SKRIPSI
Oleh :
IMAN SULAIMAN
020905008
DEPARTEMEN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
HALAMAN PERSETUJUAN
NIM : 020905008
Departemen : Antropologi
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karuniaNya kepada penulis. Karena dengan rahmat dan
karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tulisan ini. Adapun skripsi ini disusun
sebagai tugas akhir guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana
Antropologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Sumatera
Utara.
Judul Skripsi ini adalah “Renovasi Bagas Godang dan Sopo Godang
Menururt Pewaris dan Masyarakat”. Penelitian ini dilakukan di desa Pidoli Dolok,
Penyabungan.
diselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis
penulis sembahkan kepada kedua orang tua penulis, yaitu kepada Alm. Ayahanda
Ir. H. Sumarli dan kepada Ibunda Hj. Suparmi yang selalu memberikan kasih
sayangnya kepada penulis. Dan beserta dukungan dari kakanda Ir. H. Sri Utami,
MP dan keluarga, kakanda Irwani Wisudewi, SS, SPd dan keluarga, abangda Tri
Harto Gunawan, SE, MM dan keluarga, abangda Ir. H. Budi Budoyo dan keluarga,
yang mendorong semangat dan inspirasi dari awal kuliah hingga tugas akhir ini
telah selesai.
terimakasih. Karena berkat dorongan dan bantuan moril dan materil yang diberikan
1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu
tulisan ini. Seperti :Hovni Dede Sihombing, S.Sos, Aulia Kemala Sari,
kepada penulis serta yang lainnya yang tidak bisa saya sebutkan
semuanya.
Iman Sulaiman
Bab I PENDAHULUAN
Bab II
Bab III
Bab IV
4.3 Nilai- Nilai Yang Diubah Pada Renovasi Bagas Godang …………...52
4.4 Nilai- Nilai Yang Diubah Pada Renovasi Sopo Godang …………….53
4.7 Nilai- Nilai yang Dipertahankan Pada Renovasi Bagas Godang …….67
4.8 Nilai- Nilai Yang Dipertahankan pada renovasi Sopo Godang ……..68
Bab V
Kesimpulan ………...……………………………………………………………71
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
masing budaya memiliki ciri khas berdasarkan daerah yang disesuaikan dengan
daerah dan kondisi masyarakat yang ada di daerah tersebut. Budaya yang ada
tersebut masih bersifat tradisional dan ada yang masih primitif. Budaya yang ada
utuh, dengan tujuan agar dirinya dapat menampung semua kebutuhannya, baik
dalam berbagai hasil karya cipta manusia itu sendiri. Salah satu wujud dari hasil
karya manusia tersebut bisa dilihat dari bangunan adat yang dilengkapi dengan
pada suatu suku bangsa. Setiap budaya memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda
kepulauan Nusantara ini memiliki nilai-nilai estetis yang tinggi, terutama dilihat
dan diukur dari kadar nilai seninya. Seni bangunan, seni tari, seni kerajinan, seni
pahat, seni ukir, seni hias atau seni ornamen, dan lain sebagainya, merupakan
tradisional. Bahkan seni sastra daerah terus menerus dipelihara dan dijaga
kelestariannya, dalam bentuk ungkapan cerita atau dongeng yang selalu hidup
terus di kalangan masyarakat. Banyak ragam seni tersebut yang masih terpelihara
sampai sekarang, misalnya sastra daerah, nyanyian, puisi maupun seni tari dan
seni ukir yang di dalamnya tersimpan berbagai makna dari falsafah hidup yang
biasa terdapat di ukiran rumah adat dari daerah yang bersangkutan. Budaya yang
ada tersebut terus dijaga dan selalu dilakukan berbagai upaya untuk
melestarikannya.
budaya yang kuat dan berciri khas kedaerahan. Perbedaan tersebut dikarenakan
turun menurun. Salah satu ciri kebudayaan yang ada di suatu daerah dapat dilihat
suatu suku akan diungkapkan dalam tulisan ini. Bentuk bangunan yang akan
dengan budaya yang ada pada masyarakat yang menggambarkan kehidupan sosial
masyarakat di daerah tersebut. Salah satu bangunan tradisional yang masih dijaga
karya manusia, yang sangat kaya dengan hiasan simbol-simbol yang berbentuk
sangat erat kaitannya dengan kehidupan adat dan kebiasaan budaya dari nenek
Mandailing menurut para ahli diperkirakan sudah ada sejak abad ke-14.
hasil karya Prapanca (1287 Caka/1365 M), yang dikatakan bahwa: “Daerah-
daerah di luar Jawa yang pernah dibawah pengaruh Majapahit pada abad ke-14,
diantaranya ada disebutkan kata Mandailing”. Hal ini membuktikan bahwa pada
Mandailing masih dapat kita lihat sampai sekarang ini dan merupakan salah satu
dari beberapa peninggalan hasil karya arsitektur tradisional bangsa Indonesia yang
patut mendapat perhatian dan dipertahankan oleh Pemerintah dan masyarakat baik
Secara fisik, bentuk dan struktur bangunan rumah adat Mandailing diduga
sangat arif dalam menyikapi situasi dan perilaku alam yang terdapat pada alam
bukti bahwa sebuah karya bangunan tradisional Mandailing masih ada sampai
sekarang dan terus dipelihara oleh setiap generasinya walaupun beberapa bagian
eksistensi dirinya bersama dengan yang lain, sebagai makhluk yang hidup
bersosial.
Mandailing memiliki garis keturunan yang ditarik dari pihak laki-laki (patrilineal)
yang dikenal dengan istilah marga. Ada sembilan marga yang diyakini oleh
kehidupan sosial juga mengenal adanya lapisan sosial yang terdiri dari tiga
“alak najaji” atau “alak na bahat” (orang kebanyakan), dan “hatoban” (hamba
sahaya) 1.
1
Pandapotan Nasution, H, “ Adat Budaya-Mandailing Dalam Tantangan Zaman “ FORKALA
Prov.Sum.Utara, 2005.
dikenal dengan sebutan Bagas Godang dan Sopo Godang. Bagas Godang
merupakan rumah besar yang dahulu menjadi tempat tinggal atau tempat
peristirahatan para Raja yang dibangun secara bergotong royong oleh masyarakat
balai sidang adat yang terletak dihadapan atau persisnya bersebelahan dengan
rumah Raja. Balai sidang adat tersebut dinamakan Sopo Godang. Bangunan pada
Bagas Godang mempergunakan tiang-tiang besar yang berjumlah ganjil dan anak
Sopo Godang dibangun tanpa menggunakan dinding atau penutup. Hal ini
Huta, adalah pemerintahan yang demokratis. Semua sidang adat dan pemerintahan
dapat dilihat secara langsung dan bebas disaksikan dan didengar oleh masyarakat
di dalam satu “Huta” (kampung). Sopo Godang digunakan oleh Raja dan tokoh-
tamu-tamu terhormat.
