FARMAKOLOGI
DISUSUN OLEH :
i
VISI – MISI PROGRAM STUDI
Penjelasan visi :
ii
VISI – MISI UNIT PENGELOLA program studi
Penjelasan :
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia-Nya kepada kami sehingga
Modul Mata Kuliah Farmakologi dalam Keperawatan bagi mahasiswa Program Diploma III
Keperawatan Akper Kota Tegal ini dapat kami susun. Modul ini terdiri dari Modul 1 yang berisi
Kegiatan Belajar tentang prosedur-prosedur yang terkait dengan materi Famakologi.
Kami menyadari bahwa modul praktika Mata Ajar Farmakologi ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu, kami mengharapkan masukan dan saran demi sempurnanya
modul ini, serta kesesuaian isi modul dengan perkembangan praktek ilmu keselamatan pasien
rumah sakit yang terbaru.
Semoga modul Farmakologi dalam Keperawatan ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa untuk
bekal sebagai perawat sehingga mampu melaksanakan tindakan-tindakan yang menunjang
keselamatan pasien rumah sakit.
TIM
iv
DAFTAR ISI
JUDUL .......................................................................................................... i
v
vi
BAB I
KONSEP DASAR FARMAKOLOGI
A. FASE FARMASETIK
Suatu obat yang diminum peroral akan melalui tiga fase, yaitu
farmasetik,farmakokinetik dan farmakodinamik, agar kerja obat dapat terjadi. Dalam
fase farmasetik,obat berubah menjadi larutan sehingga dapat menembus membran
biologi.Jika obat diberikan melalui rute subkutan, intramuskuler atau intravena maka
tidak terjadi fase farmasetik. Fase kedua yaitu farmakokinetik yang meliputi 4 fase, yaitu
absorbsi, distribusi,metabolisme atau biotransformasi dan ekskresi. Dalam fase
farmakodinamik, atau faseketiga, terjadi respons biologis atau fisiologis.
Sekitar 80% obat diberikan secara oral, oleh karena itu farmasetika adalah
fasepertama dari kerja obat. Dalam saluran gastrointestinal, obat-obat perlu dilarutkan
agardapat diabsorbsi. Obat dalam bentuk padat (tablet atau pil) harus didisintegrasi
menjadi partikel-partikel kecil supaya dapatlarut kedalam cairan, dan proses ini dikenal
dengan disolusi. Ada dua fase farmasetik, yaitu disintegrasi dan disolusi.Disintegrasi
adalahpemecahan tablet atau pil menjadi partikel-partikel yang lebihkecil, dan disolusi
adalah melarutnya partikel-partikel yang lebih kecil itu dalam cairangastrointestinal
untuk diabsorpsi. Ratelimiting adalah waktu yang dibutuhkan olehsebuah obat untuk
berdisintegrasi dan sampai menjadi siap untuk diabsorpsi oleh tubuh.Obat-obat dalam
bentuk cair lebih cepat siap diserap oleh saluran gastrointestinal daripadaobat dalam bentuk
padat. Obat dengan enteric coated (EC) tidak dapat didisintegrasi oleh asam lambung,
tetapidalam suasana basa, sehingga disintegrasi akan terjadi di usus halus. Makanan dalam
salurangastro intestinal dapat mengganggu pengenceran dan absorbsi obat tertentu. Beberapa
obatmengiritasi mukosa lambung, sehingga cairan atau makanan diperlukan untuk
mengencerkan konsentrasi obat.
Contoh 1
Anak-anak tak mampu menelan tablet dan kapsul sehingga dibuat sediaan
sirup(acceptability). Antibiotika mudah terurai dalam lingkungan berair sehingga dibuat
sediaansirup kering (stability) Bahan aktif mengalami peruraian di lambung sehingga dibuat
sediaanbuccal, parenteral atau suppositoria (efficacy). Bahan aktif bisa mengiritasi
lambungsehingga dibuat sediaan enteric coated tablet (safety) .
7
B. FARMAKOKINETIK
1. Absorbsi
2. Distribusi
Distribusi adalah proses di mana obat menjadi berada dalam cairan tubuh dan
jaringan tubuh. Distribusi obat dipengaruhi oleh aliran darah, afinitas (kekuatan
penggabungan) terhadap jaringan, dan efek pengikatan dengan protein.Ketika obat
didistribusi di dalam plasma, kebanyakan berikatan dengan protein (terutamaalbumin)
dalam derajat (persentase) yang berbeda-beda. Salah satu contoh obat yang
berikatan tinggi dengan protein adalah diazepam (Valium): yaitu 98% berikatan
dengan protein. Aspirin 49% berikatan dengan protein dan termasuk obat yang
berikatan sedang dengan protein. Bagian obat yang berikatan bersifat inaktif, dan bagian
obat selebihnya yang tidak berikatan dapat bekerja bebas.Hanya obat-obat yang bebas
atau yang tidak berikatan dengan protein yang bersifat aktif dan dapat menimbulkan
respons farmakologik. Perawat harus memeriksa kadar protein plasma dan albumin
plasma, karena penurunan protein atau albumin menurunkan pengikatan sehingga
memungkinkan lebih banyak obat bebas dalam sirkulasi. Tergantung dari obat yang
diberikan.
8
untuk dieliminasi.Metabolisme dan eliminasi mempengaruhi waktu paruh obat, contohnya
pada kelainan fungsi hati atau ginjal, waktu paruhobat menjadi lebih panjang dan lebih
sedikit obat dimetabolisasi dan dieliminasi. Jika suatu obat diberikan terus menerus,
maka dapat terjadi penumpukan obat. Suatu obat akan melalui beberapa kali waktu
paruh sebelum lebih dari 90% obat itu dieliminasi. Jika seorang klienmendapat 650
mg aspirin (miligram) dan waktu paruhnya adalah 3 jam, maka dibutuhkan 3 jam untuk
waktu paruh pertama untuk mengeliminasi 325 mg, dan waktu paruh kedua (atau 6 jam)
untuk mengeliminasi 162 mg berikutnya, dan seterusnya, sampai pada waktu paruh
keenam (atau 18 jam) di mana tinggal 10 mg aspirin terdapat dalam tubuh.Waktu
paruh selama 4-8 jam dianggap singkat, dan 24 jam atau lebih dianggap panjang.Jika
suatu obatmemiliki waktu paruh yang panjang (seperti digoksin, 36 jam), maka
diperlukan beberapahari agar tubuh dapat mengeliminasi obat tersebut seluruhnya.
Rute utama dari eliminasi obat adalah melalui ginjal, rute-rute lain meliputi
empedu, feses, paru-paru, saliva, keringat, dan air susu ibu. Obat bebas, yang tidak
berikatan, yang larut dalam air, dan obat-obat yang tidak diubah, difiltrasi oleh
ginjal. Obat-obat yang berikatan dengan protein tidak dapat difiltrasi oleh ginjal.
Sekali obat dilepaskanikatannyadengan protein, maka obat menjadi bebas dan akhirnya
akan diekskresikan melalui urin. pH urin mempengaruhi ekskresi obat. pH urin
bervariasi dari 4,5 sampai 8. Urin yangasam meningkatkan eliminasi obat-obat yang
bersifat basa lemah. Aspirin, suatu asam lemah,dieksresi dengan cepat dalam urin
yang basa. Jika seseorang meminum aspirin dalam dosis berlebih, natrium bikarbonat
dapat diberikan untuk mengubah pH urin menjadi basa. Juice cranberry dalam jumlah
yang banyak dapat menurunkan pH urin, sehinggaterbentuk urin yang asam.
C. FARMAKODINAMIKA
9
dari difenhidramin adalah untuk mengatasi gejala-gejala alergi, dan efek sekundernya
adalah penekanan susunan saraf pusat yang menyebabkan rasa kantuk. Efek sekunder
ini tidak diinginkan jika pemakai obat sedang mengendarai mobil atau beraktivitas lain,
tetapi padasaat tidur, efek ini menjadi diinginkankarena menimbulkan sedasi ringan.
2. Efek Terapetik, Efek Samping, Reaksi yang merugikan dan Efek Toksik
Efek terapeutik dari suatu obat disebut juga efek yang diinginkan, adalah
efek yang utama yang dimaksudkan yakni alasan obat diresepkan. Efek terapeutik obat
didefinisikan juga sebagai sebuah konsekuensi dari suatu penanganan medis, di
mana hasilnya dapatdikatakan bermanfaat atau malah tidak diharapkan. Hasil yang
tidak diharapkan ini disebut efek samping.
a. Paliative ; Mengurangi gejala penyakit tetapi tidak berpengaruh terhadap penyakit itu
sendiri. Contoh: Morphin sulfat atau Aspirin untuk rasa nyeri.
b. Curative ;Menyembuhkan kondisi atau suatu penyakit. Contoh: Penicilline untuk
infeksi.
c. Supportive ;Mendukung fungsi tubuh sampai penatalaksaan lain atau respon
tubuh ditangani. Contoh: Norepinephrine bitartrate untuk tekanan darah rendah &
aspirin untuk suhu tubuh tinggi.
d. Substitutive ;Menggantikan cairan atau substansi yang ada dalam tubuh. Contoh:
Thyroxine untuk hypothryroidism, insulin untuk diabetes mellitus.
10
e. Chemoterapeutik ; Merusak sel-sel maligna. Contoh: Busulfan untuk leukemia.
f. Restorative ; Mengembalikan kesehatan tubuh. Contoh: vitamin & suplement mineral.
Efek samping adalah efek fisiologis yang tidak berkaitan dengan efek obat
yang diinginkan.Semua obat mempunyai efek samping, baik yang diingini maupun
tidak. Istilah efek samping dan reaksi yang merugikan kadang dipakai bergantian.Efek
samping atau efek sekunder dari suatu obat adalah hal yang tidak diinginkan. Efek
samping biasanya dapatdiprediksikan dan mungkin berbahaya atau kemungkinan
berbahaya. Contoh :Difenhidramin memiliki efek terapeutik berupa pengurangan
sekresi selaput lendir hidung sehinggamelegakan hidung, sedangkan efek
sampingnya adalah mengantuk. Namun ketika difenhidramin digunakan untuk
mengatasi masalah sukar tidur, maka efek terapeutikdifenhidramin adalah mengantuk
dan efek sampingnya adalah kekeringan pada selaputlendir.
Efek samping terjadi karena interaksi yang rumit antara obat dengan sistem
biologistubuh, antar individu bervariasi. Efek samping obat bisa terjadi antara lain :
a. Penggunaan lebih dari satu obat sehingga interaksi antara obat menjadi
tumpang tindih pengaruh obat terhadap organ yang sama
b. Obat-obat tersebut punya efek saling berlawanan terhadap organ tertentu
Reaksi merugikan merupakan batas efek yang tidak diinginkan dari obat
yang mengakibatkan efek samping yang ringan sampai berat. Reaksi merugikan
selalu tidak diinginkan.Efek toksik atau toksitas suatu obat dapat diidentifikasi
melalui pemantauan batas terapetik obat tersebut dalam plasma. Jika kadar obat melebihi
batas terapetik, makaefek toksik kemungkinan besar akan terjadi akibat dosis yang
berlebih atau penumpukan obat.
Contoh 2
Dalam suatu unit gawat darurat datang seorang penderita status asmatikus berat, di
mana sebagai tindak lanjut diagnosis dan evaluasi klinik diputuskan untuk
memberikan terapi teofilin per infus. Dengan melihat beratnya serangan asma yang
diderita, dokter menginginkan kadar teofilin segera mencapai kadar terapetik. Untuk
itu, kecepatan pemberian tetesan infuse juga harus diperhitungkan agar kadar obat
dalam darah sesuai yang diharapkan. Karena jika infus diberikan dengan kecepatan
yang sudah diperhitungkantadi, kadar terapetik obat dalam segera tercapai.Pada contoh di
atas, kadar terapeutik bisa dicapai dengan memperhitungkan kecepatan infus.
11
BAB II
PENGGOLONGAN OBAT
A. Obat
Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009, obat adalah bahan atau
paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk
manusia. Selain itu menurut Katzung (1997), obat dalam pengertian umum adalah suatu
substansi yang melaui efek kimianya membawa perubahan dalam fungsi biologik. Pada
umumnya, molekul obat berinteraksi dengan molekul khusus dalam sistem biologik, yang
berperan sebagai pengatur, disebut molekul reseptor. Untuk berinteraksi secara kimia
dengan reseptornya, molekul obat harus mempunyai ukuran, muatan listrik, bentuk, dan
komposisi atom yang sesuai. Selanjutnya, obat sering diberikan pada suatu tempat yang jauh
dari tempatnya bekerja , misalnya, sebuah pil ditelan peroral untuk menyembuhkan sakit
kepala.
Karena itu obat yang diperlukan harus mempunyai sifat-sifat khusus agar dapat
dibawa dari tempat pemberian ke tempat bekerja. Akhirnya, obat yang baik perlu
dinonaktifkan atau dikeluarkan dari tubuh dengan masa waktu tertentu sehingga kerjanya
terukur dalam jangka yang tepat (Katzung, 1997).
B. Penggolongan Obat
1. Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep
dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan
garis tepi berwarna hitam. Contoh : Parasetamol
Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi
masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertaidengan tanda
12
peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran
biru dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : CTM
Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter.
Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan
garis tepi berwarna hitam. Contoh : Asam Mefenamat
Obat psikotropika adalah obat keras baik alamiah maupun sintetis bukan narkotik,
yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Contoh : Diazepam,
Phenobarbital
4. Obat Narkotika
Obat narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik
sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesan.Dalam pemasarannya, obat juga dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian
berdasarkan nama mereknya, antara lain adalah :
a. Obat Paten
b. Obat Generik Bermerek /Bernama dagang
c. Obat Generik
5. Obat Paten
Obat paten atau specialité adalah obat milik perusahaan tertentu dengan nama
khas yang diberikan produsennya dan dilindungi hukum, yaitu merek terdaftar
(proprietary name). Dalam pustaka lain, obat paten adalah obat yang memiliki hak paten
(Jas, 2007; Depkes, 2010).
Menurut UU No. 14 Tahun 2001 paten adalah hak eksklusif yang diberikan Negara
kepada investor kepada hasil invesinya dibidang teknologi, yang untuk selama waktu
tertentu melaksanakan invesinya tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain
untuk melaksanakannya. Invensi adalah ide Investor yang dituangkan ke dalam suatu
kegiatan pemecahan masalah yang spesifik dibidang teknologi dapat berupa produk atau
proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses. Investor adalah
seorang atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang
dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi. Masa berlaku paten di
Indonesia adalah 20 tahun. Selama 20 tahun itu, perusahaan farmasi tersebut memiliki hak
eksklusif di Indonesia untuk memproduksi obat yang dimaksud. Perusahaan lain tidak
diperkenankan untuk memproduksi dan memasarkan obat serupa kecuali jika memiliki
perjanjian khusus dengan pemilik paten. Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor HK.02.02/Menkes/068/I/2010 obat generik bermerek bernama
dagang adalah obat generik dengan nama dagang yang menggunakan nama milik
produsen obat yang bersangkutan (Depkes, 2010).
Dalam pustaka lain, terdapat istilah yang berbeda yaitu obat merek dagang
(trademark). Obat merek dagang (trademark) adalah obat yang dibuat dengan
mendapatkan lisensi dari pabrik lain yang obatnya telah dipatenkan (Jas, 2007).
13
6. Obat Generik
14
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.791/MENKES/SK/VIII/2008 tentang Daftar Obat Esensial Nasional 2008, Daftar
Obat Esensial Nasional (DOEN), menerangkan bahwa Daftar Obat Esensial Nasional
(DOEN) merupakan daftar berisikan obat terpilih yang paling dibutuhkan dan
diupayakan tersedia di unit pelayanan kesehatansesuai dengan fungsi dan tingkatnya.
Obat esensial adalah obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan,
mencakup upaya diagnosis, profilaksis, terapi dan rehabilitasi, yang diupayakan
tersedia pada unit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya. DOEN
merupakan standar nasional minimal untuk pelayanan kesehatan (Depkes, 2008).
15
BAB III
1. Reaksi hipersensitif = suatu reaksi alergik merupakan respon abnormal; terhadap obat
atau zat dimana pasien sebelumnya telah kontak dengan obat tersebut sehingga
berkembang timbulnya antibody.
2. Kumulasi = suatu fenomena pengumpulan obat dalam badan sebagai akibat pengulangan
penggunaan obat, dimana obat diekskresikan lebih lambat dibanding kecepatan adsorpsi.
3. Toleransi = suatu fenomena berkurangnya respon terhadap dosis obat yang sama. Untuk
memperoleh respon yang sama perlu dosisnya diperbesar. Ada tiga macam toleransi,
4. Toleransi primer, ialah toleransi bawaan yang terdapat pada sebagian orang dan binatang.
5. Toleransi sekunder, ialah toleransi yang diperbolehkan akibat penggunaan obat yang
sering diulangi.
6. Toleransi silang, ialah toleransi yang terjadi akibat penggunaan obat-obat yang
mempunyai struktur kimia yang serupa, dapat pula terjadi antara zat-zat yang berlainan,
misalnya alcohol dan barbital.
7. Takhifilaksis = suatu fenomena berkurangnya kecepatan respon terhadap aksi obat pada
pengulangan penggunaan obat dalam dosis yang sama. Respon mula-mula tidak terulang
meskipun dengan dosis yang lebih besar.
8. Habituasi = suatu gejala ketergantungan psikhologik terhadap suatu obat ( psychological
dependence ). Menurut WHO,
a. Selalu ingin menggunakan obat.
b. Tanpa atau sedikit kecenderungan untuk menaikkan dosis.
c. Timbul beberapa ketergantungan psikhik.
d. Memberi efek yang merugikan pada suatu individu.
Habituasi terjadi melalui beberapa cara, yaitu :
a. Induksi enzim, yaiut obat menstimulasi suatu enzim untuk menguraikan obat
tersebut.
b. Reseptor-reseptor sekunder, yang dibentuk khusus oleh obat tertentu, misalnya
Morfin.
c. Penghambatan resorpsi pada penggunaan obat per oral.
9. Adiksi = suatu gejala ketergantungan psikhologik dan fisis terhadap obat. Menurut WHO,
a. Ada dorongan untuk selalu menggunakan suatu obat.
b. Ada kecenderungan untuk selalu menaikkan dosis.
c. Timbul ketergantungan psikhik dan biasanya diikuti ketergantungan fisik.
d. Merugikan terhadap individu maupun masyarakat.
e. Resistensi terhadap bakteri.
Pada penggunaan antibiotic untuk penyakit infeksi dapat terjadi obat tidak
mampu bekerja lagi untuk membunuh, menghambat perkembangan bakteri
tertentu.
16
B. Efek penggunaan obat campuran
1. Adisi = campuran obat atau obat yang diberikan bersama-sama menimbulkan efek yang
merupakan jumlah dari efek masing-masing obat secara terpisah pada pasien.
2. Sinergis = campuran obat atau obat yang diberikan bersama-sama dengan alsi proksimat
yang sama, menimbulkan efek, yang lebih besar daripada jumlah efek masing-masing
obat secara terpisah pada pasien.
3. Potensiasi = campuran obat atau obat yang diberikan secara bersama-sama dengan aksi-
aksi yang tidak sama diberikan pada pasien, menimbulkan efek lebih besar daripada efek
masing-masing obat secara terpisah pada pasien.
4. Antagonis = campuran obat atau obat yang diberikan bersama-sama pada pasien yang
menimbulkan efek yang berlawanan aksi dari salah satu obat, mengurangi efek dari salah
satu obat yang lain.
5. Interaksi obat = fenomena yang terjadi bila efek suatu obat dimodifikasi oleh obat lain
yang tidak sama atau sama efeknya dan diberikan sebelum atau bersama-sama. Interaksi
obat dapat berlangsung dengan beberapa cara, antara lain :
6. Interaksi kimia, contih : Fenitoin diikat oleh Kalsium, Tetraksiklin oleh logam valensi
dua.
7. Kompetisi untuk protein plasma, contoh : Salisilat, Fenilbutazon dan Indometazin
mendesak ikatan obat lain pada protein, hingga memperkuat khasiat obat tersebut.
8. Induksi enzim, obat menstimulasi pembentukan enzim hati, lalu menimbulkan obat
tersebut cepat dieliminasi dan juga mempecepat perombakan obat lain. Contoh :
Hipnotika memperlancar biotransformasi antikoagolasia dan antidepresif trisiklis hingga
memperlemah efek obat tersebut.
9. Inhibisi enzim, obat mengganggu fungsi hepar dan enzim-enzimnya. Contoh : alcohol
dapat memperkuat obat lain
17
BAB IV
EFEK SAMPING OBAT
18
dapat dilawan dengan obat lain misalnya obat antimual (meklizine, proklorperazin) atau obat
anti mengantuk (kofein, amfetamin).
Tidak semua efek samping dapat dideteksi secara mudah dalam tahap awal, kecuali kalau
yang terjadi adalah bentuk-bentuk yang berat, spesifik dan jelas sekali secara klinis.
19
ginjal, penurunan fungsi hepar, bayi dan usia lanjut). Selain itu riwayat pasien dalam
pengobatan yang mengarah ke kejadian efek samping juga perlu diperhatikan.
2. Respons karena penghentian obat
Gejala penghentian obat (gejala putus obat, withdrawal syndrome) adalah munculnya
kembali gejala penyakit semula atau reaksi pembalikan terhadap efek farmakologik obat,
karena penghentian pengobatan. Contoh yang banyak dijumpai misalnya:
a. Agitasi ekstrim, takikardi, rasa bingung, delirium dan konvulsi yang mungkin terjadi
pada penghentian pengobatan dengan depresansia susunan saraf pusat seperti barbiturat,
benzodiazepin dan alkohol.
b. Krisis Addison akut yang muncul karena penghentian terapi kortikosteroid,
c. Hipertensi berat dan gejala aktivitas simpatetik yang berlebihan karena penghentian
terapi klonidin
d. Gejala putus obat karena narkotika,
Reaksi putus obat ini terjadi, karena selama pengobatan telah berlangsung adaptasi
pada tingkat reseptor. Adaptasi ini menyebabkan toleransi terhadap efek farmakologik obat,
sehingga umumnya pasien memerlukan dosis yang makin lama makin besar (sebagai contoh
berkurangnya respons penderita epilepsi terhadap fenobarbital/fenitoin, sehingga dosis perlu
diperbesar agar serangan tetap terkontrol). Reaksi putus obat dapat dikurangi dengan cara
menghentikan pengobatan secara bertahap misalnya dengan penurunan dosis secara
berangsur-angsur, atau dengan menggantikan dengan obat sejenis yang mempunyai aksi
lebih panjang atau kurang poten, dengan gejala putus obat yang lebih ringan.
3. Efek samping yang tidak berupa efek farmakologik utama
Efek-efek samping yang berbeda dari efek farmakologik utamanya, untuk sebagian
besar obat umumnya telah dapat diperkirakan berdasarkan penelitian-penelitian yang telah
dilakukan secara sistematik sebelum obat mulai digunakan untuk pasien. Efek-efek ini
umumnya dalam derajad ringan namun angka kejadiannya bisa cukup tinggi. Sedangkan
efek samping yang lebih jarang dapat diperoleh dari laporan-laporan setelah obat dipakai
dalam populasi yang lebih luas .
Data efek samping berbagai obat dapat ditemukan dalam buku-buku standard,
umumnya lengkap dengan perkiraan angka kejadiannya. Sebagai contoh misalnya:
· Iritasi lambung yang menyebabkan keluhan pedih, mual dan muntah pada obat-obat
kortikosteroid oral, analgetika-antipiretika, teofilin, eritromisin, rifampisin, dan lain-
lain.
· Rasa ngantuk (drowsiness) setelah pemakaian antihistaminika untuk anti mabok
perjalanan (motion sickness).
· Kenaikan enzim-enzim transferase hepar karena pemberian rifampisin.
20
· Efek teratogenik obat-obat tertentu sehingga obat tersebut tidak boleh diberikan pada
wanita hamil
· Penghambatan agregasi trombosit oleh aspirin, sehingga memperpanjang waktu
pendarahan.
· Ototoksisitas karena kinin/kinidin, dsb.
21
dan rifampisin, anemia hemolitik karena pemberian penisilin, sefalosporin,
rifampisin, kuinin dan kuinidin, dan lain-lain.
c) Tipe III. Reaksi imun-kompleks: yaitu interaksi antara antibodi IgG dengan
antigen dalam sirkulasi, kemudian kompleks yang terbentuk melekat pada
jaringan dan menyebabkan kerusakan endotelium kapiler. Manifestasinya
berupa keluhan demam, artritis, pembesaran limfonodi, urtikaria, dan ruam
makulopapular. Reaksi ini dikenal dengan istilah "serum sickness", karena
umumnya muncul setelah penyuntikan dengan serum asing (misalnya anti-
tetanus serum).
d) Tipe IV. Reaksi dengan media sel: yaitu sensitisasi limposit T oleh kompleks
antigen-hapten-protein, yang kemudian baru menimbulkan reaksi setelah kontak
dengan suatu antigen, menyebabkan reaksi inflamasi. Contohnya adalah
dermatitis kontak yang disebabkan salep anestetika lokal, salep antihistamin,
antibiotik dan antifungi topikal.
22
3) Reaksi karena faktor genetic
Pada orang-orang tertentu dengan variasi atau kelainan genetik, suatu obat
mungkin dapat memberikan efek farmakologik yang berlebihan. Efek obatnya
sendiri dapat diperkirakan, namun subjek yang mempunyai kelainan genetik
seperti ini yang mungkin sulit dikenali tanpa pemeriksaan spesifik (yang juga tidak
mungkin dilakukan pada pelayanan kesehatan rutin). Sebagai contoh misalnya:
a. Pasien yang menderita kekurangan pseudokolinesterase herediter tidak dapat
memetabolisme suksinilkolin (suatu pelemas otot), sehingga bila diberikan
obat ini mungkin akan menderita paralisis dan apnea yang berkepanjangan.
b. Pasien yang mempunyai kekurangan enzim G6PD (glukosa-6-fosfat
dehidrogenase) mempunyai potensi untuk menderita anemia hemolitika akut
pada pengobatan dengan primakuin, sulfonamida dan kinidin.
Kemampuan metabolisme obat suatu individu juga dapat dipengaruhi oleh
faktor genetik. Contoh yang paling populer adalah perbedaan kemampuan
metabolisme isoniazid, hidralazin dan prokainamid karena adanya peristiwa
polimorfisme dalam proses asetilasi obat-obat tersebut. Berdasarkan sifat genetik
yang dimiliki, populasi terbagi menjadi 2 kelompok, yakni individu-individu yang
mampu mengasetilasi secara cepat (asetilator cepat) dan individu-individu yang
mengasetilasi secara lambat (asetilator lambat). Di Indonesia, 65% dari populasi
adalah asetilator cepat, sedangkan 35% adalah asetilator lambat. Pada kelompok-
kelompok etnik/sub-etnik lain, proporsi distribusi ini berbeda-beda. Efek samping
umumnya lebih banyak dijumpai pada asetilator lambat daripada asetilator cepat.
