicella terbukti menurun. Dimana sebelum tahun 1995,
terbukti di Amerika terdapat 3-4 juta kasus varicella setiap tahunnya.
3. Transmisi
Transmisi penyakit ini secara aerogen maupun kontak langsung.
Kontak tidak langsung jarang sekali menyebabkan varicella. Penderita yang
dapat menularkan varicella yaitu beberapa hari sebelum erupsi muncul dan
sampai vesikula yang terakhir. Tetapi bentuk erupsi kulit yang berupa krusta
tidak menularkan virus.
4. Musim
Di daerah metropolitan yang beriklim sedang, dimana epidemi
varicella sering terjadi pada musim musim dingin dan musim semi.

C. Patogenesis

Varicella disebabkan oleh VZV yang termasuk dalam famili virus


herpes. Virus masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran napas
dan orofaring. Multiplikasi virus di tempat tersebut diikuti oleh penyebaran
virus dalam jumlah sedikit melalui darah dan limfe ( viremia primer ). Virus
VZV dimusnahkan oleh sel sistem retikuloendotelial, yang merupakan tempat
utama replikasi virus selama masa inkubasi. Selama masa inkubasi infeksi
virus dihambat sebagian oleh mekanisme pertahanan tubuh dan respon yang
timbul.

Pada sebagian besar individu replikasi virus dapat mengatasi


pertahanan tubuh yang belum berkembang sehingga dua minggu setelah infeksi
terjadi viremia sekunder dalam jumlah yang lebih banyak. Lesi kulit muncul
berturut-berturut, yang menunjukkan telah memasuki siklus viremia, yang
pada penderita yang normal dihentikan setelah sekitar 3 hari oleh imunitas
humoral dan imunitas seluler VZV. Virus beredar di leukosit mononuklear,
terutama pada limfosit. Bahkan pada varicella yang tidak disertai komplikasi,
hasil viremia sekunder menunjukkan adanya subklinis infeksi pada banyak
organ selain kulit.

Respon imun penderita menghentikan viremia dan menghambat


berlanjutnya lesi pada kulit dan organ lain. Imunitas humoral terhadap VZV
berfungsi protektif terhadap varicella. Pada orang yang terdeteksi memiliki
antibodi serum biasanya tidak selalu menjadi sakit setelah terkena paparan
eksogen. Sel mediasi imunitas untuk VZV juga berkembang selama varicella,
berlangsung selama bertahun-tahun, dan melindungi terhadap terjadinya resiko
infeksi yang berat.

D. Gambaran Klinis

Masa inkubasi antara 14 sampai 16 hari setelah paparan, dengan kisaran


10 sampai 21 hari. Masa inkubasi dapat lebih lama pada pasien dengan
defisiensi imun dan pada pasien yang telah menerima pengobatan pasca
paparan dengan produk yang mengandung antibodi terhadap varicella.

1. Gejala prodromal

Pada anak kecil jarang terdapat gejala prodromal. Sementara pada


anak yang lebih besar dan dewasa, ruam yang seringkali didahului oleh
demam selama 2-3 hari, kedinginan, malaise, anoreksia, nyeri punggung,
dan pada beberapa pasien dapat disertai nyeri tenggorokan dan batuk
kering.
2. Ruam pada varicella

Pada pasien yang belum mendapat vaksinasi, ruam dimulai dari


muka dan skalp, dan kemudian menyebar secara cepat ke badan dan
sedikit ke ekstremitas. Lesi baru muncul berturut-turut, dengan distribusi
terutama di bagian sentral. Ruam cenderung padat kecil-kecil di
punggung dan antara tulang belikat daripada skapula dan bokong dan
lebih banyak terdapat pada medial daripada tungkai sebelah lateral. Tidak
jarang terdapat lesi di telapak tangan dan telapak kaki, dan vesikula
sering muncul sebelumnya dan dalam jumlah yang lebih besar di daerah
peradangan, seperti daerah yang terkena sengatan matahari.

