Anda di halaman 1dari 93

RENOVASI BAGAS GODANG DAN SOPO GODANG

MENURUT PEWARIS DAN MASYARAKAT


Studi Kasus Pada Bagas Godang dan Sopo Godang Di Pidoli Dolok

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Dan Memenuhi Persyaratan Ujian


Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial

Oleh :

IMAN SULAIMAN
020905008

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008

Universitas Sumatera Utara


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh

Nama : Iman Sulaiman

NIM : 020905008

Departemen : Antropologi

Judul : Renovasi Bagas Godang dan Sopo Godang

Menurut Pewaris dan Masyarakat

Pembimbing Skripsi Ketua Departemen

( Drs. Agustrisno, M.Sp ) ( Drs. Zulkifli Lubis, MA )

Nip. 131 659 306 Nip.131 882 275

Dekan Fisip USU

( Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA )


Nip. 131 757 010

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karuniaNya kepada penulis. Karena dengan rahmat dan

karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tulisan ini. Adapun skripsi ini disusun

sebagai tugas akhir guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana

Antropologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Sumatera

Utara.

Judul Skripsi ini adalah “Renovasi Bagas Godang dan Sopo Godang

Menururt Pewaris dan Masyarakat”. Penelitian ini dilakukan di desa Pidoli Dolok,

Penyabungan.

Selanjutnya penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak akan dapat

diselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis

mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu

penulis dalam menyelesaikan tulisan ini. Rasa terimakasih sedalam-dalamnya

penulis sembahkan kepada kedua orang tua penulis, yaitu kepada Alm. Ayahanda

Ir. H. Sumarli dan kepada Ibunda Hj. Suparmi yang selalu memberikan kasih

sayangnya kepada penulis. Dan beserta dukungan dari kakanda Ir. H. Sri Utami,

MP dan keluarga, kakanda Irwani Wisudewi, SS, SPd dan keluarga, abangda Tri

Harto Gunawan, SE, MM dan keluarga, abangda Ir. H. Budi Budoyo dan keluarga,

yang mendorong semangat dan inspirasi dari awal kuliah hingga tugas akhir ini

telah selesai.

Kepada keluarga dan saudara-saudara penulis, penulis ucapkan banyak

terimakasih. Karena berkat dorongan dan bantuan moril dan materil yang diberikan

maka penulis dapat menyelesaikan penulisan ini.

Universitas Sumatera Utara


Kemudian penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan sedalam-

dalamnya kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Zulkifli Lubis, M.A, selaku Ketua Departemen Antropologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Agustrisno, M.Sp, Selaku Dosen Penasehat Akademik

sekaligus dosen pembimbing skripsi penulis.

4. Bapak dan Ibu staf pengajar di Departemen Antropologi dan staf

pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

5. Kepada Yulita Suyatmika, SE. yang selalu setia memberikan bantuan

dan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan tulisan ini.

6. Kepada rekan-rekan yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan

tulisan ini. Seperti :Hovni Dede Sihombing, S.Sos, Aulia Kemala Sari,

S.Sos, Indra Suryadarma, Sri Yulianingsih, Fery Purba, ST, Lerry

Fernando, ST, rekan-rekan Vector-Net dan rekan-rekan Dream-Net

7. Serta seluruh kerabat Antropologi FISIP USU, dan kerabat-kerabat

Antropologi 2002 yang selalu memberikan inspirasi dan semangat

kepada penulis serta yang lainnya yang tidak bisa saya sebutkan

semuanya.

Medan, September 2008

Iman Sulaiman

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Bab I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………………………………….………………………1

1.2 Ruang Lingkup Penelitian…………………………………………......10

1.3 Lokasi Penelitian………………………………………………………10

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………………………...11

1.5 Tinjauan Pustaka ………………………………………………………12

1.6 Metode Penelitian …………………………………………………..….16

1.6.1 Tipe Penelitian…………..………………………………….16

1.6.2 Teknik Pengumpulan data . …………………….………….16

1.6.3 Analisa Data ………………………..………..…………....18

Bab II

Gambaran Umum lokasi penelitian……………………..…………………………19

2.1. Sejarah …………………...………………………….………………….19

2.1.1. Sejarah Mandailing …………………….…………………...19

2.1.2 Sejarah Panyabungan ……………..………….…………..….26

2. 2. Letak dan Kondisi Geografis ……………...…………………………...27

2.2.1. Letak dan Batas- batas Mandailing ……...………..………. .27

2.2.2. Letak dan Batas- batas Penyabungan ……..…….…..………29

2. 3 Kondisi Demografi ……………………………….……………………..29

2.3.1. Etnik Mandailing………...………………..………………...29

Universitas Sumatera Utara


2.3.2. Agama dan Etnisitas ……………….....…………………….30

2. 4. Keterjangkauaan ……………………………..… ……………………..30

2.4.1. Sarana Jalan dan Prasarana Transportasi …………………..30

2.5. Potensi Ekonomi……………………………………………………..31

2.5.1. Kekayaan Alam ……………………………………………31

2.5.2. Mata Pencaharian ………………………………………….32

Bab III

Bangunan Adat Daerah Mandailing ……………………......................................37

3.1 Lokasi Penyebaran Rumah Adat Mandaling,

Bagas Godang dan Sopo Godang…………………………………….37

3.2 Fungsi Bagas Godang dan Sopo Godang ……………………………39

3.3 Bagas Godang dan Sopo Godang di Pidoli Dolok …………………..41

Bab IV

Renovasi Bagas Godang dan Sopo Godang di Pidoli Dolok ……………………46

4.1 Perubahan Pada Renovasi Bagas Godang …………..……………….46

4.1.1 Bahan Atap ………………………………………………...46

4.1.2 Bentuk Tiang ………………………………………………47

4.1.3 Dasar Tiang ……………………………………….………..47

4.1.4 Bentuk Ruangan Dalam Bangunan ………..……………….47

4.1.5 Isi Ruangan Utama ………………………………………...48

4.1.6 Bentuk Dinding Teras Depan ........………………………...48

4.1.7 Ruangan Dapur …………………………….………………48

Universitas Sumatera Utara


4.2 Perubahan Pada Renovasi Sopo Godang…………….……………....50

4.2.1 Bahan Atap ……………………...………………………...50

4.2.2 Tiang penyangga tengah …………………………………..50

4.2.3 Dasar Tiang ………………………………………………..51

4.2.4 Bentuk Tiang ………………………………………………51

4.2.5 Dinding Pada Sekitar Ruang ………………………………51

4.3 Nilai- Nilai Yang Diubah Pada Renovasi Bagas Godang …………...52

4.4 Nilai- Nilai Yang Diubah Pada Renovasi Sopo Godang …………….53

4.5 Bagian Yang Dipertahankan Pada Renovasi Bagas Godang ………...54

4.5.1 Bentuk Atap ………………………………………………..54

4.5.2 Rumah Panggung …………………………………………..54

4.5.3 Jumlah Anak Tangga ………………………………………55

4.5.4 Tiang Penyangga Berjumlah Ganjil ………………………..56

4.5.5 Bahan Tiang yang Dibuat dari Kayu ……………………....56

4.5.6 Bahan Dasar Dinding rumah ……………………………….56

4.5.7 Pewarnaan ………………………………………………….56

4.5.8 Halaman Yang Luas ……………………………………….57

4.5.9 Letak Bangunan …………………………………………...57

4.5.10 Ornamen Pada bagian Atap ………………………………57

4.6 Bagian Yang Dipertahankan Pada Renovasi Sopo Godang………….66

4.6.1 Bentuk Atap ………….…………………………………….66

4.6.2 Jumlah Tiang……………………………………………….66

4.6.3 Bahan Tiang ……………………………………………….66

4.6.4 Dinding Penutup Samping .……………………………......67

Universitas Sumatera Utara


4.6.5 Jumlah Anak Tangga ………………………………………67

4.7 Nilai- Nilai yang Dipertahankan Pada Renovasi Bagas Godang …….67

4.8 Nilai- Nilai Yang Dipertahankan pada renovasi Sopo Godang ……..68

Bab V

Kesimpulan ………...……………………………………………………………71

DAFTAR PUSTAKA

Universitas Sumatera Utara


Abstrak

Salah satu kekayaan budaya masyarakat Mandailing terwujud dalam


bentuk seni bangunan. Bangunan tersebut dinamakan Bagas Godang dan Sopo
Godang. Keberadaan Bagas Godang dan Sopo Godang pada sebuah desa atau
huta yang menandakan bahwa wilayah tersebut telah ada tatanan masyarakat
dengan peraturan dan pemerintahannya.
Bagas Godang merupakan sebuah bangunan yang diperuntukan bagi
tempat tinggal raja dan keluarganya. Sementara Sopo Godang berfungsi sebagai
bangunan yang diperuntukan bagi kegiatan-kegiata pertemuan masyarakat dan
kegiatan pertunjukan kesenian.
Dalam hal pembangunannya, Bagas Godang dan Sopo Godang
menyertakan persyaratan-persyaratan tertentu. Dan dalam beberapa bagian
banguna terkandung nilai-nilai yang tertentu pula. Dimana nilai- nilai ini
diperlambangkan dalam bentuk, bahan, maupun rupa bangunan.
Salah satu Bagas Godang dan Sopo Godang yang terdapat wilayah
Mandailing adalah Bagas Godang dan Sopo Godang ynag terdapat diPidoli Dolok
.Sama seperti Bagas Godang dan Sopo Godang diwilayah lain bangunan ini
memiliki fungsi, nilai dan bentuk yang khas.
Sekitar lima belas tahun yang lalu bangunan ini telah mengalami renovasi.
Renovasi dimaksudkan agar bangunan terhindar dari kerusakan dan dapat
dilestarikan keberadaannya. Namun dalam renovasi tersebut terdapat beberapa
bagian yang diubah dan dipertahankan bentuknya seperti sebelum direnovasi.
Maka tulisan ini akan mebahas mengenai bagian-bagian apa yang mengalami
perubahan serta nilai-nilai yang terkandung dalam perubahan tersebut. Serta
membahas bagian-bagian yang dipertahankan beserta nilai-nilai yang terkandung
didalamnya.

Universitas Sumatera Utara


Abstrak

Salah satu kekayaan budaya masyarakat Mandailing terwujud dalam


bentuk seni bangunan. Bangunan tersebut dinamakan Bagas Godang dan Sopo
Godang. Keberadaan Bagas Godang dan Sopo Godang pada sebuah desa atau
huta yang menandakan bahwa wilayah tersebut telah ada tatanan masyarakat
dengan peraturan dan pemerintahannya.
Bagas Godang merupakan sebuah bangunan yang diperuntukan bagi
tempat tinggal raja dan keluarganya. Sementara Sopo Godang berfungsi sebagai
bangunan yang diperuntukan bagi kegiatan-kegiata pertemuan masyarakat dan
kegiatan pertunjukan kesenian.
Dalam hal pembangunannya, Bagas Godang dan Sopo Godang
menyertakan persyaratan-persyaratan tertentu. Dan dalam beberapa bagian
banguna terkandung nilai-nilai yang tertentu pula. Dimana nilai- nilai ini
diperlambangkan dalam bentuk, bahan, maupun rupa bangunan.
Salah satu Bagas Godang dan Sopo Godang yang terdapat wilayah
Mandailing adalah Bagas Godang dan Sopo Godang ynag terdapat diPidoli Dolok
.Sama seperti Bagas Godang dan Sopo Godang diwilayah lain bangunan ini
memiliki fungsi, nilai dan bentuk yang khas.
Sekitar lima belas tahun yang lalu bangunan ini telah mengalami renovasi.
Renovasi dimaksudkan agar bangunan terhindar dari kerusakan dan dapat
dilestarikan keberadaannya. Namun dalam renovasi tersebut terdapat beberapa
bagian yang diubah dan dipertahankan bentuknya seperti sebelum direnovasi.
Maka tulisan ini akan mebahas mengenai bagian-bagian apa yang mengalami
perubahan serta nilai-nilai yang terkandung dalam perubahan tersebut. Serta
membahas bagian-bagian yang dipertahankan beserta nilai-nilai yang terkandung
didalamnya.

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Indonesia adalah salah satu negara kepulauan yang memiliki berbagai

budaya yang dilatarbelakangi suku dari berbagai daerah masing-masing. Masing-

masing budaya memiliki ciri khas berdasarkan daerah yang disesuaikan dengan

daerah dan kondisi masyarakat yang ada di daerah tersebut. Budaya yang ada

tersebut masih bersifat tradisional dan ada yang masih primitif. Budaya yang ada

itulah yang mengatur kehidupan manusia yang ada dalam masyarakatnya.

Manusia dalam hidupnya, berupaya untuk menciptakan lingkungan yang

utuh, dengan tujuan agar dirinya dapat menampung semua kebutuhannya, baik

kebutuhan sebagai tempat tinggalnya, untuk tempat berusaha, ataupun untuk

melaksanakan kegiatan aktivitas sosial budayanya (Budiharjo, 1997:3). Segala

upaya yang dilakukan manusia dalam mempertahankan hidupnya diwujudkan

dalam berbagai hasil karya cipta manusia itu sendiri. Salah satu wujud dari hasil

karya manusia tersebut bisa dilihat dari bangunan adat yang dilengkapi dengan

ornamen-ornamennya. Bangunan tersebut biasanya bercirikan budaya yang ada

pada suatu suku bangsa. Setiap budaya memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda

satu dengan yang lainnya.

Keanekaragaman budaya Indonesia yang tersebar luas di beberapa daerah

kepulauan Nusantara ini memiliki nilai-nilai estetis yang tinggi, terutama dilihat

dan diukur dari kadar nilai seninya. Seni bangunan, seni tari, seni kerajinan, seni

pahat, seni ukir, seni hias atau seni ornamen, dan lain sebagainya, merupakan

Universitas Sumatera Utara


jenis-jenis ragam budaya yang dimiliki daerah-daerah setempat yang berciri

tradisional. Bahkan seni sastra daerah terus menerus dipelihara dan dijaga

kelestariannya, dalam bentuk ungkapan cerita atau dongeng yang selalu hidup

terus di kalangan masyarakat. Banyak ragam seni tersebut yang masih terpelihara

sampai sekarang, misalnya sastra daerah, nyanyian, puisi maupun seni tari dan

seni ukir yang di dalamnya tersimpan berbagai makna dari falsafah hidup yang

biasa terdapat di ukiran rumah adat dari daerah yang bersangkutan. Budaya yang

ada tersebut terus dijaga dan selalu dilakukan berbagai upaya untuk

melestarikannya.

Keanekaragaman budaya yang terdapat di Indonesia, memiliki suatu tradisi

budaya yang kuat dan berciri khas kedaerahan. Perbedaan tersebut dikarenakan

keadaan masyarakat pada sukunya masing-masing yang telah diwariskan secara

turun menurun. Salah satu ciri kebudayaan yang ada di suatu daerah dapat dilihat

dari bangunan tradisionalnya. Bentuk bangunan tradisional yang merupakan ciri

suatu suku akan diungkapkan dalam tulisan ini. Bentuk bangunan yang akan

dibahas yaitu bangunan tradisional yang berasal dari suku Mandailing.

Pada saat sekarang ini, masih banyak kita temui bangunan-bangunan

tradisional yang masih terpelihara keaslianny. Bangunan tradisional memiliki arti

yang sangat penting bagi masyarakatnya. Bangunan tradisioanl erat kaitannya

dengan budaya yang ada pada masyarakat yang menggambarkan kehidupan sosial

masyarakat di daerah tersebut. Salah satu bangunan tradisional yang masih dijaga

kelestariannya adalah bangunan rumah adat atau rumah yang diadatkan.

Universitas Sumatera Utara


Bangunan rumah adat dari daerah Mandailing adalah salah satu contoh

karya manusia, yang sangat kaya dengan hiasan simbol-simbol yang berbentuk

ragam ornamen. Nilai-nilai simbolis yang ada pada ornamen-ornamen tersebut

sangat erat kaitannya dengan kehidupan adat dan kebiasaan budaya dari nenek

moyang masyarakat. Keberadaan karya bangunan atau arsitektur tradisional

Mandailing menurut para ahli diperkirakan sudah ada sejak abad ke-14.

Seperti yang tercantum dalam satu syair ke-13 Kakawin Negarakertagama

hasil karya Prapanca (1287 Caka/1365 M), yang dikatakan bahwa: “Daerah-

daerah di luar Jawa yang pernah dibawah pengaruh Majapahit pada abad ke-14,

diantaranya ada disebutkan kata Mandailing”. Hal ini membuktikan bahwa pada

masa itu, peradaban kebudayaan Mandailing sudah berkembang, dikenal, dan

tersohor dikalangan penduduk dari daerah lainnya.