Bagas Godang membutuhkan halaman yang cukup luas. Halaman Bagas Godang
tersebut dinamakan Alaman Bolak Silangse Utang (halaman luas pelunas hutang)
sedang dalam bahaya memasuki halaman ini, ia akan dilindungi oleh Raja, dan
peninggalan rumah-rumah adat berupa Bagas Godang dan Sopo Godang yang
kerajaan yang ber-marga Lubis yang berada didaerah Mandailing Julu (berada
Godang dan Sopo Godang Raja Panusunan Pakantan, Bagas Godang dan Sopo
Raja Panusunan ini merupakan raja tertinggi dari kesatuan beberapa huta,
sedangkan Raja Pamusuk merupakan raja yang berada di bawah Raja Ihutan yang
2
Huta merupakan suatu tempat pemukiman masyarakat dalam perkampungan didalam komunitas
masyarakat Mandiling.
Bagas Godang Raja Panusunan Panyabungan dan Sopo Godangnya. Selain itu
juga terdapat beberapa peninggalan rumah untuk tempat tinggal yang berbentuk
Bukanlah suatu gejala yang baru apabila kian hari jumlah arsitektur
dengan kondisi dan kenyataan kehidupan yang ada disaat ini. Hal itu
pengetahuan dan teknologi saat ini sudah demikian berkembang. Ataupun juga
disebabkan oleh pengaruh budaya lain yang telah melandanya, sehingga nilai-
nilai yang tidak lagi relevan mengalami perubahan, atau dimodifikasi sesuai
dengan keadaan sekarang. Benturan nilai budaya inilah yang melatar belakangi
Mandailing.
3
Sosiokultural persamaan sosial budaya
dengan menggunakan kamera photo ternyata telah banyak terjadi perubahan. Atap
bangunan yang pada awalnya menggunakan bahan ijuk enau (gambar1), telah
diganti dengan bahan dari seng (gambar 2). Hal ini disebabkan oleh seng lebih
4
Maryono, Irawan & dkk, 1982: 6
maupun Sopo Godang agar tidak punah oleh perkembangan zaman. Pada
dengan menggunakan dinding kayu. Mungkin hal ini disebabkan, karena saat ini
harga kayu lebih mahal dan semakin sulit mendapatkannya. Cat-cat pewarna yang
sekarang ini.
arsitektur tersebut?
tradisional pada masyarakat Mandailing yang disebut dengan Bagas Godang dan
Sopo Godang.
1. 3. Lokasi Penelitian
karena di daerah ini banyak terdapat bangunan Bagas Godang dan Sopo Godang
yang telah mengalami proses renovasi yang dilakukan oleh pewaris dari rumah
adat tersebut.
Sopo Godang tersebut. Hal-hal apa saja yang harus terus dipertahankan atau
dilestarikan, dan sebaliknya hal apa saja yang boleh dirubah ketika dilakukan
renovasi terhadap bangunan tersebut. Manfaat dari penelitian ini dapat dilihat dari
di dalam masyarakat.
kehidupan masyarakat Mandailing. Jika kita melihat dari sisi fungsinya, dapat
digolongkan sebagai salah satu unsur kebudayaan, yaitu: sistem teknologi ataupun
peralatan hidup, yang berguna sebagai tempat berteduh dan berlindung terhadap
Bangunan arsitektur itu sendiri adalah yang pertama adalah kulit tubuh
manusia itu sendiri, kulit yang kedua adalah busana dan kulit yang ketiga bagi
yang telah dijabarkan sebelumnya maka fungsi Bagas Godang dan Sopo Godang
termasuk pada kulit ketiga dari sistem arsitektural, yaitu sebagai tempat untuk
berlindung dari ganasnya lingkungan alam, sistem arsitektural Bagas Godang dan
Sopo Godang juga memiliki peranan lainnya yaitu sebagai tempat tinggal yang
keindahan, atau seni yang mengandung nilai-nilai estetika. Oleh karena itu di
dirinya. Curahan yang terdapat dari dalam batin manusia di zamannya, sehingga
berbeda dengan struktur bangunan yang aslinya maka dalam hal ini,
langsung atau keturunan dari pemiliknya saja, tetapi dapat juga warga masyarakat
budaya.
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia
Bagas Godang dan Sopo Godang dapat dikatakan sebagai hasil karya manusia,
untuk menjadikan sebagai suatu hasil karya manusia diperlukan adanya proses
ini meliputi cara pandang, cara pembuatan maupun penggunaan yang dapat
diperoleh melalui tiga wujud kebudayaan yang secara singkat dapat dituliskan
sebagai berikut, yaitu : wujud ide/gagasan, wujud sistem sosial, dan wujud
kebudayaan fisik
Ketiga wujud kebudayaan ini berjalan seiring dan berkaitan serta dalam
Godang dalam penelitian ini dapat dilihat sebagai suatu bagian dari kebudayaan
fisik, tetapi juga dapat bersifat ide dan gagasan mengenai Bagas Godang dan
Sopo Godang yang merupakan suatu karya kognitif yang menjadi milik
dimana folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan
diwariskan secara turun temurun, diantara kolektif macam apa saja, secara
tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh
yang disertai dengan gerak isyarat atau alat peraga pembantu pengingat
Karena fokus perhatian penelitian ini tidak hanya tertuju semata pada
wujud konkret arsitektur saja, teapi juga erat berkaitan dengan hal-hal yang
dibuat sedemikian rupa karena memiliki nilai-nilai simbol pada bangunan dengan
motif dan corak yang mencerminkan sifat-sifat Raja dalam menjalani kekuasaan
yang juga arif terhadap masyarakatnya, yang mana bangunan bagian atap
berbentuk seperti perahu yang melengkung dan menyerupai tanduk kerbau yang
melambangkan bahwa Raja memiliki sifat yang keras dalam segala apapun, dan
dalam peperangan tidak ada kata mundur terus maju tanpa menyerah terhadap
lawannya.
perobahan dari bentuk aslinya. Bagaimana sistem pengetahuan atau cara para
pewaris melakukan perobahan tersebut tentu saja hal ini erat kaitannya dengan
stimulus bagi seseorang individu atau suatu warga masyarakat yang berasal dari
1. 6. 1. Tipe Penelitian
akan menghasilkan data deskriptif: ucapan/tulisan dan perilaku yang dapat diamati
Ini berarti bahwa hasil data deskriptif tersebut berupa uraian tertulis yang berasal
dari informan, baik itu informasi tertulis maupun tidak tertulis, hal ini sejalan
dengan Goodenough :
Terjemahan :
beberapa cara yang relevan dalam mencapai tujuan penelitian, yakni studi
lapangan sebagai bentuk teknik pengumpulan data secara primer dan studi
1.1. Wawancara
1.2. Observasi..
dalam penelitian. Pada masyarakat sekitar, maupun para ahli waris yang
2. Studi Kepustakaan.
berupa data historis Bagas Godang dan Sopo Godang. Selain itu juga untuk
data yang nantinya akan diperoleh pada lapangan penelitian, adapun tahapan
analisa data dipergunakan setelah penelitian lapangan selesai dan data terkumpul,
maka tahap selanjutnya adalah melakukan analisa data. Seluruh data yang
terkumpul dari metode-metode yang dipakai akan dibaca, diteliti dan ditelaah.