Gambar 1 Infeksi VZV : Varicella

Gambar 2 Infeksi VZV : Varicella dengan imunisasi

Gambaran dari lesi varicella berkembang secara cepat, yaitu lebih


kurang 12 jam, dimana mula-mula berupa makula eritematosa yang
berkembang menjadi papul, vesikel, pustul, dan krusta. Vesikel dari
varicella berdiameter 2-3 mm, dan berbentuk elips, dengan aksis
panjangnya sejajar dengan lipatan kulit. Vesikel biasanya superfisial dan
berdinding tipis, dan dikelilingi daerah eritematosa sehingga tampak
terlihat seperti “ embun di atas daun mawar”. Cairan vesikel cepat
menjadi keruh karena masuknya sel radang, sehingga mengubah vesikel
menjadi pustul. Lesi kemudian mengering, mula-mula di bagian tengah
sehingga menyebabkan umbilikasi dan kemudian menjadi krusta. Krusta
akan lepas dalam 1-3 minggu, meninggalkan bekas bekas cekung
kemerahan yang akan berangsur menghilang. Apabila terjadi
superinfeksi dari bakteri maka dapat terbentuk jaringan parut. Lesi yang
telah menyembuh dapat meninggalkan bercak hipopigmentasi yang
dapat menetap selama beberapa minggu/bulan.

Vesikel juga terdapat di mukosa mulut, hidung, faring,


laring, trakea, saluran cerna, kandung kemih, dan vagina. Vesikel di
mukosa ini cepat pecah sehingga seringkali terlihat sebagai ulkus
dangkal berdiameter 2-3 mm.

Gambar 3 Lesi dengan spektrum luas

Gambaran khas dari varicella adalah adanya lesi yang


muncul secara simultan ( terus-menerus ), di setiap area kulit, dimana lesi
tersebut terus berkembang. Suatu prospective study menunjukkan rata-
rata jumlah lesi pada anak yang sehat berkisar antara 250-500. Pada kasus
sekunder karena paparan di rumah gejala klinisnya lebih berat daripada
kasus primer karena paparan di sekolah, hal ini mungkin disebabkan
karena paparan di rumah lebih intens dan lebih lama sehingga inokulasi
virus lebih banyak.

Demam biasanya berlangsung selama lesi baru masih timbul,


dan tingginya demam sesuai dengan beratnya erupsi kulit. Jarang di atas
390C, tetapi pada keadaan yang berat dengan jumlah lesi banyak dapat
mencapai 40,50C. Demam yang berkepanjangan atau yang kambuh
kembali dapat disebabkan oleh infeksi sekunder bakterial atau
komplikasi lainnya. Gejala yang paling mengganggu adalah gatal yang
biasanya timbul selama stadium vesikuler.

E. Diagnosa varicella

Varicella biasanya mudah didiagnosa berdasarkan penampilan dan


perubahan pada karakteristik dari ruam yang timbul, terutama apabila ada riwayat
terpapar varicella 2-3 minggu sebelumnya.

F. Laboratorium

Lesi pada varicella dan herpes zoster tidak dapat dibedakan secara
histopatologi. Pada pemeriksaan menunjukkan sel raksasa berinti banyak dan
sel epitel yang mengandung badan inklusi intranuklear yang asidofilik.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan pewarnaan Tzanck, dimana bahan
pemeriksaan dikerok dari dasar vesikel yang muncul lebih awal, kemudian
diletakkan di atas object glass, dan difiksasi dengan ethanol atau methanol, dan
diwarnai dengan pewarnaan hematoxylin-eosin, Giemsa, Papanicolaou, atau
pewarnaan Paragon.

Gambar 4 Sel raksasa berinti banyak


Di samping itu Varicella zoster virus (VZV) polymerase chain reaction
(PCR) adalah metode pilihan untuk diagnosis varicella. VZV juga dapat
diisolasi dari kultur jaringan, meskipun kurang sensitif dan membutuhkan
beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya. Bahan yang paling sering
digunakan adalah isolasi dari cairan vesikuler. VZV PCR adalah metode
pilihan untuk diagnosis klinis yang cepat. Real-time PCR metode tersedia
secara luas dan merupakan metode yang paling sensitif dan spesifik dari tes
yang tersedia. Hasil tersedia dalam beberapa jam. Jika real-time PCR tidak
tersedia, antibodi langsung metode (DFA) neon dapat digunakan, meskipun
kurang sensitif dibanding PCR dan membutuhkan pengambilan spesimen yang
lebih teliti.