Bangunan arsitektur tradisional Mandailing adalah bukti budaya fisik yang

memiliki peradaban yang tinggi. Sisa-sisa peninggalan arsitektur tradisional

Mandailing masih dapat kita lihat sampai sekarang ini dan merupakan salah satu

dari beberapa peninggalan hasil karya arsitektur tradisional bangsa Indonesia yang

patut mendapat perhatian dan dipertahankan oleh Pemerintah dan masyarakat baik

secara langsung baik tidak langsung.

Secara fisik, bentuk dan struktur bangunan rumah adat Mandailing diduga

sangat arif dalam menyikapi situasi dan perilaku alam yang terdapat pada alam

sekitarnya. Hiasan yang terdapat pada bangunan rumah tradisional Mandailing

mengandung berbagai arti simbolik yang berkaitan dengan kehidupan sosial

budaya masyarakat Mandailing. Bangunan tradisional ini merupakan salah satu

Universitas Sumatera Utara


ciri atau identitas masyarakat Mandailing. Kenyataan inilah yang menjadikan

bukti bahwa sebuah karya bangunan tradisional Mandailing masih ada sampai

sekarang dan terus dipelihara oleh setiap generasinya walaupun beberapa bagian

bangunan tradisional tersebut telah mengalami perubahan yang disesuaikan

dengan kondisi masyarakat sekarang ini.

Karya bangunan arsitektur tradisional Mandailing adalah bentuk upaya

kreativitas orang-orang Mandailing dalam berinteraksi antara dirinya dengan

lingkungan alam atau lingkungan fisiknya. Interaksi antara manusia dengan

pengalaman hidupnya sebagai makhluk berbudaya, dan juga interaksi antara

eksistensi dirinya bersama dengan yang lain, sebagai makhluk yang hidup

bersosial.

Dalam kehidupan sehari-hari sebagai makhluk bersosial, masyarakat

Mandailing memiliki garis keturunan yang ditarik dari pihak laki-laki (patrilineal)

yang dikenal dengan istilah marga. Ada sembilan marga yang diyakini oleh

masyarakat Mandailing. Marga-marga tersebut antara lain adalah marga:

Nasution, Hasibuan, Lubis, Pulungan, Rangkuti, Matondang, Daulay, Regar,

Harahap, Dalimunte dan lain sebagainya. Masyarakat Mandailing dalam

kehidupan sosial juga mengenal adanya lapisan sosial yang terdiri dari tiga

tingkatan, masing-masing yang umum disebut : namora-mora (kaum bangsawan),

“alak najaji” atau “alak na bahat” (orang kebanyakan), dan “hatoban” (hamba

sahaya) 1.

1
Pandapotan Nasution, H, “ Adat Budaya-Mandailing Dalam Tantangan Zaman “ FORKALA
Prov.Sum.Utara, 2005.

Universitas Sumatera Utara


Rumah adat atau arsitektur bangunan tradisional Mandailing, diantara

dikenal dengan sebutan Bagas Godang dan Sopo Godang. Bagas Godang

merupakan rumah besar yang dahulu menjadi tempat tinggal atau tempat

peristirahatan para Raja yang dibangun secara bergotong royong oleh masyarakat

Mandailing. Bagas Godang biasanya juga dibangun berpasangan dengan sebuah

balai sidang adat yang terletak dihadapan atau persisnya bersebelahan dengan

rumah Raja. Balai sidang adat tersebut dinamakan Sopo Godang. Bangunan pada

Bagas Godang mempergunakan tiang-tiang besar yang berjumlah ganjil dan anak

tangganya juga berjumlah ganjil.

Sopo Godang dibangun tanpa menggunakan dinding atau penutup. Hal ini

melambangkan bahwa pemerintahan dalam suatu perkampungan, yang disebut

Huta, adalah pemerintahan yang demokratis. Semua sidang adat dan pemerintahan

dapat dilihat secara langsung dan bebas disaksikan dan didengar oleh masyarakat

di dalam satu “Huta” (kampung). Sopo Godang digunakan oleh Raja dan tokoh-

tokoh Na Mora Na Toras, sebagai wakil rakyat untuk tempat mengambil

keputusan-keputusan yang sangat penting dan juga memiliki fungsi menerima

tamu-tamu terhormat.

Bagas Godang senantiasa didampingi oleh sebuah Sopo Godang yang

posisinya biasanya tepat di depan bangunan Bagas Godang. Pembangunan sebuah

Bagas Godang membutuhkan halaman yang cukup luas. Halaman Bagas Godang

tersebut dinamakan Alaman Bolak Silangse Utang (halaman luas pelunas hutang)

”semua warga masyarakat yang berada di sekitarnya, jika ingin mencari

perlindungan dari ancaman yang membahayakan dirinya boleh mendapat

Universitas Sumatera Utara


keselamatan dalam halaman ini. Menurut adat Mandailing pada saat orang yang

sedang dalam bahaya memasuki halaman ini, ia akan dilindungi oleh Raja, dan

tidak boleh diganggu-gugat, walaupun orang tersebut bersalah ataupun benar.

Hasil karya arsitektur tradisional Mandailing masih dapat dilihat dari

peninggalan rumah-rumah adat berupa Bagas Godang dan Sopo Godang yang

tersebar di Kecamatan Penyabungan, Kecamatan Kotanopan dan Kecamatan

Muara Sipongi. Rumah-rumah adat ini merupakan peninggalan dari kerajaan-

kerajaan yang ber-marga Lubis yang berada didaerah Mandailing Julu (berada

pada daerah kawasan Kotanopan), dan kerajaan-kerajaan marga Nasution di

daerah Mandailing Godang (berada pada daerah kawasan Penyabungan).

Peninggalan masa kerajaan marga Lubis dapat dijumpai di Singengu,

Sayur Maincat, Tambangan, Manambin, Tamiang dan Pakantan yang ditandai

dengan masih berdirinya Bagas Godang Raja Panusunan Singengu, Bagas

Godang dan Sopo Godang Raja Panusunan Pakantan, Bagas Godang dan Sopo

Godang Raja Pamusuk Hutanagodang (wilayah kerajaan Manambin) dan

reruntuhan Bagas Godang Raja Panusunan Tamiang, yang dimaksud dengan

Raja Panusunan ini merupakan raja tertinggi dari kesatuan beberapa huta,

sedangkan Raja Pamusuk merupakan raja yang berada di bawah Raja Ihutan yang

memimpin satu huta2 saja.

2
Huta merupakan suatu tempat pemukiman masyarakat dalam perkampungan didalam komunitas
masyarakat Mandiling.

Universitas Sumatera Utara


Peninggalan masa kerajaan yang bermarga Nasution berada di

Panyabungan Tonga yang masih berdiri dan meninggalkan sebuah bangunan

Bagas Godang Raja Panusunan Panyabungan dan Sopo Godangnya. Selain itu

juga terdapat beberapa peninggalan rumah untuk tempat tinggal yang berbentuk

Sopo Godang seperti yang terdapat di Hutasiantar, Pidoli Dolok, Panyabungan

Tonga, Gunung Baringin, Hutadangka, Tobang, Botung, Husortolang, Muarasoro

dan Muara Sipongi.

Bukanlah suatu gejala yang baru apabila kian hari jumlah arsitektur

tradisional seperti Bagas Godang maupun Sopo Godang tersebut semakin

berkurang. Bangunan arsitektur tradisional tersebut merupakan penjelmaan atau

cerminan sosiokultural3 di jamannya, yang barangkali dirasakan tidak lagi sesuai

dengan kondisi dan kenyataan kehidupan yang ada disaat ini. Hal itu

dimungkinkan karena posisi geografis maupun terpaan kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi saat ini sudah demikian berkembang. Ataupun juga

disebabkan oleh pengaruh budaya lain yang telah melandanya, sehingga nilai-

nilai yang tidak lagi relevan mengalami perubahan, atau dimodifikasi sesuai

dengan keadaan sekarang. Benturan nilai budaya inilah yang melatar belakangi

bentuk perkembangan dan selera arsitektur yang ada sekarang di daerah

Mandailing.

Bangunan arsitektur sekarang tampak lebih beranekaragam dan majemuk.

Namun apakah sudah menunjukkan keramahan atau keharmonisan lingkungan

fisik maupun sosiokulturalnya, sebagaimana yang sudah dimiliki oleh nenek

3
Sosiokultural persamaan sosial budaya

Universitas Sumatera Utara


moyangnya di jaman dahulu. Menurut Bruno Zevi, pembangunan modern yang

ada sekarang justru tidak memiliki kepedulian yang semacam itu. 4

Berdasarkan hasil penelitian awal oleh penulis di daerah Penyabungan

dengan menggunakan kamera photo ternyata telah banyak terjadi perubahan. Atap

bangunan yang pada awalnya menggunakan bahan ijuk enau (gambar1), telah

diganti dengan bahan dari seng (gambar 2). Hal ini disebabkan oleh seng lebih

praktis, tahan lama, terjamin mutunya dan mudah mendapatkannya.

Gambar 1. Sopo Godang yang menggunakan bahan ijuk enau.

4
Maryono, Irawan & dkk, 1982: 6

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2 : Sopo Godang yang menggunakan bahan atap dari seng/asbes

Pewaris merupakan garis keturunan dari Raja yang terdahulu, dan

diberikan kekuasaan sebagai generasi penerus untuk memelihara Bagas Godang

maupun Sopo Godang agar tidak punah oleh perkembangan zaman. Pada

kenyataannya, bangunan Bagas Godang dan Sopo Godang mulai dari

bangunannya, maupun dari cara pemanfaatannya telah mengalami renovasi dan

perubahan. Bangunan dapur Bagas Godang juga telah direnovasi menjadi

bangunan dapur berdindingkan tembok batu, sedangkan dahulunya dibangun

dengan menggunakan dinding kayu. Mungkin hal ini disebabkan, karena saat ini

harga kayu lebih mahal dan semakin sulit mendapatkannya. Cat-cat pewarna yang

melekat juga, sudah menggunakan produk-produk yang tersedia pada saat

sekarang ini.

Universitas Sumatera Utara


1. 2. Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas yang menjadi

permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Pemaknaan para generasi pewaris maupun masyarakat setempat dalam

melakukan renovasi terhadap sosok bangunan arsitektur Bagas Godang

maupun Sopo Godang tersebut?

2. Nilai-nilai apa yang terus dilestarikan ketika merenovasi bangunan

arsitektur tersebut?

3. Mengapa nilai tersebut, terus dilestarikan? Sebaliknya nilai-nilai apa yang

dirobah atau dimodifikasikan ketika melakukan renovasi. Apa alasannya,

mengapa hal itu dapat dilakukan?

Berdasarkan ruang lingkup penelitian yang dipaparkan diatas tersebut, maka

penulis terdorong untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai bangunan

tradisional pada masyarakat Mandailing yang disebut dengan Bagas Godang dan

Sopo Godang.

1. 3. Lokasi Penelitian

Penelitian terhadap bangunan tradisional masyarakat Mandailing ini

dilakukan di Desa Pidoli Dolok, Panyabungan Tonga, Kecamatan Penyabungan,

Kabupaten Mandailing Natal. Pemilihan lokasi penelitian di daerah ini disebabkan

karena di daerah ini banyak terdapat bangunan Bagas Godang dan Sopo Godang

yang telah mengalami proses renovasi yang dilakukan oleh pewaris dari rumah

adat tersebut.

Universitas Sumatera Utara


1. 4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapat gambaran tentang penilaian

ataupun pemaknaan terhadap bangunan arsitektur seperti Bagas Godang dan

Sopo Godang tersebut. Hal-hal apa saja yang harus terus dipertahankan atau

dilestarikan, dan sebaliknya hal apa saja yang boleh dirubah ketika dilakukan

renovasi terhadap bangunan tersebut. Manfaat dari penelitian ini dapat dilihat dari

dua sisi yaitu :

1. Secara akademis dapat menambah pemahaman tentang nilai-nilai kehidupan

masyarakat Mandailing disaat melakukan renovasi terhadap peninggal-

peningalan budaya fisik yang mereka warisi, khususnya terhadap bangunan

arsitektur Bagas Godang dan Sopo Godang.

2. Secara praktis penelitian ini bisa dimanfaatkan atau menjadi kontribusi,

khususnya terhadap masyarakat Indonesia yang berkecimpung dibidang

developer. Sungguh berguna dalam menentukan strategi kebijakan yang

berkaitan dengan hal-hal yang menyentuh nilai-nilai kehidupan budaya fisik

di dalam masyarakat.

Universitas Sumatera Utara


1. 5. Tinjauan Pustaka

Bagas Godang dan Sopo Godang adalah wujud bangunan arsitektur

tradisional. Wujudnya tentu tidak terlepas dari ungkapan nilai-nilai sosiokultural

kehidupan masyarakat Mandailing. Jika kita melihat dari sisi fungsinya, dapat

digolongkan sebagai salah satu unsur kebudayaan, yaitu: sistem teknologi ataupun

peralatan hidup, yang berguna sebagai tempat berteduh dan berlindung terhadap

kondisi-kondisi lingkungan alamnya.

Bangunan arsitektur itu sendiri adalah yang pertama adalah kulit tubuh

manusia itu sendiri, kulit yang kedua adalah busana dan kulit yang ketiga bagi

manusia penghuninya, yaitu berfungsi sebagai tempat untuk berlindung terhadap

ganasnya lingkungan alam, berdasarkan penjelasan mengenai sistem arsitektural

yang telah dijabarkan sebelumnya maka fungsi Bagas Godang dan Sopo Godang

termasuk pada kulit ketiga dari sistem arsitektural, yaitu sebagai tempat untuk

berlindung dari ganasnya lingkungan alam, sistem arsitektural Bagas Godang dan

Sopo Godang juga memiliki peranan lainnya yaitu sebagai tempat tinggal yang

memiliki nilai-nilai adat.

Arsitektur seperti Bagas Godang maupun Sopo Godang juga digolongkan

sebagai unsur kebudayaan yang mengandung corak berupa ungkapan rasa

keindahan, atau seni yang mengandung nilai-nilai estetika. Oleh karena itu di

dalamnya melekat upaya-upaya kemanusiaan dalam rangka mengekspresikan

dirinya. Curahan yang terdapat dari dalam batin manusia di zamannya, sehingga

terciptalah hasil yang sering kali dinamakan seni arsitektur tradisional.

Universitas Sumatera Utara


Arsitektur tradisional Mandailing yang terdapat sekarang sudah jauh

berbeda dengan struktur bangunan yang aslinya maka dalam hal ini,

keberadaannya lebih ditekankan dari sudut perspektif atau pandangan sistem

pengetahuan para pewarisnya. Para pewaris dimaksud tidak hanya pewaris

langsung atau keturunan dari pemiliknya saja, tetapi dapat juga warga masyarakat

biasa yang bukan tergolong keturunan dari si-pemilik bangunan.

Masyarakat biasa secara tidak langsung adalah pewaris nilai-nilai akan

arsitektur tradisional tersebut. Upaya mengkaji arsitektur tradisional Mandailing

semacam itu tidak terlepas dari pengertian-pengertian tentang konsepsi-konsepsi

budaya.

Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya

manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia

dengan belajar (Koentjaraningrat, 1980:193), dan dari definisi kebudayaan ini

Bagas Godang dan Sopo Godang dapat dikatakan sebagai hasil karya manusia,

untuk menjadikan sebagai suatu hasil karya manusia diperlukan adanya proses

penyampaian hasil karya tersebut kepada generasi selanjutnya, proses transmisi

ini meliputi cara pandang, cara pembuatan maupun penggunaan yang dapat

diperoleh melalui tiga wujud kebudayaan yang secara singkat dapat dituliskan

sebagai berikut, yaitu : wujud ide/gagasan, wujud sistem sosial, dan wujud

kebudayaan fisik

Ketiga wujud kebudayaan ini berjalan seiring dan berkaitan serta dalam

penjelasan suatu fenomena kebudayaan ketiga wujud kebudayaan tersebut tidak

dapat dipisahkan namun dapat dijelaskan secara terpisah.