Dan tahap terakhir, melakukan pengkategorian data sehingga dapat dibagi dalam
beberapa kategori dengan tujuan agar terlihat perbedaan antara data primer dan
data sekunder, hasil kategorisasi data akan dideskripsikan demi pencapaian tujuan
penelitian.
2. 1 Sejarah
2. 1. 1 Sejarah Mandailing
satu bangsa dan wilayah bernama Mandailing, yang telah muncul sebelum abad
itu lagi.
Mandailing bahwa masyarakatnya yang tumbuh, mulai dari luas, besar ataupun
14 juga, kemudian ada beberapa abad berikutnya tak ada lagi nama Mandailing
disebut. Selama lebih lima abad lamanya, Mandailing seakan-akan hilang di telan
bertolak atau didasarkan pada persamaan bunyi kata. Ada yang menduga berasal
dari kata: Mande Hilang (dalam bahasa Minang), yang berarti ibu yang hilang.
masyarakat, asal-usul nama Mandailing berasal dari kata Mande Hilang (dalam
bahasa Minangkabau) yang artinya ibu yang hilang. Versi lain juga mengatakan
bahwa nama Mandailing berasal dari kata Mandala Holing, adalah satu kerajaan
yang diperkirakan sudah ada sejak abad ke-12. Cakupan wilayah kerajaan
orang-orang Mandailing juga sering menyebut kata holing yang bagi mereka
memiliki arti yang cukup penting, seperti tertuang dalam ungkapan berikut ini : …
seseorang harus didasarkan kepada empat syarat. Apabila ke empat syarat itu telah
kesalahan, dan setelah itu barulah hukuman dapat dijatuhkan. Selain itu, kata
holing juga terdapat dalam ungkapan surat tumbaga holing na so ra sasa , yang
secara harafiah artinya surat tumbaga holing yang tidak mau hapus. Maksudnya
tetapi keduanya saling mengikat dan tidak terpisahkan, yaitu dalam pengertian
budaya dan territorial . Dalam pengertian budaya, Mandailing adalah salah satu
adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan
Batang Natal dan Siabu, dan Mandailing Julu meliputi Kecamatan Kotanopan dan
5
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, Aksara Baru. Jakarta1980, hal. 278.
6
Pada tahun 1992, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ( DPRD) Tingkat I Propinsi Sumatera
Utara mengambil kebijakan untuk melakukan pemekaran terhadap wilayah Daerah Tingkat I
Propinsi Sumatera Utara. Sesuai dengan kebijakan tersebut, Mandailing dan Natal dinaikkan
statusnya menjadi Daerah Tingkat II dengan nama Kabupaten Mandailing-Natal yang sekarang
lebih dikenal dengan nama Madina.
dengan wilayah Padang Bolak berada di suatu tempat bernama Rudang Sinabur.
suatu tempat bernama Ranjo Batu . Namun batas wilayah Mandailing dengan
untuk mendapatkan sejarah masa silam dalam suku Mandailing. Dalam hal ini,
memiliki aksara tradisional yang disebut surat tulak-tulak dan biasa digunakan
untuk menulis kitab-kitab kuno yang disebut pustaha, pada umumnya pustaha itu
ilmu gaib, ramalan tentang waktu yang baik dan buruk serta ramalan tentang
mimpi. Semua pustaha itu disimpan orang Mandailing sebagai warisan leluhur 7.
7
Pangaduan Lubis, "Na Mora Na Toras: Kepemimpinan Tradisional Mandailing", (Skripsi FISIP
USU Medan, 1986), hal. 43-44.
marga (klan) dan masing-masing marga selalu menempatkan diri mereka sebagai
keturunan dari seorang tokoh nenek moyang yang berlainan asal. Tokoh leluhur
marga dalam hal ini dapat didefinisikan sebagai kelompok orang yang berasal dari
keturunan seorang nenek moyang yang sama dan garis keturunan diperhitungkan
Salah satunya marga Lubis dan Nasution mempunyai jumlah warga yang
kakek bersama yang bernama Na Mora Pande Bosi , yang menurut kisahnya
adalah cucu dari seorang nakhoda kapal laut bernama Angin Bugis dari Pulau
Sulu. Sedangkan satu kakek bersama dari marga Nasution bernama Si Baroar .
adalah seorang Raja dari Huta Bargot di Mandailing Godang. Cerita dalam versi
lain dari masyarakat menyebutkan bahwa marga Nasution pertama adalah putra
dari Raja Iskandar Muda dari Pagaruyung, yang di masa lalu adalah pusat
marga biasanya mempunyai ompu parsadaan (nenek moyang) yang sama, akan
ompu parsadaan yang sama. Seperi marga Rangkuti dan Parinduri nenek
moyangnya adalah Mangaraja Sutan Pane dan marga Pulungan , Lubis dan
Matondang, Daulay dan Batubara memiliki nenek moyang dua orang yang
Matondang dan Daulay , dan Bitcu Raya menurunkan marga Batubara. Menurut
Candi tua itu mungkin termasuk sisa-sisa bangunan tertua di Sumatera Utara
karena diperkirakan berasal dari abad ke 8 dan 9 Masehi, dimana pendapat bahwa
Di samping itu, ada pula di lokasi penelitian suatu tempat di sekitar Desa
Pidoli yang dinamakan Saba Biara ( biara =vihara). Biara-biara ini pada masa
sekarang hanya tinggal pondasinya saja yang tertimbun di dalam areal persawahan
penduduk. Dan Pada saat sekarang ini sudah tidak tampak. Sementara itu ada juga
di lereng gunung Sorik Marapi di Desa Maga dahulu terdapat beberapa buah
huta lobu dapat ditemukan patung batu yang disebut tagor . Menurut kepercayaan
masyarakat lama, tagor tersebut dapat memberi suatu pertanda dengan suara
8
Ibid , hal. 48.