Berbagai tes serologi untuk antibodi terhadap varicella tersedia secara


komersial termasuk uji aglutinasi lateks (LA) dan sejumlah enzyme-linked
immunosorbent tes (ELISA). Saat ini tersedia metode ELISA, dan ternyata tidak
cukup sensitif untuk mampu mendeteksi serokonversi terhadap vaksin, tetapi
cukup kuat untuk mendeteksi orang yang memiliki kerentanan terhadap VZV.
ELISA sensitif dan spesifik, sederhana untuk melakukan, dan banyak tersedia
secara komersial. Di samping itu LA juga tersedia secara sensitif, sederhana,
dan cepat untuk dilakukan. LA agak lebih sensitif dibandingkan ELISA
komersial, meskipun dapat menghasilkan hasil yang positif palsu, dan dapat
menyebabkan kegagalan untuk mengidentifikasi orang-orang yang tidak
terbukti memiliki imunitas terhadap varicella. Dimana salah satu dari tes ini
akan berguna untuk skrining kekebalan terhadap varicella.

G. Komplikasi

Pada anak-anak, varicella jarang disertai komplikasi. Komplikasi


tersering umumnya disebabkan oleh infeksi sekunder bakterial pada lesi kulit,
yang biasanya disebabkan oleh stafilokokus atau streptokokus, sehingga terjadi
impetigo, furunkel, selulitis, atau erisipelas, tetapi jarang terjadi gangren.
Infeksi fokal tersebut sering menyebabkan jaringan parut, tetapi jarang terjadi
sepsis yang disertai infeksi metastase ke organ yang lainnya. Vesikel dapat
menjadi bula bila terinfeksi stafilokokus yang menghasilkan toksin eksfoliatif.
Pneumonia, otitis media, dan meningitis supurativa jarang terjadi dan
responsif terhadap antibiotik yang tepat. Bagaimanapun juga, superinfeksi
bakteri umum dijumpai dan berpotensi mengancam kehidupan pada pasien
dengan leukopenia.

Pada orang dewasa demam dan gejala konstitusi biasanya lebih berat
dan berlangsung lebih lama, ruam varicella lebih luas, dan komplikasi lebih
sering terjadi. Pneumonia varicella primer merupakan komplikasi tersering
pada orang dewasa. Pada beberapa pasien gejalanya asimpomatis, tetapi yang
lainnya dapat berkembang mengenai sistem pernafasan dimana gejalanya dapat
lebih parah seperti batuk, dyspnea, tachypnea, demam tinggi, nyeri dada
pleuritis, sianosis, dan batuk darah yang biasanya timbul dalam 1-6 hari
sesudah timbulnya ruam.

Varicella pada kehamilan mengancam ibu dan janinnya. Infeksi yang


menyebar luas dan varicella pneumonia dapat mengakibatkan kematian pada
ibu, tetapi baik kejadian maupun keparahan pneumonia varicella tampaknya
meningkat secara signifikan pada kehamilan. Janin dapat meninggal karena
kelahiran prematur atau kematian ibu karena varicella pneumonia berat, tetapi
varicella selama kehamilan, tidak, jika tidak secara subtansial meningkatkan
kematian janin. Namun demikian, pada varicella yang tidak disertai
komplikasi, viremia pada ibu dapat menyebabkan infeksi intrauterin (
kongenital ), dan dapat menyebabkan abnormalitas kongenital. Varicella
perinatal ( varicella yang terjadi dalam waktu 10 hari dari kelahiran ) lebih
serius daripada varicella yang terjadi pada bayi yang terinfeksi beberapa
minggu kemudian.

