Anda di halaman 1dari 10

DIGITAL WELLLBEING

Disusun oleh :
1. Anggi Puspitasari (19040274027)
2. Giovani Ivan Indra Purnama (19040274028)
3. Alven Ahmad Burhany (19040274029)
4. Ihyatur Rahma Melinda (19040274030)
5. Hanifatur Rosidah (19040274031)
6. Noura Chilfi Ahmada (19040274032)
7. Nikmatus Sofia (19040274033)
8. Dewa Fajar Wiratama (19040274034)

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUKUM
JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GEOGRAFI

2019
A. Pengenalan dan Pengertian Digital Wellbeing

Kehidupan digital kini tiada terpisah dari kehidupan nyata. Dari kebutuhan
sandang, pangan, papan sampai hak beropini difasilitasi dunia digital. Tak jarang
pula banyak orang yang merasa penat, stress sampai kecanduan pada dunia digital.

Secara sederhana, 'wellbeing' dapat diterjemahkan sebagai 'kesejahteraan'.


Namun, bias-nya makna 'sejahtera' dalam bahasa Indonesia mengakibatkan
persepsi orang terhadap kesejahteraan semata adalah soal materi. Padahal, dalam
penelitian lanjutan mengenai 'wellbeing' yang dilakukan oleh beberapa universitas
di Inggris, 'wellbeing' mencakup soal material, non-material dan relasional di
antara keduanya. Jika diterjemahkan sebagai 'kebahagiaan', rasa-rasanya juga
kurang sesuai walaupun pada akhirnya 'wellbeing' juga mengobservasi 'state of
mind' yang bersumber pada persepsi diri akan kepuasan hidup.

Digital Wellbeing adalah sekumpulan fitur untuk mengetahui perilaku penggunaan


smartphone dan membatasinya. Pengguna bisa mengatur batas waktu mengakses
sebuah aplikasi hingga penggunaan ponsel sekaligus. Digital wellbeing adalah
istilah yang digunakan oleh profesional kesehatan, para peneliti dan perangkat
manufaktur untuk menggambarkan konsep bahwa ketika manusia berinteraksi
dengan teknologi, pengalaman harus mendukung dan/atau mental kesehatan fisik
dalam langkah terukur. Tujuan meningkatkan digital wellbeing adalah untuk
merancang teknologi sedemikian rupa bahwa itu mendorong pengguna sehat dan
membantu pengguna untuk menjaga gaya hidup yang sehat.

Sebagai menanggapi panggilan untuk aplikasi dan teknologi yang menghormati


orang waktu, beberapa perusahaan mengembangkan fitur yang kurang
mengganggu atau menambahkan kemampuan untuk mematikan mengganggu
pemberitahuan. Selain itu, perusahaan yang menciptakan aplikasi baru yang
melacak digital kesejahteraan menyimpan catatan dari hal-hal seperti jumlah
waktu yang dihabiskan pada layar aplikasi yang berbeda. Mereka membantu
pengguna untuk menurunkan jenis layar waktu, atau untuk menjadi lebih yang
disengaja tentang bagaimana teknologi yang digunakan.

Dikutip dari commonsensemedia.org, digital well-being (DWB) berfokus pada


ketiga hal berikut.

 Perusahaan teknologi yang selayaknya mendesain aplikasi yang minim sisi


adiksi. Menjunjung tinggi nilai sosial daripada keuntungan finansial. Dan
mendukung riset tentang dampak teknologi.
 Orangtua dan pendidik yang melek pada dampak baik dan buruk
teknologi. Serta mendukung perilaku media digital yang baik.
 Publik yang sadar dan faham informasi yang baik dan kredibel di dunia
digital. Dan mendorong mereka untuk menyadari perspektif bias yang
mungkin muncul di dunia maya.