seandainya ada seorang raja yang akan wafat. Selain itu, di empat sudut huta
kuno bernama pangulu balang, yang di masa lalu dipercayai mampu menjaga
kesatuan wilayah huta dan akan memberikan pertanda apabila ada sesuatu yang
Kotanopan adalah sebuah kota kecil di Mandailing Julu yang memiliki arti
sekitar tempat itulah dahulu putra kembar Na Mora Pande Bosi, yaitu
pemukiman. Hal itu dilakukan sesuai dengan pesan ayah mereka Na Mora Pande
menemukan suatu tempat dimana terdapat dua buah sungai yang muaranya
Lokasi ini kemudian dikenal dengan nama Muara Patontang , yaitu tempat
pertemuan muara Aek Singengu dari arah barat dan Aek Singangir dari arah timur
sinilah Si Langkitang pergi menuju suatu tempat yang dinamakan Singengu, dan
menjadi raja-raja bermarga Lubis di beberapa desa seperti Tamiang, Huta Dangka,
2. 1. 2 Sejarah Panyabungan
dahulu dianggap sebagai suatu tempat yang cukup penting. Kota kecil ini berada
desa lain untuk pindah ke penyabungan demi mencari penghidupan yang lebih
Lubis yang mendirikan suatu tempat pemukiman baru bernama Huta Lubis sekitar
di bagian hilir. Pembagian wilayah kota kecil Panyabungan yang demikian itu
disesuaikan dengan arah mengalirnya sebuah sungai bernama Aek Mata yang
melintang ke arah Panyabungan, dari timur ke barat dan bermuara ke Aek Batang
membagi dan menamai bagian-bagian dari huta mereka menurut arah aliran
saat ini masih terdapat Bagas Godang (istana raja) dan Sopo Godang (balai
Mandailing Natal dibagi atas 17 Kecamatan dan 375 desa / kelurahan yang
Kecamatan Batang Natal yang melikupi 40 desa, Kecamatan Kota Nopan dengan
Perda No. 7 dan 8 tersebut, maka Kabupaten Mandailing Natal kini telah memiliki
Bayu; (4) Kecamatan Kotanopan; (5) Kecamatan Ulu Pungkut; (6) Kecamatan
Tambangan; (7) Kecamatan Lembar Sorik Merapi; (8) Kecamatan Muara Sipongi;
Batang Gadis; (16) Kecamatan Siabu dan; (17) Kecamatan Bukit Malintang.
atau 9,24 persen dari wilayah propinsi Sumatera Utara. Wilayah yang terluas
adalah Kecamatan Muara Batang Gadis yakni 143.502 Ha (21,67 %) dan terkecil
Kepala Daerah (Bupati) yang pertama yaitu, H. Amru Daulay, SH dan Wakil
tahun 1998 hingga sekarang dibantu oleh Sekretaris Daerah yaitu : Drs. Hasyim
Nasution.
2. 3 Kondisi Demografi
2. 3. 1 Etnik Mandailing
Etnik Mandailing adalah orang yang berasal dari Mandailing secara turun
Etnik ini menurut garis keturunan ayah (patrilineal) yang terdiri dari
beberapa marga yang datang kemudian dan mendiami wilayah Mandailing yang
kemudian dianggap sebagai warga Mandailing dan tidak mau disebut sebagai
warga pendatang.
Orang Mandailing hampir 100% penganut agama Islam yang taat, oleh
karena itu agama Islam sangat besar pengaruhnya dalam pelaksanaan upacara-
ibadat. Artinya adat dan istiadat tidak dapat dipisahkan, adat tidak boleh
bertentangan dengan agama Islam. Jika dalam upacara adat ada hal-hal yang
2. 4 Keterjangkauan
tetapi dari sudut garis besarnya daerah yang akan dilintasi di mulai dari Medan,
yang sangat parah rusaknya dan kurang diperhatikan oleh dinas PU.
Sumatera yang terletak sepanjang jalan raya Lintas Sumatera yang + 40 km dari
Padangsidempuan.
Provinsi yang dengan menggunakan menaiki Bus ALS dengan tujuan Medan-
Rp.70.000,-
2. 5. 1 Kekayaan Alam
beberapa gunung itu terhampar dataran rendah yang cukup luas dan berhawa
panas. Sungai yang bernama Aek Batang Gadis yang hulunya berada di
Mandailing Julu melintasi wilayah Mandailing mulai dari bagian selatan dan
Oleh karena air sungai ini dahulu sering terhalang alirannya menuju
gunung tersebut.
emas yang telah ditinggalkan orang Agam (Minangkabau), sama halnya seperti di
sekitar Huta Godang ada suatu tempat yang dinamakan garabak ni agom . Dan
orang Belanda pun pernah membuka tambang emas di dekat kota kecil
Gunung Kulabu di dekat Pakantan itu melintasi wilayah Mandailing mulai dari
selatan hingga utara dan bermuara di Singkuang di pantai barat mengandung bijih-
bijih emas pula. Pada waktu-waktu tertentu di Aek Batang Gadis sampai sekarang
tambahan terutama pada masa pacekelik, yaitu sewaktu harga kopi, kayu manis,
2. 5. 2 Mata Pencaharian
bahwa meskipun sempit atau pun keadaannya kurang subur, pemilikan sebidang
lahan persawahan amat penting artinya bagi orang Mandailing untuk mendukung
bagian yang integral dari komunitas desanya. Sebab keaslian dan keutuhan
mengolah sawah, misalnya dalam mengerjakan tanah dan menanam padi secara
padi disebut manyaraya . Akan tetapi kegiatan gotong- royong yang demikian itu
pada masa sekarang ini sudah sangat jarang mereka lakukan. Kegiatan mengolah
sawah.
Suatu wadah berbentuk rumah kecil bertingkat dua yang disebut opuk atau
sopo eme di setiap desa digunakan untuk menyimpan padi yang sudah selesai
diirik. Bagian atasnya yang beratap ijuk (serabut pohon enau) dan berdinding
gogat (bambu yang dipecah) digunakan untuk menyimpan padi, sedangkan bagian
bawahnya yang hanya berlantai bambu atau kayu (papan) tanpa dinding biasanya
keluarga batih memiliki sebuah opuk . Namun ada juga gabungan dari beberapa
keluarga batih memiliki opuk bersama sebagai cadangan bahan makanan yang
Sekitar dua puluh tahun lalu, petani sawah di Mandailing masih bertanam
padi sekali dalam setahun. Seraya menunggu masa tanam berikutnya, areal sawah
yang sudah dipanen padinya itu dibersihkan lalu ditanami dengan tanaman muda
(palawija) seperti kacang tanah dan jagung. Namun semenjak mereka memakai
bibit padi jenis unggul, bertanam padi dilakukan dua kali dalam setahun, sehingga
tanam padi di sawah dipergunakan berbagai macam peralatan yang terbuat dari
logam (besi), antara lain: cangkul , tajak , sasabi , dan goluk . Sedangkan untuk
alat berupa sepotong kayu yang diruncingkan yang disebut ordang . Dapat
yaitu suatu sistem distribusi (tali) air yang kontruksinya masih sangat sederhana
untuk dapat mengairi areal sawah- sawah mereka. Di setiap huta biasanya terdapat
sebidang lahan persawahan milik raja yang disebut saba bolak (sawah yang luas).