Morbiditas dan mortalitas pada varicella secara nyata meningkat pada


pasien dengan defisiensi imun. Pada pasien ini replikasi virus yang terus-
menerus dan menyebar luas mengakibatkan terjadinya viremia yang
berkepanjangan, dimana mengakibatkan ruam yang semakin luas, jangka
waktu yang lebih lama dalam pembentukan vesikel baru, dan penyebaran
visceral klinis yang signifikan. Pada pasien dengan defisiensi imun dan diterapi
dengan kortikosteroid mungkin dapat berkembang menjadi pneumonia,
hepatitis, encephalitis, dan komplikasi berupa perdarahan, dimana derajat
keparahan dimulai dari purpura yang ringan hingga parah dan seringkali
mengakibatkan purpura yang fulminan dan varicella malignansi.

Komplikasi susunan saraf pusat pada varicella terjadi kurang dari 1


diantara 1000 kasus. Varicella berhungan dengan sindroma Reye ( ensepalopati
akut disertai degenerasi lemak di liver ) yang khas terjadi 2 hingga 7 hari
setelah timbulnya ruam. Dulu, dari 15-40% pada semua kasus sindroma Reye
berhubungan dengan varicella, khususnya pada penderita yang diterapi dengan
aspirin saat demam, dengan mortalitas setinggi 40%. Ataksia serebri akut lebih
umum terjadi daripada kelainan neurologi yang lainnya. Encephalitis lebih
jarang lagi terjadi yaitu pada 1 diantara 33.000 kasus, tetapi merupakan
penyebab kematian tertinggi atau menyebabkan kelainan neurologi yang
menetap. Patogenesa terjadinya ataksia serebelar dan ensephalitis tetap jelas,
dimana pada banyak kasus ditemukan adanya VZV antigen, VZV antibodi, dan
VZV DNA pada cairan cerebrospinal pada pasien, yang diduga menyebabkan
infeksi secara langsung pada sistem saraf pusat.

Komplikasi yang jarang terjadi antara lain myocarditis, pancreatitis,


gastritis dan lesi ulserasi pada saluran pencernaan, artritis, vasculitis Henoch-
Schonlein, neuritis, keratitis, dan iritis. Patogenesa dari komplikasi ini belum
diketahui, tetapi infeksi VZV melalui parenkim secara langsung dan
endovascular, atau vasculitis yang disebabkan oleh VZV antigen-antibodi
kompleks, tampaknya menjadi penyebab pada kebanyakan kasus.

H. Terapi
1. Antivirus
Beberapa analog nukleosida seperti acyclovir, famciclovir,
valacyclovir, dan brivudin, dan analog pyrophosphate foskarnet terbukti
efektif untuk mengobati infeksi VZV. Acyclovir adalah suatu analog
guanosin yang secara selektif difosforilasi oleh timidin kinase VZV
sehingga terkonsentrasi pada sel yang terinfeksi. Enzim-enzim selular
kemudian mengubah acyclovir monofosfat menjadi trifosfat yang
mengganggu sintesis DNA virus dengan menghambat DNA polimerase
virus. VZV kira-kira sepuluh kali lipat kurang sensitif terhadap acyclovir
dibandingkan HSV.

Valacyclovir dan famcyclovir, merupakan prodrug dari acyclovir


yang mempunyai bioavaibilitas oral lebih baik daripada acyclovir sehingga
kadar dalam darah lebih tinggi dan frekuensi pemberian obat berkurang.

2. Topikal
Pada anak normal varicella biasanya ringan dan dapat sembuh
sendiri. Untuk mengatasi gatal dapat diberikan kompres dingin, atau lotion
kalamin, antihistamin oral. Cream dan lotion yang mengandung
kortikosteroid dan salep yang bersifat oklusif sebaiknya tidak digunakan.
Kadang diperlukan antipiretik, tetapi pemberian olongan salisilat sebaiknya
dihindari karena sering dihubungkan dengan terjadinya sindroma Reye.
Mandi rendam dengan air hangat dapat mencegah infeksi sekunder
bakterial.