Sebagai contoh misalnya:
a. Neuropati perifer karena isoniazid lebih banyak dijumpai pada asetilator
lambat
b. Sindroma lupus karena hidralazin atau prokainamid lebih sering terjadi pada
asetilator lambat.
Pemeriksaan untuk menentukan apakah seseorang termasuk dalam
kelompok asetilator cepat atau lambat sampai saat ini belum dilakukan sebagai
kebutuhan rutin dalam pelayanan kesehatan, namun sebenarnya prosedur
pemeriksaannya tidak sulit, dan dapat dilakukan di Laboratorium Farmakologi
Klinik.
4) Reaksi idiosinkratik
Istilah idiosinkratik digunakan untuk menunjukkan suatu kejadian efek
samping yang tidak lazim, tidak diharapkan atau aneh, yang tidak dapat
23
diterangkan atau diperkirakan mengapa bisa terjadi. Untungnya reaksi idiosinkratik
ini relatif sangat jarang terjadi. Beberapa contoh misalnya:
a. Kanker pelvis ginjal yang dapat diakibatkan pemakaian analgetika secara
serampangan.
b. Kanker uterus yang dapat terjadi karena pemakaian estrogen jangka lama tanpa
pemberian progestogen sama sekali.
c. Obat-obat imunosupresi dapat memacu terjadinya tumor limfoid.
d. Preparat-preparat besi intramuskuler dapat menyebabkan sarkomata pada
tempat penyuntikan.
e. Kanker tiroid yang mungkin dapat timbul pada pasien-pasien yang pernah
menjalani perawatan iodium-radioaktif sebelumnya.
2. Faktor obat
a. Intrinsik dari obat, yaitu sifat dan potensi obat untuk menimbulkan efek samping.
b. Pemilihan obat
c. Cara penggunaan obat
d. Interaksi antar obat
24
Agar kejadian efek samping dapat ditekan serendah mungkin, selalu dianjurkan untuk
melakukan hal-hal berikut:
a. Selalu harus ditelusur riwayat rinci mengenai pemakaian obat oleh pasien pada waktu-
waktu sebelum pemeriksaan, baik obat yang diperoleh melalui resep dokter maupun
dari pengobatan sendiri
b. Gunakan obat hanya bila ada indikasi jelas, dan bila tidak ada alternatif non-
farmakoterapi
c. Hindari pengobatan dengan berbagai jenis obat dan kombinasi sekaligus
d. Berikan perhatian khusus terhadap dosis dan respons pengobatan pada: anak dan bayi,
usia lanjut, dan pasien-pasien yang juga menderita gangguan ginjal, hepar dan jantung.
Pada bayi dan anak, gejala dini efek samping seringkali sulit dideteksi karena
kurangnya kemampuan komunikasi, misalnya untuk gangguan pendengaran
e. Perlu ditelaah terus apakah pengobatan harus diteruskan, dan segera hentikan obat bila
dirasa tidak perlu lagi
f. Bila dalam pengobatan ditemukan keluhan atau gejala penyakit baru, atau penyakitnya
memberat, selalu ditelaah lebih dahulu, apakah perubahan tersebut karena perjalanan
penyakit, komplikasi, kondisi pasien memburuk, atau justru karena efek samping obat
2. Penanganan efek samping
Dengan melihat jenis efek samping yang timbul serta kemungkinan mekanisme
terjadinya, pedoman sederhana dapat direncanakan sendiri, misalnya seperti berikut ini:
a. Segera hentikan semua obat bila diketahui atau dicurigai terjadi efek samping. Telaah
bentuk dan kemungkinan mekanismenya. Bila efek samping dicurigai sebagai akibat
efek farmakologi yang terlalu besar, maka setelah gejala menghilang dan kondisi pasien
pulih pengobatan dapat dimulai lagi secara hati-hati, dimulai dengan dosis kecil. Bila
efek samping dicurigai sebagai reaksi alergi atau idiosinkratik, obat harus diganti dan
obat semula sama sekali tidak boleh dipakai lagi. Biasanya reaksi alergi/idiosinkratik
akan lebih berat dan fatal pada kontak berikutnya terhadap obat penyebab. Bila
sebelumnya digunakan berbagai jenis obat, dan belum pasti obat yang mana
penyebabnya, maka pengobatan dimulai lagi secara satu-persatu.
b. Upaya penanganan klinik tergantung bentuk efek samping dan kondisi penderita. Pada
bentuk-bentuk efek samping tertentu diperlukan penanganan dan pengobatan yang
spesifik. Misalnya untuk syok anafilaksi diperlukan pemberian adrenalin dan obat serta
tindakan lain untuk mengatasi syok. Contoh lain misalnya pada keadaan alergi,
diperlukan penghentian obat yang dicurigai, pemberian antihistamin atau kortikosteroid
(bila diperlukan), dan lain-lain.
Berikut ini adalah contoh dari efek samping obat yang biasanya terjadi:
1) Kerusakan janin, akibat Thalidomide dan Accutane
25
2) Pendarahan usus, akibat Aspirin
3) Penyakit kardiovaskular, akibat obat penghambat COX-2
4) Tuli dan gagal ginjal, akibat antibiotik Gentamisin
5) Kematian, akibat Propofol
6) Depresi dan luka pada hati, akibat Interferon
7) Diabetes, yang disebabkan oleh obat-obatan psikiatrik neuroleptic
8) Diare, akibat penggunaan Orlistat
9) Disfungsi ereksi, akibat antidepresan
10) Demam, akibat vaksinasi
11) Glaukoma, akibat tetes mata kortikosteroid
12) Rambut rontok dan anemia, karena kemoterapi melawan kanker atau leukemia
13) Hipertensi, akibat penggunaan Efedrin. Hal ini membuat FDA mencabut status
ekstrak tanaman efedra (sumber efedrin) sebagai suplemen makanan
14) Kerusakan hati akibat Parasetamol
15) Mengantuk dan meningkatnya nafsu makan akibat penggunaan antihistamin
16) Stroke atau serangan jantung akibat penggunaan Sildenafil (Viagra)
17) Bunuh diri akibat penggunaan Fluoxetine, suatu antidepresan
26
BAB V
A. Pengertian
Dosis obat adalah jumlah obat yang diberikan kepada penderita dalam satuan berat
(gram, milligram,mikrogram) atau satuan isi (liter, mililiter) atau unit-unit lainnya (Unit
Internasional). Kecuali bila dinyatakan lain maka yang dimaksud dengan dosis obat yaitu
sejumlah obat yang memberikan efek terapeutik pada penderita dewasa, juga disebut dosis
lazim atau dosis medicinalis atau dosis terapeutik. Bila dosis obat yang diberikan melebihi
dosis terapeutik terutama obat yang tergolong racun ada kemungkinan terjadi keracunan,
dinyatakan sebagai dosis toxic. Dosis toxic ini dapat sampai mengakibatkan kematian,
disebut sebagai dosis letal.
Obat-obat tertentu memerlukan dosis permulaan (initial dose) atau dosis awal
(loading dose) yang lebih tinggi dari dosis pemeliharaan (maintenance dose). Dengan
memberikan dosis permulaan yang lebih tinggi dari dosis pemeliharaan (misalnya dua kali),
kadar obat yang dikehendaki dalam darah dapat dicapai lebih awal. Hal ini dilakukan antara
lain pada pemberian oral preparal Sulfa (Sulfisoxazole,Trisulfa pyrimidines), diberikan dosis
permulaan 2 gram dan diikuti dengan dosis pemeliharaan 1 gram tiap 6 jam.
1. Dosis Terapi. Dosis yang diberikan dalam keadaan biasa dan dapat menyembuhkan orang
sakit
2. Dosis Maksimum. Batas dosis yang relatif masih aman diberikan pada penderita. Dosis
terbesar yang dapat diberikan kepada orang dewasa untuk pemakaian sekali dan sehari
membahayakan
3. Dosis toksik. Dosis obat yang diberikan melebihi dosis terapeutik, sehingga dapat
menyebabkan terjadinya keracunan obat
4. Dosis Lethalis (Lethal Dose),Yaitu dosis atau jumlah obat yang dapat mematikan bila
dikonsumsi. Bila mencapai dosis ini orang yang mengkonsumsi akan over dosis (OD)
5. Initial Dose. Merupakan dosis permulaan yang diberikan pada penderita dengan tujuan
agar konsentrasi / kadar obat dalam darah dapat dicapai lebih awal
6. Loading dose. Dosis obat untuk memulai terapi, sehingga dapat mencapai konsentrasi
terapeutik dalam cairan tubuh yang menghasilkan efek klinis
7. Maintenance dose. Dosis obat yang diperlukan untuk memelihara-mempertahankan efek
klinik atau konsentrasi terapeutik obat yang sesuai dengan dosis regimen.Diberikan dalam
tiap obat untuk menggantikan jumlah obat yang dieliminasi dari dosis yang terdahulu.
27
Penghitungan dosis pemeliharaan yang tepat dapat mempertahankan suatu keadaan stabil
di dalam tubuh
Kecuali dinyatakan lain, dosis maksimum adalah dosis maksimum dewasa (20-60
tahun) untuk pemakaian melalui mulut, injeksi subkutan dan rektal.
Untuk orang lanjut usia karena keadaan fisik sudah mulai menurun. Pemberian
dosis harus lebih kecil dari dosis maksimum.
28
3.Perhitungan dosis berdasarkan bobot badan
a. Rumus Clark (amerika)
150
70
62
b. Rumus Catzel
29
b. Penentuan Dosis Anak
Dalam menentukan dosis anak, ada beberapa masalah yang harus kita
perhatikan. Organ (hepar, ginjal, SSP) belum berfungsi secara sempurna,
metabolisme obat belum maksimal Distribusi cairan tubuh berbeda dengan orang
dewasa
30
dispersi (Emulsi ini dapat diencerkan dengan minyak). Emulgatornya larut
dalam minyak. contoh : Mentega, Ianolin
8) Netralisasi atau penetralan: obat minum yang di buat dengan jalan
mencampurkan suatu asam dengan suatu basa (yang dipergunakan adalah suatu
Carbonat) dan tidak mengandung CO2 (karena CO2 yang terbentuk selalu
dihilangkan seluruhnya dengan cara pemanasan sampai larutannya jernih), yang
termasuk Netralisasi:
9) Suatu asam dinetralkan dengan NH4CL
10) Suatu asam yang tidak larut dinetralkan dengan suatu HCO3 / CO3, dapat juga
dengan NaOH
11) Capsulae / capsul. Adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang
keras atau lunak yang dapat larut, dimana didalamnya dapat diisi dengan obat
serbuk, butiran atau granul, cair, semi padat. Jenis – jenis kapsul:
a) Capsulae gelatinosae (dibuat dari gelatin) terdiri dari:
(1) Soft Capsulae / Capsulae Molles à lunak
(2) Hard Capsulae / Capsulae Durae à keras
b) Capsulae Amylaceas (dibuat dari amylum)
c) Capsulae Metilsellulosa
31
selama 15 menit, jejunum memiliki pH 6-7dan waktu transit 2-3 ½ jam, ileum
memiliki pH 6-8. Berfungsi untuk sekresi (untuk duodenum dan bagian
pertama jejunum) dan absorpsi (bagian akhir jejunum dan ileum). Bagian
pertama dari usus halus steril sedangkan bagian akhir yang menghubungkan
secum (bagian awal dari usus besar) mengandung beberapa bakteri. Usus
adalah tempat absorpsi makanan dan obat yang sangat besar karena usus halus
memiiki mikrovilli usus halus yang memberikan luas permukaan yang sangat
besar untuk absorpsi obat dan makanan. Konsistensi usus halus berupa cairan
kental seperti bubur. Waktu transit untuk makanan dari mulut ke secum
memerlukan waktu sekitar 4-6 jam, sedangkan waktu transit sediaan padat dari
95% populasi sekitar 3 jam atau kurang. Dua cairan pencerna masuk
duodenum, yaitu cairan ampedu melalui hati dan getah prankeas dari prankeas.
sekresi prankreas berupa enzim amilasi, lipase, proteolitik. Sekresi empedu
berupa musin, garam empedu. Ada tiga gerakan yang terjadi pada usus halus,
yaitu: segmentasi, peristaltic, pendule.
5) Usus besar. Usus besar atau kolon yang kira-kira 1 ½ meter panjangnya adalah
merupakan sambungan dari usus halus. Usus besar dibagi menjadi tiga bagian
yaitu kolon asendens, kolon transverses dan kolon desendens. Fungsi usus
besar tidak untuk absorpsi, tetapi sebagai organ dehidrasi dan saluran untuk
mengeluarkan feses (defekasi). Isi kolon memiliki pH 7,5-8. Antibiotic yang
tidak diabsorpsi tidak sempurna akan mempengaruhi flora normal bakteri
dalam kolon. Usus besar tidak ikut serta dalam pencernaan atau absorpsi
makanan. Bila isi usus halus mencapai sekum maka semua zat telah diabsorpsi
dan bersifat cair. Selama perjalanan di dalam kolon isinya menjadi makin
padat karena terjadi reabsorpsi air dan ketika mencapai rectum feses bersifat
padat. Gerakan peristaltic dalam kolon sangat lamban dan diperlukan waktu
kira-kira enam belas sampai dua puluh jam bagi isinya untuk mencapai flexura
sigmoid.
2. Bentuk Topikal. Bentuk obat ini dipakai untuk permukaan luar badan dan berfungsi
melindungi atau sebagai vehikel untuk menyampaikan obat. Bentuk paling penting
adalah salep dan krim. Salep dipakai untuk lesi kering dan bertahan di kulit lebih lama.
Krim umumnya dipakai untuk lesi basah.
3. Bentuk Supositoria. Supositoria adalah obat dalam bentuk mirip peluru dan akan
mencair pada suhu badan. Supositoria adalah cara memberi obat melalui rectum untuk
lesi setempat atau agar diserap sistemik.
32
BAB VI
A. KAPSUL
1. Keuntungan Kapsul :
a. Dapat menutupi rasa obat yang tidak enak
b. Bahan obat tunggal ataupun campuran dapat diberikan dalam satu kapsul
c. Bagi beberapa penderita kapsul lebih mudah ditelan daripada tablet
d. Kapsul dapat dilapisi dengan bahan tertentu sehingga tidak pecah atau larut dlm lambung
e. Selain serbuk, bahan obat lain yang kering dapat dimasukkan dalam kapsul, seperti
granul
2. Kerugian Kapsul :
a. Tidak bisa untuk zat-zat yang mudah menguap karena pori-pori kapsul tidak dapat
menahan penguapan
b. Tidak bisa untuk zat-zat higroskopis (menyerap lembab)
c. Tidak bisa untuk zat-zat yang dapat bereaksi dengan cangkang kapsul
d. Tidak bisa untuk balita
e. Tidak bisa dibagi-bagi
B. TABLET
1. Keuntungan Tablet :
a. Berupa unit dose system
b. dokter mudah/ cepat menulis kan resep & penderita cpt dilayani di apotek
c. Mudah disimpan dan dibawa
d. Bagi sebagian penderita: lebih mudah menelan tablet daripada kapsul
2. Kerugian Tablet :
a. Menyulitkan pemberian terapi individual
b. Komposisi & dosis masing2 obat dlm tablet blm tentu sesuai dng kebutuhan penderita
c. Jika syarat waktu disintegrasi & waktu disolusi tablet tdk terpenuhi maka sasaran kadar
obat dlm plasma tdk tercapai
C. AEROSOL
1. Keuntungan Aerosol :
a. Mudah digunakan & sedikit kontak dengan tangan
b. Bahaya kontaminasi tidak ada (dimasuki udara & penguapan selama tidak digunakan),
karena wadah tertutup-kedap
33
c. Efektif untuk penanganan gangguan pernapasan
d. Takaran yang dikehendaki dapat diatur
e. Bentuk semprotan dapat diatur
f. Iritasi yang disebabkan oleh pemakaian topikal dapat dikurangi
2. Kerugian Aerosol :
a. MDI ( Metered Dose Inhaler) biasanya mengandungbahan obat terdispersi & masalah
yang sering timbul berkaitan dengan stabilitas fisiknya
b. Efikasi klinik biasanya tergantung kemampuan pasien menggunakan MDI dengan baik
& benar
D. SUPPOSITORIA
1. Keuntungan Suppositoria :
a. Dpt menghindari terjadinya iritasi pada lambung
b. Dpt menghindari kerusakan obat oleh enzim pencernaan
c. Langsung dpt masuk melalui saluran darah, efek lebih cepat daripada penggunaan per
oral
d. Cocok untuk pasien yg mudah muntah atau tdk sadar
2. Kerugian Suppositoria :
a. Tidak menyenangkan dalam penggunaan
b. Absorbsi obat terkadang tidak teratur
E. PIL
1. Keuntungan Pil :
a. Mudah ditelan
b. Menutup rasa obat yang tidak enak
c. Relatif lebih stabil dibanding bentuk sediaan serbuk dan solutio
d. Sangat baik untuk sediaan yg penyerapannya dikehendaki lambat
2. Kerugian Pil :
a. Obat yang dikehendaki memberikan aksi yang cepat
b. Obat yang dalam keadaan larutan pekat dapat mengiritasi lambung
c. Bahan obat padat/serbuk yang voluminous dan bahan obat cair dalam jumlah besar
34
BAB VII
A. Obat Utorotinika
1. Pengertian Uterotonika
Uterotonika adalah obat yang dapat meningkatkan kontraksi otot polos uterus. Banyak
obat memeperlihatkan efek oksitosik, tetapi hanya beberapa saja yang kerjanya cukup
selektif dab dapat berguna dalam praktek keperawatan. Obat yanng bermanfaat itu ialah
oxytocin(oksitosin) dan derivatnya, alkaloid ergot dan derivatnya, dan beberapa
prostaglandin semisintetik. Obat- obat tersebut memperlihatkan respons bertingkat (graded
respons) pada kehamilan, mulai dari kontraksi uterus spontan, ritmis sampai kontraksi tetani.
Meskipun obat ini mempunyai efek farmakodinamik lain, tetapi manfaat dan bahayanya
terutama terhadap uterus. Derivat prostaglandin merupakan obat yang baru dikembangkan
tahun tujuh puluhan. Pembicaraan di sini terbatas pada efek Prostaglandin E dan F terhadap
uterus serta penggunaannya sebagai abortivum, dan oksitosin untuk induksi partus.
2. Fungsi Obat Uterotonika
Indikasi obat uterotonika adalah untuk:
a. Induksi partus aterm
1) 10 unit oksitosin dilarutkan dalam satu liter dekstrosa 5%=10 ml unit/ml diberikan
melalui infus dengan kecepatan 0,2 ml/mnt
2) Jika tidak ada respon selama 15 menit, kecepatan dinaikkan sampai 2 ml/ mnt
b. Mengontrol PPP
1) Penggunaan oksitosin sudah tidak dianjurkan lagi
2) Penggunaan ergonovine atau metilergonovine lebih disukai karena toksisitasnya
rendah, durasi lama, dosis 0,2 – 0,3 mg IM/ 0,2 IV
3) Pilihan lain PGF2α 250 µg IM
c. Abortus terapeutik
1) Abortus terapeutik pada kehamilan trimester I dilakukan dengan section curettage
2) Pada trimester II dilakukan dengan penyuntikan Nacl hipertonik 20 % ke dalam
amnion
3) Prostaglandin cukup efektif untuk menimbulkan abortus pada trimester ke II
4) Pemberian PGE2 20 mg dalam bentuk vaginal supositoria memberikan hasil yang
efektif
d. Uji oksitosin (challenge test.
1) Digunakan untuk menentukan ada tidaknya insufisiensi utero plasenta.
2) Dilakukan terutama pada kehamilan yang beresiko tinggi misalnya, DM,
preeklamsia dilakukan pada minggu terakhir sebelum pesalinan
35
3) Oksitosin diberikan perinfus dengan kecepatan 0.5 ml U/ mnt kemudian
ditingkatkan sampai terjadi kontraksi uterus tiap 3 – 4 mnt.
e. Menghilangkan pembengkakan payudara
Pada gangguan ejeksi susu oksitosin diberikan intra nasal 2 – 3 menit sebelum anaknya
menyusui.
36
1) Pematangan serviks
2) Kontraksi uterus(oksitosin + prostaglandin)
Pembentukan prostaglandin oleh amnion akan meningkat pd saat menjelang akhir
kehamilan sehingga menaikkan kadar prostaglandin. Prostaglandin Ditemukan
dalam ovarium, miometrium, darah menstruasi juga pada saat Post coitus
ditemukan prostaglandin di vagina, Prostaglandin terbagai dua jenis yaitu : PGE
dan PGF
3) PGF → merangsang uterus hamil dan tidak hamil
4) PGE → merelaksasi uterus tidak hamil, dan merangsang kontraksi uterus
hamilSensitivitas uterus thdp prostaglandin akan meningkat secara progresif
sepanjang kehamilan. Dalam bulan terakhir kehamilan, serviks menjadi matang
(pengaruh PGE2) yg meningkatkan produksi enzim yg memecah dan
melonggarkan kolagen serviks.
Ada 4 tipe prostaglandin yg mempunyai peranan penting dlm proses melahirkan
a) PGE : Mematangkan serviks
b) PGE2 : Meningkatkan kontraksi uterus dan mematangkan serviks
c) PGI2:Aliran darah darah dari ibu ke janin
d) PGI2 :Menimbulkan kontraksi uterus segala waktu Prostaglandin tersedia
dalam bentuk sediaan, Sediaan :
Karbopros trometamin : 15-metil PGF2α tersedia dalam bentuk suntikan
250 µg/ml.
Dinoproston : PGE2 tersedia dalam suppositoria vaginal 20 mg.
Gmeprost : analog alprostadil yang berefek oksitosik.
Sulproston : derivat dinoproston.
4. Efek Obat Uterotonika
Jenis-jenis obat yang sering digunakan adalah sebagai berikut:
a. Metrgin
Efek pada uterus:
1) Semua alkaloid ergot → meningkatkan kontraksi uterus secara nyata
2) Dosis kecil menyebabkan kontraksi, dosis besar menyebabkan tetani
3) Kepekaan uterus tergantung maturitas dan kehamilan
4) Sediaaan ergot paling kuat: ergonovin
Indikasi dan kontra indikasi
Indikasi :
1) Uterotonika dan pengobatan Migren
2) Migren → etiologinya multifaktor (emosi, stress fisik, diet, hormonal)
3) Pemberian analgesik perlu dicoba dulu sebelum ergotamin (toksik)
37
4) Ergotamin menghilangkan 95% migren dan 15% sakit kepala lainya
5) Dosis: 0,25-0,5 mg SK atau IM
Kontraindikasi :
1) Dapat menyebabkan ganggan → tidak boleh diberikan pada penderita:
2) Sepsis
3) Penyakit pembuluh darah (arteros klerosis)
4) Penyakit pembuluh darah koroner
5) Tromboflebitis
6) Penyakit hati dan ginjal
Efek samping
1) Kontraksi dapat terjadi begitu kuat sehingga resiko retensio plasenta akan meningkat.
Keadaan ini disebabkan oleh kontraksi segmen bawah uterus yang terjadi berurutan
sehingga perlepasan plasenta terhalang.
2) Diare dan muntah , Kerja metergin menyerupai kerja
3) Dopamine yang kerap kali menimbulkan mual dan muntah pada 20-30 % ibu
melahirkan.
4) Gangguan keracunan: mual, muntah, diare, gatal, kulit dingin, nadi lemah dan cepat,
bingung dan tidak sadar, Pengliatan kabur, sakit kepala, kejang, koma, meninggal.
5) Toksik → keracunan akut dan kronik
6) Paling toksik → ergotamine
7) Dosis keracunan fatal: 26 mg per oral selama beberapa hari, atau dosis tunggal 0,5-1,5
mg parenteral
8) Gejala keracunan kronik: perubahan peredaran darah ( tungkai bawah, paha, lengan dan
tangan jadi pucat), nyeri otot, denyut nadi melemah, gangren, angina pectoris,
bradikardi, penurunan atau kenaikan tekanan darah
9) Keracunan biasanya disebabkan: takar lajak dan peningkatan sensitivitas
10) Terapi ergotisme , Penghentian pengobatan Pemberian terapi simptomatis :
mempertahankan aliran darah ke jaringan : antikoagulan, na nitroprusid (vasodilator
kuat) Atropin atau antiemetik gol fenotiazin untuk menghilangkan mual dan muntah
Kalsium glukonat untuk menghilangkan nyeri otot.
b. Oksitosin
Efek pada Uterus:
1) Merangsang frekuensi dan kontraksi uterus
2) Efek pada uterus menurun jika estrogen menurun
3) Uterus imatur kurang peka thd oksitosin
4) Infus oksitoksin perlu diamati → menghindari tetani → respon uterus meningkat 8 x
lipat pada usia kehamilan 39 minggu
38
Efek pada mamae:
1) Menyebabkan kontraksi otot polos mioepitel → susu mengalir (ejeksi susu)
2) Sediaan oksitosin berguna untuk memperlancar ejeksi susu, serta mengurangi
pembengkakan payudara pasca persalina
Efek Kardiovaskuler:
1) Relaksasi otot polos pembuluh darah (dosis besar)
2) Penurunan tekanan sistolik, warna kulit merah, aliran darah ke ekstremitas menurun,
takikardi dan curah jantung menurun
3) Hasil baik pada pemakaian parenteral
4) Cepat diabsorbsi oleh mukosa mulut → Efektif untuk pemberian tablet isap
5) Selama hamil ada peningkatkan enzim Oksitosinase atau sistil aminopeptidase →
berfungsi mengaktifkan oksitoksin → enzim tersebut berkurang setelah melahirkan,
diduga dibuat oleh plasenta
6) Bersama dengan faktor-faktor lainnya, oksitoksin memainkan peranan yang sangat
penting dalam persalinan dan injeksi ASI. Oksitoksin bekerja pada reseptor oksitoksik
untuk menyebabkan:
a) Kontraksi uterus kehamilan aterm yang terjadi lewat kerja langsung pada otot polos
maupun lewat peningkatan produksi prostaglandin
b) Konstriksi pembuluh darah umbilicus Kontraksi sel-sel miopitel (refleks ejeksi
ASI)Oksitoksin bekerja pada reseptor hormone antidiuretik (ADH)* untuk
menyebakan
Peningkatan atau penurunan yang mendadak pada tekanan darah(khususnya
diastolic) karena terjadinya vasodilatasi.
Retensi air
Kerja oksitoksin yang meliputi : kontraksi tuba uterine (fallopi)
untuk membantu pengangkutan sperma; luteolisis (involusi korpus
luteum); perana neurotransmitter yang lain dalam system saraf pusat.
Oksitoksindisintesis I dalam hipotalamus, kelenjar gonad, plasenta dan uterus.
Mulai dari usia kehamilan 32 minggu dan selanjutnya, konsentrasi oksitoksin
dan demikian pula aktivitas uterus akan lebih tinggi pada malam harinya.
Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi
1) Oksitosik dan mengurangi pembengkakan payudara
Kontra indikasi
1) Kontraksi uterus hipertonik
2) Distress janin
3) Prematurisasi dan gawat janin
39
4) Letak bati tidak normal
5) Disporposi sepalo pelvis
6) Predisposisi lain untuk pecahnya rahim
7) Obstruksi mekanik pada jalan lahir
8) Peeklamsi atu pemnyakit kardiovaskuler atu pada ibu hamil yang berusia 35 tahun
9) Resistensi dan mersia uterus
10) Uterus yang starvasi
Prostaglandin
Efek samping
1) Hiperstimulasai uterus
2) Pireksia
3) Infalamasi
4) Sensitisasi terhaap rasa nyeri
5) Diuresis+kehilangan elektrolit
6) Efek pada sistem syaraf pusat( tremor merupakan efek samping yang jarang terjadi )
7) Pelepasan hormon hipofise renin steroid adrenal
8) Sakit persisten pada punggung bwah dan perut
B. Anti Perdarahan
1. Pengertian Perdarahan
Perdarahan adalah suatu kejadian dimana keluarnya darah dari pembuluh darah, yang
diakibatkan pembuluh tersebut mengalami kerusakan. Kerusakan ini bisa disebabkan oleh
ruda paksa (trauma) atau penyakit.
2. Macam-Macam Obat Anti Perdarahan
a. Obat hemostatik
1) Aprotinin, sebagai antihemostatik diindikasikan untuk :
a) Pengobatan pasien dengan resiko tinggi kehilangan banyak darah selama
bedah buka jantung dengan sirkulasi ekstrakorporal.
b) Pengobatan pasien yang konservasi darah optimal selama bedah buka
jantung merupakan prioritas absolut.
2) Ethamsylate
Adalah senyawa yang dapat menstabilkan membran yang menghambat
enzim spesifik postglandin dalam proses sintesanya. Obat hemostatik ini juga
digunakan pada waktu operasi melahirkan sebaik operasi lain dengan kondisi
hemoragik lainnya.
3) Carbazochrome, merupakan obat hemostatik yang diindikasikan untuk :
40
a) Perdarahan karena penurunan resistensi kapiler dan meningkatnya
permeabilitas kapiler.
b) Perdarahan dari kulit, membran mukosa dan internal.
c) Perdarahan sekitar mata, perdarahan nefrotik dan metroragia.
d) Perdarahan abnormal selama dan setelah pembedahan karena menurunnya
resistensi kapiler.
4) Asam Traneksamat
Merupakan obat hemostatik yang merupakan penghambat bersaing dari
aktivator plasminogen dan penghambat plasmin. Oleh karena itu dapat membantu
mengatasi perdarahan berat akibat fibrinolisis yang berlebihan.
Obat ini menpunyai indikasi dan mekanisme kerja ya ng sama dengan asam
aminokoproat tetapi 10 kali lebih poten dengan efek samping yang lebih ringan.
Asam tranesamat cepat diabsorsi dari saluran cerna, sampai 40% dari 1 dosis oral
dan 90% dari 1 dosis IV diekresi melalui urin dalam 24 jam. Obat ini dapat melalui
sawar uri.
b. Obat hemostatik lokal
Yang termasuk dalam golongan ini dapat dibagi lagi menjadi beberapa
kelompok berdasarkan mekanisme hemostatiknya :
1) Hemostatik serap
a) Mekanisme kerja
Hemostatik serap ( absorbable hemostatik ) menghentikan
perdarahan. Dengan pembentukan suatu bekuan buatan atau memberikan jala
serat-serat yang mempermudah bila diletakkan langsung pada
pembekuanyang berdarah. Dengan kontak pada permukaan asing trombosit
akanpecah dan membebaskan factor yang memulai proses pembekuan darah.
2) Indikasi : hemostatik
Golongan ini berguna untuk mengatasi perdarahan yang berasal daari
pemubuluh darah kecil saja misalnya kapiler dan tidak efektif
untukmenghentikan perdarahan arteri atau vena yang tekanan intravaskularnya
cukup besar.
3) Contoh obat
Antara lain spon, gelatin, oksi sel ( seluloisa oksida ) dan busa fibrin
insani (Kuman fibrin foam ). Spon, gelatih, dan oksisel dapat digunakan sebagai
penutup luka yang akhirnya akan diabsorpsi. Hal ini menguntungkan karena tidsk
memerlukan penyingkiran tentang memungkinkan perdarahn ulang seperti yang
terjadi poada penggunaaan kain kasa. Untuk absorpsi yang sempurna pada kedua
zat diperlukan waktu 1- 6 jam. Selulosa oksida dapat memperngaruhi regenerasi
41
tulang dan dapat mengakibatkan pembentuksan kista bila digunakan jangka
panjang pada patah tulang. Selain itu karena dapat menghambat epitelisasi,
selulosa oksida tidak dianjurkan intuk digunakan dalam jangka panjang. Busa
fibrin insani yang berbentuk spon, setah dibasahi, dengan tekanan sedikit dapta
menutup permukaan yang berdarah.
a) Astrigen
Mekanisme kerja :
Zat ini bekerja local dengan mengedepankan protein darah sehingga
perdarahan dapat dihentikan sehubungan dengan cara penggunaanya, zat
ini dinamakan juga styptic.
Contoh Obat :
Antara lainferi kloida, nitras argenti, asam tanat.
Indikasi :
Kelompok inidigunakan untuk menghentikan perdarahan kapiler
tetapi kurang efektif bila dibandinbgkan dengan vasokontriktor yang
digunakan local.
b) Koagulan
Mekanisme kerja
Kelompok ini pada penggunaan lopkal menimbulkan hemostatid
dengan 2cara yaitu dengan mempercepat perubahan protrombin menjadi
trombindan secara langsung menggumpalkan fibrinogen. Aktifitor
protrombin,ekstrak yang mengandung aktifator protrombin dapat dibuat
antara laindari jaringan ortak yang diolah secara kering dengan asetat.
Beberaparacun ular memiliki pula aktifitas tromboplastin yang dapat
menimbulkan pembekuan darah. Salah satu conto adalah russell’s
vipervenomnyang sangat efektif sebagai hemostatik local dan dapat
digunakan umpamanyta untuk alveolkus gigi yang berdarah pada
pasienhemofilia.
Cara pemakaian
Untuk tujuan ini kapas dibasahi dengan larutan segar 0,1% dan
ditekankan pada alveolus sehabis ekstrasi gigi. TRombin zat initersedia
dalamm bentuk bubuk atau larutan untuk penggunaaan lokal.Sediaan ini
tidak boleh disuntikkan IV, sebab segara menimbiulkanbahaya emboli.
c) Vasokonstriktor
Indikasi
Epinetrin dan norepinetrin berefek vasokontriksi , dapat digunakan
untuk menghentikan perdarahan kapiler suatu permukaan.
42
Cara pemakaian
Cara penggunaanya ialah dengan mengoleskan kapas yangtelah
dibasahi dengan larutan 1: 1000 tersebut pada permukaan yangberdarah.
Vasopresin, yang dihasilkn oleh hipofisis, pernah digunakan untuk
mengatasi perdarahan pasca bedah perslinan. Perkembangan terahir
menunjukkan kemungkinan kegunaanya kembali bila disuntikkan
langsung ke dalam korpus uteri untuk mencegah perdarahan yang
berlebihan selama operasi korektif ginekologi.
C. Obat Analgetik
1. Pengertian Obat Analgetik
Analgetik adalah obat yang digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa
sakit atau obat-obat penghilang nyeri tanpa menghilangkan kesadaran dan akhirnya akan
memberikan rasa nyaman pada orang yang menderita.Nyeri sebenarnya berfungsi sebagai
tanda adanya penyakit atau kelainan dalam tubuh dan merupakan bagian dari proses
penyembuhan (inflamasi).
Nyeri perlu dihilangkan jika telah mengganggu aktifitas tubuh. Analgetik
merupakan obat yang digunakan untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran.Obat ini digunakan untuk membantu meredakan sakit, sadar tidak sadar kita
sering mengunakannya misalnya ketika kita sakit kepala atau sakit gigi, salah satu
komponen obat yang kita minum biasanya mengandung analgetik atau pereda nyeri. Pada
umumnya (sekitar 90%) analgetik mempunyai efek antipiretik.
2. Macam-Macam Obat Analgetik
Ada dua jenis analgetik, analgetik narkotik dan analgetik non narkotik. Selain
berdasarkan struktur kimianya, pembagian diatas juga didasarkan pada nyeri yang dapat
dihilangkan.
43
Morfin dan petidinn merupakan analgetik narkotik yang paling banyak dipakai
untuk nyeri hebat walaupun menimbulkan mual dan muntah. Obat ini di indonesia
tersedia dalam bentuk injeksi dan masih merupaan standar yang digunakan sebagai
pembanding bagi analgetik narkotik lainnya. Selain menghilangkan nyeri, morfin dapat
menimbulkan euforia dan gangguan mental. Berikut adalah contoh analgetik narkotik
yang sampai sekarang masih digunakan di Indonesia :
Morfin HCl
Kodein (tunggal atau kombinasi dengan parasetamol)
Fentanil HCl
Petidin
Tramadol
b) Obat Analgetik Non-narkotik
Obat Analgesik Non-Nakotik dalam Ilmu Farmakologi juga sering dikenal
dengan istilah Analgetik/Analgetika/Analgesik Perifer. Analgetika perifer (non-
narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja
sentral. Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik atau Obat Analgesik Perifer ini
cenderung mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada
sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat kesadaran.
Obat Analgetik Non-Narkotik / Obat Analgesik Perifer ini juga tidak
mengakibatkan efek ketagihan pada pengguna (berbeda halnya dengan penggunaan Obat
Analgetika jenis Analgetik Narkotik).
Macam-macam obat Analgesik Non-Narkotik :
Ibupropen
Ibupropen merupakan devirat asam propionat yang diperkenalkan banyak
negara. Obat ini bersifat analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu
kuat. Efek analgesiknya sama dengan aspirin. Ibu hamil dan menyusui tidak di
anjurkan meminim obat ini.
Paracetamol/acetaminophen
Merupakan devirat para amino fenol. Di Indonesia penggunaan parasetamol
sebagai analgesik dan antipiretik, telah menggantikan penggunaan salisilat.
Sebagai analgesik, parasetamol sebaiknya tidak digunakan terlalu lama karena
dapat menimbulkan nefropati analgesik. Jika dosis terapi tidak memberi manfaat,
biasanya dosis lebih besar tidak menolong. Dalam sediaannya sering
dikombinasikan dengan cofein yang berfungsi meningkatkan efektinitasnya tanpa
perlu meningkatkan dosisnya.
44
Asam Mefenamat
Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik. Asam mefenamat sangat
kuat terikat pada protein plasma, sehingga interaksi dengan obat antikoagulan
harus diperhatikan. Efek samping terhadap saluran cerna sering timbul misalnya
dispepsia dan gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung.
45
a) Meredakan atau menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat diobati dengan
dengan analgesic non-opioid
b) Mengurangi atau menghilangkan sesak napas akibat edema pulmonal yang
menyertai gagal jantung kiri.
c) Mengehentikan diare
Kontraindikasi
Orang lanjut usia dan pasien penyakit berat, emfisem, kifoskoliosis,
korpulmonarale kronik dan obesitas yang ekstrim.
2) Meperidin dan derivat fenilpiperidin lain
Indikasi
Meperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia. Meperidin
digunakan juga untuk menimbulkan analgesia obstetric dan sebagai obat
praanestetik.
Kontraindikasi
Pada pasien penyakit hati dan orang tua dosis obat harus dikurangi karena
terjadinya perubahan pada disposisi obat. Selain itu dosis meperidin perlu dikurangi
bila diberikan bersama antisipkosis, hipnotif sedative dan obat-obat lain penekanssp.
Pada pasien yang sedang mendapat mao inhibitor pemberian meperidin dapat
menimbulkan kegelisahan, gejala eksitasi dan demam.
b. Obat analgetik non-narkotik
1) Salisilat
Indikasi
a) Mengobati nyeri tidak spesifik misalnya sakit kepala, nyeri sendi, nyeri haid,
neuralgia dan myalgia.
b) Demam reumatik akut
Kontraindikasi
Pada anak dibawah 12 tahun
2) Parasetamol
Indikasi
Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesic dan antipiretik, telah
menggantikan penggunaan salisilat. Sebagai analgesic lainnya, parasetamol
sebaiknya tidka diberikan terlalu lama karena kemungkinan menimbulkan nefropati
analgesic.
Kontraindikasi
Penggunaan semua jenis analgesic dosis besar secara menahun terutama dalam
kombinasi berpotensi menyebabkan nefropati analgesic.
3) Asam mefenamat
46
Indikasi
Sebagai analgesic, sebagai anti-inflamasi,
Kontraindikasi
Tidak dianjurkan untuk diberikan kepada anak dibawah 14 tahun dan wanita
hamil dan pemberian tidak melebihi 7 hari. Penelitian klinis menyimpulkan bahwa
penggunaan selama haid mengurangi kehilangan darah secara bermakna.
4) Ibuprofen
Indikasi
Bersifat analgesic dengan daya anti-inflamasi yang tidak terlalu kuat.
Kontraindikasi
Ibuprofen tidak dianjurkan diminum oleh wanita hamil dan menyusui karena
ibuprofen relative lebih lama dikenal dan tidak menimbulkan efek samping serius
pada dosis analgesic.
47
BAB VIII
OBAT ANTIJAMUR, DIURETIK, DAN ANTIBIOTIK
A. Obat Antijamur
1. Pengertian Obat Anti Jamur
Jamur adalah anggota kelompok besar eukariotik organisme yang meliputi
mikroorganisme seperti ragi dan jamur, serta lebih akrab jamur. Kadang disebt juga Fungi
yang diklasifikasikan sebagai sebuah kerajaan yang terpisah dari tanaman, hewan dan
bakteri. Obat anti jamur adalah senyawa yang digunakan untuk pengobatan penyakit yang
disebabkan oleh jamur.
48
karena jamur. Konsentrasi fungisidanya juga meningkat dalam vagina, saliva, kulit dan
kuku.
1) Pengobatan secara oral dengan fluconazole mengakibatkan terjadinya absorpsiobat
secara cepat dan hampir sempurna. Konsentrasi serum identik diperoleh setelah
pengobatan secara oral dan secara parenteral yang menunjukkan bahwa metabolisme
tahap awal (first-pass metabolism) obat tidak terjadi. Konsentrasi darah naik sesuai
dengan dosis dengan tingkat dosis yang bermacam-macam. Dua jam setelah
pemberian obat secara oral dengan dosis 50 mg, konsentrasi serum dengan kisaran 1,0
mg/l dapat diantisipasi, namun hal ini terjadi hanya setelah dosis ditambah secara
berulang-ulang hingga mencapai 2,0 sampai dengan 3,0 mg/l.
2) Pengobatan fluconazole secara oral atau secara parenteral menyebabkan percepatan
dan penyebaran distribusi obat. Tidak seperti obat antifungal azol jenis lainnya,
protein yang mengikat fluconazole memiliki kadar yang rendah (sekitar 12%). Hal ini
menyebabkan tingginya tingkat sirkulasi obat yang tidak terikat. Tingkat sirkulasi
obat yang tidak terikat pada sebagian besar kelencar dan cairan tubuh biasanya
melampaui 50% dari konsentrasi darah simultan.
3) Tidak seperti obat anti jamur azole jenis lain, fluconazole tidak dapat dimetabolisme
secara ekstensif oleh manusia. Lebih dari 90% dari dosis yang diberikan tereliminasi
ke dalam urin: sekitar 80% dalam bentuk obat-obatan asli (tidak berubah
komposisinya) dan 10% dalam bentuk metabolit. Tidak ada indikasi induksi atau
inhibit yang signifikan pada metabolisme fluconazole yang diberikan secara berulang-
ulang.
4) Sarana eliminasi utama dalam hal ini adalah ekskresi renal obat-obatan yang tidak
dapat dirubah komposisinya. Pada pasien yang memiliki fungsi renal normal, terdapat
sekitar 80% dari jumlah dosis yang diberikan tercampur dengan urin dengan bentuk
yang tidak berubah dan konsentrasi > 100 mg/l. obat jenis ini dibersihkan melalui
filtrasi glomerular, namun secara bersamaan terjadi reabsorpsi tubular. Fluconazole
memiliki paruh hidup serum selama 20-30 jam, tetapi dapat diperpanjang waktunya
jika terjadi gangguan pada fungsi renal, dengan pemberian dosis terhadap pasien yang
memiliki tingkat filtrasi di bawah 50 ml/menit. Fluconazole akan hilang selama
haemodialysis dan pada sejumlah kasus terjadi selama dialysis peritoneal. Sessi
haemodialysis selama 3 jam dapat mengurangi konsentrasi darah hingga sekitar 50%.
Indikasi :infeksi sistemik, kandidiasis mukokutan, vaginal candidiasis.
49
3. Kegunaan Terapi
Fluconazole dapat digunakan untuk mengobati candidosis mukosa dan candidosis
cutaneous. Selain itu, obat ini juga efektif untuk perawatan berbagai jenis gangguan
dermatophytosis dan pityriasis versicolor.
Fluconazole adalah jenis ramuan obat yang menjanjikan bagi perawatan penyakit
candidosis stadium lanjut/berat pada pasien yang tidak menderita neutropenia, namun
sebaiknya tidak digunakan sebagai pilihan utama pada pasien neutropenia kecuali jika
terdapat alasan-alasan tertentu. Fluconazole telah terbukti bermanfaat untuk perawatan
prophylaktat terhadap penyakit candidosis yang diderita oleh pasien pengidap neutropenik.
Fluconazole tidak tidak efektif untuk mengobati aspergillosis dan mucormycosis.
Fluconazole merupakan jenis obat-obatan yang ampuh untuk mengatasi meningitis
cryptococcal, tetapi tidak boleh dijadikan prioritas utama untuk pasien pengidap AIDS
kecuali jika terdapat alasan-alasan tertentu. Fluconazole terbukti lebih efektif dan lebih
dapat ditoleransi dibandingkan amphotericin B untuk mengobati atau mencegah terjadinya
cryptococcosis pada pasien penderita AIDS.
Fluconazole saat ini menjadi jenis obat yang menjadi pilihan banyak dokter untuk
mengobati pasien penderita meningitis coccidioidal. Syaratnya, pasien tersebut harus tetap
mengkonsumsi fluconazole selama hidupnya agar mencegah munculnya kembali penyakit
yang sama.
50
sendiri, bergantung pada sifat dan jangkauan infeksi serta penyakit yang mendahuluinya.
Diperlukan sekurang-kurangnya 6-8 pekan lamanya untuk mengobati pasien penderita
cryptococcosis yang tidak mengidap AIDS. Dosis yang disarankan untuk anak-anak
adalah 1-2 mg/kg untuk jenis candidosis superficial dan 5 mg/kg untuk cryptococcosis
atau candidosis stadium lanjut.
3) Pengobatan jangka panjang menggunakan fluconazole dengan tujuan menyembuhkan
pasien cryptococcosis yang juga menderita AIDS harus dilakukan pada dosis 200
mg/hari. Untuk mencegah candidosis pada pasien penderita neutropenik, maka dosis
yang diberikan adalah 100-400 mg/hari. Pasien-pasien yang memiliki resiko tinggi
terhadap serangan infeksi stadium lanjut harus diobati dengan dosis 400 mg/hari dan hal
ini harus dimulai beberapa hari menjelang munculnya gejala neotropenia dan
berlangsung selama 1 pekan setelah jumlah neutrofil kembali pada kisaran 1 x 109/l.
4) Pasien yang menderita gangguan renal harus diberi dosis normal selama 48 hari pertama
pengobatan. Segera setelah itu, interval dosis harus dilipatgandakan sampai dengan 48
jam (dengan kata lain, dosis dikurangi setengahnya). Hal ini berlaku bagi pasien yang
memiliki tingkat pembersihan kreatinin 21-40 ml/menit. Sedangkan pasien yang
memiliki tingkat pembersihan kreatinin 10-20 ml/menit interval dosis adalah 72 jam.
5) Pasien yang menderita haemodialysis secara reguler memerlukan dosis yang biasa yang
diberikan setelah masing-masing tahap atau sesi dialysis
6) Kehamilan dan Menyusui
Penggunaan pada masa kehamilan dan menyusui tidak direkomendasikan.
5. Efek Samping
Sakit kepala, nyeri abdominal, diare, dan pusing. Ruam pada kulit bisa terjadi tapi jarang.
Flukonazol bisa menyebabkan kerusakan hati pada kasus jarang. Fungsi hati harus
dimonitor setelah beberapa hari penggunaan obatFluconazole adalah jenis obat yang dapat
ditoleransi dengan baik. Efek samping yang paling umum terjadi adalah gastrointestinal
seperti nausea (mual) dan nyeri pada bagian perut, namun jarang yang memerlukan
diskontinuasi perawatan, khususnya pada pasien yang menerima dosis hingga 400 mg/hari.
Elevasi asimptomatik transient tingkat transaminase serum relatif biasa terjadi pada pasien
penderita AIDS, dan pengobatan harus dihentikan pada pasien penderita hepatitis
simptomatik atau penderita gangguan fungsi hati.
Pasien penderita kanker atau AIDS memiliki kemungkinan untuk mengidap sindrom
Stevens-Johnson (fatal exfoliative skin rashes), namun hubungan sebab akibat penyakit ini
dengan fluconazole belumlah jelas, terutama jika penanganan dilakukan secara terus-
menerus dengan obat-obatan jenis lain. Ada baiknya untuk menghentikan konsumsi
fluconazole pada pasien penderita infeksi jamur superficial, di mana pasien tersebut
51
mengalami pengelupasan kulit. Pasien penderita infeksi jamur stadium lanjut/berat yang
juga mengalami pengelupasan kulit harus diawasi terus perkembangannya dan pemberian
obat harus dihentikan jika terjadi luka yang serius atau erythrema multiforme.Berbeda
dengan ketoconazole, fluconazole tidak menghambat metabolisme adrenal maupun steroid
testicular manusia. Syaratnya, obat ini dikonsumsi dengan dosis yang tepat.
B. Obat Diuretik
1. Pengertian Diuretik
Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin melalui kerja
langsung terhadap ginjal. Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan
adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah
pengeluaran zat-zat terlarut dalam air. Proses deuresis dimulai dengan mengalirnya darah ke
glomeruli (gumpalan kapiler) yang terletak dibagian luar ginjal (cortex). Dinding glomeruli
inilah yang bekerja sebagai saringan halus yang secara pasif dapat di lintasi air, garam, dan
glukosa.Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem, yang berarti
mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstra sel kembali
menjadi normal.
2. Golongan Diuretik.
Diuretik dapat dibagi menjadi 5 golongan yaitu :
a. Diuretik osmotic
Diuretik osmotik mempunyai tempat kerja :
1) Tubuli proksimal
Diuretik osmotik ini bekerja pada tubuli proksimal dengan cara menghambat
reabsorpsi natrium dan air melalui daya osmotiknya.
2) Ansa enle
Diuretik osmotik ini bekerja pada ansa henle dengan cara menghambat reabsorpsi
natrium dan air oleh karena hipertonisitas daerah medula menurun.
3) Duktus Koligentes
Diuretik osmotik ini bekerja pada Duktus Koligentes dengan cara menghambat
reabsorpsi natrium dan air akibat adanya papillary wash out, kecepatan aliran filtrat
yang tinggi,atau adanya faktor lain. Istilah diuretik osmotik biasanya dipakai untuk
zat bukan elektrolit yang mudah dan cepat diekskresi oleh ginjal. Contoh dari diuretik
osmotik adalah ; manitol, urea,gliserin dan isisorbid.
b. Diuretik golongan penghambat enzim karbonik anhidrase
Diuretik ini merintangi enzim karbonanhidrase di tubuli proksimal sehingga di
samping karbonat , juga Na dan K di ekskresikan lebih banyak bersama dengan air.
Khasiat diuretiknya hanya lemah, setelah beberapa hari terjadi tachyfylaxie, maka perlu
digunakan secara selang seling (intermittens). Diuretic bekerja pada tubuli Proksimal
52
dengan cara menghambat reabsorpsi bikarbonat.Yang termasuk golongan diuretik ini
adalah asetazolamid,diklorofenamid dan meatzolamid.
c. Diuretik golongan tiazid
Diuretik golongan tiazid ini bekerja pada hulu tubuli distal dengan cara menghambat
reabsorpsi natrium klorida. Efeknya lebih lemah dan lambat tetapi tertahan lebih lama (6-
48 jam) dan terutama digunakan dalam terapi pemeliharaan hipertensi dan kelemahan
jantung (dekompensatio cardis). Obat-obat ini memiliki kurva dosis efek datar, artinya
bila dosis optimal dinaikkan lagi efeknya (dieresis, penurunan tekanan darah) tidak
bertambah.Obat-obat diuretik yang termsuk golongan ini adalah ; klorotiazid,
hidroklorotiazid, hidroflumetiazid, bendroflumetiazid, politiazid, benztiazid, siklotiazid,
metiklotiazid, klortalidon, kuinetazon, dan indapamid.
d. Diuretik hemat kalium
Diuretik hemat kalium ini bekerja pada hilir tubuli distal dan duktus koligentes daerah
korteks dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan sekresi kalium dengan jalan
antagonisme kompetitif (sipironolakton) atau secara langsung (triamteren dan
amilorida).efek obat-obat ini hanya melemahkan dan khusus digunakan terkombinasi
dengan diuretika lainnya guna menghemat ekskresi kalium. Aldosteron menstimulasi
reabsorbsi Na dan ekskresi K. proses ini dihambat secara kompetitif (saingan) oleh obat-
obat ini. Amilorida dan triamteren dalam keadaan normal hanyalah lemah efek
ekskresinya mengenai Na dan K. tetapi pada penggunaan diuretika lengkungan dan
thiazida terjadi ekskresi kalium dengan kuat, maka pemberian bersama dari penghemat
kalium ini menghambat ekskresi K dengan kuat pula. Mungkin juga ekskresi dari
magnesium dihambat.
e. Diuretik kuat
Diuretik kuat ini bekerja pada Ansa Henle bagian asenden pada bagian dengan epitel
tebal dengan cara menghambat transport elektrolit natrium, kalium, dan klorida. Obat-
obat ini berkhasiat kuat dan pesat tetapi agak singkat (4-6 jam). Banyak digunakan pada
keadaan akut, misalnya pada udema otak dan paru-paru. Memperlihatkan kurva dosis
efek curam, artinya bila dosis dinaikkan .Yang termasuk diuretik kuat adalah ; asam
etakrinat, furosemid dan bumetamid.
3. Indikasi Penggunaan Diuretik
a. Edema yang disebabkan oleh gagal jantung, penyakit hati, dan gangguan ginjal.
b. Non Edema seperti hipertensi, glukoma, mountain sickness, Forced diuresis pada
keracunan, gangguan asam basa, dan nefrolitiasis rekuren.
4. Penggunaan Klinik Diuretik
a. Hipertensi
53
Digunakan untuk mengurangi volume darah seluruhnya hingga tekanan darah
menurun. Khususnya derivate-thiazida digunakan untuk indikasi ini. Diuretic
lengkungan pada jangka panjang ternyata lebih ringan efek anti hipertensinya, maka
hanya digunakan bila ada kontra indikasi pada thiazida, seperti pada insufiensi ginjal.
Mekanisme kerjanya diperkirakan berdasarkan penurunan daya tahan pembuluh perifer.