Secara praktikal, Digital wellbeing berarti juga menyelaraskan kehidupan di dunia


nyata dengan maya. Penggunaan gawai dan akses ke dunia digital pun diatur
dengan baik. Hal ini agar tidak terjadi penggandaan tugas, distorsi fokus, gejala
psikis, sampai masalah kesehatan akibat dunia digital.

Semua informasi yang dianggap baik dan bermanfaat dari dunia nyata atau digital
bisa disebarkan di dunia maya/nyata. Dan sebaliknya, informasi buruk dan tak
bermanfaat lebih baik disetop persebarannya dan dilaporkan kepada platform
dimana informasi tadi beredar.

Namun pada prakteknya, harmonisasi ini kadang menemui beberapa hambatan


berikut.

 Pertama, kurangnya wacana dan implementasi pendidikan dunia digital.


Walau wacana literasi digital sudah beredar luas via sosial media. Namun
implementasi literasi digital dianggap kurang masih kurang optimal.

 Kedua, publik yang masih terlena sisi euforis dunia digital. Patut diakui,
dari 134 juta pengguna internet di Indonesia. Mungkin kebanyakan
menganggap dunia digital sebagai tempat hura-hura atau bebas
berekspresi.

 Ketiga, serbuan dunia digital di pasar Indonesia yang begitu masif.


Dengan lebih dari 270 juta penduduk, Indonesia masih menjadi pasar baik
e-commerce maupun media tumbuhnya aplikasi startup seperti ride-
sharing, fintech, atau gim daring.

Berikut adalah tips-tips yang bisa menjadikan kita individu yang harmonis antara
dunia nyata-digital.

1. Mengatur screen time baik pribadi maupun keluarga. Membatasi interaksi


dengan gawai dan sosmed dilakukan dengan parameter durasi, frekuensi,
jenis aplikasi yang dibuka dan tempat membuka gawai. Membuka gawai
di kamar tidur mungkin bukan sebuah pilihan baik.
2. Mengelola pola interkasi digital, baik grup chat, sosmed, korespondensi
surel, maupun pengelolaan situs. Komunikasi dunia nyata harus tetap
menjadi prioritas bersosialisasi.
3. Memahami bahwa dunia digital tidak sepenuhnya positif, pun juga negatif.
4. Mengoptimalisasi sisi positif dunia digital untuk kehidupan pribadi, sosial,
dan ekonomi wajib dilakukan.
5. Menyaring keluar-masuk data pribadi dengan baik. Solusinya antara lain.
Meng-update password di semua platform secara berkala. Membatasi log-
in di gawai/komputer umum/orang lain.
6. Mengunduh mesin peramban yang menjamin privacy. Sampai membuat
pod pribadi untuk data pribadi kita.
7. Menjadi individu dengan keharmonisan kehidupan digital (DWB) adalah
tantangan sekaligus kebermanfaatan. Saat batas-batas realitas kehidupan
dunia nyata dan dunia digital kian melebur.
8. Menyemibangkan kedua dunia menjadi pilihan yang relatif lebih baik.