3. Anti virus pada anak


Pengobatan dini varicella dengan pemberian acyclovir ( dalam 24
jam setelah timbul ruam ) pada anak imunokompeten berusia 2-12 tahun
dengan dosis 4x20 mg/kgBB/hari selama 5 hari menurunkan jumlah lesi,
penghentian terbentuknya lesi yang baru, dan menurunkan timbulnya ruam,
demam, dan gejala konstitusi bila dibandingkan dengan placebo. Tetapi
apabila pengobatan dimulai lebih dari 24 jam setelah timbulnya ruam
cenderung tidak efektif lagi. Hal ini disebabkan karena varicella merupakan
infeksi yang relatif ringan pada anak-anak dan manfaat klinis dari terapi
tidak terlalu bagus, sehingga tidak memerlukan pengobatan acyclovir secara
rutin. Namun pada keadaan dimana harga obat tidak menjadi masalah, dan
kalau pengobatan bisa dimulai pada waktu yang menguntungkan
menguntungkan pasien ( dalam 24 jam setelah timbul ruam ), dan ada
kebutuhan untuk mempercepat penyembuhan sehingga orang tua pasien
dapat kembali bekerja, maka obat antivirus dapat diberikan.
4. Pada remaja dan dewasa
Pengobatan dini varicella dengan pemberian acyclovir dengan dosis
5x800 mg selama 5 hari menurunkan jumlah lesi, penghentian terbentuknya
lesi yang baru, dan menurunkan timbulnya ruam, demam, dan gejala
konstitusi bila dibandingkan dengan placebo. 4

Secara acak, pemberian placebo dan acyclovir oral yang terkontrol


pada orang dewasa muda yang sehat dengan varicella menunjukkan bahwa
pengobatan dini (dalam waktu 24 jam setelah timbulnya ruam) dengan
acyclovir oral ( 5x800 mg selama 7 hari ) secara signifikan mengurangi
terbentuknya lesi yang baru, mengurangi luasnya lesi yang terbentuk, dan
menurunkan gejala dan demam. Dengan demikian, pengobatan rutin dari
varicella pada orang dewasa tampaknya masuk akal. Meskipun tidak diuji,
ada kemungkinan bahwa famciclovir, yang diberikan dengan dosis 500 mg
per oral setiap 8 jam, atau valacyclovir dengan dosis 1000 mg per oral setiap
8 jam mudah dan tepat sebagai pengganti acyclovir pada remaja normal dan
dewasa, Banyak dokter tidak meresepkan acyclovir untuk varicella selama
kehamilan karena risiko bagi janin yang dalam pengobatan belum diketahui.
Sementara dokter lain merekomendasikan pemberian acyclovir secara oral
untuk infeksi pada tri semester ketiga ketika organogenesis telah sempurna,
ketika mungkin ada peningkatan terjadinya resiko pneumonia varicella, dan
ketika infeksi dapat menyebar ke bayi yang baru lahir. Pemberian acyclovir
intravena sering dipertimbangkan untuk wanita hamil dengan varicella yang
disertai dengan penyakit sistemik.

I. Pencegahan
Vaksin varicella
1. Karakteristik

Vaksin varicella (Varivax, Merck) merupakan vaksin virus hidup


yang dilemahkan, yang berasal dari strain Oka VZV. Virus vaksin diisolasi
oleh Takahashi pada awal tahun 1970 dari cairan vesikular yang berasal
dari anak sehat dengan penyakit varicella. Vaksin varicella ini dilisensikan
untuk penggunaan umum di Jepang dan Korea pada tahun 1988. Vaksin
ini diijinkan di Amerika Serikat pada tahun 1995 untuk orang-orang usia
12 bulan dan yang lebih tua.

2. Keefektifan vaksin

Setelah pemberian satu dosis tunggal vaksin varicella antigen, 97%


dari anak yang berusia 12 bulan sampai 12 tahun mengembangkan titer
antibodi yang dapat terdeteksi. Sedangkan lebih dari 90% dari responden
vaksin mempertahankan antibodi untuk setidaknya 6 tahun. Dalam studi
di Jepang, 97% dari anak-anak memiliki antibodi 7 sampai 10 tahun
setelah vaksinasi. Efikasi vaksin diperkirakan memiliki ketahanan 70%
sampai 90% terhadap infeksi, dan 90% sampai 100% terhadap penyakit
sedang atau berat.

Di antara remaja yang sehat dan orang dewasa yang berusia 13


tahun dan yang lebih tua, rata-rata 78% mengembangkan antibodi setelah
pemberian satu dosis, dan 99% mengembangkan antibodi setelah
pemberian dosis kedua yang diberikan 4 sampai 8 minggu kemudian.
Antibodi bertahan selama minimal 1 tahun pada 97% dari pemberian
vaksin varicella setelah dosis kedua yang diberikan pada 4 sampai 8
minggu setelah dosis pertama.

Kekebalan tampaknya bertahan lama, dan mungkin permanen di


sebagian besar vaksin. Infeksi pada orang yang pernah mendapat vaksin
secara signifikan lebih ringan, dengan lesi sedikit (biasanya kurang dari
50), banyak yang makulopapular daripada vesikuler. Dimana kebanyakan
orang yang pernah mendapat vaksinasi sebelumnya tidak terjadi demam.

Meskipun pada penemuan dari beberapa studi telah menyarankan


sebaliknya, penyelidikan sebagian belum diidentifikasi waktu sejak
vaksinasi sebagai faktor risiko untuk terobosan varicella. Beberapa, tetapi
tidak semua, penyelidikan baru-baru telah mengidentifikasi adanya asma,
penggunaan steroid, dan vaksinasi di lebih muda dari 15 bulan usia sebagai
faktor risiko untuk terobosan varicella. Terobosan infeksi varicella bisa
menjadi hasil dari beberapa faktor, termasuk gangguan replikasi virus
vaksin oleh sirkulasi antibodi, vaksin impoten akibat kesalahan
penyimpanan atau penanganan, atau pencatatan tidak akurat.

Penelitian telah menunjukkan bahwa dosis kedua vaksin varicella


meningkatkan kekebalan dan mengurangi penyakit terobosan pada anak-
anak.

3. Jadwal vaksinasi dan penggunaan

Vaksin varicella dianjurkan untuk semua anak tanpa kontraindikasi


yang berusia 12 sampai 15 bulan. Vaksin ini dapat diberikan kepada semua
anak pada usia ini terlepas dari riwayat varicella.

Dosis kedua vaksin varicella harus diberikan pada 4 sampai 6 tahun


kemudian . Dosis kedua dapat diberikan lebih awal dari 4 sampai 6 tahun
jika setidaknya 3 bulan telah berlalu setelah dosis pertama (yaitu, interval
minimum antara dosis vaksin varicella untuk anak-anak berusia di bawah
13 tahun adalah 3 bulan). Namun, jika dosis kedua diberikan setidaknya 28
hari setelah dosis pertama, dosis kedua tidak perlu diulang. Dosis kedua
vaksin varicella ini juga dianjurkan bagi orang yang lebih tua, dimana
vaksin varicella diberikan kepada orang-orang 13 tahun atau lebih pada 4
sampai 8 minggu kemudian.

Semua vaksin varicella harus diberikan melalui secara subkutan.


Vaksin varicella telah terbukti aman dan efektif pada anak-anak yang sehat
bila diberikan pada saat yang sama sebagai vaksin MMR di lokasi terpisah
dan dengan jarum suntik yang terpisah. Jika vaksin varicella dan MMR tidak
diberikan pada kunjungan yang sama, maka pemberian harus
dipisahkansetidaknya 28 hari. Vaksin varicella juga dapat diberikan
simultan (tapi di lokasi terpisah dengan jarum suntik yang terpisah) dengan
semua vaksin anak lainnya.

4. Profilaksis pasca terpapar

Data dari Amerika Serikat dan Jepang dalam berbagai penelitian


menunjukkan bahwa vaksin varicella ternyata efektif sekitar 70% sampai
100% dalam mencegah penyakit atau terjadinya keparahan penyakit jika
digunakan dalam waktu 3 hari, dan mungkin sampai 5 hari, setelah paparan.
ACIP merekomendasikan vaksin untuk digunakan pada orang yang tidak
terbukti memiliki kekebalan terhadap varicella atau pada orang yang
terpapar varicella. Jika paparan terhadap varicella tidak menyebabkan
infeksi, vaksinasi pasca paparan harus diberikan untuk memberi
perlindungan terhadap paparan berikutnya.