Dosis yang diperlukan untuk efek antihipertensi adalah jauh lebih rendah daripada dosis
diuretic.
Thiazida memperkuat efek-efek obat hipertensi betablockers dan ACE-inhibitor
sehingga sering dikombinasi dengan thiazida. Penghetian pemberian obat thiazida pada
lansia tidak boleh mendadak karena dapat menyebabkan resiko timbulnya gejala
kelemahan jantung dan peningkatan tensi. Diuretik golongan Tiazid, merupakan pilihan
utama step 1, pada sebagian besar penderita. Diuretik hemat kalium, digunakan bersama
tiazid atau diuretik kuat, bila ada bahaya hipokalemia.
b. Payah jantung kronik kongestif
Diuretik golongan tiazid, digunakann bila fungsi ginjal normal.
diuretik kuat biasanya furosemid, terutama bermanfaat pada penderita
dengan gangguan fungsi ginjal. Diuretik hemat kalium, digunakan bersama tiazid atau
diuretik kuat bila ada bahaya hipokalemia.
c. Udem paru akut
Biasanya menggunakan diuretik kuat (furosemid)
d. Sindrom nefrotik
Biasanya digunakan tiazid atau diuretik kuat bersama dengan spironolakton.
e. Payah ginjal akut
Manitol dan/atau furosemid, bila diuresis berhasil, volume cairan
tubuh yang hilang harus diganti dengan hati-hati.
f. Penyakit hati kronik
Spironolakton (sendiri atau bersama tiazid atau diuretik kuat).
g. Udem otak
Diuretik osmotik
h. Hiperklasemia
Diuretik furosemid, diberikan bersama infus NaCl hipertonis.
i. Batu ginjal
Diuretik tiazid
j. Diabetes insipidus
Diuretik golongan tiazid disertai dengan diet rendah garam
k. Open angle glaucoma
Diuretik asetazolamid digunakan untuk jangka panjang.
l. Acute angle closure glaucoma
Diuretik osmotik atau asetazolamid digunakan prabedah.Untuk pemilihan obat Diuretik
yang tepat ada baiknya anda harus periksakandiri dan konsultasi ke dokter.
54
5. Mekanisme Kerja Diuretic
Kebanyakan diuretic bekerja mengurangi reabsorbsi natrium, sehingga pengeluarannya
lewat kemih dan demikian juga dari air diperbanyak. Obat-obat ini bekerja khusus pada
tubuli, tetapi juga ditempat lain, yakni di:
a. Tubuli proksimal
Ultrafiltrat mengandung sejumlah besar garam yang dsini direabsorbsi secara aktif untuk
kurang lebih 70% antara lain ion Na dan air, begitu pula glukosa dan ureum. Karena
reabsorbsi berlangsung secara proporsional, maka susunan filtrat tidak berubah dan tetap
isotonis terhadap plasma. Diuretika osmotis (manitol dan sorbitol) bekerja disini dengan
merintangi reabsorbsi air dan juga natrium.
b. Lengkungan henle
Dibagian menaik dari henle’s loop ini kurang lebih 25% dari semua ion Cl yang telah di
filtrasi d reabsorbsi secara aktif disusun dengan reabsorbsi pasif dari Na dan K tetapi
tanpa air, hingga filtrate menjadi hipotonis, diuretika lengkungan seperti furosemida,
bumetanida, dan etakrina, bekerja terutama disini dengan merintangi transfor Cl dan
demikian reabsorbsi Na pengeluaran K dan air juga diperbanyak.
c. Tubuli distal
Di bagian pertama, Na di reabsorbsi secara aktif pula tanpa air hingga filtrate menjadi
lebih cair dan lebih hipotonis. Senyawa thiazida dan klortalidon bekerja ditempat ini
dengan memperbanyak ekskresi Na dan Cl sebesar 5-10%. Di bagian kedua ion Na
ditukarkan dengan ion K atau NH, proses ini dikendalikan oleh hormone anak ginjal
aldosteron. antagonis aldosteron (spironolakton) dan zat-zat penghemat kalium
(amilorida triamteren) bertitik kerja disini dengan mengakibatkan ekskresi Na (kurang
dari 5%) dan retensi K.
d. Saluran pengumpul
Hormone antidiuretik ADH (vasopressin) dan hipofisis bertitik kerja disini dengan jalan
mempengaruhi permeabilitas bagi air dari sel-sel saluran pengumpul.
6. Efek Samping
Efek-efek samping yang utama yang dapat di akibatkan diuretika adalah:
a. Hipokalemia
Kekurangan kalium dalam darah. Semua diuretic dengan ttitik kerja dibagian muka
tubuli distal memperbesar ekskresi ion K dan H karena ditukarkan dengan ion Na,
akibatnya adalah kandungan kalium plasma darah menurun dibawah 3,5 mmol/liter.
Keadaan ini terutama dapat terjadi pada penanganan gagal jantung dengan dosis tinggi
furosemida, mungkin bersama thiazida.Gejala kekurangan kalium ini bergejala
55
kelemahan otot, kejang-kejang, obstipasi, anoreksia, kadang-kadang juga aritmia jantung
tetapi gejala ini tidak selalu menjadi nyata.
Thiazida yang digunakan pada hipertensi dengan dosis rendah (HCT dan klortalidon
12,5 mg perhari), hanya sedikit menurunkan kadar kalium. Oleh karena itu tidak perlu
disuplesi kalium (Slow-K 600 mg), yang dahulu agak sering dilakukan kombinasinya
dengan suatu zat yang hemat kalium suadah mencukupi. Pasien jantung dengan
gangguan ritme atau yang di obati dengan digitalis harus dimonitor dengan seksama,
karena kekurangan kalium dapat memperhebat keluhan dan meningkatkan toksisitas
digoksin. Pada mereka juga dikhawatirkan terjadi peningkatan resiko kematian
mendadak (sudden heart death).
b. Hiperurikemia
Akibat retensi asam urat (uric acid) dapat terjadi pada semua diuretika, kecuali
amilorida. Menurut perkiraan, hal ini diebabkan oleh adanya persaingan antara
diuretikum dengan asam urat mengenai transpornya di tubuli. Terutama klortalidon
memberikan resiko lebih tibggi untuk retensi asam urat dan serangan encok pada pasien
yang peka.
c. Hiperglikemia
Dapat terjadi pada pasien diabetes, terutama pada dosis tinggi, akibat dikuranginya
metabolisme glukosa berhubung sekresi insulin ditekan. Terutama thiazida terkenal
menyebabkan efek ini, efek antidiabetika oral diperlemah olehnya.
d. Hiperlipidemia
Hiperlipidemia ringan dapat terjadi dengan peningkatan kadar koleterol total (juga
LDL dan VLDL) dan trigliserida. Kadar kolesterol HDL yang dianggap sebagai factor
pelindung untuk PJP justru diturunkan terutama oleh klortalidon. Pengecualian adalah
indaparmida yang praktis tidak meningkatkan kadar lipid tersebut. Arti klinis dari efek
samping ini pada penggunaan jangka panjang belum jelas.
e. Hiponatriemia
Akibat dieresis yang terlalu pesat dan kuat oleh diuretikaa lengkungan, kadar Na
plasma dapat menurun drastic dengan akibat hiponatriemia. Gejalanya berupa gelisah,
kejang otot, haus, letargi (selalu mengantuk), juga kolaps. Terutama lansia peka untuk
dehidrasi, maka sebaiknya diberikan dosis permulaan rendah yang berangsur-angsur
dinaikkan, atau obat diberikan secara berkala, misalnya 3-4 kali seminggu. Terutama
pada furosemida dan etakrinat dapat terjadi alkalosis (berlebihan alkali dalam darah).
f. Lain-lain
Gangguan lambung usus (mual, muntah, diare), rasa letih, nyeri kepala, pusing
dan jarang reaksi alergis kulit. Ototoksisitas dapat terjadi pada penggunaan
furosemida/bumetamida dalam dosis tinggi.
56
7. Interaksi
Kombinasi dari obat-obat lain bersama diuretika dapat menyebabkan interaksi yang
tidak dihendaki, seperti:
a. Penghambat ACE
Dapat menimbulkan hipotensi yang hebat, maka sebaiknya baru diberikan setelah
penggunaan diuretikum dihentikan selama 3 hari.
b. Obat-obat (NSAID’S)
Dapat memperlemah efek diuretic dan antihipertensif akibat sifat retensi natrium
dan lainnya.
c. Kortikosteroida
Dapat memperkuat kehilangan kalium.
d. Aminoglikosida
Ototoksitas diperkuat berhubung diuretika sendiri dapat menyebabkan ketulian
(reversible).
e. Antideabetika oral
Dikurangi efeknya bila terjadi hiperglikemia.
f. Litiumklorida
Dinaikkan kadar darahnya akibat terhambatnya ekskresi.
57
Derivate fenoksiasetat ini ( 1963) juga bertitik kerja dilengkungan henle. Efeknya
pesat dan kuat, bertahan 6-8 jam. Ekskresnya berlangsung melalui empedu dan
kandung kemih. Berhubung ototoksisitasnya dan seringnya mengakinbatkan gangguan
lambung usus, zat ini tidak boleh diberikan pada anak-anak dibawah usia 2 tahun.
Dosis: oral 1-3 dd 50 mg p.c., intravena (perlahan) 50 mg garam Na.
c. Hidroklorthiazida: HCT, esidrex
Senyawa sulfamoyl ini (1959)diturunkan dari klorthiazida yang dikembangkan dari
sulfanilamide. Bekerja dibagian muka tubuli distal, efek diuretisnya lebih ringan dari
diuretika lengkungan tetapi bertahan lebih lama, 6-12 jam. Daya hipotensifnya lebih
kuat (pada jangka panjang), maka banyak digunakan sebagai pilihan pertama untuk
hipertensi ringan hingga sedang.
Sering kali pada kasus yang lebih berat dikombinasikan dengan obat-obat lain
untuk memperkuat efeknya, khususnya beta-blockers. Efek optimal ditetapkan pada
dosis 12,5 mg dan dosis diatasnya tidak akan menghasilkan penurunan tensi lagi (kurva
dosis-efek datar). Zat induknya klorthiazida berkhasiat 10 kali lebih lemah, mka kini
tidak digunakan lagi. Dosisi: hipertensi: 12,5 mg pagi p.c.,udema:1-2 dd 25-100 mg,
pemeliharaan 25-100 mg 2-3 kali seminggu.
d. Klortalidon: hygroton
Derivat sulfonamide ini (1959) rumus-rumusnya mirip dengan thiazida, begitu pula
khasiat diuretisnya sedang. Mulai kerjanya setelah 2 jam dan bertahan sangat lama,
antara 24-72 jam tergantung pada tingginya dosis.efek hipotensifnya bertambah secara
berangsur-angsur dan baru optimal sesudah 2-4 minggu. Dosis: hipertensi: 12,5 mg
pagi p.c (dosis optimal), udema: setiap 2 hari 100-200 mg, pemeliharaan 25-50 mg
perhari.
C. Obat antibiotik
1. Pengertian Obat Antibiotic
Antibiotik adalah obat-obatan yang digunakan untuk mengobati, dan dalam sebagian
kasus bisa mencegah infeksi oleh bakteri. Antibiotik dapat digunakan untuk kondisi
penyakit yang relatif ringan seperti jerawat hingga yang berpotensi mengancam jiwa seperti
pneumonia (salah satu jenis infeksi paru-paru). Namun, adakalanya antibiotik tidak berguna
pada beberapa jenis infeksi, dan menggunakannya hanya akan meningkatkan risiko
resistensi antibiotik, karena itulah antibiotik tidak digunakan dalam jangka waktu yang lama.
Dalam penggunaan umum, antibiotik merupakan substansi atau gabungan (juga disebut
obat chemotherapeutic) yang membunuh atau menghalangi pertumbuhan bakteri. Antibiotik
tergolong ke dalam kelompok antimicrobial yang digunakan untuk mengobati infeksi yang
disebabkan oleh mikroorganisme, termasuk jamur dan protozoa.
58
Istilah “antibiotik” diciptakan oleh Selman Waksman pada 1942 untuk menjelaskan
suatu zat yang dihasilkan oleh mikro-organisme yang menahan perkembangan mikro-
organisme lainnya dalam suatu cairan yang sangat encer. definisi asli ini dikecualikan
terhadap substansi alami dalam tubuh seperti getah perut dan hidrogen peroksida
(mereka membunuh bakteri tetapi tidak diproduksi oleh mikro-organisme), dan juga
dikecualikan terhadap senyawa sintetis seperti sulfonamida (obat antimicrobial). Banyak
antibiotik yang memiliki molekul yang relatif kecil dengan berat molekul kurang dari
2000 Da.
Dengan kemajuan perkembangan obat-obat kimia, sebagian besar antibiotik telah
dimodifikasi secara kimia dari ramuan aslinya di alam, seperti halnya dengan beta-
lactam (termasuk penicillin, yang dihasilkan oleh jamur dalam genus Penicillium,
cephalosporins, dan carbapenem). Beberapa antibiotik masih diproduksi dengan
mengisolasi organisme hidup, seperti aminoglycosida; di samping itu, masih banyak lagi
antibiotik yang dibuat melalui sintetis murni, seperti quinolone.
2. Menggunakan Antibiotik
Penggunaan antibiotik harus didasarkan pada leaflet yang terdapat pada obat, atau
menurut anjuran dokter atau apoteker. Antibiotik dapat diberikan dalam tiga cara:
a. Antibiotik oral - tablet, pil, kapsul atau sirup.
b. Antibiotik topikal - salep, lotion, semprotan atau tetes, yang sering
digunakan untuk mengobati infeksi kulit.
c. Antibiotik suntikan - dapat diberikan dalam bentuk suntikan langsung
atau melalui infus ke dalam aliran darah atau otot, biasanya antibiotik
suntikan hanya diberikan pada orang dengan penyakit yang serius.
Sangat penting untuk terus mengonsumsi antibiotik sampai penyakit Anda tuntas
atau dengan kata lain mengikuti petunjuk dokter, meskipun Anda merasa sudah jauh
lebih baik. Jika Anda berhenti mengonsumsi antibiotik padahal bakteri penyebab
penyakit Anda masih ada, maka bakteri itu akan bangkit kembali dan menjadi lebih
kebal atau resisten terhadap antibiotik.
3. Jenis Antibiotik
Saat ini terdapat ratusan jenis antibiotik, namun kebanyakan diantaranya terklasifikasi
dalam enam kelompok jenis antibiotik, yaitu:
a. Penisilin, umum digunakan untuk mengobati berbagai infeksi, seperti infeksi kulit
dan infeksi saluran kemih.
b. Sefalosporin, digunakan untuk mengobati berbagai macam infeksi, juga efektif
untuk mengobati infeksi yang serius seprti septicaemia dan meningitis.
59
c. Aminoglikosida, cenderung hanya digunakan untuk mengobati penyakit serius
seperti meningitis, karena dapat menyebabkan efek samping yang serius, seperti
gangguan pendengaran dan kerusakan ginjal.
d. Tetrasiklin, digunakan untuk mengobati berbagai macam infeksi. Tetrasiklin umum
digunakan untuk mengobati jerawat sedang sampai berat dan kondisi lain pada kulit
wajah yang disebut dengan rosacea, yang menimbulkan kemerahan dan bintik-
bintik pada kulit.
e. Makrolida, sangat efektif mengobati infeksi paru-paru. Makrolida juga menjadi
antibiotik alternatif pada mereka yang alergi terhadap penisilin atau untuk
membunuh bakteri yang kebal terhadap penisilin.
f. Fluoroquinolones, merupakan antibiotik spektrum luas jenis baru yang efektif untuk
berbagai macam infeksi.
4. Pharmacodinamika antimikrobial
Kemampuan setiap antibiotik bervariasi, tergantung kepada lokasi infeksi, lokasi
infeksi, dan kemampuan mikroba menonaktifkan atau memecah antibiotik. Pada tingkat
tertinggi, antibiotik dapat diklasifikasikan sebagai salah satu baktericidal atau bakteriostatic.
Bactericidal membunuh bakteri secara langsung sedangan bacteriostatic-nya menjaga divisi
sel. Namun demikian, klasifikasi ini didasarkan pada perilakunya di laboratorium, dalam
praktiknya, keduanya memang (kebanyakan) mampu mengakhiri infeksi bakteri. Kegiatan
antibiotik bactericidal mungkin tergantung tahap pertumbuhan sel dan pada kebanyakan
kasus, tindakan antibiotik bactericidal banyak membutuhkan aktifitas sel tanpa henti untuk
melancarkan aktivitas membunuhnya. Kegiatan antibiotik mungkin tergantung tingkat
konsentrasi dan aktivitas karakteristik antimicrobial
5. Tata laksana
Antibiotik oral secara sedehana dimasukkan dalam infus, sementara antibiotik
suntik digunakan dalam kasus yang lebih serius, seperti pada infeksi sistemik.
Antibiotik kadang-kadang dilakukan secara topikal (topically) seperti dengan
meneteskan pada mata atau ointment.
6. Kelas Antibiotik
Tidak seperti pengobatan sebelumnya, yang pengobatan untuk infeksi-nya seringkali
terdiri dari campuran kimia seperti strychnine dan Arsenic (dengan racun tinggi terhadap
mamalia), kebanyakan antibiotika dari mikroba memiliki efek samping yang lebih sedikit
dan memiliki efektifitaS tinggi untuk mencapai sasaran kegiatan. Antibiotik anti bakteri
tidak memiliki aktivitas terhadap virus, jamur, atau mikroba lainnya. Antibiotik anti-bakteri
60
dapat dikategorikan berdasarkan target ketegasan: “spektrum sempit” untuk target antibiotik
jenis bakteri tertentu (seperti Gram-negatif atau positif). Sedangkan dalam spektrum luas,
antibiotik bisa mempengaruhi bakteri. Antibiotik dengan target dinding sel bakteri
(penicillins, cephalosporins), atau selaput sel (polymixins), atau dengan mengganggu
enzim-enzim penting bakteri (quinolones, sulfonamides) biasanya adalah bactericidal yang
berasal dari alam. Sedangkan antibiotik yang menargetkan sintesis protein mikroba
contohnya aminoglycosida, macrolida dan tetracycline.
61
BAB IX
OBAT ANEMIA, OBAT ANASTESI, OBAT PREEKLAMPSIA
A. Obat Anemia
1. Definisi Anemia
Ada beberapa pengertian anemia menurut :
a. Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin yang di jumpai selama kehamilan pada
wanita sehat yang tidak mengalami defisiensi besi atau folat yang di sebabkan oleh
penambahan volume plasma yang relative lebih besar dari pada penambahan massa
hemoglobin dan volume sel darah. (Cunningham G,2005;h.1463).
b. Anemia didefenisikan sebagai penurunan jumlah sel darah merah atau penurunan
konsentrasi hemoglobin dalam sirkulasi darah.anemia yang diterima secara umum
adalah kadar Hb kurang dari 12,0 gr/100 ml dan wanita hamil 11,0 g/dl. ( Varney
H,2006.;h.623).
c. Anemia didefinisikan sebagai kadar Ht, konsentarsi Hb, atau hitung eritrosit di bawah
batas” normal “. Dimana umumnya ibu hamil dianggap anemi jika kadar hemoglobin
dibawah 11 gr / dl atau hematokrit kurang dari 33 %.( Prawirohardjo, 2008;h.775).
d. Anemia adalah penurunan kapasitas darah dalam membawa oksigen; hal tersebut dapat
terjadi akibat penurunan Sel Darah Merah (SDM), dan / atau penurunan hemoglobin
(Hb) dalam darah.(Fraser Diane dan Cooper A Margaret, 2009;h.328).
e. Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar Hemoglobin di bawah 11g%
pada trimester 1 dan 3 atau kadar <10,5 g% pada trimester 2. (Saifuddin AB,
2007;h.281).
62
3. Macam-macam Anemia (Prawirohardjo:2008)
kurang gizi (malnutrisi), kurang zat besi dalam diet, malabsorpsi, kehilangan darah
Anemia jenis ini di sebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang, membentuk sel-
4.Penyebab Anemia(Varney:2006)
63
1) Sel darah merah yang hilang atau rusak meningkat
2) Kehilangan sel darah merah akut.
c. Gangguan hemolisis darah
1) Penyakit sel sabit hemoglobin (sickle cell disease)
2) Ganggauan C hemoglobin
3) Sterocitosis banyak di temukan di eropa utara
4) Kekurangan G6PD (glucose-6-phosphate dehi-drogenase)
5) Anemia hemolitik (efek samping obat)
6) Anemia hemolisis autoimun
b. Penurunan produksi sel darah merah
1) Anemia aplastik (gagal sumsum tulang belakang yamg mengancam jiwa)
2) Penyakit kronis (penyakit hati, gagal ginjal, infeksi, tumor)
c. Ekpansi berlebihan volume plasma pada kehamilan dan hidrasi berlebihan
d. Anemia makrositik (peningkatan ukuran sel darah merah)
1) Kekurangan vitamin B12
2) Kekurangan asam folat
3) Hipotiroid
4) Kecanduan alkohol
5) Penyakit hati dan ginjal kronis
64
7) Napsu makan kurang
8) h)Perubahan dalam kesukaan makanan
9) Perubahan mood
10) Perubahan kebiasaan tidur.
c. Gejala dan tanda
Keluhan lemah, pucat, mudah pingsan sementara tensi dalam batas normal, perlu di
curigai anemia defisiensi. Secara klinik dapat dilihat tubuh yang malnutrisi,pucat.
6. Pengaruh Anemia Pada Ibu Hamil dan Janin
a. Bahaya selama kehamilan
1) Persalinan Prematur
2) Mudah terjadinya Infeksi
3) Ancaman Dekompensasi Cordis (jika HB < 6 gr)
4) Hiperemesis Gravidarum
5) Perdarahan Antepartum
6) KPD ( Ketuban Pecah Dini )
b. Bahaya saat persalinan
1) Gangguan his kekuatan mengejan
2) Pada kala I dapat berlangsung lama dan terjadi partus terlantar
3) Pada kala II berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering memerlukan
tindakan dan operasi kebidanan.
4) Pada kala III (Uri) dapat diikuti Retencio Placenta, PPH karena Atonnia Uteri
5) Pada kala IV dapat terjadi pendarahan Post Partum Sekunder dan Atonia Uteri
c. Bahaya pada saat Nifas
1) Terjadi Subinvolusi Uteri yang dapat menimbulkan perdarahan
2) Memudahkan infeksi Puerpurium
3) Berkurangnya pengeluaran ASI
4) Dapat terjadi DC mendadak setelah bersalin
5) Memudahkan terjadi Infeksi mamae
d. Pengaruh Anemia Terhadap Janin
Meskipun janin mampu menyerap berbagai kebutuhan dari Ibunya tetapi jika
anemia akan mengurangi kemampuan metabolisme tubuh sehingga mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. Pengaruh – pengaruhnya terhadap
janin diantaranya :
1) Abortus
2) Kematian Interauterin
3) Persalinan Prematuritas tinggi
4) BBLR
65
5) Kelahiran dengan anemia
6) Terjadi cacat kongenital
7) Bayi mudah terjadi Infeksi sampai pada kematian
8) Intelegensi yang rendah
Kekuranganenergi dalam asupan makanan yang dikonsumsi menyebabkan
tidak tercapainya penambahan berat badan ideal dari ibu hamil yaitu sekitar 11 - 14kg.
66
gejala penyakit atau gangguan kesehatan. Pada pencegahan sekunder, yang dapat
dilakukan oleh bidan komunitas diantaranya adalah sebagai care giver diantaranya
melakukan skirinning (early detection) seperti pemeriksaan hemoglobin (Hb)
untuk mendeteksi apakah ibu hamil anemia atau tidak, jika anemia, apakah ibu
hamil masuk dalam anemia ringan, sedang, atau berat. Selain itu, juga dilakukan
pemeriksaan terhadap tanda dan gejala yang mendukung seperti tekanan darah,
nadi dan melakukan anamnesa berkaitan dengan hal tersebut. Sehingga, bidan
dapat memberikan tindakan yang sesuai dengan hasil tersebut.Selain itu, Jika ibu
hamil terkena anemia, maka bidan sebagai care giver dan kolaborator dapat
memberikan terapi oral berupa Fe dan memberikan rujukan kepada ibu hamil ke
rumah sakit untuk diberikan transfusi (jika anemia berat).
3) Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dilakukan untuk mencegah perkembangan penyakit ke arah
yang lebih buruk untuk memperbaiki kualitas hidup klien seperti untuk
mengurangi atau mencegah terjadinya kerusakan jaringan, keparahan dan
komplikasi penyakit, mencegah serangan ulang dan memperpanjang hidup.Contoh
pencegahan tersier pada anemia ibu hamil diantaranya yaitu mempertahankan
kadar hemoglobin tetap dalam batas normal, memeriksa ulang secara teratur kadar
hemoglobin, mengeliminasi faktor risiko seperti intake nutrisi yang tidak adekuat
pada ibu hamil, tetap mengkonsumsi tablet Fe selama kehamilan dan tetap
mengkonsumsi makanan yang adekuat setelah persalinan.
67
lelah, menurunnya konsentrasi, iritabilitas, perasaan gelisah,sakit kepala, hilang nafsu
makan, peka terhadap stress dan infeksi, pucat, pecah-pecah diujung mulut, kulit kering
dan rapuhnya rambut dan kuku.
Zat besi dalam maltofer tablet adalah sebagai kompleks besi (III) Hidroksida, yang
masing-masing partikelnya terikat pada suatu polimer karbohidrat (Polimaltosa). Hal
ini mencegah perusakan saluran pencernaan. Perlindungan ini mencegah interaksi
antara besi dengan makanan. Selain itu, hal ini juga menjamin bioavailabilitas zat besi.
Struktur KBP mirip dengan ferritin, protein mengandung zat besi yang terdapat di alam.
Karena kemiripinnya itu, zat besi diabsorpsi melalui mekanisme alami. KBP tidak
bersifat oksidator seperti garam besi bivalen.
e. Dosis dan cara pemberian
Dosis dan lamanya terapi, bergantung pada tingkat defisiensi zat besi.
1) Anak-anak (>12 tahun) dewasa dan ibu menyusui :
Gejala defisiensi zat besi : 1 tablet satu sampai tiga kali sehari selama 3-5 bulan,
sampai diperoleh angka haemoglobin normal. Selanjutnya terapi diteruskan selama
beberapa minggu dengan 1 tablet sehari untuk melengkapi cadangan zat besi .
Defisiensi zat besi laten : 1 tablet sehari.
2) Wanita hamil
Gejala defisiensi zat besi : 1 tablet dua sampai tiga kali sehari sampai didapat
angka haemoglobin normal. Selanjutnya terapi diteruskan dengan 1 tablet sehari
setidaknya sampai masa akhir kehamilan untuk melengkapi cadangan zat besi.
Defisiensi zat besi laten dan pencegahan defisiensi zat besi : 1 tablet sehari.
f. Penatalaksanaan
Dosis harian dapat dibagi dalam beberapa dosis atau dapat dimakan sekaligus.