B. Dampak Negatif Penggunaan Smartphones sebelum adanya Digital


Wellbeing

Apa yang dirasakan oleh masyarakat mengenai digital wellbeing mereka. Dalam
penelitian Google sudah mensurvei 95.000 orang di seluruh dunia mengenai
digital wellbeing menurut para user Internet, dan pengasawan digital wellbeing
terhadap anak masih menjadi nomor satu kekawatiran. Saat orang desawa atau
orang tua melihat banyak keuntungan menggunakan teknologi terhadap anak
mereka seperti edukasi, komunikasi, keamanan. Disamping keuntungan para
orang tua memiliki kekawatiran dimana anak sering menggunakan teknologi
seperti, konten konten yang kurang cocok untuk anak anak, keamanan di dunia
maya, bullying, serta keahlian bersosialisasi dengan orang sekitar.
Semua kekawatiran tersebut dikarenakan pada zaman sekarang seorang anak
semakin cepat untuk memiliki gadget mereka sendiri. Orang tua mulai
memikirkan bagaimana cara menciptakan kebiasaan pengguna teknologi yang
sehat terhadap anak selama pertumbuhan mereka.
Menurut kementrian pemberdayaan perempuan dan anak, menyebutkan bahwa
usia ideal seorang anak dapat mengoprasikan sebuah handphone adalah di usia 13
tahun, tapi kenyataan yang ditemukan bahwa seorang anak sudah dapat
mengoprasikan handphone di usia yang lebih muda dari 13 tahun.
Jadi bagaimana sebagai orang tua menciptakan batasan dan keseimbangan guna
kesehatan bagi seorang anak?. Pada kenyataanya seorang anak belajar bagaimana
mengunakan teknologi dari mengamati keluarga dan orang tua yang selalu terikat
dengan teknologi.
Kita harus mengetahui bagaimana digital wellbeing dalam seluruh lingkup
keluarga.
Dalam lingkup keluarga penggunaan teknologi dan wellbeing seperti tidak
memiliki kesinambungan. Contohnya adalah sebuah fenomena yang bernama
“alone together”, atau bisa digambarkan jika sekelompok orang di ruangan yang
sama tapi terfokus terhadap handhphone masing masing, dan menyebabkan tidak
ada komunikasi sesama secara langsung. Contoh lain:
PARADOXES OF FAMILY DIGITAL WELLBEING
Bring family together -------------------------------------------------- Driver family
apart
Relaxes dan mengurangi stress setelah keseharian pekerjaan-------------------------
membuat strees
Meningkatkan keahlian anak------------------------------------------menghalangi
perkembangan anak
Orangtua berpikir anak terlalu banyak menggunakan teknologi--------orang tua
sendiri tidak bisa mengatur batasnya sendiri

Dalam sisi seorang anak, anak menganggap bahwa orang tua tidak mengajarkan
bagaimana keseimbangan atau bagaimana membatasi penggunaan teknologi yang
baik.

PERKEMBANGAN PERILAKU NEGATIF PADA PENGGUNA


SMARTPHONE
Perkembangan prilaku pengguna smartphone makin hari makin mengkawatirkan
karena muncul perilaku perilaku yang mengarah pada arah negatif, contonya
adalah pengguna smartphone mengalami prilaku yang disebut “phantom cues”,
phantom cues adalah keadaan dimana pengguna smartphone sering kali
mendengar suara notifikasi baru pada smartphone yang ternyata hanya sebuah
halusinasi. Prilaku yang sering kali merefresh aplikasi berharap akan muncul
konten baru. Dan ketakutan pengguna smartphone dimana mereka tidak
memegang smartphone karena pikiran bagaimana kalau ada yang membutuhkan
mereka.

APLIKASI GOOGLE DALAM MENGEMBANGAN DIGITAL WELLBEING


-family link : aplikasi yang membantu orang tua terhadap anak mereka mengenai
prilaku kesehatan digital seperti mengewasi waktu bermain smartphone,
mengkontrol konten konten yang sesuai dengan anak mereka, dan terus
mengawasi lokasi keberadaan anak mereka.
-Youtube take a break : pengingat waktu istirahat saat mengakses video di
youtube.
-Gmail Snooze and high-priority notifikasi : fitur untuk mem-pending atau
menunda membaca email yang masuk di inbox Gmail dan hanya menerima
notifikasi pada pesan yang sangat penting.

C. Sejarah dan Perkembangan Digital Wellbeing

Google melalui Android 9.0 Pie ingin mengubah hal ini dengan meluncurkan fitur
Digital Wellbeing, 1 set fitur yang didesain untuk menyeimbangkan aktivitas
di smartphone dan kehidupan sehari-hari. Diluncurkannya Android 9.0 Pie
merupakan awalan dari penerapan Digital Wellbeing yang mengiringi deretan
pembaruan fitur. Google menyebut Digital Wellbeing sebagai penyeimbang dari
distraksi yang seringkali datang dari smartphone dan ragam aplikasi yang ada di
dalamnya, dengan menaruh pengukur durasi penggunaan aplikasi secara
individual.