Universitas Sumatera Utara


Dari definisi dan wujud kebudayaan tersebut Bagas Godang dan Sopo

Godang dalam penelitian ini dapat dilihat sebagai suatu bagian dari kebudayaan

fisik, tetapi juga dapat bersifat ide dan gagasan mengenai Bagas Godang dan

Sopo Godang yang merupakan suatu karya kognitif yang menjadi milik

masyarakat Mandailing, untuk memperkuat hal ini digunakan analisis folklor,

dimana folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan

diwariskan secara turun temurun, diantara kolektif macam apa saja, secara

tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh

yang disertai dengan gerak isyarat atau alat peraga pembantu pengingat

(mnemonic device) (James Danandjaja, 1986:2).

Karena fokus perhatian penelitian ini tidak hanya tertuju semata pada

wujud konkret arsitektur saja, teapi juga erat berkaitan dengan hal-hal yang

bersifat abstrak yaitu mengenai nilai-nilai ataupun sistem pengetahuan para

pewarisnya. Bagaimana mereka merenovasi struktur bangunan arsitektur sehingga

terwujud sebagaimana adanya saat ini.

Kalau dahulu arsitektur tradisional Bagas Godang dan Sopo Godang

dibuat sedemikian rupa karena memiliki nilai-nilai simbol pada bangunan dengan

motif dan corak yang mencerminkan sifat-sifat Raja dalam menjalani kekuasaan

yang juga arif terhadap masyarakatnya, yang mana bangunan bagian atap

berbentuk seperti perahu yang melengkung dan menyerupai tanduk kerbau yang

melambangkan bahwa Raja memiliki sifat yang keras dalam segala apapun, dan

dalam peperangan tidak ada kata mundur terus maju tanpa menyerah terhadap

lawannya.

Universitas Sumatera Utara


Saat ini zaman telah berubah berbagai bangunan arsitektur tradisional

seperti Bagas Godang maupun Sopo Godang khususnya di daerah Penyabungan

telah dilakukan renovasi, sehingga mengalami adanya perbedaan ataupun

perobahan dari bentuk aslinya. Bagaimana sistem pengetahuan atau cara para

pewaris melakukan perobahan tersebut tentu saja hal ini erat kaitannya dengan

kajian-kajian mengenai kebudayaan. Kebudayaan dalam hal ini lebih dimengerti

sebagaimana dikatakan oleh Parsudi Suparlan (1981), yang menyatakan bahwa:

............“keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial, yang


digunakan untuk menginterpretasikan dan memahami lingkuangan yang
dihadapi, dan untuk menciptakan serta mendorong terwujudnya
kelakuan”.

Oleh karena itu kebudayaan berfungsi dapat menjadikan seseorang individu

membuat sistem pengkategorisasian terhadap keanekaragaman yang ada di

lingkungan hidupnya secara lebih sederhana. Dapat membuat identifikasi,

membuat metode yang sistematis, memprediksi kemungkinan yang terjadi, serta

membuat model-model berpikir yang khas dalam rangka menginterpretasikan

lingkungan hidupnya. Dengan demikian kebudayaan dipahami sebagai faktor

stimulus bagi seseorang individu atau suatu warga masyarakat yang berasal dari

pengalaman hidup dalam lingkungannya dan sekaligus juga sebagai faktor

pendorong keinginan atau motivasinya dalam melakukan renovasi-renovasi

terhadap struktur bangunan arsitektur tersebut.

Universitas Sumatera Utara


1. 6. Metode Penelitian

1. 6. 1. Tipe Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif. Metode ini

akan menghasilkan data deskriptif: ucapan/tulisan dan perilaku yang dapat diamati

dari orang-orang (subjek/pewaris/warga masyarakat) itu sendiri (Fufchan, 1992).

Ini berarti bahwa hasil data deskriptif tersebut berupa uraian tertulis yang berasal

dari informan, baik itu informasi tertulis maupun tidak tertulis, hal ini sejalan

dengan Goodenough :

…When I speak of describing a culture, then formulating a


set of standards that will meet this critical test is what I have in
mind. There are many other things, too, that we anthropologists
wish to know and try to describe. We have often reffered to these
other things as culture, also consequently (1970:101).

Terjemahan :

…Ketika aku berbicara tentang menguraikan suatu


budaya, kemudian merumuskan satu standar yang akan
dihadapkan pada test kritis ini adalah apa yang aku maksud. Ada
banyak hal lain, juga, bahwa kita ahli antropologi ingin
mengetahui dan usaha untuk menguraikan. Kita mempunyai sering
masuk ke berbagai hal lain ini sebagai budaya, juga sebagai
konsekwensi.

1. 6. 2. Teknik Pengumpulan Data

Untuk dapat menjaring data ketika penelitian dilaksanakan, diperlukan

beberapa cara yang relevan dalam mencapai tujuan penelitian, yakni studi

lapangan sebagai bentuk teknik pengumpulan data secara primer dan studi

kepustakaan sebagai bentuk teknik pengumpulan data secara skunder.

Universitas Sumatera Utara


1. Studi Lapangan.

Teknik pengumpulan data yang dipakai ketika peneliti melakukan penelitian

di lapangan adalah menggunakan metode wawancara.

1.1. Wawancara

Wawancara yang dipakai dalam penelitian ini adalah bentuk wawancara

mendalam (depth interview) dengan menggunakan alat bantu pedoman

wawancara (interview guide) yang berhubungan dengan masalah

penelitian. Pemilihan waktu untuk wawancara disesuaikan dengan keadaan

dilapangan dan kegiatan yang dilakukan oleh informan.

1.2. Observasi..

Metode observasi partisipasi dengan melakukan pengamatan langsung

dalam penelitian. Pada masyarakat sekitar, maupun para ahli waris yang

merawat bangunan Bagas Godang . Ini digunakan untuk mengamati dan

menangkap kemungkinan interaksi informan terhadap simbol-simbol pada

bangunan Bagas Godang dan Sopo Godang.

2. Studi Kepustakaan.

Studi kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data arsip/dokumentasi

berupa data historis Bagas Godang dan Sopo Godang. Selain itu juga untuk

mencari data yang berhubungan dengan masalah penelitian.

Universitas Sumatera Utara


1. 6. 3. Analisa Data

Analisa data diperlukan untuk dapat menjelaskan tentang kedudukan nilai

data yang nantinya akan diperoleh pada lapangan penelitian, adapun tahapan

analisa data dipergunakan setelah penelitian lapangan selesai dan data terkumpul,

maka tahap selanjutnya adalah melakukan analisa data. Seluruh data yang

terkumpul dari metode-metode yang dipakai akan dibaca, diteliti dan ditelaah.

Dan tahap terakhir, melakukan pengkategorian data sehingga dapat dibagi dalam

beberapa kategori dengan tujuan agar terlihat perbedaan antara data primer dan

data sekunder, hasil kategorisasi data akan dideskripsikan demi pencapaian tujuan

penelitian.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2. 1 Sejarah

2. 1. 1 Sejarah Mandailing

Menurut Kitab Nagarakertagama yang mencatat perluasan wilayah

Majapahit sekitar 1365 yang telah dijelaskan diatas di nama Mandailing.

Munculnya nama Mandailing pada suku akhir abad ke 14 menunjukkan adanya

satu bangsa dan wilayah bernama Mandailing, yang telah muncul sebelum abad

itu lagi.

Dengan demikian tidak disangsikan lagi bahwa bersandar ungkapan dalam

kakawin itu yang dapat diperkirakan sesuai dengan perkembangan sejarah, di

Mandailing sudah berkembang suatu masyarakat yang homogen. Dan sebagai

wilayah lain di Sumatera yang diungkapkan oleh Prapanca (dalam

Nagarakretagama) seperti Minangkabau, Siak, Panai, Aru dan lain-lain, demikian

Mandailing bahwa masyarakatnya yang tumbuh, mulai dari luas, besar ataupun

kecilnya, yang terhimpun dalam suatu ketatanegaraan kerajaan.

Setelah nama Mandailing dicatat dalam kitab Nagarakretagama di abad ke

14 juga, kemudian ada beberapa abad berikutnya tak ada lagi nama Mandailing

disebut. Selama lebih lima abad lamanya, Mandailing seakan-akan hilang di telan

oleh sejarahnya. Baru pada abad ke 19 ketika Belanda mulai menguasai

Mandailing, baru berbagai tulisan mengenainya dan masyarakatnya dibuat oleh

beberapa pejabat kolonial.

Universitas Sumatera Utara


Salah satunya beberapa pendapat telah dikemukakan mengenai asal-usul

nama Mandailing. Maka pendapat-pendapat ini berupa andaian-andaian yang

bertolak atau didasarkan pada persamaan bunyi kata. Ada yang menduga berasal

dari kata: Mande Hilang (dalam bahasa Minang), yang berarti ibu yang hilang.

Menurut cerita-cerita rakyat yang masih hidup di tengah-tengah

masyarakat, asal-usul nama Mandailing berasal dari kata Mande Hilang (dalam

bahasa Minangkabau) yang artinya ibu yang hilang. Versi lain juga mengatakan

bahwa nama Mandailing berasal dari kata Mandala Holing, adalah satu kerajaan

yang diperkirakan sudah ada sejak abad ke-12. Cakupan wilayah kerajaan

Mandala Holing diperkirakan terbentang dari Portibi di Padang Lawas hingga ke

Pidoli di dekat Panyabungan, Mandailing Godang. Berkaitan dengan hal ini,

orang-orang Mandailing juga sering menyebut kata holing yang bagi mereka

memiliki arti yang cukup penting, seperti tertuang dalam ungkapan berikut ini : …

muda tartiop opat na


ni paspas naraco holing
ni ungkap buntil ni adat
ni suat dokdok ni hasalaan
ni dabu utang dohot baris …

Ungkapan tersebut di atas kurang lebih berarti, bahwa untuk mengadili

seseorang harus didasarkan kepada empat syarat. Apabila ke empat syarat itu telah

terpenuhi barulah naraco holing (suatu lambang pertimbangan yang seadil-

adilnya) dibersihkan, selanjutnya dilihat ketentuan adat, diukur beratnya

kesalahan, dan setelah itu barulah hukuman dapat dijatuhkan. Selain itu, kata

holing juga terdapat dalam ungkapan surat tumbaga holing na so ra sasa , yang

secara harafiah artinya surat tumbaga holing yang tidak mau hapus. Maksudnya

Universitas Sumatera Utara


ialah bahwa ketentuan adat-istiadat tersebut akan tetap menjadi panutan hidup

orang Mandailing selamalamanya.

Mandailing mengandung dua macam pengertian yang tidak sama, akan

tetapi keduanya saling mengikat dan tidak terpisahkan, yaitu dalam pengertian

budaya dan territorial . Dalam pengertian budaya, Mandailing adalah salah satu

kelompok etnik atau suku-bangsa. Karena menurut Koentjaraningrat, suku-bangsa

adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan

kesatuan kebudayaan, sedangkan kesadaran dan identitas tadi seringkali (tapi

tidak selalu) dikuatkan oleh kesatuan bahasa 5, sedangkan dalam pengertian

territorial, Mandailing adalah salah satu wilayah tertentu yang terletak di

Kabupaten Tapanuli Selatan Propinsi Sumatera Utara 6. Wilayah Mandailing

memiliki batas-batas tertentu dan mayoritas penduduknya adalah suku-bangsa

Mandailing. Sejalan dengan perkembangan zaman sekarang ini, wilayah

Mandailing hanya meliputi lima wilayah kecamatan, yaitu Panyabungan, Batang

Natal, Siabu, Kotanopan dan Muarasipongi.

Secara tradisional orang Mandailing membagi wilayahnya menjadi dua

bagian utama, yaitu Mandailing Godang meliputi Kecamatan Panyabungan,

Batang Natal dan Siabu, dan Mandailing Julu meliputi Kecamatan Kotanopan dan

Muarasipongi. Meskipun terdapat pembagian wilayah Mandailing secara

tradisional menjadi dua bagian, orang Mandailing yang bermukim di Mandailing

5
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, Aksara Baru. Jakarta1980, hal. 278.
6
Pada tahun 1992, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ( DPRD) Tingkat I Propinsi Sumatera
Utara mengambil kebijakan untuk melakukan pemekaran terhadap wilayah Daerah Tingkat I
Propinsi Sumatera Utara. Sesuai dengan kebijakan tersebut, Mandailing dan Natal dinaikkan
statusnya menjadi Daerah Tingkat II dengan nama Kabupaten Mandailing-Natal yang sekarang
lebih dikenal dengan nama Madina.

Universitas Sumatera Utara


Godang dan Mandailing Julu boleh dikatakan masih tetap memiliki adat istiadat

yang sama. Pada masa sebelum Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945,

wilayah Mandailing Godang berada di bawah kekuasaan raja-raja yang bermarga

Nasution, sedangkan wilayah Mandailing Julu dikuasai oleh raja-raja yang

bermarga Lubis. Menurut informasi dari masyarakat wilayah Mandailing sekarang

berbatas dengan Kecamatan Angkola di sebelah utara yang perbatasannya terletak

di suatu tempat bernama Simarongit di Desa Sihepeng. Sedangkan perbatasannya

dengan wilayah Padang Bolak berada di suatu tempat bernama Rudang Sinabur.

Di sebelah barat Mandailing terletak wilayah Natal yang perbatasannya

terletak di suatu tempat bernama Lingga Bayu. Sebelah selatan wilayah

Mandailing berbatas dengan Kabupaten Pasaman yang perbatasannya terletak di

suatu tempat bernama Ranjo Batu . Namun batas wilayah Mandailing dengan

wilayah sebelah timur tidak diketahui karena jarang disebut-sebut orang.

Tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa sesungguhnya sangat sulit

untuk mendapatkan sejarah masa silam dalam suku Mandailing. Dalam hal ini,

Pangaduan Lubis ada menjelaskan, bahwa walaupun suku-bangsa Mandailing

memiliki aksara tradisional yang disebut surat tulak-tulak dan biasa digunakan

untuk menulis kitab-kitab kuno yang disebut pustaha, pada umumnya pustaha itu

tidaklah berisi catatan sejarah melainkan tentang pengobatan tradisional, ilmu-

ilmu gaib, ramalan tentang waktu yang baik dan buruk serta ramalan tentang

mimpi. Semua pustaha itu disimpan orang Mandailing sebagai warisan leluhur 7.

7
Pangaduan Lubis, "Na Mora Na Toras: Kepemimpinan Tradisional Mandailing", (Skripsi FISIP
USU Medan, 1986), hal. 43-44.

Universitas Sumatera Utara


Silsilah keturunan yang disebut tarombo yang kemungkinan merupakan

satu-satunya sumber sejarah asal-usul orang Mandailing di masa lalu. Pada

umumnya orang Mandailing mengelompokkan diri mereka ke dalam beberapa

marga (klan) dan masing-masing marga selalu menempatkan diri mereka sebagai

keturunan dari seorang tokoh nenek moyang yang berlainan asal. Tokoh leluhur

suatu marga biasanya bersifat legendaris, dan senantiasa mereka tempatkan

diawal silsilah keturunan ( tarombo ) mereka.

Dengan adanya tarombo ini, setiap marga di Mandailing dapat

mengetahui asal-usul dan jumlah keturunan mereka sampai sekarang. Istilah

marga dalam hal ini dapat didefinisikan sebagai kelompok orang yang berasal dari

keturunan seorang nenek moyang yang sama dan garis keturunan diperhitungkan

melalui pihak lakilaki atau ayah ( patrilineal ).

Salah satunya marga Lubis dan Nasution mempunyai jumlah warga yang

terbesar di antara marga-marga lain di Mandailing. Marga Lubis memiliki satu

kakek bersama yang bernama Na Mora Pande Bosi , yang menurut kisahnya

adalah cucu dari seorang nakhoda kapal laut bernama Angin Bugis dari Pulau

Sulu. Sedangkan satu kakek bersama dari marga Nasution bernama Si Baroar .

Menurut legendanya, Si Baroar semasa bayi ditemukan oleh Sutan Pulungan ,

adalah seorang Raja dari Huta Bargot di Mandailing Godang. Cerita dalam versi

lain dari masyarakat menyebutkan bahwa marga Nasution pertama adalah putra

dari Raja Iskandar Muda dari Pagaruyung, yang di masa lalu adalah pusat

kerajaan Minangkabau. Seperti dikemukakan pada paragraph diatas, bahwa setiap

marga biasanya mempunyai ompu parsadaan (nenek moyang) yang sama, akan

Universitas Sumatera Utara


tetapi ada juga beberapa marga yang berlainan nama marganya yang mempunyai

ompu parsadaan yang sama. Seperi marga Rangkuti dan Parinduri nenek

moyangnya adalah Mangaraja Sutan Pane dan marga Pulungan , Lubis dan

Harahap nenek moyangnya adalah Namora Pande Bosi . Sedangkan marga

Matondang, Daulay dan Batubara memiliki nenek moyang dua orang yang

bersaudara kandung (kakak beradik), yaitu Parmato Sopiak menurunkan marga

Matondang dan Daulay , dan Bitcu Raya menurunkan marga Batubara. Menurut

pendapat dari masyarakat ada reruntuhan candi di sekitar Desa Simangambat di

Kecamatan Siabu merupakan sisa-sisa peninggalan dari sejarah kuno Mandailing.