Wabah varicella yang terjadi dalam beberapa keadaan


(misalnya,pada tempat penitipan anak, dan sekolah) dapat bertahan sampai
dengan 6 bulan. Tetapi vaksin varicella diketahui telah berhasil digunakan
untuk mengendalikan wabah. ACIP merekomendasikan pemberian dosis
kedua vaksin varicella untuk pengendalian wabah. Jadi selama wabah
varicella, orang-orang yang telah menerima satu dosis vaksin varicella harus
menerima dosis kedua, yang diberikan sesuai dengan interval vaksinasi
yang telah berlalu sejak dosis pertama (3 bulan untuk orang yang berusia 12
bulan sampai 12 tahun dan setidaknya 4 minggu untuk orang yang berusia
13 tahun dan lebih tua).

5. Kontraindikasi dan tindakan pencegahan untuk vaksinasi

Seseorang dengan reaksi alergi yang parah (anafilaksis) dengan


komponen vaksin atau setelah dosis sebelumnya, seharusnya tidak
menerima vaksin varicella. Orang dengan imunosupresi karena leukemia,
limfoma, keganasan umum, penyakit defisiensi imun, atau terapi
imunosupresif tidak harus divaksinasi dengan vaksin varicella. Namun,
pengobatan dengan dosis rendah (kurang dari 2 mg / kg / hari), topikal,
penggantian, atau steroid aerosol bukan merupakan kontraindikasi untuk
vaksinasi. Orang yang imunosupresif yang diterapi dengan steroid telah
dihentikan selama 1 bulan (3 bulan untuk kemoterapi) dapat divaksinasi.

Orang dengan imunodefisiensi seluler sedang atau berat akibat


infeksi human immunodeficiency virus (HIV), termasuk orang-orang yang
didiagnosis dengan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) tidak
boleh menerima vaksin varicella. Anak yang terinfeksi HIV dengan
persentase CD4 T-limfosit 15% atau lebih tinggi, dan anak-anak yang lebih
tua dan orang dewasa dengan jumlah CD4 200 per mikroliter atau lebih
tinggi dapat dipertimbangkan untuk vaksinasi.

Wanita yang diketahui hamil atau mencoba untuk hamil sebaiknya


tidak menerima vaksin varicella. Sampai saat ini, tidak ada bukti yang
merugikan kehamilan atau janin yang dilaporkan di kalangan perempuan
yang secara tidak sengaja menerima vaksin varicella sesaat sebelum atau
selama kehamilan. Tetapi ACIP merekomendasikan kehamilan harus
dihindari selama 1 bulan setelah menerima vaksin varicella.

Vaksinasi pada orang dengan penyakit akut, sedang atau berat


sebaiknya ditunda sampai kondisi telah membaik. Tindakan pencegahan ini
dimaksudkan untuk mencegah terjadinya komplikasi pada pasien , seperti
demam. Pada penyakit yang cenderung ringan , seperti otitis media dan
infeksi saluran pernapasan atas, mendapat terapi antibiotik, dan paparan
atau pemulihan dari penyakit lain tidak kontraindikasi terhadap vaksin
varicella. Meskipun tidak ada bukti bahwa baik varicella atau vaksin
varicella memperburuk tuberkulosis, vaksinasi tidak dianjurkan untuk
orang-orang yang dikenal memiliki TB aktif.
DAFTAR PUSTAKA

1. www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/downloads/varicella.pdf

2. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Adhi, Edisi Enam
Cetakan Kedua, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2010,
hal 115

3. Wolff, Klaus. Johnson, Richard Allen. Fitzpatrick’s Color Atlas and


Sypnosis of Clinical Dermatology sixth edition, 2009, page 831-835

4. Straus, Stephen E. Oxman, Michael N. Schmader, Kenneth E. Fitzpatrick’s


Dermatology in general medicine seventh edition, vol 1 and 2, 2008, page
1885-1895

5. Anonim, Varicella ( chickenpox ), 2009. (


http://www.ncirs.edu.au/immunisation/fact-sheets/varicella-fact-sheet.pdf )

Anda mungkin juga menyukai