Anak muda hidup di dunia dimana teknologi selalu hadir untuk mereka, hal ini
juga bisa memberikan dampak positif maupun negatif bagi kehidupan mereka.
‘Digenggaman bisa terhubung’ bisa dimaksudkan terkoneksi dengan teman –
teman, saling bertukan pengalaman dan belajar banyak hal baru. Akan tetapi,
pengalaman – pengalaman seperti ini bisa juga menjadi tantangan bagi anak
muda. Dengan dunia maya seperti bagian yang besar di dalam kehidupan anak
muda zaman sekarang, ini sangat penting untuk membantu mereka memahami
bagaimana menggunakannya dengan aman, awas, dan juga rasa peka terhadap
bagaimana dampaknya.

Tahun 2015, kami melakukan sebuah riset tentang stres akan notifikasi.
“Membuat kita tertarik pada telepon genggam, dan itu sangatlah buruk.” “Jika aku
kehilangan ponselku dalam 2 detik, aku panik, bagaimana jika aku terlewat
sesuatu?” dari pernyataan seperti itu, kami menemukan hasil riset berupa
meningkatkan sistem notifikasi setiap tahun, bersamaan dengan perilisan
pembaruan sistem Android.

Manusia terlalu tergantung pada ponsel mereka, dan kita menamainya fear of
missing out ( fomo) atau ketakutan terlewat sesuatu. Di tahun 2017, pengguna
ponsel di Jepang justru menunjukkan kebalikannya. “(orang lain) berada di dunia
maya, dan merasa perlu terkoneksi sepanjang waktu. Aku tidak mau hidup seperti
itu, aku punya irama bersih dalam hidup, aku punya kendali akan diriku sendiri,
aku punya waktu untuk banyak hal.” mereka menolak membeli ponsel pintar
dengan berbagai alasan, mereka lebih memilih menggunakan ponsel lipat. dari
mereka, kami terinspirasi untuk membuat istilah jomo – joy of missing out, atau
kesenangan melewatkan sesuatu. Rasa senang yang datang dari perasaan yang
terkendali dan tidak merasa melewatkan sesuatu.

Kami melakukan riset lagi, dan menemukan 3 fungsi mendasar yang mengikat
orang pada ponselnya. Hasil yang kami temukan adalah sebagai berikut :

1. Untuk bertahan hidup: transportasi, komunikasi, navigasi

2. Karena ponsel telah menggantikan banyak hal : alarm, kamera, uang (untuk
beberapa negara), penggali informasi, ponsel pembayaran.

Jadi, meskipun Anda ingin memutuskan, sangatlah susah karena Anda benar benar
membutuhkan ponsel Anda. Selain itu, ada 2 siklus kebiasaan, karena ponsel yang
terus bersamamu kapanpun, dan banyaknya konsekuensi negatif yang tidak
diharapkan, yaitu :

1. kesulitan internal dengan kebiasaan dan aturan diri sendiri

Pengalaman “isyarat hantu” yang terus menerus,seperti Anda merasa ponselmu


berbunyi beep atau ding atau bergetar di saku, seperti aku bersumpah ponselku
tadi bergetar, tapi mungkin saja tidak. Serta Anda merasa terkadang harus me-
refresh beberapa aplikasi dengan menekannya berulang – ulang dengan harapan
ada sesuatu yang baru, meskipun Anda sadar disana tidak ada sesuatu yang baru,
tapi bisa saja ada, ungkin, jika Anda menekannya dengan lagi.