Candi tua itu mungkin termasuk sisa-sisa bangunan tertua di Sumatera Utara

karena diperkirakan berasal dari abad ke 8 dan 9 Masehi, dimana pendapat bahwa

bentuk dan ornamennya menyerupai candi gaya Jawa Tengah asli.

Di samping itu, ada pula di lokasi penelitian suatu tempat di sekitar Desa

Pidoli yang dinamakan Saba Biara ( biara =vihara). Biara-biara ini pada masa

sekarang hanya tinggal pondasinya saja yang tertimbun di dalam areal persawahan

penduduk. Dan Pada saat sekarang ini sudah tidak tampak. Sementara itu ada juga

di lereng gunung Sorik Marapi di Desa Maga dahulu terdapat beberapa buah

"pilar batu" yang bertuliskan aksara Jawa Kuno bertanggal 9-9-1242 8.

Di Mandailing terdapat areal pemakaman kuno yang disebut lobu atau

huta lobu dapat ditemukan patung batu yang disebut tagor . Menurut kepercayaan

masyarakat lama, tagor tersebut dapat memberi suatu pertanda dengan suara

8
Ibid , hal. 48.

Universitas Sumatera Utara


gemuruh apabila terjadi sesuatu hal penting dalam keluarga raja, misalnya

seandainya ada seorang raja yang akan wafat. Selain itu, di empat sudut huta

(wilayah perkampungan kerajaan disebut juga banua ) biasanya terdapat patung

kuno bernama pangulu balang, yang di masa lalu dipercayai mampu menjaga

kesatuan wilayah huta dan akan memberikan pertanda apabila ada sesuatu yang

akan mengganggu komunitas huta.

Kotanopan adalah sebuah kota kecil di Mandailing Julu yang memiliki arti

penting bagi kelompok marga Lubis. Sebab menurut kepercayaan mereka, di

sekitar tempat itulah dahulu putra kembar Na Mora Pande Bosi, yaitu

Silangkitang dan Si Baitang yang untuk pertama kalinya membuka tempat

pemukiman. Hal itu dilakukan sesuai dengan pesan ayah mereka Na Mora Pande

Bosi , bahwa apabila dalam pengembaraan ke wilayah Mandailing Julu mereka

menemukan suatu tempat dimana terdapat dua buah sungai yang muaranya

bertentangan, maka ditempat itulah mereka harus membuka perkampungan baru.

Lokasi ini kemudian dikenal dengan nama Muara Patontang , yaitu tempat

pertemuan muara Aek Singengu dari arah barat dan Aek Singangir dari arah timur

yang saling berhadapan lalu keduanya bermuara ke Aek Batang Gadis .

Selanjutnya Muara Patontang mereka namakan Huta Panopaan, yang

kemudian menjadi Hutanopan, yang lama kelamaan menjadi Kotanopan. Dari

sinilah Si Langkitang pergi menuju suatu tempat yang dinamakan Singengu, dan

kemudian dari Singengu inilah keturunanya menyebar dan menjadi raja-raja

bermarga Lubis di beberapa desa seperti Simpang Tolang, Sayurmaincat,

Tambangan dan sebagainya. Sementara itu saudaranya Si Baitang melanjutkan

Universitas Sumatera Utara


perjalanan ke arah selatan. Dikemudian hari keturunannya juga menyebar dan

menjadi raja-raja bermarga Lubis di beberapa desa seperti Tamiang, Huta Dangka,

Huta Pungkut, Huta Godang, Pakantan dan lain-lain.

2. 1. 2 Sejarah Panyabungan

Mandailing memiliki kota kecil yaitu Panyabungan. Penyabungan sejak

dahulu dianggap sebagai suatu tempat yang cukup penting. Kota kecil ini berada

di tengah-tengah dataran rendah yang subur, sehingga menarik minat penduduk

desa lain untuk pindah ke penyabungan demi mencari penghidupan yang lebih

baik sebagai petani atau pedagang. Seperti kepindahan orang-orang bermarga

Lubis yang mendirikan suatu tempat pemukiman baru bernama Huta Lubis sekitar

setengah kilometer dari kota kecil Panyabungan.

Panyabungan terdiri atas tiga bagian utama, yaitu Panyabungan Julu di

bagian hulu, Panyabungan Tonga-tonga di bagian tengah, dan Panyabungan Jae

di bagian hilir. Pembagian wilayah kota kecil Panyabungan yang demikian itu

disesuaikan dengan arah mengalirnya sebuah sungai bernama Aek Mata yang

melintang ke arah Panyabungan, dari timur ke barat dan bermuara ke Aek Batang

Gadis . Dalam hubungan ini, orang Mandailing memiliki kebiasaan untuk

membagi dan menamai bagian-bagian dari huta mereka menurut arah aliran

sungai yang terdapat di dekat daerah pemukiman mereka.

Panyabungan Tonga-tonga adalah merupakan bagian terpenting di

Mandailing Godang karena kelompok marga Nasution mempercayai, bahwa

leluhur mereka Si Baroar pertama kali bermukim di tempat tersebut. Setelah

Universitas Sumatera Utara


dinobatkan penduduk menjadi raja, Si Baroar diberi gelar Sutan Diaru . Sampai

saat ini masih terdapat Bagas Godang (istana raja) dan Sopo Godang (balai

sidang adat) di Panyabungan Tonga-tonga. Dari Panyabungan Tonga-tonga inilah

kemudian keturunan Si Baroar menyebar menjadi raja-raja di beberapa huta di

kawasan Mandailing Godang, antara lain: Panyabungan Julu, Panyabungan Jae,

Huta Siantar, Maga, Pidoli Dolok dan lain-lain

2. 2 Letak dan Kondisi Geografis

2. 2. 1 Letak dan Batas-batas Mandailing

Pada Kabupaten Mandailing Natal secara geografis terletak antara 00.10’ -

98050’ Lintang Utara 98050’ – 100010’ Bujur Timur. Wilayah administrasi

Mandailing Natal dibagi atas 17 Kecamatan dan 375 desa / kelurahan yang

ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia dengan Undang-undang No. 12

Tahun 1998 pada tanggal 23 November 1998.

Kabupaten Mandailing Natal merupakan pemecahan dari Kabupaten

Tapanuli Selatan. Wilayah Administrasi Kabupaten Mandailing Natal terdiri dari

atas 8 Kecamatan yakni : Kecamatan Batahan yang terdiri dari 12 desa,

Kecamatan Batang Natal yang melikupi 40 desa, Kecamatan Kota Nopan dengan

85 desa, Kecamatan Muara Sipongi dengan 16 desa, Kecamatan Penyabungan

dengan 61 desa, Kecamatan Natal dengan 19 desa, Kecamatan Muara Batang

Gadis dengan 10 desa, dan Kecamatan Siabu yang melingkupi 30 desa.

Kabupaten Mandailing Natal secara geografis terletak paling selatan dari

propinsi Sumatera Utara. Kabupaten Mandailing berbatasan dengan :

Universitas Sumatera Utara


1. Sebelah Utara dengan Kabupaten Tapanuli Selatan.

2. Sebelah Selatan dengan Propinsi Sumatera Barat

3. Sebelah Timur dengan Propinsi Sumatera Barat

4. Sebelah Barat dengan Samudera Indonesia

Pada tanggal 29 Juli 2003 Kabupaten Mandailing Natal mengeluarkan Perda

No. 7 dan 8 mengenai pemekaran kecamatan dan desa. Dengan dikeluarkannya

Perda No. 7 dan 8 tersebut, maka Kabupaten Mandailing Natal kini telah memiliki

17 Kecamatan dengan jumlah desa sebanyak 322 dan Kelurahan sebanyak 7

kelurahan. Nama-nama kecamatan hasil pemekaran tersebut terdiri atas ;

(1)Kecamatan Batahan; (2) Kecamatan Batang Natal; (3) Kecamatan Lingga

Bayu; (4) Kecamatan Kotanopan; (5) Kecamatan Ulu Pungkut; (6) Kecamatan

Tambangan; (7) Kecamatan Lembar Sorik Merapi; (8) Kecamatan Muara Sipongi;

(9) Kecamatan Penyabungan Kota; (10) Kecamatan Penyabungan Selatan;

(11)Kecamatan Penyabungan Barat; (12) Kecamatan Penyabungan Utara; (13)

Kecamatan Penyabungan Timur; (14) Kecamatan Natal; (15) Kecamatan Muara

Batang Gadis; (16) Kecamatan Siabu dan; (17) Kecamatan Bukit Malintang.

Kabupaten Mandailing Natal mempunyai luas daerah sebesar 662.070 Ha

atau 9,24 persen dari wilayah propinsi Sumatera Utara. Wilayah yang terluas

adalah Kecamatan Muara Batang Gadis yakni 143.502 Ha (21,67 %) dan terkecil

yaitu Kecamatan Muara Sipongi sebesar 22.930 Ha (3,46 %).

2. 2. 2 Letak dan Batas-batas Panyabungan

Kota Panyabungan merupakan hasil sebuah pemekaran dari Kecamatan

Mandailing Natal. Pada tanggal 23 November tahun 1998, Pemerintah Republik

Universitas Sumatera Utara


Indonesia menetapkan Undang-undang No. 12 Tahun 1998 yaitu Undang-undang

tentang pembentukan Pemerintahan Kabupaten Mandailing Natal menjadi daerah

Otonom yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri dengan mengangkat

Kepala Daerah (Bupati) yang pertama yaitu, H. Amru Daulay, SH dan Wakil

Bupati yaitu : Ir. Masruddin Dalimunthe.

H. Amru Daulay, SH telah memerintah Kabupaten Mandailing Natal dari

tahun 1998 hingga sekarang dibantu oleh Sekretaris Daerah yaitu : Drs. Hasyim

Nasution.

2. 3 Kondisi Demografi

2. 3. 1 Etnik Mandailing

Etnik Mandailing adalah orang yang berasal dari Mandailing secara turun

temurun di manapun ia bertempat tinggal.

Etnik ini menurut garis keturunan ayah (patrilineal) yang terdiri dari

marga-marga : Nasution, Lubis, Pulungan, Rangkuti, Batubara, Daulay,

Matondang, Parinduri, Hasibuan, dan lain-lain.

Marga-marga ini tidak serentak mendiami wilayah Mandailing. Ada

beberapa marga yang datang kemudian dan mendiami wilayah Mandailing yang

kemudian dianggap sebagai warga Mandailing dan tidak mau disebut sebagai

warga pendatang.

2. 3. 2 Agama dan Etsinitas

Orang Mandailing hampir 100% penganut agama Islam yang taat, oleh

karena itu agama Islam sangat besar pengaruhnya dalam pelaksanaan upacara-

Universitas Sumatera Utara


upacara adat. Bahkan dalam upacara-upacara kematian dan hukum waris

sebahagian besar di antara mereka banyak memakai hukum Islam.

Di Mandailing ada falsafah yang menyebutkan Hombar do adat dohot

ibadat. Artinya adat dan istiadat tidak dapat dipisahkan, adat tidak boleh

bertentangan dengan agama Islam. Jika dalam upacara adat ada hal-hal yang

mengganggu dengan pelaksanaan agama, adat itu harus dikesampingkan.

2. 4 Keterjangkauan

2. 4. 1 Sarana Jalan dan Prasarana Transportasi

Sarana jalan menuju lokasi penelitian akan melintasi beberapa daerah,

tetapi dari sudut garis besarnya daerah yang akan dilintasi di mulai dari Medan,

Pematang Siantar, Parapat, Padangsidimpuan, hingga Panyabungan. Kondisi

selama diperjalanan sangat memperihatikan, karena sudah mengalami kerusakan

yang sangat parah rusaknya dan kurang diperhatikan oleh dinas PU.

Pada dasarnya Mandailing Natal dan Panyabungan dapat dikatakan

memiliki prasarana transportasi yang sangat memadai dan strategis, dikarenakan

Kabupaten Mandailing dan Kecamatan Panyabungan berada di tengah Pulau

Sumatera yang terletak sepanjang jalan raya Lintas Sumatera yang + 40 km dari

Padangsidempuan.

Dari Medan menuju lokasi akan menggunakan angkutan Bus antar

Provinsi yang dengan menggunakan menaiki Bus ALS dengan tujuan Medan-

Padangsidimpuan-Panyabungan dengan menggunakan tarif dari loket pembelian

Rp.70.000,-

Universitas Sumatera Utara


2. 5 Potensi Ekonomi

2. 5. 1 Kekayaan Alam

Wilayah dan posisi Mandailing Godang dari dahulu hingga sekarang

dikelilingi oleh banyaknya gunung-gunung. Di tengah-tengah kawalan dari

beberapa gunung itu terhampar dataran rendah yang cukup luas dan berhawa

panas. Sungai yang bernama Aek Batang Gadis yang hulunya berada di

Mandailing Julu melintasi wilayah Mandailing mulai dari bagian selatan dan

menyusuri bagian baratnya menuju ke arah utara.

Oleh karena air sungai ini dahulu sering terhalang alirannya menuju

muaranya bernama Singkuang di Samudera Indonesia, maka keadaan itu

menimbulkan daerah rawa-rawa di dataran rendah yang dikelilingi gunung-

gunung tersebut.

Di Mandailing Julu terdapat kekayaan alam yang sangat luar biasa,

walaupun kekayaan alam tersebut banyak ditemukan bekas-bekas penambangan

emas yang telah ditinggalkan orang Agam (Minangkabau), sama halnya seperti di

sekitar Huta Godang ada suatu tempat yang dinamakan garabak ni agom . Dan

orang Belanda pun pernah membuka tambang emas di dekat kota kecil

Muarasipongi. Di samping itu, Aek Batang Gadis yang hulunya terletak di

Gunung Kulabu di dekat Pakantan itu melintasi wilayah Mandailing mulai dari

selatan hingga utara dan bermuara di Singkuang di pantai barat mengandung bijih-

bijih emas pula. Pada waktu-waktu tertentu di Aek Batang Gadis sampai sekarang

banyak penduduk yang manggore (mendulang emas) sebagai mata pencaharian

tambahan terutama pada masa pacekelik, yaitu sewaktu harga kopi, kayu manis,

Universitas Sumatera Utara


cengkeh dan karet turun di pasaran. Oleh sebab itulah, tano rura Mandailing juga

dikenal dengan sebutan tano sere.

2. 5. 2 Mata Pencaharian

Mata Pencaharian utama penduduk Mandailing adalah bertani dengan

mengolah sawah. Areal persawahan yang cukup luas terdapat di Mandailing

Godang. Sedangkan di Mandailing Julu, karena areal persawahan sempit, maka

penduduk memanfaatkan lereng-lereng gunung untuk ditanami tanaman keras.

Boleh dikatakan bahwa kehidupan sosial orang Mandailing erat kaitannya

dengan masalah kepemilikan lahan persawahan. Menurut Pangaduan Lubis,

bahwa meskipun sempit atau pun keadaannya kurang subur, pemilikan sebidang

lahan persawahan amat penting artinya bagi orang Mandailing untuk mendukung

martabat dan statusnya di tengah-tengah masyarakat. Satu keluarga yang tidak

memiliki sebidang tanah di suatu desa biasanya dianggap sebagai orang

penumpang di desanya, sehingga keluarga tersebut akan merasa dirinya bukanlah

bagian yang integral dari komunitas desanya. Sebab keaslian dan keutuhan

ikatannya sebagai anggota masyarakat desanya ditandai oleh adanya kepemilikan

lahan persawahan yang diwarisi secara turun-temurun.8 Ibid , hal. 69. M

Di masa-masa lalu orang Mandailing senantiasa bergotong-royong untuk

mengolah sawah, misalnya dalam mengerjakan tanah dan menanam padi secara

bersama-sama disebut marsialap ari , dan kegiatan bersama-sama untuk memanen

padi disebut manyaraya . Akan tetapi kegiatan gotong- royong yang demikian itu

pada masa sekarang ini sudah sangat jarang mereka lakukan. Kegiatan mengolah

Universitas Sumatera Utara


sawah hanya dilakukan oleh anggota keluarga batih yang sudah mampu bekerja di

sawah.