Begitupun bukan berarti bahwa saba bolak milik raja itu lebih luas
daripada areal sawah milik penduduk huta . Menurut Pangaduan Lubis juga,
penamaan saba bolak untuk sawah milik raja adalah sebagai suatu penghormatan
yang menunjukkan bahwa raja memiliki kelebihan dari alak na jaji (orang
lebih banyak karena raja mengemban fungsi sebagai inganan marsali , yaitu
pacekelik.
Selain itu, raja juga memiliki areal sawah tertentu yang disebut saba olet
yang hasil panennya secara khusus dipergunakan untuk menjamu tamu-tamu raja
yang datang berkunjung ke Bagas Godang atau setiap orang yang meminta
makan kepada Raja. Adanya kewajiban raja yang demikian itu karena raja adalah
talaga na so hiang (tempat persediaan makanan yang tidak pernah habis) bagi
orang Mandailing. Di masa lalu, beternak juga termasuk sumber mata pencaharian
tambahan bagi penduduk huta . Terutama beternak manuk (ayam), itik (bebek),
ambeng (kambing), lombu (sapi) dan orbo (kerbau). Ternak kerbau banyak
diperlukan sebagai hewan sembelihan disebut longit pada berbagai upacara adat
dan ritual. Di beberapa huta, raja memiliki padang pengembalaan kerbau sendiri
Kolam ikan yang disebut tobat banyak ditemukan di setiap huta , baik itu
pula kolam ikan yang cukup luas milik raja yang dinamakan tobat bolak , yang
pada waktu-waktu tertentu ikannya diambil oleh penduduk huta setempat secara
bersama-sama. Kegiatan bersama untuk mengambil ikan dari tobat milik raja yang
dinamakan mambungkas tobat bolak ini biasanya dilakukan setahun sekali. Dapat
raja kepada rakyatnya dan juga suatu bentuk hiburan yang dapat menggembirakan
rakyatnya.
cukup luas dan lingkungan sekitarnya dengan menanam pohon kelapa. Sedangkan
di lokasi kaki-kaki gunung dan juga tanah-tanah yang tidak dipergunakan untuk
kilometer ke arah utara, di sepanjang aliran Aek Batang Gadis banyak ditemukan
pohon pisang dan umbi-umbian milik warga Huta Bargot, Saba Jior dan Jambur-
Padang Matinggi.
Wilayah Mandailing Julu yang berhawa sejuk ternyata sangat ideal untuk
tanaman kopi yang diperkenalkan kolonial Belanda6 pada abad ke-19 melalui
sistem tanam paksa di masa lalu, terutama di daerah Pakantan dan Huta Godang
(Ulu Pungkut). Sejak saat itulah, sebelum Perang Dunia Kedua, kopi yang berasal
internasional dengan sebutan " Mandailing Coffee ". Selain itu, penduduk juga
memanfaatkan lereng- lereng gunung untuk ditanami pohon karet, cengkeh dan
kayu manis. Sementara pohon enau yang banyak tumbuh secara alami di daerah
ini mereka sadap niranya untuk dijadikan gulo bargot (gula aren) yang cukup
Godang
rumah adat. Umumnya bangunan rumah adat ini paling banyak ditemukan di
Sipongi.
dan terjaga baik, terutama oleh ahli waris dan ada juga bangunan yang mendapat
bantuan perbaikan dari pemerintah daerah, karena dianggap bangunan rumah adat
tersebut adalah sebagai bangunan tradisional dan cagar budaya yang harus terjaga
kelestariannya.
Bangunan rumah adat tersebut ada yang secara langsung dijadikan sebagai
tempat tinggal oleh pemilik bangunan (ahli waris) dan ada bangunan rumah adat
yang tidak dijadikan sebagai tempat tinggal, tetapi tetap terawat dan terpelihara
oleh pemiliknya.
Hal ini tentu tidak terlepas dari mayoritas marga yang menguasai daerah
Mandailing, karena kedua kelompok marga ini adalah merupakan pendiri kerajaan
atau bekas-bekas kerajaan marga Nasution dan marga Lubis masih dapat
ditemukan pada saat ini. Seperti kerajaan marga Nasution masih dapat kita
Siantar, dan Pidoli Dolok yang memiliki ukuran besarnya berbeda. Diserta sebuah
kuburan yang dianggap sebagai nenek moyang marga Nasution yakni si Baroar
gelar Sutan Diaru. Sedang kerajaan marga-marga Lubis kita temukan di Singengu,
ditemukannya bangunan rumah adat yang besar (Singengu dan Pakantan) maupun
kuburan-kuburan tua raja-raja marga Lubis. Menurut silsilah marga Lubis diyakini
sekarang ini.
umumnya terdiri dari dua macam jenis bangunan yakni Bagas Godang dan Sopo
Godang. Di luar kedua jenis bangunan ini adalah rumah biasa sebagai pelengkap
memiliki fungsi sendiri-sendiri tetapi saling berhubungan artinya tidak lepas dari
Bagas Godang, yang disebut juga bagas adat, sebagai tempat tinggal raja
huta atau tunggane ni huta, sebagai pemimpin desa (huta), mengatur desa,
menegakkan keadilan (hukum) dan menjaga adat ( Basral Hamidy, 1987 ), disebut
masyarakat yang mendiami satu desa satu marga, yang melambangkan bona bulu,
artinya bahwa kampung tersebut telah memiliki satu kesatuan adat istiadat yang
anak horu (keluarga pihak menantu), datu, sibaso, ulu balang, ahli seni serta raja
pamusuk sebagai raja adat. Di samping itu, bangunan adat juga berfungsi sebagai
tempat berkumpul dalam kerja adat, tempat perlindungan bagi setiap anggota
alat-alat kesenian, seperti gordang sambilan, gendang besar (ogung), serta tempat
memutuskan sesuatu perkara adat atau hukum. Di samping itu, juga berfungsi
sebagai tempat tamu luar yang akan bermalam, tempat acara kesenian atau tortor.
Bangunan Sopo Godang ini biasanya berada di depan atau disamping bangunan
Bagas Godang .
rumah adat di daerah Mandailing, beberapa tempat terdapat bangunan kecil yang
berfungsi sebagai tempat menyimpan padi, disebut hopuk. Bangunan kecil ini
hopuk sebagai lumbung padi, juga memiliki arti perlambangan yakni lambang
kekurangan pangan (makanan, yang sumber makanan pokok adalah beras), dapat
meminta bantuan kepada raja (namora), berupa padi yang diambil dari hopuk
tersebut.
kita temukan betapa tingginya tatanan adat dan kehidupan sosial yang
Apabila diperhatikan dari kedua jenis bangunan rumah adat ini, akan
terlihat perbedaan struktur dan bentuk bangunan. Bagas Godang memiliki ukuran
yang lebih besar dan indah, serta memiliki variasi bangunan yang dilengkapi
empat sudut yang dilengkapi tutup ari dan dilengkapi masing-masing ornamen
sebagai perlambang adat. Sedangkan bangunan Sopo Godang, bentuk dan struktur
bangunannya lebih kecil dan sederhana. Tidak semua badan bangunan ditutupi
Godang, terletak pada pola bentuk atapnya serta penerapan maupun penggunaan
warisan peninggalan Raja marga Nasution. Bagas Godang dan Sopo Godang
didaerah ini juga memiliki fungsi dan kedudukan yang sama dengan Sopo Godang
dapat tetap dilestarikan keberadaanya. Dimana pada saat itu sudah banyak bagian
mengarah keempat mata angin. Pada bagian puncak atap menggunakan garis
lengkung yang menghubungkan empat tutup ari. Adapun pada saat sebelum
direnovasi bahan atap terbuat dari ijuk, namun saat ini sudah diganti dengan seng..