Multofer tablet dapat dikunyah atau ditelan langsung dan harus dimakan selama atau
segera setelah makan. Jika zat besi diperlukan bdengan segera (Hb rendah,pengobatan
bersamaan dengan EPO,dll), sebaiknya digunakan seiaan zat besi parenteral untuk
mensubsitusi zat besi sehingga sediaan zat besi tersedia dengan cepat.
g. Peringatan dan perhatian
1) Perhatian untuk penderita diabetes : obat ini mengandung 0,04 bread unit per tablet.
2) Jika anemia disebabkan infeksi atau adanya kelainan zat besi tersubstitusi akan
tersimpan di dalam system “reticuloendothelial” dan hanya akan dimobilisasi dan
diutilisasi setelah penyakit utama sembuh.
3) Kehamilan dan Menyusui
Kehamilan kategori A : penelitian pada system reproduksi hewan tidak
menunjukkan resiko pada janin. Studi banding pada wanita hamil setelah 3
semester pertama tidak menunjukkan adanya efek samping terhadap ibu dan calon
68
bayi. Tidak didapatkan bukti timbulnya resiko selama tiga semester pertama
kehamilan dan tidak terjadi pengaruh yang negative terhadap janin. Pemberian
Maltofer tablet tidak menyebabkan efek samping pada bayi yang disusui. Selama
masa kehamilan, Maltofer tablet hanya boleh diberikan setelah berkonsultasi
dengan dokter atau apoteker.
4) Overdosis
Dalam hal overdosis, belum pernah ada laporan tentang intoksikasi maupun
kelebihan zat besi.
h. Efek samping
1) Kadang-kadang menimbulkan gangguan pada system pencernaan seperti rasa
penuh, penekanan pada daerah ulu hati, mual, saembelit dan diare.
2) Tinja berwarna gelap yang disebabkan oleh besi, tidak menimbulkan masalah yang
berarti secara klinis.
3) Maltofer tablet tidak menyebabkan bercak warna pada gigi.
i. Kontra Indikasi
1) Kelebihan zat besi (misal : “haemochromatosis”, “haemosiderosis”) atau gangguan
pada utilisasi zat besi (misal ; “lead anemia”), sidero-archrestic anemia”,talasemia)
dan anemia yang tidak disebabkan oleh defisiensi zat besi (misal ; “haemolytic
anemia”)
2) Hipersensitif terhadap salah satu komponen dalam otot.
j. Interaksi Obat
Interaksi obat sampaai sekarang belum diamati. Karena besi merupakan senyawa
kompleks, interaksi secara ionic dengan komponen makanan (Phytin,oksalat,tain,dll)
dan pemberian obat-obatan secara bersamaam (tetrasiklin,antasida), jarang terjadi.
Tidak merusak “haemoccult test” (khusus untuk Hb) untuk mendeteksi daerah yang
terseembunyi sehingga tidak perlu menghentikan terapi zat besi.
k. Cara Penyimpanan
Simpan di dalam wadah aslinya pada suhu dibawah 25˚C
B. Obat Anastesi
1. Definisi Anestesi
Anestesi artinya adalah pembiusan, berasal dari bahasa Yunanian artinya “tidak atau
tanpa" dan aesthetos, "artinya persepsi atau kemampuan untuk merasa". Secara umum berarti
anestesi adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan
berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Obat anestesi adalah
69
obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dalam bermacam-macam tindakan
operasi (Kartika Sari, 2013).
Istilah anestesi dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak ada rasa
sakit. Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesia lokal dan anestesi umum.
a. Definisi Anestesi Umum
Anestesi umum atau pembiusan artinya hilang rasa sakit di sertai hilang
kesadaran. Ada juga mengatakan anestesi umum adalah keadaan tidak terdapatnya sensasi
yang berhubungan dengan hilangnya kesdaran yang reversible. (Neal, 2006)
Anestesi Umum adalah obat yang dapat menimbulkan anestesi yaitu suatu
keadaan depresi umum dari berbagai pusat di sistem saraf pusat yang bersifat reversibel,
dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan sehingga lebih mirip dengan keadaan
pinsan. Anestesi digunakan pada pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan,
merintangi rangsangan nyeri (analgesia), memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi
pembedahan serta menimbulkan pelemasan otot (relaksasi). Anestesi umum yang kini
tersedia tidak dapat memenuhi tujuan ini secara keseluruhan, maka pada anestesi untuk
pembedahan umumnya digunakan kombinasi hipnotika, analgetika, dan relaksasiotot
(Kartika Sari, 2013).
70
Obat anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu
obat anestesi gas (inhalasi), obat anestesi yang menguap dan obat anestesi yang diberikan
secara intravena.
1) Obat Anestesik Gas (Inhalasi)
Pada umumnya anestetik gas berpotensi rendah, sehingga hanya
digunakan untuk induksi dan operasi ringan. Anestetik gas tidak mudah larut dalam
darah sehingga tekanan parsial dalam darah cepat meningkat. Batas keamanan antara
efek anestesi dan efek letal cukup lebar. Obat anestesi inhalasi ini dihirup bersama
udara pernafasan ke dalam paru-paru, masuk ke darah dan sampai di jaringan otak
mengakibatkan narkose.
Contoh obat anestesik inhalasi yaitu :
a) Dinitrogen Monoksida (N2O atau gas tertawa)
Dinitrogen Monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau,
tidak berasa dan lebih berat daripada udara. N2O biasanya tersimpan dalam
bentuk cairan bertekanan tinggi dalam baja, tekanan penguapan pada suhu kamar
± 50 atmosfir. N2O mempunyai efek analgesik yang baik, dengan inhalasi 20%
N2O dalam oksigen efeknya seperti efek 15 mg morfin. Kadar optimum untuk
mendapatkan efek analgesik maksimum ± 35% . Gas ini sering digunakan pada
partus yaitu diberikan 100% N2O pada waktu kontraksi uterus sehingga rasa sakit
hilang tanpa mengurangi kekuatan kontraksi dan 100% O2 pada waktu relaksasi
untuk mencegah terjadinya hipoksia. Anestetik tunggal N2O digunakan secara
intermiten untuk mendapatkan analgesik pada saat proses persalinan dan
pencabutan gigi.
b) Siklopropan
Siklopropan merupakan anestetik gas yang kuat, berbau spesifik, tidak
berwarna, lebih berat daripada udara dan disimpan dalam bentuk cairan
bertekanan tinggi. Gas ini mudah terbakar dan meledak karena itu hanya
digunakan dengan close method. Siklopropan relative tidak larut dalam darah
sehingga menginduksi dengan cepat (2-3 menit). Stadium III tingkat 1 dapat
dicapai dengan kadar 7-10% volume, tingkat 2 dicapai dengan kadar 10-20%
volume, tingkat 3 dapat dicapai dengan kadar 20-35%, tingkat 4 dapat dicapai
dengan kadar 35-50% volume.
71
siklopropan. Siklopropan tidak menghambat kontraktilitas otot jantung, curah
jantung dan tekanan arteri tetap atau sedikit meningkat sehingga siklopropan
merupakan anestetik terpilih pada penderita syok.
Anestetik yang menguap (volatile anesthetic) mempunyai 3 sifat dasar yang sama
yaitu berbentuk cairan pada suhu kamar, mempunyai sfat anestetik kuat pada kadar
rendah dan relatif mudah larut dalam lemak, darah dan jaringan. Kelarutan yang baik
dalam darah dan jaringan dapat memperlambat terjadinya keseimbangan dan
terlawatinya induksi, untuk mengatasi hal ini diberikan kadar lebih tinggi dari kadar
yang dibutuhkan. Bila stadium yang diinginkan sudah tercapai kadar disesuaikan
untuk mempertahankan stadium tersebut. Untuk mempercepat induksi dapat diberika
zat anestetik lain yang kerjanya cepat kemudian baru diberikan anestetik yang
menguap.
Umumnya anestetik yang menguap dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan
eter misalnya eter (dietileter) dan golongan hidrokarbon halogen misalnya halotan,
metoksifluran, etil klorida, dan trikloretilen.
Contoh obat anestesik yang menguap yaitu :
a) Eter
Eter merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau mudah
terbakar, mengiritasi saluran nafas dan mudah meledak. Sifat analgesik kuat
sekali, dengan kadar dalam darah arteri 10-15 mg % sudah terjadi analgesik tetapi
penderita masih sadar. Eter pada kadar tinggi dan sedang menimbulkan relaksasi
72
otot karena efek sentral dan hambatan neuromuscular yang berbeda dengan
hambatan oleh kurare, sebab tidak dapat dilawan oleh neostigmin. Zat ini
meningkatkan hambatan neuromuscular oleh antibiotik seperti neomisin,
streptomisin, polimiksin dan kanamisin. Eter dapat merangsang sekresi kelenjar
bronkus. Eter diabsorpsi dan disekresi melalui paru dan sebagian kecil diekskresi
juga melalui urin, air susu, keringat dan difusi melalui kulit utuh.
b) Halotan
Merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan
tidak mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Halotan bereaksi
dengan perak, tembaga, baja, magnesium, aluminium, brom, karet dan plastik.
Karet larut dalam halotan, sedangkan nikel, titanium dan polietilen tidak sehingga
pemberian obat ini harus dengan alat khusus yang disebut fluotec. Efek analgesic
halotan lemah tetapi relaksasi otot yang ditimbulkannya baik. Dengan kadar yang
aman waktu 10 menit untuk induksi sehingga mempercepat digunakan kadar
tinggi (3-4 volume %). Kadar minimal untuk anestesi adalah 0,76% volume.
c) Metoksifluran
Merupakan cairan jernih, tidak berwarna, bau manis seperti buah, tidak mudah
meledak, tidak mudah terbakar di udara atau dalam oksigen. Pada kadar anestetik,
metoksifluran mudah larut dalam darah. Anestetik yang kuat dengan kadar
minimal 0,16 volume % sudah dapat menyebabkan anestesi dalam tanpa
hipoksia. Metoksifluran tidak menyebabkan iritasi dan stimulasi kelenjar
bronkus, tidak menyebabkan spasme laring dan bronkus sehingga dapat
digunakan pada penderita asma. Metoksifluran menyebabkan sensitisasi jantung
terhadap ketokolamin tetapi tidak sekuat kloroform, siklopropan, halotan atau
trikloretilan. Metoksifluran bersifat hepatoksik sehingga sebaiknya tidak
diberikan pada penderita kelainan hati.
d) Etilklorida
Merupakan cairan tak berwarna, sangat mudah menguap, mudah terbakar dan
mempunyai titik didih 12-13°C. Bila disemprotkan pada kulit akan segera
menguap dan menimbulkan pembekuan sehingga rasa sakit hilang. Anesthesia
dengan etilklorida cepat terjadi tetapi cepat pula hilangnya. Induksi dicapai dalam
0,5-2 menit dengan waktu pemulihan 2-3 menit sesudah pemberian anesthesia
dihentikan. Karena itu etilkloretilen sudah tidak dianjurkan lagi untuk anestetik
umum, tetapi hanya digunakan untuk induksi dengan memberikan 20-30 tetes
pada masker selama 30 detik. Etilkloroda digunakan juga sebagai anestetik lokal
dengan cara menyemprotkannya pada kulit sampai beku. Kerugiannya, kulit yang
73
beku sukar dipotong dan mudah kena infeksi karena penurunan resistensi sel dan
melambatnya penyembuhan.
e) Trikloretilen
Merupakan cairan jernih tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas seperti
kloroform, tidak mudah terbakardan tidak mudah meledak. Induksi dan waktu
pemulihan terjadi lambat karena trikloretilen sangat larut dalam darah. Efek
analgesic trikloretilen cukup kuat tetapi relaksasi otot rangka yang
ditimbulkannya kurang baik, maka sering digunakan pada operasi ringan dalam
kombinasi dengan N2O. untuk anestesi umum, kadar trikloretilen tidak boleh
lebih dari 1% dalam campuran 2:1 dengan N2O dan oksigen. Trikloretilen
menimbulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin dan sensitisasi pernafasan
pada stretch receptor. Sifat lain trikloretilen tidak mengiritasi saluran nafas.
Obat ini biasa digunakan sendiri untuk prosedur pembedahan singkat dan
kebanyakan obat anestetik intravena dipergunakan untuk induksi. Kombinasi beberapa
obat mungkin akan saling berpotensi atau efek salah satu obat dapat menutupi pengaruh
obat yang lain. Termasuk golongan obat ini adalah:
a) Barbiturat
Barbiturat menghilangkan kesadaran dengan blockade system sirkulasi
(perangsangan) di formasio retikularis. Pada pemberian barbiturate dosis kecil
terjadi penghambatan sistem penghambat ekstra lemnikus, tetapi bila dosis
ditingkatkan sistem perangsang juga dihambat sehingga respons korteks menurun.
Pada penyuntikan thiopental, Barbiturat menghambat pusat pernafasan di medulla
oblongata. Tidal volume menurun dan kecepatan nafas meninggi dihambat oleh
barbiturate tetapi tonus vascular meninggi dan kebutuhan oksigen badan
berkurang, curah jantung sedikit menurun. Barbiturat tidak menimbulkan
sensitisasi jantung terhadap katekolamin.
Barbiturat yang digunakan untuk anestesi adalah:
Natrium thiopental
74
40 kg dan 5 ml untuk berat badan 50 kg. Untuk mempertahankan anesthesia
pada orang dewasa diberikan pentotal 0,5-2 ml larutan 2,5%, sedangkan pada
anak 2 ml larutan 2%. Untuk anesthesia basal pada anak, biasa digunakan
pentotal per rectal sebagai suspensi 40% dengan dosis 30 mg/kgBB.
Natrium tiamilal
Dosis untuk induksi pada orang dewasa adalah 2-4 ml larutan 2,5%,
diberikan intravena secara intermiten setiap 30-60 detik sampai efek yang
diinginkan tercapai, dosis penunjang 0,5-2 ml larutan 2,5% a tau digunakan
larutan 0,3% yang diberikan secara terus menerus (drip)
Natrium metoheksital
Ketamin
Merupakan larutan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan
relatif aman. Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestetik dan kataleptik
dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk system somatik,
tetapi lemah untuk sistem visceral. Tidak menyebabkan relaksasi otot lurik,
bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi. Ketamin akan
meningkatkan tekanan darah, frekuensi nadi dan curah jantung sampai ± 20%.
Ketamin menyebabkan reflek faring dan laring tetap normal. Ketamin sering
menimbulkan halusinasi terutama pada orang dewasa. Sebagian besar ketamin
mengalami dealkilasi dan dihidrolisis dalam hati, kemudian diekskresi
terutama dalam bentuk utuh. Untuk induksi ketamin secara intravena dengan
dosis 2 mm/kgBB dalam waktu 60 detik, stadium operasi dicapai dalam 5-10
menit. Untuk mempertahankan anestesi dapat diberikan dosis ulangan
setengah dari semula. Ketamin intramuscular untuk induksi diberikan 10
mg/kgBB, stadium operasi terjadi dalam 12-25 menit.
75
anesthesia kurang dalam. Droperidol dan fentanil dapat diberikan dengan
aman pada penderita yang dengan anestesi umum lainnya mengalami
hiperpireksia maligna.
Diazepam
Etomidat
Propofol
Secara kimia tak ada hubungannya dengan anestetik intravena lain. Zat ini
berupa minyak pada suhu kamar dan disediakan sebagai emulsi 1%. Efek
pemberian anestesi umum intravena propofol (2 mg/kg) menginduksi secara
cepat seperti tiopental. Rasa nyeri kadang terjadi ditempat suntikan, tetapi
jarang disertai dengan thrombosis. Propofol menurunkan tekanan arteri
sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini lebih disebabkan karena vasodilatasi
perifer daripada penurunan curah jantung. Tekanan sistemik kembali normal
dengan intubasi trakea. Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran
76
darah ke otak, metabolism otak, dan tekanan intracranial akan menurun.
Biasanya terdapat kejang.
2. Anestesi Lokal
Anestesi lokalatau zat penghilang rasa setempat merupakan obat yang pada
penggunaan lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke Sistem Saraf
Pusat dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal gatal,
rasa panas atau dingin.
Anestesi lokal adalah teknik untuk menghilangkan atau mengurangi sensasi di
bagian tubuh tertentu. Ada kalangan medis yang membatasi istilah anestesi lokal hanya
untuk pembiusan di bagian kecil tubuh seperti gigi atau area kulit. Namun, banyak juga
yang menyebut anestesi lokal untuk anestesi apa pun selain yang menimbulkan
ketidaksadaran umum (anestesi umum).
Secara kimia, anestesi lokal digolongkan sebagai berikut:
a) Senyawa Ester
Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal sebab pada
degradasi dan inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan dihidrolisis. Karena
itu golongan ester umumnya kurang stabil dan mudah mengalami metabolisme
dibandingkan golongan amida. Contohnya: tetrakain, benzokain, kokain, prokain
dengan prokain sebagai prototip.
b) Senyawa Amida
Contohnya senyawa amida adalah dibukain, lidokain, mepivakain dan prilokain.
c) Lainnya
Contohnya fenol, benzilalkohol, etilklorida, cryofluoran.
Jenis anestesi lokal dalam bentuk parenteral yang paling banyak digunakan adalah:
a) Anestesi permukaan
Sebagai suntikan banyak digunakan sebagai penghilang rasa oleh dokter gigi
untuk mencabut geraham atau oleh dokter keluarga untuk pembedahan kecil seperti
menjahit luka di kulit. Sediaan ini aman dan pada kadar yang tepat tidak akan
mengganggu proses penyembuhan luka.
b) Anestesi Infiltrasi
Tujuannya untuk menimbulkan anestesi ujung saraf melalui injeksi pada atau
sekitar jaringan yang akan dianestesi sehingga mengakibatkan hilangnya rasa di
kulit dan jaringan yang terletak lebih dalam, misalnya daerah kecil di kulit atau
gusi (pada pencabutan gigi).
c) Anestesi Blok
77
Cara ini dapat digunakan pada tindakan pembedahan maupun untuk tujuan
diagnostik dan terapi.
Anestesi Spinal
Obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh pembiusan dari kaki
sampai tulang dada hanya dalam beberapa menit. Anestesi spinal ini
bermanfaat untuk operasi perut bagian bawah, perineum atau tungkai bawah.
78
b. Mekanisme Kerja Anestesi Lokal
Anestesik lokal bekerja bila disuntikkan kedalam akson saraf. Anestesi lokal melakukan
penetrasi kedalam akson dalm bentuk basa larut lemak. Anestesi lokal bersifat tergantung
pemakaian artinya derajat blok porsional terhadap stimulasi saraf. Hal ini menunjukkan
bahwa makin banyak molekul obat memasuki kanal Na+ ketika kanal-kanal terbuka
menyebabkan lebih banyak inaktivasi. Anestesi lokal menekan jaringan lain seperti
miokard bila konsentrasinya dalam darah cukup tinggi namun efek sistemik utamanya
mencakup sistem saraf pusat. Adapun mekanisme kerja meliputi :
1) Cegah konduksi dan timbulnya impuls saraf
2) Tempat kerja terutama di membran sel
3) Hambat permeabilitas membran ion Na+ akibat depolarisasi menjadikan ambang
rangsang membran meningkat
4) Eksitabilitas & kelancaran hambatan terhambat
5) Berikatan dg reseptor yg tdpt p d ion kanal Na, terjadi blokade sehingga hambat
gerak ion via membran.
4. Aktifitas Obat Anestesi
a. Aktifitas Obat Anestesi Lokal
Aktifitas obat anastesi lokal, yaitu:
1) Mula Kerja Anestesi lokal yaitu:
a) Mula kerja anestetika lokal bergantung beberapa faktor, yaitu:
(1) pKa mendekati pH fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak terionisasi
meningkatdan dapat menembus membrann sel saraf sehingga menghasilkan
mula kerja cepat.
(2) Alkalinisasi anestetika local membuat mula kerja cepat
(3) Konsentrasi obat anestetika lokal
b. Lama kerja Anestesi lokal, yaitu:
Lama kerja anestetika lokal dipengaruhi oleh:
1) Ikatan dengan protein plasma, karena reseptor anestetika local adalah protein
2) Dipengaruhi oleh kecepatan absorbsi.
3) Dipengaruhi oleh banyaknya pembuluh darah perifer di daerah pemberian.
5. Kontra Indikasi Obat Anestesi
a. Kontra Indikasi Anastesi Umum
Kontra indikasi anestesi umum tergantung efek farmakologi pada organ yang
mengalami kelainan dan harus hindarkan pemakaian obat pada:
1) Hepar yaitu obat hepatotoksik, dosis dikurangi atau obat yang toksis terhadap hepar
atau dosis obat diturunkan
79
2) Jantung yaitu obat-obat yang mendespresi miokardium atau menurunkan aliran
darah koroner
3) Ginjal yaitu obat yg diekskresi di ginjal
4) Paru-paru yaitu obat yg merangsang sekresi Paru
5) Endokrin yaitu hindari obat yg meningkatkan kadar gula darah/ hindarkan
pemakaian obat yang merangsang susunan saraf simpatis pada diabetes karena bisa
menyebabkan peninggian gula darah.
b. Kontra Indikasi Anastesi Lokal
Kontra indikasi anestesi lokal yaitu:
1) Alergi atau hipersensitivitas terhadap obat anestesi lokal yang telah diketahui.
Kejadian ini mungkin disebabkan oleh kelebihan dosis atau suntikan intravaskular.
2) Kurangnya tenaga terampil yang mampu mengatasi atau mendukung teknik tertentu.
3) Kurangnya prasarana resusitasi.
4) Tidak tersedianya alat injeksi yang steril.
5) Infeksi lokal atau iskemik pada tempat suntikan.
6) Pembedahan luas yang membutuhkan dosis toksis anestesi lokal.
7) Distorsi anotomik atau pembentukan sikatriks.
8) Risiko hematoma pada tempat-tempat tertentu.
9) Pasien yang sedang menjalani terapi sistemik dengan antikoagulan.
10) Jika dibutuhkan anestesi segera atau tidak cukup waktu bagi anestesi lokal untuk
bekerja dengan sempurna.
11) Kurangnya kerja sama atau tidak adanya persetujuan dari pihak penderita.
80
perbedaan gradian konsentrasi (tekanan parsial) obat anestesi antara darah arteri dan
campuran darah vena.
Kecepatan konsentrasi anestesi umum, yaitu:
1) Kelarutannya
Salah satu penting faktor penting yang mempengaruhi transfer anestetik dari
paru kedarah arteri adalah kelarytannya. Koefisien pembagian darah; gas
merupakan indeks kelarutan yang bermakna dan merupakan tanda-tanda afinitas
relative suatu obat anestetik terhadap darah dibandingkan dengan udara.
2) Konsentrasi anastetik didalam udara inspirasi
Konsentrasi anestetik inhalasi didalam campuran gas inspirasi mempunyai efek
langsung terhadap tegangan maksimun yang dapat tercapai didalam alveolus
maupun kecepatan peningkatan tegangan ini didalam darah arterinya.
3) Ventilasi paru-paru
Kecepatan peningkatan tegangan gas anestesi didalam darah arteri bergantung
pada kecepatan dan dalamnya ventilasi per menit. Besarnya efek ini bervariasi
sesuai dengan pembagian koefisien darah; gas.
4) Aliran darah paru
Perubahan kecepatan aliran darah dari dan menuju paru akan mempengaruhi
transfer obat anestetik. Peningkatan aliran darah paru akan memperlambat
kecepatan peningkatan tekanan darah arteri, terutama oleh obat anestetik dengan
kelarutan drah yang sedang sampai tinggi.
5) Gradient konsentrasi arteri-vena
Gradien konsentrasi obat anestetik antara darah arteri dan vena campuran
terutama bergantung pada kecepatan dan luas ambilan obat anestesi pada jaringan
itu, yang bergantung pada kecepatan dan luas ambilan jaringan.
81
pemakaian isofluran menurunkan aktivitas reseptor nikotinik untuk mengaktifkan
saluran kation yang semuanya ini dapat menurunkan kerja transmisi sinaptik pada
sinaps, kolinergik. Efek benzodiazepine dan barbiturate terhadap saluran klorida yang
diperantai reseptor GABA akan menyebabkan pembukaan dan menyebabkan
hiperpolarasi, tehadap penurunan sensitivitas. Kerja yang serupa untuk memudahkan
efek penghambatan GABA juga telah dilaporkan pemakaian propofol dan anestetik
inhalasi lain.
Mekanisme molecular dengan anestetik gas merubah aliran ion pada membran
neuronal belumlah jelas. Efek ini dapat menghasilkan hubungan interaksi langsung
antara molekul anestetik dan tempat hidrofobik pada saluran membran protein yang
spesifik. Mekanisme ini telah diperkenalkan pada penilitian interaksi gas dengan
saluran kolineroseptor nikotinik interkais yang tampaknya untuk menstabilkan saluran
pada keadaan tertutup. Interpretasi alternatif, yang dicoba untuk diambil dalam catatan
perbedaan struktur yang nyata diantara anestetik, memberikan interaksi yang kurang
spesifik pada obat ini dengan dengan membran matriks lipid, dengan perubahan
sekunder pada fungsi saluran.
82
oleh fase distribusi lambat yang terjadi karena ambilan dari jaringan yang perfusinya
sedang, seperti otot dan usus. Karena waktu paruh plasma yang sangat singkat dari obat
tipe ester, maka distribusinya tidak diketahui.
Metabolisme dan ekskresi anestesi lokal diubah dalam hati dan plasma menjadi
metabolit yang mudah larut dalam air dan kemudian diekskresikan ke dalam urin.
Karena anestesi lokal yang bentuknya tak bermuatan mudah berdifusi melalui lipid,
maka sedikit atau tidak ada sama sekali bentuk netralnya yang diekskresikan kerana
bentuk ini tidak mudah diserap kembali oleh tubulus ginjal.
Tipe ester anestesi lokal dihidrolisis sangat cepat di dalam darah oleh
butirilkolinesterase (pseudokolinesterase). Oleh karena itu, obatini khas sekali
mempunyai waktu paruh yang sangat singkat, kurang dari 1 menit untuk prokain dan
kloroprokain. Penurunan pembersihan anestesi lokal leh hati ini harus diantisipasi
dengan menurunkan aliran darah kehati. Sebagai contoh, pembersihan lidokain oleh
hati pada binatang yang dianestesi dengan halotan lebih lambat dari pengukuran
binatang yang diberi nitrogen oksida dan kurare. Penurunan pembersihan ini
berhubungan penurunan aliran darah ke dalam hati dan penekanan mikrosom hati
karena halotan.
Farmakokinetik suatu anestetik lokal ditentukan oleh 3 hal, yaitu:
1) Lipid/Water solubility ratio, menentukan ONSET OF ACTION. Semakin tinggi
kelarutan dalam lemak akan semakin tinggi potensi anestesi local.
2) Protein Binding, menentukan DURATION OF ACTION. Semakin tinggi ikatan
dengan protein akan semakin lama durasi nya.
3) pKa, menentukan keseimbangan antara bentuk kation dan basa. Makin rendah pKa
makin banyak basa, makin cepat onsetnya. Anestetik lokal dengan pKa tinggi
cenderung mempunyai mula kerja yang lambat. Jaringan dalam suasana asam
(jaringan inflamasi)akan menghambat kerja anestetik lokal sehingga mula kerja
obat menjadi lebih lama. Hal tersebut karena suasana asam akan menghambat
terbentuknya asam bebas yang diperlukan untuk menimbulkan efek anestesi.
Kecepatan onset anestetika lokal ditentukan oleh:
a) Kadar obat dan potensinya
b) Jumlah pengikatan obat oleh protein dan
c) Pengikatan obat ke jaringan local
d) Kecepatan metabolisme
Perfusi jaringan tempat penyuntikan obat. Pemberian vasokonstriktor
(epinefrin) ditambah anestetika lokal dapat menurunkan aliran darah lokal dan
mengurangi absorpsi sistemik.
83
d. Farmakodinamik Anastesi Lokal
Adapun farmakodinamik untuk obat anestesi lokal adalah:
1) Mekanisme Kerja
Selama eksitasi, saluran natrium terbuka dan arus natrium masuk ke dalam sel
dengan cepat mendepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial natrium
(+40mV). Sebagai akibat depolarisasi ini, maka saluran natrium menutup (inaktif) dan
saluran kalium terbuka. Aliran kalium keluar sel merepolarisasi membran ke arah
keseimbangan potensial kalium (sekitar -95mV); terjadi lagi repolarisasi saluran
natrium menjadi keadaan istirahat. Perbedaan ionic transmembran dipertahankan oleh
pompa natrium. Sifat ini mirip dengan yang terjadi pada otot jantung dan anestesi
local pun mempunyai efek yang sama pada kedua jaringa tersebut.
Anestesi local mengikat reseptor dekat ujung intrasel saluran dan menghambat
saluran dalam keadaan bergantung waktu dan voltase. Bila peningkatan konsentrasi
dalam secara progresif anestesi local digunakan pada satu serabut saraf, nilai
ambang eksitasinya meningkat, konduksi impuls melambat, kecepatan muncul
potensial aksinya menurun, amplitude potensial aksi mengecil dan akhirnya
kemampuan melepas satu potensial aksi hilang. Efek yang bertambah tadi
merupakan hasil dari ikatan anestesi local terhadap banyak dan makin banyak
saluran natrium; pada setiap saluran, ikatan menghasilkan hambatan arus natrium.
Jika arus ini dihambat melebihi titik kritis saraf, maka propagasi yang melintas
daerah yang dihambat ini tidak mungkin terjadi lagi. Pada dosis terkecil yang
dibutuhkan untuk menghambat propagasi, potensial istirahat jelas tidak terganggu.
Karakteristik Struktur-Aktivitas Anestesi Lokal. Makin kecil dan makin banyak
molekul lipofilik, makin cepat pula kecepatan interaksi dengan reseptor saluran
natrium. Potensi mempunyai hubungan positif pula dengan kelarutan lipid selama
obat menahan kelarutan air yang cukup untuk berdifusi ke tempat kerja. Lidokain,
prokain, dan mepivakain lebih larut dalam air dibandingkan tetrakain, etidokain, dan
bupivakain. Obat yang terakhir lebih kuat dengan masa kerja yang panjang. Obat-
obat tadi terikat lebih ekstensif pada protein dan akan menggeser atau digeser dari
tempat ikatannya oleh obat-obatan lain.
2) Aksi Terhadap Saraf
Karena anestesi local mampu menghambat semua saraf, maka kerjanya tidak saja
terbatas pada hilangnya sensasi sakit dan nyeri yang diinginkan. Perbedaan tipe
serabut saraf akan membedakan dengan nyata kepekaannya terhadap penghambatan
anestesi local atas dasar ukuran dan mielinasi. Aplikasi suatu anestesi local terhadap
suatu akar serabut saraf, serabut paling kecil B dan C dihambat lebih dulu. Serabut
delta tipe A akan dihambat kemudian. Oleh karena itu, serabut nyeri dihambat
84
permulaan; kemudian sensasi lainnya menghilang; dan fungsi motor dihambat
terakhir.
Adapun efek serabut saraf antara lain:
a) Efek diameter serabut
Anestesi lokal lebih mudah menghambat serabut ukuran kecil karena jarak
di mana propagasi suatu impuls listrik merambat secara pasif pada serabut tadi
(berhubungan dengan constant ruang) jadi lebih singkat. Selama mula kerja
anestesi local, bila bagian pendek serabut dihambat, maka serabut berdiameter
kecil yang pertama kali gagal menyalurkan impuls.
Terhadap serabut yang bermielin, setidaknya tiga nodus berturut-turut
dihambat oleh anestesi local untuk menghentikan propagasi impuls. Makin
tebal serabut saraf, makin terpisah jauh nodus tadi yang menerangkan
sebagian, tahanan yang lebih besar untuk menghambat serabut besar tadi.
Saraf bermielin cenderung dihambat serabut saraf yang tidak bermielin pada
ukuran yang sama. Dengan demikian, serabut saraf preganglionik B dapat
dihambat sebelum serabut C kecil yang tidak bermielin.
b) Efek frekuensi letupan
Alasan penting lain terhadap mudahnya penghambatan serabut sensoris
mengikuti langsung dari mekanisme kerja yang bergantung pada keadaan
anestesi local. Serabut sensoris, terutama serabut nyeri ternyata berkecukupan
letupan tinggi dan lama potensial aksi yang relative lama (mendekati 5
milidetik). Serabut motor meletup pada kecepatan yang lebih lambat dengan
potensial aksi yang singkat (0,5 milidetik). Serabut delta dan C adalah serabut
berdiameter kecil yang terlibat pada transmisi nyeri berfrekuensi tinggi. Oleh
karena itu, serabut ini dihambat lebih dulu dengan anestesi local kadar rendah
dari pada serabut A alfa.
c) Efek posisi saraf dalam bundle saraf
Pada sekumpulan saraf yang besar, saraf motor biasanya terletak melingkari
bundle dan oleh karena itu saraf ini akan terpapar lebih dulu bila anestesi local
diberikan secara suntikan ke dalam jaringan sekitar saraf. Akibatnya bukan
tidak mungkin saraf motor terhambat sebelum penghambatan sensoris dalam
bundle besar. Jadi, selama infiltrasi hambatan saraf besar, anestesi muncul
lebih dulu di bagian proksimal dan kemudian menyebar ke distal sesuai
dengan penetrasi obat ke dalam tengah bagian bundle saraf.
85
Obat-obatan anestesi yang umum dipakai pada pembiusan total adalah N2O,
halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, dan desfluran. Obat anestesi umum yang ideal
haruslah tidak mudah terbakar, tidak meledak, larut dalam lemak, larut dalam darah,
tidak meracuni organ (jantung, hati, ginjal), efek samping minimal, tidak dimetabolisasi
oleh tubuh, dan tidak mengiritasi pasien.
Obat bius/anestesi umum/total pasti memiliki efek samping di antaranya:
1) Mengiritasi aliran udara, menyebabkan batuk dan spasme laring (golongan
halogen).
2) Menimbulkan stadium kataleptik yang menyebabkan pasien sulit tidur karena
mata terus terbuka (golongan Ketamin).
3) Depresi pada susunan saraf pusat.
4) Nyeri tenggorokan.
5) Sakit kepala.
6) Perasaan lelah dan bingung selama beberapa hari.
7) Menekan pernapasan yang pada anestesi dalam terutama ditimbulkan oleh
halotan, enfluran dan isofluran. Efek ini paling ringan pada N2O dan eter.
8) Menekan system kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran dan isofluran.
Efek ini juga ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga merangsang sistem
saraf simpatis, maka efek keseluruhannya menjadi ringan.
9) Merusak hati dan ginjal, terutama senyawa klor, misalnya kloroform.
10) Oliguri (reversibel) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal, sehingga
pasien perlu dihidratasi secukupnya.
11) Menekan sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan
(menggigil) pasca-bedah.
Efek samping tersebut bersifat sementara. Namun, ada pula komplikasi serius yang
dapat terjadi. Untungnya, komplikasi tersebut sangat jarang, dengan perbandingan 4
komplikasi dalam jutaan pasien yang diberi obat anestesi. Pencegahan efek samping
anestesi yang terbaik adalah dengan penjelasan selengkap mungkin terhadap pasien
mengenai efek samping dan risiko yang mungkin terjadi, pemeriksaan menyeluruh, dan
pemberian obat anestesi yang tidak melebihi dosis.
86
nistagmus dan menggigil. Akhirnya kejang tonik klonik yang terus menerus diikuti
oleh depresi SSP dan kematian yang terjadi untuk semua anestesi local termasuk
kokain.
Reaksi toksik yang paling serius dari obat anestesi local adalah timbulnya
kejang karena kadar obat dalam darah yang berlebihan. Keadaan ini dapat dicegah
dengan hanya memberikan anestesi local dalam dosis kecil sesuai dengan
kebutuhan untuk anestesi yang adekuat saja. Bila harus diberikan dalam dosis
besar, maka perlu ditambahkan premedikasi dengan benzodiapedin; seperti
diazepam, 0,1-0,2 mg/kg parenteral untuk mencegah bangkitan kejang.
2) Sistem Saraf Perifer (Neurotoksisitas)
Bila diberikan dalam dosis yang berlebihan, semua anestesi local akan menjadi
toksik terhadap jaringan saraf.
3) Sistem Kardiovaskular
Efek kardiovaskular anestesi local akibat sebagian dari efek langsung terhadap
jantung dan membran otot polos serta dari efek secara tidak langsung melalui saraf
otonom. Anestesi lokal menghambat saluran natrium jantung sehingga menekan
aktivitas pacu jantung, eksitabilitas, dan konduksi jantung menjadi abnormal.
Walaupun kolaps kardiovaskular dan kematian biasanya timbul setelah pemberian
dosis yang sangat tinggi, kadang-kadang dapat pula terjadi dalam dosis kecil yang
diberikan secara infiltrasi.
4) Darah
Pemberian prilokain dosis besar selama anestesi regional akan menimbulkan
penumpukan metabolit o-toluidin, suatu zat pengoksidasi yang mampu mengubah
hemoglobin menjadi methemeglobin. Bila kadarnya cukup besar maka warna darah
menjadi coklat.
8. Syarat-syarat Ideal Obat Anestesi
a. Syarat Ideal Anestesi Umum
Syarat Ideal anastesi umum yaitu:
1) Memberi induksi yang halus dan cepat.
2) Timbul situasi pasien tak sadar / tak berespons
3) Timbulkan keadaan amnesia
4) Timbulkan relaksasi otot skeletal, tapi bukan otot pernafasan.
5) Hambat persepsi rangsang sensorik sehingga timbul analgesia yang cukup
untuk tempat operasi.
6) Berikan keadaan pemulihan yang halus cepat dan tak timbulkan ESO yang
berlangsung lama
b. Syarat Ideal Anestesi Lokal
87
Syarat-syarat ideal anestesi lokal yaitu:
1) Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen
2) Batas keamanan harus lebar
3) Tidak boleh menimbulkan perubahan fungsi dari syaraf secara permanen.
4) Tidak menimbulkan alergi.
5) Harus netral dan bening.
6) Toksisitas harus sekecil mungkin.
7) Reaksi terjadinya hilang rasa sakiit setempat harus cepat.
8) Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu yang
yang cukup lama
9) Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil terhadap
pemanasan.
88
sering mengalami kejang kejang. Eklampsia dapat menyebabkan koma atau bahkan
kematian baik sebelum, saat atau setelah melahirkan.
89
f) Nifedipin
Merupakan Calcium Channel Blocker yang mempunyai efek vasodilatasi
kuat arteriolar. Hanya tersedia dalam bentuk preparat oral.
g) Klonidin
Merupakan agonis selektif reseptor 2 ( 2-agonis). Obat ini merangsang
adrenoreseptor 2 di SSP dan perifer, tetapi efek antihipertensinya terutama
akibat perangsangan reseptor 2 di SSP.
90
2) Bilamana diakhiri, maka kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi
(pemulihan) kondisi dan metabolisme ibu. Setelah persalinan, dilakukan
pemantauan ketat untuk melihat tandatanda terjadinya eklamsia. 25 % kasus
eklamsia terjadi setelah persalinan,biasanya dalam waktu 2 sapai 4 hari pertama
setelah persalinan. Tekanan darah biasanya tetap tinggi selama 6 sampai 8
minggu. Jika lebih dari 8 minggu tekanan darahnya tetap tinggi, kemungkinan
penyebabnya tidak berhubungan dengan pre eklamsia.
e. Indikasi dan kontraindikasi
Indikasi : Kejang bronkus pada semua jenis asma bronkial, bronkitis kronis dan
emphysema, Hipertensi, dapat digunakan tunggal atau kombinasi dengan deuritika
golongan tiazi.
1) Ibu
Usia kehamilan 37 minggu atau lebih
2) Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia, kegagalan terapi
konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan
darah atau setelah 24 jam perawatan medisinal, ada gejala-gejala status quo
(tidak ada perbaikan).Kontra indikasi : Penderita yang hipersensitif terhadap obat
ini, hamil dan laktasi, anak.
2) Fentolin
Dosis awal: 10 mg/kgbb. IV per drip dengan kecepatan < 50 mg/min, diikuti
dengan dosis rumatan 5 mg/kgbb. 2 jam kemudian.
3) Diazepam
Dosis : 5 mg IV
91
4) Hidralazin
Dosis: 5 mg IV ulangi 15-20 menit kemudian sampai tekanan darah <110 mmHg.
Aksi obat mulai dalam 15menit, puncaknya 30-60 menit, durasi kerja 4-6 jam.
5) Labetalol
Dosis: Dosis awal 20 mg, dosis kedua ditingkatkan hingga 40 mg, dosis berikutnya
hingga 80 mg sampai dosis kumulatif maksimal 300 mg; Dapat diberikan secara
konstan melalui infus; Aksi obat dimulai setelah5 menit, efek puncak pada 10-20
menit, durasi kerja obat 45 menit sampai 6 jam.
6) Nifedipin
Dosis: 10 mg per oral, dapat ditingkatkan sampai dosis maksimal 120 mg/ hari
7) Klonidin
Dosis: dimulai dengan 0.1 mg dua kali sehari; dapat ditingkatkan 0.1-0.2 mg/hari
sampai 2.4 mg/hari.Penggunaan klonidin menurunkan tekanan darah sebesar 30-60
mmHg, dengan efek puncak 2-4 jam dan durasi kerja 6-8 jam. Efek samping yang
sering terjadi adalah mulut kering dan sedasi, gejala ortostatik kadang terjadi.
Penghentian mendadak dapat menimbulkan reaksi putus obat.
2) Penanganan konservatif
92
Pada kehamilan kurang dari 35 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending
eklampsia dengan keadaan janin baik, dilakukan penanganan konservatif.
Medisinal : sama dengan pada penanganan aktif. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah
mencapai tanda-tanda pre-eklampsia ringan, selambatnya dalam waktu 24 jam. Bila
sesudah 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini dianggap sebagai kegagalan
pengobatan dan harus segera dilakukan terminasi.
Syarat pemberian MgSO4 : – frekuensi napas lebih dari 16 kali permenit – tidak
ada tanda-tanda gawat napas – diuresis lebih dari 100 ml dalam 4 jam sebelumnya –
refleks patella positif. MgSO4 dihentikan bila : – ada tanda-tanda intoksikasi – atau
setelah 24 jam pasca persalinan atau bila baru 6 jam pasca persalinan sudah terdapat
perbaikan yang nyata. Siapkan antidotum MgSO4 yaitu Ca-glukonas 10% (1 gram
dalam 10 cc NaCl 0.9%, diberikan intravena dalam 3 menit).Obat anti hipertensi
diberikan bila tekanan darah sistolik lebih dari 160 mmHg atau tekanan darah
diastolik lebih dari 110 mmHg. Obat yang dipakai umumnya nifedipin dengan dosis
3-4 kali 10 mg oral. Bila dalam 2 jam belum turun dapat diberi tambahan 10 mg
lagi.Terminasi kehamilan : bila penderita belum in partu, dilakukan induksi
persalinan dengan amniotomi, oksitosin drip, kateter Folley, atau prostaglandin E2.
Sectio cesarea dilakukan bila syarat induksi tidak terpenuhi atau ada kontraindikasi
partus pervaginam. Pada persalinan pervaginam kala 2, bila perlu dibantu ekstraksi
vakum atau cunam.
93
BAB X
Obat ini digunakan untuk membantu meredakan sakit, sadar tidak sadar kita
sering mengunakannya misalnya ketika kita sakit kepala atau sakit gigi, salah satu
komponen obat yang kita minum biasanya mengandung analgetik atau pereda nyeri.
Pada umumnya (sekitar 90%) analgetik mempunyai efek antipiretik.
b. Mekanisme
Menghambat sintase PGS di tempat yang sakit/trauma jaringan.
c. Karakteristik:
1) Hanya efektif untuk menyembuhkan sakit
2) Tidak ada narkotika dan tidak menimbulkan rasa senang dan gembira
94
3) Tidak mempengaruhi pernapasan
4) Gunanya untuk nyeri sedang, contohnya: sakit gigi
d. Macam - macam Analgetik
95
cenderung mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh
pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat
kesadaran. Obat Analgetik Non-Narkotik / Obat Analgesik Perifer ini juga tidak
mengakibatkan efek ketagihan pada pengguna (berbeda halnya dengan penggunaan
Obat Analgetika jenis Analgetik Narkotik). Efek samping obat-pbat analgetik
perifer : kerusakan lambung, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal, kerusakan
kulit.
a) Mekanisme Kerja Obat Analgesik Non-Nakotik
Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim, yaitu
enzim siklooksigenase (COX). COX berperan dalam sintesis mediator nyeri,
salah satunya adalah prostaglandin. Mekanisme umum dari analgetik jenis ini
adalah mengeblok pembentukan prostaglandin dengan jalan menginhibisi
enzim COX pada daerah yang terluka dengan demikian mengurangi
pembentukan mediator nyeri . Mekanismenya tidak berbeda dengan NSAID
dan COX-2 inhibitors. Efek samping yang paling umum dari golongan obat ini
adalah gangguan lambung usus, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal
serta reaksi alergi di kulit. Efek samping biasanya disebabkan oleh
penggunaan dalam jangka waktu lama dan dosis besar.
3) Contoh obat Analgetik Non-Narkotik
Acetaminophen, Aspirin, Celecoxib, Diclofenac, Etodolac, Fenoprofen,
Flurbiprofen Ibuprofen, Indomethacin, Ketoprofen, Ketorolac, Meclofenamate,
Mefanamic acid Nabumetone, Naproxen, Oxaprozin, Oxyphenbutazone,
Phenylbutazone, Piroxicam Rofecoxib, Sulindac, Tolmetin.
96
d. Reaksi Alergi
Penggunaan obat aspirin dapat menimbulkan raksi alergi. Reaksi dapat berupa rinitis
vasomotor, asma bronkial hingga mengakibatkan syok.
97
pernafasan, menurunnya daya tahan tubuh, dan kondisi kulit yang kurang sehat.
Kelebihan asupan vitamin A dapat menyebabkan keracunan pada tubuh. Penyakit yang
dapat ditimbulkan antara lain pusing-pusing, kerontokan rambut, kulit kering bersisik,
dan pingsan.Selain itu, bila sudah dalam kondisi akut, kelebihan vitamin A di dalam
tubuh juga dapat menyebabkan kerabunan, terhambatnya pertumbuhan tubuh,
pembengkakan hati, dan iritasi kulit.
b. Vitamin B1 (Thiamin)
Vitamin B1, yang dikenal juga dengan nama Tiamin, merupakan salah satu jenis
vitamin yang memiliki fungsi penting dalam menjaga kesehatan kulit dan membantu
mengkonversi karbohidrat menjadi energi yang diperlukan tubuh untuk rutinitas sehari-
hari. Di samping itu, vitamin B1 juga membantu proses metabolisme protein danlemak.
Sumber yang mengandung vitamin B1 yaitu gandum, nasi, daging, susu, telur, dan
tanaman kacang-kacangan.Akibat kekurangan vitamin B1, kulit akan mengalami
berbagai gangguan, seperti kulit kering dan bersisik. Tubuh juga dapat mengalami beri-
beri, gangguan saluran pencernaan, jantung, dan sistem saraf.
c. Vitamin B2 (Riboflavin)
Vitamin B2 (Riboflavin) banyak berfungsi penting dalam metabolisme di tubuh
manusia. Di dalam tubuh, vitamin B2 berperan sebagai salah satu kompenen koenzim
flavin mononukleotida (flavin mononucleotide,FMN) dan flavin adenine dinukleotida
(adenine dinucleotide, FAD). Kedua enzim ini berperan penting dalam regenerasi
energi bagi tubuh melalui proses respirasi. Vitamin ini juga berperan dalam
pembentukan molekulsteroid, sel darah merah, dan glikogen, serta menyokong
pertumbuhan berbagai organ tubuh, seperti kulit, rambut, dan kuku.
Sumber vitamin B2 banyak ditemukan pada sayur-sayuran segar, kacang kedelai,
kuning telur, dan susu.Akibat kekurangan vitamin B2 akan menyebabkan menurunnya
daya tahan tubuh, kulit kering bersisik, mulut kering, bibir pecah-pecah, dan sariawan.
d. Vitamin B3 (Niacin)
Vitamin B3 juga dikenal dengan istilah Niasin. Vitamin ini berfungsi penting
dalam metabolismekarbohidrat untuk menghasilkan energi, metabolisme lemak, dan
protein. Di dalam tubuh, vitamin B3 memiliki peranan besar dalam menjaga kadar gula
darah, tekanan darah tinggi, penyembuhan migrain, dan vertigo. Berbagai jenis
senyawa racun dapat dinetralisir dengan bantuan vitamin ini.
Sumber vitamin B3 terdapat pada makanan hewani, seperti ragi, hati, ginjal, daging
unggas, dan ikan. Akan tetapi, terdapat beberapa sumber pangan lainnya yang juga
mengandung vitamin ini dalam kadar tinggi, antara lain gandum dan kentang
manis.Akibat kekurangan vitamin B3 dapat menyebabkan tubuh mengalami
kekejangan, keram otot, gangguan sistem pencernaan, muntah-muntah, dan mual.
98
e. Vitamin B5 (Asam Pantotenat)
Vitamin B5 (Asam Pantotenat) banyak terlibat dalam reaksi enzimatik di dalam
tubuh. vitamin B5 berfungi besar dalam berbagai jenis metabolisme, seperti dalam
reaksi pemecahan nutrisi makanan, terutama lemak. Peranan lain vitamin ini adalah
menjaga komunikasi yang baik antara sistem saraf pusat dan otak dan memproduksi
senyawa asam lemak, sterol, neurotransmiter, dan hormon tubuh.
Sumber vitamin B5 dapat ditemukan dalam berbagai jenis variasi makanan hewani,
mulai dari daging, susu, ginjal, dan hati hingga makanan nabati, seperti sayuran hijau
dan kacang hijau.
Akibat kekurangan vitamin B5 dapat menyebabkan kulit pecah-pecah dan bersisik.
Selain itu, gangguan lain yang akan diderita adalah keram otot serta kesulitan untuk
tidur.
f. Vitamin B6 (Pridoksin)
Vitamin B6, atau dikenal juga dengan istilah Piridoksin, merupakan vitamin yang
esensial bagi pertumbuhan tubuh. Vitamin ini berfungsi sebagai salah satu senyawa
koenzim A yang digunakan tubuh untuk menghasilkan energi melalui jalur sintesis
asam lemak, seperti spingolipid danfosfolipid. Selain itu, vitamin ini juga berperan
dalam metabolisme nutrisi dan memproduksi antibodi sebagai mekanisme pertahanan
tubuh terhadap antigen atau senyawa asing yang berbahaya bagi tubuh.
Sumber vitamin B6 ini merupakan salah satu jenis vitamin yang mudah didapatkan
karena vitamin ini banyak terdapat di dalam beras, jagung, kacang-kacangan, daging,
dan ikan.
Akibat kekurangan vitamin B6 dalam jumlah banyak dapamenyebabkan kulit
pecah-pecah, keram otot, dan insomnia.
g. Vitamin B7 (Biotin)
Vitamin B7 atau di kenal Biotin berfungsi sebagai koenzim pada reaksi-reaksi
yang menyangkut penambahan atau pengeluaran karbon dioksida kepada atau dari
senyawa aktif. Sintesis dan oksidasi asam lemak memerlukan biotin sebagai koenzim.
Demikian pula deaminasi, yaitu pengeluaran NH2 dari asam-asam amino tertentu,
terutama asam aspartat, treonin, dan serin serta sintesis purin yang diperlukan dalam
pembentukan DNA dan RNA membutuhkan biotin. Secara metabolic, biotin erat
kaitannya dengan asam folat, asam pantetonat, dan vitamin B12.
Sumber vitamin B7 terdapat dalam banyak jenis makanan dan di dalam tubuh
dapat disintesis oleh bakteri saluran cerna. Sumber yang baik adalah hati, kuning telur,
serealia, khamir, kacang kedelai, kacang tanah, sayuran dan buah-buahan tertentu
(jamur, pisang, jeruk, semangka, strawberi). Daging dan buah-buahan merupakan
sumber yang kurang baik. Ketersediaan biologic biotin sebagian ditentukan oleh
99
pengikat dalam makanan. Dalam putih telur mentah biotin diikat kuat oleh avidin,
tetapi bila dimasak akan di lepas. Devidin mengalami denaturasi dan tidak berbahaya.
Akibat kekurangan vitamin B7 dapat menimbulkan penyakit Dermatitis,
Hyperesthesia dan Paresthesia, Keratokonjungtivitis, Anorexia, Anemia dan
terganggunya fungsi jantung.
h. Vitamin B9 (Asam Folat)
Vitamin B9 atau Asam Folat merupakan bagian dari dua koenzim yang berfungsi
penting dalam sintesa sel-sel baru. Asam Folat dibutuhkan untuk pembentukan sel
darah merah dan sel darah putih dalam sumsum tulang dan untuk pendewasaannya.
Asam Folat berperan sebagai pembawa karbon tunggal dalam pembentukan hem.
Suplementasi folat dapat banyak menyembuhkan anemia parnisiosa, namun gejala
gastrointestian, dan gangguan saraf tetap bertahan.
Sumber vitamin B9 terdapat luas dalam bahan makanan terutama dalam bentuk
poliglutamat. Asam Folat terutama terdapat didalam sayuran hijau, hati, daging tanpa
lemak, serealia utuh, biji-bijian, kacang-kacangan, dan jeruk.
Akibat kekurangan vitamin B9 dapat menyebabkan terganggunyfungsi otak,
pertumbuhan tulang belakang, sariawan, diare.
i. Vitamin B12 (Sianokobalamin)
Vitamin B12 atau Sianokobalamin merupakan jenis vitamin yang hanya khusus
diproduksi oleh hewan dan tidak ditemukan pada tanaman. Oleh karena itu, vegetarian
sering kali mengalami gangguan kesehatan tubuh akibat kekurangan vitamin ini.
Vitamin ini banyak berfungsi dalam metabolisme energi di dalam tubuh. Vitamin B12
juga termasuk dalam salah satu jenis vitamin yang berperan dalam pemeliharaan
kesehatan sel saraf, pembentukkan molekul DNA dan RNA, pembentukkan platelet
darah.
Sumber makanan yang baik untuk memenuhi kebutuhan vitamin B12 yaitu daging
daging, telur, susu, hati dan ragi (makanan hasil fermentasi).Akibat kekurangan vitamin
B12 ini akan menyebabkan anemia (kekurangan darah), mudah lelah lesu, dan iritasi
kulit.
j. Vitamin C (asam askorbat)
Vitamin C (Asam Askorbat) banyak memberikan manfaat bagi kesehatan tubuh
kita. Di dalam tubuh, vitamin C juga berfungsi sebagai senyawa pembentuk kolagen
yang merupakan protein penting penyusun jaringankulit, sendi, tulang, dan jaringan
penyokong lainnya. Vitamin C merupakan senyawa antioksidan alami yang dapat
menangkal berbagai radikal bebas dari polusi di sekitar lingkungan kita. Terkait dengan
sifatnya yang mampu menangkal radikal bebas, vitamin C dapat membantu
menurunkan laju mutasi dalam tubuh sehingga risiko timbulnya berbagai penyakit
100
degenaratif, seperti kanker, dapat diturunkan. Selain itu, vitamin C berperan dalam
menjaga bentuk dan struktur dari berbagai jaringan di dalam tubuh, seperti otot.
Vitamin ini juga berperan dalam penutupan luka saat terjadi pendarahan dan
memberikan perlindungan lebih dari infeksi mikroorganisme patogen. Melalui
mekanisme inilah vitamin C berperan dalam menjaga kebugaran tubuh dan membantu
mencegah berbagai jenis penyakit.
Sumber vitamin C terdapat pada Jeruk, strawberry, anggur, tomat, brokoli,
kentang.Akibat kekurangan vitamin C juga dapat menyebabkan gusi berdarah dan nyeri
pada persendian. Akumulasi vitamin C yang berlebihan di dalam tubuh dapat
menyebabkan batu ginjal, gangguan saluran pencernaan, dan rusaknya sel darah merah.
k. Vitamin D (Kalsiferol)
Vitamin D (Kalsiferol) ini dapat berfungsi membantu metabolisme kalsium dan
mineralisasi tulang. Sel kulit akan segera memproduksi vitamin D saat terkena cahaya
matahari (sinar ultraviolet). Bila kadar vitamin D rendah maka tubuh akan mengalami
pertumbuhan kaki yang tidak normal, dimana betis kaki akan membentuk huruf O dan
X.
Sumber vitamin D juga merupakan salah satu jenis vitamin yang banyak
ditemukan pada makanan hewani, antara lain ikan, telur, susu, serta produk olahannya,
seperti keju.
Akibat kekurangan vitamin D gigi akan mudah mengalami kerusakan dan otot pun
akan mengalami kekejangan. Penyakit lainnya adalahosteomalasia, yaitu hilangnya
unsur kalsium dan fosfor secara berlebihan di dalam tulang. Penyakit ini biasanya
ditemukan pada remaja, sedangkan pada manula, penyakit yang dapat ditimbulkan
adalah osteoporosis, yaitu kerapuhan tulang akibatnya berkurangnya kepadatan tulang.
Kelebihan vitamin D dapat menyebabkan tubuh mengalami diare, berkurangnya berat
badan, muntah-muntah, dan dehidrasiberlebihan.
l. Vitamin E (Tokoferol)
Vitamin E (Tokoferol) berfungsi dalam menjaga kesehatan berbagai jaringan di
dalam tubuh, mulai dari jaringan kulit, mata, sel darah merah hingga hati. Selain itu,
vitamin ini juga dapat melindungi paru-paru manusia dari polusi udara. Nilai kesehatan
ini terkait dengan kerja vitamin E di dalam tubuh sebagai senyawa antioksidan alami.
Sumber vitamin E banyak ditemukan pada ikan, ayam, kuning telur, ragi, dan
minyak tumbuh-tumbuhan.
Akibat kekurangan vitamin E dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang fatal
bagi tubuh, antara lain kemandulan baik bagi pria maupun wanita. Selain itu, saraf dan
otot akan mengalami gangguan yang berkepanjangan.
m. Vitamin K (Koagulasi)
101
Vitamin K atau juga di sebut Koagulasi banyak berfungsi dalam pembentukan
sistem peredaran darah yang baik dan penutupan luka.
Sumber vitamin K yaitu susu, kuning telur, dan sayuran segar yang merupakan
sumber vitamin K yang baik bagi pemenuhan kebutuhan di dalam tubuh.
Akibat kekurangan vitamin K akan berakibat pada pendarahan di dalam tubuh dan
kesulitan pembekuan darah saat terjadi luka atau pendarahan. Selain itu, vitamin K juga
berperan sebagaikofaktor enzim untuk mengkatalis reaksi karboksilasi asam amino
asam glutamat.
102
Magnesium merupakan makromineral terbanyak dalam tubuh manusia. Di dalam
tubuh, magnesium ditemukan pada bagian tulang (60-65%) dan pada otot (25%) serta
sisanya tersebar merata pada sel tubuh dan cairan tubuh. Peranan magnesium dalam
tumbuh-tumbuhan sama dengan peranan zat besi dalam ikatan hemoglobin dalam darah
manusia yaitu untuk pernafasan. Magnesium terlibat dalam berbagai proses
metabolisme. Magnesium terdapat dalam tulang dan gigi, otot, jaringan lunak dan
cairan tubuh lainnya. Orang dewasa pria membutuhkan magnesium sebanyak
350mg/hari dan untuk dewasa wanita membutuhkan magnesium sebanyak 300mg/hari.
Jika terjadi defisiensi, maka akan menimbulkan gangguan metabolic, insomania, kejang
kaki serta telapak kaki dan tangan gemetar.
Fungsi Magnesium; Sebagai bagian lebih dari 300 enzim yang berperan dalam
metabolisme zat gizi di dalam tubuh Membantu pada transmisi syaraf, pembekuan
darah, relaksasi otot dan mencegah kerusakan gigi.
Sumber Magnesium; Terdapat pada Sayuran Hijau, Daging, Kacang-kacangan, dan
Susu.Akibat kekurangan Magnesium;Terjadi pada komplikasi penyakit yang
menyebabkan gangguan absorpsi
d. Natrium (Na)
Tubuh manusia mengandung 1.8 gram natrium 1.8 gram natrium (Na) perkilo gram
berat badan bebas lemak. Dalam tulang, natrium dalam tulang kira-kira sebanyak 30-45%
dari total natrium tubuh. Pangan nabati mengandung natrium lebih sedikit di
bandingkan dengan pangan hewani.
Fungsi Natrium (Na) Menjaga keseimbangan cairan, asam basa, transmisi syaraf,
kontraksi otot.
Sumber Natrium : Garam dapur, MSG kecap, makanan yang diawetkan dengan
garam dapur.Akibat kekurangan Natrium: Menyebabkan kejang, apatis dan kehilangan
nafsu makan. Dapat terjadi pada kondisi diare, muntah, keringat yang berlebihan
Kelebihan, Dapat menyebabkan terjadinya edema dan hipertensi.
e. Besi (Fe)
Besi ( Fe) adalah suatu unsur metalik dan menyusun sekitar 5% tentang itu Earth’S
kulit keras. Ketika murni ini merupakan suatu gelap, silvery-gray metal. Ini merupakan
suatu unsur yang sangat reaktif dan mengoxidasi karat dengan mudah. Yang merah,
jeruk dan menguning dilihat dalam beberapa lahan dan pada atas batu karang mungkin
besi oksida. Bagian dalam dari Bumi dipercaya untuk menjadi iron-nickel campuran
logam padat. Iron-Nickel batu bintang dipercaya untuk menghadirkan material yang
paling awal membentuk pada awal alam semesta itu. Besi (Fe) befungsi dalam
Pembentukan hemoglobin dalam darah.
103
Sumber Besi(Fe) bagi tubuh : Susu, hati, kuning telur dan sayur-sayuran yang
berwarna hijau. Akibat kekurangan zat besi : anemia, lesu, pusing, pucat pada kulit.
f. Tembaga (Cu)
Adapun fungsi Tembaga ( Cu ) yaitu Pembentukan eritrosit dan hemoglobin,
sumber Tembaga merupakan mineral yang berasal dari Padi-padian, polong-polongan,
kerang, ginjal, dan hati. Komponen enzim dan protein, Aktivitas saraf, Sintesis
substansi seperti hormone. Akibat Kekurangan Tembaga ( Cu ) adalah Anemia,
Gangguan saraf dan tulang.
g. Kalium (K)
Kalium berfungsi untuk Mengatur detak jantung, Memelihara keseimbangan air,
Transmisi saraf, Memelihara keseimbangan asam basa, Katalisator, Kontraksi otot,
Mengatur sekresi insulin dari pancreas, Memelihara permeabilitas membran sel.
Kalium merupakan mineral yang bersumber dari sayuran, buah-buahan, dan kecap.
Adapun akibat kekurangan kalium dapat mengakibatkan Gangguan jantung, Kontraksi
otot terganggu, Pernapasan terganggu.
h. Chromium (Cr)
Untuk menjaga kadar gula.kromium berfungsi dalam metabolisme karbohidrat dan
lipids,memudahkan masuknya glukosa kedalam sel (pelepasan energy). Sumber: biji
bijian,serealis utuh,makanan hasil laut,daging. Akibat kekurangan Chromium :
hilangnya rambut dan gigi, gangguan pencernaan, lesu.
i. Zincum / Zinc / Seng / Zn
Zinc juga berfungsi sebagai pemelihara beberapa jenis enzim, hormon dan aktifitas
indera pengecap atau lidah kita. meningkatkan seksualitas, berfungsi dalam mekanisme
pernapasan, berfungsi dalam pancreas.
Sumber: kerang, tiram, hati, kacang kacangan, susu, dedak, gandum. Seng oleh
tubuh manusia dibutuhkan untuk membentuk enzim dan hormon penting.Akibat
kekurangan Seng akan menyababkan : pertumbuhan terhambat, penyembuhan luka
lambat, kurang tajam terhadap bau dan rasa, kerdil, anemia.
j. Klorin (Cl)
Fungsi : Membentuk asam lambung(HCL) atau asam klorida pada lambung dan
memelihara keseimbagan cairan dalam tubuh .HCL memiliki kegunaan membunuh
kuman bibit penyakit dalam lambung dan juga mengaktifkan pepsinogen menjadi
pepsin.
Sumber : Garam dapur, keju dan sayuran hijau,makanan hasil
laut,telur,susu,daging.Akibat kekurangan Klorin : rambut cepat memutih, kurangnya
ketahanan gigi, gangguan pencernaan, lesu.
k. Mangaan / Mangan / Mn
104
Mangaan berfungsi untuk mengatur pertumbuhan tubuh kita dan sistem reproduksi.
meningkatkan kesehatan sendi, pertumbuhan, reproduksi, metabolisme Ca,
pemanfaatan dan penyimpanan vitamin B1 dan aktifitas enzim dalam metabolisme
karbohidrat.
Sumber: serealis utuh kacang kacangan, buah buahan, teh. Akibat kekurangan
Mangaan: menurunnya sistem reproduksi, lemahnya persendian, lemah.
l. Yodium / Iodium / I
Yodium berperan penting untuk membantu perkembangan kecerdasan atau
kepandaian pada anak. Yodium juga dapat membatu mencegah penyakit gondok,
gondong atau gondongan. Yodium berfungsi untuk membentuk zat tirosin yang
terbentuk pada kelenjar tiroid.
Sumber : garam dapur difortifikasi, makanan laut, air dan sayur didaerah non
gondok dan hewan yang makan makanan tersebut.Zat mineral yodium biasanya
terdapat pada garam dapur yang tersedia bebas di pasaran, namun tidak semua jenis dan
merk garam dapur mengandung yodium.
Akibat kekurangan Yodium: penyakit gondok, pada anak terjadi kemunduran fisik
dan mental.
m. Cobalt / Kobal / Kobalt / Co
Cobalt memiliki fungsi untuk membentuk pembuluh darah serta pembangun
vitamin B12(sianokobalamin),diperlukan untuk fungsi normal sel, terutama sel sumsum
tulang, mematangkan sel darah merah, sistem saraf dan system pencernaan, berperan
dalam fungsi berbagai enzim.
Sumber: makanan sumber vitamin B12 seperti daging,hati,susu dan hasil
olahannya.Akibat kekurangan Cobait berpengaruh pada jantung dan berpengaruh
menurunkan fertilitas pada pria.
n. Fluorin (F)
Fungsi : Memperkuat gigi .Flour berperan untuk pembentuk lapisan email gigi
yang melindungi dari segala macam gangguan pada gigi .
Sumber : Kuning telur, susu dan otak. Akibat kekurangan Fluorin : kerusakan gigi
yang berlebihan.
105
BAB XI
A. OBAT KONVULSI
1. Pengertian Anti Konvulsi
Anti Konvulsi merupakan golongan obat yang identik dan sering hanya digunakan pada
kasus- kasus kejang karena Epileptik. Golongan obat ini lebih tepat dinamakan ANTI
EPILEPSI, sebab obat ini jarang digunakan untuk gejala konvulsi penyakit lain.
Epilepsi adalah nama umum untuk sekelompok gangguan atau penyakit susunan saraf
pusat yang timbul spontan dengan episode singkat (disebut Bangkitan atau Seizure), dengan
gejala utama kesadaran menurun sampai hilang. Bangkitan ini biasanya disertai kejang
(Konvulsi), hiperaktifitas otonomik, gangguan sensorik atau psikis dan selalu disertai
gambaran letupan EEG obsormal dan eksesif. Berdasarkan gambaran EEG, apilepsi dapat
dinamakan disritmia serebral yang bersifat paroksimal.
2. Mekanisme Kerja
a. Dengan mencegah timbulnya letupan depolarisasi eksesif pada neuron epileptik dalam
fokus epilepsi.
b. Dengan mencegah terjadinya letupan depolarisasi pada neuron normal akibat pengaruh
dari fokus epilepsi.
Mekanisme kerja antiepilepsi hanya sedikit yang dimengerti secara baik. Berbagai obat
antiepilepsi diketahui mempengaruhi berbagai fungsi neurofisiologik otak, terutama yang
mempengaruhi system inhibisi yang melibatkan GABA dalam mekanisme kerja berbagai
antiepilepsi.
106
Cara Mengatasi efek samping obat Anti konvulsi:
a. Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lain dari benda keras, tajam atau panas.
b. Longgarakan pakaian, bila mungkin miringkan kepala kesamping untuk mencegah
sumbatan jalan nafas.
c. Biarkan kejang berlangsung, jangan memasukkan benda keras diantara gigi karena
dapat mengakibatkan gigi patah.
d. Biarkan istirahat setelah kejang, karena penderita akan bingung atau mengantuk
setelah kejang.
e. laporkan adanya serangan pada kerabat dekat penderita epilepsy ( penting untuk
pemberian pengobatan dari dokter ).
f. Bila serangan berulang dalam waktu singkat atau mengalami luka berat, segera
larikan ke rumah sakit.
4. Contoh Obat
Beberapa Obat Golongan Antikonvulsi/ Antiepilepsi
a. Golongan Hidantoin
Pada golongan ini terdapat 3 senyawa yaitu Fenitoin, mefentoin dan etotoin, dari
ketiga jenis itu yang tersering digunakan adalan Fenitoin dan digunakan untuk semua
jenis bangkitan, kecuali bangkitan Lena.Fenitoin merupakan antikonvulsi tanpa efek
depresi umum SSP, sifat antikonvulsinya penghambatan penjalaran rangsang dari focus
ke bagian lain di otak.
b. Golongan Barbiturat
Golongan obat ini sebagai hipnotik- sedative dan efektif sebagai antikonvulsi, yang
sering digunakan adalah barbiturate kerja lama ( Long Acting Barbiturates ).Jenis obat
golongan ini antara lain fenobarbital dan primidon, kedua obat ini dapat menekan
letupan di focus epilepsy.
c. Golongan Oksazolidindion
Salah satu jenis obatnya adalah trimetadion yang mempunyai efek memperkuat
depresi pascatransmisi, sehingga transmisi impuls berurutan dihambat , trimetadion
juga dalam sediaan oral mudah diabsorpsi dari saluran cerna dan didistribusikan ke
berbagai cairan tubuh.
d. Golongan Suksinimid
Yang sering digunakan di klinik adalah jenis etosuksimid dan fensuksimid yang
mempunyai efek sama dengan trimetadion. Etosuksimid diabsorpsi lengkap melalui
saluran cerna, distribusi lengkap keseluruh jaringan dan kadar cairan liquor sama
dengan kadar plasma. Etosuksimid merupakan obat pilihan untuk bangkitan lena.
107
e. Golongan Karbamazepin
Obat ini efektif terhadap bangkitan parsial kompleks dan bangkitan tonik klonik dan
merupakan obat pilihan pertama di Amerika Serikat untuk mengatasi semua bangkitan
kecuali lena.
Karbamazepin merupakan efek analgesic selektif terutama pada kasus neuropati dan
tabes dorsalis, namun mempunyai efek samping bila digunakan dalam jangka lama,
yaitu pusing, vertigo, ataksia, dan diplopia.
f. Golongan Benzodiazepin
Salah satu jenisnya adalah diazepam, disamping senagai anti konvulsi juga
mempunyai efek antiensietas dan merupakan obat pilihan untuk status epileptikus.
B. ANTI HIPERTENSI
1. Pengertian Hipertensi
Menurut WHO, penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanana sistoliklebih besar
atau sama dengan 160 mmHg. (Kodim Nasrin, 2003)
2. Klasifikasi Hipertensi
Hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan tingginya TD dan berdasarkan
etiologinya.Berdasarkan tingginya TD seseorang dikatakan hipertensi bila TD nya >140/90
mmHg.
108
Klasifikasi TD untuk usia 18 tahun atau lebih
KLASIFIKASI SISTOL(MMhG) DIASTOLE(MMhG)
Berdasarkan etiologinya hipertensi dibagi menjadi hipertensi esensial dan hipertensi sekunder.
a. Hipertensi esensial
Disebut juga hipertensi primer atau idiopatik adalah hipertensi tanpa kelainan dasar
patolofi yang jelas.90% kasus merupakan hipertensi esensial. Penyebabnya multifaktoral
meliputi faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik mempengaruhi kepekaan
terhadap natrium,kepekaan terhadap stress, reaktifitas pembuluh darah terhadap
vasokontrikstor,resistensi insulin dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk faktor
lingkungan antara lain diet, kebiasaan meroko, stress emosi, obesitas dan lain-lain.
b. Hipertensi sekunder
Meliputi 5-10% kasus hipertensi. Yang termasuk disini antara lain akibat penyakit
ginjal,(hipertensi renal,) hipertensi endokrin,kelaianan saraf pusat, obat-obatan dan lain-
lain. Hipertensi renal dapat berupa hipertensirenovaskular minsalnya pada stenosis arteri
renalis, vaskulitis intrarenal,dan hipertensi akibat lesi parenkim,ginjal seperti pada
glomerulonefritis. Pielonefritis, penyakit ginjal polikistik, nefropati diabetik dan lain-
lain.Hipertensi endokrin termasuk disini adalah kelainan korteks adrenal, tumor
medullaadrenal,hipertiroidisme,hiperparatiroidisme dan lain-lain.
c. Pengertian Obat Antihipertensi
Obat yang berkhasiat untuk mengobati hipertensi dan preparat yang menurunkan tekanan
darah tinggi.
d. Khasiat Dan Penggunaannya
Ditujukan untuk Menurunkan tekanan darah dan untuk menurunkan frekuensi terjadinya
berbagai komplikasi akibat dari hipertensi itu sendiri, minsalnya stroke,gagal jantung
kongestif,gagal ginjal dan aneurisma dissecting yang fatal maupun non fatal.
Penggunaan obat anti hipertensi ada yag oral dan ada yang diberikan secara parenteral.
e. Jenis Obat Dan Penggolongannya
Obat2- obat antihipertensi dikenal 5 kelompok obat lini pertama (first line drug) yang
lazim digunakan untuk pengobatan awal hipertensi yaitu:
1) Diuretik
109
Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium,air klorida sehingga menurunkan
volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan
tekanan darah. Beberapa diuretik antara lain:
a) Diuretik tiazid
Terdapat beberapa obat yang termasuk golongan tiazid antara lain :
b) Hidroklorotiazid (HCT)
Merupakan prototipe golongan tiazid dan di anjurkan untuk sebagian
besar kasus hipertensi ringan dan sedang dan dalam kombinasi dengan berbagai
antihipertensi lain. Dalam dosis yang ekuipoten berbagai golongan tiazid
memiliki efek samping yang kurang lebih sama.
Golongan tiazid umumnya kurang efektif pada gangguan fungsi ginjal
dapat memperburuk fungsi ginjal dan pada pemakaian lama menyebabkan
hiperlipidemia (peningkatan kolesterol, LDL dan trigliserida).Efek hipotensif
tiazid baru terlihat setelah 2-3 hari dan mencapai maksimum setelah 2-4 mggu.
c) Indapamid
Memiliki kelebihan karena masih efektif pada pasien gangguan fungsi
ginjal, bersifat netral pada metabolisme lemak dan efektif mergresi hipertrofi
ventrikel. Obat ini dapat mengurangi sympathetic outflow dari sistem saraf
autonom.
(1) Cara Penggunaan :
Sampai sekarang tiazid merupakan obat utama dalam terapi hipertensi.
Berbagai penelitian besar membuktikan bahwa diuretik terbukti paling
efektif dalam menurunkan resiko kardiovakuler.
Pada pasien gagal ginjal tiazid kehilangan efektifitas diuretik dan
antihipertensinya,untuk pasien ini dianjurkan penggunaan diuretik kuat.
Tiazid efektif untuk pasien hipertensi dengan kadar renin yang
rendah.Tiazid dapat digunakan sebagai obat tunggal pada hipertensi ringan
sampai sedang atau dalam kombinasi dengan antihipertensi lain bila TD tidak
berhasil diturunkan dengan diuretik saja.
Tiazid jarang menyebabkan hipotensi ortostatik dan ditoleransi
dengan baik,harganya murah, dapat diberikan satu kali sehari dan efek
antihipertensinya bertahan pada pemakaian jangka panjang.
110
b) Tiazid mencegah retensi cairan oleh antihipertensi lain sehingga efek
obat-obat tersebut dapat bertahan.
Efek antihipertensi tiazid mengalami antagonisme oleh antiinflamasi
non steroid (AINS) terutama indometasin, karena AINS menghambat sintesis
prostaglandin yang berperan penting dalam pengaturan aliran darah ginjal
dan transport air dan garam. Akibatnya terjadi retensi natrium dan air yang
mengurangi efek hampir semua obat antihipertensi.
f. Jenis Obat , Penggolongannya Dengan Dosis Dan Sediaannya Obat Per Oral
Dosis dan sediaan berbagai jenis diuretik untuk penggunaan sebagai anti-hipertensi
Obat Dosis(mg) Pemberian sediaan
A.diuretik tiazid
111
b. diuretik kuat
furosemid 20-80 2-3 x sehari Tab 40mg,amp
torsemid 2,5-10 1-2x sehari 20mg
Tab 5, 10, 20 , 100
mg
bumetanid 0,5-4 2-3 x sehari Ampul 10mg/ml
as. Etakrinat 25-100 2-3 x sehari (2 dan 5 ml)
c. diuretik hemat Tab 0,5, 1 dan 2 mg
kalium Tab 25 dan 50 mg
amilorid 5-10 1-2 x sehari
spironolakton 25-100 1 x sehari Tab 25 dan 100 mg
triamteren 25-100 1 x sehari Tab 50 dan 100 mg
C. OBAT IMUNOLOGI
1. Pengertian obat imunologi
Sistem imun membentuk sistem pertahanan badan terhadap bahan asing seperti
mikroorganisma (bakteria, kulat, protozoa, virus dan parasit), molekul-molekul berpotensi
toksik, atau sel-sel tidak normal (sel terinfeksi virus atau malignan). Sistem ini menyerang
bahan asing atau antigen dan juga mewujudkan peringatan tentang kejadian tersebut supaya
pendedahan yang berkali-kali terhadap bahan yang sama akan mencetuskan gerak balas
yang lebih cepat dan tertingkat. Keimunan merujuk kepada keupayaan sesuatu individu
yang telah sembuh dari sesuatu penyakit untuk kekal sihat apabila terdedah kepada penyakit
yang sama untuk kali kedua dan seterusnya. Imunologi ialah cabang bidang perubatan yang
berkaitan dengan gerak balas tubuh terhadap antigen. Pengimunan atau pemvaksinan
menjana keupayaan untuk bertahan terhadap sesuatu penyakit tanpa mendedahkan tubuh
kepada penyakit tersebut. Apabila sistem imun cacat, tertekan atau gagal, seperti dalam
Sindrom Kurang Daya Tahan (AIDS) dan penyakit-penyakit kurang keimunan, kesannya
ialah jangkitan yang teruk atau boleh membawa maut.
Suatu ciri asas sistem imun ialah keupayaan untuk membezakan bahan-bahan yang
wujud secara semula jadi atau normal (diri) dari bahan-bahan atau agen-agen yang masuk
ke dalam tubuh dari luar (bukan diri) dan menghasilkan gerak balas terhadap bahan bukan
diri sahaja. Ketidakwujudan khusus suatu gerak balas terhadap diri dikenali sebagai
toleransi. Peri pentingnya keupayaan untuk membezakan (mendiskriminasi) antara diri dan
bukan diri, serta toleransi diri, ditunjukkan dalam penyakit-penyakit autoimun, apabila
fungsi-fungsi tersebut gagal. Penyakit-penyakit ini terhasil apabila bahan normal tubuh
dicam sebagai asing dan gerak balas imun dihasilkan terhadap bahan-bahan tersebut. Walau
bagaimananpun, sistem imun lazimnya amat berkesan membezakan antara diri dan bukan
diri.
112
2. Sejarah Imunologi:
Orang-orang pada abad ke-15 mengamalkan menghidu bahan-bahan dari parut pesakit
cacar (smallpox) untuk memperolehi keimunan. Walau bagaimanapun inokulasi bahan yang
masih aktif didapati amat merbahaya. Edward Jenner membuat cerapan bahawa individu
yang dihinggapi cowpox amat jarang dihinggapi smallpox. Pada 1796 Jenner mengaruh
cowpox pada seorang kanak-kanak dan kemudian cuba menginfeksi beliau dengan
smallpox tetapi keimunan yang diaruh oleh virus cowpox didapati berkesan terhadap
smallpox. Louis Pasteur menunjukkan pada 1879 kultur bakteria kolera ayam yang
dibiarkan lama telah hilang keupayaan untuk menyebabkan penyakit, dan kultur yang baru
tidak dapat menyebabkan penyakit pada ayam yang telah didedahkan kepada kultur lama.
Pendedahan kepada mikrob yang mati atau telah dilemahkan ke dalam tubuh untuk
membentuk keresistanan dipanggil pemvaksinan (vaccination). Pemvaksinan digunakan
terhadap penyakit-penyakit jangkitan bakteria seperti kolera, difteria, tetanus, tifoid, batuk
kokol dan jangkitan virus seperti hepatitis B, measles, mumps, poliomielitis, rabies dan
demam kuning. Kerja-kerja Jenner dan Pasteur merupakan titik permulaan bidang
imunologi secara saintifik. Paul Ehrlich mencadangkan teori keimunan humor yang
menekankan peranan antibodi, iaitu protein-protein yang dihasilkan oleh sel-sel dan
dibebaskan ke dalam darah, sebagai agen utama keimunan. Elie Metchnikoff,
mencadangkan teori keimunan perantaraan sel, di mana fagosit-fagosit memainkan peranan
utama mengesan bahan asing termasuk organisma menginfeksi. Kini diketahui kedua-dua
teori adalah betul.
113
menyebabkan kesan-kesan teruk seperti anafilaksis dan maut. Dalam sesetengah kes, sel-sel
normal disalahcam sebagai asing atau tidak normal. Sistem imun mungkin menghasilkan
antibodi dan mengaktifkan limfosit terhadap sel-sel tersebut menyebabkan penyakit-
penyakit autoimun seperti lupus eritematosus, myasthenia gravis, diabetes dan penyakit
Graves.
114
jadi atau sel-sel NK (natural killer cells). Sel-sel ini terdiri dari limfosit bersaiz besar,
mengandungi berbagai granul sitosplasma, dan terdapat terutamanya dalam limpa serta
peredaran. Asal usul sel-sel NK tidak pasti tetapi sel-sel ini mampu memusnahkan sel tumor
dan sel terinfeksi virus secara spontan tanpa aruhan spesifik. Sel-sel ini juga boleh
memusnahkan sel-sel yang diselaputi antibodi spesifik.
Untuk mengaktifkan limfosit, antigen perlu dicam oleh reseptor khusus pada
permukaan sel. Reseptor pada permukaan sel B ialah imunoglobulin (atau antibodi).
Reseptor sel T hampir serupa seperti tetapi tidak seiras dengan antibodi. Berbeza dari
antibodi, reseptor sel T hanya terdapat pada permukaan sel dan tidak dirembeskan. Satu lagi
kumpulan protein permukaan yang berinteraksi dengan antigen ialah molekul MHC, yang
dikodkan oleh gen-gen MHC. Protein-protein MHC bergabung dengan peptid yang berasal
dari antigen protein. Pergabungan ini berlaku pada "lekuk" pergabungan khusus. Protein
MHC terdapat dalam dua jenis, molekul MHC kelas I dan kelas II. Sel B boleh mengcam
antigen dalam apa bentuk pun, tetapi sel T hanya mengcam antigen pada permukaan sel lain
dalam bentuk peptid tergabung kepada molekul MHC. Sel T penolong mengcam peptid
pada molekul MHC kelas II tetapi sel T sitotoksik mengcam peptid pada molekul MHC
kelas I.
Langkah-langkah yang berlaku semasa antigen protein dicuraikan kepada peptid yang
tergabung kepada molekul MHC untuk pengcaman sel T dikenali sebagai pemprosesan dan
persembahan antigen (antigen processing and presentation). Pada peringkat induksi gerak
balas imun, sel-sel spesifik mempersembahkan antigen, menelan dan menjalankan
pencuraian separa ke atas protein asing, kemudian mengekspres pecahan peptid dari antigen
tersebut pada permukaan sel tergabung pada lekuk molekul MHC kelas II. Kompleks MHC-
peptid ini kemudian dicam oleh reseptor sel T penolong. Dalam gaya yang sama, sel T
sitotoksik mengcam pecahan peptid dari virus yang dipersembahkan tergabung dengan
molekul MHC kelas I pada permukaan sel terinfeksi virus.
115
ini adalah seperti berikut: sesuatu antigen asing tertentu bergabung dengan limfosit-limfosit
tertentu yang mempunyai reseptor khusus yang boleh berinteraksi dengan antigen tersebut.
Dalam populasi limfosit taburan tapak-tapak reseptor terdapat secara klonal; oleh
kerana semua reseptor pada sesuatu limfosit mempunyai tapak pergabungan antigen yang
serupa, setiap satu limfosit hanya boleh mengcam dan menghasilkan respons terhadap satu
antigen. Oleh kerana setiap individu mampu menghasilkan respons terhadap bilangan
antigen yang amat tinggi, ini bermakna sistem imun terdiri dari banyak klon-klon limfosit
yang berbeza. Antigen akan memilih sel B dan sel T spesifik antigen yang betul (sesuai)
dari populasi yang besar ini. Selepas suatu antigen bergabung dengan reseptor-reseptor
spesifik pada limfosit T atau sel B, dan isyarat-isyarat lain yang diperlukan telah dibekalkan,
sel tersebut dicetus menjalani proliferasi dan pembezaan (proliferation and differentiation).
Sel-sel anak membentuk klon-klon yang lebih besar. Klon sel B membeza menjadi sel
plasma penghasil antibodi spesifik, dan klon sel T menjadi sel T penolong atau sitotoksik
dengan fungsi keimunan perantaraan sel. Sel-sel lain dalam kedua-dua klon sel B dan sel T
membentuk sel-sel ingatan (memory cells) yang berusia panjang. Sel-sel ingatan merupakan
sel-sel tersedia untuk rangsangan kali kedua apabila antigen yang sama didedahkan sekali
lagi. Oleh itu, apabila sesuatu individu telah pernah menjana gerak balas primer terhadap
sesuatu antigen, akan wujud dalam individu tersebut bilangan sel T dan sel B spesifik yang
tinggi, yang boleh bertindak dengan antigen pada pendedahan seterusnya. Oleh yang
demikian gerak balas sekunder adalah lebih cepat dan berkesan berbanding gerak balas
primer.
Dalam keadaan tertentu antigen tidak mengaruh gerak balas imun tetapi sebaliknya
menghasilkan keadaan tak responsif spesifik atau toleransi. Ini paling ketara untuk antigen-
antigen diri tetapi boleh juga dihasilkan terhadap antigen bukan diri terutamanya jika
antigen-antigen tersebut didedahkan kepada janin yang mempunyai sistem imun belum
matang atau anak yang baru lahir. Untuk menerangkan toleransi, teori pemilihan klon
mencadangkan dalam keadaan tertentu pergabungan dengan antigen menyebabkan
kematian limfosit spesifik dan tidak membawa kepada proliferasi. Pada peringkat awal
dalam organ-organ yang menjana limfosit, sel-sel yang boleh bertindak-balas dengan
penentu (antigen) diri dihapuskan oleh kematian sel terprogram (programmed cell death)
(apoptosis). Limfosit dalam organ limfa sekunder boleh dinyahaktifkan tanpa pemusnahan.
116
dan fungsi berbeza. Dalam bidang perubatan dan penyelidikan antibodi monoklon banyak
digunakan. Antibodi monoklon adalah tulen, homogen, dan dihasilkan oleh sel hibrid yang
dibentuk dari perlakuran sel B dan sel tumor dalam kultur. Antibodi monoklon boleh
digunakan untuk diagnosis dan terapi, seperti dalam peneutralan toksin dalam peredaran
atau penyasaran (targetting) dadah dan radioisotop kepada sel kanser.
Antibodi membanteras infeksi melalui berbagai cara. Organisma ataupun toksin-toksin
yang dihasilkan boleh dineutralkan oleh antibodi yang menghalang bahan-bahan tersebut
dari bergabung kepada sel. Antibodi juga membantu sel-sel fagosit (makrofaj, neutrofil)
menelan bakteria atau menyebabkan lisis organisma dan sel terinfeksi. Ini terhasil dari
kerjasama antibodi dengan pelengkap atau sel NK. IgG merupakan antibodi yang paling
banyak, terdapat terutamanya dalam serum, serta cecair dalam badan. IgG adalah benteng
pertahanan penting terhadap bakteria, virus atau kulat yang telah memasukki badan. Dalam
manusia, IgG merupakan satu-satunya imunoglobulin yang boleh melintas plasenta, oleh itu
penting untuk pertahanan bayi baru lahir terhadap infeksi bakteria dan virus.
IgM ialah imunoglobulin bersaiz paling besar dan terdiri dari lima unit yang
digabungkan. IgM ialah kelas antibodi yang dihasilkan paling awal dalam gerak balas
primer dan ia merupakan pengaktif sistem pelengkap yang efisyen. Sistem pelengkap terdiri
dari satu set protein plasma yang apabila diaktifkan dalam urutan yang betul membentuk
laluan (lobang) pada membran sel sasaran dan membawa kepada kematian sel. IgM dan
pelengkap amat efisyen memusnahkan bakteria Gram negatif atau parasit protozoa yang
telah memasukki saluran darah. Pelengkap juga menyebabkan gerak balas keradangan
apabila diaktifkan. IgA merupakan benteng terhadap organisma patogen dalam usus,
saluran pernafasan dan saluran urogenital. Sel B penghasil antibodi yang terdapat di
kawasan-kawasan ini menghasilkan molekul IgA dimer, yang diangkut melintasi selaput
epitelium dan dirembeskan pada permukaan mukosa. IgA rembesan menghalang
pergabungan bakteria dan virus kepada epitelium, dan oleh yang demikian mencegah
penyakit setempat atau patogen dari merebak ke bahagian tubuh yang lain. Keseluruhannya,
IgA adalah antibodi yang banyak di dalam tubuh.
IgE boleh mencetuskan tindak balas alergi cepat seperti asma (lelah). Antibodi ini
bergabung dengan permukaan sel-sel mast yang terdapat berhampiran saluran darah. Sel-sel
ini mengandungi granul-granul yang terdiri dari histamina dan bahantara keradangan lain
dan bahan-bahan ini dibebaskan dengan cepat apabila partikel-partikel seperti debunga atau
bulu haiwan bergabung dengan molekul IgE yang tergabung pada permukaan sel mast.
Histamina dan bahan-bahan lain yang dibebaskan oleh sel mast menyebabkan gejala-gejala
yang dikaitkan dengan tindak balas alergi. IgD beroperasi bersama IgM sebagai reseptor
untuk antigen pada permukaan sel B. Amat sedikit IgD dirembeskan. Input dari sel T
penolong lazimnya diperlukan untuk sel B berkembang menjadi sel plasma penghasil
117
antibodi. Sel T penolong menghasilkan protein-protein larut, atau sitokina, yang dipanggil
interleukin (IL) 4, 5 dan 6 yang menyebabkan sel B membahagi dan membeza selepas
bergabung dengan antigen. Keperluan sel T penolong menerangkan mengapa penghasilan
antibodi berkurangan dalam penyakit AIDS, di mana sel T penolong dimusnahkan oleh
infeksi HIV.
8. Keimunan Cenderung
Apabila kulit diambil dari seorang penderma dan dicedungkan kepada penerima, tubuh
lazimnya akan menolak cedung (graf) asing. Dalam masa beberapa hari cedung tersebut
menjadi merah, kemudian gelap dan akhirnya gugur. Sebaliknya, jika kulit dicedungkan
dari satu bahagian ke bahagian lain pada tubuh seseorang, atau dari satu kembar seiras
kepada kembarnya, cedung itu diterima. Penolakan cedung ialah suatu gerak balas imun. Ia
berlaku kerana wujud perbezaan antigen antara tisu individu berlainan. Antigen-antigen
118
cedung yang paling kuat ialah molekul-molekul kompleks kehistoserasian utama.
Kebarangkalian individual tak berkaitan seiras pada MHC dan dengan itu menerima cedung
secara spontan ialah 1 dalam 400. Tambahan lagi, terdapat antigen-antigen kehistoserasian
minor yang boleh menyebabkan tindak balas penolakan yang lemah. Oleh itu, kejayaan
pencedungan bergantung kepada keupayaan untuk mencegah penolakan organ. Pesakit-
pesakit diberikan dadah yang bertindak menghalang respons sel T yang terlibat dalam
penolakan cedung. Pada masa kini gabungan terapi yang piawai terdiri dari siklosporin,
yang menghalang pengaktifan sel T melalui perencatan penghasilan 1L-2 dan azathioprine,
yang menghalang pertumbuhan sel lalu mengurangkan proliferasi sel T dan prednison, yang
merencat sintesis sitokina.
Dadah FK506 kini sedang dicuba terutamanya dalam cedung hati, kerana ia kurang
toksik berbanding siklosporin. Satu risiko besar pemindahan tisu yang mengandungi
limfosit ialah tindak balas cedung-melawan-perumah (graf-versus-host; GVH). Dalam
penyakit GVH, sel T sitotoksik berpindah masuk ke dalam tisu hos (penerima) dan
memusnahkan sel. Sel T dari cedung hanya boleh menyerang hos jika sistem imun hos tidak
sempurna, sama ada disebabkan oleh penyakit atau dadah-dadah penekan keimunan yang
diberikan kepada hos untuk mencegah penolakan. GVH merupakan suatu masalah besar
apabila sum-sum tulang dipindahkan kepada penerima yang tidak imunokompeten. Limfosit
yang dipindahkan menyerang semua tisu hos, dan jika tidak dirawat dengan berkesan, akan
merosakkan organ-organ penting seperti jantung dan ginjal.
119
maka besar kemungkinannya kalau pertumbuhan tumor, baik pada binatang maupun pada
manusia, dapat dikontrol secara imunologik.
120
ataksi-telangiektasia dan lain-lain, akan ditemukan frekwensi tumor yang lebih tinggi
daripada orang-orang yang normal.
d. lmunosupresif Bila sistem imunologik tertekan, umpamanya disebabkan oleh obat-obatan
(azathioprine, 6-mercaptopurine dll), radiasi atau serum anti-limfosit, maka akan
mengakibatkan suatu kelainan dalam daya tangkap terhadap rangsangan antigen.
e. ToleransiAntigen-antigen yang spesifik seperti pada per-mukaan sel tumor, kadang-
kadang sangat lemah,sehingga tidak cukup untuk dapat merangsang sistem respons
imun.Antigen-antigen yang lemah ini terutama ditemukan pada tumor-tumor yang
disebabkan oleh virus-virus yang mem-punyai periode laten yang panjang, sedangkan
virus-virus dengan periode laten yang pendek, keantigenannya kuat sekali.
121
Pada binatang percobaan, hal ini telah dapat dilakukan dan hasilnya sangat memuaskan.
Untuk dapat dilakukan pada manusia, agaknya masih memerlukan hasil-hasil penyelidikan
yang lebih teliti lagi. Disamping itu untuk mendapatkan sel-sel Iimfosit yang sudah
sensitive spesifik terhadap sel tumor tertentu sangat sulit oleh karena sulitnya mendapatkan
penderita dengan tumor-tumor tertentu serta dapat dijadikan donor.
122
14. Manifestasi Klinik
Reaksi alergik yang segera (imme-diate), terjadi dalam beberapa menit dan ditandai
dengan urtikaria, hipotensidan shok. Bila reaksi itu membahayakan jiwa maka disebut
reaksi anafilaktik.Reaksi ini terutama ditimbulkan oleh antibodi IgE. Reaksi yang cepat
(acce-lerated) timbul dari 1 sampai 72 jam sesudah pernberian obat dan kebanyakan
bermanifestasi sebagai urtikaria. Kadang-kadang berupa rash morbilliform atau edema
larynx. Reaksi yang lambat(late) timbul lebih dari 3 hari dan berupa bermacam-macam
erupsi kulit, serumsickness dan drug fever . Diperkirakan reaksi jenis cepat dan lambat ini
ditimbulkan oleh antibodi IgG, tetapi beberapa reaksi hemolitik dan exanthem dihubungkan
dengan antibodi IgM.Drug fever hampir menyerupai serum sickness , ditandai dengan
peninggian suhu tubuh yang timbul selama suatu pengobatan. Diagnosa keadaan ini pada
umumnya sukar sekali, karena biasanya obat penyebab adalah suatu anti-biotik yang
digunakan untuk pengobatan infeksi yang disertai dengan demam.Drug fever dapat disertai
dengan suatu arter itis, yaitu peradangan multipel pada pembuluh-pembuluh darah kecil.
Bila dibiarkan dapat menimbulkan kerusakan yang berat
16. Pengobatan
Seperti pada penyakit immunologiklainnya, pengobatan alergi obat adalah dengan
menjauhkan/mengeluarkan obat tsb. Pada reaksi anafilaktik, epinephrine merupakan drug of
123
choice . Untuk alergi obat jenis lainnya, dapat digunakan pengobatan simptomatik dengan
antihis-tamin dan kortikosteroid.
124
dalam hipotalamus. Tugasnya mengendalikan sintesa pelepasan hormon-hormon gonado
trophin dari hipofisa.L.H-R.H.ini tampaknya tidak species-specific jadi mungkin sama
untuk spesies yang berdekatan, dan kini hormon ini telah dapat dibuat dalam bentuk murni
secara sintetik. Teoritis imunisasi terhadapL.H-R.H.ini lebih baik dipergunakan pada kaum
pria sebab pada wanita mungkin masih sulit diterima karena ada gangguan haid.
Cara imunisasi ini secara tak langsung mempengaruhi sperma togenesis pada pria,
karena hambatan pada L.H.-R.H. akan diikuti dengan hambatan pada L.H.PadahalL.H.ini
berperanan dalam spermatogenesis.Imunisasi terhadap antigen telur atau trophoblast
(plasenta dini) merupakan kemungkinan lain lagi ; ekstrak dari zona pellucida telur (bagian
terluar dari telur) pada binatang-binatang percobaan dapat menghindarkan
pembuahan,sedang zat-anti terhadap trophoblast telah berhasil mengakhiri kehamilan pada
kelinci dan kera.
Antigen dari plasenta manusia kini sedang dalam penelitian, dan untuk ini belum
dipergunakan manusia, tetapi kera rhesus sebagai binatang percobaannya. Beberapa
penyelidikan lain mengungkapkan kemungkinan imunisasi dengan mempergunakan
konstituen sperma. Dalam beberapa spesies mamalia, termasuk manusia, sperma
mengandung isoenzim tertentu dari lactate dehydrogenase, LDH-X .Zat-anti terhadap enzim
ini dapat merendahkan kesuburan binatang percobaan, baik jantan maupun betina.
Imunisasi ter-hadap suatu proteinase yaitu hyaluronidase dari akrosom sperma juga
merupakan bidang penelitian yang menarik sekali.Pengendalian fertilitas dengan cara
imunologik ini merupakan semacam imunisasi aktip, oleh sebab itu bila imunisasi berhasil,
akan didapatkan penurunan fertilitas yang relatip permanen, atau bahkan suatu sterilitas.
Seperti halnya dengan imunisasi lain, ada juga kemungkinan bahwa lama kelamaan kadar
zat-anti didalam tubuh makin berkurang. Bila demikian halnya, maka akan diperlukan
booster pada waktu-waktu tertentu
125
terhadap manusia akan dijumpai banyak bahaya.Dalam masa dekat ini, tampaknya tujuan
praktis ialah pengobatan dan bukan pencegahan kanker. Berbagai pendekatan imunologik
telah dicoba, antara lain dengan memadukan imuno terapi dan khemoterapi, dimana zat-anti
(antibodi) terhadap tumor diikatkan pada obat-obat sitotoksik untuk di manfaatkan sebagai
pembawa ( carrier ) obat sitotoksik tersebut.Dengan demikian, diharapkan bahwa efek
toksik obat terhadap tumor akan diperbesar sedangkan efek toksik sistem makin kecil
karena obat akan berkumpul pada tumor tersebut.
Dengan cara ini,berhasil menekan pertumbuhan limfoma EL-4 pada tikus-tikus dengan
memberikan chlorambucil yang diikatkan pada antibodi-anti tumor.Cara lain lagi ialah
meningkatkan daya imunogenik tumor,dengan harapan bahwa sistem imunologik tubuh
penderita takan berubah kearah yang menguntungkan tubuh.Jelas bahwa tubuh membuat
suatu respons terhadap tumor didalam tubuhnya, tetapi alasan-alasan mengapa mekanisme
imunologik tersebut gagal melenyapkan tumor masih belumjelas.
Kurang efektipnya respons tubuh dapat disebabkan oleh karena berbagai mekanisme
penghambat misalnya karena ke-ebihan antigen bergabung dengan zat-anti sitolitik
sehingga zat-anti tersebut tidak dapat bekerja terhadap tumor dsb.Berbagai cara telah dicoba
untuk meningkatkan respons imunologik tubuh terhadap tumor, antara lain dengan memakai
adjuvan.Penelitian dengan memakai vaksin BCG telah memberi hasil-hasil positip yang
telah banyak dibicarakan diberbagai majalah kedokteran. Akhir-akhir ini vaksin dari c oR Y
N E-BACTERIUM PARVUM mulai banyak mendapat perhatian.
Sebagai adjuvan, BCG menunjukkan beberapa kelemahan,yaitu BCGa adalah vaksin
hidup, khasiatnya tergantung dari jumlah organisme yang hidup oleh karena itu sering tidak
stabil, lebih-lebih vaksin basah (wet) yang banyak dipakai dalam penelitian kanker tersebut.
Vaksin beku yang dikeringkan ( freeze-dried ) yang banyak dipakai pada vaksinasi terhadap
TBC memang efektip, stabil dan reproducible . Akan tetapi tampaknya vaksin kering-beku
ini kurang efektip dibandingkan dengan vaksin basah.Penggunaan C. parvumsebagai
adjuvan dirintis olehH A L-PERN (12) pada tahun 1963.
Vaksin ini jelas bermanfaat mencegah beberapa jenis tumor pada binatang. 3 tahun
yll.ADLAM SCOTT(13) telah berhasil membuat sediaan vaksin mati dr.C.parvum yang
memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan BCG, yakni : berupa vaksin mati, jadi
mudah di standarisasikan dan dalam dosis yang efektip umumnya dapat diterima dengan
baik oleh manusia dan binatang.Pada pemberian IV atau intraperitoneal pada tikus,
vaksintersebut merangsang pembentukan makrofag dalam jumlah besar, diikuti dengan
pertambahan berat jaringan hati, limpadan paru-paru. Ada kemungkinan bahwa makrofag
tersebut merupakan mediator dari khasiat anti-tumor C.parvum.Dalam percobaan
lain,ScoTT(14) menyuntikkan mastositoma pada telapak kaki tikus-tikus.
126
Biasanya tumor ini akan membunuh tikus tersebut dalam 27hari. Dengan menyuntik
kan C. parvumsecara IV 2 hari setelah implantasi tumor, diperoleh hasil bahwa efek anti-
tumor tersebut naik sebanding dengan dosis,sampai setinggi dosis maksimum yang masih
dapat diterimanya itu 750ug. Didalam salah satu percobaan, waktu hidup rata-rata
meningkat dari 27hari menjadi 49 hari. Dosis tunggal ternyata sama efektipnya dengan
dosis berganda. Pada penelitian lanjutan, dilaporkan bahwa penyuntik kan C parvumintra
tumor memberi hasil yang lebih baik lagi. Dosis yang dipakai hanya 1/10 dosis IV, tetapi
masih mampu memberi perlindungan meskipun disuntikkan 12hari setelah implantasi tumor.
Waktu hidup tikus-tikus tersebut juga makin lama,44% dari tikus tersebut bahkan berhasil
hidup terus, dan tikus yang hidup itu ternyata kemudian kebal terhadap implantasi tumor
yang sama pada kaki lainnya.Hasil-hasil diatas menunjukkan bahwaC parvum
mungkinlebih berkhasiat bila diberikan intra-tumor, akan tetapi pemberian 1V mungkin
lebih bermanfaat terhadap metastasis.Vaksin lain yang kini sedang dalam percobaan ialah
virusvaccinia (cacar lembu) yang biasa dipakai dalam pencacaran.
Sebagai mana halnya dengan BCG,vaksin ini banyak dicoba pada melanoma,tetapi
hasil-hasil yang diperoleh masih variabel.Untuk meningkatkan cell-mediated immunity ,
sedang dipelajari juga suatu obat anthelmintika, yaitu LEVAMISOLE(L-tetramisole). Cara
kerja obat ini masih belum diketahui.Dalam percobaan pendahuluan obat ini berhasil
melindungi tikus-tikus dari kematian akibat pemberian Brucella dalam dosis lethal.
Demikian juga terhadap Staphyllococcus. Karena diperkirakan bahwa obat ini
meningkatkan kekebalan seluler, maka telah dicoba pengaruhnya terhadap tumor
padabinatang. Hasil-hasil pendahuluan memberikan harapan baik.
127
a. Mungkin akan dapat diselidiki zat-zat makanan yang paling berperanan dalam
pembentukan zat-anti, maka sebagai pencegahan atherosclerosis zat makanan
tersebut dapat disingkirkan dari diit.
b. Cara pencegahan primer lain dapat berupa pengubahan/modifikasirespons imun,
seperti pembatasan jumlah protein dalam diit.
c. Obat-obat yang menghambat respons imun (atau menghambat efek-efeknya, seperti
peradangan) dapat dipakai sebagai profilaksis/pengobatan.
d. Mungkin dikemudian hari dapat ditemukan cara mencegah auto imunisasi dengan
cara-cara imunologik.
128
lagi bagian pencengkam akan membentuk bahagian ekor, berfungsi mengeluarkan isyarat
untuk tindakan sistem keimunan.'Diabody' itu berukuran lebih kecil daripada antibodi
semula, jadi mereka lebih mudah menembus tisu badan.
Apabila antibodi semula jadi 'memerangkap' bendasing, maka bagian ekor akan
mengeluarkan bahan gumpalan protein dalam serum darah, yang dipanggil
pelengkap.Protein ini akan menyerang dan memusnahkan sel yang telah 'diperangkap' tadi
selain memberi isyarat kepada sel darah putih, phagocytes dan monocytes yang akan
'menghadang' bendasing itu.Pada kebiasaannya, pelengkap protein yang untuk
memusnahkan benda asing itu, adalah berukuran besar dipanggil CIq, yang akan mengikat
dengan bagian ekor antibodi.Untuk memantapkan kesan dan tindakan sistem keimunan,
para penyelidik mencipta satu set 'pencengkam' antibodi yang hanya mengikat CIq ini.
Setelah pencengkam itu mengikat CIq, kumpulan saintis itu 'menumbuhkan' satu set
pencengkam yang mampu berfungsi ke atas satu model antigen, yang dipanggil 'hen egg
lysozyme'.Kertas penyelidikan pada Julai bertajuk 'Nature Biotechnology' (kandungan 15,
muka surat 629) menjelaskan bagaimana menambah 'diabody' ke sel darah merah bebiri
yang telah dijangkiti dengan 'hen egg lysozyme' itu dan hasilnya adalah positif.Di Malaysia,
para penyelidik menghasilkan penemuan bertaraf dunia apabila mereka mengenal pasti
kedudukan HHV-7 dalam air liur yang mungkin boleh digunakan untuk menghalang virus
HIV. Walaupun virus HHV-7 telah ditemui pada 1990 oleh Dr. Niza Frankel dari
University of New York, Amerika Syarikat (AS) pada 1990, tetapi saintis masih belum
mengetahui kedudukan virus berkenaan dalam tubuh manusia.
129
DAFTAR PUSTAKA
Anief M, 2007, Apa yang Diketahui tentang Obat. Yogyakarta: GADJAH MADA
UNIVERSITY PRESS.
Dwi, F.Y. 2010. Efek samping obat. Jakarta: Hilal Ahmar.
Ikawati, Z. 2010. Cerdas mengenali obat. Yogyakarta: Kanisius
130