Suatu wadah berbentuk rumah kecil bertingkat dua yang disebut opuk atau

sopo eme di setiap desa digunakan untuk menyimpan padi yang sudah selesai

diirik. Bagian atasnya yang beratap ijuk (serabut pohon enau) dan berdinding

gogat (bambu yang dipecah) digunakan untuk menyimpan padi, sedangkan bagian

bawahnya yang hanya berlantai bambu atau kayu (papan) tanpa dinding biasanya

digunakan sebagai tempat duduk-duduk untuk beristirahat. Biasanya setiap

keluarga batih memiliki sebuah opuk . Namun ada juga gabungan dari beberapa

keluarga batih memiliki opuk bersama sebagai cadangan bahan makanan yang

dapat dipinjamkan kepada keluarga yang membutuhkannya terutama di musim

pacekelik yang disebut aleon .

Sekitar dua puluh tahun lalu, petani sawah di Mandailing masih bertanam

padi sekali dalam setahun. Seraya menunggu masa tanam berikutnya, areal sawah

yang sudah dipanen padinya itu dibersihkan lalu ditanami dengan tanaman muda

(palawija) seperti kacang tanah dan jagung. Namun semenjak mereka memakai

bibit padi jenis unggul, bertanam padi dilakukan dua kali dalam setahun, sehingga

kegiatan bertanam palawija mulai jarang dilakukan. Dalam kegiatan bercocok

tanam padi di sawah dipergunakan berbagai macam peralatan yang terbuat dari

logam (besi), antara lain: cangkul , tajak , sasabi , dan goluk . Sedangkan untuk

marhauma (bercocok tanam palawija atau padi di ladang) dipergunakan sebuah

alat berupa sepotong kayu yang diruncingkan yang disebut ordang . Dapat

ditambahkan bahwa dari dahulu sampai sekarang petani sawah di Mandailing

Universitas Sumatera Utara


umumnya masih memakai sistem irigasi tradisional yang disebut bondar saba ,

yaitu suatu sistem distribusi (tali) air yang kontruksinya masih sangat sederhana

untuk dapat mengairi areal sawah- sawah mereka. Di setiap huta biasanya terdapat

sebidang lahan persawahan milik raja yang disebut saba bolak (sawah yang luas).

Begitupun bukan berarti bahwa saba bolak milik raja itu lebih luas

daripada areal sawah milik penduduk huta . Menurut Pangaduan Lubis juga,

penamaan saba bolak untuk sawah milik raja adalah sebagai suatu penghormatan

yang menunjukkan bahwa raja memiliki kelebihan dari alak na jaji (orang

kebanyakan). Memang sudah seharusnyalah raja memperoleh hasil panen yang

lebih banyak karena raja mengemban fungsi sebagai inganan marsali , yaitu

sebagai tempat peminjaman padi bagi warga huta terutama di masa-masa

pacekelik.

Selain itu, raja juga memiliki areal sawah tertentu yang disebut saba olet

yang hasil panennya secara khusus dipergunakan untuk menjamu tamu-tamu raja

yang datang berkunjung ke Bagas Godang atau setiap orang yang meminta

makan kepada Raja. Adanya kewajiban raja yang demikian itu karena raja adalah

talaga na so hiang (tempat persediaan makanan yang tidak pernah habis) bagi

orang Mandailing. Di masa lalu, beternak juga termasuk sumber mata pencaharian

tambahan bagi penduduk huta . Terutama beternak manuk (ayam), itik (bebek),

ambeng (kambing), lombu (sapi) dan orbo (kerbau). Ternak kerbau banyak

diperlukan sebagai hewan sembelihan disebut longit pada berbagai upacara adat

dan ritual. Di beberapa huta, raja memiliki padang pengembalaan kerbau sendiri

Universitas Sumatera Utara


yang disebut jalangan . Akan tetapi sangat disayangkan bahwa kegiatan beternak

kambing dan kerbau sekarang ini sudah mulai berkurang.

Kolam ikan yang disebut tobat banyak ditemukan di setiap huta , baik itu

di samping rumah maupun di tempat-tempat lainnya sebagai milik pribadi. Ada

pula kolam ikan yang cukup luas milik raja yang dinamakan tobat bolak , yang

pada waktu-waktu tertentu ikannya diambil oleh penduduk huta setempat secara

bersama-sama. Kegiatan bersama untuk mengambil ikan dari tobat milik raja yang

dinamakan mambungkas tobat bolak ini biasanya dilakukan setahun sekali. Dapat

dikatakan bahwa kegiatan mambungkas tobat bolak ini merupakan sumbangsih

raja kepada rakyatnya dan juga suatu bentuk hiburan yang dapat menggembirakan

rakyatnya.

Selain menghasilkan padi, daerah ini juga banyak menghasilkan buah

kelapa karena semua penduduknya memanfaatkan tanah pekarangan rumah yang

cukup luas dan lingkungan sekitarnya dengan menanam pohon kelapa. Sedangkan

di lokasi kaki-kaki gunung dan juga tanah-tanah yang tidak dipergunakan untuk

lahan persawahan ditanami penduduk dengan tanaman pohon karet. Beberapa

kilometer ke arah utara, di sepanjang aliran Aek Batang Gadis banyak ditemukan

pohon pisang dan umbi-umbian milik warga Huta Bargot, Saba Jior dan Jambur-

Padang Matinggi.

Wilayah Mandailing Julu yang berhawa sejuk ternyata sangat ideal untuk

tanaman kopi yang diperkenalkan kolonial Belanda6 pada abad ke-19 melalui

sistem tanam paksa di masa lalu, terutama di daerah Pakantan dan Huta Godang

(Ulu Pungkut). Sejak saat itulah, sebelum Perang Dunia Kedua, kopi yang berasal

Universitas Sumatera Utara


dari tanah Mandailing diekspor ke Amerika dan Eropah, sehingga kopi dari luat

(wilayah) Mandailing ini lama-kelamaan menjadi cukup terkenal di dunia

internasional dengan sebutan " Mandailing Coffee ". Selain itu, penduduk juga

memanfaatkan lereng- lereng gunung untuk ditanami pohon karet, cengkeh dan

kayu manis. Sementara pohon enau yang banyak tumbuh secara alami di daerah

ini mereka sadap niranya untuk dijadikan gulo bargot (gula aren) yang cukup

terkenal di Sumatera Utara. Dari hasil-hasil tanaman keras inilah penduduk

Mandailing Julu memperoleh penghasilan tambahan untuk kemudian dibelikan

beras dan kebutuhan hidup lainnya.

Universitas Sumatera Utara


BAB III

BANGUNAN ADAT DAERAH MANDAILING

3. 1. Lokasi Penyebaran Rumah Adat Mandailing, Bagas Godang dan Sopo

Godang

Memperhatikan peta wilayah daerah Kabupaten Tapanuli Selatan

khususnya, akan terlihat beberapa lokasi sebagai daerah penyebaran bangunan

rumah adat. Umumnya bangunan rumah adat ini paling banyak ditemukan di

daerah Kecamatan Panyabungan, Kecamatan Kotanopan, dan Kecamatan Muara

Sipongi.

Berdasarkan pengamatan lapangan, jumlah bangunan rumah adat yang

masih baik keadaannya yang tersebar di ketiga kecamatan tersebut adalah

sejumlah + 25 buah bangunan. Bangunan rumah adat tersebut masih terpelihara

dan terjaga baik, terutama oleh ahli waris dan ada juga bangunan yang mendapat

bantuan perbaikan dari pemerintah daerah, karena dianggap bangunan rumah adat

tersebut adalah sebagai bangunan tradisional dan cagar budaya yang harus terjaga

kelestariannya.

Bangunan rumah adat tersebut ada yang secara langsung dijadikan sebagai

tempat tinggal oleh pemilik bangunan (ahli waris) dan ada bangunan rumah adat

yang tidak dijadikan sebagai tempat tinggal, tetapi tetap terawat dan terpelihara

oleh pemiliknya.

Universitas Sumatera Utara


Yang memiliki bangunan rumah adat di daerah Mandailing terdiri dari

kelompok marga mayoritas, yakni kelompok marga Nasution yang mendiami

daerah Kecamatan Panyabungan dan kelompok marga Lubis yang mendiami

daerah Kecamatan Kotanopan dan Kecamatan Muara Sipongi.

Hal ini tentu tidak terlepas dari mayoritas marga yang menguasai daerah

Mandailing, karena kedua kelompok marga ini adalah merupakan pendiri kerajaan

yang terbesar di daerah Mandailing pada zaman-zaman dahulunya. Peninggalan

atau bekas-bekas kerajaan marga Nasution dan marga Lubis masih dapat

ditemukan pada saat ini. Seperti kerajaan marga Nasution masih dapat kita

temukan bekasnya berupa bangunan rumah adat Panyabungan Tonga, Huta

Siantar, dan Pidoli Dolok yang memiliki ukuran besarnya berbeda. Diserta sebuah

kuburan yang dianggap sebagai nenek moyang marga Nasution yakni si Baroar

gelar Sutan Diaru. Sedang kerajaan marga-marga Lubis kita temukan di Singengu,

Hutanagodang, Tamiang, dan Pakantan, yang ditandai dengan masih

ditemukannya bangunan rumah adat yang besar (Singengu dan Pakantan) maupun

kuburan-kuburan tua raja-raja marga Lubis. Menurut silsilah marga Lubis diyakini

bahwa yang menurunkan marga Lubis di daerah Mandailing adalah si Lengkitang

si Baitang anak Namora Pande Bosi dari Hutatonga Angkola.

Universitas Sumatera Utara


Bangunan rumah adat daerah Mandailing sekarang ini masih dapat kita

jumpai, daerah penyebarannya dimulai dari daerah Panyabungan, Gunung

Baringin dan diteruskan sampai ke Kotanopan, Singengu, Sayurmaincat,

Hutadolok, Hutadangka, Muarasoro, Botung, Husortolang, Hutanagodang dan

diteruskan ke Muara Sipongi dan Pakantan. Daerah-daerah inilah yang masih

dapat memberi kenyataan keberadaan bangunan rumah adat Mandailing sampai

sekarang ini.

3. 2 .Fungsi Bagas Godang dan Sopo Godang

Jenis bangunan rumah adat yang ditemukan di daerah Mandailing, pada

umumnya terdiri dari dua macam jenis bangunan yakni Bagas Godang dan Sopo

Godang. Di luar kedua jenis bangunan ini adalah rumah biasa sebagai pelengkap

dari lingkungan sekitar rumah Raja.

Ditinjau dari segi fungsi bangunannya, masing-masing jenis bangunan

memiliki fungsi sendiri-sendiri tetapi saling berhubungan artinya tidak lepas dari

makna simbolik sebagai rumah adat.

Bagas Godang, yang disebut juga bagas adat, sebagai tempat tinggal raja

huta atau tunggane ni huta, sebagai pemimpin desa (huta), mengatur desa,

menegakkan keadilan (hukum) dan menjaga adat ( Basral Hamidy, 1987 ), disebut

juga gelar Raja Panusunan Bulung.

Bagas Godang memiliki fungsi sebagai bangunan yang diadatkan oleh

masyarakat yang mendiami satu desa satu marga, yang melambangkan bona bulu,

artinya bahwa kampung tersebut telah memiliki satu kesatuan adat istiadat yang

Universitas Sumatera Utara


dilengkapi namora natoras (orang yang dituakan), kahanggi (keluarga semarga),

anak horu (keluarga pihak menantu), datu, sibaso, ulu balang, ahli seni serta raja

pamusuk sebagai raja adat. Di samping itu, bangunan adat juga berfungsi sebagai

tempat berkumpul dalam kerja adat, tempat perlindungan bagi setiap anggota

masyarakat yang mendapat gangguan bahaya dari perang.

Sopo Godang, berfungsi sebagai tempat penyimpanan benda-benda atau

alat-alat kesenian, seperti gordang sambilan, gendang besar (ogung), serta tempat

musyawarah adat yang disaksikan semua golongan masyarakat, tempat

memutuskan sesuatu perkara adat atau hukum. Di samping itu, juga berfungsi

sebagai tempat tamu luar yang akan bermalam, tempat acara kesenian atau tortor.

Bangunan Sopo Godang ini biasanya berada di depan atau disamping bangunan

Bagas Godang .

Untuk melengkapi Bagas Godang dan Sopo Godang sebagai bangunan

rumah adat di daerah Mandailing, beberapa tempat terdapat bangunan kecil yang

berfungsi sebagai tempat menyimpan padi, disebut hopuk. Bangunan kecil ini

terdapat di samping bangunan Bagas Godang atau Sopo Godang. Bangunan

hopuk sebagai lumbung padi, juga memiliki arti perlambangan yakni lambang

kesejahteraan sosial, di mana setiap anggota masyarakat kampung yang

kekurangan pangan (makanan, yang sumber makanan pokok adalah beras), dapat

meminta bantuan kepada raja (namora), berupa padi yang diambil dari hopuk

tersebut.

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan fungsi bangunan rumah adat serta bangunan hopuk tadi, dapat

kita temukan betapa tingginya tatanan adat dan kehidupan sosial yang

diperlihatkan oleh masyarakat Mandailing. Hubungan yang harmonis antara raja

(namora) dengan rakyatnya maupun hubungan di antara sesama anggota keluarga

masyarakat dalam satu ikatan adat.

Apabila diperhatikan dari kedua jenis bangunan rumah adat ini, akan

terlihat perbedaan struktur dan bentuk bangunan. Bagas Godang memiliki ukuran

yang lebih besar dan indah, serta memiliki variasi bangunan yang dilengkapi

ruang-ruang dan dapur. Dan kadang-kadang bentuk atap bangunan memiliki

empat sudut yang dilengkapi tutup ari dan dilengkapi masing-masing ornamen

sebagai perlambang adat. Sedangkan bangunan Sopo Godang, bentuk dan struktur

bangunannya lebih kecil dan sederhana. Tidak semua badan bangunan ditutupi

oleh dinding, kecuali ruang penyimpanan alat-alat kesenian.

Persamaan yang ditemukan pada bangunan Bagas Godang dan Sopo

Godang, terletak pada pola bentuk atapnya serta penerapan maupun penggunaan

ornamen pada bagian tutup ari (alo angin).

3.3. Bagas Godang dan Sopo Godang di Pidoli Dolok

Bagas Godang dan Sopo Godang di Pidoli Dolok merupakan bangunan

warisan peninggalan Raja marga Nasution. Bagas Godang dan Sopo Godang

didaerah ini juga memiliki fungsi dan kedudukan yang sama dengan Sopo Godang

dan Bagas Godang yang ada didaerah lain.

Universitas Sumatera Utara


Pada sekitar lima belas tahun yang lalu Bagas Godang dan Sopo Godang

telah mengalami perenovasian. Dengan peronovasian maka diharapkan bangunan

dapat tetap dilestarikan keberadaanya. Dimana pada saat itu sudah banyak bagian

bangunan yang telah rusak dan telah lapuk.

Bangunan Bagas Godang dan Sopo Godang berbentuk persegi panjang.

Dibangun menghadap barat. Bangunan Bagas Godang di Panyabungan Tonga

memiliki beberapa ciri. Ciri-ciri tersebut diantaranya memiliki atap yang

mengarah keempat mata angin. Pada bagian puncak atap menggunakan garis

lengkung yang menghubungkan empat tutup ari. Adapun pada saat sebelum

direnovasi bahan atap terbuat dari ijuk, namun saat ini sudah diganti dengan seng..

Dibawah atap bangunan diletakkan tutup ari yang berbentuk segi tiga.dan

diletakan di keempat arah atap. Tutup ari yang berbentuk segi tiga

menggambarkan dalihan natolu sebagai falsafah kehidupan adat Mandailing.

Bagian miring disebelah kiri disebut Gaja Manyusu dan miring sebelah kanan

disebut Naniang Pamulakan. Pada bagian puncak tutup ari diberi dua buah gambar

pedang terbuat dari kayu bersilang yang melambangkan adat dan hukum. Pada

bagian tutup ari ini beri gambar ornamen-ornamen yang memiliki makna dan arti

yang tersendiri. Ornamen–ornamen tersebut melambangkan adat dan hukum yang

berlaku. Ornamen-ornamen tersebut diberi warna merah, putih, dan hitam.

Sementara untuk pewarnaaan, bangunan Bagas Godang dan Sopo Godang

di Pidoli Dolok memiliki warna yang khas. Yaitu warna merah, putih, dan hitam.