Dibawah atap bangunan diletakkan tutup ari yang berbentuk segi tiga.dan
diletakan di keempat arah atap. Tutup ari yang berbentuk segi tiga
Bagian miring disebelah kiri disebut Gaja Manyusu dan miring sebelah kanan
disebut Naniang Pamulakan. Pada bagian puncak tutup ari diberi dua buah gambar
pedang terbuat dari kayu bersilang yang melambangkan adat dan hukum. Pada
bagian tutup ari ini beri gambar ornamen-ornamen yang memiliki makna dan arti
di Pidoli Dolok memiliki warna yang khas. Yaitu warna merah, putih, dan hitam.
Yang memiliki arti yang sangat penting yaitu warna merah dapat diartikan bahwa
memperhatikan rakyatnya, baik dalam kondisi susah maupun senang. Dan yang
terakhir warna hitam memiliki makna bahwa Raja sangat menghargai nenek
menjadi beberapa bagian. Bagian pertama adalah ruang berupa kamar 3 bilik yaitu
,ruang tengah, ruang depan dan ruang untuk dapur. Pada dasarnya pembagian
ruangan dan penyusunaan Bagas Godang berpatok pada keperluan bangunan dan
luas bangunan.
atau tempat sidang adat. Ruangan ini juga dapat dimanfaatkan masyarakat pada
sebagai menjaga keamanan di sekitar wilayah rumah Raja. Kamar tidur berfungsi
untuk tempat tidur anak-anak raja. Selain itu juga terdapat kamar terlarang
pedang, tameng dan lain- lain. Dan terakhir ruangan dapur yang berguna sebagai
Pada ruang depan tepatnya pada bagian kanan dan kiri atas tangga masuk
terdapat bentuk pahatan dari kayu segi dengan bentuk bulatan yang
melambangkan penjaga.
bulat dan utuh. Kayu bulat ini kemudian dipahat hingga berbentuk segi delapan.
Tangga pada bagian depan dan belakang bangunan berguna untuk naik
kebangunan. Tangga bagian depan merupakan tangga utama. Bahan anak tangga
terbuat dari kayu yang berjumlah sembilan anak tangga. Menurut informasi anak
tangga tersebut menandakan adanya kekuasaan Raja yang menempati dalam satu
huta. Ada juga yang beranggapan bahwa menunjukkan sembilan anak tangga
Mandailing.
Pada Bagas Godang ini konon dikatakan memiliki halaman yang luas
dikatakan dengan halaman na bolak. Halaman yang luas ini berbentuk hamparan
tanah yang terhampar didepan bangunan. Halaman berfungsi untuk kegiatan yang
berkaitan dengan upacara adat. Selain itu halaman berfungsi sebagai tempat
perlindungan bagi warga dari kejaran lawanya saat terjadi perkelahian. Orang
yang telah berlindung dibagian tengah halaman Bagas Godang tersebut tidak
boleh diganggu. Orang tersebut berada didalam perlindungan raja sehingga hanya
Sopo Godang sendiri memiliki ukuran yang lebih kecil dari Bagas Godang
. Bentuk atapnya sama dengan atap pada Bagas Godang . Bahan penutup atapnya
menggunakan ijuk.
beberapa meter. Pada Bagas Godang hanya ditemukan dua ruangan yakni ruangan
bulat besar dengan ukiran yang indah. Tiang ini berfungsi sebagai penyangga dan
berfungsi sebagai tempat bersandar raja pada saat memimpin sebuah pertemuan-
Pada masa sebelum renovasi tiang merupakan kayu bulat utuh yang diukir
menjadi bentuk segi delapan. Saat ini tiang tersebut sudah berubah menjadi
bentuk bulat. Tidak tampak lagi pahatan segi delapan pada tiang tersebut. Namun
demikian bahan tiang tetap terbuat dari bahan kayu pilihan dari tukang bangunan.
tanah. Tiang yang terbuat dari kayu langsung menghujam tanah . Namun seperti
yang saat ini pada bagian dasar tiang sudah diberi beton atau campuran bahan dari
adonan semen yang dibentuk persegi atau bulat. Kemudian tiang diletakkan diatas
semen tersebut. Menurut beberapa responden hal ini tidak memberikan arti apa-
apa hal ini dilakukan agar tiang tidak mudah rusak dan bangunan menjadi kuat
Menurut responden perubahan ruangan itu boleh saja dilakukan sesuai dengan
diruangan ini juga terdapat kamar mandi. Dimana pada masa sebelum renovasi
tidak terdapat ruangan yang memliki kamar mandi. Melainkan diluar ruangan
pusaka dan peralatan perang Raja. Tetapi pada masa sekarang hanya ada peralatan
Pada bagian luar bangunan tepatnya dibagian depan terdapat dinding yang
menjadi penghalang menjadikan sebuah teras atau ruang tamu. Dimana pada masa
sebelum renovasi pagar ini berbentuk susunan kayu tegak lurus. Maka pada saat
renovasi ini dilakukan sudah berubah menjadi bentuk susunan kayu yang
pengaruh apapun, hal ini semata-mata hanya dilakukan sesuai dengan keinginan
Pada ruangan dapur dimasa sebelum renovasi adalah ruangan yang terbuat
dari kayu. Namun setelah direnovasi maka berubah menjadi bangunan beton. Hal
bahan atap terbuat dari ijuk. Namun setelah renovasi bahan atap telah diganti
menjadi bahan seng. Adapun alasan penggantian bahan atap ini dikarenakan seng
lebih kuat dan tahan lama serta lebih mudah dalam perawatannya sama halnya
Salah satu keunikan Sopo Godang yang terdapat didaerah ini adalah
memiliki tiang penyangga tengah berbentuk bulat yang berukiran indah. Namun
saat setelah renovasi tiang tengah tersebut sudah tiada. Dan dikatakan bahwa tiang
tengah tersebut adalah tenpat raja bersandar Raja ketika sedang berkumpul,
Namun, pada saat ini tiang sudah dilapisi beton pada bagian bawahnya. Dimana
tiang tidak langsung menghujam tanah namun sudah dibuatkan dudukannya yang
Salah satu ciri khas bangunan Bagas Godang dan Sopo Godang di
delapan. Namun saat dilakukan renovasi telah terjadi perubahan. Tiang tidak lagi
dulunya terdapat dinding yang berbentuk susunan kayu yang disusun lurus tegak
berjajar. Namun pada saat sekarang ini susunan bentuk dinding sudah tidak lurus
Perubahan itu terlihat baik dari segi bahannya maupun bentuknya. Berikut akan
diuraikan nilai-nilai yang terkandung pada bagian-bagian yang telah diubah dalam
Tabel 3. Nilai-nilai pada bagian yang diubah saat renovasi Bagas Godang
pada bangunan Sopo Godang berdasarkan data yang diperoleh dari responden dan
Tabel 4. Nilai-nilai pada bagian yang dirubah saat renovasi Sopo Godang
Menurut keterangan yang diperoleh bentuk atap pada Bagas Godang ini
disebut dengan bentuk silingkung dolok pancucuran. Yaitu bagian atap yang
Tutup ari adalah bagian segi tiga yang berada dibawah atap dan diletakan di
Sajoangon Nsution, bentuk atap pada Bagas Godang memiliki arti tersendiri.