2. Kesulitan eksternal, untuk memenuhi kewajiban sosial

Kwajiban untuk merespon, ini terjadi pada saat bertukar pesan. Ada pengirim dan
ada penerima. Sebagai seorang pengirim, sesaat setelah merespon sesuatu, Anda
pasti memiliki berbagai kegelisahan selama menuggu balasan. Seperti, “apakah
mereka menerima pesannya?” kemudian Anda mulai berpikir beberapa pola,
seperti “oh, mungkin mereka sedang sibuk” “apakah dia marah padaku?” lalu
“apakah aku mengatakan sesuatu yang salah?” “apakah aku perlu menambahkan
emoji?” dan yang paling parah adalah “apakah mereka masih hidup? Seperti,
bagaimana jika terjadi sesuatu yan buruk pada mereka? Dan sebenarnya, Anda
tahu, beberapa tahun lalu, sebelum ada ponsel pintar, Anda mungkin tidak
mendengar kabar seseorang dalam waktu yan lama, dan itu bukan menjadi
masalah. Tetapi, zaman sekarang, hal itu bisa jadi hal yang sanat menyakitkan
hanya dalam waktu 3 jam.

Tetapi, ketika Anda menjadi seorang penerima. Anda merasa waktu terus berdetik.
Anda harus meresponnya secepatnya. Bayangkan Anda sedang berada pada posisi
sedang melakukan sesuatu, mana yan lebih penting? Membalas pesan atau tetap
melakukan apa yang sedang Anda lakukan? Jadi, hal hal seperti ini merupakan
dinamika sosial yang sangat rumit. Begitu banyak tekanan, dan yang bisa
membuatnya semakin terlihat berat adalah kita bisa menjadi penerima dan
pengirim di beberapa pesan.

Setelah melakukan riset, kami mendiskusikan dengan tim internal yan lain, dan
menemukan beberapa cerita yang berkaitan satu sama lain, dan kita melihat
momen yan terbangun, kita mulai melihat orang oran mulai menunakan istilah
Jomo, seperti “Oh ya Jomo!” layaknya bahasa yang sudah umum. Kemudian kita
mulai membentuk produk untuk sisi Android, kami mulai berkoneksi dengan tim
lain lintas Google yang mungkin juga sedang mengerjakan hal yang sama. Lalu,
pada bulan mei, tahun kemarin, di Goole I/O. CEO kami berdiri di atas panggung,
ia tidak hanya mereferensikan hasil riset, tetapi juga menggunakan istilah-
istilahnya. Dia menatakan Jomo. Di hari yang sama, kami juga merilis web
wellbeing.google.com dimana situs tersebut merupakan wujud deklarasi
perusahaan kami terhadap komitmen akan digital wellbeing, kepada pengguna
kami, serta produk kami. Ada 2 poin yang penting,yaitu

1. Kesadaran, kebiasaan hanya dapat diubah dengan kesadaran akan kebiasaanmu

2. Latihan. Kami harus memberikan alat kepada pengguna untuk berlatih.


Sehingga kita bisa meluruskan kebiasaan mereka terhadap tujuan mereka.

Hal pertama yang kita rilis di Android adalah dasbor. Sebuah dasbor yang
menampilkan tingkat penggunaanu. Jadi pengguna dapat lebih peka terhadap
kebiasaan mereka. Apa yang mereka lakukan,kapan, dan berapa lama. Lalu kami
memiliki alat seperti timer aplikasi, untuk memberikan pengguna sebuah kontrol.
Kemudian ada Wind Down, alat ini membantu pengguna untuk rileks, pergi tidur
dan punya kualitas tidur yang baik. Karena tidur adalah hal yang sangat kritis
terhadap wellbeing. Ponselmu, ketika Anda menggunakannya sebelum tidur,
ponselmu bisa memiliki peran dalam pengaturan kualitas tidur Anda.

Bagaimana dengan Iphone? Itu bukan Android, jadi di Iphone ada fitur yang
mirip dengan konsep wellbeing yang diusung oleh Android, yang diberi nama
Screen time. Apple dengan sistem operasi iOs 12 pertama kali mengenalkan
Screen time, yang di desain untuk menyediakanmu informasi bagaimana Anda
menggunakan waktu dalam menggunakan iPhone dan/ atau iPad. Dengan Screen
time, Anda dapat mengetahui seberapa sering Anda mengambil perangkat iOS,
aplikasi yang digunakan, aplikasi mana yang paling sering mendapat notifikasi,
dan banyak detail lainnya.