Yang memiliki arti yang sangat penting yaitu warna merah dapat diartikan bahwa

Raja memiliki keberanian dalam memperjuangkan kedudukan dan wilayahnya

Universitas Sumatera Utara


demi membela masyarakat. Warna putih mengandung arti bahwa Raja sangat

memperhatikan rakyatnya, baik dalam kondisi susah maupun senang. Dan yang

terakhir warna hitam memiliki makna bahwa Raja sangat menghargai nenek

moyang dari keturunan Raja yang terdahulunya.

Pada dasarnya badan bangunan Bagas Godang dapat dikategorikan

menjadi beberapa bagian. Bagian pertama adalah ruang berupa kamar 3 bilik yaitu

,ruang tengah, ruang depan dan ruang untuk dapur. Pada dasarnya pembagian

ruangan dan penyusunaan Bagas Godang berpatok pada keperluan bangunan dan

luas bangunan.

Setiap ruangan Bagas Godang memiliki fungsi tersendiri. Ruangan tengah

berfungsi sebagai ruangan penerima tamu, ruangan tempat berkumpul keluarga,

atau tempat sidang adat. Ruangan ini juga dapat dimanfaatkan masyarakat pada

untuk suatu acara ataupun urusan tertentu.

Ruangan depan berfungsi untuk tempat pos pengawal Raja, berfungsi

sebagai menjaga keamanan di sekitar wilayah rumah Raja. Kamar tidur berfungsi

untuk tempat tidur anak-anak raja. Selain itu juga terdapat kamar terlarang

diperuntukan persembahan raja untuk penguasa gaib. Ruangan ini juga

diperuntukan untuk menyimpan benda-benda pusaka, seperti : tombak, panah,

pedang, tameng dan lain- lain. Dan terakhir ruangan dapur yang berguna sebagai

tempat untuk memasak dan menyiapkan makanan.

Pada ruang depan tepatnya pada bagian kanan dan kiri atas tangga masuk

terdapat bentuk pahatan dari kayu segi dengan bentuk bulatan yang

melambangkan penjaga.

Universitas Sumatera Utara


Sementara bagian tiang sebagai penyangga bangunan terbuat dari kayu

bulat dan utuh. Kayu bulat ini kemudian dipahat hingga berbentuk segi delapan.

Sementara jumlah tiang sendiri berjumlah ganjil.

Tangga pada bagian depan dan belakang bangunan berguna untuk naik

kebangunan. Tangga bagian depan merupakan tangga utama. Bahan anak tangga

terbuat dari kayu yang berjumlah sembilan anak tangga. Menurut informasi anak

tangga tersebut menandakan adanya kekuasaan Raja yang menempati dalam satu

huta. Ada juga yang beranggapan bahwa menunjukkan sembilan anak tangga

tersebut mewakilkan sembilan marga yang menduduki seluruh wilayah

Mandailing.

Pada Bagas Godang ini konon dikatakan memiliki halaman yang luas

dikatakan dengan halaman na bolak. Halaman yang luas ini berbentuk hamparan

tanah yang terhampar didepan bangunan. Halaman berfungsi untuk kegiatan yang

berkaitan dengan upacara adat. Selain itu halaman berfungsi sebagai tempat

perlindungan bagi warga dari kejaran lawanya saat terjadi perkelahian. Orang

yang telah berlindung dibagian tengah halaman Bagas Godang tersebut tidak

boleh diganggu. Orang tersebut berada didalam perlindungan raja sehingga hanya

Raja yang berhak mengambil tindakan untuk mengadilinya.

Sopo Godang sendiri memiliki ukuran yang lebih kecil dari Bagas Godang

. Bentuk atapnya sama dengan atap pada Bagas Godang . Bahan penutup atapnya

menggunakan ijuk.

Bangunan ini berbentuk ruang terbuka dengan dinding yang hanya

beberapa meter. Pada Bagas Godang hanya ditemukan dua ruangan yakni ruangan

Universitas Sumatera Utara


musyawarah, berbentuk ruangan terbuka dengan ruang memanjang. Ruangan

lainya adalah bilik yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan benda-benda

perlengkapan kesenian seperti yang telah disebut diatas diantaranya gordang

sembilan, gong, gendang umbul–umbul adat dan sebagainya.

Konon dikatakan bangunan Sopo Godang ini memiliki suatu

keistimewaan. Pada bagian tengah bangunan terdapat sebuah tiang berbentuk

bulat besar dengan ukiran yang indah. Tiang ini berfungsi sebagai penyangga dan

berfungsi sebagai tempat bersandar raja pada saat memimpin sebuah pertemuan-

pertemuan kerajaan dan bermusyawarah..

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

Renovasi Bagas Godang dan Sopo Godang di Pidoli Dolok

Untuk lebih memperjelas mengenai gambaran dalam perenovasian Bagas


Godang dan Sopo Godang di Pidoli Dolok. Maka penulis membagi bab ini
kedalam beberapa bagian perubahan-perubahan yang telah direnovasi.

4.1. Perubahan dalam renovasi Bagas Godang.


Perubahan Bagas Godang dan Sopo Godang dilakukan pada kurang lebih
15 tahun yang lalu. Dikatakan adanya perubahan melibatkan pihak pemerintahan
daerah dan serta pihak pewaris. Kemudian dalam perubahan ini telah terjadi
berbagai perubahan. Adapun perubahan-perubahan tersebut adalah :
4.1.1. Bahan Atap.

Bentuk atap pada bangunan Bagas Godang tetap dipertahankan. Namun


mengalami perubahan pada bahan yang dipergunakan. Jika pada masa dahulu
memakai bahan ijuk nira atau ijuk kelapa sebagai atap rumah, maka saat ini telah
diganti menjadi bahan seng. Hal ini dapat diketahui dari keterangan seorang
pewaris yang bernama Ali Sultan Nasution.beliau mengatakan :

“ Bentuknya tetap seperti dulu, tapi bahannya kalau aslinya dulu


pakai ijuk nira atau ijuk kelapa yang dibentuk sejajar tapi sekarang
pakai seng, karna menggunakan seng lebih praktis dan banyak
didapat“

Adapun alasan penggantian bahan ijuk menjadi seng disebabkan beberapa


alasan. Diantaranya dikatakan bahwa bahan seng lebih kuat dan tahan lama dari
pada bahan ijuk. Kemudian bahan seng lebih mudah memperolehnya. Dan bahan
seng lebih sesuai dengan kondisi bangunan yang ada saat ini.

Universitas Sumatera Utara


4.1.2. Bentuk tiang.

Pada masa sebelum renovasi tiang merupakan kayu bulat utuh yang diukir

menjadi bentuk segi delapan. Saat ini tiang tersebut sudah berubah menjadi

bentuk bulat. Tidak tampak lagi pahatan segi delapan pada tiang tersebut. Namun

demikian bahan tiang tetap terbuat dari bahan kayu pilihan dari tukang bangunan.

4.1.3. Dasar tiang

Pada saat sebelum renovasi dasar tiang langsung bersentuhan dengan

tanah. Tiang yang terbuat dari kayu langsung menghujam tanah . Namun seperti

yang saat ini pada bagian dasar tiang sudah diberi beton atau campuran bahan dari

adonan semen yang dibentuk persegi atau bulat. Kemudian tiang diletakkan diatas

semen tersebut. Menurut beberapa responden hal ini tidak memberikan arti apa-

apa hal ini dilakukan agar tiang tidak mudah rusak dan bangunan menjadi kuat

dan terlihat kokoh.

4.1.4. Bentuk ruang-ruang dalam bangunan

Setelah direnovasi terjadi beberapa perubahan dalam susunaan ruangan.

Menurut responden perubahan ruangan itu boleh saja dilakukan sesuai dengan

kebutuhan yang ada.

Saat ini terdapat ruangan kamar yang letaknya lebih didepan.dan

diruangan ini juga terdapat kamar mandi. Dimana pada masa sebelum renovasi

tidak terdapat ruangan yang memliki kamar mandi. Melainkan diluar ruangan

utama dari bangunan Bagas Godang.

Universitas Sumatera Utara


4.1.5. Isi ruangan utama.

Dimana pada ruangan utama pada masa lalu terdapat barang-barang

pusaka dan peralatan perang Raja. Tetapi pada masa sekarang hanya ada peralatan

perlengkapan ornamen pesta pernikahan seperti pelaminaan mini dan

perlengkapan lainnya, seperti foto-foto pemilik pewaris beserta keturunan

keluarga besar dari Raja Nasution yang mendiami Pidoli Dolok.

4.1.6. Bentuk dinding teras depan

Pada bagian luar bangunan tepatnya dibagian depan terdapat dinding yang

menjadi penghalang menjadikan sebuah teras atau ruang tamu. Dimana pada masa

sebelum renovasi pagar ini berbentuk susunan kayu tegak lurus. Maka pada saat

renovasi ini dilakukan sudah berubah menjadi bentuk susunan kayu yang

menyilang. Menurut beberapa responden perubahan ini tidak memberikan

pengaruh apapun, hal ini semata-mata hanya dilakukan sesuai dengan keinginan

yang membangun rumah.

4.1.7 Ruangan dapur.

Pada ruangan dapur dimasa sebelum renovasi adalah ruangan yang terbuat

dari kayu. Namun setelah direnovasi maka berubah menjadi bangunan beton. Hal

ini dilakukan gara dapur dapat terlihat lebih tahan lama.

Perubahan pada Bagas Godang dapat disimpulkan kedalam Tabel dibawah

ini, berdasarkan data dari beberapa responden. Sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


Tabel 1. Perubahan dalam Renovasi Bagas Godang

No. Bagian yang Sebelum Sesudah Alasan


diubah renovasi renovasi
1 Bahan Atap Ijuk Seng Lebih tahan lama.
Lebih mudah
diperoleh. Serta
mengikuti
perkembangan
zaman
2 Bentuk tiang Segi delapan Bulat Lebih mudah
membuatnya/lebih
praktis
3 Dasar tiang Langsung di Di beri alas dari Lebih kuat dan
tanam adonan semen mengikuti model
menghujam bangunaan saat ini
tanah
4 Bentuk Dibagian Bagian depan Untuk mengikuti
ruangan belakang kebutuhan
Kamar pemakaiaan
ruangan

5 Penambahan Tidak ada kamar Ada kamar Untuk kemudahan


bagian dalam mandi mandi beserta sebagai tempat
kamar bak mandi dan tinggal oleh
westafel pewarisnya
6 Isi ruangan Peralatan Pelaminaan Peralatan perang
perang, pengantin sudah tidak ada.
Pelaminaan mini
diletakan
sekaligus untuk
hiasan agar orang
mengetahu
pelaminaan adat
Mandailing
7 Bentuk Sejajar Silang Hanya untuk
dinding hiasan. Agar lebih
ruangan teras indah.
luar
8 Ruangan dapur Dari kayu Sudah terbuat Lebih kuat, lebih
Berbentuk dari semen dan bersih dan mudah
panggung dilantai semen perawatannya.
Berada
dipermukaan
tanah

Universitas Sumatera Utara


4.2. Perubahan dalam renovasi Sopo Godang.

4.2.1. Bahan Atap.

Pada masa sebelum renovasi dikatakan oleh beberapa informan bahwa

bahan atap terbuat dari ijuk. Namun setelah renovasi bahan atap telah diganti

menjadi bahan seng. Adapun alasan penggantian bahan atap ini dikarenakan seng

lebih kuat dan tahan lama serta lebih mudah dalam perawatannya sama halnya

dengan Bagas Godang.

4.2.2. Tiang penyangga tengah.

Salah satu keunikan Sopo Godang yang terdapat didaerah ini adalah

memiliki tiang penyangga tengah berbentuk bulat yang berukiran indah. Namun

saat setelah renovasi tiang tengah tersebut sudah tiada. Dan dikatakan bahwa tiang

tengah tersebut adalah tenpat raja bersandar Raja ketika sedang berkumpul,

namun saat ini tiang tersebut sudah tidak ada.

4.2.3. Dasar tiang.

Pada masa dahulu tiang Sopo Godang langsung menghujam ketanah.

Namun, pada saat ini tiang sudah dilapisi beton pada bagian bawahnya. Dimana

tiang tidak langsung menghujam tanah namun sudah dibuatkan dudukannya yang

terbuat dari beton.

4.2.4. Bentuk tiang.

Salah satu ciri khas bangunan Bagas Godang dan Sopo Godang di

Payabungan Tonga adalah tiang penyanggga bangunaan yang berbentuk segi

delapan. Namun saat dilakukan renovasi telah terjadi perubahan. Tiang tidak lagi

Universitas Sumatera Utara


berbentuk segi delapan. Tetapi berbentuk bulat. Namun demikian bahan tiang

tetap dipertahankan dengan menggunakan bahan yang terbuat dari kayu.

4.2.5. Dinding pada sekitar ruangan.

Pada masa sebelum renovasi responden mengatakan bahwa Sopo Godang

dulunya terdapat dinding yang berbentuk susunan kayu yang disusun lurus tegak

berjajar. Namun pada saat sekarang ini susunan bentuk dinding sudah tidak lurus

tegak berjajar. Melainkan sekarang susunan pagar sudah menyilang melingkari

sekitar bangunan Sopo Godang.

Perubahan pada Sopo Godang dapat disimpulkan kedalam Tabel dibawah

ini, berdasarkan data dari beberapa responden. Sebagai berikut :

Tabel 2. Perubahan pada Renovasi Sopo Godang.

No Bagian yang Sebelum Sesudah Alasan


diubah renovasi renovasi
1. Bahan atap Ijuk Seng Lebih kuat
Lebih mudah
perawatanya
2. Tiang penyangga Satu buah Tidak ada Tiang sudah
tengah tiang tiang lapuk maka
tidak ada
penggantinya
3. Dasar tiang Langsung Diberi Lebih kuat dan
menghujam landasan dari mengikuti gaya
tanah coran semen permintaan dari
yang punya
4. Bentuk tiang Segi delapan Bulat Karena dalam
pembuatannya
lebih mudah di
bangun dari
pada di bentuk.
5. Dinding sekitar Bentuk Bentuk silang Hanya untuk
bangunan berjajar hiasan agar
terlihat bagus
dan tampak
dingin

Universitas Sumatera Utara


4.3. Nilai-nilai pada bagian yang dirubah saat renovasi Bagas Godang.

Dalam perenovasian Bagas Godang telah terjadi beberapa perubahan.

Perubahan itu terlihat baik dari segi bahannya maupun bentuknya. Berikut akan

diuraikan nilai-nilai yang terkandung pada bagian-bagian yang telah diubah dalam

perenovasian Bagas Godang .Adapun nilai-nilai tersebut diperoleh dari

responden dapat dilihat dari table brerikut.

Tabel 3. Nilai-nilai pada bagian yang diubah saat renovasi Bagas Godang

No Bagaian yang Nilai yang terkandung


diubah
1 Bahan Atap Tidak terdapat nilai. Hanya sebagi penutup
bangunan
2 Bentuk tiang Tiang segi delapan menggambarkan urutan
pelaksanaan adapt dan hokum suatu kampong.
3 Dasar tiang Tidak ada nilai, menurut selera pewaris
4 Bentuk ruangan Terdapat beberapa ruangan tertentu. Ruangan ini
dalam terdiri dari ruang tengah untuk penerima tamu dan
tempat berkumpulnya masyarakat. Siapa yang berada
diruangan ini merupkan tamu raja. Kamar tidur . ruang
depan tempat penjaga berjaga jaga. Kamar terlarang ,
tempat raja menyembah mulana jadi nabolon dan
penyimpanaan pusaka. Namun dalam susunaan
ruanganya berbeda- beda tergantung dari ukuran besar
ruangan.
5 Isi ruangan Ruangan ini difungsikan untuk menerima tamu atau
utama berkumpul keluarga raja.
6 Bentuk dinding Tidak ada nilai . hanya ornamen penghias sekaligus
teras luar berfungsi untuk pagar berdinding setengah. Pada
bagian ini bentuk yang digunakan adalah bentuk
berjajar dan menyilang. Setiap Bagas Godang boleh
saja menggunakan bentuk yang sesuai kehendak
pembangunnya.
7 Ruangan dapur Tidak ada nilai. Pada dasarnya ruang dapur dapat
dibentuk sesuai selera pemiliknya. Baik bentuk
panggung atau tidak panggung, yang penting harus
rendah dari bangunan Bagas Godang.