Beliau mengatakan :
bahwa bentuk atap yang ada merupakan perpaduan dari bangunan suku
minang.dan ada juga yang mengatakan bentuk atap ini merupakan bentuk perahu.
Dimana bentuk perahu ini berawal dari datangnya pedagang Gujarat dan
dari masa Raja terdahulu hingga saat ini, bahwa adanya Raja yang memimpin
rumah panggung juga untuk menghindari dari serangan binatang buas dan segala
beberapa adat, baik masih didalam Sumatera Utara yaitu Melayu dan Minang
Kabau atau rumah adat Padang. Rumah panggung adalah rumah yang berada
diatas permukaan tanah dan sangat tinggi, dan harus dilengkapi dengan beberapa
Tangga yang berjumlah sembilan diantaranya tuju buah terbuat dari kayu
dan dua buah adalah tangga dasar yang terbuat dari tanah atau semen . Adapun
tangga yang berjumlah sembilan hanya terdapat pada bangunaan Bagas Godang .
Dimana hanya rajalah yang berhak memiliki sembilan anak tangga pada tempat
tinggalnya.
Dimana hanya Bagas Godang yang memiliki jumlah sembilan anak tangga.
Bangunaan lain yang diperuntukkan bagi keluarga raja memiliki tujuh anak
tangga. Sementara bangunan untuk rakyat jelata memiliki jumlah anak tangga
Hingga saat ini jumlah tiang tetap dipertahankan dalam bilangan yang
ganjil. Bilangan ganjil ini sendiri memiliki makna tersendiri dari keturunan Raja
yang memimpin hingga pewaris yang merawat. Yang dipercaya bahwa tiang harus
berjumlah ganjil agar terjauh dari bahaya yang mengganggu bangunan. Sama
bahan dari kayu bulat utuh yang langsung dipotong langsung dan dibangun. Kayu
tersebut dibentuk agar lebih indah. Saat ini bentuk tiang berbentuk bulat yang
memiliki + 1-2meter.
bahan dinding tersebut berbahan dasar dari kayu jati, tetapi di bagian tertentu
memakai kayu Mahoni. Dasar dinding bangunan tidak bisa diubah mengguakan
4.5.7. Pewarnaan.
Warna yang terdapat pada bagian Bagas Godang Pidoli Dolok adalah
merah, putih dan hitam. Dan warna-warna tersebut masih dipertahankan hingga
kini. Karena warna-warna yang selalu dipakai oleh kerajaan Mandailing sangat
berperan penting, yang merupakan simbol kehidupan dari Raja Mandailing dan
masyarakatnya.
Halaman yang luas masih tampak pada tempat berdirinya bangunaan saat ini
dasarnya berfungsi sebagai tempat kegiatan adat dan pada masa lampau halaman
bnerfungsi sebagai tempat perlindungan. Dalam hal ini bagi orang orang yang
berlindung dihalaman Bagas Godang tidak boleh diganggu orang lain, dia berada
Letak bangunan Bagas Godang tetap sama seperti pada saat sebelum
menyerupai persegi panjang dan harus seperti tanduk kerbau, atau lebih persis
menempel diatas atap Bagas Godang masih dipertahankan oleh pewaris, yang
sebagian besar merupakan kekuasaan dan sifat Raja memimpin para rakyatnya di
simbol dari raja yang mengayomi rakyatnya dan menuntun mereka mencari suatu
- Ornamen Bulan.
tersebut sudah ada seorang datu yang dapat melihat hari yang baik untuk memulai
kesentosaan.
ada yang dituakan didalam satu adat untuk sebagai tempat bertanya dan meminta
nasehat mengenai adat dan hukum yang harus diikuti dan patuhi oleh masyarakat.
Atas keputusan yang diambil oleh pengetua adat setempat, Raja yang akan
- Ornamen Panji-panji.
orang pendatang, bahwa desa tersebut telah memiliki tata hukum adat, bersopan
- Ornamen Raga-raga.
terjalin karena hubungan perkawinan antara satu marga dengan marga lain,
sehingga terjadi tutur huubungan adat yang berbeda marga menjadi bersimpang
siur.
Ornamen Suncang Duri ini merupakan susunan duri ikan yang saling
berlawanan arah. Ornamen ini memiliki makna kalau seorang tamu dari luar
kampung datang dan langsung duduk di Sopo Godang maupun Bagas Godang,
harus diberi makan dan minum. Dan jikalau tamu tersebut akan pergi keluar
kampung, maka harus diberi pula belanjanya berupa nasi bungkus untuk makanan
memiliki makna jika sudah disebut desa/kampung yang sudah dinamai bona bulu
sudah dilengkapi dengan adat, yakni adat terhadap Raja, adat terhadap hula /
mora, adat kepada saudara sekandung atau semarga dan adat kepada menantu atau
Maka itulah yang disebut kampung yang telah memiliki lembaga adat
berbaris. Ornamen ini memiliki arti makna bahwa memberitahukan kepada setiap
orang (orang pendatang), bahwa desa tersebut telah memiliki sebutan “bona
bayo-bayo (menantu/besan/anak boru), datu, si baso, ulu balang, dan ikutan orang
pemimpin desa.
- Ornamen Gimbang
tengah alo angin. Maknanya sangat beraneka. Gimbang bermakna kekuasaan dan
kekayaan raja yang memiliki tanah, kebun dan sawah serta simpanan padi
sepanjang arah mata angin di hutanya. Setiap masyarakat baik yang di dalam
- Ornamen Podang
Bentuk pedang dalam gaya ke uni Eropa atau Timur Tengah. Melihat
Konon pedang ini menunjukkan keadilan dan kebenaran yang telah ditegakkan di
huta tersebut. Tegaknya hukum adalah kehormatan bagi huta. Siapa saja yang
Lading atau upak adalah parang sebagai simbol alat pencari nafkah juga
senjata saat berburu ke hutan/ladang untuk bersiap siaga terhadap binatang buas.
- Ornamen Takar
membutuhkan makanan.
adalah sebagai simbol kerajaan dan kebangsawanan dari penghuni rumah yang
keturunan raja.
- Ornamen Tagan
Tagan adalah alat yang dipergunakan untuk menumbuk daun sirih. Bentuk
ini sebagai simbol dari kerukunan serta penduduk terpelihara dari mara bahaya
dalam suatu huta. Semua perselisihan dapat diselesaikan secara adat dan hukum.
dan kebenaran. Kekuasaan untuk menimbang dan memutuskan secara adil dan
bijaksana suatu perkara adat. Bentuk dari timbangan ini biasanya diletakkan di
Bentuk atap tetap dipertahankan seperti sedia kala dan sama persis tidak
ubahnya sebelum direnovasi. Hanya pada bahan penutupnya saja yang diubah dari
Sama halnya dengan yang di Bagas Godang yang berbentuk seperti tanduk
kerbau yang mencerminkan sifat Raja yang sangat kuat, dan pantang menyerah
bentuk atap Sopo Godang ini lebih kecil daripada Bagas Godang.
dengan saat sebelum dilakukan renovasi. Tapi tiang tergantung besar kecilnya
berjumlah ganjil agar kuat terhadap gangguan alam seperti tahan terhadap
gempa”.
Godang tetap dipertahankan dengan memakai bahan yang terbuat dari kayu utuh
berasal dari kayu yang utuh yang di cari oleh orang tua atau pengetua adatnya,
atas pilihan pengetua adat itulah masyarakat untuk mencari kayu yang
berdiameter yang sama dan besar dan harus awet yang berasal dari hutan.
bertutup hanya setinggi hampir setengah meter atau setengah badan manusia.
Selain itu bahan dinding tetap dipertahankan dengan menggunakan bahan yang
Anak tangga berjumlah ganjil. Adapun anak tangga pada Sopo Godang
pidoli dolok berjumlah sembilan anak tangga. Jumlah smbilan anak tangga hanya
terdapat pada bangunaan yang khusus diperuntukan untuk raja suatu desa.
Godang.
ornamen yang dipertahankan pada bagian-bagian yang sangat tidak boleh di ubah
atau di renovasi. Terlihat baik dari segi bahannya maupun bentuknya. Berikut
Adapun nilai-nilai tersebut diperoleh dari responden dapat dilihat dari table
berikut :
4.8. Nilai-nilai pada bagian yang dipertahankan dalam renovasi Sopo Godang
Dalam perenovasian Sopo Godang, ada dari beberapa bentuk dan ornamen
yang dipertahankan pada bagian-bagian tertentu yang sangat tidak boleh di ubah
atau di renovasi. Terlihat baik dari segi bahannya maupun bentuknya. Berikut
dipertahankan atau tidak boleh diubah dalam perenovasian Sopo Godang. Adapun
nilai-nilai tersebut diperoleh dari responden dapat dilihat dari table berikut :
Kesimpulan
Dalam renovasi Bagas Godang dan Sopo Godang di Pidoli Dolok dapat
mengandung niali-nilai tersendiri pada masyarakat Pidoli Dolok. Nilai- nilai ini
berkaitan erat dengan proses renovasi Bagas Godang dan Sopo Godang tersebut.
dari segi bentuk, rupa dan bahan. Yang mana perubahan itu dilakukan dengan
alasan agar bangunan dapat bertahan lebih tahan lama, serta mengikuti tren mode
bangunan saat ini. Namun bagian-bagian yang diubah kebanyakan tidak memiliki
suatu nilai yang mendalam. Bagian- bagian yang memiliki nilai yang mendalam
Godang dan Sopo Godang. Pada masa lalu bangunan ini memliki fungsi yang
fatal dalam kehidupan sosial masyarakatnya saat ini sudah tidak lagi. Bagas
Godang dan Sopo Godang hanya difungsikan sebagai bangunan warisan nenek
leluhur yang perlu dijaga dan dilestarikan. Sehingga bangunan ini hanya menjadi
seperti cagar wisata bangunan budaya saja. Orang-orang dapat melihat bentuk
bangunan saja, namun sudah tidak dapat melihat fungsi ideal bangunan tersebut
wisata pada masa ini. Terdapat penghuni Bagas Godang dan Sopo Godang yang
tinggal ditempat ini secara tidak menetap. Tempat ini hanya ditinggali pada saat-
saat tertentu saja. Khususnya pada hari raya besar seperti hari raya Idul fitri. Para
beberapa aspek. Baik dari bentuk, rupa, bahan serta nilai yang terkandung
penerus. Pemahaman mengenai bangunan baik secara fisik maupun nilai perlu
responden, dari masyarakat dan ahli waris. Yang mencari kepuasan masyarakat
dan pewaris dalam menilai suatu bangunan yang megah, juga menjadikan
lambang serta kebanggaan di dalam satu suku adat Mandailing yang berada di
1. Bangun, Payung, Situasi Rumah Adat Karo Sekarang Ini, makalah yang
1997.
London, 1979.
Nasional, 1992.
1970.
Press.
Jakarta , 1986.
13. Lip, Evelyn, Letak dan Arah Bangunan Yang Membawa Keberuntungan,
18. Maryono, Irawan & dkk., Pencerminan Nilai Budaya Dalam Arsitektur Di
24. Pakar Adat Tapanuli Selatan, Falsafah Adat, Yayasan Manula Glamur,
Medan, 1990.
27. Prijotomo, Josef, Ir., Pasang Surut Arsitektur di Indonesia, CV. Arjun,
Surabaya, 1986.
Bandung, 1993.
33. Spradley, James P., The Ethnographic Interview, New York: Rinehart and
Winston,1979.
34. Spradley , James P., Participant Observation, New York: Rinehart and
34.
Gambar 7. Bangunan Sopo Godang yang belum di renovasi. Masih menggunakan tiang tengah
sebagai bersandar Raja
Umur : 32 tahun
Alamat : Panyabungan
Umur : 30 tahun
Umur : 52 tahun
Pekerjaan : Pegawai
Jabatan : Karyawan
Umur : 47 tahun
Pekerjaan : Petani/berladang
Jabatan :-
Alamat : Panyabungan
Umur : 52 tahun
Jabatan : Karyawan
Umur : 54 tahun
Pekerjaan : Pedagang
Jabatan : -
Umur : 52 tahun
Pekerjaan : Petani
Jabatan :-
Alamat : Panyabungan
Umur : 29 tahun
Pekerjaan : Wartawan
Jabatan :-
Alamat : Panyabungan
Umur : 61 tahun
Jabatan :-
Umur : 46 tahun
Pekerjaan : Supir
Jabatan :-