Di dalam Screen time, Anda dapat mengatur jadwal untuk mencegah diri Anda
(atau anak) dari menggunakan aplikasi diluar yan telah diizinkan dengan App
Limits, Anda dapat mengatur waktu yang spesifik kedalam kategori informasi,
seperti social media atau game, dan Anda dapat mengakses konten dan privasi,
sangat berguna saat Anda mengatur perangkat Anak kecil. Ketika Anda
menggunakan fitur “Family Sharing” dan Anda sebagai operatornya, Anda bisa
melihat data nama anggota keluarga yang terdaftar dalam “Family” dan akan bisa
melihat dan mengontrol penggunaan aplikasi mereka. Fitur – Fitur ini tergolon
mudah untuk digunakan, tetapi kami akan melihat jauh lebih dalam untuk melihat
perkembangan kebutuhan di masa depan.

Screen Time bukan aplikasi terpisah, akan tetapi sebuah fitur yang Anda bisa
nyalakan dan kendalikan melalui pengaturan. Untuk mengaktifkan Screen Time,
Anda perlu untuk pergi ke Pengaturan > Screen Time, kemudian tekan “Nyalakan
Screen Time”, kemudian tekan “Selanjutnya” dan pilih apakah Anda akan
mengunakan di perangkat Anda sendiri atau perangkat anak Anda ( salah satu
keuntungan fitur-fitur Screen Time adalah Anda bisa mengatur waktu anggota
keluarga dalam menghabiskan waktunya dalam menggunakan iPhone datau iPad).

Lalu, siapa yang melakukannya terlebih dulu? Android dengan Google atau iOS?

Android merilis digital wellbeing mereka bersamaan dengan Android 9 (Pie) yan
rilis pada 6 Agustus 2018. Sedangkan iOS merilis Screen Time mereka bersamaan
dengan iOs12. Untuk perangkat Android dengan sistem dibawah Android 9,
pengguna dapat mengunduh aplikasi Digital Wellbeing di Play Store, sedangkan
untuk pengguna iOs dibawah 12, harus menguprade sistem operasi ke iOs 12
untuk dapat menikmati fitur Screen Time.

D. Tujuan dan Kegunaan Digital Wellbeing

Tujuan dari digital well being :


1. Digital Wellbeing sebagai penyeimbang dari distraksi yang seringkali
datang dari smartphone dan ragam aplikasi yang ada di dalamnya, dengan
menaruh pengukur durasi penggunaan aplikasi secara individual.
2. Untuk mengurangi pengggunaan smartphone.
3. Mencegah kita kecanduan dengan smartphone.
4. Untuk menjaga kesehatan .
5. Fitur utama pada Dashboard dari Digital Wellbeing adalah:
a. App Timers untuk mengatur batasan waktu penggunaan aplikasi tertentu,
untuk menjaga produktivitas dan fokus pekerjaan dari distraksi beragam
aplikasi smartphone yang kian adiktif
b. Do Not Disturb untuk menyingkirkan notifikasi yang seringkali memecah
konsentrasi kerja dan membuat pengguna terdistraksi untuk
memakai smartphone begitu notifikasi tiba. Fitur ini akan menghentikan
sementara gangguan visual ketika smartphone sedang dalam
kondisi stand-by.
c. Wind Down untuk memaksimalkan waktu istirahat kamu, dengan
menonaktifkan beberapa fungsi pada smartphone ketika waktu tidur tiba.
Tersedia opsi untuk mengubah warna menjadi hitam putih atau grayscale,
berikut dengan fitur Do Not Disturb dan Night Light yang aktif secara
otomatis ketika waktu tidur tiba.

Anda mungkin juga menyukai