Universitas Sumatera Utara


4.4. Nilai–nilai pada bagian yang dirubah saat renovasi SopoGodang.

Ada nilai-nilai yang terkandung pada bagian yang mengalami perubahan

pada bangunan Sopo Godang berdasarkan data yang diperoleh dari responden dan

disimpulkan kedalam tabel berikut ini sebagai berikut :

Tabel 4. Nilai-nilai pada bagian yang dirubah saat renovasi Sopo Godang

No Bagian yang Nilai yang terkandung


diubah
1. Bahan atap Tidak ada nilai yang terkandung didalamnya, hanya
sebagai penutup dan bahan atap bebas memakai apaq
saja
2. Tiang Tidak ada nilai tertentu hanya sebagai tempat raja
Penyangga bersandar,tapi sekarang pewaris yang mengelola
Tengah
3. Dasar tiang Tidak ada nilai di rubah atau tidak dirubah dasar tiang
4. Bentuk tiang Menggambarkan urutan pelaksanaan adat dan hukum
suatu kampung
5. Pagar disekitar Tidak ada nilai. Bentuk yang digunakan bergantung
bangunan pada selera pemiliknya. Bentuk yang jamak adalah
bentuk sejajar dan menyilang.
6. Banyak Tidak ada nilai banyak penyangga tiangnya semua
penyangga tiang tergantung besar kecilnya bangunan Sopo Godang
rumah

Universitas Sumatera Utara


4.5. Bagian yang dipertahankan dalam renovasi Bagas Godang

4.5.1. Bentuk atap.

Menurut keterangan yang diperoleh bentuk atap pada Bagas Godang ini

disebut dengan bentuk silingkung dolok pancucuran. Yaitu bagian atap yang

pucuknya menggunakan garis lengkung, yang menghubungkan empat tutup ari.

Tutup ari adalah bagian segi tiga yang berada dibawah atap dan diletakan di

keempat arah atap.

Menurut haji Muhamad Zein yang bergelar Sutan Kumala Pontas

Sajoangon Nsution, bentuk atap pada Bagas Godang memiliki arti tersendiri.

Beliau mengatakan :

“ kalau menurut saya atap rumah Bagas Godang ini


melambangkan sifat raja. Yang mana bentuk seperti tanduk
kerbau melengkung panjang yang melambangakn kerbau yang
memepunyai sifat kalau berjalan selalu maju tanpa pantang
mundur dalam kondisi papaun. Maka dari itu raja selalu maju
terus dan pantang menyerah khususnya dalam berperang”.

Namun demikian menurut beliau terdapat sejarah lain yang mengatakan

bahwa bentuk atap yang ada merupakan perpaduan dari bangunan suku

minang.dan ada juga yang mengatakan bentuk atap ini merupakan bentuk perahu.

Dimana bentuk perahu ini berawal dari datangnya pedagang Gujarat dan

kemudian sebagian menetap dan mebangunrumahyang atapnya berbentuk perahu.

4.5.2. Rumah panggung.

Bangunan yang masih dipertahankan dari dahulu hingga saat perenovasian

dilakukan merupakan rumah panggungnya. Merupakan cerminan dan kebanggaan

dari masa Raja terdahulu hingga saat ini, bahwa adanya Raja yang memimpin

Universitas Sumatera Utara


perkampungan harus besar dan panggung lain daripada yang lain. Dan fungsi

rumah panggung juga untuk menghindari dari serangan binatang buas dan segala

gangguan dari alam lainnya.

Rumah panggung merupakan adanya gabungan atau percampuran

beberapa adat, baik masih didalam Sumatera Utara yaitu Melayu dan Minang

Kabau atau rumah adat Padang. Rumah panggung adalah rumah yang berada

diatas permukaan tanah dan sangat tinggi, dan harus dilengkapi dengan beberapa

perangkat pelengkap rumah panggung.

4.5.3. Jumlah anak tangga.

Tangga yang berjumlah sembilan diantaranya tuju buah terbuat dari kayu

dan dua buah adalah tangga dasar yang terbuat dari tanah atau semen . Adapun

tangga yang berjumlah sembilan hanya terdapat pada bangunaan Bagas Godang .

Dimana hanya rajalah yang berhak memiliki sembilan anak tangga pada tempat

tinggalnya.

Jumlah anak tangga sendiri memiliki makna yang sangat mendalam.

Dimana hanya Bagas Godang yang memiliki jumlah sembilan anak tangga.

Bangunaan lain yang diperuntukkan bagi keluarga raja memiliki tujuh anak

tangga. Sementara bangunan untuk rakyat jelata memiliki jumlah anak tangga

yang sedikit yaitu lima anak tangga.

Universitas Sumatera Utara


4.5.4. Tiang penyangga berjumlah ganjil.

Hingga saat ini jumlah tiang tetap dipertahankan dalam bilangan yang

ganjil. Bilangan ganjil ini sendiri memiliki makna tersendiri dari keturunan Raja

yang memimpin hingga pewaris yang merawat. Yang dipercaya bahwa tiang harus

berjumlah ganjil agar terjauh dari bahaya yang mengganggu bangunan. Sama

halnya seperti anak tangga yang berjumlah ganjil.

4.5.5. Bahan tiang yang terbuat dari kayu

Setelah di renovasi bahan tiang bangunan tetap dipertahankan dengan

bahan dari kayu bulat utuh yang langsung dipotong langsung dan dibangun. Kayu

tersebut dibentuk agar lebih indah. Saat ini bentuk tiang berbentuk bulat yang

memiliki + 1-2meter.

4.5.6. Bahan dasar dinding rumah

Bahan dasar pembuat dinding Bagas Godang tetap dipertahankan. Adapun

bahan dinding tersebut berbahan dasar dari kayu jati, tetapi di bagian tertentu

memakai kayu Mahoni. Dasar dinding bangunan tidak bisa diubah mengguakan

bahan yang lain agar terlihat seperti aslinya

4.5.7. Pewarnaan.

Warna yang terdapat pada bagian Bagas Godang Pidoli Dolok adalah

merah, putih dan hitam. Dan warna-warna tersebut masih dipertahankan hingga

kini. Karena warna-warna yang selalu dipakai oleh kerajaan Mandailing sangat

berperan penting, yang merupakan simbol kehidupan dari Raja Mandailing dan

masyarakatnya.

Universitas Sumatera Utara


4.5.8. Halaman yang luas.

Halaman yang luas masih tampak pada tempat berdirinya bangunaan saat ini

berbentuk hamparan datar yang terdapat didepan bangunaan. Halaman pada

dasarnya berfungsi sebagai tempat kegiatan adat dan pada masa lampau halaman

bnerfungsi sebagai tempat perlindungan. Dalam hal ini bagi orang orang yang

berlindung dihalaman Bagas Godang tidak boleh diganggu orang lain, dia berada

dalam lindungan raja dan hanya rajalah yang berhak mengadilinya.

4.5.9. Letak bangunan.

Letak bangunan Bagas Godang tetap sama seperti pada saat sebelum

renovasi. Dimana bangunan ini dibangun menghadap barat dengan bentuk

menyerupai persegi panjang dan harus seperti tanduk kerbau, atau lebih persis

seperti bentuk perahu yang telah di sampaikan diatas.

4.5.10. Ornamen pada bagian atap.

Dari sudut luar bangunan terdapat ornamen-ornamen yang masih

menempel diatas atap Bagas Godang masih dipertahankan oleh pewaris, yang

memiliki bentuk segi tiga didalamnya terdapat ornamen yang melambangkan

sebagian besar merupakan kekuasaan dan sifat Raja memimpin para rakyatnya di

Pidoli Dolok yaitu :

Universitas Sumatera Utara


- Ornamen Mata Ni Ari.

Ornamen ini adalah bagian dari bentuk matahari. Bentuknya sebagai

simbol dari raja yang mengayomi rakyatnya dan menuntun mereka mencari suatu

kehidupan. Kekaguman akan matahari menyamakan kebesaran dan kekuatan alam

dengan mencerminkan kebesaran kekuasaan raja.

- Ornamen Bulan.

Ornamen bulan akan disesuaikan dengan aktifitasnya yang menerangi

gelapnya malam menyimbolkan seorang datu. Maksudnya adalah bahwa di huta

tersebut sudah ada seorang datu yang dapat melihat hari yang baik untuk memulai

kegiatan untuk turun kesawah, melaksanakan perkawinan, horja dan juga

berperang. Menerangi jalan hidup ke arah keberuntungan, kemuliaan, dan

kesentosaan.

Universitas Sumatera Utara


- Ornamen Bintang.

Ornamen bintang disimbolkan bahwa di huta atau kampung tersebut, telah

ada yang dituakan didalam satu adat untuk sebagai tempat bertanya dan meminta

nasehat mengenai adat dan hukum yang harus diikuti dan patuhi oleh masyarakat.

Atas keputusan yang diambil oleh pengetua adat setempat, Raja yang akan

menyampaikan berbagai macam pertanyaan dari masyarakat.

- Ornamen Panji-panji.

Ornamen panji-panji ini merupakan bendera yang warna-warni, yang

bentuknya merupakan lembaran kain yang panjang. Bendera ini merupakan

lambang adat daerah kekuasaan Raja Mandailing.

Universitas Sumatera Utara


Panji-panji ini memberitahukan kapada khalayak ramai ataupun orang-

orang pendatang, bahwa desa tersebut telah memiliki tata hukum adat, bersopan

santun serta berbudi bahasa.

- Ornamen Raga-raga.

Ornamen Raga-raga ini merupakan bambu yang terbelah yang disusun

secara silang yang mengandung makna hubungan persaudaraan yang sudah

terjalin karena hubungan perkawinan antara satu marga dengan marga lain,

sehingga terjadi tutur huubungan adat yang berbeda marga menjadi bersimpang

siur.

- Ornamen Suncang duri.

Ornamen Suncang Duri ini merupakan susunan duri ikan yang saling

berlawanan arah. Ornamen ini memiliki makna kalau seorang tamu dari luar

kampung datang dan langsung duduk di Sopo Godang maupun Bagas Godang,

harus diberi makan dan minum. Dan jikalau tamu tersebut akan pergi keluar

kampung, maka harus diberi pula belanjanya berupa nasi bungkus untuk makanan

si tamu tersebut selama diperjalanan.

Universitas Sumatera Utara


- Ornamen Jagar-jagar.

Ornamen ini menggambarkan putik kelapa yang masih kecil-kecil, yang

memiliki makna jika sudah disebut desa/kampung yang sudah dinamai bona bulu

sudah dilengkapi dengan adat, yakni adat terhadap Raja, adat terhadap hula /

mora, adat kepada saudara sekandung atau semarga dan adat kepada menantu atau

besan, adat kepada masyarakat sekampung maupun adat kepada muda-mudi.

Maka itulah yang disebut kampung yang telah memiliki lembaga adat

yang sangat kuat didalam satu huta/kampung.

- Ornamen Bona Bulu.

Ornamen ini menggambarkan batang bambu yang tegak lurus tersusun

berbaris. Ornamen ini memiliki arti makna bahwa memberitahukan kepada setiap

orang (orang pendatang), bahwa desa tersebut telah memiliki sebutan “bona

bulu”, yang dilengkapi pimpinan desa namora natoras, suhu (saudara/kahanggi),

bayo-bayo (menantu/besan/anak boru), datu, si baso, ulu balang, dan ikutan orang

Universitas Sumatera Utara


banyak yakni Raja yang telah mempelopori mendirikan desa serta menjadi

pemimpin desa.

- Ornamen Gimbang

Gimbang melambangkan arah mata angin. Letaknya sangat dominan di

tengah alo angin. Maknanya sangat beraneka. Gimbang bermakna kekuasaan dan

kekayaan raja yang memiliki tanah, kebun dan sawah serta simpanan padi

sepanjang arah mata angin di hutanya. Setiap masyarakat baik yang di dalam

maupun diluar hutanya dapat meminta bantuan pangan.

- Ornamen Podang

Bentuk pedang dalam gaya ke uni Eropa atau Timur Tengah. Melihat

penampilan bentuk demikian kiranya perlu dikaji kembali tahun keberadaannya.

Konon pedang ini menunjukkan keadilan dan kebenaran yang telah ditegakkan di

huta tersebut. Tegaknya hukum adalah kehormatan bagi huta. Siapa saja yang

melanggar akan dihukum menurut hukum adapt yang berlaku. Pemasangannya

dan peletakannya biasanya sepasang secara simetris.

Universitas Sumatera Utara


- Ornamen Lading atau Upak

Lading atau upak adalah parang sebagai simbol alat pencari nafkah juga

senjata saat berburu ke hutan/ladang untuk bersiap siaga terhadap binatang buas.

Pemasangannya dan peletakannya juga biasanya sepasang secara simetris.

- Ornamen Takar

Bentuknya terbuat dari batok kelapa yang dipasang telungkup. Takar

biasanya digunakan untuk tempat makanan dalam kehidupan sehari-hari.

Dipasangkan sebagai simbol kesiapan raja dalam menolong siapapun yang

membutuhkan makanan.

Universitas Sumatera Utara


- Ornamen Tanduk Ni Horbo

Tanduk Ni Horbo adalah tanduk kerbau yang lengkap dengan kepalanya

adalah sebagai simbol kerajaan dan kebangsawanan dari penghuni rumah yang

menggambarkan pekerjaan adat. Penghuninya bukan orang kebanyakan dan masih

keturunan raja.

- Ornamen Tagan

Tagan adalah alat yang dipergunakan untuk menumbuk daun sirih. Bentuk

ini sebagai simbol dari kerukunan serta penduduk terpelihara dari mara bahaya

dalam suatu huta. Semua perselisihan dapat diselesaikan secara adat dan hukum.

Universitas Sumatera Utara


- Ornamen Timbangan

Timbangan adalah alat timbangan yang merupakan simbol dari keadilan

dan kebenaran. Kekuasaan untuk menimbang dan memutuskan secara adil dan

bijaksana suatu perkara adat. Bentuk dari timbangan ini biasanya diletakkan di

tengah alo angin.

Universitas Sumatera Utara


4.6. Bagian yang dipertahankan dalam renovasi Sopo Godang

4.6.1. Bentuk atap.

Bentuk atap tetap dipertahankan seperti sedia kala dan sama persis tidak

ubahnya sebelum direnovasi. Hanya pada bahan penutupnya saja yang diubah dari

ijuk menjadi seng.

Sama halnya dengan yang di Bagas Godang yang berbentuk seperti tanduk

kerbau yang mencerminkan sifat Raja yang sangat kuat, dan pantang menyerah

dalam berperang dan menjaga masyarakatnya dari gangguan apapun. Tetapi

bentuk atap Sopo Godang ini lebih kecil daripada Bagas Godang.

4.6.2. Jumlah tiang.

Tiang berjumlah ganjil tetap dipertahankan. Jumlah tiang juga sama

dengan saat sebelum dilakukan renovasi. Tapi tiang tergantung besar kecilnya

bangunan Sopo Godang yang akan dibangun atau direnovasi.

Alasan menurut pewaris Sutan Abdurrahman Nasution : “Tiang harus

berjumlah ganjil agar kuat terhadap gangguan alam seperti tahan terhadap

gempa”.

4.6.3. Bahan tiang.

Setelah direnovasi bahan tiang tetap dipertahankan. Bahan tiang Sopo

Godang tetap dipertahankan dengan memakai bahan yang terbuat dari kayu utuh

atau kayu glondongan besar.

Universitas Sumatera Utara


Alasan dari pewaris Bapak Gidion Nasution : “Dahulu bahan tiangnya

berasal dari kayu yang utuh yang di cari oleh orang tua atau pengetua adatnya,

atas pilihan pengetua adat itulah masyarakat untuk mencari kayu yang

berdiameter yang sama dan besar dan harus awet yang berasal dari hutan.

4.6.4. Dinding penutup samping.

Bagian penutup samping tetap dipertahankan seperti saat sebelum

dilakukan renovasi. Dinding tidak tertutup secara keseluruhan. Bagian yang

bertutup hanya setinggi hampir setengah meter atau setengah badan manusia.

Selain itu bahan dinding tetap dipertahankan dengan menggunakan bahan yang

terbuat dari kayu.

Pada bagian ini tidak ditutup secara keseluruhan menggambarkan

bahwasanya pemerintahan adalah bersifat pemerintahan yang demokratis dan

terbuka untuk kalangan umum masyarakat.

4.6.5. Jumlah anak tangga

Anak tangga berjumlah ganjil. Adapun anak tangga pada Sopo Godang

pidoli dolok berjumlah sembilan anak tangga. Jumlah smbilan anak tangga hanya

terdapat pada bangunaan yang khusus diperuntukan untuk raja suatu desa.

Universitas Sumatera Utara


4.7. Nilai-nilai pada bagian yang dipertahankan dalam renovasi Bagas

Godang.

Dalam perenovasian Bagas Godang, ada dari beberapa bentuk dan

ornamen yang dipertahankan pada bagian-bagian yang sangat tidak boleh di ubah

atau di renovasi. Terlihat baik dari segi bahannya maupun bentuknya. Berikut

akan diuraikan nilai-nilai yang terkandung pada bagian-bagian yang

dipertahankan atau tidak boleh diubah dalam perenovasian Bagas Godang.

Adapun nilai-nilai tersebut diperoleh dari responden dapat dilihat dari table

berikut :

Tabel 5. Nilai-nilai pada bagian yang dipertahankan dalam renovasi Bagas


Godang.

No Bagian yang Nilai yang terkandung


dipertahankan
1. Bentuk atap Adanya nilai-nilai yang terkandung bahwa tanda maupun
bentuk atap Bagas Godang yang memiliki ciri khas dan
sejarah dari masa Raja pertama, yang mencerminkan sifat
dan keagungan Raja dalam memimpin huta /kampung
2. Rumah Panggung Ada nilai sebuah rumah panggung Bagas Godang yang
dipercaya Raja yang dimuliakan oleh semua
masyarakatnya. Karena Raja yang memiliki kedudukan
yang lebih tinggi dan harus panggung agar jauh dari
gangguan binatang buas.
3. Tiang penyangga Ada nilai pada tiang penyangga harus berjumlah ganjil
berjumlah ganjil tidak boleh genap. Karena dipercaya apabila jumlahnya
genap akan banyak gangguan yang terjadi di lingkungan
masyarakat, makanya harus berjumlah ganjil agar aman
dari gangguan alam sekitar
4. Bahan tiang yang Bahan ini yang terbuat dari kayu, yang mengandung
terbuat dari kayu nilai tetapi tidak terlalu diperhatikan. Karena dari dahulu
sudah terbuat dari kayu sampai sekarang. Tanpa
meninggalkan bentuk aslinya.
5. Bahan dasar Bahan dasar dinding harus terbuat dari kayu alami yang
dinding rumah di bentuk menjadi papan dinding rumah.
6. Pewarnaan Pewarnaan harus tetap berdasarkan adat yang yang
dipercaya dan yang ada di Mandailing.

Universitas Sumatera Utara


7. Halaman yang Harus memiliki halaman yang luas dan tetap berada di
Luas depan Bagas Godang. Sebagai bentuk pelindung oleh
Raja kepada masyarakatnya
8. Letak bangunan Dari dahulu bangunan Bagas Godang Pidoli Dolok ini
sudah menghadap kebarat dari dahulu hingga sekarang.
Karena dipercaya ada sebuah kuburan yang
dikeramatkan oleh Raja dahulunya.
9. Ornamen pada Ornamen yang melekat di atap bangunan dari dahulu
bagian atap hingga sekarang ini harus tetap seperti aslinya. Ornamen
Bagas Godang. inilah merupakan lambang simbol yang di percaya oleh
masyarakat dan pewaris bahwa lambang dari simbol itu
adanya sifat dan adanya kerajaan di Mandailing

4.8. Nilai-nilai pada bagian yang dipertahankan dalam renovasi Sopo Godang

Dalam perenovasian Sopo Godang, ada dari beberapa bentuk dan ornamen

yang dipertahankan pada bagian-bagian tertentu yang sangat tidak boleh di ubah

atau di renovasi. Terlihat baik dari segi bahannya maupun bentuknya. Berikut

akan diuraikan nilai-nilai yang terkandung pada bagian-bagian yang

dipertahankan atau tidak boleh diubah dalam perenovasian Sopo Godang. Adapun

nilai-nilai tersebut diperoleh dari responden dapat dilihat dari table berikut :

Tabel 5. Nilai-nilai pada bagian yang dipertahankan dalam renovasi Sopo


Godang

No. Bagian yang Nilai yang terkandung


dipertahankan
1. Bentuk atap Merupakan nilai adat dari dahulu hingga sekarang atap
berbentuk melengkung seperti kepala kerbau dan
perahu. Dipercaya lambang sifat raja dan masuknya
Islam dari para pedagang hujarat yang datang
berdagang
2. Jumlah tiang Jumlah tiang penyangga bangunan harus ganjil. Yang
memiliki nilai sebagai jauh terhadap gangguan alam
dan binatang buas
3. Bahan tiang Bahan tiang harus memiliki kekuatan yang kokoh untuk
menopang bahan Sopo Godang
4. Dinding penutup Dinding penutup samping dan sekelilingnya harus
samping setengah pinggang orang dewasa dan harus terbuka.

Universitas Sumatera Utara


Dan tidak ada yang ditutupi seluruh bangunan dalam
pengadaan sidang langsung dilihat oleh rakyatnya
5. Jumlah anak Jumlah anak tangga harus sembilan dan ganjil, karena
tangga memiliki nilai yang dipercaya sebagai lambang suku-
suku adat yang berada di tanah Mandailing
6.

Universitas Sumatera Utara


Bab V

Kesimpulan

Dalam renovasi Bagas Godang dan Sopo Godang di Pidoli Dolok dapat

disimpulkan bahwasanya perenovasian tersebut masih banyak mempertahankan

keaslian dari bangunan sebelumnya. Bentuk, bahan, rupa bangunan masih

dipertahankan pada sebagian besar dari keseluruhan bangunan.

Bentuk, rupa, bahan bangunan Sopo Godang dan Bagas Godang

mengandung niali-nilai tersendiri pada masyarakat Pidoli Dolok. Nilai- nilai ini

berkaitan erat dengan proses renovasi Bagas Godang dan Sopo Godang tersebut.

Disamping itu juga terdapat beberapa bagian yang mengalami perubahan

dari segi bentuk, rupa dan bahan. Yang mana perubahan itu dilakukan dengan

alasan agar bangunan dapat bertahan lebih tahan lama, serta mengikuti tren mode

bangunan saat ini. Namun bagian-bagian yang diubah kebanyakan tidak memiliki

suatu nilai yang mendalam. Bagian- bagian yang memiliki nilai yang mendalam

dan berarti tetap dipertahankan keaslianya.

Dibalik kesemuanya itu, terdapat pergeseran nilai fungsi dari Bagas

Godang dan Sopo Godang. Pada masa lalu bangunan ini memliki fungsi yang

fatal dalam kehidupan sosial masyarakatnya saat ini sudah tidak lagi. Bagas

Godang dan Sopo Godang hanya difungsikan sebagai bangunan warisan nenek

leluhur yang perlu dijaga dan dilestarikan. Sehingga bangunan ini hanya menjadi

seperti cagar wisata bangunan budaya saja. Orang-orang dapat melihat bentuk

bangunan saja, namun sudah tidak dapat melihat fungsi ideal bangunan tersebut

pada masa lampau atau aslinya.

Universitas Sumatera Utara


Bangunan ini hanya dijadikan tempat tinggal dan hanya dijadikan objek

wisata pada masa ini. Terdapat penghuni Bagas Godang dan Sopo Godang yang

tinggal ditempat ini secara tidak menetap. Tempat ini hanya ditinggali pada saat-

saat tertentu saja. Khususnya pada hari raya besar seperti hari raya Idul fitri. Para

keluarga pewaris kumpul di Bagas Godang dan Sopo Godang

Dengan demikian kiranya pada kesempatan mendatang diharapkan dalam

melakukan renovasi pada bangunan–bangunan tradisional perlu memperhatikan

beberapa aspek. Baik dari bentuk, rupa, bahan serta nilai yang terkandung

didalamnya harus diperhatiakan dengan benar. Agar bangunan tersebut tidak

kehilangan nilai dan kekhasan tersendiri.

Disamping usaha pelestrian secara fisik perlu kiranya lebih ditingkatkan

bentuk pelestarian budaya ini kepada berupa pembelajaran kepada generasi

penerus. Pemahaman mengenai bangunan baik secara fisik maupun nilai perlu

ditanamkan kepada generasi-generasi bangsa. Agar bangunan ini dapat

dipertahankan kelestarianya serta dijadikan suatu kebanggan tersendiri terhadap

budaya bangsa yang kaya.

Tabel-tabel tersebut diatas merupakan kumpulan ungkapan dari semua

responden, dari masyarakat dan ahli waris. Yang mencari kepuasan masyarakat

dan pewaris dalam menilai suatu bangunan yang megah, juga menjadikan

lambang serta kebanggaan di dalam satu suku adat Mandailing yang berada di

Panyabungan Mandailing Natal.

Universitas Sumatera Utara


Dari beberapa pewaris dengan direnovasinya bangunan ini telah mencapai

kesempurnaan yang utuh dengan dilestarikannya kembali bangunan Bagas

Godang dan Sopo godang ini.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

1. Bangun, Payung, Situasi Rumah Adat Karo Sekarang Ini, makalah yang

disampaikan dalam seminar Pelestarian Rumah Adat Karo, FISIP-USU,

Medan, 24 Oktober 1989.

2. Budihardjo, Eko..Arsitektur sebagai Warisan Budaya, Jakarta: Djmbatan,

1997.

3. Bonta, Juan Pablo, Architecture and Its Interpretation, Luna Humphries,

London, 1979.

4. Danandjaja P, James, Folklor Indonesia,Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-

lain, Jakarta:Rajawali Press, 1986.

5. Furchan, Arief. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, Surabaya: Usaha

Nasional, 1992.

6. Geertz, Clifford. The Interpretation of Cultures, United States of

America:Basic Books Inc, 1973.

7. Goodenough Ward. E. Description and Comparison in Cultural

Anthropology .United States Of America: Cambridge University Press,

1970.

8. H. Mohammad Said, Soetan Koemala Boelan (Flora) Raja, Pemimpin

Rakyat, Wartawan, Penentang Kezaliman Belanda Masa 1912-1932, UI-

Press.

9. Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Aksara Baru, 1980

10. Laporan Seminar, Pencerminan Nilai Budaya dalam Arsitektur di

Indonesia, Djambatan, Jakarta , 1982.

11. Laporan Seminar, Peran, Kesan dan Pesan Bentuk-bentuk Arsitektur,

Universitas Sumatera Utara


Djambatan, Jakarta , 1982.

12. Laporan Seminar, Persepsi, Bentuk dan Konsep Arsitektur, Djambatan,

Jakarta , 1986.

13. Lip, Evelyn, Letak dan Arah Bangunan Yang Membawa Keberuntungan,

(terj. Lanny L.), Bina Pustaka, 1984.

14. Lubis, Muhammad Arbain, Sejarah Marga-marga Asli di Tanah

Mandailing, Medan, 1993.

15. Lubis, Zainuddin, Namora Natoras : Pemimpin Tradisional Mandailing,

Skripsi, Fakultas Sastra USU Jurusan Antropologi, Medan, 1987.

16. Managor, Sutan, Pastak-pastak Ni Paradaton, CV. Media, Medan, 1995.

17. Mangunwijaya, Y.B., Wastu Citra, PT. Gramedia, Jakarta , 1988.

18. Maryono, Irawan & dkk., Pencerminan Nilai Budaya Dalam Arsitektur Di

Indonesia, Djambatan, 1982.

19. Ministry Public Works and Electric Power, Traditional Building of

Indonesia, Bandung, 1973.

20. Nasution, H. Pandapotan, SH., Uraian Singkat Tentang Adat Mandailing

Serta Tata Cara Perkawinannya, Widya Press , Jakarta , 1994.

21. Nasution, Pandopotan. Adat Budaya Mandailing Dalam Tantangan

Zaman. Medan: Forkala Provinsi Sumatera Utara, 2005.

22. Nasution, Syamsul Bachri, SH., Dalam Manyunggul Pelestarian Budaya

Tapanuli Selatan, Yayasan Bagas Godang Raja Panusunan Bulung Janji

Mauli Tapanuli Selatan, 1999.

23. Pakar Adat Tapanuli Selatan, Buku Pusaka Warisan Marga-marga

Tapanuli Selatan Turun-Temurun, Yayasan Manula Glamur, Medan,

Universitas Sumatera Utara


1990.

24. Pakar Adat Tapanuli Selatan, Falsafah Adat, Yayasan Manula Glamur,

Medan, 1990.

25. Parsudi Suparlan, Kebudayaan, Masyarakat, dan Agama: Agama sebagai

sasaran Penelitian Antropologi, makalah disampaikan pada kuliah bagi

para peserta Pusat Latihan Penelitian Agama, Dep.Agama R.I.; di IAIN

Jakarta, Ciputat 14 September 1981.

26. Pemerintah Tingkat II Tapanuli Selatan, Rencana Kabupaten Daerah

Tingkat II Mandailing Natal, Padang Sidempuan, 1998.

27. Prijotomo, Josef, Ir., Pasang Surut Arsitektur di Indonesia, CV. Arjun,

Surabaya, 1986.

28. Ritzer, Arif. sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda,

Jakarta:Rajawali Press, 1992.

29. Schirmbeck, Egon, Gagasan, Bentuk dan Arsitektur, Intermatra,

Bandung, 1993.

30. Shri Ahimsa Putra, Etnosains danEtnometodologi, dalam majalah: Ilmu-

ilmu Sosial Indonesia, jilid XII.No.2., Agustus 1985, hal.103-133.

31. Situmorang, Oloan, Drs., Mengenali Bangunan Serta Ornamen Rumah

Adat Daerah Mandailing dan Hubungannya dengan Perlambangan

Adat, CV. Angkasa Wira Usaha, Medan, 1997.

32. Slametmulyana, Nagarakertagama, Bhratara Karya Aksara, 1979.

33. Spradley, James P., The Ethnographic Interview, New York: Rinehart and

Winston,1979.

34. Spradley , James P., Participant Observation, New York: Rinehart and

Universitas Sumatera Utara


Winston,1980.

35. Suparlan,Parsudi, Kebudayaan, Masyarakat, dan Agama: Agama sebagai

sasaran Penelitian Antropologi, makalah disampaikan pada kuliah bagi

para peserta Pusat Latihan Penelitian Agama, Dep.Agama R.I.; di IAIN

Jakarta, Ciputat 14 September 1981.

36. Wiryotenoyo, Broto Semedi , Manusia Makhluk Membudaya, dalam

Johanes Mardimin (ed.), “Jangan Tangisi Tradisi”, Kanisius, 1994: 17-

34.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4. Seluruh bangunan Bagas Godang yang sudah direnovasi

Gambar 5. Seluruh bangunan Sopo Godang yang sudah direnovasi

Universitas Sumatera Utara


Gambar 6. Bangunan Sopo Godang yang sudah di renovasi. Tidak menggunakan tiang tengah
sebagai bersandar Raja

Gambar 7. Bangunan Sopo Godang yang belum di renovasi. Masih menggunakan tiang tengah
sebagai bersandar Raja

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR INFORMAN

1. Nama : M. Fahri Lubis

Umur : 32 tahun

Pekerjaan : Pegawai Pemkot

Jabatan : Karyawan Pegawai Negeri

Alamat : Panyabungan

2. Nama : Darman Nasution

Umur : 30 tahun

Pekerjaan : Pegawai Swasta

Jabatan : Kepala Security

Alamat : Panyabungan kota

3. Nama : M. Zein Nasution

Umur : 52 tahun

Pekerjaan : Pegawai

Jabatan : Karyawan

Alamat : Pidoli Dolok

4. Nama : Ali Sutan Nasution

Umur : 47 tahun

Pekerjaan : Petani/berladang

Jabatan :-

Alamat : Panyabungan

Universitas Sumatera Utara


5. Nama : H.M.Yusuf Daulay

Umur : 52 tahun

Pekerjaan : Pegawai Negeri

Jabatan : Karyawan

Alamat : Pidoli Dolok

6. Nama : Hj. Maisyaroh Siregar

Umur : 54 tahun

Pekerjaan : Pedagang

Jabatan : -

Alamat : Pidoli Dolok

7. Nama : Hamdan Hasibuan

Umur : 52 tahun

Pekerjaan : Petani

Jabatan :-

Alamat : Panyabungan

8. Nama : Edi Nasution

Umur : 29 tahun

Pekerjaan : Wartawan

Jabatan :-

Alamat : Panyabungan

Universitas Sumatera Utara


9. Nama : Johan Matondang

Umur : 61 tahun

Pekerjaan : Pengetua Adat

Jabatan :-

Alamat : Pidoli Dolok

10. Nama : Situmorang

Umur : 46 tahun

Pekerjaan : Supir

Jabatan :-

Alamat : Kota Panyabungan

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai