Anda di halaman 1dari 282

AUM!

ATLAS HARIMAU NUSANTARA

AUM!
AT L A S H A R I M A U N U S A N TA R A
Ada peristiwa besar yang selalu luput dari perhatian banyak orang,
yaitu harimau masih hidup di alam liar Sumatra. Ia belum punah. Sudah
sewajarnya bila kabar gembira itu sebagai kesempatan menarik napas
panjang untuk merenung dan waspada. Renungan dan kewaspadaan
penting lantaran Indonesia punya pengalaman pahit dengan punahnya
harimau bali dan harimau jawa.
Agaknya perlu melihat secara jernih hubungan manusia dengan
harimau pada zaman ini. Hari-hari ini, kabar yang beredar didominasi kisah
konflik harimau dengan manusia. Sebenarnya, konflik hanya salah satu
bentuk interaksi harimau dengan manusia. Yang sering luput dari perhatian
adalah interaksi yang damai dan senyap. Relasi inilah yang terjadi di garis
depan pelestarian harimau: patroli, kampanye, pemantauan, mitigasi
konflik, penegakan hukum, diskusi konservasi dan kebijakan.
Setelah berpuluh tahun mempercepat deforestasi, eksploitasi,
pembangunan, penduduk berlipat ganda, kini saatnya memungut
waktu untuk jeda sejenak. Mungkin ini tidak banyak pengaruhnya bagi
harimau, tapi memberikan peluang bagi manusia menyeimbangkan
hubungan yang timpang selama ini.
Akankah zaman memberikan ruang yang cukup bagi harimau? Akankah
kemanusiaan menemukan jalan terbaik bagi sang pemangsa dan spesies
terancam punah yang lain? Sekaranglah saat menentukannya. Dan atlas
ini baru langkah awal, bukan akhir.
SPESIMEN TARING HARIMAU JAWA DARI CIANJUR, 1937, DI MUSEUM ZOOLOGI BOGOR, LIPI.
AUM!
ATLAS HARIMAU NUSANTARA
AUM!
ATLAS HARIMAU NUSANTARA

Hak cipta 2019 Forum HarimauKita

REDAKSI
Agus Prijono
Munawar Kholis
Laksmi Datu Bahaduri

ILUSTRASI & TATA LETAK


Agus Prijono

KARTOGRAFER
Oktafa Rini Puspita
Saddam Husein

KONTRIBUTOR ARTIKEL
Sunarto, Abmi Handayani, Dolly Priatna, Agustinus Wijayanto, Akbar A. Digdo, Erni
Suyanti Musabine, Sugeng Dwi Hastono, Munawar Kholis, Wido R Albert, Febri A.
Widodo, Wulan Pusparini, Giyanto, Laksmi Datu Bahaduri, Ligaya Tumbelaka, Ahmad
Faisal, Yoan Dinata, Fahrul Amama, Silfi Iriyani, Dedi Kiswayadi, Tomi Ariyanto,
Rudijanta T Nugraha, Hariyo T Wibisono, Fransisca Noni Tirtaningtyas, Muhammad
Yunus.

KONTRIBUTOR FOTO
Dwi Oblo, Agus Prijono, Regina Safri, Asep Abdullah, Fitriani Dwi Kurniasari, Febri
A Widodo, Kusdianto, Giyanto, Nanda P Nababan, Radinal, Boyhaqi, Erni Susanti
Musabine, Sugeng Dwi Hastono, Ahmad Faisal, Wilson Novarino, David Whellan.

KONTRIBUTOR FOTO KAMERA JEBAK


WWF Indonesia - Balai Besar KSDA Riau, APP Sinarmas, Tiger Heart Bengkulu - Forum
HarimauKita, Taman Nasional Berbak-Sembilang - Zoological Society of London
Indonesia Programme, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan - Fauna & Flora
International Indonesia Programme, Balai KSDA Bengkulu.

FOTO sampul depan: David Whellan - Sampul belakang: Agus Prijono.

AKSARA teks: Minion Pro dan Avenir LT 45 Book.

SARAN SITASI:
Forum HarimauKita. 2019. Aum! Atlas Harimau Nusantara. Direktorat Konservasi
Keanekaragaman Hayati, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, GEF UNDP. Jakarta.

Atlas ini disusun oleh Forum HarimauKita, yang didukung kerjasama antara Direktorat
Konservasi Keanekaragaman Hayati, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam
dan Ekosistem – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan GEF UNDP dalam
proyek “Transforming Effectiveness of Biodiversity Management on Sumatran Priority
Landscapes.”

ISBN 978-602-0854-32-8
Harimau sumatra, Panthera tigris sumatrae.
FOTO: DWI OBLO
D AFTAR I SI

PRAKATA 10

PROLOG 16

BAGIAN SATU BAGIAN DUA

NUSANTARA HARIMAU NUSANTARA HARIMAU


MEMAHAMI SANG SAJA RIMBA YANG SILAM, YANG KELAM
22 52
BAGIAN TIGA BAGIAN EMPAT

IKHTIAR SUMATRA HARAPAN NUSANTARA


MENJAGA HARIMAU NUSANTARA GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU
88 158

EPILOG 262

CATATAN PUSTAKA 266

PROFIL PENULIS 272

DAFTAR PUSTAKA 276

INDEKS 278

UCAPAN TERIMA KASIH 282


Danau Kerinci, Kerinci, Jambi.
Kawasan ini dikelilingi ratusan bukit
yang menjadi rumah harimau.
FOTO: AGUS PRIJONO
KATA PENGANTAR 9
PRAKATA
DIREKTUR JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Pulau Jawa, Bali, dan Sumatra, merupakan habitat tiga anak


jenis harimau di Indonesia, dimana dua anak jenis di antaranya,
yakni harimau jawa dan bali, berdasarkan The IUCN Red List of
Threatened Species 2008 telah dinyatakan punah pada tahun 1970-
an dan 1940-an. Semenjak itu, belum pernah ada informasi tertulis
secara lengkap mengenai kronologi punahnya dua anak jenis
harimau kebanggaan Indonesia serta upaya konservasi yang telah
dijalankan oleh para pihak. Sudah seharusnya bangsa Indonesia
memiliki sebuah dokumentasi sejarah, pengetahuan, dan upaya
konservasi harimau, terutama harimau sumatra.
FOTO: AGUS PRIJONO

10 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Informasi mengenai satwa harimau dirangkai dalam sebuah
dokumen “Atlas Harimau Nusantara”, yang dapat dijadikan sebagai
referensi bagi Indonesia dalam upaya pengelolaan dan penyelamatan
harimau terutama di Sumatra. Pendalaman mengenai runutan
kejadian punahnya harimau jawa dan harimau bali serta perspektif
rampogan sebagai tradisi yang dilakukan di masa silam, menggariskan
cerita yang menjadi pembelajaran terhadap upaya konservasi harimau
sumatra.
Adanya "Atlas Harimau Nusantara" juga sebagai sumber
pengetahuan untuk membantu berbagai pihak dalam memahami
apa yang telah diupayakan, kelemahan yang masih dimiliki
dan mengalokasikan sumberdaya untuk perbaikan pengelolaan
konservasi harimau.
Buku ini juga menjadi bacaan bagi masyarakat yang mau
memahami lebih jauh mengenai harimau di Indonesia dan
menggugah kesadaran untuk semakin terlibat dalam pelestarian
harimau sumatra khususnya, dan keanekaragaman hayati Indonesia
pada umumnya.
Saya sangat mengapresiasi penyusunan buku ini yang disusun
secara kolaboratif dan memperkuat jejaring para pihak, merapatkan
barisan berbagai mitra serta membangun kesadaran dan aksi kolektif
untuk menyelamatkan, mencegah kepunahan dan melindungi
harimau sumatra dan habitatnya serta menuliskannya sebagai sebuah
pembelajaran.
Salam Lestari!

Jakarta, April 2019


Direktur Jenderal
Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem

Ir. Wiratno, M.Sc

KATA PENGANTAR 11
KATA PENGANTAR
KETUA FORUM HARIMAUKITA

Jika mendengar kata “atlas” yang tergambar di benak adalah


sebuah buku penuh dengan peta rupa Bumi. Namun sebenarnya kata
atlas juga menggambarkan keadaan tempat, proses, dan peristiwa.
Begitulah kami merasukkan jiwa para pejuang konservasi harimau
ke dalam pustaka ini.
Atlas ini disusun berbeda dengan laporan proyek yang kadang
terfokus pada tujuan untuk menampilkan kisah sukses. Selain
memberikan pelajaran keberhasilan, atlas ini juga menyajikan batu
dan kerikil masalah yang masih menunggu solusi.
Sebagai permulaan, kisah sedih punahnya harimau jawa dan
harimau bali dihadirkan kembali. Hal itu bukan untuk mengungkap
kegagalan pekerja konservasi terdahulu. Itu sekadar pengingat
karena hari ini tidak ada lagi manusia yang dapat bertutur secara
langsung bagaimana gejala-gejala kepunahan itu terjadi.
FOTO: ZOOLOGICAL SOCIETY OF LONDON
INDONESIA PROGRAMME
12 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA
Buku ini menampilkan sepenggal demi sepenggal kisah yang
berserak, agar pengalaman kepunahan dapat mendobrak jiwa sehingga
harimau sumatra tidak mengikuti alur cerita kerabatnya yang telah
punah.
Dalam membaca buku ini, ada baiknya membekali diri terlebih
dahulu tanpa ekspektasi berlebihan, mengingat ada beberapa
informasi ataupun gambar yang tidak selalu menggembirakan. Buku
ini tidak ditujukan untuk mengarahkan siapapun menjadi pesimis,
atau menjadi optimis berlebihan dengan perjuangan konservasi
harimau di Indonesia.
Optimisme akan berkembang dengan sendirinya jika manusia
mampu mengatasi egoismenya, yang kadang merasa tak memiliki
kelemahan dalam menyelamatkan harimau sumatra. Ketika menyadari
ikhtiar selama ini masih ada titik lemahnya, optimisme konservasi
akan tumbuh dan berkembang.
Tanpa membaca buku ini pun pembaca yang telah memahami
kondisi terkini konservasi harimau. Ingar-bingar media elektronik
dan cetak sudah cukup kencang memberitakan kejadian-kejadian
konflik manusia dan harimau. Atlas ini juga akan banyak mengisahkan
tentang konflik, tapi dengan cara pandang yang seimbang dengan
mencari akar masalah konflik.
Sejak 1990-an, banyak pekerjaan lapangan dalam konservasi
harimau di Sumatra. Bab-bab tertentu menyinggung sejarah konservasi
namun belum semuanya tertuang dalam pustaka ini. Atlas ini hanya
membatasi paparan upaya konservasi kurang lebih dalam kisaran
lima tahun belakangan.
Kontribusi buku ini diperoleh dari pejuang-pejuang konservasi
di lapangan, para peneliti, pemerhati, hingga staf pemerintah. Forum
HarimauKita sebagai inisiator penulisan atlas ini mengucapkan
syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas tuntasnya penyusunan,
dan mengucapkan terima kasih kepada kontributor, editor, penulis,
ilustrator.
Secara khusus, kami menyampaikan terima kasih kepada
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dalam hal ini
Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem,
khususnya Direktorat Keanekaragaman Hayati (KKH). Juga kepada
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) atas izin pengambilan
gambar koleksi harimau di museum, dan lembaga-lembaga mitra
yang juga memfasilitasi terkumpulnya berbagai data dan informasi.

Munawar Kholis

KATA PENGANTAR 13
Tim kampanye WWF turut
menyemarakkan Kemah Konservasi
Taman Nasional Bukit Barisan
Selatan, di Lampung, 2017.
FOTO: AGUS PRIJONO
PROLOG 15
PROLOG

LANGKAH PERTAMA...

Hingga detik ini, ada peristiwa besar yang selalu luput dari
perhatian banyak orang: harimau masih hidup di alam liar Sumatra.
Ia belum punah. Sudah sewajarnya bila kabar gembira itu sebagai
kesempatan menarik napas panjang untuk merenung dan waspada.
Renungan dan kewaspadaan penting lantaran Indonesia punya
pengalaman pahit dengan punahnya harimau bali dan harimau jawa.
Memang benar, kenyataan getir yang dulu mendorong dua
subspesies kucing besar itu ke jurang kepunahan dapat dilihat di
sekujur Sumatra. Hutan-hutan menyusut, pemburu terus mengintai,
pembangunan fisik mengoyak kawasan konservasi, kepunahan
lokal merajalela. Di lapangan, ada banyak bukti empat petaka itu
mengancam kelestarian harimau.
Yang melegakan, ada upaya untuk mengimbangi tantangan itu.
Terlebih lagi, populasi harimau sumatra masih terbilang 'lumayan'.
Populasinya belum sekarat betul sehingga para pelestari dapat
meneropong masa depan harimau, lalu mengajukan sejumlah jalan
penyelamatan.
Untuk melestarikan harimau sumatra, bekal utamanya adalah
sains. Ilmu pengetahuan itu tentang: apa, siapa, mengapa, bagaimana,
dan di mana harimau sumatra. Pengetahuan membekali semua pihak
untuk memahami skala ruang dan waktu dalam upaya pelestarian
pemangsa kelas wahid itu.
Namun harus disadari, pengetahuan terus berkembang sehingga
data dan informasi tentang harimau sumatra selalu bersifat sementara.
Maksudnya, kelak pemahaman tentang ekologi, populasi, dan sebaran
harimau akan semakin akurat dan persis.
Atas dasar itu, para pelestari akan mampu memprediksi peluang,
tantangan, dan solusi menghadapi perkembangan zaman. Prediksi
adalah benang merah sains. Hanya mereka yang berpengetahuan
Coretan arang yang bisa menciptakan desain besar jangka panjang. Prediksi
di dinding rumah di memang selalu memiliki dua wajah: yang optimis dan yang
pedalaman Kerinci pesimis. Justru itulah, para pelestari dapat menemukan cara untuk
ini mengingatkan: melambungkan sisi optimis, sembari menekan sisi yang pesimis.
menghindari satwa Pengetahuan dalam konservasi harimau mencegah para pelestari
dengan pagar, terjebak dalam pandangan pura-pura.
sementara pagar Karena itu, perlu melihat secara jernih hubungan manusia dengan
manusia adalah
harimau pada zaman ini. Umumnya, kabar yang beredar di media
hukum. Dekat
didominasi kisah konflik harimau dengan manusia. Sebenarnya,
rumah ini, harimau
konflik hanya salah satu bentuk interaksi harimau dengan manusia.
dilaporkan memangsa
ternak warga.
Yang sering luput dari perhatian adalah interaksi yang damai dan
Beberapa pekan
senyap.
kemudian, harimau Relasi inilah yang sedang dan terus berlangsung di garis depan
coba menerkam pelestarian harimau: patroli, kampanye, pemantauan, mitigasi
perempuan pekebun, konflik, penegakan hukum, diskusi konservasi, dan kebijakan. Setelah
yang untungnya berpuluh tahun mempercepat deforestasi, eksploitasi, pembangunan,
bisa diselamatkan penduduk berlipat ganda, kini saatnya memungut waktu untuk jeda
suaminya. sejenak. Mungkin hal itu tidak banyak pengaruhnya bagi harimau,
tapi memberi peluang untuk manusia menyeimbangkan hubungan
yang timpang selama ini.
Akankah zaman memberikan ruang yang cukup bagi harimau?
Akankah kemanusiaan menemukan jalan terbaik bagi harimau
dan spesies terancam punah lainnya? Sekaranglah saatnya untuk
menentukan, dan atlas ini baru langkah awal, bukan akhir. ***
FOTO: AGUS PRIJONO

PROLOG 17
Beragam sesajian sebagai syarat
untuk menggelar pertemuan dengan
'sahabat harimau' di Kerinci, Jambi.
FOTO: AGUS PRIJONO
Penari Ngagah Harimau meronta-
ronta saat yang 'liyan' merasuki
tubuhnya.

FOTO: AGUS PRIJONO


U... U... U...
NINAK PANUNGGUNG PAMATO DI ALAM KINCAI,
DINGANG TUJUH BUKIK,
TUJUH LUHOH, TUJUH GUGUK, TUJUH PAMATO,
MALANTAK MUDEK NINEK LANG KALAUT,
MALANTAK ILE NINIK JALANGKANG TINGGI,
DI TANGOH-TANGOH NINEK HULU BALANG TIGEA,
DENGAN KEMBANG REKANNYO PAMANGKU GUNUNG...
AYO DAN SIRINTAK HUJAN PANAH...

Bait pertama syair Ngagah Harimau, Pulau Tengah, Kerinci, Jambi.


Sebelum 1960-an, para tetua adat merapal syair ini bila ada
upacara 'bayar bangun' harimau yang mati. Saat harimau sirna
dari perbukitan Pulau Tengah, adat ini turut punah. Syair ini
menyeru para leluhur di penjuru mata angin untuk menyaksikan
Ngagah Harimau, agar relasi manusia dan harimau kembali pulih.
Ornamen bersosok harimau
menghiasi dinding Candi Penataran,
Blitar, Jawa Timur, yang mulai
didirikan sekitar abad ke-12.
FOTO: DWI OBLO

22 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


B A G I A N S AT U

N U S A N TA R A H A R I M A U

MEMAHAMI
SANG RAJA RIMBA

MEMAHAMI SANG RAJA RIMBA 23


MEMAHAMI SANG RAJA RIMBA

JEJAK DUA JUTA TAHUN LALU

Pernah pada suatu masa, kira-kira dua juta tahun lalu, sebaran
harimau nyaris menjangkau seluruh dataran Asia, dari Turki Timur
sampai Laut Okhotsk, Rusia. Sayangnya, hanya dalam kurun satu
abad terakhir, wilayah hidup harimau telah jauh menyusut, tinggal
menyisakan kantong-kantong habitat yang terpisah satu sama lain.
Harimau sebenarnya dapat dijumpai di berbagai macam hutan,
dari hutan kering, hutan lembab, hutan musim, hingga hutan bakau.
Ia dapat dijumpai di hutan-hutan konifer, habitat berumput tinggi,
hingga hutan tropis Sumatra. Ini menunjukkan kemampuan adaptif
harimau terhadap variasi ketinggian, suhu, dan curah hujan.
Mampu mendiami berbagai habitat dan iklim menunjukkan
habitat bukan menjadi elemen terpenting dalam sejarah evolusi
harimau. Namun keragaman trah tigris dari kucing Panthera ini
kemungkinan besar karena mengikuti sebaran cervid (jenis rusa-
rusa) dan bovid (jenis kerbau) di Asia Tenggara pada kala Pleistosen.
Sebaran harimau nampaknya seiring dengan evolusi sebaran ungulata
besar: rusa, banteng, kerbau, dan kijang, yang menciptakan wilayah
baru bagi pemangsa berbadan besar yang hidup di pinggir hutan.
Pleistosen merupakan kala dengan iklim yang berfluktuasi secara
ekstrem. Sedikitnya ada empat masa glasial yang beku, yang muncul
berselang-seling dengan masa interglasial yang hangat. Suhu dingin
berkaitan dengan zaman es yang diperkirakan paling berat menimpa
daerah garis lintang utara. Sedangkan di daerah tropis, efeknya adalah
perubahan tinggi permukaan laut.
Pada masa glasial, air di kutub membeku, permukaan laut
menurun sehingga menghasilkan daratan kering yang luas, seperti
hamparan di Dangkalan Sunda. Pada saat iklim menghangat, lapisan
es di kutub mencair, lalu permukaan laut naik, dan menutupi jembatan
daratan. Di Asia Tenggara, pulau-pulau yang berada di Dangkalan
Sederetan spesimen Sunda: Sumatra, Jawa, dan Kalimantan, putus-sambung seiring
macan tutul, harimau dengan perubahan iklim. Pulau-pulau itu akan tersambung saat es di
jawa, dan harimau bali kutub membeku, kemudian terpisah saat es meleleh (hingga akhirnya
di Museum Zoologi seperti saat ini).
Bogor Lembaga Bagi mamalia besar, Pleistosen merupakan kala yang penuh
Ilmu Pengetahuan kekacauan. Tingkat spesiasi dan kepunahan meningkat empat kali
Indonesia. lipat dibandingkan dengan kala Tersier, dan beberapa mamalia
mengalami ledakan penyebaran. Rusa berkembang biak dengan baik
selama Pleistosen. Dari pusat perkembangan satwa ini di Asia, jenis
keturunan cervid yang hidup di hutan dan berbadan kecil (mirip
kijang sekarang), menyebar dan mendiami berbagai wilayah. Awal
Pleistosen ditandai dengan munculnya lembu, bison dan banteng.
Kajian sebaran harimau berdasarkan fosil jauh lebih sulit,
mengingat lokasi fosil yang terserak. Fosil tertua berasal dari Cina
utara dan Jawa. Fosil dari Jawa diperkirakan berasal dari 1,66 dan
1,81 juta tahun lalu. Bukti fosil tersebut memberikan petunjuk
bahwa harimau telah menyebar ke Asia Timur.
Petunjuk ini juga didasarkan bukti fosil harimau dari masa tengah
sampai akhir Pleistosen yang hanya diketahui berasal dari Cina,
Sumatra, dan Jawa. Sementara itu, fosil harimau dari masa Holosen
tercatat ditemukan di Jawa dan Kalimantan. Namun, harimau di
Kalimantan nampaknya sudah lama punah. ***
FOTO: AGUS PRIJONO
SEIZIN LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA

MEMAHAMI SANG RAJA RIMBA 25


HARIMAU GLOBAL
Pengetahuan tentang evolusi sebaran harimau
hanya sebatas kala Pleistosen, sekira dua juta
tahun lalu. Hingga kini, dipercayai kala Pleistosen
terdiri dari empat zaman es (glasial), yang
diselingi dengan periode hangat interglasial.
KAZAKHSTAN
Analisis lebih rinci menunjukkan ada lebih dari
28 siklus glasial atau interglasial selama 1,7 juta
tahun di kala Pleistosen. Iklim yang berubah-ubah
UZBEKISTAN
itu menjadi faktor penting bagi evolusi sebaran KYRG
harimau. Pleistosen adalah zaman susah bagi
TURKMENISTAN
harimau dan mamalia. Mereka berkali-kali harus TAJIKISTAN

beradaptasi dengan perubahan iklim. Yang tak


mampu bertahan, punah!
Harimau kaspia AFGANISTAN
P. t. virgata

IRAN

PAKISTAN

Gurun dan kompetisi


dengan singa membatasi
sebaran harimau ke barat.

Melihat sebarannya saat ini,


nampaknya ada pembatas
lingkungan bagi penyebaran
harimau. Saat zaman glasial,
es di kutub membeku, dan
HIDUP TAMBAH SUSAH menurunkan permukaan laut.
Dalam satu abad terakhir, daerah sebaran Saat laut surut, Dangkalan
harimau di dunia telah menyusut drastis, tinggal Sunda menjadi jembatan
7 persen dari total area historisnya. Selama bagi populasi harimau dari
abad ke-20 saja, tiga ras harimau telah punah daratan Asia ke pulau-pulau.
dari muka Bumi. Kepunahan itu beruntun:
harimau bali, menyusul harimau kaspia, lalu
harimau jawa. Sementara itu, harimau cina
selatan pun tidak pernah teramati di alam
secara pasti sejak 35 tahun silam. Pada zaman
ini, harimau harus bersaing dengan manusia.
Hidupnya semakin rumit dan sulit.

Panthera palaeosinensis Fosil tertua Seluruh subspesies Harimau modern


harimau tertua yang harimau modern berasal dari satu leluhur
diketahui, hidup sekira 2 berasal dari 1,6 yang hidup 72.000 -
juta tahun lalu. -1,8 juta tahun lalu. 108.000 tahun lalu.
RUSIA

MONGOLIA
Harimau amur
P. t. altaica

GYZSTAN

CINA

NEPAL

Harimau cina selatan


P. t. amoyensis
Saat interglasial,
INDIA suhu Bumi yang
hangat mencairkan
MYANMAR
es di kutub, lalu
LAOS permukaan laut
BANGLADESH
naik. Permukaan
laut yang naik
mengisolasi populasi
THAILAND
Harimau indocina
di kepulauan Sunda:
Harimau bengal
P. t. tigris P. t. corbetti Sumatra, Jawa, Bali.
KAMBOJA

VIETNAM

Harimau malaya
P. t. jacksonii
MALAYSIA

I N D O N E S I A
Harimau sumatra
Panthera tigris sumatrae
DANGKALAN SUNDA

Harimau jawa
P. t. sondaica Harimau bali
P. t. balica
0 km 700

PUNAH Status sebaran harimau saat ini


GENTING PUNAH Sebaran historis harimau
Ada populasi ex-situ, tapi di alam liar (in-
situ) tak terdeteksi dalam 50 tahun terakhir. Sebaran yang mungkin telah punah

PETA: ESRI, USGS, NOAA, BADAN PLANOLOGI KEHUTANAN, DIREKTORAT PEMOLAAN DAN INFORMASI KONSERVASI ALAM, WWW. IUCNREDLIST.ORG.
TEKS: DINERSTEIN, E., LOUCKS, C., WIKRAMANAYAKE, E., GINSBERG, J., SANDERSON, E., SEIDENSTICKER, J., FORREST, J., BRYJA G., HEYDLAUFF, A., KLENZENDORF, S.,
LEIMGRUBER, P., MILLS, J., O’BRIEN, T. G., SHRESTHA, M., SIMONS, R., & SONGER, M. 2007. THE FATE OF WILD TIGERS. BIOSCIENCE 57 (6), JUNE 2007; SEIDENTICKER,
J., CHRISTIE, S., & JACKSON, P. (EDITORS). 1999. RIDING THE TIGER, TIGER CONSERVATION IN HUMAN-DOMINATED LANDSCAPES. THE ZOOLOGICAL SOCIETY OF
LONDON, CAMBRIDGE UNIVERSITY PRESS; SUNARTO, WIDODO, E., & PRIATNA, D. TANPA TAHUN. RAJUT BELANG: PANDUAN PERBAIKAN PRAKTIK PENGELOLAAN
PERKEBUNAN SAWIT DAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DALAM MENDUKUNG KONSERVASI HARIMAU SUMATERA. DEPARTEMEN KEHUTANAN, WWF, HARIMAUKITA, ZSL.
NUSANTARA HARIMAU
Selama kala Pleistosen, terjadi masa glasial beberapa kali
yang diselingi periode interglasial. Evolusi sebaran harimau di
Nusantara dipengaruhi perubahan iklim pada kala Pleistosen
yang menyebabkan permukaan laut naik-turun. Hal itu membuat
Dangkalan Sunda beberapa kali timbul-tenggelam seiring meluap
dan surutnya permukaan laut selama Pleistosen.

SUMATRA KALIMANTAN
Secara zoogeografis, harimau
pernah menghuni Kalimantan
tapi tak didukung bukti
akurat. Bukti harimau di
pulau ini berupa ujung gigi
taring di Gua Niah, Sarawak.

DANGKALAN SUNDA
Harimau sumatra Pada masa interglasial, es kutub mencair, laut
Panthera tigris sumatrae membanjiri Dangkalan Sunda, lalu mengurung tiga
harimau di Sumatra, Jawa, dan Bali. Pada 8.000
tahun lalu, jarak pulau yang dekat memungkinkan
harimau dapat berenang dari pulau ke pulau .

J A W A
BALI
Fosil palung betis di Jawa berusia
Harimau jawa
SAMUDRA HINDIA P. t. sondaica 1,6 dan 1,8 juta tahun. Ini bukti:
awal kala Pleistosen, harimau
telah menyebar ke Asia Timur.
Harimau bali
P. t. balica

PULAU HARIMAU
Di luar daratan Benua Asia, harimau menghuni pulau-pulau Dangkalan
Sunda: Sumatra, Jawa, dan Bali. Dengan punahnya harimau jawa dan
harimau bali, berarti tinggal satu harimau pulau di muka Bumi. Sepanjang
masa sejarah, hanya Nusantara yang dikenal sebagai kepulauan yang dihuni
harimau. Sumatra, Jawa, dan Bali merupakan wilayah harimau paling ujung:
sisi selatan khatulistiwa.
S A M U D R A PA S I F I K

SULAWESI

PAPUA

DANGKALAN SAHUL

TUTUPAN HUTAN DI BALI, JAWA, DAN SUMATRA, 2014.


0 km 360 km

PUNAH
GENTING PUNAH

PETA: ESRI, USGS, NOAA, BADAN PLANOLOGI KEHUTANAN, DIREKTORAT PEMOLAAN DAN INFORMASI KONSERVASI ALAM.
TEKS: SEIDENTICKER, J., CHRISTIE, S., & JACKSON, P. (EDITORS). 1999. RIDING THE TIGER, TIGER CONSERVATION IN HUMAN-DOMINATED LANDSCAPES. THE
ZOOLOGICAL SOCIETY OF LONDON, CAMBRIDGE UNIVERSITY PRESS; WHITTEN, T., SOERIAATMADJA, R. E., DAN AFIFF, S. A. 1999. EKOLOGI JAWA DAN BALI. EDITOR
SERI: S. N. KARTIKASARI. PRENHALLINDO, JAKARTA.
APALAH ARTI SEBUAH NAMA...
SUNARTO

Perdebatan sistematika terbaru semakin menegaskan amanat


konservasi harimau di Sumatra.

Frasa judul di atas dipopulerkan William Shakespeare melalui


salah satu karya dramanya yang paling kesohor ‘Romeo dan Juliet.’
Frasa yang tak asing ini menggambarkan bahwa kualitas seseorang,
atau sesuatu, tidak akan berubah oleh nama atau sebutan apapun
yang disematkan padanya.
Apakah pesan dari frasa tersebut juga berlaku bagi harimau, yang
menurut salah satu publikasi ilmiah terakhir tersemat nama baru?
Saat ini, masih sulit untuk menjawab pertanyaan itu. Yang
jelas, pergantian nama harimau hasil studi taksonomi mutakhir
sempat menggemparkan kalangan pegiat konservasi satwa loreng
ini. Perubahan nama ilmiah ini juga dapat menimbulkan beberapa
implikasi konservasi.
Studi taksonomi kucing terbesar dunia ini telah dipublikasikan
di SCIENCE ADVANCES Volume 1 Nomor 5 Tahun 2015. Andreas
Wilting dan koleganya dari beberapa lembaga riset di Eropa,
menjadi penulis karya ilmiah ‘Planning tiger recovery: Understanding
intraspecific variation for effective conservation.’
Studi ini menggunakan beberapa pendekatan dan teknik baru
dalam mengklasifikasikan subspesies harimau. Berbeda dengan studi
taksonomi umumnya, yang cenderung membagi sekelompok taksa
menjadi beberapa spesies atau subspesies (biasa disebut splitter), studi
ini justru menyederhanakan klasifikasi subspesies—biasa disebut
sebagai clumper.
Harimau di seluruh dunia, yang selama ini dibagi menjadi
sembilan subspesies: bali, jawa, sumatra, malaya, indocina, cina
selatan, benggala, kaspia, dan amur, dari hasil studi ini diciutkan
menjadi dua subspesies saja.
Berdasarkan studi ini, seluruh subspesies harimau yang tersebar
di daratan Asia, mulai dari Rusia, Timur Tengah, India, Cina, Indocina
hingga semenanjung Malaysia, kini dianggap sebagai satu anak jenis

30 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Termasuk keluarga saja. Mereka disebut harimau kontinental. Nama ilmiah Panthera
felid, harimau punya tigris tigris, yang selama ini hanya untuk menyebut harimau benggala
perilaku yang tak (yang tersebar di India, Nepal, dan Bhutan), diusulkan sebagai nama
berbeda dengan ilmiah untuk seluruh harimau kontinental.
kucing. Seperti yang Sementara itu, tiga subspesies di Indonesia, termasuk yang telah
satu ini: menginti- dinyatakan punah, kini dianggap satu subspesies. Ketiganya disebut
intip dari sela-sela harimau sunda, dengan nama ilmiah Panthera tigris sondaica.
dedaunan. Nama ilmiah itu sebelumnya hanya digunakan untuk menyebut
harimau jawa. Kata “sunda” tentu bukan mengacu pada wilayah adat
di Jawa Barat, melainkan pada kawasan biogeografi yang lebih luas,
yang antara lain mencakup Sumatra, Jawa, dan Bali.
Teknik dan metode klasifikasi dalam studi ini tergolong lengkap
dan menarik. Selain didasarkan pada ciri tubuh atau morfologi,
yang biasa digunakan dalam taksonomi tradisional, studi ini juga
menggunakan teknik genetika dengan analisis DNA. Tak hanya itu,
studi ini bahkan juga menilai aspek ekologi yang dipertimbangkan
bersama-sama dengan aspek morfologi dan genetika.
Karakter ekologi yang dipertimbangkan antara lain relung dan
kemampuan adaptasi harimau pada beragam tipe habitat. Ketiga
faktor itu dianalisis secara menyeluruh, dengan beragam pendekatan
statistika yang memungkinkan penggolongan harimau secara lebih
obyektif dan akurat.
FOTO: DWI OBLO

MEMAHAMI SANG RAJA RIMBA 31


Dua spesimen kulit harimau jawa (kiri) dan harimau bali (kanan)
koleksi Museum Zoologi Bogor, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia. Dari spesimen ini para peneliti bisa mencuplik contoh
bagian tubuh lalu diuji secara genetik untuk menelaah taksonomi
harimau. Bahkan sejak dipaparkan secara ilmiah pada awal abad
ke-20, taksonomi harimau bali sudah mengundang perdebatan.
Sebagian pakar memandang harimau bali adalah harimau jawa
yang menyeberangi Selat Bali. Hanya saja, pendapat itu tidak
didukung dengan bukti yang kuat.
FOTO: AGUS PRIJONO
SEIZIN LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA
32 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA
Dari studi ini terungkap individu-individu dari beberapa subspesies
yang selama ini dianggap berbeda, ternyata punya banyak kemiripan
karakter dan membuatnya sulit dibedakan—khususnya secara genetika.
Hal itu diduga disebabkan adanya fenomena penurunan populasi
satwa tersebut secara drastis yang terjadi di akhir kala Pleistosen.
Munculnya kontroversi atas studi ini terkait beberapa hal. Salah
satunya, berhubungan dengan kebanggaan suatu negara atau wilayah
yang selama ini telah terbangun atas keberadaan satu subspesies
harimau yang dianggap unik.
Sebagai jalan tengah, setiap negara tampaknya akan mengikuti
nama ilmiah terbaru, namun tetap mempertahankan nama umum di
setiap tempat. Lantaran harimaunya tidak berbeda secara taksonomi,
kini dimungkinkan untuk melakukan translokasi dan reintroduksi
antar-negara di daratan utama Asia.
Di sisi lain, hasil klasifikasi baru ini semakin menunjukkan
keunikan harimau di Indonesia. Karena itu, harimau sunda hanya
dapat dijumpai di Indonesia, dan kebanggaan itu tentu saja juga
disertai tanggung jawab besar.
Negara-negara pemilik harimau di dataran Asia dapat saling
berbagi dalam hal kebanggaan maupun tanggung jawab konservasi.
Namun bagi Indonesia, selain dapat berbangga, juga harus mengemban
amanah konservasinya sendirian.
Rupanya, perkembangan taksonomi harimau belum berhenti.
Di saat akhir proses penulisan buku ini, hasil riset lebih anyar
dipublikasikan di jurnal CURRENT BIOLOGY pada akhir Oktober
2018. Menariknya, studi terbaru yang memakai teknik analisis full
genome dari 32 spesimen ini kembali menghasilkan pemisahan
harimau menjadi sembilan subspesies (termasuk tiga yang telah
punah).
Studi ini kembali mengonfirmasi keunikan harimau sumatra.
Harimau pulau ini khususnya memiliki karakter khusus pada gen
ADH7 yang berasosiasi dengan ukuran tubuh yang relatif lebih kecil.
Dengan ukuran tubuh demikian, serta rambut lebih gelap dan corak
loreng yang lebih pekat dipercaya merupakan hasil adaptasi dan
seleksi alam dalam waktu yang lama di pulau tropis.
Bagaimanapun, kedua karya ilmiah tersebut tetap menegaskan
kewajiban untuk melestarikan harimau sumatra. Bukankah bila
harimau sumatra punah, Indonesia dan dunia akan kehilangan
subspesies harimau pulau yang kini tinggal semata wayang? ***

MEMAHAMI SANG RAJA RIMBA 33


MEMAHAMI SANG RAJA RIMBA

WIBAWA SANG PEMANGSA

Membincangkan harimau seperti mencari batas cakrawala:


tak pernah sampai, lalu berakhir di tempat yang sama.
Itu karena ia menyandang beragam nama besar.

FOTO: AGUS PRIJONO

34 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Patung harimau dan prajurit Siliwangi
Jawa Barat. Relief di dinding bawah
menggambarkan perjuangan Prabu
Siliwangi, yang didampingi seekor
harimau. Setelah kepunahannya,
harimau jawa seolah 'hidup' sebagai
lambang bagi divisi Tentara Nasional
Indonesia Jawa Barat.

Sesekali, luangkan waktu mengamati kucing. Hewan yang sering


berkeliaran di rumah ini dapat menjadi pengantar untuk mengenali
harimau. Lantaran masih sekeluarga, perilaku harimau mirip-mirip
kucing, seperti: soliter (kecuali saat berbiak dan mengasuh anak)
berburu sendirian, dan menandai wilayahnya. Misalnya saja, persis
seperti kucing, harimau suka menandai tempat-tempat tertentu.
Cara mencari makan pun persis: berburu sendirian, mengintai,
mendekat pelan-pelan, mengendap, lalu menerkam mangsa. Bila
pernah melihat kucing mencakari permukaan yang kasar, begitu pula
harimau. Perilaku ini untuk mengasah cakar-cakar sang harimau.
Bedanya, harimau adalah kucing besar—sangat besar. Sebagai
penguasa mata rantai makanan, ia menguasai daerah yang luas
namun dengan kepadatan rendah. Ia berperan sebagai pengatur
populasi satwa yang menghuni mata rantai makanan di bawahnya.
Seekor harimau betina membutuhkan kawasan sekira 50 kilometer
persegi, sementara pejantan lebih luas, sekira tiga kali daerah jelajah
betina.
Tak ada satwa yang menyandang begitu banyak gelar seperti
harimau. Selama berabad-abad, nama besar satwa ini telah membentuk
pandangan hidup di Jawa dan Sumatra. Di relung terdalam pandangan
dunia itu, harimau jelas bukan binatang yang pantas diburu dan
ditangkap. Jadi, ada mekanisme untuk menjaga keseimbangan antara
reputasi harimau yang menakutkan dengan citranya sebagai inspirasi
pandangan hidup.
Dalam mitos, cerita rakyat, dan kesenian, harimau dipandang
sebagai protagonis kebaikan. Imaji harimau dapat ditemukan di
wayang, relief candi, dan lukisan. Bahkan di masa modern Indonesia,
patung satwa ini bertebaran di sejumlah tempat yang menyiratkan
harimau tetap menjadi simbol vitalitas hidup.
Bahkan meski telah punah pun, harimau jawa tetap hidup dalam
ruang budaya, simbol, dan kisah-kisah lokal. Ia seperti ada dan tiada.
Setiap kali mengisahkan sang pemangsa ini, seolah ia masih hidup di
belantara terpencil. Membincangkan harimau seperti mencari batas
cakrawala: tak pernah usai, dan akhirnya sampai di tempat sama. Itu
karena ia satwa yang bermartabat, diselimuti mitos, dengan segudang
nama besar lainnya.

MEMAHAMI SANG RAJA RIMBA 35


MENGENAL SI LORENG
Bila manusia punya sidik jari, harimau punya loreng. Selain untuk penyamaran, pola loreng
menjadi identitas setiap individu harimau. Selintas lalu, pola garis seekor harimau nampak
mirip dengan individu yang lainnya. Tapi, bahkan pola di sisi kiri dan kanan tubuh tidaklah
simetris. Perbedaan pola loreng itu menjadi tanda identitas setiap individu harimau.

KARAKTER HARIMAU
PENGUASA WILAYAH MANGSA JELAJAH LUAS
Menguasai teritori untuk bertahan Hidupnya tergantung pada Hidupnya menjelajah mencari
hidup dan berkembang biak. kelimpahan mangsa. mangsa, istirahat, kawin, dan
aktivitas lain.

MARTABAT LOKAL
Berikut beberapa nama lokal harimau di Sumatra dan Jawa.
PULAU JAWA PULAU SUMATRA
Simbah, kyai, loreng, gembong, Rimueng, rimau, imau, datuk, inyiak,
maung, lodhaya. ompung, ampang limo.

Tubuhnya berselimut rambut tebal berloreng untuk penyamaran,


kehangatan, dan perlindungan. Harimau memiliki dua tipe rambut pelindung
luar dan dalam. Rambut luar lebih panjang untuk perlindungan; Rambut
dalam bisa memerangkap udara yang menjaga tubuh tetap hangat.

ELUSIF DAN KRIPTIF


Warna dan loreng membuat
harimau cenderung
menghindari manusia dan untuk
berkamlufase saat berburu.

WAJAH
Salah satu petunjuk untuk
membedakan
dua individu yang berbeda.

TUBUH
Pola loreng di tubuh harimau
bercorak beda-beda. Sisi kiri
dan kanan asimetris.

KAKI
Bila citra kamera memotret sisi
depan, pola di kaki menjadi
pembeda individu.
STATUS HARIMAU
Lembaga persatuan konservasi dunia IUCN memasukkan seluruh
subspesies harimau dalam daftar terancam punah.

GENTING KRITIS PUNAH

Harimau Harimau Harimau Harimau Harimau Harimau Harimau Harimau Harimau


amur bengal malaya indocina sumatra cina selatan bali jawa kaspia

KEBIJAKAN KONSERVASI HARIMAU


UU No. 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, UU No. 41/1999
tentang Kehutanan, UU No 13/2014 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kerusakan Hutan
serta merupakan salah satu dari 25 spesies prioritas. Lebih spesifik lagi Strategi dan Rencana Aksi
Konservasi Harimau Sumatra 2007-2017, dan menyusul 2018 - 2028.

KONVENSI INTERNASIONAL TERKAIT HARIMAU SUMATRA


Convention International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES),
Convention on Biological Diversity (CBD), Convention Concerning the Protection of World
Cultural and Natural Heritage (World Heritage Convention-UNESCO), ASEAN Agreement on the
Conservation of Nature and Natural Resources 1985 serta kerjasama bilateral.

PUNGGUNG
Bagian ini dapat memberikan
petunjuk untuk identifikasi.

EKOR
Loreng yang melingkar seperti
cincin menjadi penanda
identifikasi.

SUMBER: KHOLIS, M., FAISAL, A., WIDODO, F. A., MUSABINE, E. S., HASIHOLAN, W., & KARTIKA, E.C. TANPA TAHUN. PEDOMAN PENANGGULANGAN KONFLIK
MANUSIA DAN HARIMAU SUMATERA. DITJEN KSDAE, KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN; SEIDENTICKER, J., CHRISTIE, S., DAN JACKSON, P.
1999. RIDING THE TIGER, TIGER CONSERVATION IN HUMAN-DOMINATED LANDSCAPES. THE ZOOLOGICAL SOCIETY OF LONDON, CAMBRIDGE UNIVERSITY PRESS;
PHILIP J. NYHUS & RONALD TILSON. 2010. WHERE THE TIGER SURVIVES, BIODIVERSITY THRIVES. KYOTO JOURNAL 75 PP 86-87. HTTP://WWW. KYOTOJOURNAL.
ORG/BIODIVERSIT BD_PRINT/86/KJNYHUS-TILSON; SUNARTO, WIDODO, E., & PRIATNA, D. TANPA TAHUN. RAJUT BELANG: PANDUAN PERBAIKAN PRAKTIK
PENGELOLAAN PERKEBUNAN SAWIT DAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DALAM MENDUKUNG KONSERVASI HARIMAU SUMATERA. DEPARTEMEN KEHUTANAN,
WWF, HARIMAUKITA, ZSL.
PREDATOR ULET
Ia jarang mengaum. Namun sekali meraung, gemanya menggetarkan seisi hutan dalam
radius 1,5 km. Kekuatan utamanya adalah tenaga, bukan daya berlari jauh dalam waktu lama.
Ia tipe pemangsa yang mengintai, mengendap, melompat, lalu menyergap—mematikan—
dengan tumpuan kaki pendek nan kokoh.

LORENG
Semburat garis hitam di sekujur tubuh menyamarkan
pemangsa ini dari pindaian mangsa yang ia intai.
JAGOAN TAKTIK
Ia mengandalkan taktik perburuan
individual: bersembunyi, mengendap,
mengejar, menyergap tiba-tiba, lalu
menuntaskan nyawa mangsanya.

Mata pemburu ini berpendar


saat gelap. Sebuah mekanisme
penerangan dari belakang oleh
membran yang memantulkan
cahaya melalui retina.

Kumis mystacial di moncong


mulut digunakan saat
menyerang mangsa dan
navigasi dalam kegelapan.

SENSOR KUMIS
Harimau punya lima jenis misai
sebagai sensor pendeteksi
keadaan sekeliling. Letak lima
rambut ini tersebar di tubuh
harimau. Kumis harimau tebal,
kuat, dan lentur, mengakar dalam,
dan diselimuti kapsul darah.
Darah akan mengaliri akar misai
bila bersentuhan dengan sesuatu,
yang akan mendorong gerakan si
harimau.

Telapak yang tebal dan lebar


membuat harimau dapat berjalan
senyap saat mengintai mangsa.
Cakar-cakarnya terjaga tetap tajam
dan bisa meregang keluar-masuk.
Teritori dan daerah jelajah seekor harimau bervariasi tergantung pada jenis
kelamin, musim, lokasi, dan kepadatan satwa mangsa. Bila kepadatan satwa
mangsa tinggi, wilayah jelajah harimau cenderung sempit.

Harimau membutuhkan 5-6 kg daging setiap hari untuk kelangsungan hidupnya. Ini
berarti ia butuh 1.825 sampai 2.190 kg daging setiap tahun. Menu favoritnya: rusa
sambar, babi hutan, muncak.

EKOR
Ekor untuk keseimbangan dan berperan
dalam komunikasi visual. Saat rileks,
ekornya menjuntai santai. Perilaku agresif
terlihat dari ekor yang bergoyang kiri-
kanan atau kedutan-kedutan intens.

PERILAKU TERITORIAL
Setiap individu harimau punya batas wilayah jelajah masing-masing.
Luas jelajah harimau berbeda-beda bergantung kerapatan mangsa
dan jenis kelamin. Teritori pejantan dewasa biasanya bersinggungan
dengan teritori beberapa betina.

SUMBER: KHOLIS, M., FAISAL, A., WIDODO, F. A., MUSABINE, E. S., HASIHOLAN, W., & KARTIKA, E.C. TANPA TAHUN. PEDOMAN PENANGGULANGAN KONFLIK
MANUSIA DAN HARIMAU SUMATERA. DITJEN KSDAE, KLHK; SEIDENTICKER, J., CHRISTIE, S., & JACKSON, P (EDITORS). 1999. RIDING THE TIGER, TIGER CONSERVATION
IN HUMAN-DOMINATED LANDSCAPES. THE ZOOLOGICAL SOCIETY OF LONDON, CAMBRIDGE UNIVERSITY PRESS; PHILIP J. NYHUS & RONALD TILSON. 2010.
WHERE THE TIGER SURVIVES, BIODIVERSITY THRIVES. KYOTO JOURNAL 75 PP 86-87. HTTP://WWW. KYOTOJOURNAL.ORG/BIODIVERSIT BD_PRINT/86/KJNYHUS-
TILSON; SUNARTO, WIDODO, E., & PRIATNA, D. TANPA TAHUN. RAJUT BELANG: PANDUAN PERBAIKAN PRAKTIK PENGELOLAAN PERKEBUNAN SAWIT DAN
HUTAN TANAMAN INDUSTRI DALAM MENDUKUNG KONSERVASI HARIMAU SUMATERA . DEPARTEMEN KEHUTANAN, WWF, HARIMAUKITA, ZSL.
FOTO: ASEP ABDULLAH
JASA HARIMAU BAGI PERADABAN
KRISIS YANG MELANDA HARIMAU ADALAH TENGARA DARI KRISIS YANG LEBIH
LUAS. TERSINGKIRNYA HARIMAU PERTANDA EKOSISTEM SEDANG GOYAH.
DENGAN KATA LAIN, MELINDUNGI HARIMAU BERARTI MELINDUNGI HUTAN
SEISINYA: KERAGAMAN HAYATI DAN JASA LINGKUNGAN. DI MASA LALU
WILAYAH HUNIAN HARIMAU MENJADI HUTAN LARANGAN YANG PANTANG
UNTUK DIUSIK. BAHKAN KITAB JAWA KUNO NITI-SASTRA MENYEBUT
HARIMAU DAN HUTAN SALING MELINDUNGI. PUSTAKA ABAD KE-15 ITU
BERISI PANDANGAN MORALISTIK: HARIMAU AKAN MENINGGALKAN HUTAN
YANG DITEBANGI MANUSIA. LANTAS, MANUSIA MENGEJAR HARIMAU
YANG TAK BISA LAGI BERSEMBUNYI DI HUTAN. ITU TENGARA MURAM DARI
PANDANGAN JAWA KUNO.

PENJAGA KAWASAN SARAT KARBON


Hutan yang menyelimuti lanskap harimau
adalah penyimpan cadangan karbon, yang
membantu mitigasi perubahan iklim.

PERAWAT BUDAYA
Dalam budaya Bali, Jawa, dan Sumatra,
harimau merupakan simbol budaya dan
pandangan hidup. Bahkan setelah punah,
harimau jawa pun masih menjadi simbol bagi
divisi Tentara Nasional Indonesia di Jawa
Barat.

PELINDUNG PERADABAN
Melindungi harimau juga berarti menjaga
dan merawat ekosistem di wilayah jelajahnya:
hidrologi, plasma nutfah bagi obat-obatan,
dan pangan.

MENDORONG EKONOMI LOKAL


Dengan melibatkan masyarakat dalam
konservasi harimau, terbuka peluang untuk
mengembangkan ekonomi lokal melalui
skema pembiayaan karbon, perhutanan
sosial dan lainnya. Fungsi ekonomi lainnya:
harimau membantu pengendalian hama
tanaman masyarakat, semisal babi hutan.
Seorang penari putri yang trance merangkak di depan patung
harimau saat Ngagah Harimau di tepi Danau Kerinci, Kerinci, Jambi.
Ngagah Harimau merupakan tradisi lama yang kemudian dibangkitkan
kembali dalam bentuk seni kontemporer. Di masa lalu, tradisi ini bisa
dikatakan sebentuk mitigasi konflik harimau dan manusia. Setiap ada
harimau mati, entah alami ataupun dibunuh karena memangsa ternak,
masyarakat menggelar Ngagah Harimau di rumah adat.

FOTO: AGUS PRIJONO

42 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


BUDAYA
Di Jawa dan Sumatra, harimau disebut dengan penuh hormat:
simbah, kyai, datuk, inyiak, sahabat, beliau. Masih banyak sebutan
lain, namun pada hakikatnya selalu bernuansa hormat dan gentar.
Salah satu tradisi dari masa Jawa klasik yang masih bertahan sampai
sekarang adalah memandikan gong Kyai Macan atau Kyai Pradah di
Lodoyo, Blitar, Jawa Timur. Setiap Maulud, ribuan orang mencari
berkah dari air siraman gong itu. Kawasan Lodoyo, Blitar, dan Kediri
adalah sarang harimau yang terkenal dan terbesar pada 1840-an.
Hingga 1970-an, masyarakat Lodoyo masih meyakini kepercayaan
adanya harimau jelmaan.
Kepercayaan ini juga berkembang di Kerinci, Sumatra. Setiap
desa di bentang alam Kerinci memiliki tradisi untuk menghormati
harimau sumatra. Salah satu tradisi yang dikemas secara kontemporer
adalah Ngagah Harimau di Pulau Tengah. Dahulu, tradisi ini untuk
menyantuni harimau yang mati. Istilah lokalnya, bayar bangun.
Mata diganti mata, kulit diganti kulit, cakar diganti cakar.
Di masa lalu, setiap ada harimau mati—entah karena konflik
ataupun alami, warga mengaraknya dengan tari dan silat keliling
desa. Pemangku adat lantas menyeru penunggu pematang di tujuh
bukit, tujuh jurang, tujuh pematang untuk turut menyaksikan ngagah
harimau.
Setelah disantuni, manusia dan harimau kembali harmonis demi
kenyamanan anak-cucu. Perhelatan Ngagah Harimau yang terakhir
digelar pada 1960-an, dan semenjak itu Pulau Tengah tak lagi pernah
menghelat tradisi adat itu. Kini sudah tidak ada lagi harimau. Sirna
hutan, sirna harimau, sirna pula adat istiadat.

MORAL
Harimau menjadi inspirasi etika sosial masyarakat di pedalaman
Jawa dan Sumatra. Di masa Jawa klasik misalnya, tempat-tempat
yang dihuni harimau disebut angker, keramat, dan biasanya menjadi
hutan larangan.
Dalam ritual adu harimau dan banteng, harimau dianggap
mewakili Belanda dan banteng mewakili Jawa. Sebagai simbol Belanda,
harimau mewakili citra kekacauan dari pihak asing yang mengancam
tatanan Jawa. Dalam pertarungan itu, raja berharap harimau kalah,
sebagai tanda tunduknya kekacauan dari kekuatan pemberi hidup—
diwakili kerbau, hewan pertanian Jawa. Artinya, adu macan dan
banteng dipandang sebagai upaya menjaga keseimbangan kosmik
antara yang baik dan yang jahat. Tak heran, dalam ritual itu sang raja
menginginkan banteng atau kerbau keluar sebagai pemenang.

MEMAHAMI SANG RAJA RIMBA 43


Secara sosial, harimau dijadikan kekuatan moral bagi masyarakat Tiga bersaudara
Jawa dan Sumatra sebagai sebentuk ‘hukuman’ bagi pelanggar yang 'bersahabat
etika, seperti hubungan asmara terlarang, menebang kayu di hutan dengan harimau'
larangan, ataupun melanggar tabu. Dengan kata lain, harimau sedang menggelar
sebagai mekanisme kendali sosial untuk ‘menghukum’ pengganggu ritual di pedalaman
tatanan sosial. Di sejumlah tempat di Sumatra, terutama di wilayah Kerinci. Orang-orang
dengan pengaruh adat Minangkabau, harimau yang berkeliaran di berkemampuan
pemukiman sebagai isyarat ada orang yang melanggar etika sosial. spiritual seperti
Di pedalaman Aceh, pada abad lampau, bila setelah kematian mereka dapat dijumpai
di pelosok Kerinci,
seseorang berubah menjadi harimau, almarhum diyakini sebagai
Sungai Penuh, Jambi.
orang yang berdosa. Sementara itu, di wilayah Batak Simalungun,
ada kepercayaan: orang tua yang menjalani kehidupan asketik bisa
menghilang, lalu berubah menjadi harimau, gajah, dan ular. Di
wilayah Batak lainnya, ada keyakinan bahwa setelah kematiannya,
orang yang jahat akan berubah menjadi harimau. Selain itu, ada
kepercayaan, orang yang dimangsa harimau dinilai melanggar adat.

SUPRANATURAL
Di wilayah Jawa bagian barat hingga kini masih ada mitos tentang
harimau putih. Tokoh besar Jawa bagian barat, Raja Siliwangi selalu
dikaitkan dengan harimau putih, yang menegaskan sisi supranatural
harimau. Macan putih juga dikaitkan dengan dua kerajaan Hindu di
Kediri dan Blambangan (Banyuwangi), Jawa Timur.
FOTO: AGUS PRIJONO

44 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


DI MASA JAWA KLASIK, TEMPAT YANG DIHUNI HARIMAU
DISEBUT ANGKER, KERAMAT, DAN BIASANYA MENJADI
HUTAN LARANGAN.

Tidak heran, Blambangan di ujung timur Jawa, utamanya Taman


Nasional Alas Purwo, dan habitat terakhir harimau jawa: Taman
Nasional Meru Betiri, masih menjadi pusat spiritual tradisional Jawa
hingga kini.
Sebaliknya, di ujung barat Jawa, kini Taman Nasional Ujung
Kulon, juga menjadi jantung spiritual yang berkaitan dengan
harimau. Hingga awal abad ke-20, Ujung Kulon masih dipandang
sebagai wilayah harimau.
Pada abad lalu, di wilayah Priangan, ada imbauan yang melarang
masyarakat melakukan perjalanan ke gunung selama bulan Maulud.
Karena saat itulah harimau di Ujung Kulon berganti tempat dengan
harimau di Lodoyo, Blitar, Jawa Timur.
(Ini bersamaan dengan tradisi Maulud di Lodoyo: memandikan
gong Kyai Pradah. Dalam bahasa Sunda, kata lodaya juga berarti
maung atau harimau).
Ada kebiasaan di sebagian Sumatra dan Jawa, harimau dipandang
sebagai penjaga makam-makam keramat. Kepercayaan ini banyak
dijumpai di Aceh, yang meyakini kuburan orang suci memiliki penjaga
harimau. Sebagian orang memercayai harimau penjaga sebagai roh
almarhum, sebagian yang lain mengira harimau kiriman Tuhan.
Orang-orang spesial dengan kemampuan supranatural punya
hubungan gaib dengan arwah harimau. Seperti di Kerinci, Jambi,
Sumatra, tempat hewan ini masih eksis, terdapat kepercayaan bahwa
harimau ‘gaib’ adalah leluhur dan sahabat yang bisa dipanggil dengan
perantara orang-orang spesial.
Melalui mereka, harimau gaib dapat memberikan bantuan
kepada seseorang untuk menyelesaikan kesulitan hidup. Manusia
penghubung ini nampaknya lebih tepat disebut syaman atau dukun,
yang menjadi perantara antara arwah harimau dengan manusia.
Selama kurun 1830-an dan 1940-an, di Jawa dikenal fenomena
seperti di Kerinci, yang disebut sima leluhur. Setelah dekade pertama
abad ke-20 istilah itu semakin langka mengingat harimau telah
menghilang dari sebagian besar wilayah Jawa.
Namun demikian, keyakinan ini belum hilang sama sekali,
utamanya di pelosok Jawa. Harimau sebagai leluhur juga disebutkan
di Bali akhir abad ke-19. Karena itu, orang Bali takut membunuh
harimau lantaran khawatir mungkin yang dibunuh adalah leluhurnya.

MEMAHAMI SANG RAJA RIMBA 45


PELINDUNG DESA
Masyarakat Sumatra dan Jawa meyakini adanya harimau penunggu
desa. Pada masa abad ke-18, di Cirebon sampai Priangan, dikenal
macan bumi yang dipercaya melindungi desa dari gangguan harimau
liar. Di Yogyakarta, macan bumi dianggap harimau yang lahir di
sekitar desa, atau setidaknya sudah ada di sekitar desa. Penduduk
menghormati macan bumi, tidak ada yang ingin menangkap, apalagi
membunuh, karena tidak membahayakan orang dan ternak. Macan
bumi melindungi desa, dan mencegah harimau asing masuk ke desa.
Di wilayah Besuki, dekat habitat terakhir harimau jawa di Meru
Betiri, penduduk mengenal keberadaan harimau 'baik' yang tinggal
di lingkungan desa. Harimau baik diyakini tidak pernah memangsa
ternak penduduk. Kepercayaan serupa juga berkembang di Sumatra,
yang disebut harimau tanjung ataupun harimau pematang. Penutur
lokal umumnya menggambarkan harimau pelindung berupa macan
kumbang berwarna hitam, dengan seuntai garis putih di dada.
Apapun itu, alam bawah sadar masyarakat sebenarnya memendam
nilai budaya terkait dengan interaksi manusia dengan harimau. Citra
budaya ini dikisahkan turun-temurun, dan membentuk pandangan
hidup. Harimau penunggu diyakini tidak akan mengganggu manusia,
dan menjaga ketentraman desa. Kalaupun ada yang menggangu,
biasanya dipandang sebagai perbuatan harimau liar dari luar wilayah
desa.

BIOLOGI
Harimau adalah pemangsa di puncak piramida makanan. Karena
itu, ia mengendalikan populasi mangsa yang ada di rangkaian rantai
makanan di bawahnya. Kehadiran harimau menandakan rantai
makanan berputar: dari produsen (tumbuhan) – herbivor (konsumen
1) – karnivor (konsumen 2) - dekomposer (pengurai). Dengan
demikian, adanya harimau menandai kesehatan ekosistem.
Sebagai pemangsa, ia terampil berburu secara individual. Ia
tipe pemangsa seperti penembak jitu: mengintai, mengendap,
lalu menyergap dengan bertumpu pada kaki pendek yang kokoh.
Kekuatan utamanya terletak pada tenaga, bukan daya berlari jauh
dalam waktu lama. Semburat lorengnya menyamarkan harimau saat
mengintai mangsa di antara rimbunnya tumbuhan.
Tubuh harimau penuh dengan fitur-fitur mematikan: siungnya
disangga rahang kokoh yang mampu meremukkan tulang, cakarnya
bisa meregang sampai beberapa sentimeter. Matanya berpendar saat
gelap: mekanisme penerangan dari belakang lensa oleh membran
yang memantulkan cahaya melalui retina.

46 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


KONSERVASI
Patung harimau, yang Reputasinya sebagai pemangsa dengan daerah jelajah yang
nampak komikal, di luas membuat satwa ini pantas menjadi ikon konservasi. Dalam
seputaran Titik Nol konservasi, harimau menyandang gelar flagship species: hewan yang
Yogyakarta. Sejak dapat menarik kepedulian masyarakat untuk mendukung upaya
punah, masyarakat pelestarian alam. Ia juga spesies payung, umbrella species. Artinya,
Jawa mengenal melestarikan harimau juga berarti memayungi dan melindungi flora-
harimau hanya dari fauna di wilayah jelajahnya.
patung, lukisan dan Di sisi lain, karisma tersebut menegaskan konservasi harimau
perabot lain. membutuhkan kontribusi banyak pihak. Umumnya, daerah jelajah
harimau juga mencakup kawasan hutan di luar kawasan konservasi.
Bahkan, kawasan lindung yang ada saat ini tak cukup memadai untuk
mendukung keberlangsungan hidup harimau dalam jangka panjang.
Jadi, selain pengelolaan kawasan hutan yang efektif, konservasi
harimau perlu peran aktif para pihak yang bekerja di kawasan non-
hutan, seperti perkebunan dan hutan tanaman yang menjadi habitat
satwa ini. Demikian juga, peran masyarakat yang menjadi pengelola
kawasan hutan dalam skema perhutanan sosial. Ini mengingat wilayah
hutan sosial dapat menjadi kawasan penyangga habitat harimau,
karena lokasinya biasanya dekat dengan habitat harimau.
Bergabungnya para pihak tersebut dapat menambah habitat dan
jalur koridor bagi harimau. Pada saat yang sama, sinergi para pihak
akan memudahkan mitigasi konflik: mengurangi potensi, mencegah,
dan menangani konflik antara harimau dan manusia. ***
FOTO: DWI OBLO

MEMAHAMI SANG RAJA RIMBA 47


KADATON SIMA*
KERAJAAN HARIMAU
R. Kartawibawa, 1925

Sepengetahuan saya, kawasan yang disebut kerajaan


harimau atau kadaton sima adalah Lodoyo, Blitar bagian
selatan; Gadungan, di Pare, Kediri; Keduwang, Wonogiri;
dan Cilacap. Di mana pun, hutan memang ada harimaunya,
tapi tidak berkeliaran banyak seperti di tempat-tempat
tersebut. Harimau di daerah itu besar-besar, ibaratnya: jejak-
jejaknya sebesar piring. Semakin ramai daerahnya, semakin
habis hutannya, habis pula harimaunya.
Menurut penuturan orang-orang tua, harimau memiliki
ratu. Ratunya: siluman harimau putih. Punggawanya adalah
harimau yang besar, yang juga siluman, tapi dapat dipanggil
TAK SEDIKIT dan dilihat, asal mengerti syarat dan cara mengundangnya.
DUSUN YANG Harimau gadungan ini diyakini berasal dari orang sakti yang
bisa berubah menjadi harimau. Ada kisahnya, tapi saya lupa.
MEMILIKI BENTUWAH: Bapak saya bercerita, orang-orang di Dusun Gadungan
HARIMAU PENJAGA bisa berubah menjadi harimau. Bila menjaga ladang atau
menempuh perjalanan pada malam hari, mereka berubah
DUSUN, YANG menjadi harimau
MUNCUL PADA HARI- Sementara itu, hutan belantara memang berisi harimau
hewan sebenar-benarnya. Hanya saja, lantaran dibilang
HARI BAIK. ada yang memelihara, kalau ke hutan sebaiknya meminta
izin kepada sang penunggu hutan. Menurut saya, hal itu
hanya kepercayaan orang dusun semata. Ketika hutan masih
lebat, permukiman masih jarang-jarang, harimau banyak
berkeliaran—seperti anjing kampung.
Kadang harimau menunggui orang kondangan, ataupun
orang yang berjualan pada malam hari. Memang, tidak
sedikit dusun yang memiliki bentuwah: harimau penjaga
dusun, yang muncul pada saat hari-hari baik, serta tidak mau
mengganggu orang dan ternak. Saking banyaknya harimau,
orang dusun tidak punya rasa takut. Kalau pun orang
* Cuplikan penuturan R. dimangsa harimau, ya, dipandang apes saja. Tidak seperti
Kartawibawa dalam Bakda
Mawi Rampog, terbitan Bale
zaman sekarang, orang dimangsa harimau kok dianggap
Pestaka, 1925. mengejutkan dan bikin geger.

48 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Inilah satu dari dua spesimen harimau jawa yang tersimpan di
Museum Zoologi Bogor Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Sejak
punah, museum tak bisa lagi menambah koleksi spesimen harimau
jawa. Spesimen tahun 1940 ini berasal dari Blitar, Jawa Timur. Blitar
selatan masih dikenal sebagai sarang harimau yang terakhir hingga
awal abad ke-20.

FOTO: AGUS PRIJONO


SEIZIN LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA

MEMAHAMI SANG RAJA RIMBA 49


Citra harimau yang tertatah di wayang Jawa di
Yogyakarta. Kesenian dan budaya memberikan
ruang bagi harimau, yang telah punah di Jawa,
untuk tetap 'hidup' dalam kenangan khalayak.
FOTO: DWI OBLO

50 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


MEMAHAMI SANG RAJA RIMBA 51
Citra kobaran api dan seringai raksasa yang
terpahat di sisi belakang gunungan wayang
Jawa. Posisi gunungan yang menampilkan
citra ini sebagai penggambaran zaman kisruh,
kehidupan sedang goyah.
FOTO: DWI OBLO

52 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


BAGIAN DUA

N U S A N TA R A H A R I M A U

YANG SILAM,
YANG KELAM

YANG SILAM, YANG KELAM 53


PENGANTAR

DUA SIRNA, SATU TERSISA

Indonesia satu-satunya negara kepulauan yang dihuni harimau.


Hingga 1980-an, tiga subspesies harimau menguasai tiga pulau: Bali,
Jawa, dan Sumatra. Sayangnya, pada 1940-an harimau bali punah,
yang lantas disusul harimau jawa pada 1980-an. Jarak dua kepunahan
pemangsa kelas atas yang tak sampai setengah abad adalah kehilangan
besar bagi Nusantara.
Kepunahan itu bermula dari ujung timur menuju barat. Kini, pulau
paling barat, Sumatra, menjadi benteng terakhir bagi satwa pemangsa
ini. Sumatra adalah pertaruhan terakhir dalam melestarikan harimau
di bumi Nusantara.
Dua gelombang kepunahan telah menyapu habis populasi harimau
bali dan harimau jawa. Ironisnya, Jawa dan Bali seakan tidak meratapi
sirnanya si harimau. Kini, disadari atau tidak, alam bawah sadar Jawa
memendam kerinduan akan harimau. Kerinduan ini manusiawi, yang
menyiratkan bahwa kepunahan barangkali pantas diratapi.
Kerinduan itu tersirat dari kehebohan setiap ada kabar perjumpaan
harimau jawa. Selain itu, banyaknya patung satwa ini di berbagai sudut
desa dan kota bisa jadi juga sebentuk kerinduan yang lain.
Tengara zaman apakah ini? Bila pun kepunahan dirasakan sebagai
tengara runtuhnya kemanusiaan, adakah satu atau dua generasi
merasakan kehilangan? Apalagi kepunahan dua harimau kepulauan
itu benar-benar karena perilaku gegabah manusia.
Nasib harimau jawa dan harimau bali menunjukkan betapa
manusia telah bertindak bagaikan Tuhan: menentukan satu spesies
beranak-pinak, sambil membinasakan spesies yang lain. Agak sulit
menerka bahwa sirnanya harimau meninggalkan pelajaran pahit.
Buktinya, kebanyakan orang lebih menyukai satwa ini hadir dalam
bentuk perabot: patung, hiasan, lukisan. Ada juga jimat dari kuku,
taring, kulit, ataupun kumis harimau. Yang lebih kejam, mereka yang
Citra lukisan orang- ingin tuah kewibawaan, tega memajang patung harimau. Ironisnya,
orang Eropa yang wujudnya pun sering tidak elok: tubuh melar kegemukan, seringai
berpesta perburuan di komikal, dengan sepasang mata redup.
wilayah Priangan, Jawa
bagian barat.
Dengan demikian, harimau jawa dan harimau bali adalah ikon
kepunahan Indonesia: tiga pulau, tiga subspesies harimau, dua
kehilangan. Punahnya harimau bali dan harimau jawa yang hanya
berselang 40 tahun menunjukkan kiamat harimau begitu nyata di
depan mata. Pertanyaannya: adakah harimau punya sejarah seperti
halnya manusia? Merunut kembali kisah hidup dua harimau pulau
ini penting untuk memetik hikmah dalam menyelamatkan harimau
sumatra.
Hidup memang semakin sulit bagi harimau sumatra. Kucing besar
ini menghadapi berbagai ancaman. Ada ancaman utama yang kerap
disebut 'empat mala': penggundulan hutan, perburuan, konflik
dengan manusia, dan alih fungsi lahan.
Empat mala ini pernah mendera harimau bali dan harimau jawa.
Hasilnya? Siapa pun tahu: mereka punah.
Kini, tinggal satu subspesies tersisa dengan sekali kesempatan
final untuk melestarikan sang raja hutan. Satu lagi tragedi, harimau
akan punah selamanya dari bumi Nusantara. Sekali lagi lengah,
harimau tuntas punah. Tak bisa dibayangkan betapa Nusantara
harimau tanpa harimau.
FOTO: REPRO ‘KLAMBOES, KLEWANGS, KLAPPERBOMEN’

YANG SILAM, YANG KELAM 55


YANG SILAM, YANG KELAM

HARIMAU BALI
MUSNAH DI UJUNG BEDIL PEMBURU

Pemangsa terkecil dari semua ras tigris ini tidak banyak dikenal
sains. Tidak mengherankan, nasib harimau bali bisa dibilang amat
tragis. Karena itu pula, tidak ada banyak informasi tentang harimau
bali.
Pada 1830, daerah pegunungan Pulau Bali dikenal sebagai
wilayah hunian harimau. Begitu juga daerah Jembrana, pegunungan
Buleleng, dan Tabanan merupakan daerah jelajah harimau. Kedua
daerah tersebut tercakup dalam wilayah bagian barat Bali.
Sekitar satu dekade kemudian, ahli botani Swiss H. Zollinger
menemukan harimau mendiami pegunungan Bangli, Bali bagian
timur. Catatan-catatan itu menegaskan harimau pernah tersebar di
seluruh bagian utara Bali. Kendati sampai 1881, dilaporkan masih
ditemukan di sekitar Bangli, namun sejak 1860-an harimau bali
semakin jarang. Selama dekade terakhir keberadaannya, sebaran
harimau terbatas di ujung barat pulau.
Salah satu penyebab punahnya harimau bali adalah pembangunan
wilayah ini pada zaman kolonial. Pembangunan lahan pertanian dan
infrastruktur jalan telah dimulai pada akhir 1800-an dan awal 1900-
an, yang berkontribusi mengubah ekosistem Bali. Jalan-jalan utama
sudah dikembangkan pada 1935 yang memecah-belah hutan habitat
harimau. Infrastruktur jalan terutama untuk menghubungkan sisi
barat dan timur pulau yang dikenal sulit untuk ditembus.
Namun, perburuan untuk rekreasi menjadi penyebab utama
yang mengakhiri harimau bali. Selama 1920 - 1930-an, para
pemburu mengejar harimau bali tanpa pandang bulu. Perburuan
juga menyasar satwa mangsa, yang mempengaruhi persediaan
pakan harimau.
Padahal, selama masa pergantian abad ke-19 menuju abad ke-
20, Bali Barat masih dipandang sebagai wilayah harimau. Sampai
1930-an, kawasan yang kini menjadi taman nasional ini dikenal
Satu-satunya spesimen sebagai daerah jelajah harimau yang membuat orang berpikir dua
harimau bali di kali untuk melewati jalan yang menembus hutan Bali Barat. (Kini,
Museum Zoologi jalan itu menjadi jalur utama dari Gilimanuk ke daerah lain di Pulau
Bogor Lembaga Bali. Jalan lebar dan beraspal mulus itu membelah Taman Nasional
Ilmu Pengetahuan Bali Barat).
Indonesia yang menjadi Wilayah di tepi barat Bali ini menjadi tempat berburu harimau
bukti otentik hewan yang populer bagi orang Eropa. Pada masa 1935, perburuan dengan
ini memang pernah
senjata api begitu intensif, sehingga beberapa ahli menduga harimau
menghuni Pulau Bali.
bali bakal punah dalam beberapa tahun.
Pada paruh pertama 1936, pemburu membunuh lima harimau
bali, dan pada 1937, seekor harimau betina dewasa dibunuh di
Sumber Kima, Bali Barat. Selama kurun 1933 sampai 1937, 14 harimau
meregang nyawa di ujung bedil pemburu. Kendati populasinya telah
banyak berkurang, setelah itu masih ada saja laporan enam harimau
di dataran rendah, dan mungkin lebih banyak di pegunungan.
Beberapa catatan menyimpulkan 1937 merupakan tahun terakhir
bagi harimau bali. Bisa jadi, tahun kepunahan ras ini terjadi pada
1942, dan pasti punah sekitar 1955. Upaya melindungi harimau bali
mulai terlihat pada 1947, saat dewan raja-raja Bali melindungi hutan
Banyuwedang sebagai suaka perlindungan satwa, yang menjadi cikal
bakal Taman Nasional Bali Barat. Sampai 1970-an masih terdengar
kabar ihwal perjumpaan dengan harimau bali. ***
FOTO: AGUS PRIJONO
SEIZIN LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA

YANG SILAM, YANG KELAM 57


KECIL NAN RENTAN
Pulau Bali adalah contoh nyata bahwa flora dan fauna di pulau kecil
sangat rentan mengalami kepunahan. Apalagi satwa pemangsa seperti
harimau yang butuh mangsa dan wilayah jelajah luas. Tak heran, hanya
dalam hitungan belasan tahun semenjak dikenal sains, ia sirna dari
muka Bumi. Pembangunan lahan pertanian dan infrastruktur jalan
telah dimulai pada akhir 1800-an dan awal 1900-an, yang mengubah
bentang alam Bali. Jalan-jalan utama sudah dikembangkan pada 1935,
dan memecah-belah habitat hutan harimau. Infrastruktur jalan terutama
untuk menghubungkan sisi barat dan timur pulau yang dikenal sulit
ditembus dan dilalui di masa lalu.

TAMAN NASIONAL BALI BARAT


Wilayah tepi barat ini menjadi lokasi perburuan harimau,
rusa dan satwa lain bagi orang Eropa. Pada 1935,
perburuan dengan senjata api begitu intensif sehingga
beberapa ahli menduga harimau bali bakal punah dalam
beberapa tahun.

Negara

SURGA PERBURUAN
Sudah semenjak 1906, Bali menjadi tempat favorit
bagi para pemburu yang tertarik dengan pegunungan
yang sunyi, penuh rusa dan harimau. Banyak pemburu
melakukan perjalanan tahunan ke pulau ini. Seperti
pembuat bom E. Munaut dari Surabaya, yang membunuh
20 harimau bali pada 1913. Atau, Ledeboer bersaudara,
dari Jawa Timur, yang menembak 11 harimau bali sebelum
tahun 1915.

PETA: ESRI, USGS, NOAA, BADAN PLANOLOGI KEHUTANAN, DIREKTORAT PEMOLAAN DAN INFORMASI KONSERVASI ALAM. TEKS: ASHRAF, MOHAMMED.
2006. THE EXTIRPATION OF BALI AND JAVAN TIGER: LESSONS FROM THE PAST . TIGER PAPER, JULY-SEPTEMBER 2006, REGIONAL QUARTERLY BULLETIN ON
WILDLIFE AND NATIONAL PARKS MANAGEMENT. DIUNDUH DI HTTPS://WORKS.BEPRESS.COM/BIOCENTRISM/12/; BOOMGARD, PETER. 2001. FRONTIERS OF
FEAR, TIGERS AND PEOPLE IN THE MALAY WORLD, 1600 - 1950 . YALE UNIVERSITY; WHITTEN, T., SOERIAATMADJA, R. E., & AFIFF, S. A. 1999. EKOLOGI JAWA
DAN BALI . EDITOR SERI: S. N. KARTIKASARI. PRENHALLINDO, JAKARTA.
SEBELUM PUNAH PADA 1940-AN, BERAPA KIRA-KIRA
POPULASI HARIMAU BALI?
Jika bisa diterima asumsi kepadatan rata-rata di hutan
dataran rendah bagi seekor harimau adalah 15 km persegi,
dan sekalipun seluruh Bali adalah habitat harimau, maka
hanya ada 110 ekor harimau bali dewasa pada satu waktu
yang bersamaan.

Singaraja

Pada 1840-an ahli botani Swiss H. Zollinger


mencatat harimau mendiami pegunungan
Bangli. Catatan ini menegaskan harimau Amlapura
pernah tersebar di sisi timur Bali.
Bangli

Tabanan Gianyar Semarapura

Badung

DENPASAR

TAMAN NASIONAL

TUTUPAN
HUTAN 2014
KILOMETER

0 9 18
JALAN ARTERI
YANG SILAM, YANG KELAM

H A R I M A U J A WA
TERLAMBAT DI TIKUNGAN TERAKHIR

Kendati sedikit berumur lebih panjang, harimau jawa akhirnya


menyusul harimau bali. Harimau jawa mungkin telah punah pada
medio 1970-an, yang lalu dinyatakan punah pada 1980-an. Artinya,
hanya dalam kurun 40 tahun, dua ras harimau punah secara
berurutan: harimau bali pada 1940-an dan harimau jawa pada 1980-
an. Sebelum tersudut di habitat terakhirnya, di Taman Nasional
Meru Betiri, Jawa Timur, si raja hutan tersebar luas di Pulau Jawa.
Dari ujung barat sampai timur, pemangsa ini menguasai wilayah-
wilayah liar.
Wilayah Jawa bagian barat, Banten dan Priangan, disebut sebagai
sarang harimau sepanjang abad ke 19. Ke arah Jawa bagian tengah, di
wilayah Weleri, antara Pekalongan dan Semarang, yang dilalui jalan
pos, dikenal sebagai kawasan kekuasaan harimau. Selain aumannya
kerap terdengar, kadang-kadang harimau juga menunjukkan diri di
jalan. Hanya saja, pada 1850-an, populasi harimau di kawasan itu
menurun lantaran penebangan hutan.
Cerita serupa juga ada di bentang jalan antara Surakarta dan
Ngawi, di perbatasan Jawa bagian tengah dan timur. Semakin ke
timur, wilayah Blitar dikenal sebagai sarang harimau terluas pada
1840-an. Kawasan ini masih diselimuti belantara yang belum banyak
tersentuh manusia sampai 1860-an. Namun, dalam dasawarsa
selanjutnya, pemerintah kolonial memegang kendali atas eksploitasi
hutan jati dan pembukaan lahan budidaya di kawasan ini.
Di selatan Blitar, terdapat hutan Lodoyo yang diduga memiliki
kepadatan harimau tertinggi. Hingga kini, setiap Maulud, masyarakat
adat Lodoyo, yang memercayai harimau jejadian, menggelar tradisi
mencuci gong Kyai Pradah atau Kyai Macan. Sampai 1906, Blitar
menjadi tempat terakhir perhelatan rampogan macan.
Rampogan macan adalah tradisi pengepungan harimau dan
macan tutul di alun-alun saat menjelang hari raya Idul Fitri. Kira-kira

60 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Inilah citra terakhir sejak abad ke-17, alun-alun istana Jawa bagian tengah-selatan menjadi
harimau jawa yang palagan rampogan macan dan adu harimau versus kerbau. Ada pesan
diabadikan Andries dalam ritual ini: harimau sebagai simbol penjajah Belanda, dan
Hoogerwerf di Taman kerbau adalah simbol manusia Jawa. Untuk keperluan ritual tersebut,
Nasional Ujung Kulon, raja Jawa biasanya memiliki kandang berisi harimau.
Banten, pada 1938. Dalam perhelatan tersebut, khalayak berharap kerbau menjadi
Sejak itu, tak ada foto pemenang. Tak perlu heran, bila harimau di atas angin, sang raja
harimau jawa di alam
bisa saja mendadak menghentikan pertarungan. Bahkan, pada
liar.
zaman Amangkurat III, harimau menjadi eksekutor hukuman bagi
Pangeran Puger bersama sejumlah keluarga yang dianggap bersalah
di Kartasura.
Semakin ke timur, memasuki wilayah yang belum banyak dikenal
hingga abad ke-19: Pasuruan, Probolinggo, Besuki, dan Banyuwangi.
Kendati wilayah pesisir cukup padat pemukiman, pedalaman wilayah
ini sebagian besar masih tertutup hutan. Satu lokasi yang bereputasi
sebagai sarang harimau adalah Klakah, yang berada di bentangan
jalan antara Probolinggo - Lumajang.
Kawasan liar yang cukup terkenal adalah Gunung Baluran dan
sekitarnya—kini taman nasional. Gunung Baluran yang berhutan
lebat menjadi tempat favorit bagi harimau dan pemburu sampai
akhir periode kolonial. Di sisi selatan Besuki dan Banyuwangi—yang
terlambat dikuasai pemerintah kolonial—terdapat Taman Nasional
Meru Betiri yang menjadi tanah terakhir harimau jawa.
FOTO: REPRO ‘EKOLOGI JAWA DAN BALI”

YANG SILAM, YANG KELAM 61


Jejak-jejak
cakaran harimau
jawa di sebatang
pohon di wilayah
Sindangbarang, Jawa
Barat. Kemungkinan
foto ini diambil di
kawasan Cianjur
selatan.

Daerah yang dikenal sebagai sarang harimau tersebut umumnya


berada di sepanjang jalan raya dan jalur kereta api. Sementara itu,
daerah-daerah terpencil masih jarang dikunjungi sehingga catatan
tentang harimau nyaris tidak ada. Misalnya saja, Blitar selatan di Jawa
bagian timur. Daerah ini masih dikenal sebagai wilayah harimau
sampai 1840-an karena belum tersentuh jalur kereta api. Blitar
selatan baru dibuka pada 1860, dan perkebunan tembakau mulai
berkembang pada 1900. Kendati tak berhasil, perkebunan tembakau
telah membuka tutupan hutan. Lahan bekas perkebunan tembakau
ini lantas dijadikan hutan jati oleh otoritas kehutanan Belanda.
Selama masa kolonial, untuk meningkatkan produksi komoditas
pertanian, pemerintah membuka lahan-lahan baru yang subur.
Ekspansi perkebunan diiringi dengan pembukaan jalan, rel kereta
api dan migrasi tenaga kerja ke daerah terpencil. Perlahan-lahan,
hal itu menyebabkan berkurangnya habitat, dan populasi harimau
terkurung di kantong-kantong hutan.
Sementara itu, berdirinya Himpunan Perlindungan Alam Hindia
Belanda (NIVN) pada 1912 belum menyentuh upaya pelestarian
harimau. Ringkasnya, sejak masa awal kolonial abad ke-17, kompeni
dan kerajaan Jawa telah mendorong penangkapan harimau melalui
FOTO: REPRO ‘EKOLOGI JAWA DAN BALI’

62 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


sistem imbalan dan ritual istana. Kemudian, jumlah harimau yang
sudah berkurang drastis diperburuk dengan menyusutnya habitat dan
perburuan.
Sampai 1960-an, harimau hanya tercatat di dua kawasan konservasi:
Ujung Kulon, Banten, dan Meru Betiri, Jawa Timur. Sayangnya, pada
1970, harimau tidak lagi terlihat di Ujung Kulon, dan populasi hanya
tersisa di Meru Betiri. Selama kurun 1960-1970-an, jagawana masih
melaporkan perjumpaan dan insiden konflik dengan harimau jawa
di sejumlah tempat yang tercakup di lanskap Ijen, Raung, Marapi—
dekat Meru Betiri.
Sekitar 1980, tim pakar dan pemerintah menyusun rencana
pengelolaan Meru Betiri untuk menyelamatkan harimau. Tim sempat
melakukan survei, dan menemukan tanda keberadaan harimau.
Hasilnya, tim menduga hanya tiga hingga lima harimau dewasa yang
diyakini hidup di Meru Betiri. Jadi, berbekal segelintir populasi itulah
tim menyusun rencana pengelolaan Meru Betiri.
Lalu pada 1979, penampakan harimau dilaporkan dari sekitar
Gunung Slamet, di perbatasan Jawa bagian barat dan tengah. Pada
1987, sebuah tim menemukan jejak, goresan, dan kotoran harimau
di Meru Betiri. Tim lain coba mencari sang harimau pada 1990
dan hanya menemukan jejaknya. Semenjak itu, ada sejumlah kabar
ihwal harimau jawa. Pada 1994 misalnya, harimau dilaporkan
di Banyuwangi, tak jauh dari Meru Betiri. Menurut surat kabar
pada tahun itu, harimau dipercaya masih ada di ujung timur Jawa.
Penemuan lain yang diduga harimau jawa dilaporkan dari Gunung
Kidul, selatan Yogyakarta, pada 1999.
Hanya saja, laporan tersebut, dan laporan setelahnya, tanpa
pembuktian lebih lanjut—semisal bukti dengan kamera jebak. Hingga
kini, sejumlah pihak memandang harimau masih hidup di pedalaman
Jawa. Kendati sulit dibuktikan di alam nyata, harimau jawa justru
'hidup' dalam kisah dan ruang ingatan penutur lokal.
Namun perlu diingat, banyak orang kerap tak bisa membedakan
harimau loreng dengan macan tutul. Seandainya harimau masih
hidup, peluangnya teramat kecil, dan butuh pembuktian dalam waktu
lama. Bahkan pada 2018, beredar foto kabur bersosok harimau dari
Taman Nasional Ujung Kulon, yang lalu terbukti ternyata macan tutul.
Namun, foto itu telah mendorong sejumlah pemerhati menggelar
ekspedisi untuk membuktikan keberadaan harimau jawa.
Mengingat hampir setiap jengkal Jawa telah tersentuh manusia,
bukankah lebih mudah membuktikan harimau jawa masih ada
ketimbang ia telah punah? Bila pun masih ada populasinya, seberapa
siap negeri ini melestarikan sang harimau di pulau terpadat ini? ***

YANG SILAM, YANG KELAM 63


PENGUASA JAWA YANG SIRNA
Sungguh tak mudah menentukan waktu punahnya harimau jawa
yang diselimuti kepercayaan spiritual, karena orang punya kesan
mendalam terhadapnya. Tak heran, kadang-kadang ada saja
laporan perjumpaan harimau tunggal di wilayah terpencil di
media sosial. Tetapi, biasanya itu macan tutul yang lebih mudah
menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang telah berubah.
Punahnya harimau jawa merangsang sebagian orang untuk terus
membuktikan ia belum punah. Sampai saat ini, setiap ada laporan
baru, pemerhati terus berupaya membuktikan satwa penguasa
Jawa ini belum punah.

IBUKOTA HARIMAU
Sejak mendirikan pos dagang pada abad ke-17, konflik
harimau-manusia telah pecah di Batavia. Ibukota negara
ini dahulunya wilayah jelajah harimau jawa.

SERANG DKI JAKARTA

BANTEN

Ujung Kulon Gunung Halimun


1940 1970 Subang 1940

Cibadak 1940 Gunung Tampomas


BANDUNG 1940
J AWA B A R AT

Gunung Malabar Banyumas 1940

Garut 1940

Gunung Gelap 1970

HARI-HARI TERAKHIR Leuwueng Sancang


1940
Sejumlah catatan pada 1940-an menunjukkan sebaran
tahun-tahun terakhir harimau jawa. Setelah tahun itu,
catatan lebih bersifat dugaan tanpa pembuktian lebih
lanjut. Pada 2000, pemerhati merilis sebaran harimau jawa
hasil penelitian di sejumlah wilayah yang belum tercantum
pada peta yang dibuat pada 1980-an. Meski begitu,
berbagai usaha itu lebih banyak meninggalkan pertanyaan
ketimbang kepastian. Satu hal yang pasti: Taman Nasional
Meru Betiri, di sudut selatan Jawa Timur adalah habitat
terakhir harimau jawa.

SEBARAN HARIMAU JAWA


Catatan 1940

Catatan 1970, tanpa konfirmasi

Catatan dirilis pada 2000


KILOMETER
Meru Betiri 1970 0 64 134

64 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


SEMARANG
Boja
1940
SURABAYA
J AWA T E N G A H
Surakarta

Baluran
Kediri
DI YOGYAKARTA J AWA T I M U R
Blitar
Gunung Kidul 1940
Banyuwangi
1940

MERU BETIRI 1970


Presiden Soeharto menegaskan perlindungan harimau jawa, namun Alas Purwo
tak ada tindakan nyata di lapangan. Untuk melindungi harimau jawa,
pemerintah mesti merelokasi sekira 5.000 pekerja perkebunan teh di
batas taman nasional. Faktanya, tak ada aksi di lapangan, dan upaya
penyelamatan sekadar untuk menunjukkan niat baik.

PETA: ESRI, USGS, NOAA, BADAN PLANOLOGI KEHUTANAN, DIREKTORAT PEMOLAAN DAN INFORMASI KONSERVASI ALAM. TEKS: RAHARYONO, D., &
PARIPURNO, E. T. 2001. BERKAWAN HARIMAU BERSAMA ALAM. YAYASAN KAPPALA INDONESIA, THE GIBBON FOUNDATION, PUSAT INFORMASI LINGKUNGAN
INDONESIA – JARINGAN PROGRAM PERGERAKAN LSM, BOGOR; SEIDENSTICKER, J., & SUYONO. 1980. THE JAVAN TIGER AND MERU BETIRI RESERVE: A
PLAN FOR MANAGEMENT. WORLD WIDE FUND, INTERNATIONAL UNION FOR CONSERVATION OF NATURE AND NATURAL RESOURCES, DIREKTORAT
PERLINDUNGAN DAN PENGAWETAN ALAM; WHITTEN, T., SOERIAATMADJA, R. E., & AFIFF, S. A. 1999. EKOLOGI JAWA DAN BALI . EDITOR SERI: S. N.
KARTIKASARI. PRENHALLINDO, JAKARTA.

YANG SILAM, YANG KELAM 65


SIMA AMBABAL
HARIMAU LOLOS DARI RAMPOGAN
R. Kartawibawa, 1925

Keadaan pasti kisruh bila ada harimau yang lolos atau sima
ambabal dari medan rampogan. Setiap ada harimau yang
lolos, khalayak pasti panik bukan kepalang. Lha… ada yang
terpisah dari anaknya, dari temannya, ada juga yang terluka
karena lari tunggang langgang. Itulah yang menjadi cerita dari
mulut ke mulut. Saya sudah pernah melihat harimau lolos dari
rampogan. Di Kediri, ada harimau besar yang bisa menjebol
barisan bertombak itu, lantaran masih gesit dan sehat.
Rupanya, harimau ini ditangkap malam 25 Ramadan—
mendekati 1 Syawal jelang lebaran, sehingga, ia masih segar
dan kuat. Setelah keluar kandang, harimau itu langsung lari,
berhenti sejenak menatap barisan orang di sisi utara. Dalam
sekejap mata, ia melompat, dan mendarat di barisan depan.
Tentu saja, orang yang menjadi sasaran lompatan harimau
itu kocar-kacir. Sialnya, lantaran tidak menduga, barisan
di bagian belakang ikut bubar. Harimau pun lolos. Saat
menerabas barisan, harimau itu mencakari orang-orang. Enam
orang terluka berdarah-darah. Wah, tak terbayangkan betapa
kisruhnya suasana!
Kebetulan, harimau itu bersembunyi di bawah meja si
penjual rawon. Suami si penjual rawon berteriak minta tolong.
Tanpa pikir panjang, ia menggebrak meja itu dengan gagang
pikulan. Hancur-leburlah seluruh dagangan istrinya. Harimau itu
akhirnya bisa dibunuh.
Sebelum benar-benar mati, harimau itu merangkak dari
bawah meja, dan si suami menggebukinya sampai mati.
Lantaran marah, suami itu mengumpati si harimau: gara-gara
ia, dagangan istrinya porak-poranda. Siapa pun yang pernah
* Cuplikan penuturan R. menonton harimau lolos, pasti bisa berkisah tentang keriuhan
Kartawibawa dalam Bakda
Mawi Rampog, terbitan Bale orang. Lantaran akan lebaran, orang-orang ingin memakai
Pestaka, 1925. baju bagus, dan tidak heran ada yang mencopet, mengutil,

66 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


dan sebagainya. Saat akan digelar rampogan, beberapa Suasana rampogan
orang mendirikan panggung dengan seizin penyelenggara. macan di Kediri, untuk
Panggungnya begitu besar yang bisa menampung tiga ribu menyambut lebaran Idul
orang. Yang banyak menonton dari panggung umumnya kaum Fitri. Pergelaran terakhir
rampogan macan yang
perempuan.
di Kediri dan Blitar
Kalau panggung itu tidak kokoh, pasti bisa roboh karena
sekitar 1906.
menanggung beban banyak orang. Sementara itu, orang dan
anak-anak yang tidak punya uang biasanya menonton dengan
memanjat pohon beringin, sehingga dahan-dahannya penuh
orang. Pada suatu lebaran, saya pernah menonton rampogan
di Blitar. Ada macan kumbang yang sudah terluka parah tapi
masih mampu menyerang salah seorang di barisan. Orang itu
ketakutan dan lari, sementara teman-teman di sekelilingnya
tidak bisa menombak. Akhirnya, si macan kumbang lolos, lalu
naik di salah satu pohon beringin.
Memang macan kumbang dikenal pandai memanjat pohon.
O… betapa paniknya orang-orang di atas pohon. Ada yang
merosot dari dahan, ada yang terjun langsung. Ada seorang
Cina di pohon itu, yang saking takutnya, langsung melompat.
Begitu sampai tanah, ia langsung pingsan. Kepalanya
berdarah-darah karena kulitnya selebar telapak tangan
terkelupas. Pada saat itu, orang Cina berambut kucir. Rupanya,
ada anak yang iseng mengikatkan kuciran rambutnya ke akar
pohon beringin.
FOTO: REPRO ‘JAVA’S ONUITPUTTELIJKE NATUUR’

YANG SILAM, YANG KELAM 67


68 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA
Dengan perspektif masa kini, rampogan macan dinilai
sebagai perhelatan keji yang menjadi salah satu penyebab
sirnanya harimau jawa. Dalam foto muram ini, tubuh harimau
jawa, macan kumbang, dan macan tutul bergelimpangan
mati seusai rampogan. Semuanya terluka parah di bagian
lambung.

FOTO: REPRO ‘JAVA’S ONUITPUTTELIJKE NATUUR’

YANG SILAM, YANG KELAM 69


NASIB TRAGIS DUA TRAH TIGRIS

Kepunahan bagaikan hantu: menyelinap diam-diam, lalu mengejutkan di


tikungan terakhir. Persis seperti itu nasib harimau bali dan harimau jawa, dua
subspesies Panthera tigris. Nasib paling tragis dialami harimau bali. Ia punah
dalam kesunyian: dikenal dalam waktu sangat singkat, lalu sirna. Meski
sedikit beruntung, akhir hidup harimau jawa pun tak kalah dramatis. Upaya
penyelamatan baru datang saat ia tinggal lima ekor di tanah terakhirnya
Meru Betiri. Belanda tiba seputar 1600, lalu mendirikan kantor VOC di
pantai barat laut Banten: Batavia—kini Jakarta. Sejak itu, satwa pemangsa
ini memasuki babak sejarah.

1605
Catatan awal tentang ritual adu harimau vs
1620-an banteng dan rampogan macan di kerajaan Jawa.
Harimau jadi ancaman penghuni Batavia. Saksi
mata: Sultan Agung mengirim punggawa berburu 1625
200 harimau selama 3 bulan. Harimau diadu Gubernur Jenderal melaporkan harimau
dengan prajurit (mungkin rampogan macan). menyerang warga Batavia—sekitar 60 korban
dari populasi 6.000 manusia.
1644
Imbalan uang untuk penangkap harimau dan 1648
satwa lain: badak, ular besar, dan buaya. Imbalan uang menjadi kebiasaan: bukti
1648 - 1654 kompeni mendorong perburuan harimau dan
Catatan duta kompeni: Sunan Amangkurat I satwa lainnya.
sesekali menggelar adu harimau vs banteng.
1659
Konflik harimau makin kerap seiring
1670
berkembangnya permukiman ke luar Batavia.
Saran untuk penangkapan harimau dekat Batavia. Ekspansi pertanian menyingkirkan habitat
Ratusan harimau dan macan tutul ditangkap di harimau.
sekitar kota.
1703
1820 Sunan Amangkurat III menghukum Pangeran
Ada ide membentuk tim pembasmi harimau jawa. Puger bersama sejumlah keluarganya. Mereka
Usul ini sia-sia, tapi tetap ada upaya membasmi dimasukkan ke kandang harimau di Kartasura.
harimau jawa.
1830
1830–1870 Di daerah Bogor dan Priangan, sekitar 100
Ritual harimau mulai dikurangi, mungkin karena harimau dan macan tutul dibunuh setiap tahun.
populasi harimau berkurang. Tahun 1830: masa
tanam paksa yang mendorong pembukaan lahan 1861
baru di wilayah liar. Pemerintah meminta residen di Jawa melaporkan
harimau di wilayahnya. Data itu untuk membasmi
1862
harimau, lantaran tingginya konflik.
Terbit aturan bagi warga yang ingin jadi pemburu
harimau profesional dengan senjata api. Juga, 1875
pendaftaran ‘kecelakaan’ bagi korban harimau. Awal istilah 'harimau pemakan manusia,'
dengan fenomena ‘tulah harimau’ atau
1879 serangan harimau ke manusia. Konflik bermula
Tulah harimau mendera Gunung Muria dan di Priangan dan Banten, lalu merembet ke
Probolinggo, disusul Kediri pada 1880. timur. Tren perburuan harimau meningkat.

1880
1886 & 1887 Ritual harimau kian jarang. Harimau musnah di
Harimau jawa yang dibunuh pada 1886: 126, kawasan yang mudah dijangkau. Gejala awal
dan pada 1887: 116. Angka ini lebih tinggi berkurangnya populasi harimau jawa makin
dari rata-rata pembunuhan harimau pada kentara.
dasawarsa 1860-an.
1894
1897 Pukulan terakhir tulah harimau jawa melanda
wilayah Gunung Muria, Jepara.
Pemerintah kolonial menghapus sistem
imbalan untuk harimau jawa dan macan tutul.

70 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


1900
Masa awal abad ke-20, ritual harimau tiada
1906 lagi digelar di pusat kerajaan Jawa. Di istana
Bali menjadi favorit pemburu rusa dan harimau. Yogyakarta, kandang kerajaan hanya berisi macan
Rampogan macan terakhir di Blitar dan Kediri. tutul.
Blitar selatan dinilai sarang harimau terakhir. 1909
Holotipe: spesimen untuk subspesies harimau bali
1912 ditembak pada tahun ini.
Berdiri Himpunan Perlindungan Alam Hindia Pemerintah kolonial merilis undang-undang
Belanda (NIVN). melindungi beberapa mamalia dan burung.
1913
1915 – 1918 Pemburu dari Surabaya membunuh 20 harimau
Kandang harimau di istana Surakarta tiada lagi. bali. Himpunan Perlindungan Alam mengusulkan
Pemburu menembak 22 harimau bali. 12 daerah perlindungan, di antaranya Ujung
Kulon dan Alas Purwo. Sejak itu, pemerintah
kolonial mendirikan sejumlah kawasan lindung.

1922
1930-an Pemerintah tak lagi butuh statistik harimau yang
Sampai tahun ini Bali Barat masih menjadi tempat ditangkap dan dibunuh. Namun, sistem imbalan
tak pernah sepenuhnya dihapus—utamanya di
berburu favorit bagi orang Eropa modern.
Sumatra, lantaran harimau masih jadi ancaman.

1937 1936 – 1937


Harimau bali betina dewasa dibunuh di Sumber Pemburu membunuh lima harimau bali. Empat
Kima, Bali Barat. Beberapa penulis menyatakan dari sisa populasi harimau jawa mati makan
tahun ini harimau bali telah punah. bangkai beracun di Priangan dan Banten.
1938
Foto terakhir harimau jawa di Taman Nasional
1942 Ujung Kulon.
Mungkin harimau bali punah pada tahun ini, dan
sudah pasti punah setelah 1955.
1945
1950 Indonesia merdeka.
Harimau jawa kira-kira tinggal 25 ekor, 13 di
antaranya di Ujung Kulon. 1970
Pemerintah melindungi harimau.
1972
Kira-kira hanya ada 7 harimau jawa di Meru Betiri.
1979
1980 Harimau jawa dilaporkan di sekitar Gunung Slamet.
Rencana pengelolaan harimau jawa di Meru
Betiri. Tim peneliti menduga populasi harimau 1987
tak sampai 5 ekor. Dasawarsa ini sebagai hari- Tim peneliti menemukan jejak, cakaran, dan kotoran
hari terakhir bagi harimau jawa. harimau di Meru Betiri.

1990
Tim lain coba mencari harimau jawa, hanya 1994
menemukan jejak-jejaknya. UU Nomor 5/1990 Berita harimau jawa dijumpai di Banyuwangi.
Sejak 1990-an seluruh kabar perjumpaan dengan
memperkuat perlindungan harimau.
harimau jawa tanpa verifikasi pakar.

YANG SILAM, YANG KELAM 71


YANG SILAM, YANG KELAM

PESAN DARI DUA KERABAT

Terlambat adalah terlambat. Soal kepunahan, tak ada permakluman


‘lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali’. Sekali terlambat,
harimau jawa dan harimau bali punah selamanya.
Menyimak kembali punahnya dua trah harimau itu memunculkan
pertanyaan mendasar: bagaimana mendudukkan harimau dalam
konservasi di Indonesia? Di satu sisi, satwa ini menjadi ikon konservasi,
di sisi lain ia juga ikon kepunahan. Pertanyaannya, adakah hikmah
untuk menjembatani dua sisi tersebut?
Punahnya pemangsa kelas atas ini adalah dua tragedi peradaban
yang mengajarkan agar tidak ada yang ketiga. Tragedi pertama:
harimau bali punah terlalu cepat, terlalu mengejutkan. Bahkan, sains
belum sempat mengenal lebih jauh tentang ekologi harimau bali.
Bali bisa dibilang sebagai pulau terkecil di muka Bumi yang
dihuni harimau. Hal ini menegaskan bahwa flora-fauna di pulau
kecil memang rentan terhadap kepunahan.
Sebelum tersudut di sisi barat, harimau menghuni bagian lain
Pulau Bali. Pembangunan lahan pertanian dan jalan sudah dilakukan
pada akhir 1800-an dan awal 1900-an, yang berkontribusi mengubah
ekosistem Bali.
Jalan-jalan utama dikembangkan pada 1935, yang memecah
blok-blok besar hutan habitat harimau. Dan, akhirnya sisa populasi
harimau bali tersudut di Bali Barat, yang kemudian menjadi medan
perburuan bagi orang-orang Eropa.
Hidup pemangsa ini amat tragis lantaran diburu habis-habisan
saat demam perburuan untuk olahraga melanda Bali zaman kolonial.
Di masa awal abad ke-20, Pulau Bali sudah menjadi tanah impian
yang menjanjikan kenikmatan tropika—termasuk berburu. Saat itu,
turis, seniman, petualang, dan pemburu telah berbondong-bondong
ke Bali. Pada saat itu, permukiman masih jarang-jarang sehingga
manusia dan harimau mendiami kawasan yang berbeda.

72 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Spesimen kulit dan Jelaslah, kepunahan harimau bali sebagian besar disebabkan
tengkorak harimau perkembangan pada zaman kolonial. Olah raga berburu menjadi
jawa dan harimau bali pemusnahan sistematis bagi kehidupan harimau bali.
tersimpan bersama Hal ini berbeda dengan tragedi kedua yang dialami harimau
spesimen macan jawa. Satwa ini sudah lama dikenal sebagai penguasa hutan belantara
kumbang dan macan jawa sejak berabad-abad lampau. Sebagian masyarakat Jawa klasik
tutul. Museum Zoologi mengenal istilah kedaton sima atau kerajaan harimau, yang merujuk
Bogor Lembaga Ilmu
kepada hutan yang dihuni pemangsa ini. Catatan pertama yang
Pengetahuan Indonesia
mengisahkan pemangsa ini sudah ada sejak abad ke-17, saat Belanda
melestarikan spesimen
menginjakkan kakinya di pantai barat laut Banten.
satwa pemangsa ini
untuk keperluan sains.
Kira-kira dua dekade setelah mendirikan kantor VOC, harimau
acap kali menggerayangi permukiman Batavia. Konflik pun pecah.
Bahkan, harimau dipandang lebih banyak membunuh pemukim
Belanda, dibandingkan dengan serangan musuh—orang pribumi.
Dalam perspektif pemerintah kolonial, harimau adalah hewan
pengganggu yang pantas dibasmi. Seawal 1648, pemerintah telah
memberikan hadiah bagi penangkap harimau.
Sistem imbalan ini terus berkembang, dan diatur pemerintah
pada 1815 dan 1870, lalu dihapus pada 1897. Masih terkait dengan
repotnya menghadapi harimau, pada 1862 terbit aturan yang
memungkinkan siapa pun menjadi pemburu profesional dengan
izin memiliki senjata api. Aturan itu juga mengatur pendaftaran
‘kecelakaan’ bagi korban konflik. Sedikit banyak, kebijakan tersebut
mendorong perburuan harimau.
FOTO: AGUS PRIJONO
SEIZIN LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA

YANG SILAM, YANG KELAM 73


Harimau bali dikenal hanya dari lima kulit dan delapan tengkorak,
salah satu set di antaranya tersimpan di Museum Zoologi Bogor
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Deskripsi pertama harimau
bali dilakukan pada 1912, dan mungkin telah punah hanya dalam
jangka 30 tahun sesudahnya. Pada 1963, ada laporan sejumlah
penduduk melewati bangkai seekor harimau di hutan. Lima ekor
harimau bali dibunuh pada enam bulan pertama 1936. Tetapi
laporan pasti yang terakhir berasal dari tahun 1937 ketika harimau
bali ditembak dengan sengaja di Sumber Kima, Bali, untuk Museum
Zoologi Bogor. Dan, sekarang spesimen ini menjadi satu-satunya
bukti adanya binatang ini di Bali (atas). Sementara spesimen
tengkorak harimau jawa berasal dari kampung Tamanjaya, seputar
Gunung Honje, Banten. Tamanjaya kini berada di seputar Taman
Nasional Ujung Kulon. Spesimen tengkorak harimau yang dikoleksi
pada 1938 ini tak diketahui jenis kelaminnya. Pada tahun itu juga,
foto terakhir harimau jawa diabadikan oleh Andries Hoogerwerf di
Ujung Kulon (bawah).

FOTO: AGUS PRIJONO (SEMUANYA)


SEIZIN LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA
74 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA
YANG SILAM, YANG KELAM 75
Di sisi lain, istana Jawa juga memiliki tradisi adu harimau versus
banteng dan rampogan macan. Tradisi ini, mau-tak-mau berpengaruh
pada berkurangnya populasi harimau jawa. Selama dasawarsa 1830–
1870, ritual mulai berkurang, mungkin karena harimau semakin sulit
ditemukan di kawasan yang bisa dijangkau. Hingga 1906, rampogan
macan yang terakhir digelar di Kediri dan Blitar, yang terletak jauh
dari pusat istana Jawa.
Selama kurun yang sama, revolusi pertanian Belanda di Pulau
Jawa merambah pedalaman liar. Kebun kopi pertama di Priangan
telah ditata pada akhir abad ke-18, dengan menggerakkan ribuan
tenaga kebun. Hal itu semakin mendekatkan manusia dalam
pusaran konflik dengan harimau. Pada masa ini, hutan dan gunung
begitu menakutkan karena dihuni harimau dan badak sampai abad
ke-19. Kebun-kebun kopi yang terletak di daerah terpencil memicu
kekhawatiran para buruh. Jika ada laporan tentang harimau yang
terlihat di perkebunan, mereka menolak bekerja. Di Priangan, dalam
dua bulan saja, 33 orang menjadi korban serangan harimau. Selama
mengunjungi kebun kopi, perjalanan pejabat perkebunan didahului
bebunyian angklung dan rebana untuk mengusir binatang itu.
Dengan demikian, perusahaan Hindia Belanda secara sistematis
merombak lahan subur di Jawa menjadi unit-unit produksi.
Populasi harimau dan satwa liar lain menurun lantaran kawasan
hutan, dataran aluvial, dan cekungan sungai berubah menjadi
lahan budidaya. Sementara itu, sebagian besar kawasan hutan hujan
yang luas telah berubah menjadi kebun jati. Budidaya tanaman
monokultur ini secara signifikan mengurangi populasi mangsa yang
menjadi sumber pakan harimau.
Harimau jawa semakin langka terutama di wilayah-wilayah padat
penduduk dengan lahan-lahan pertanian yang memotong kawasan
hutan. Akibatnya, setelah masa tulah, atau konflik harimau dan
manusia, muncul masalah baru: serangan hama babi hutan. Sampai
tahap ini, terlihat bahwa berkurangnya populasi harimau karena
kebijakan imbalan sebagai respon atas konflik, tradisi kerajaan Jawa,
perluasan permukiman dan revolusi pertanian Belanda.
Pada tahap selanjutnya, berkembang perburuan untuk olah
raga di kalangan kolonial. Populasi harimau yang tersisa, dan juga
satwa mangsanya, kembali menghadapi tekanan. Sampai awal abad
ke-20, harimau yang semakin sedikit masih saja diburu untuk
kesenangan. Sekitar 1900, meski telah langka, Jawa bagian tengah
masih menjadi medan perburuan harimau bagi bangsa Eropa. Pada
masa ini, perburuan tradisional dengan jerat dan mangsa beracun
turut memperburuk keadaan.

76 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Sebenarnya, awal abad ke-20 menjadi momen penting dengan
munculnya kesadaran konservasi dengan berdirinya Himpunan
Perlindungan Alam Hindia Belanda (NVIN). Himpunan yang
terbentuk pada 1912 ini untuk melindungi kawasan penting dan
satwa liar—kecuali hewan yang berbahaya.
Pada 1913, himpunan mengirim petisi yang menuntut pemerintah
mendirikan monumen alam. Pemerintah merespon petisi ini pada
1916 dengan Ordonansi Monumen Alam, Staatsblad Nomor 278.
Dalam keputusan itu, gubernur jenderal berwenang menentukan
wilayah yang bakal dijadikan cagar alam, entah untuk konservasi
maupun sains. Dengan keputusan tersebut, artinya perburuan satwa
dibatasi.
Hanya saja, selama pergantian abad itu, di Jawa bagian barat dan
timur, yang diduga tersisa 500 harimau, masih sering dikunjungi
pemburu Eropa. Hingga akhir masa kolonial, kendati perburuan
semakin dibatasi, entah dengan izin ketat maupun pembatasan
jumlah hewan buruan. Namun upaya itu nampaknya sudah terlambat
bagi harimau jawa.
Ringkasnya, harimau yang telah merepotkan sejak abad ke-17
mendorong kompeni, lalu pemerintah kolonial, memberikan imbalan
untuk penangkapan hewan ini. Kemudian, jumlah harimau yang
sudah berkurang drastis itu diperburuk oleh menyusutnya habitat
dan perburuan baik untuk kesenangan maupun ekonomi.
Upaya konservasi Himpunan Perlindungan Alam Hindia Belanda
pada 1912 belum menyentuh harimau. Inisatif konservasi harimau
jawa datang amat terlambat: rencana pengelolaan harimau jawa di
Meru Betiri baru ada pada 1980.
Hikmahnya: kepunahan itu terlalu mahal. Sirnanya harimau jawa
disebabkan banyak faktor, mulai dari ritual kerajaan, konflik menahun,
menyusutnya habitat, sampai perburuan—apapun bentuknya. Kini,
harimau sumatra menghadapi persoalan yang kurang lebih serupa,
dan lebih kompleks.
Di Pulau Sumatra, memang tidak dijumpai tradisi sejenis ritual
harimau seperti di Jawa. Hanya saja, sejak paruh kedua abad ke-
19 sampai awal abad ke-20, Sumatra menjadi tumpuan baru bagi
pemerintah kolonial untuk permukiman, perkebunan, pertambangan,
dan kehutanan.
Setelah kemerdekaan, hal itu diteruskan Indonesia: harapan
pembangunan ada di Sumatra. Tantangan semakin besar dan semakin
rumit. Hutan-hutan menyusut lebih cepat, konflik masih terjadi,
perburuan menyasar harimau dan hewan mangsanya. Akankah
harimau sumatra mengikuti garis nasib dua kerabatnya? ***

YANG SILAM, YANG KELAM 77


MANUSIA DAN HARIMAU
DI JAWA ABAD KE-19
ABMI HANDAYANI

Memahami kembali hubungan harimau dan manusia Jawa di


abad lampau.

Generasi muda Indonesia hanya dapat mendengarkan kisah


dan melihat ilustrasi harimau jawa dan harimau bali. Itu lantaran
dua subspesies harimau itu telah lama punah. Kini tersisa harimau
sumatra, yang populasinya terus menurun, sementara perburuan
dan konflik terus terjadi.
Apakah harimau sumatra akan berakhir punah seperti saudaranya
di Jawa dan Bali? Pertanyaan ini perlu direnungkan dan dicari
jawabannya. Karena itu, paparan ini hadir sebagai kontribusi dalam
upaya pelestarian harimau di Indonesia.
Gagasan utamanya, menghadirkan perspektif historis dengan
berfokus pada perburuan harimau di Jawa pada abad ke-19. Selain
itu, juga refleksi dialog antara rumpun ilmu humaniora dan rumpun
ilmu lainnya. Harapannya, di masa mendatang dialog atau penelitian
multidisipliner akan meningkat sehingga diperoleh perspektif yang
lebih kaya dan menyeluruh.

JAWA ABAD KE-19


Ada sebab mengapa E. R. Schidmore menyebut Jawa sebagai
‘kebun’, ‘perhiasan’ atau ‘mutiara dari Timur’.1 Dengan luas sekitar
130.000 kilometer persegi, bagi Schidmore, juga para pelancong dan
naturalis lain, Jawa adalah pulau yang demikian indah.
Alfred Russel Wallace misalnya, memandang Jawa sebagai pulau
tropis terbaik dan menarik di dunia. Dalam karangannya tentang
alam di dunia Melayu, ia menuliskan kesannya:
“Seluruh permukaannya bertabur pemandangan gunung dan
hutan. [Jawa] memiliki tiga puluh gunung api, beberapa di antaranya
mencapai ketinggian sepuluh atau dua belas ribu…. Kelembaban
dan panasnya iklim menyebabkan gunung-gunung ini diselimuti
vegetasi yang subur, terkadang sampai puncak, sementara hutan dan
perkebunan menyelimuti lereng-lerengnya.”2
Rampogan macan Dalam kesempatan yang lain, Antoine Cabaton, seorang filolog
berarti mengadu Prancis dan salah satu pelopor studi maritim di Asia Tenggara,
harimau dengan mengungkapkan kesannya tentang keragaman flora dan fauna di Jawa.
kerbau, yang “Letak pulau di bawah garis ekuator memungkinkan musim panas
selanjutnya para abdi dan musim hujan hadir secara berkala; gunung-gunungnya yang tinggi
dalem menghujani memecah angin, memadatkan embun di awan dan menyuburkan
harimau dengan tanah dengan lava, menyegarkan tanah dengan air yang memberi
senjata tajam sampai
kehidupan, [dan] tanaman di Jawa menjadi sangat kaya ragamnya….
mati. Upacara ini
Faunanya lebih kaya daripada Sumatra dan Borneo, dengan perbedaan
digelar terutama saat
yang mudah dikenali. Jawa mungkin tidak memiliki gajah, tapir, dan
istana menerima tamu
agung.
orang utan, tetapi di pulau ini masih ada sejumlah badak, macan
kumbang, macan tutul, dan tentu saja di jantung pulau ini—ada
harimau yang kekuatannya masih diperhitungkan.”3
Situasi geografis menjadikan pulau ini menjadi salah satu tempat
tersibuk dalam sejarah Indonesia. Sejak setidaknya abad ke-16, Jawa
adalah salah satu simpul dalam jaringan besar perdagangan, yang
merentang dari pantai timur Benua Afrika sampai Dunia Baru di
Amerika Selatan.
Salah satu konsekuensinya, tentu saja adalah volume populasi.
Penelitian demografi pada masa paruh kedua sampai menjelang
akhir abad ke-19 menunjukkan pertumbuhan populasi di Jawa
mencapai 2,05 persen.4
FOTO: REPRO ‘KLAMBOES, KLEWANGS, KLAPPERBOMEN’

YANG SILAM, YANG KELAM 79


Perkiraan pada 1800 menyebut populasi manusia di Jawa
menyentuh 7,5 juta, yang meningkat dua kali lipat pada 1850. Pada
1900, populasi penduduk Jawa mencapai 30,4 juta.5
Menurut Peter Boomgaard, sejarawan Belanda yang memiliki
minat besar terhadap harimau dalam sejarah Indonesia, ledakan
populasi ini beriringan dengan pertumbuhan ekonomi lantaran
pemerintah kolonial mendongkrak produksi komoditas untuk
memenuhi pasar dunia.6
Peningkatan populasi Jawa bagaikan dua sisi mata uang. Di satu
sisi, ia berita baik bagi pertumbuhan ekonomi; di sisi lain menjadi
mimpi buruk bagi spesies-spesies selain manusia. Pertumbuhan
populasi dan ekonomi di Jawa menjadi salah satu faktor penentu
berkurangnya hutan, yang berarti menyusutnya habitat harimau.
Akibatnya, pada abad ke-19 frekuensi persinggungan antara
manusia dan harimau di Jawa meningkat, dan mendorong perburuan.
Pada akhirnya, rangkaian peristiwa ini berujung pada kepunahan.
Situasi itu diperburuk dengan tiadanya kesadaran untuk pelestarian
harimau. (Secara global, kesadaran dan gerakan konservasi harimau
baru diadopsi negara-negara di dunia pada paruh kedua abad ke-20.)

MANUSIA DAN HARIMAU DI JAWA


Berdasarkan klasifikasi yang disusun Coenraad Jacob Temminck,
harimau jawa termasuk dalam ordo carnivora, famili felidae, genus
panthera dan spesies Panthera tigris.
Secara umum, ciri harimau jawa mirip dengan subspesies lain:
tubuh berotot, kepala besar, wajah dibingkai bulu-bulu panjang
yang membentuk jambang, kuping bulat kecil, dengan bintik putih
di bagian tengah, warna dasar bervariasi antara coklat dan oranye,
dan di seluruh tubuhnya terdapat garis yang membentuk pola belang
berwarna gelap.7
Beratnya diperkirakan mencapai 140 kg untuk jantan, dan 115 kg
untuk betina. Dari harimau yang ditemukan mati di Ujung Kulon, dan
beberapa spesimen, para ahli memperkirakan panjang tubuh harimau
berkisar 230 - 270 cm untuk jantan, dan 200 - 250 cm untuk betina.8
Secara umum harimau dapat beradaptasi dan tinggal di dataran yang
sangat dingin, seperti di Rusia; di dataran panas dan kering seperti di
Rajashtan; dan hutan tropis lembab, seperti di Sumatra, Jawa dan
Bali.9
Pada 1980-an, harimau diperkirakan mendiami pegunungan
dan hutan. Di Jawa bagian barat, habitat harimau berada di Ujung
Kulon, Cibadak, Subang, Gunung Malabar, Tampomas, Garut dan
Leuweung Sancang.

80 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Bukan hal luar biasa Di Jawa bagian tengah, populasinya diperkirakan tersebar di
bertemu harimau saat Banyumas, Boja, dan rangkaian pegunungan di pesisir selatan Jawa.
perjalanan di Jawa Kemudian di ujung timur Jawa, habitat harimau berada di kawasan
pada abad ke-17. Baluran, Banyuwangi, dan Meru Betiri.10
Begitu banyaknya Selain pemetaan Seidensticker tersebut, ada pula sumber berbahasa
hingga satwa ini Jawa, utamanya ihwal tradisi rampog macan, yang dalam pengantarnya
menjelajahi wilayah di ia berkisah: “Ing poendi-poendi wana inggih wonten sima, nanging boten
pusat kota Batavia. Hal pating sliwer kados ing wana-wana ingkang koela atoeraken poenika
yang sama juga untuk waoee, simanipoen gembong-gembong, ageng-ageng, paribasan: tipake
hewan-hewan lain:
salajah-lajah. Saja redja nagarinipoen, saja telas wananipoen, telas
rusa, badak, buaya,
simanipoen.”11
dan kerbau liar.
Interaksi antara manusia dan harimau tampaknya memang tak
terhindarkan. Keduanya ditakdirkan membutuhkan ruang yang
sama. Situasi ini terjadi sejak setidaknya kala Pleistosen.12 Dan
salah satu interaksi itu berwujud perseteruan yang menyebabkan
beberapa subspesies harimau menghilang dari muka bumi. Dalam
buku yang membahas harimau di dunia Melayu, Peter Boomgaard
mengungkapkan kesannya: harimau adalah musuh manusia yang
paling keras kepala.13 Akan tetapi, di sisi lain, ia salah satu satwa yang
dapat dengan mudah ditemukan dalam aspek kultural dan identitas
peradaban manusia.
Di Cina misalnya, harimau menjadi salah satu binatang yang
digunakan dalam astrologi. Di India, harimau diasosiasikan dengan
Syiwa, dan di Indonesia ia hadir dalam memori masyarakat tentang
FOTO: REPRO ‘KLAMBOES, KLEWANGS, KLAPPERBOMEN’

YANG SILAM, YANG KELAM 81


82 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA
Prabu Siliwangi di Jawa Barat, Blambangan di Jawa Timur (juga ada
kerajaan bernama Macan Putih di Banyuwangi).
Istana-istana Mataram Islam di Jawa Tengah memiliki acara
khusus yang melibatkan harimau yaitu tarung sima-maesa dan
rampog macan. Dalam pertunjukan Jawa, harimau juga hadir dalam
pewayangan yang menjadi salah satu detail elemen dalam gunungan
wayang. Di kalangan masyarakat, harimau seringkali diasosiasikan
dengan keleluhuran yang menempati posisi cukup mulia dalam
alam pikir masyarakat.
Persoalan kehadiran harimau dalam perspektif manusia memang
menarik didiskusikan. Namun diskusi itu tidak akan dibahas
terperinci dalam paparan ini. Selain perlu usaha mendalam, situasi
lain yang perlu dipertimbangkan adalah waktu untuk memaknai
rumitnya hubungan manusia dengan harimau bukan hanya terjadi
Spesimen harimau jawa
dalam satu atau dua dekade belakangan.
di Museum Zoologi
Selanjutnya kegelisahan ini akan dibahas lebih lanjut dalam
Bogor Lembaga
bagian terakhir dari artikel ini. Sementara itu, saat ini diskusi
Ilmu Pengetahuan
tampaknya perlu dikembalikan ke jalur awal: tentang perburuan
Indonesia, ini berasal
dari Blitar, Jawa
harimau di Jawa pada akhir abad ke-19. Pada periode ini, sampai
bagian timur. Dikoleksi setidaknya paruh kedua abad ke-20, di Jawa dan Sumatra terjadi apa
oleh RMA Hario Sosro yang dikenal dengan “tijgerplaag”, yang secara harfiah berarti ‘hama
Adinegoro pada tahun harimau’ atau ‘tulah harimau’.
1910 (atas-bawah, Dari hasil perbincangan informal dengan seorang ahli biologi,
halaman sebelah). ketika kata hama disematkan kepada hewan tertentu, saat itulah
terpikirkan tentang gangguan dalam skala cukup besar dan sering
terjadi. Peter Boomgaard beranggapan ‘hama harimau’ tidak
memiliki makna universal. Ia mendefinisikannya sebagai ‘jumlah
yang setidaknya dua kali lipat dari jumlah rata-rata pada tahun-
tahun tersebut’. Dan, ia menguraikan fenomena ini dengan merujuk
pada banyaknya manusia dan harimau yang terbunuh akibat konflik
pada tahun-tahun setelah 1850.14
Boomgaard mengidentifikasi wilayah yang mengalami kesulitan
karena hama harimau: Jepara dan Probolinggo pada 1879, Kediri
pada 1880, Banten pada 1882, Rembang pada 1883, Besuki pada
1888 dan Banyuwangi pada 1889.15 Situasi inilah, saat manusia
merasa terancam oleh harimau, yang menjadi salah satu penyebab
terjadinya perburuan. Tentu saja, dapat dipikirkan kemungkinan
lain, seperti perburuan untuk tujuan ilmiah, namun sejauh ini
belum ada bukti kuat untuk mendukung hipotesis ini.
Secara konkret, perwujudan ‘hama harimau’ adalah serangan-
serangan harimau terhadap manusia. Sedikit menyinggung tentang
sumber, informasi mengenai hal ini dapat ditemukan dengan mudah
FOTO: AGUS PRIJONO (SEMUANYA)
SEIZIN LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA

YANG SILAM, YANG KELAM 83


hadir menjadi berita dalam surat kabar harian berbahasa Belanda.
Berita-berita ini berdatangan dari tempat-tempat di Jawa, seperti
dari Desa Tawangrejo di Caruban, Madiun, yang terjadi penyerangan
harimau terhadap seorang penduduk desa yang hendak bepergian.
Kemudian dari Desa Klangon, juga di Madiun, yang diberitakan
seekor harimau menyerang seorang anak perempuan yang sedang
memetik lombok di kebun. Akibat serangan itu, si anak meninggal
dunia.16
Berita lain datang dari Tulungagung, harimau menyerang seorang
lelaki yang hendak pergi ke hutan bersama istrinya dan ia terluka
parah.17 Kemudian dari Malang, seorang pegawai kebun kopi yang
hendak pulang ke rumah diserang seekor harimau.18 Selain manusia,
diberitakan juga bahwa harimau kerap menyerang dan memangsa
ternak warga, seperti yang dilaporkan dari Buitenzorg (sekarang
Bogor), Randublatung, dan Selorok.19
Sebagai respon dari serangan harimau, pada paruh terakhir abad
ke-19, administrasi Hindia Belanda mengeluarkan surat edaran
mengenai premi atau imbalan untuk penangkapan harimau. Dalam
edaran ini, pemerintah juga mengimbau orang-orang Eropa dan
pemerintah daerah agar lebih memerhatikan masalah harimau.20
Untuk program ini, pemerintah Hindia Belanda pada awal abad
ke-20 menyiapkan pasukan khusus yang terdiri lima puluh orang dan
penembak-penembak jitu yang dibekali dengan senapan Beaumont,
senjata angkatan darat Belanda antara 1895-1945. Mereka akan
dibagi menjadi kelompok kecil, yang akan dipimpin seorang sersan
dan harus siap ketika ada permintaan atau keluhan tentang harimau
dari daerah-daerah.21
Selain itu, ada juga inisiatif masyarakat untuk mengatasi ketakutan
dan masalah yang disebabkan harimau. Masyarakat dalam hal ini
bukan hanya orang Jawa tetapi juga orang Eropa, yang umumnya
militer atau pemilik perkebunan, seperti R. A. Kerkhoven22 di
Priangan. Pada 1883, Kerkhoven menceritakan upayanya membunuh
harimau dengan ramuan dari tanaman wali kambing dalam sebuah
artikel.23
Sementara itu, kerjasama orang Eropa dan Jawa nampak di salah
satu berita tentang wedana di Tuban yang mengorganisir perburuan
harimau yang mencuri kudanya. Wedana itu mempekerjakan seorang
pemburu setempat, Kria Drana, serta 200 penduduk.
Dalam perburuan itu, terlibat juga orang Eropa yang disebut
bernama G.W.F. Kehrer. Mereka beramai-ramai mencari harimau
yang diduga bersalah. Setelah pencarian yang cukup lama, mereka
berhasil menemukan harimau tersangka, lalu membunuhnya.

84 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Berkaca pada kasus-kasus di atas, setidaknya hingga awal abad
ke-20, nampaknya harimau masih digolongkan berbahaya sehingga
perlu dimusnahkan. Baru pada paruh kedua abad ke-20, kesadaran
konservasi meluas di negara-negara yang dihuni harimau. Namun saat
itu, untuk harimau Jawa segala usaha nampaknya sudah terlambat.
Nasi telah menjadi bubur. Saat Indonesia mengadakan penelitian,
populasi harimau jawa telah jauh berkurang, hingga diduga punah
pada medio 1970-an, dan dinyatakan punah pada 1980-an.

KAJIAN KE DEPAN
Artikel ini hanya sebagian kecil dari seluruh penelitian yang
telah dilakukan, dan kemungkin yang dapat dilakukan. Pertama-
tama, yang penting disebutkan ketersediaan sumber berita untuk
kasus Sumatra cukup banyak. Selain Peter Boomgaard, yang dalam
'Frontiers of Fear' menyinggung persoalan harimau di Sumatra, tak
banyak yang memanfaatkan sumber-sumber itu untuk membangun
narasi historis tentang hubungan manusia dan harimau sumatra—
dan kerumitannya.
Pemetaan dan penelitian sejarah harimau sumatra setidaknya
dapat dilakukan dengan menelusuri berita surat kabar, arsip kolonial
tentang Sumatra, catatan-catatan dari pelancong atau peneliti.
Dan, yang terpenting: upaya menghidupkan sumber-sumber dari
daerah-daerah di Sumatra. Ini penting dilakukan agar peneliti dapat
menghadirkan narasi yang berimbang dengan memeriksa kedua
jenis sumber.
Penelitian lainnya terkait kesadaran dan gerakan konservasi satwa
di Indonesia. Persoalan ini masih menyisakan banyak pertanyaan.
Misalnya, siapa agen-agen yang menyuarakan perlindungan satwa,
yang mungkin dilacak dari dokumen kolonial dan aparatur ilmiahnya
dalam mengusahakan adanya natuurmonumenten. Namun, sama
seperti sebelumnya, juga perlu mencermati gagasan-gagasan pelestarian
yang melekat pada berbagai kebudayaan di Indonesia.
Untuk melakukan penelitian semacam ini, kerangka konseptual
yang dapat digunakan adalah environmental history dan animal history.
Sebagai kerangka konseptual, keduanya juga masih menyisakan
banyak ruang untuk dimanfaatkan dan diperdebatkan di Indonesia.
Terlepas dari persoalan kebaruan penggunaannya dalam studi
sejarah di Indonesia, yang perlu disoroti dari dua pendekatan ini
adalah karakter multidisiplinernya. Penerapan kedua sub-disiplin
ilmu ini dapat mewadahi dialog dan kerjasama antara ilmu humaniora
dengan, misalnya, biologi dan kehutanan—serta cabang ilmu lain
ihwal pelestarian satwa di Indonesia.***

YANG SILAM, YANG KELAM 85


Akankah harimau sumatra yang berkeliaran
di alam liar akan berakhir seperti ini? Dengan
seringai palsu, dan hanya membuat anak-anak
melengking ketakutan?
FOTO: AGUS PRIJONO
DIFOTO DI MUSEUM ZOOLOGI BOGOR, KEBUN RAYA BOGOR, LIPI.
86 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA
YANG SILAM, YANG KELAM 87
Halimun menyelimuti bentang alam di
rangkaian Bukit Barisan Selatan, Lampung.
Gunung, perbukitan dan daratan landai inilah
yang menjadi habitat harimau sumatra. Tak
jauh dari lokasi pemotretan ini, beberapa
tahun lalu, harimau dilaporkan memangsa
ternak warga.
FOTO: AGUS PRIJONO

88 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


BAGIAN TIGA

I K H T I A R S U M AT R A

MENJAGA
HARIMAU NUSANTARA

MENJAGA HARIMAU NUSANTARA 89


PENGANTAR

HARIMAU NUSANTARA
MUNAWAR KHOLIS

Pertaruhan terakhir di Bumi Andalas.

Jejeran Bukit Barisan Sumatra tercipta dari benturan lempeng


Indo-Australia dengan lempeng Eurasia. Geliat lempeng selama jutaan
tahun ini membentuk dataran rendah, pegunungan, gunung berapi,
dan danau di Pulau Sumatra. Anugrah alam itulah yang membentuk
berbagai tipe ekosistem Sumatra yang kaya keragaman hayati.
Sebagai bagian dari rangkaian ‘cincin api’, Bukit Barisan memanjang
dari utara ke selatan, terdiri ratusan bukit terjal dan tak cukup ramah
untuk dihuni manusia. Rangkaian bukit ini tak hanya membentang
di Sumatra, tetapi terus ke sisi selatan Jawa hingga Nusa Tenggara.
Pun begitu harimau yang mendiami sepanjang pulau-pulau di
Dangkalan Sunda. Kehidupan harimau berawal dari satu leluhur,
lalu menyebar ke Sumatra, Jawa, dan Bali. Dengan demikian, makhluk
karismatik ini menapakkan jejak-jejaknya di Nusantara bukan karena
tersesat.
Kucing besar ini terbagi dalam tiga subspesies: harimau sumatra,
harimau jawa, dan harimau bali. Dari telaah taksonomi, peneliti
mengusulkan hanya ada satu ras di Indonesia: harimau sunda, Panthera
tigris sondaica. Namun, studi taksonomi terkemudian menegaskan
kembali pemisahan harimau menjadi sembilan subspesies, termasuk
tiga ras harimau di Indonesia. Bagaimana pun, kedua kajian taksonomi
itu tetap menegaskan kewajiban untuk melestarikan harimau sumatra.
Dan, tetap relevan untuk menyebut harimau sumatra sebagai harimau
kepulauan lantaran ia satu-satunya yang menghuni pulau, di luar
Benua Asia.
Sejak 1990-an, setelah punahnya harimau jawa, Sumatra menjadi
bentang terakhir harimau yang tersisa. Benteng persembunyian
terakhir ini membentang dari Aceh sampai Tanjung Karang,
Lampung. Menurut para ahli—dan telah terbukti dari berbagai
penelitian, harimau lebih memilih dataran rendah. Ia tidak memilih
tempat terjal, seperti puncak-puncak deretan Bukit Barisan.

90 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Pembukaan hutan Sumatra untuk perkebunan telah dimulai sejak
akhir abad ke-19, di Deli, pesisir timur. Beberapa orang nampak
berdiri di puncak pohon raksasa, yang ditopang akar banir sebesar
rumah. Elit perkebunan pun biasa berburu setiap akhir pekan.

Dataran rendah memang menjadi pusat sumber daya sehingga


disukai satwa liar, tumbuhan, dan bahkan manusia. Bagi harimau,
dataran rendah adalah medan perburuan, lantaran hewan mangsa
juga berdiam di situ. Satwa mangsa enggan hidup di dataran yang
lebih tinggi juga karena sulit mencari makanan.
Secara fisik, manusia adalah makhluk lemah dibandingkan
dengan harimau maupun hewan mangsanya. Sama-sama mendiami
dataran rendah, manusia unggul dalam akal dan teknologi. Inilah
yang membuat manusia mampu beradaptasi, dan hidup di semua
tempat. Pada akhirnya, manusia menguasai kawasan-kawasan yang
semula menjadi tempat hidup satwa liar.
Naluri pemangsa menuntun harimau tetap menghuni dataran
rendah meski tak berhutan lagi. Apa boleh buat, harimau terpaksa
mendiami habitat yang telah berubah menjadi kebun dan pemukiman.
Benturan pun tak terelakkan: setiap jejak harimau di permukaan
tanah menimbulkan rasa takut bagi manusia. Saat ini, habitat di
dataran rendah tidak banyak tersedia. Harimau tinggal memiliki
bentangan Bukit Barisan, yang juga rentan ditembus manusia.
FOTO REPRO BUKU ‘ KLAMBOES, KLEWANGS, KLAPPERBOMEN ’

MENJAGA HARIMAU NUSANTARA 91


TERDESAK KE DATARAN TINGGI
Secara tak sadar, selama 30 tahun terakhir, manusia semakin Jerat yang dipasang
mendesak harimau ke dataran yang lebih tinggi. Pedalaman hutan pekebun di pedalaman
memang jauh dari hiruk-pikuk manusia, dan menjadi tempat yang Kuantan Singingi, Riau,
aman bagi harimau. Namun, sumber daya di dataran tinggi tak sekaya menyasar harimau
dataran rendah. betina yang bunting.
Hal itu pernah terjadi di Jawa. Sedikit berbeda dengan Sumatra, Jerat pemburu
gunung-gunung di Jawa berupa gunung api yang cenderung soliter. merupakan alat yang
mematikan bagi
Tak heran, gunung-gunung di Jawa tidak membentuk deretan
harimau.
panjang seperti Bukit Barisan. Hal ini menjadikan Jawa lebih rentan
fragmentasi hutan.
Gunung api aktif di Jawa memaksa harimau dan satwa mangsa
turun gunung. Lalu, yang terjadi terjadilah: satu per satu harimau di
Jawa berusaha untuk tetap hidup di dataran rendah. Namun, masa
lalu menuturkan konflik harimau dan manusia mewarnai sejarah
Jawa. Konflik habis-habisan, sampai populasi terakhir: harimau
jawa menjadi korban konflik, perburuan, hingga akhirnya tak satu
pun yang tersisa. Barangkali harimau di Sumatra lebih beruntung
ketimbang saudaranya di Jawa. Tapi tengara Sumatra meniru Jawa
begitu nampak terlihat: harimau dipaksa mendiami dataran yang
lebih tinggi, dan terkurung di habitat-habitat yang terpisah.

DIHADANG RATUSAN JERAT


Saat ini, tim gabungan dan lembaga swadaya masyarakat telah
menempuh ribuan kilometer jalur patroli di wilayah inti harimau.
FOTO: FITRIANI DWI KURNIASARI
WILDLIFE CRIME TEAM RIAU/WWF-INDONESIA
92 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA CENTRAL SUMATRA PROGRAM
Patroli untuk mengamankan habitat dan populasi harimau dari jerat-
jerat pemburu. Ratusan jerat telah dimusnahkan, tapi pemburu juga
masih terus saja memasangnya. Ini seperti pacuan antara protagonis
dengan para kriminal.
Sekitar 600-an ekor harimau sumatra kini menghadapi ratusan
jerat yang tersebar di hutan-hutan dataran dataran rendah hingga
pegunungan di Bukit Barisan. Perlu kerja keras bersama para pihak,
untuk penegakan hukum dan meningkatkan kesadaran masyarakat
untuk mencegah punahnya harimau di Sumatra.

KERJASAMA PARA PIHAK


Pemerintah telah menetapkan taman nasional, suaka margasatwa,
dan cagar alam yang dapat menjadi rumah terakhir bagi harimau
sumatra. Tiga taman nasional di antaranya mengamankan sebagian
Bukit Barisan. Di ujung utara, Taman Nasional Gunung Leuser
melindungi sebagian ekosistem Leuser; di bagian tengah, ada Taman
Nasional Kerinci-Seblat; dan di ujung selatan menghampar Taman
Nasional Bukit Barisan Selatan.
Harimau juga mendiami dataran rendah, seperti Taman Nasional
Batang Gadis, Sumatra Utara; Taman Nasional Way Kambas, Lampung;
Taman Nasional Berbak-Sembilang, Jambi; Suaka Margasatwa
Bukit Rimbang Baling, Riau; Cagar Alam Pinus Jantho dan Suaka
Margasatwa Rawa Singkil, Aceh; Suaka Margasatwa Padang Sugihan,
Sumatra Selatan, dan beberapa kawasan konservasi lain.
Di dataran rendah, habitat harimau telah terkoyak perkebunan
dan pemukiman yang terus berkembang. Padahal, harimau yang
butuh daerah jelajah luas menuntut kesinambungan hutan-hutan.
Inilah yang kini mulai langka. Alhasil harimau masuk ke wilayah
manusia, lalu pecahlah konflik. Sayangnya kawasan konservasi
di dataran rendah tidak cukup luas bagi harimau untuk bertahan
hidup. Satwa pemangsa ini membutuhkan daerah penyambung, atau
biasa disebut koridor hutan. Tanpa koridor, dalam puluhan tahun
ke depan, daya sintas harimau di dataran rendah akan berkurang,
entah karena konflik ataupun perburuan. Bila koridor tak terwujud,
kelak hanya tersisa populasi harimau di pegunungan Bukit Barisan.
Pada saat yang sama, deforestasi masih terus terjadi di kawasan
konservasi. Berbagai upaya menahan penggundulan hutan konservasi
nampaknya belum sepenuhnya berhasil. Indonesia perlu memperkuat
strategi konservasi mamalia besar di Sumatra, seperti harimau,
badak, orangutan, dan gajah. Kebijakan pemerintah daerah perlu
dipaduserasikan demi pembangunan berkelanjutan yang mewadahi
konservasi keragaman hayati.***

MENJAGA HARIMAU NUSANTARA 93


LINI MASA HARIMAU SUMATRA

Kendati masih bertahan hidup hingga sekarang, harimau sumatra masih


dalam status terancam punah. Hantu kepunahan masih membayangi satwa
yang dipuja dan sekaligus ditakuti ini. Di sisi lain, patut disyukuri, para pihak
memberikan perhatian serius bagi kelangsungan hidup penguasa rimba
Sumatra ini. Sejak kira-kira tiga dekade lalu, perlahan tapi pasti, para
pelestari telah berupaya keras. Mereka berpacu dengan waktu. Tak ada lagi
langkah mundur; yang ada: terus maju menyelamatkan si kucing besar.

1773
Catatan dari Rawas, Palembang, sebuah
1816
kampung tak berpenghuni karena kehadiran
Catatan di Mukomuko, Bengkulu, harimau begitu harimau.
banyak dijumpai seluruh negeri.
1800-an
1838 Di wilayah Bengkulu, harimau cukup
Imbalan atau premi pertama untuk harimau yang merepotkan. Elit perusahaan Inggris sering
ditangkap atau dibunuh wilayah pesisir barat membawa kepala harimau yang dibunuh.
Sumatra. 1844
1847 Di wilayah Batak, para wanita yang bekerja
Di Tebingtinggi, serangan harimau di sawah berlindung di bawah keranjang
sangat besar. Dari 47 pekerja kebun, 17 anyaman rotan untuk berlindung dari harimau.
menunjukkan bekas luka serangan harimau.
1854
1897 Imbalan untuk meredam konflik harimau.
Imbalan dihapus lantaran tak efektif. Di Kampar, Korban serangan harimau: 300 di Palembang
pantai timur, setiap desa diperintahkan membangun dan 100 di Mandailing, Pesisir Barat Sumatra.
perangkap dengan umpan ternak hidup. Sistem ini
cukup berhasil,100 harimau terperangkap.
1900
Laporan rerata 60 orang menjadi korban
1928
serangan dalam setahun.
Usulan pertama untuk melindungi sepanjang lanskap
Bukit Barisan. 1904
344 harimau dibunuh dan sekitar 60 orang
1910 - 1940 menjadi korban.
Pemerintahan di Sumatra menawarkan imbalan
harimau. Daerah semi-otonom, seperti Asahan dan 1930-an
Langkat, memiliki anggaran untuk membasmi hewan Harga kulit harimau sumatra dalam lembaran
berbahaya. Perkebunan di Deli juga menawarkan utuh berkisar 150-350 gulden.
hadiah.
1934 –1935
1970
Pendirian kawasan lindung di lanskap
Pemerintah melindungi harimau sumatra dengan
Leuser dan Bukit Barisan Selatan, yang kelak
terbitnya Keputusan Menteri Pertanian No. 421/
menjadi taman nasional.
Kpts/Um/8/1970.
1973 1977
Konvensi internasional perdagangan dan peredaran Populasi harimau di alam pada 1970-an diduga
tumbuhan dan satwa terancam punah, CITES, sekitar 1.000 ekor.
menetapkan harimau sumatra masuk Appendix 1:
perdagangannya diawasi secara ketat. 1980-an
Penunjukan taman nasional: Leuser, Kerinci
1984 Seblat, Bukit Barisan Selatan yang melindungi
Tercatat adanya ekspor ilegal tulang harimau ke habitat inti harimau sumatra dan mamalia besar
Taiwan. lain.
1992 1990
Lokakarya pertama analisis populasi dan habitat UU Nomor 5 memperkuat perlindungan harimau
harimau. Konsensus: populasi 500 ekor: 400 di sumatra.
Leuser, Kerinci Seblat, Way Kambas, Berbak, Bukit
Barisan Selatan, dan Kerumutan dan Rimbang.
Sisanya, 100 di luar kawasan konservasi.
1993
1994
Selama 1970-1993, tercatat 3.994 kg tulang
Pakar menduga sekira 36 harimau diburu pada
harimau diekspor ke Korea Selatan.
awal 1990-an.
1995
1997
Sumatran Tiger Project pertama di Taman Nasional
Sejak 1985 – 1997 hutan Sumatra berubah sekitar
Way Kambas. Pemantauan populasi pertama kali
6,7 juta hektare. Ini menekan populasi harimau.
dengan kamera intai.
Korban konflik harimau-manusia selama 1978 –
1997 umumnya pria yang bekerja siang hari di
2000
tepi hutan. Konflik tertinggi di Sumatra Barat, 48
Pada dasawarsa ini perkembangan baru
kasus; Riau, 36; dan Aceh, 34.
dalam upaya melindungi harimau dan
2002 menghentikan perburuan, taman nasional
Selama 1998 - 2002, tercatat 35 ekor harimau memiliki unit perlindungan harimau. Tim
korban konflik. Sekira 253 ekor harimau ini berpatroli untuk mendeteksi perburuan,
tersingkir dari habitatnya. TRAFFIC melakukan investigasi, penangkapan, dan pendidikan
observasi 24 kota besar dan kecil di 8 provinsi. masyarakat di sekitar taman nasional.
Hasilnya, hanya di 7 kota kecil tak ditemukan 2004
bukti perdagangan harimau. Sejak 1998, 253 Pemerintah menetapkan Tesso
harimau dibunuh atau ditangkap. Rata-rata 51 Nilo sebagai taman nasional untuk
harimau per tahun. memastikan masa depan harimau.
2000 - 2004
Tercatat 40 orang tewas berkonflik dengan harimau. 2006
Survei ulang TRAFFIC di 22 kota besar
2007 dan kecil di 7 provinsi—kecuali Aceh.
Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Harimau Hasilnya, hanya 9 kota besar dan kecil tidak
Sumatra 2007 – 2017. Perkiraan populasi di ditemukan perdagangan harimau.
beberapa kawasan konservasi, dan belum dapat 2007 - 2008
digunakan untuk menduga populasi di seluruh Sumatra Wide Tiger Survey yang pertama di seluruh
Sumatra. Dugaan: 250 ekor di 8 dari 18 kawasan Sumatra. Survei okupansi ini merupakan kegiatan
yang diduga dihuni harimau. Harimau sumatra kolaboratif untuk memantau pola sebaran harimau
di lembaga konservasi ex-situ di Indonesia: 127 di seluruh kawasan yang tersisa di Sumatra.
ekor. Di luar negeri: 244.
2008
2016 Lompatan penting konservasi harimau: Global
Proyek Sumatran Tiger di empat lanskap: Kerinci Tiger Initiative. Setiap negara menyusun program
Seblat, Leuser, Bukit Barisan Selatan dan Berbak- nasional pemulihan harimau: National Tiger
Sembilang. Proyek ini bertujuan meningkatkan Recovery Program (NTRP). Strategi Konservasi
konservasi keanekaragaman hayati di lanskap Harimau Sumatra 2007 - 2017 menjadi bekal
prioritas Sumatra. Untuk mencapai sasaran itu, dalam menyusun NTRP tersebut.
proyek mengadopsi praktik manajemen yang 2018
baik dengan indikator keberhasilan pemulihan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Harimau
populasi harimau. Sumatra 2018 - 2028. Pada strategi pada
periode ketiga ini, para pihak menekankan
upaya konservasi harimau di lanskap yang belum
tersentuh pengelolaan. Para pelestari menggelar
Sumatra Wide Tiger Survey yang kedua. Dengan
membandingkan survei sebelumnya, dapat
diketahui sebaran harimau dalam skala ruang dan
waktu.
WASPADA SUMATRA

Harimau sumatra dalam desakan zaman.

Sejak masa transisi abad ke-19 ke abad ke-20, Sumatra mulai


dipandang sebagai tanah harapan baru. Usai perang Jawa yang
menguras keuangan kolonial, pemerintah kolonial lantas melirik
sumber daya Bumi Andalas. Ekspansi Belanda salah satunya didorong
motif ekonomi dengan membuka perkebunan komoditas ekspor dan
pertambangan—seperti batu bara di Sumatra Barat atau minyak di
Sumatra bagian utara. Setelah Jawa, Sumatra dipandang wilayah yang
masih ‘kosong’ untuk dibuka demi kepentingan ekonomi.

GELOMBANG PERTAMA
Ekspansi ekonomi Belanda diiringi dengan masuknya modal
asing untuk perkebunan. Pada 1870, pemerintah menerapkan
kebijakan pintu terbuka demi aliran investasi swasta di sektor
perkebunan tembakau di Sumatra bagian timur. Ini bisa dikatakan
gelombang pertama pembukaan wilayah hutan dengan ribuan kuli
dari Cina dan Jawa. Pada 1891, perkebunan tembakau surut lantaran
produksi melebihi permintaan pasar. Untuk itu, pada 1904, pemodal
melirik komoditas lain: karet, kopi, teh, dan kelapa sawit.
Seperti di Jawa, perkebunan baru di Sumatra dibuka dengan
membersihkan belantara dan kawasan lain yang belum digarap.
Antara 1910 - 1940, selain otoritas di Batavia, kadang-kadang
perkebunan menawarkan imbalan untuk perburuan harimau.
Beberapa daerah di Sumatra yang semi-otonom punya anggaran
tahunan untuk membasmi hewan berbahaya, termasuk harimau.
Selain untuk melindungi diri, aset, dan investasi, imbalan mendorong
pekebun menjadi pemburu.
Setelah 1870, seiring dengan keinginan mendapatkan konsesi
perkebunan, gaya hidup berburu berkembang di kalangan elit
perkebunan. Pemilik perkebunan juga menggunakan perangkap
harimau, seperti perangkap tikus tapi berukuran raksasa. Perangkap
Pembukaan lahan berbahan besi produksi Jerman ini bisa dibeli di Batavia, dan
besar-besaran lanskap digunakan pemilik perkebunan di Aceh, Asahan, Deli, dan Padang
di Deli, pesisir timur (juga Pulau Jawa: di Priangan dan Besuki).
Sumatra ini untuk
perkebunan tembakau. GELOMBANG KEDUA
Setelah hutan lebat Sekitar dua dekade setelah kemerdekaan, pemerintah Orde Baru
ditebangi, bukit-bukit hendak meningkatkan pendapatan negara dari sektor kehutanan.
Deli terlihat seperti Sejak 1970-an, seperti meniru kebijakan pintu terbuka Belanda,
lanskap permukaan pemerintah menerbitkan kebijakan yang mendorong pemodal dan
Bulan yang keriput. badan usaha menjalankan pengusahaan hutan. Sekali lagi, kawasan
Begitu kesan yang
hutan di Sumatra dan pulau luar Jawa, menjadi lahan baru bagi
berkembang saat
pengusahaan hutan.
ledakan investasi
Fase awal pengusahaan hutan bersifat ekstraktif: menebangi
perkebunan tembakau
di Deli.
kayu-kayu komersial dari hutan hujan tropis. Memang ada beberapa
skema silvikultur, seperti tebang pilih, tebang habis permudaan
alam, hutan tanaman industri, dan sebagainya, faktanya sampai
berakhirnya Orde Baru pada 1998, industri kehutanan memasuki
masa senjakala. Ini menunjukkan praktik pengusahaan yang gagal
dalam menjaga kelestarian hutan. Hingga era Reformasi, pada
2005, masih ada tak kurang 389 hak pengusahaan hutan dan hutan
tanaman industri. Selama 1985 sampai 1997, hampir 6,7 juta hektare
tutupan hutan telah menghilang dari Pulau Sumatra.
FOTO: REPRO ‘KLAMBOES, KLEWANGS, KLAPPERBOMEN’

MENJAGA HARIMAU NUSANTARA 97


GELOMBANG KETIGA
Pengelolaan hutan masa Orde Baru menyisakan gejolak dan konflik
sosial. Setelah kisruh politik 1998, pembalakan liar menghantam hutan-
hutan tersisa di Sumatra. Praktik penebangan liar serta perdagangan
kayu ilegal mencapai puncaknya menjelang berakhirnya Orde Baru
menuju era Reformasi. Masa ini bisa dibilang kegelapan bagi hutan
Sumatra dan pulau-pulau lain.
Pada 1999, kerugian dari tindak kejahatan kehutanan mencapai
59 juta kubik kayu per tahun. Pada periode 1990 –2000, setelah Brazil,
Indonesia menjadi negara kedua tertinggi di dunia yang kehilangan
tutupan hutan. Selama kurun 2004-2010, kerugian negara akibat
pembalakan liar mencapai Rp 169,7 triliun. Kerugian ini belum
membilang hilangnya sumberdaya alam hayati, bencana alam akibat
rusaknya hutan, dan rusaknya tata kelola kehutanan. Antara 2000 –
2005 saja diperkirakan deforestasi di Pulau Sumatra mencapai 1,35
juta hektare, dengan rata-rata per tahun 269.100 hektare.

98 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Manusia menduduki Pada masa ini, perambahan juga menyasar kawasan konservasi,
habitat harimau, lalu menusuk langsung ke wilayah perlindungan bagi harimau dan satwa
mengembangkan liar lain. Hingga kini, hampir tak ada solusi efektif untuk mengurai
lahan budidaya. Warga masalah perambahan.
mengunduhnya secara Pada saat yang sama, tuntutan otonomi daerah memunculkan
bebas, seperti di pemekaran wilayah-wilayah baru. Sebagian wilayah baru ini berada di
Bukit Barisan Selatan kawasan hutan, yang membutuhkan jaringan jalan dan infrastruktur
(kiri). Sementara itu,
bagi pusat-pusat ekonomi baru. Sekali lagi, muncullah fenomena
kawasan hutan juga
desa-desa definitif di kawasan hutan. Selama masa ini, pada 2000,
telah dikelola manusia.
kepala daerah berwenang memberikan izin pemanfaatan kayu
Seperti di wilayah
hutan kemasyarakatan
skala 100 hektare dan hak pengusahaan hutan skala 10 ribu hektare.
di Lampung ini yang
Akibatnya, skala pembukaan kawasan hutan semakin meluas, dengan
sedang didera konflik praktik pengelolaan yang mengabaikan kelestarian. Ringkas cerita,
dengan gajah (kanan). kawasan hutan yang semestinya menyangga kawasan konservasi
justru semakin dirambah populasi manusia.***
FOTO: AGUS PRIJONO (KEDUANYA)

MENJAGA HARIMAU NUSANTARA 99


Banda Aceh

WASPADA SUMATRA

ROBOHNYA SUMATRA KAMI


Rimba raya Sumatra menjadi rumah bagi harimau, ACEH
gajah, badak, dan orangutan. Namun dalam dua dekade
belakangan, hutan tua Sumatra menyusut 40 persen.
Belantara yang dulu lebat kini tinggal 8 persen. Sumatra
telah kehilangan 7,5 juta hektare hutan antara 1990 - 2010,
dan sekitar 2,6 juta hektare di antaranya hutan primer. Kajian
peneliti menunjukkan tingkat degradasi hutan Sumatra
turun sekitar 61 persen antara 1990 - 2000, turun dari 542
ribu hektare ke 211 ribu hektare per tahun. Luasan hutan
yang musnah akibat penebangan liar juga menurun dari 192
ribu hektare per tahun menjadi 40 ribu hektare per tahun.
Sementara degradasi hutan primer antara 2000 - 2010
menurun drastis: 218 ribu hektare per tahun, menjadi 42
ribu hektare per tahun. Menurunnya degradasi hutan ini
nampaknya lantaran menipisnya cadangan kayu alam di
Sumatra.

DEFORESTASI SUMATRA 1990 - 2010


42 persen RIAU

Angka rata-rata kehilangan hutan 18 SUMATRA SELATAN


Riau yang tertinggi di Sumatra.
Sekitar 42 persen hutan di provinsi 15 JAMBI
ini sirna antara 1990 hingga 2010.
8 SUMATRA UTARA

7 ACEH

5 SUMATRA BARAT

4 BENGKULU

1 LAMPUNG

PENYUSUTAN TUTUPAN HUTAN PRIMER 1990 - 2010


0,5 1 1,5 2 JUTA HEKTARE

1990
ACEH 2000
2010

SUMATRA UTARA

SUMATRA BARAT

RIAU

JAMBI

SUMATRA SELATAN

BENGKULU

LAMPUNG

PETA: ESRI, USGS, NOAA, WWW.INTACTFORESTS.ORG, BADAN PLANOLOGI KEHUTANAN, DIREKTORAT PEMOLAAN DAN INFORMASI KONSERVASI ALAM.
TEKS: MARGONO, B. A., TURUBANOVA, S., ZHURAVLEVA, I., POTAPOV, P., TYUKAVINA A., BACCINI, A., GOETZ, S., AND HANSEN, M.C. 2012. MAPPING AND
MONITORING DEFORESTATION AND FOREST DEGRADATION IN SUMATRA (INDONESIA) USING LANDSAT TIME SERIES DATA SETS FROM 1990 TO 2010 .
ENVIROMENTAL RESEARCH LETTER. DEFORESTASI MELAMBAT, TAPI HUTAN TROPIS SUMATERA KINI TELANJUR MUSNAH . MONGABAY.CO.ID.
PENDORONG DEFORESTASI
Antara 1950-an - 1960-an, penyebab utama hilangnya
hutan Sumatra adalah ekspansi pertanian dan
penebangan hutan skala kecil untuk kopi dan karet.
Pada dekade selanjutnya, di era 1970-an hingga 1990-
an, operasi perusahaan kayu skala besar dan hutan
tanaman industri menjadi faktor utama deforestasi,
Medan sementara program transmigrasi dan kebakaran hutan
antara 1982 -1983 menjadi faktor sekunder. Setelah era
1990-an, perkebunan sawit, industri bubur kertas dan
bubur kayu menjadi faktor utama deforestasi, sementara
penebangan liar menjadi penyebab utama degradasi
SUMATRA UTARA hutan.

Pekanbaru

RIAU

SUMATR A
BAR AT
Padang

Jambi

JAMBI

BENGKULU Palembang

SUMATRA SELATAN
Hutan Utuh 2016

Hutan Primer 2014 Bengkulu

Hutan Terdegradasi 2000

Hutan Terdeforestasi 2012 - 2014

Hutan Terdeforestasi 2000 - 2012


LAMPUNG
Hutan Terdeforestasi 1990 - 2000

KILOMETER
Bandarlampung
0 105 210
WASPADA SUMATRA

HARIMAU DI KALA ANTROPOSEN

Sungguh, ini situasi yang tak nyaman. Namun rasa tak enak
kadang diperlukan untuk memahami derita panjang harimau
sumatra. Simak sejenak kisah pilu dari pedalaman Kuantan Singingi,
Riau, ini.
Masih tumbuh dalam kandungan, dua janin itu meregang nyawa
mengikuti kematian induknya. Semula, si induk terjerat jebakan senar
yang dipasang pekebun. Harimau itu sebenarnya bisa melepaskan
diri. Namun, rupanya senar baja itu masih melilit pinggangnya.
Beberapa hari kemudian, tim pelestari menemukan ia mati
tergantung di tepi jurang dengan sling yang mencekik pinggangnya.
Kejadian ini begitu dramatis: harimau betina itu bunting! Memandangi
foto ini semestinya tak nyaman bagi akal yang beradab. Sebingkai foto
yang merangkum seribu kata ihwal citra kelam interaksi harimau
dengan manusia di zaman ini.
Sampai dasawarsa kedua abad ke-21, hubungan antara manusia
dan harimau sumatra seolah meniti kembali garis nasib harimau jawa:
pertikaian tiada akhir. Dari abad ke-17 sampai era kolonial berakhir,
pelajaran dari Jawa menegaskan konflik selalu berujung pada satu
pihak yang kalah, entah manusia entah harimau. Hasil akhirnya:
kekuasaan harimau di Jawa dan Bali runtuh pada abad ke-20. Itu kisah
pertarungan habis-habisan.
Sekarang, lantaran pertikaian tiada akhir, khalayak mengenal
harimau sumatra dari berita-berita konflik. Dan sayangnya, berita
konflik hampir selalu diikuti dengan prasangka negatif. Alhasil,
harimau sumatra mesti menerima prasangka buruk. Tak mengejutkan
bila persepsi khalayak terombang-ambing di antara dua kutub: rindu
dan dendam.
Saat konflik, kerinduan mengemuka dengan adanya desas-desus
harimau masih dijumpai di Pulau Jawa. Di balik kabar angin itu, tersirat
harapan dan kerinduan akan kehadiran harimau di alam liar Jawa.
Tim medik satwa membedah total harimau betina yang mati terjerat
sling. Dari hasil nekropsi, diketahui harimau betina ini menderita
kerusakan ginjal dan hati. Setiap kematian berarti satu langkah
mendekatkan harimau sumatra ke jurang kepunahan.

FOTO: FITRIANI DWI KURNIASARI


WILDLIFE CRIME TEAM RIAU/WWF-INDONESIA
CENTRAL SUMATRA PROGRAM
MENJAGA HARIMAU NUSANTARA 103
Bayangkan menjemput ajal dengan cara penuh penderitaan seperti
ini. Semakin banyak bergerak, jerat sling di pinggang harimau
betina ini semakin mencekik erat. Banyak bergerak berarti semakin
dekat dengan maut.

Sementara itu, rasa dendam nampak dari tersebarnya gambar-gambar


pembantaian harimau sumatra di sosial media. Foto keji itu tersebar
telanjang, tanpa sensor, tanpa pengendapan terlebih dahulu.
Mari menyimak apa yang terjadi selama 2018. Tahun itu bisa
dipandang sebagai momen saat relasi harimau dan manusia memasuki
zaman digital. Pertikaian harimau dengan manusia merambah ranah
media sosial. Simak video Bonita yang berkeliaran di perkebunan sawit
seputar Suaka Margasatwa Kerumutan. Atau, foto yang menampilkan
seekor harimau mati dengan usus terburai.
Bagaimana mendudukkan berita-berita konflik itu dalam upaya
pelestarian harimau sumatra di lanskap yang dikuasai manusia?
Di antara manusia dengan harimau sebenarnya ada wilayah
perantara: hutan belantara. Lanskap hutan selamanya dalam keadaan
dinamis sebagai hasil proses yang lambat dan tak kasat mata. Di
dalam proses itu, karena perannya sebagai pemangsa kelas atas,
harimau berkuasa penuh. Ia pemuncak piramida makanan yang
mengendalikan ekosistem. Meski penguasa rantai makanan, harimau
tidak memandang manusia sebagai mangsa.
FOTO: FEBRI A WIDODO/WWF-INDONESIA

104 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


KERINDUAN MENGEMUKA SAAT KONFLIK PECAH:
DESAS-DESUS TENTANG HARIMAU JAWA JUSTRU
BEREDAR DI MEDIA SOSIAL. DI BALIK DESAS-DESUS
ITU TERSIRAT PENGHARAPAN HARIMAU MASIH HIDUP
DI ALAM LIAR JAWA

Atau, dengan sedikit imajinasi bebas, bila berhadapan satu lawan


satu dengan tangan kosong: manusia paling banter ada berada di
level tengah piramida makanan. Manusia jelas tunduk di hadapan
kucing besar ini. Tidak heran, sebelum abad ke-20, kawasan liar
begitu bermartabat disebut sarang harimau, kerajaan harimau, rumah
harimau. Ia adalah raja rimba raya yang seakan menghentikan waktu
di daerah kekuasaannya.
Namun di kemudian hari, siapa pun mengamati lanskap harimau
telah berubah drastis. Sayangnya, pengalaman menunjukkan
perubahan itu sering kali buruk. Di Jawa, lanskap harimau telah
didera deforestasi sejak 1850-an, dan kira-kira satu abad kemudian
harimau jawa punah.
Itu pula yang terjadi di Pulau Sumatra sampai abad ke-21. Alam
liar Sumatra bukan lagi entitas yang tetap dan tidak dapat diubah.
Manusia pelan-pelan merenggut hutan harimau untuk perkebunan,
pertambangan, dan permukiman. Selanjutnya, perlahan tapi pasti,
lanskap harimau telah menjadi lanskap antroposen: manusia merambah
dan menguasai Sumatra.
Perubahan lanskap itu memengaruhi daerah jelajah harimau
secara langsung dan tak langsung. Sebagai penguasa mata rantai
makanan, harimau tentu bereaksi. Itu naluri karnivor. Lalu berputarlah
lingkaran setan: manusia memengaruhi harimau, harimau pun
bereaksi terhadap manusia.
Berbeda dengan Jawa, untuk sementara ini, Sumatra bisa memutus
lingkaran setan itu: wilayah-wilayah penting bagi harimau dilindungi
dan dikelola. Kawasan konservasi didirikan—beserta kawasan
hutan dan kawasan budidaya—untuk melindungi populasi harimau
trah terakhir ini. Kawasan konservasi adalah benteng terakhir bagi
populasi inti harimau di lanskap yang telah dikuasai manusia.
Indonesia telah kehilangan dua dari tiga ras harimau kepulauan.
Terlalu banyak pengetahuan yang lenyap karena punahnya harimau.
Bahkan harimau sumatra pun masih menyisakan misteri. Lantas,
bagaimana kelak hubungan manusia dan harimau: terus berkonflik
atau bisa hidup bersama? Atau bukan keduanya?***

MENJAGA HARIMAU NUSANTARA 105


BANDA ACEH

Sigli
Jantho
WASPADA SUMATRA Bireuen

ACEH
Takengon
KECAMUK KONFLIK
Penggundulan hutan mempersempit habitat harimau sumatra. Langsa

Populasinya terpecah-pecah di sisa hutan yang terputus-putus. Apa Melauboh


boleh buat: harimau terpaksa berebut ruang hidup dengan manusia. Blangkeujeren

Benturan pun tak terelakkan. Padahal, tak semua orang yang Blangpidie
Langka
berinteraksi dengan harimau punya pengetahuan yang cukup untuk
Babussalam Bin
hidup di wilayah jelajah harimau. Lantaran habitatnya menyusut,
populasi mangsanya menurun, sementara populasi manusia semakin Tapaktuan

meningkat, harimau terpaksa berselisih dengan masyarakat. K


Interaksi negatif ini menimbulkan korban dan kerugian di kedua
belah pihak. 230
TITIK TERPANAS
KISAH KLASIK Aceh membukukan
Do
Perselisihan antara manusia dan harimau telah terjadi pada insiden konflik
terbanyak. Kasus
abad-abad lampau. Pada masa kolonial, harimau dipandang terbanyak:
sebagai hewan berbahaya dan pengganggu. Prasangka ini pemangsaan ternak,
semakin memanaskan situasi: manusia dan harimau terjebak 122 insiden.
dalam pusaran konflik. Jawa membuktikan, harimau akhirnya
kalah.
KORBAN MANUSIA
1820 - 30 400
200
1850-an
400
90
1862 - 81
180
50
1882 - 1904
60
Jawa Sumatra

KORBAN MANUSIA DI SUMATRA 1818 - 1855


Bengkulu - 1818 100
Lampung - 1820 675
Palembang - 1854 300
Tapanuli - 1855 100

KORBAN KONFLIK 1978 - 1997


MANUSIA HARIMAU TERNAK

146
TEWAS
265 MATI
392
PIARAAN UMUM
95
SAPI & KERBAU

30
LUKA
97
DITANGKAP
354
KAMBING
27
ANJING
27 KUDA

PENYULUT KONFLIK
Selain berkurangnya tempat hidup, ada beberapa faktor yang
dapat memicu pertikaian antara harimau dan manusia. Dari kajian
data konflik yang tercacat, ada beberapa faktor pemicu. Ini dua
di antaranya.

1 Jarak desa dengan taman


nasional atau hutan
lindung. Semakin dekat,
2 Kepadatan ternak di pemukiman
dekat hutan. Semakin padat
ternak, peluang konflik semakin
peluang konflik semakin besar.
besar.

PETA: ESRI, USGS, NOAA, BADAN PLANOLOGI KEHUTANAN, DIREKTORAT PEMOLAAN DAN INFORMASI KONSERVASI
ALAM. TEKS: BOOMGARD, PETER. 2001. FRONTIERS OF FEAR, TIGERS AND PEOPLE IN THE MALAY WORLD, 1600
- 1950. YALE UNIVERSITY. KARTIKA, E. C. 2017. SPATIO-TEMPORAL PATTERNS OF HUMAN TIGER CONFLICT IN
SUMATRA 2010 -2016. DIREKTORAT KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI
SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM, KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN, JAKARTA. NYHUS,
P.J. & R. TILSON. 2004. DIKUTIP DALAM SUNARTO, WIDODO, E., DAN PRIATNA, D. TANPA TAHUN. RAJUT BELANG:
PANDUAN PERBAIKAN PRAKTIK PENGELOLAAN PERKEBUNAN SAWIT DAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DALAM
MENDUKUNG KONSERVASI HARIMAU SUMATERA. DEPARTEMEN KEHUTANAN, WWF, HARIMAUKITA, ZSL.
TITIK KONFLIK 2001 - 2016
Pertikaian terheboh terjadi selama empat bulan
pertama 2018, saat harimau memangsa dua manusia
di Indragiri Hilir, Riau. Sebelumnya, pada 2009, Salma
at menebar ketakutan di Jambi. Ia memangsa 10 manusia.
njai Kisah dua harimau betina itu hanya segelintir dari
MEDAN ribuan kasus konflik harimau-manusia. Selama kurun
2001-2016, di seluruh Sumatra tercatat 1.065 kasus.
Kabanjahe
Titik-titik konflik menyebar di sekujur pulau, dari utara
ke selatan, dari pesisir barat ke pesisir timur.

SUMATRA UTARA
71
oloksanggul
Balige Bagan Siapiapi
Rantauprapat
Tarutung

WASPADA!
Serangan harimau
Dumai 148 terhadap manusia
dominan di Provinsi
Padang Sidempuan
Riau: 75 kasus.

Panyabungan RIAU
PEKANBARU
Pelalawan

Kampar
Limapuluhkota

Payakumbuh
Rengat
Tanah Datar WASPADA JUGA!
SUMATRA BARAT Serangan terhadap
Sawahlunto manusia terbanyak
kedua ada di Jambi.
PADANG
Muara Sabak 203
Painansalido

JAMBI
JAMBI

82

Mukomuko Utara
13
BENGKULU Musi Banyuasin

Muara Aman Sukamarga


PALEMBANG
Lubuklinggau
Argamakmur SUMATRA SELATAN
Curup
Tebingtinggi

BENGKULU
Lahat
NASIB HARIMAU
Akhir konflik di Pagaralam Ogan Komering Ulu
Bengkulu didominasi 216
harimau dibunuh atau Manna
ditangkap: 30 kasus.
KAWASAN KONSERVASI LAMPUNG
DI LUAR TAMAN NASIONAL
Liwa
LOKASI TAMAN Sukadana
KONFLIK NASIONAL
HANYA MELINTAS
Konflik umumnya BANDARLAMPUNG
Kotaagung
KILOMETER berlevel rendah: 95
harimau berkeliaran.
0 105 210
WASPADA SUMATRA

Selama 2001-2016, di seluruh Sumatra tercatat 1.065 kasus konflik dengan berbagai tingkat risiko.

Risiko Rendah Risiko Sedang Risiko Tinggi

375 376 184 130

Harimau berkeliaran di Harimau memangsa ternak. Harimau menyerang Manusia membunuh


tempat manusia. Tanpa Dampak: ternak mati atau manusia, ada korban harimau dengan racun,
korban, tapi menebar terluka, menebar ketakutan. mati atau terluka. senapan ataupun jerat.
ketakutan.

SEBARAN DAN TINGKAT RISIKO KONFLIK 2001 - 2016

Sumatra Selatan
Lampung
Sumatra Utara
Sumatra Barat
Riau
Jambi
Bengkulu
Aceh

25 50 75 100 125 150 175 200 225 250

Level Rendah Level Sedang Level Tinggi, Level Tinggi,


korban manusia korban harimau

NASIB HARIMAU KORBAN KONFLIK


Setelah konflik usai, nasib harimau bermacam-macam.

879LARI
8
LARI, TERLUKA
130 M ATI
43
KEBUN BINATANG
5
TRANSLOKASI
Usai selamat dari serangan harimau,
warga di pedalaman Kerinci Seblat
ini mengaku bisa merasakan
kehadiran kucing besar itu. Konflik
selalu merugikan kedua belah pihak:
harimau dan manusia.
FOTO: AGUS PRIJONO
WASPADA SUMATRA

GENEALOGI
PERBURUAN HARIMAU

Perburuan harimau punya sejarah panjang, sejak dari masa klasik,


kolonial, kemerdekaan, hingga kini. Sepanjang masa itu, harimau
hampir selalu menjadi sasaran perburuan dengan beragam dalih.
Pada masa klasik, salah satu tujuan perburuan harimau adalah
untuk status kerajaan Jawa. Selama abad ke-17 sampai 18, perburuan
harimau berkembang untuk keperluan perhelatan istana: rampogan
macan dan adu harimau versus banteng. Untuk itu, di kompleks
istana Jawa, terdapat kandang harimau dan satwa lain. Meski tidak
berburu harimau, untuk ritual kerajaan itu, raja Jawa memiliki bala-
punggawa penangkap harimau.
Pada saat yang bersamaan, di wilayah jajahan kolonial, harimau
dikejar-kejar karena dianggap mengganggu manusia. Harimau dalam
pandangan kolonial termasuk golongan hewan berbahaya yang pantas
dibasmi.
Semenjak pertama kali membangun pos dagang di Batavia
pada abad ke-17, pejabat kompeni telah mempekerjakan pemburu
profesional. Kadang-kadang, para elit kompeni juga menggelar
perburuan di luar Batavia. Rusa dan babi hutan adalah hewan buruan
biasa. Tetapi, seiring waktu para pemburu kompeni juga mengejar
hewan pengganggu: ular besar, badak, buaya, dan harimau.
Informasi tentang perburuan harimau oleh petani Jawa sebelum
tahun 1700 amat langka dan kurang rinci. Sebagian besar informasi
tentang perburuan selama abad ke-18 lebih banyak mengacu kawasan
di sekitar Batavia. Yang sering disebut adalah tentang perangkap
harimau berupa kandang kayu berpintu penjebak, dengan hewan
umpan di dalamnya.
Petunjuk awal tentang perburuan berangka tahun 1627–1631
tentang perangkap harimau yang dibangun Gubernur Jenderal Pieter
de Carpentier. Kandang jebak ini rupanya meniru perangkap asli dari
Jawa. Beberapa kali disebutkan kandang ini berhasil menjebak harimau.
Dua janin ini turut Setelah 1800, situasi itu tidak banyak berubah meski pemerintah
meregang nyawa Belanda mengambil-alih kewenangan kompeni. Dalam perspektif
bersama induk yang masa kini, istilah hewan pengganggu biasa disebut dengan konflik
terjerat sling. Seolah harimau dan manusia. Dengan demikian, sejarah perburuan berkaitan
hampir tak ada yang erat dengan pertikaian harimau dengan manusia.
meratapi kematian Harimau begitu merepotkan sehingga pemerintah kolonial
satu, dua, atau tiga mengeluarkan kebijakan sistem imbalan untuk membasminya (dan
harimau. macan tutul). Sistem hadiah ini mendorong siapa pun memburu
harimau dengan segala cara.
Bahkan dalam perkembangannya, teknik perburuan juga memakai
cara Nusantara, dengan kandang perangkap dan jebakan mangsa
beracun. (Bila harimau ada di mana-mana, Anda bisa mengikat
kambing yang mengembik-embik di tepi hutan. Dan bravo, Anda
dapat harimau!)
Namun, sebagian masyarakat berpendapat harimau tidak pantas
diburu secara sistematis. Harimau yang tidak mengganggu ternak
dan manusia dipandang sebagai pelindung desa. Pandangan ini
lazim ditemukan di Jawa dan Sumatra. Sebagian lagi, masyarakat
berpandangan membunuh harimau akan meningkatkan jumlah
babi hutan, lalu menjadi hama tanaman. Berdasarkan pengalaman,
bila pemangsa ini dibunuh, kawanan babi hutan akan lebih sering
merusak tanaman pertanian.
FOTO: FITRIANI DWI KURNIASARI
WILDLIFE CRIME TEAM RIAU
WWF-INDONESIA CENTRAL SUMATRA PROGRAM
MENJAGA HARIMAU NUSANTARA 111
Tapi, nampaknya zaman berubah. Sistem imbalan menimbulkan Benda-benda ini
fenomena baru: orang Jawa mencari nafkah dengan menangkap mungkin bagian tubuh
harimau—dan macan tutul. Keberadaan pemburu lokal profesional harimau. Di sejumlah
ini tercatat di Priangan, Jawa bagian barat; serta Madiun dan Besuki, pelosok Sumatra dapat
Jawa bagian timur. Keberadaan pemburu profesional memang masih dijumpai orang yang
jarang disebut sebelum 1860. Barangkali jabatan ‘mantri harimau’ di sengaja menyimpan
Yogyakarta dan Banyumas, yang spesialis membuat perangkap, bisa serpihan kulit, kuku,
siung, sekadar untuk
dibilang sebentuk pendahulu pemburu profesional.
kewibawaan. Satu
Sangat mungkin untuk menerka: naiknya nilai imbalan pada 1854
keyakinan fiktif yang
semakin mendorong orang menjadi pemburu. Pada 1853 misalnya,
mematikan bagi
penduduk di Banten sisi utara memburu harimau kendati tidak
harimau.
mengganggu manusia dan ternak. Pun di ujung timur Jawa, pada
1895, pemburu-pemburu di Banyuwangi mengejar harimau demi
mendapatkan imbalan. Pada 1872 imbalan yang untuk kepala harimau
di Tegal, Jawa bagian tengah, senilai 3.000 gulden. Waktu itu, ada
beberapa lusin harimau dibunuh untuk memperoleh imbalan.
Keadaan sedikit berbeda di Sumatra. Kepercayaan lokal terhadap
harimau membuat imbalan tidak efektif. Pandangan supranatural
masyarakat Sumatra meyakini harimau adalah leluhur, dan diyakini
bisa membantu manusia. Bila seseorang diserang harimau berarti ia
telah melakukan kesalahan. Namun, bukan berarti tak ada perburuan,
terutama bagi harimau yang menyerang ternak dan manusia.
FOTO: AGUS PRIJONO

112 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Semenjak kebijakan Tanam Paksa, yang membuka lahan-lahan
budidaya baru di pedalaman Jawa, cakupan konflik dan perburuan
semakin meluas. Pun, ketika Belanda membuka perkebunan di
pesisir timur Sumatra. Harimau yang kerap menghampiri kompleks
perkebunan mendorong pemilik kebun memburu satwa ini.
Umumnya, para pemburu berasal dari dunia militer dan pemilik
perkebunan. Berkembangnya perkebunan baru, baik di Jawa maupun
Sumatra, rupanya menarik minat pemodal dan aristokrat Belanda
yang hobi berburu untuk datang ke Indonesia.
Jadi, meski imbalan sudah dihapus—tapi masih diberikan di
Sumatra, antara akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20, tujuan
perburuan bertambah. Dari hanya untuk mendapatkan imbalan,
kini juga untuk olah raga kesenangan. Dalam olah raga berburu,
membunuh harimau berarti mendapatkan piala.
Sebenarnya, pemerintah kolonial Belanda pada 1909 menerbitkan
perlindungan spesies dan hukum perburuan. Undang-undang ini
untuk melindungi beberapa mamalia dan burung. Undang-undang
itu lantas diganti dengan ordonansi perlindungan satwa liar pada
1931. Setahun kemudian, pemerintah merilis undang-undang yang
menetapkan dasar hukum untuk mengawasi cagar alam dan suaka
margasatwa.
Namun, pada akhirnya gaya hidup berburu adalah penentu nasib
harimau di Bali dan Jawa. Perburuan merupakan pukulan terakhir
bagi keberadaan harimau bali, yang terbukti punah selamanya pada
1940-an. Di Pulau Jawa, perburuan menyasar sisa-sisa populasi
harimau yang telah terkurung di habitat kecil dan terpisah-pisah.
Dari masa kemerdekaan sampai mendekati hari-hari terakhirnya,
harimau jawa masih diburu, entah dengan menjebaknya dengan
mangsa beracun ataupun dengan senapan.
Di tengah maraknya perburuan untuk kesenangan dan konflik,
ada juga perburuan secara sengaja untuk ilmu pengetahuan. Spesimen
harimau bali ditembak dengan sengaja di Sumber Kima, Bali, pada
1937 untuk Museum Zoologi Bogor. Pada saat ini, spesimen itu
menjadi satu-satunya bukti adanya harimau di Bali
Sementara itu, perburuan di Sumatra belum sampai menghabisi
harimau. Selain jumlah harimau lebih banyak dibandingkan di Jawa
dan Bali, juga lantaran Belanda keburu angkat kaki dari Indonesia.
Tapi, bukan berarti tak ada perburuan harimau sumatra.
Selama 1975 dan 1992, Korea Selatan mengimpor 6.128 kilogram
tulang harimau—rata-rata 340 kilogram per tahun. Sebagian besar
impor ini berasal dari Indonesia: 3.720 kilogram, atau 61 persen
selama 18 tahun.

MENJAGA HARIMAU NUSANTARA 113


Sementara impor dari negara lain bersifat sporadis, impor tulang
harimau dari Indonesia terbilang rutin—hampir setiap tahun. Bila
rata-rata bobot kerangka harimau sekira 12 kilogram, jumlah total
berat tulang itu berasal dari pembunuhan sekitar 300-an ekor harimau.
Kemudian, dari 1980 sampai 1987, Taiwan mengimpor 3.949 kg
tulang harimau dan beruang dari Singapura. Tulang harimau dari
Singapura nampaknya berasal dari Indonesia, karena negara kecil itu
tak memiliki harimau. Catatan-catatan ini menegaskan perburuan
harimau untuk memenuhi pasar obat tradisional dan perdukunan.
Organ harimau memang telah lama untuk pengobatan tradisional
Asia. Kulit, cakar, dan taringnya dipandang bertuah medis dan magis.
FOTO: REGINA SAFRI

114 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Perburuan dan perdagangan organ harimau
sumatra melibatkan jaringan tertutup dengan
mata rantai yang panjang, kompleks, dan
berlapis. Di tingkat pemburu dan pembeli,
para pelaku berkelompok dan terhubung
dalam relasi yang saling menguntungkan.

Seluruh ekspor harimau dari Indonesia sudah pasti ilegal.


Pemerintah Indonesia telah melindungi harimau sumatra sejak
1970. Di tingkat global, konvensi internasional ihwal perdagangan
dan peredaran tumbuhan dan satwa terancam punah CITES
(Convention on International Trade in Endangered Species of Wild
Fauna and Flora), yang disepakati pada 1973, memasukkan harimau
sumatra dalam Appendix 1. Artinya, perdagangan dan peredaran
harimau sumatra harus dikendalikan dan diawasi secara ketat. Dan,
Indonesia menjadi salah satu dari 169 negara yang meratifikasi
perjanjian internasional yang disusun berdasarkan resolusi sidang
IUCN pada 1963 ini.
Pada 1990, terbit Undang-undang Nomor 5 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang menegaskan
perlindungan bagi harimau sumatra. Pada perkembangan selanjutnya,
pemerintah menetapkan pertukaran satwa harimau hanya dapat
dilakukan atas persetujuan presiden. Dengan demikian, apapun
dalihnya, perburuan harimau melanggar peraturan.
Sebagai satwa yang terancam punah, harimau pantas dilindungi
dari segala bentuk perburuan. Bahkan untuk melindungi keberadaan
harimau juga mesti dibarengi dengan menjaga satwa mangsanya
dari perburuan.
Melestarikan harimau, namun pada saat yang sama membiarkan
perburuan mangsanya seperti menjerumuskan pemangsa ini pada
kelaparan. Pada tahap selanjutnya, tiadanya mangsa akan mendorong
harimau mendekati permukiman untuk mencari mangsa mudah:
ternak. Lingkaran sebab-akibat ini, yang jarang dipahami banyak
kalangan, akan berujung pada konflik harimau dengan manusia.
Dampak berikutnya, konflik menjadi dalih untuk melegalkan
perburuan harimau sebagai aksi balas dendam.
Pada saat ini, niat perburuan semakin rumit: mulai dari dalih
ekonomi, balas dendam, sampai tak sengaja menjerat harimau
dengan jebakan. Bagaimana pun, pada akhirnya setiap perburuan
yang merenggut nyawa semakin mendekatkan harimau ke jurang
kepunahan. Satu kematian berarti selangkah menuju kepunahan. ***

MENJAGA HARIMAU NUSANTARA 115


WASPADA SUMATRA Banda Aceh

LANSKAP KONSERVASI HARIMAU


Dengan memerhatikan laju deforestasi, tingkat konflik,
dan perburuan, yang mengancam kelestarian harimau, ULU MASEN
para pelestari menentukan lanskap konservasi harimau
atau tiger conservation landscapes (TCL). Kawasan lanskap
diidentifikasi berdasarkan sejarah distribusi harimau dunia,
kesesuaian habitat, perkembangan penduduk, dan aspek
lainnya. Dari hasil identifikasi itu, ada 76 landskap konservasi
harimau secara global. Penurunan populasi dan habitat yang
drastis menjadi alasan kenapa 76 lanskap ini penting untuk EKOSISTEM LEUSER
dipertahankan. Pada 2006 para ahli mendefinisikan lanskap Kondisi saat ini: Hanya
subpopulasi di Leuser-Ulu
konservasi sebagai blok hutan yang potensial sebagai Masen dan Kerinci Seblat
habitat harimau berdasarkan rekaman pasti bahwa selama 10 yang dapat bertahan
tahun terakhir diyakini masih dihuni harimau. hingga 100 tahun.

LANSKAP KONSERVASI HARIMAU DI SUMATRA


Para pelestari mengkaji setiap petak hutan yang dihuni
dan tidak dihuni harimau. Pada tahap selanjutnya, pelestari
melakukan ekstrapolasi kepadatan harimau di habitat serupa
yang dimonitor, dan luasan habitat yang tersedia. Harimau
sumatra saat ini masih ada di 23 lanskap. Hasil analisis tingkat
kelangsungan hidupnya: populasi harimau diperkirakan berada
dalam kisaran 600 ekor. Populasi harimau tersebut terdistribusi
di tiga tipe lanskap: kecil, sedang, besar.

POPULASI MINIMAL UNTUK SINTAS


Berbekal data deforestasi dan perburuan, pelestari menduga
nasib harimau di masa datang. Dengan analisis populasi,
dapat diduga peluang hidup harimau dalam jangka waktu dan
lingkungan tertentu.

35
Dibutuhkan minimal 35 ekor, agar harimau mampu bertahan hidup
pada satu lanskap. Itu pun dengan syarat: daya dukung habitat setara
untuk 70 ekor harimau.

DUA TIPE LANSKAP KONSERVASI HARIMAU


Arah strategi dan aksi konservasi harimau di masa datang
didasarkan pada dua tipe lanskap: terkelola dan belum
terkelola. Pembagian ini didasari pemahaman bahwa lanskap
yang belum terkelola memiliki lebih banyak tantangan, dan
perlu intervensi pengelolaan intensif, dibandingkan dengan
lanskap yang terkelola.

LANSKAP TERKELOLA LANSKAP BELUM TERKELOLA


Ada otoritas pengelola Masih dihuni harimau, bisa di
dari pemerintah, dengan bawah otoritas pemerintah atau
anggaran dan program tidak, tapi tak ada anggaran
khusus konservasi harimau. dan program khusus konservasi
harimau

PETA: ESRI, USGS, NOAA, BADAN PLANOLOGI KEHUTANAN, DIREKTORAT PEMOLAAN


DAN INFORMASI KONSERVASI ALAM, FORUM HARIMAUKITA. TEKS: PUSPARINI, WULAN.
2016. LAPORAN AKHIR SUMATRAN TIGER PVA 2016 . PENYUSUN: WULAN PUSPARINI, TOMI
ARIYANTO, LILI SADIKIN, FEBRI ANGGRIAWAN WIDODO. DISUSUN FORUM HARIMAUKITA
UNTUK KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN. TIDAK DIPUBLIKASIKAN.
SKALA LANSKAP
Dari analisis kesintasan populasi,
harimau tersebar di tiga skala
lanskap: kecil, sedang, besar,
dengan jumlah minimum di tiap
sub-populasi antara 1 hingga 185
harimau.

LANSKAP BESAR
BERDAYA DUKUNG
Medan
>70
TANAH KARO
LANSKAP SEDANG
BERDAYA DUKUNG
ASAHAN

DOLOK
SENEPIS-BULUHALA 20-70
SURUNGAN LANSKAP KECIL
BERDAYA DUKUNG

<20
BATANG TORU GIAM SIAK KECIL

BARUMUN
KISARAN POPULASI DI 23 LANSKAP

BATANG GADIS Pekanbaru

TESSO NILO
KAMPAR
600-an
HASIL PENDUGAAN TERBAIK 2016
PASAMAN Perhitungan ini berdasarkan data kamera jebak
di sejumlah lanskap sebelum 2016.
KERUMUTAN
MANINJAU
RIMBANG BALING
BETABUH-SOSA

Padang
BATANGHARI BUKIT TIGAPULUH

Jambi
BERBAK-SEMBILANG
BUKIT DUABELAS

KERINCI SEBLAT
HUTAN DANGKU
HARAPAN
Palembang

LANSKAP BELUM TERKELOLA PADANG SUGIHAN

LANSKAP BESAR

LANSKAP SEDANG
Bengkulu
LANSKAP KECIL

KAWASAN
KONSERVASI TUTUPAN BUKIT BALAI REJANG
DI LUAR HUTAN 2014
TAMAN
NASIONAL
TAMAN NASIONAL
KILOMETER WAY KAMBAS
0 105 210 BUKIT BARISAN SELATAN
Bandarlampung
WASPADA SUMATRA

MASA DEPAN HARIMAU SUMATRA


Berbekal data tingkat deforestasi dan perburuan, para pelestari coba
menduga nasib harimau di masa datang. Dengan analisis populasi
minimal yang hidup berkelanjutan, pelestari menduga peluang hidup
harimau dalam jangka waktu dan lingkungan tertentu. Hanya saja, perlu
diingat paparan ini berdasarkan pemodelan dari data terbaik 2016. Masih
banyak ketidakpastian dari parameter pemodelan. Survei dan tambahan
data di masa mendatang akan segera disusun untuk memperbaiki analisis
populasi secara lebih akurat.

ANCAMAN UTAMA HARIMAU SUMATRA

KONFLIK DEFORESTASI PERBURUAN

SKENARIO SATU ABAD KE DEPAN


SITUASI POPULASI SAAT INI
Kondisi saat ini: laju deforestasi 0,11 - 12,56 persen, dan perburuan
menyasar 2 persen jantan dan 1 persen betina. Populasi harimau di lanskap
kecil akan punah, sementara di lanskap besar dan sebagian lanskap sedang,
populasi bisa bertahan hidup.
PELUANG KEPUNAHAN

100% 83% 31%

LANSKAP KECIL LANSKAP SEDANG LANSKAP BESAR


PELUANG PUNAH 100% PELUANG PUNAH 83% PELUANG PUNAH 31%

SKENARIO BILA ANCAMAN SAAT INI DIHILANGKAN


Seandainya seluruh ancaman perburuan dan deforestasi saat ini ditiadakan,
peluang kepunahan di salah satu lanskap sedang dan lanskap besar dapat
berkurang. Contohnya untuk lanskap Batanghari dan Bukit Barisan Selatan.

BATANGHARI BUKIT BARISAN SELATAN

Peluang punah Daya sintas Peluang punah Daya sintas


turun: 68% naik: 32% turun: 72% naik: 28%
menjadi 17%. menjadi 83%. menjadi 30%. menjadi 70%.

TEKS: PUSPARINI, WULAN. 2016. LAPORAN AKHIR SUMATRAN TIGER PVA 2016. PENYUSUN: WULAN PUSPARINI, TOMI
ARIYANTO, LILI SADIKIN, FEBRI ANGGRIAWAN WIDODO. DISUSUN FORUM HARIMAUKITA UNTUK KEMENTERIAN
LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN. TIDAK DIPUBLIKASIKAN; INFOGRAFIS BERPACU DENGAN KEPUNAHAN,
FORUM HARIMAUKITA.
SKENARIO ANCAMAN MENINGKAT
Skenario 10 tahun ke depan: bila laju deforestasi meningkat 0 - 25 persen
per tahun, dan perburuan menyasar 10 persen jantan dan 5 persen betina.
Berikut ambang batas hingga populasi harimau mulai mengalami
kepunahan di salah satu lanskap.
LANSKAP KECIL AMBANG BATAS LANSKAP AMBANG BATAS LANSKAP
Tak ada ambang SEDANG BESAR
batas: populasi akan Laju deforestasi 3% Laju deforestasi 7%
punah dalam kondisi Perburuan menyasar 3% Perburuan menyasar 20%
ancaman apapun. jantan, 1% betina jantan, 2% betina.
Dengan laju deforestasi 9% per Dengan laju deforestasi 20% per
tahun selama 10 tahun, populasi tahun selama 10 tahun, populasi
akan punah. akan punah.

STRATEGI APA YANG BISA DILAKUKAN?


SKENARIO PENGELOLAAN METAPOPULASI
Metapopulasi adalah sekumpulan subpopulasi yang karena habitatnya terputus, individu
hanya dapat berinteraksi pada derajat tertentu. Skenario ini membayangkan populasi harimau
di Sumatra sebagai satu populasi besar yang terdiri 23 subpopulasi yang dapat saling
berinteraksi. Artinya, setiap lanskap yang terpisah harus saling terhubung. Hanya populasi di
Leuser - Ulu Masen dan Kerinci Seblat yang mampu bertahan meski tak terkoneksi dengan
lanskap lain. Di sisi lain, bila tak terkoneksi, peluang kepunahan di 21 lanskap kecil sangat
tinggi. Konsep koridor hanya mungkin bagi populasi di lanskap sedang dan besar, sementara
di lanskap kecil umumnya terisolasi. Untuk populasi di lanskap kecil dibutuhkan koneksi
dengan cara translokasi ataupun koridor buatan. Skenario metapopulasi ini menghubungkan
subpopulasi di 23 lanskap yang terpisah melalui tiga cara: dispersal alami, translokasi,
penambahan individu baru, dan perlindungan. Selain metapopulasi, strategi lain adalah
pengamanan habitat dari perambahan, pembalakan, perburuan, dan mitigasi konflik.

DISPERSAL ALAMI TRANSLOKASI PERLINDUNGAN


Penyebaran harimau melalui Perpindahan dengan bantuan manusia: Menjaga populasi kecil untuk
koridor antar-lanskap secara pemindahan harimau konflik ke area lain, berkembang biak dan menjadi
alami. atau menambah individu baru. sumber keragaman genetik.

MANFAAT METAPOPULASI
MEMPERPANJANG KESINTASAN POPULASI
LANSKAP KECIL
WAY KAMBAS KAMPAR BERBAK-SEMBILANG

8 14 TAHUN 12 19 TAHUN 7 19 TAHUN


MENURUNKAN PELUANG KEPUNAHAN
LANSKAP SEDANG LANSKAP BESAR
BUKIT BARISAN SELATAN, BATANGHARI
RIMBO PANTI - PASAMAN,
BUKIT TIGAPULUH, BUKIT BALAI
REJANG SELATAN 48 0 PERSEN

Peluang kepunahannya di bawah RIMBANG BALING

50 PERSEN 41 7 PERSEN
WASPADA SUMATRA

JALAN YANG MERENGGUT


Lanskap konservasi Leuser-Ulu Masen dan Kerinci Seblat
merupakan wilayah penting bagi kelestarian harimau.
Sebagai dua lanskap terbesar, area ini punya daya dukung
lingkungan tertinggi bagi harimau. Akan tetapi, tingginya
tingkat pembangunan di Sumatra mengancam keutuhan
lanskap. Ancaman yang paling sering adalah janji politisi
lokal untuk membangun jalan tembus, ataupun rencana
pemerintah pusat membangun pembangkit listrik di dalam
kawasan konservasi. Hal itu dikhawatirkan memecah-belah
populasi harimau sehingga mempercepat laju kepunahan.
Sebelum terlambat, para pelestari coba mempelajari
dampak jalan dan membuat skenario dengan pemodelan
efek pembangunan jalan terhadap populasi dan habitat
harimau di Leuser-Ulu Masen dan Kerinci Seblat. Dampak
awal pembangunan jalan sering kali tidak langsung
memecah-belah habitat. Umumnya, dampak awalnya akan
memicu pembalakan, perambahan, perburuan, dan konflik,
yang lalu menekan habitat dan populasi harimau.

LANSKAP YANG TERCERAI-BERAI


Jika terealisasi, pembangunan jalan Ladia-Galaska (Lautan
India, Gayo-Alas-Karo) di Leuser-Ulu Masen diperkirakan akan
membagi lanskap konservasi harimau ini menjadi 16 blok
hutan yang terpisah. Luasan blok-blok hutan ini bervariasi
antara 32 - 7.314 kilometer persegi. Hasil permodelan
populasi harimau pada 16 blok hutan adalah 4 blok di
antaranya: 2, 6, 12, dan 12 (Rawa Tripa) terlalu kecil untuk
menampung bahkan hanya satu harimau. Untuk lanskap Rawa
Tripa memang sudah kecil dan terpisah sejak awal, sebelum
adanya efek pembangunan Ladia Galaska.

RAMALAN BURUK
Nasib harimau di lanskap Leuser-Ulu Masen jauh lebih buruk
dibandingkan dengan dampak fragmentasi di Kerinci Seblat
akibat jalan evakuasi bencana alam. Tidak ada populasi
yang layak atau mendekati layak sintas di blok-blok hutan
Lueser-Ulu Masen. Peluang kepunahan pun sangat tinggi,
lebih dari 70 persen di 5 blok, dan 66 persen di blok 13.
Bila dibandingkan sebelum dan sesudah pembangunan
jalan, peluang kepunahan harimau di Leuser-Ulu Masen
melejit hampir 9 kali lipat, dari 5 persen menjadi 49 persen;
keragaman genetik turun hingga 29 persen, dari 0,89 menjadi
0,63; pertumbuhan populasi pun turun 150 persen, dari 0,03
menjadi -0,015.

DAMPAK NEGATIF JALAN TERHADAP POPULASI


PELUANG PUNAH KERAGAMAN GENETIK PERTUMBUHAN
KIAN BESAR KIAN MISKIN MINUS

5% 49 %
NAIK hampir 9 kali
0,89
TURUN 29 persen
0,63 0,03 -0,015
TURUN 150 persen

PETA: ESRI, USGS, NOAA, BADAN PLANOLOGI KEHUTANAN, DIREKTORAT PEMOLAAN DAN
INFORMASI KONSERVASI ALAM. TEKS: FORUM HARIMAU KITA. TANPA TAHUN. INFOGRAFIS: APA
YANG TERJADI JIKA PEMBANGUNAN JALAN DILAKUKAN DI KAWASAN KONSERVASI? DITJEN
KSDAE, KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN, HARIMAUKITA; PUSPARINI,
WULAN. 2016. LAPORAN AKHIR SUMATRAN TIGER PVA 2016. PENYUSUN: WULAN PUSPARINI,
TOMI ARIYANTO, LILI SADIKIN, FEBRI ANGGRIAWAN WIDODO. DISUSUN FORUM HARIMAUKITA
UNTUK KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN. TIDAK DIPUBLIKASIKAN.
ANALISIS POPULASI
Populasi harimau di lanskap utuh: 420, di
lanskap terbelah jalan: 68.

BANDA ACEH
Populasi harimau di Populasi harimau
Sigli lanskap Leuser - Ulu di lanskap yang
Jantho Masen yang utuh. dipisahkan jalan.
2
Bireuen

3
4
1
Takengon
ACEH 5
6 Langsa
7
9
8 10 11
Meulaboh

12 Blangpidie TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER


Langkat
Blok hutan 13, Aceh bagian Barat, mungkin 14 MEDAN
memilki keragaman genetik tertinggi 13 Binjai
ketimbang blok yang lain. Babussalam
Akan tetapi, populasi di blok ini tetap tak
mampu sintas.

Tapaktuan
Kabanjahe

SUMATR A
UTAR A
Blok hutan 15: Suaka Margasatwa Rawa Singkil
telah tersudut sebelum pembangunan Ladia
Galaska. Bila jalur jalan dibuat, akan semakin
memisahkan kawasan ini dari ekosistem Leuser.
Kawasan berawa gambut ini dihuni harimau dan 15 16
AREA DIPERBESAR orangutan.

KAWASAN
KONSERVASI
TAMAN DI LUAR
NASIONAL TAMAN
NASIONAL
KILOMETER
JALAN SEDANG JALAN
DIKONTRUKSI SUDAH EKSIS 0 35 70
Rawa Tripa, blok hutan 12, terkucil dan terputus dari ekosistem
Leuser. Jalan dan permukiman memutus koridor yang
menghubungkan Rawa Tripa dengan ekosistem Leuser. Para
pegiat lingkungan Aceh memenangi gugatan terhadap kebun
sawit yang membakar ekosistem gambut ini beberapa tahun silam.
Hingga 2018, kasus hukum Rawa Tripa kembali mencuat. Kawasan
ini berlimpah karbon, dan menjadi tempat hidup harimau dan
orangutan di pesisir barat Aceh.
FOTO: AGUS PRIJONO
WASPADA SUMATRA

SKENARIO DAMPAK JALAN DI KERINCI


Bila kelima jalan untuk jalur evakuasi bencana alam
benar-benar dibangun, Kerinci Seblat akan terbagi menjadi
6 blok, plus satu blok nomor 6 yang memang telah terkucil
sebelumnya. Alhasil ada 7 blok hutan. Luas blok hutan
bervariasi 355 - 4.454 kilometer persegi. Ironisnya, populasi
di enam blok hutan tersebut tidak bakal sintas. Blok yang
mendekati layak sintas adalah nomor 7, yang pertumbuhan
populasinya positif, peluang kepunahan 33 persen, sedikit di
atas ambang batas 30 persen.
Namun, peluang kepunahan di empat blok diprediksi
lebih dari 80 persen, dengan hanya tiga blok: 4, 5, dan 7
yang memiliki keragaman genetik yang memadai. Secara
umum, populasi di akhir simulasi untuk Kerinci Seblat yang
utuh sejumlah 257, masih lebih tinggi dari populasi seluruh
blok hutan, sejumlah 78. Bila dibandingkan sebelum dan
sesudah pembangunan jalan, peluang kepunahan harimau
di Kerinci Seblat yang terpecah-belah naik 6 kali lipat, dari 3
persen menjadi 19 persen.

DAMPAK NEGATIF JALAN TERHADAP POPULASI


PELUANG PUNAH KERAGAMAN GENETIK PERTUMBUHAN KIAN
KIAN BESAR KIAN MISKIN LAMBAN

3% 19 %
NAIK hampir 6 kali
0,86
TURUN 19 persen
0,73 0,03 0,0037
TURUN 87,6 persen

HASIL ANALISIS POPULASI


Populasi lanskap utuh: 257, lanskap terpotong-potong: 78

Populasi harimau Populasi harimau


di lanskap Kerinci di lanskap yang
Seblat yang utuh. dipisahkan jalan.

MENCARI JALAN TENGAH BAGI HARIMAU


Rencana pembangunan jalan evakuasi yang memotong
lanskap harimau mesti diperhitungkan secara matang.
Pembangunan jalan harus diiringi dengan memastikan
keterhubungan habitat dan populasi. Pemerintah daerah
juga turut bertanggung jawab memastikan masyarakat tidak
berburu dan merusak habitat harimau. Pemerintah pusat
dapat mengembangkan konsep pembangunan infrastruktur
yang mempertimbangkan satwa liar. Caranya: pengendalian
dampak negatif jalan terhadap populasi dan habitat harimau,
perencanaan koridor satwa, dan mengembangkan opsi-opsi
pendanaan bagi infrastruktur yang ramah lingkungan.

PETA: ESRI, USGS, NOAA, BADAN PLANOLOGI KEHUTANAN, DIREKTORAT PEMOLAAN DAN
INFORMASI KONSERVASI ALAM, FORUM HARIMAUKITA. TEKS: FORUM HARIMAU KITA. TANPA
TAHUN. INFOGRAFIS: APA YANG TERJADI JIKA PEMBANGUNAN JALAN DILAKUKAN DI
KAWASAN KONSERVASI? DITJEN KSDAE, KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN,
HARIMAUKITA; PUSPARINI, WULAN. 2016. LAPORAN AKHIR SUMATRAN TIGER PVA 2016.
PENYUSUN: WULAN PUSPARINI, TOMI ARIYANTO, LILI SADIKIN, FEBRI ANGGRIAWAN WIDODO.
DISUSUN FORUM HARIMAUKITA UNTUK KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN.
TIDAK DIPUBLIKASIKAN.
RIAU

SUMATR A BAR AT

2
JAMBI

Blok hutan 7 bisa dibilang harapan di


masa depan bila jaringan jalan benar-
benar mengoyak Kerinci Seblat.
Pertumbuhan populasinya positif,
peluang kepunahan 33%, sedikit di
7 atas ambang batas 30%. Populasi di
Mukomuko Utara tahun ke-100 masih lebih besar dari
populasi awal.

TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT


SUMATRA SELATAN

Muara Aman Sukamarga

BENGKULU
AREA
DIPERBESAR
6
Argamakmur
Curup
TAMAN
NASIONAL
KILOMETER
RENCANA JALAN 0 30 60

BENGKULU
Pengendara baru saja ke luar dari Taman Nasional Kerinci Seblat,
melalui jalan baru yang dibangun saat pemilihan kepala daerah
2018 di Kerinci. Letak jalan ini di Renah Pemetik, di antara blok
hutan 3 dan 4. Rencananya, dari wilayah ini akan dibangun jalan
tembus ke Bungo. Tapi, jalur jalan ini nampaknya berbeda dengan
rencana jalan evakuasi. Bisa diduga, agaknya jalan ini untuk
memberikan akses pekebun di taman nasional.
FOTO: AGUS PRIJONO
UPAYA SUMATRA

Sejak seperempat abad lalu, para pihak telah berupaya melestarikan


harimau sumatra.
Menyimak tantangan yang menuntut kewaspadaan Sumatra,
mengingatkan kembali pada perhatian pertama terhadap harimau
sumatra pada 25 tahun lalu. Saat itu, para pelestari menggelar lokakarya
pertama untuk menentukan arah konservasi harimau sumatra. Sejak
itu, para pelestari telah melewati dua strategi konservasi harimau
sumatra, yang pada 2018 memasuki yang ketiga.
Namun, sejatinya momentum awal perlindungan harimau tercetus
saat pemerintah menetapkan kawasan konservasi demi melindungi
kekayaan hayati Sumatra. Status kawasan konservasi itu macam-
macam: cagar alam, suaka margasatwa dan taman nasional. Di luar
kawasan tersebut, membentang kawasan hutan dengan berbagai
fungsi: hutan produksi, hutan lindung, dan sebagainya.
Seiring perkembangan sains, semakin banyak pihak yang terlibat
dalam konservasi harimau. Para pihak ini mencakup lembaga swadaya
masyarakat internasional dan nasional, yang beraktivitas bersama
otoritas pengelola kawasan konservasi. Sementara itu, di luar kawasan
hutan, sejumlah pihak swasta juga berkontribusi dalam pelestarian
satwa pemangsa ini sesuai dengan kapasitasnya.
Para pelestari melaksanakan berbagai program di kawasan tertentu
yang tercakup dalam lanskap konservasi harimau. Meski programnya
bermacam-macam, namun pada akhirnya bermuara pada kelestarian
harimau sumatra. Artinya: segenap pihak bergerak bersama dalam
ikhtiar menyelamatkan harimau.
Pada saat yang sama, para pihak menyadari cakupan masalah dan
tantangan terlalu luas, sedangkan tenaga, pikiran, dan dana terlalu
terbatas. Disadari pula, aksi konservasi para pihak yang tertuang di
pustaka ini juga hanya mencakup lima tahun terakhir. Pada masa
sebelumnya, banyak pihak sudah bersumbangsih dalam konservasi
harimau. Pada halaman selanjutnya akan dipaparkan kiprah berbagai
lembaga swadaya masyarakat dalam melestarikan harimau. ***
Banda Aceh
S U M ATR A BE R GE R A K
Dari ujung utara sampai selatan, dari tepi pesisir barat
sampai pesisir timur, para pelestari bergiat sepanjang
waktu untuk melestarikan harimau. Upaya konservasi
ACEH tersebar di lanskap konservasi harimau di Bukit
Barisan sampai dataran rendah. Dan, melestarikan
harimau sekaligus juga merawat seisi ekosistem.
Namun, semakin menggumuli pemangsa ini, para
pelestari juga menyadari daya upaya selama ini masih
TAMAN NASIONAL
GUNUNG LEUSER
Medan belum cukup menenangkan hati. Ini juga berarti
bahwa sambil berikhtiar, para pihak juga memetik
pembelajaran.

SUMATRA UTARA

RIAU
Pekanbaru

SUMATR A SUAKA MARGASATWA


BAR AT RIMBANG BALING

Padang
HUTAN LINDUNG TAMAN NASIONAL
BATANGGADIS BUKIT TIGAPULUH

Jambi
JAMBI TAMAN NASIONAL
TAMAN NASIONAL BERBAK SEMBILANG
KERINCI SEBLAT

LEMBAGA PELESTARI
Lokasi para pihak yang melakukan konservasi
harimau tersebar dari utara sampai selatan. Palembang
Para pihak ini terdiri dari: Flora & Fauna
International (FFI) - Indonesia Programme, BENGKULU
SUMATRA SELATAN
Yayasan WWF Indonesia, Forum Konservasi
Leuser (FKL), Wildlife Conservation Society Bengkulu
(WCS) - Indonesia Program, Zoological
Society of London (ZSL) - Indonesia
Programme, dan Penyelamatan dan LAMPUNG

Konservasi Harimau Sumatra (PKHS). Tentu, TAMAN NASIONAL


WAY KAMBAS
selain lembaga itu, masih ada lembaga TAMAN NASIONAL
BUKIT BARISAN SELATAN
lain yang berkontribusi dalam pelestarian Bandarlampung
harimau. Seluruh lembaga ini bekerja sama
dengan unit pelaksana teknis di setiap
kawasan konservasi.

KAWASAN
KONSERVASI
TUTUPAN
DI LUAR
HUTAN 2014
TAMAN KILOMETER
NASIONAL
PETA: ESRI, USGS, NOAA, BADAN PLANOLOGI KEHUTANAN,
TAMAN NASIONAL 0 105 210 DIREKTORAT PEMOLAAN DAN INFORMASI KONSERVASI ALAM.

MENJAGA HARIMAU NUSANTARA 129


Banda Aceh

UPAYA SUMATRA
ULU MASEN
Bersama tujuh komunitas ranger dan Kesatuan
Pengelolaan Hutan Wilayah I Aceh, FFI melaksanakan aksi ACEH
konservasi harimau. Dengan memfasilitasi hutan desa,
FFI melibatkan masyarakat dalam pengelolaan hutan di
lanskap harimau. Kegiatan utama di hutan desa: patroli
perlindungan dan monitoring keragaman hayati, sembari
mengembangkan ekonomi setempat.

FAUNA & FLORA INTERNATIONAL (FFI)


INDONESIA PROGRAMME
TAMAN NASIONAL
DUA AKSI KONSERVASI HARIMAU GUNUNG LEUSER
Fauna & Flora International Indonesia Programme bekerja
di dua lanskap: Ulu Masen dan Taman Nasional Kerinci
Seblat. Ulu Masen terdiri dari hutan lindung dan cagar alam,
sebagian lagi hutan produksi, sedikit areal penggunaan
lain, dan non-hutan. Ulu Masen adalah salah satu kawasan
rekomendasi Global Tiger Recovery untuk pemulihan harimau.
Sementara itu, di Taman Nasional Kerinci Seblat, ada area inti
pemantauan harimau dengan dua tim yang bekerja simultan:
Pelestarian Harimau Sumatera Kerinci Seblat (PHSKS) dan
Monitoring Harimau Sumatera Kerinci Seblat (MHSKS). Tim
pertama berfokus pada penegakan hukum dan patroli; tim
kedua memantau populasi harimau. Di luar taman nasional,
FFI mendampingi masyarakat untuk mengelola hutan dengan
skema perhutanan sosial. Ringkasnya, FFI bekerja di dua sisi:
di dalam dan di luar kawasan konservasi.

PERHUTANAN SOSIAL
Fauna & Flora International bekerja di lima Kesatuan
Pengelolaan Hutan Produksi untuk mengembangkan
perhutanan sosial di kawasan penyangga Taman Nasional
Kerinci Seblat. Skema yang dikembangkan: hutan desa dan
hutan adat. Keberadaan hutan desa dan hutan adat dapat
memperluas habitat dan menjadi koridor bagi harimau di
sekitar taman nasional. Pengelola hutan desa dan hutan
adat berpatroli untuk perlindungan dan pemantauan
keanekaragaman hayati.

HUTAN DESA DAN HUTAN ADAT

41 64,9 DESA RIBU HEKTARE

SEDANG PROSES IZIN, HUTAN DESA DAN HUTAN ADAT

14 22,9 DESA RIBU HEKTARE

Sebaran skema perhutanan sosial di wilayah penyangga Taman


Nasional Kerinci Seblat. Inisiatif ini menautkan banyak pihak
dalam upaya konservasi harimau, pembangunan desa, dan
ekonomi lokal.
KPHP UNIT VI MERANGIN 76,137 hektare
KPHP UNIT VII HULU SAROLANGUN 121,102
KPHP UNIT I KERINCI 34,250
KPHP UNIT II BUNGO 56,728
KPHP UNIT III BUNGO 69,064
Medan

SUMATRA UTARA

AREA DIPERBESAR

RIAU

Pekanbaru

SUMATR A TAMAN NASIONAL


BAR AT BUKIT TIGAPULUH

Padang

LANSKAP KERINCI SEBLAT


TAMAN NASIONAL
Bersama Balai Besar Taman BERBAK SEMBILANG
Nasional Kerinci Seblat, FFI
JAMBI
rutin berpatroli dan memantau Jambi
populasi harimau di area TAMAN NASIONAL
pemantauan intensif. KERINCI SEBLAT

TUTUPAN HUTAN 2014

KAWASAN
KONSERVASI WILAYAH
DI LUAR KERJA FFI
TAMAN NASIONAL

TAMAN NASIONAL SU M AT R A S E L ATA N


KILOMETER

0 105 210
BENGKULU
PETA: ESRI, USGS, NOAA, BADAN PLANOLOGI KEHUTANAN, DIREKTORAT
PEMOLAAN DAN INFORMASI KONSERVASI ALAM. TEKS: FAUNA & FLORA
INTERNATIONAL (FFI) - INDONESIA PROGRAMME.

Bengkulu
LANSKAP
K E R I N C I S E B L AT

Kamera jebak merekam harimau sumatra dan kucing emas


di kawasan hutan desa di lanskap Kerinci Seblat. Citra ini
membuktikan kawasan hutan desa memiliki daya dukung untuk dua
pemangsa dari keluarga kucing ini. Untuk melindungi satwa liar
dan tumbuhan, masyarakat pengelola hutan desa berpatroli secara
berkala.

FOTO: KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN


FAUNA & FLORA INTERNATIONAL - INDONESIA PROGRAMME
Banda Aceh
UPAYA SUMATRA

ACEH
YAYASAN WWF INDONESIA (WWF) SAMARKILANG

TANAH AIR HARIMAU


Untuk membantu memulihkan harimau, jaringan WWF
mendeklarasikan penyelamatan 50 Tiger Heartlands di bawah
program global. Lima di antaranya berada di Sumatra karena
kekritisannya untuk ketahanan populasi harimau sumatra. TAMAN NASIONAL
Karena keunikan dan tingginya tingkat ancaman, harimau GUNUNG LEUSER
di Sumatra membutuhkan perhatian khusus dari WWF dan
komunitas global. Visinya: untuk mendapatkan ketahanan
populasi jangka panjang dengan memfokuskan pada kawasan
– kawasan yang menjadi target inisiasi berdampak tinggi.
Dari 2018 hingga 2025, WWF – Indonesia akan memfokuskan
pada penyelamatan populasi harimau dan habitatnya di lima
Tiger Heartlands di Sumatra: Rimbang Baling, Bukit Batabuh-
Bukit Tigapuluh, Batanghari, Bukit Barisan Selatan, dan
Samarkilang. Pendekatannya, mengintegrasikan berbagai
pendekatan bersama para pihak.

DARI LANSKAP KE LANSKAP


WWF bersama mitranya aktif di beberapa lanskap harimau.
Di Sumatra bagian tengah, WWF berkolaborasi dengan Balai
Besar KSDA Riau, YAPEKA dan INDECON melaksanakan
program IMBAU. Di Rimbang Baling, WWF mempelajari
dan mengangkat kearifan lokal dalam menjaga hutan dan
sungai. Kearifan masyarakat dijadikan model dan contoh
untuk pengembangan di wilayah lain di Sumatra maupun
dunia. Kerjasama juga dikembangkan WWF bersama dengan
berbagai pihak.

PERLINDUNGAN TERINTEGRASI
Mencakup beberapa kegiatan di lapangan dan perkotaan,
baik kegiatan langsung maupun dukungan kebijakan. Di
lapangan, proteksi satwa di habitatnya melalui patroli berbasis
masyarakat dengan teknologi SMART (Spatial Monitoring and
Reporting Tool). Kesadaran dan kebanggaan masyarakat
lokal tentang pentingnya menjaga satwa dan habitatnya
merupakan kunci keberhasilan perlindungan harimau. Di luar
habitat, WWF berupaya meningkatkan efektivitas penegakan
hukum dan menekan permintaan bagian-bagian tubuh satwa
liar langka, melalui perubahan perilaku dan gaya hidup. Pun,
WWF berupaya mendorong pelaksanaan kebijakan, peraturan,
dan perundangan untuk pembangunan berkelanjutan, dengan
memperhatikan kelestarian lingkungan, khususnya satwa dan
kekayaan hayati.

PETA: ESRI, USGS, NOAA, BADAN PLANOLOGI KEHUTANAN, DIREKTORAT PEMOLAAN DAN
INFORMASI KONSERVASI ALAM. TEKS: YAYASAN WWF INDONESIA (WWF).
SAMARKILANG
Aksi konservasi menitikberatkan upaya perlindungan habitat
sebagai daerah tangakapan air dan monitoring spesies
payung, termasuk harimau

Medan LANSKAP RIMBANG BALING - BUKIT BETABUH


Bersama konsorsium IMBAU dan Balai Besar
Konservasi Sumber Daya Alam Riau, WWF melakukan
perlindungan, monitoring harimau, mendukung
kebijakan pengelolaan, dan pemberdayaan
masyarakat. Program pengamanan habitat harimau
dengan tim patroli reguler dan pemantauan
SUMATR A UTAR A anti-perdagangan harimau. Selain itu, WWF
mendorong sinkronisasi kebijakan yang mendukung
konservasi harimau melalui RPJMDes 12 desa
yang sejalan dengan konservasi. Di sektor usaha,
WWF mendukung pihak swasta di dalam maupun
sekitar lanskap untuk mengedepankan kegiatan
berkelanjutan. Target sementara ini 5 perusahaan:
2 perkebunan sawit, 2 hutan tanaman industri, 1
perusahaan kayu alam.
RIAU

Pekanbaru

LANSKAP BUKIT TIGAPULUH


SUAKA MARGASATWA Aksi konservasi bersama Balai Taman
RIMBANG BALING
Nasional Bukit Tigapuluh: menjaga
luas tutupan lahan, monitoring
SUMATR A satwa liar. Mendorong perusahaan
BUKIT BETABUH melakukan restorasi ekosistem dan
BAR AT produksi berkelanjutan melalui
better management practices untuk
Padang
mendukung konservasi satwa liar.
BATANG GADIS TAMAN NASIONAL
HUTAN LINDUNG BUKIT TIGAPULUH
Upaya konservasi BATANG GADIS
harimau masih TAMAN NASIONAL
belum intensif di JAMBI BERBAK SEMBILANG
Jambi
lanskap ini. Alhasil,
belum banyak
pencapaian.

TAMAN NASIONAL
KERINCI SEBLAT

BENGKULU Palembang
BUKIT BARISAN SELATAN
Bersama Balai Besar Taman Bukit Barisan
SU M AT R A S E L ATA N
Selatan dan KPH Batu Tegi, WWF
melakukan perlindungan, penguatan Bengkulu
lembaga konservasi, dan pemberdayaan.
Di Merpas, Bengkulu: penguatan
mitigasi konflik, dukungan kandang anti-
serangan harimau, sekolah lapang. WWF
juga mendukung penyusunan rencana LAMPUNG
pembangunan wilayah yang ramah
satwaliar, dan penegakan hukum. TAMAN NASIONAL
TAMAN NASIONAL KPH BATUTEGI WAY KAMBAS
TUTUPAN HUTAN 2014 BUKIT BARISAN SELATAN
Bandarlampung
KAWASAN
KONSERVASI WILAYAH KILOMETER
DI LUAR KERJA WWF
TAMAN NASIONAL 0 105 210

TAMAN NASIONAL
LANSKAP
RIMBANG BALING

Harimau memiliki wilayah jelajah


luas, yang meliputi berbagai
macam medan. Harimau juga
mampu melintasi pegunungan
terjal, yang membuktikan ia
tangguh dan mampu beradaptasi
nyaris di segala kondisi
lingkungan.
FOTO: WWF INDONESIA - BALAI BESAR KSDA RIAU
UPAYA SUMATRA

FORUM KONSERVASI LEUSER (FKL)

MELINDUNGI EKOSISTEM LEUSER


Hingga awal 2018, Forum Konservasi Leuser
mengoperasikan 25 tim perlindungan satwa liar atau Wildlife
Protection Team, khususnya di kawasan hutan habitat
satwa liar, termasuk harimau sumatra di Kawasan Ekosistem
Leuser di Aceh. Kawasan ekosistem Leuser mencakup
lanskap konservasi harimau Leuser - Ulu Masen: Taman
Nasional Gunung Leuser, Ulu Masen, Samarkilang, dan
Suaka Margasatwa Rawa Singkil. Forum Konservasi Leuser
bekerjasama dengan Balai Besar Taman Nasional Gunung
Leuser, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh, dan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Aceh.

MENYISIR LEUSER
Setiap tim patroli terdiri dari empat masyarakat dan seorang
jagawana dari pihak berwenang. Anggota dari masyarakat
dilatih untuk patroli antiperburuan satwa. Distribusinya: 15 tim
di Leuser bagian barat: Aceh Tenggara, Subulussalam, Aceh
Selatan dan Aceh Barat Daya; dan 8 tim di Leuser bagian
timur: Gayo Lues, Aceh Timur, Bener Meriah, Aceh Tengah
dan Aceh Tamiang.

PEMANTAUAN POPULASI
Monitoring populasi dan habitat harimau sumatra juga
menjadi bagian dari tugas tim perlindungan satwa liar. Tim
mengumpulkan data keberadaan harimau sumatra di lokasi-
lokasi patroli yang menyentuh seluruh kawasan Ekosistem
Leuser. Selain itu, di beberapa lokasi penting tim memasang
kamera intai. Pada 2017, FKL memasang 50 kamera intai
di beberapa kawasan penting di Leuser. Begitu juga FKL
mengoperasikan 19 tim monitoring dalam Survei Okupansi
Harimau Sumatra (Sumatra Wide Tiger Survey) bersama
Wildlife Conservation Society.

PANTAU KEJAHATAN HUTAN


Pemantauan kerusakan hutan Leuser dilakukan tim khusus
terlatih. Ada 12 tim di seluruh Ekosistem Leuser: Aceh
Tamiang, Aceh Timur, Aceh Tenggara, Gayo Lues, Bener
Meriah, Aceh Singkil, Subulussalam, Aceh Selatan dan
Nagan Raya. Selain itu, FKL mengaktifkan 4 tim monitoring
perdagangan satwa liar. Data-data dilaporkan ke pihak
berwenang untuk penegakan hukum. Bersama Taman
Nasional Gunung Leuser, FKL memasang kamera jebak untuk
memonitor perburuan di beberapa akses penting ke taman
nasional.

SELAMA PATROLI 2014 - 2017, TIM MENGAMANKAN:

4.542 300 jerat, di antaranya jerat harimau.

PETA: ESRI, USGS, NOAA, BADAN PLANOLOGI KEHUTANAN, DIREKTORAT PEMOLAAN DAN
INFORMASI KONSERVASI ALAM. TEKS: FORUM KONSERVASI LEUSER (FKL).
Banda Aceh

ACEH
KAWASAN EKOSISTEM KAWASAN EKOSISTEM LEUSER
LEUSER
Kawasan ini membentang di Aceh dan Sumatra Utara,
mencakup lanskap penting dan luas bagi konservasi
harimau sumatra.

TAMAN NASIONAL
GUNUNG LEUSER

Medan

SUAKA MARGASATWA
RAWA SINGKIL

SUMATRA UTARA

RIAU

RESTORASI HUTAN
Restorasi kawasan hutan dilakukan terhadap
3.000 hektare lahan kelapa sawit ilegal yang Pekanbaru
telah diserahkan kepada pemerintah Aceh
pada 2009 – 2011. Dari luas tersebut, baru
2.000 hektare yang telah dikembalikan
fungsinya sebagai hutan. Di sebagian wilayah
restorasi, FKL bersama masyarakat yang
menanami bekas perkebunan ilegal dengan
tanaman hutan serba guna: durian, jengkol,
petai, aren, asam gelugur dan lainnya. SUMATR A
Kawasan hutan yang direstorasi merupakan Padang BAR AT
habitat penting harimau sumatra.

JAMBI

TAMAN NASIONAL
KERINCI SEBLAT

AREA DIPERBESAR KAWASAN


KONSERVASI
DI LUAR
TAMAN NASIONAL

TUTUPAN WILAYAH KERJA FKL


BENGKULU
HUTAN 2014
KILOMETER

TAMAN NASIONAL 0 105 210

Bengkulu
Banda Aceh

UPAYA SUMATRA
ACEH
WILDLIFE CONSERVATION SOCIETY (WCS)
INDONESIA PROGRAM

TEMUKAN-LINDUNGI-INSPIRASI
Dalam menjalankan misinya, Wildlife Conservation Society
menerapkan tiga strategi pokok: intervensi berbasis sains,
pengembangan kemitraan, dan penggalangan dukungan
TAMAN NASIONAL Medan
masyarakat. Untuk mencapai tujuannya, WCS memakai GUNUNG LEUSER
pendekatan “Menemukan-Melindungi-Menginspirasi”
atau “Discover-Protect-Inspire”. WCS menerapkan strategi
konservasi harimau tersebut di Taman Nasional Gunung
Leuser, Suaka Margasatwa Rawa Singkil, Taman Nasional SUAKA MARGASATWA
Bukit Barisan Selatan, Bukit Balai Rejang Selatan, dan Taman RAWA SINGKIL

Nasional Way Kambas. Bersama Balai Besar Taman Nasional


Bukit Barisan Selatan, Balai Taman Nasional Way Kambas,
Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser, Balai Konservasi
Sumber Daya Alam Aceh, dan Balai Konservasi Sumber
Daya Alam Bengkulu, WCS melaksanakan upaya konservasi
tersebut.

DAYA UNGKIT DALAM KONSERVASI


Sebagai mitra Direktorat Jenderal Konservasi Sumber
Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan, WCS membangun kapasitas lembaga dan
meningkatkan daya ungkit dalam menjalankan misi konservasi.
Membangun landasan kelembagaan yang lebih kuat dengan
memperkuat WCS sebagai organisasi untuk mendukung
berbagai program konservasi. Pun, WCS meningkatkan
daya ungkit untuk memaksimalkan sumber daya yang dimiliki
sehingga mendapatkan dampak lebih nyata melalui kemitraan
dan keterlibatan yang lebih besar dalam pengembangan
kebijakan publik.

AKSI DI TINGKAT TAPAK


Di tingkat tapak, WCS mengembangkan berbagai aksi
konservasi bersama balai taman nasional dan balai konservasi
sumber daya alam terkait. Untuk mitigasi konflik manusia
dengan harimau, WCS mengajak masyarakat di kawasan
penyangga untuk membangun kandang anti-serangan satwa
liar. Di sejumlah desa penyangga taman nasional, WCS juga
mendorong satuan tugas masyarakat yang mandiri dalam
menangani konflik. Dalam hal ini, ada tim Wildlife Response
Unit (WRU) yang menanggapi dan mendampingi satuan
tugas. Upaya penegakan hukum melalui Wildlife Crime Unit
dan Forest Crime Unit. Sementara itu, WCS juga mendukung
balai taman nasional meningkatkan efektivitas pengelolaan
kawasan konservasi dengan management effectiveness
tracking tools (METT).

PETA: ESRI, USGS, NOAA, BADAN PLANOLOGI KEHUTANAN, DIREKTORAT PEMOLAAN DAN
INFORMASI KONSERVASI ALAM. TEKS: WILDLIFE CONSERVATION SOCIETY (WCS) - INDONESIA
PROGRAM.
LANSKAP LEUSER - RAWA SINGKIL
Aksi konservasi harimau bersama Balai Besar Taman Nasional
Gunung Leuser dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh
berupa monitoring populasi harimau dan mangsanya, patroli
kawasan, migitasi konflik manusia-satwa liar, dan penegakan
hukum. Selain itu, WCS mendukung balai taman nasional
meningkatkan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi.
Sementara di Suaka Margasatwa Rawa Singkil, dilakukan patroli
pengamanan kawasan, dan migitasi konflik manusia-satwa liar,
termasuk harimau.

SUMATRA UTARA

RIAU

Pekanbaru

KAWASAN TUTUPAN
KONSERVASI HUTAN
DI LUAR 2014
TAMAN NASIONAL
TAMAN NASIONAL

WILAYAH KERJA WCS


SUMATR A
BAR AT
Padang

JAMBI Jambi
TAMAN NASIONAL
BERBAK SEMBILANG

TAMAN NASIONAL
KERINCI SEBLAT

Palembang

BENGKULU

SUMATRA SELATAN Bersama Balai


BUKIT BARISAN SELATAN - Taman Nasional
BUKIT BALAI REJANG Bengkulu Way Kambas,
Upaya bersama Balai WCS memonitor
Konservasi Sumber Daya Alam populasi harimau,
Bengkulu dan Balai Besar patroli kawasan,
BUKIT BALAI
Taman Nasional Bukit Barisan REJANG SELATAN migitasi konflik
Selatan untuk memantau LAMPUNG manusia-satwa dan
populasi, patroli perlindungan, penegakan hukum.
migitasi konflik, satgas mandiri
TAMAN NASIONAL
konflik, dan kandang anti-
WAY KAMBAS
serangan satwa liar.
TAMAN NASIONAL
KILOMETER BUKIT BARISAN SELATAN Bandarlampung
0 105 210
LANSKAP
BUKIT BARISAN SELATAN

Anggota tim Wildlife Response


Unit WCS memasang kamera
jebak di permukiman di seputar
Taman Nasional Bukit Barisan
Selatan. Pengetahuan mitigasi
konflik dari WCS membekali
warga dalam menanggapi
hadirnya harimau di permukiman.
Di wilayah ini, sebagian peternak
membangun kandang anti-
serangan satwa liar.
FOTO: AGUS PRIJONO
UPAYA SUMATRA
SUMATRA UTARA
ZOOLOGICAL SOCIETY OF LONDON (ZSL)
INDONESIA PROGRAMME

KONSERVASI HARIMAU DI LANSKAP GAMBUT


Hamparan hutan rawa gambut di Sumatra terbentang di
pesisir timur, di antaranya lanskap Berbak-Sembilang.
Sejak 1990-an, tekanan terhadap lanskap ini meningkat
karena pesatnya pertumbuhan penduduk yang diikuti
dengan pembukaan lahan, pembalakan, dan kebakaran
hutan. Kebakaran hutan di rawa gambut menjadi isu utama
kehutanan dan perubahan iklim, yang berpengaruh terhadap
ekonomi nasional. Bekerjasama dengan Balai Taman
Nasional Berbak-Sembilang, ZSL membentuk unit patroli
Tiger Protection and Patrol Unit (TPPU) dan cyber tracker
untuk pengelolaan informasi. Untuk keberlanjutan program,
unit ini beranggotakan polisi hutan dan masyarakat mitra
polhut yang berpatroli setiap bulan. Upaya perlindungan
tersebut diiringi dengan upaya di luar kawasan: edukasi,
pendampingan masyarakat serta mitigasi konflik. Selain di
Berbak-Sembilang, ZSL juga berupaya di Suaka Margasatwa
Dangku bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam
Sumatra Selatan.
MENGAJAK MASYARAKAT
Pemberdayaan masyarakat juga salah satu kunci bagi
kelestarian harimau di Berbak-Sembilang. Program
kemasyarakatan yang telah, dan sedang, berjalan meliputi
peningkatan produktivitas kakao dan karet. Program ini untuk
meningkatkan ekonomi setempat sehingga dapat mengurangi
tekanan masyarakat ke dalam kawasan taman nasional.

MENELISIK ANCAMAN
Konservasi harimau membutuhkan pengetahuan mengenai
ancaman utamanya. Karena itu, pada 2013 disusun Kajian
Ancaman terhadap Harimau di Berbak-Sembilang (Berbak-
Sembilang Tiger Threat Assessment).Kajian menggali ancaman
dari tiga faktor utama: ancaman langsung terhadap harimau,
ancaman terhadap mangsa, dan ancaman terhadap habitat.
Ketiga ancaman itu dilihat dari tiga sisi: geografis, tingkat
keparahan ancaman, dan kemampuan untuk pulih kembali
tersebab ancaman. Masing-masing memiliki empat tingkat
risiko: sangat tinggi, tinggi, sedang, dan rendah. Hasil kajian
memberikan peta jalan bagi penyelamatan harimau di kawasan
ini. Ada sejumlah rekomendasi. Pertama, membentuk unit
penegakan hukum dan mitigasi konflik. Kedua, menciptakan
sistem manajemen adaptif berdasarkan monitoring dan
intervensi manajemen yang efektif. Ketiga, menciptakan dasar
hukum untuk melindungi habitat harimau di luar kawasan
lindung dan menerapkannya di dalam dan di antara lanskap
harimau prioritas. Dan terakhir, mempertahankan konektivitas
antara habitat yang terfragmentasi untuk konservasi harimau.

AREA DIPERBESAR
PANTAU POPULASI BERBAK per 100 kilometer persegi

2010 2015 2018

1,02 1,2 1,6

Pekanbaru

RIAU Distribusi harimau terkonsentrasi


di area inti harimau Berbak (Berbak
Tiger Core Area). Hal ini bagaikan
pisau bermata dua. Di satu sisi,
upaya perlindungan dapat semakin
terarah dan terfokus di core area.
SUMATR A Di sisi lain, populasi harimau
BAR AT sangat rentan perburuan ataupun
Padang penurunan keragaman genetika
dalam jangka panjang.

TAMAN NASIONAL
BERBAK-SEMBILANG
Jambi
JAMBI

TAMAN NASIONAL
KERINCI SEBLAT
Pangkalpinang

SUAKA MARGASATWA
DANGKU

Palembang
BENGKULU

SUMATRA SELATAN

Bengkulu

TUTUPAN HUTAN 2014

KAWASAN
KONSERVASI WILAYAH LAMPUNG
DI LUAR KERJA ZSL
TAMAN NASIONAL
TAMAN NASIONAL
TAMAN NASIONAL
TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS
KILOMETER BUKIT BARISAN SELATAN
0 105 210
Bandarlampung
PETA: ESRI, USGS, NOAA, BADAN PLANOLOGI KEHUTANAN, DIREKTORAT
PEMOLAAN DAN INFORMASI KONSERVASI ALAM. TEKS: ZOOLOGICAL SOCIETY
OF LONDON (ZSL) - INDONESIA PROGRAMME.
FOTO: TAMAN NASIONAL BERBAK-SEMBILANG
LANSKAP
BERBAK
SEMBILANG

Saat berpatroli, tim Tiger


Protection and Patrol Unit (TPPU)
Taman Nasional Berbak Sembilang
memergoki dan menangkap
pembalak liar. Dari sisi habitat, ada
beberapa ancaman langsung dan
tak langsung yang berpengaruh
terhadap harimau. Pembalakan liar
merupakan salah satu ancaman
tertinggi bagi habitat harimau di
Berbak-Sembilang.
UPAYA SUMATRA

PENYELAMATAN DAN KONSERVASI


HARIMAU SUMATERA (PKHS)

KIPRAH DI LANSKAP YANG TERKUCIL Pekanbaru


Ancaman utama kelestarian harimau di
Taman Nasional Way Kambas adalah perburuan
dan perkawinan sedarah. Taman nasional berdiri sendirian
dan terputus dari lanskap harimau yang lain. Lantaran itu,
aliran genetik harimau di kawasan ini sangat rendah. Dalam
kurun 1995-1999 saat hasil penelitian dipublikasikan tercatat
sedikitnya 6 harimau mati akibat perburuan. Kemudian,
dari 1999 - 2005 juga diyakini 6 harimau kembali menjadi
korban perburuan liar. Dengan demikian populasi harimau SUMATR A
di Way Kambas memang sangat terancam kelestariannya. BAR AT
Penyelamatan dan Konservasi Harimau Sumatera (PKHS)
Padang
melakukan aksi konservasinya selama 1995 hingga 2015
bersama Balai Taman Nasional Way Kambas dan Balai Taman
Nasional Bukit Tigapuluh.

TAMAN NASIONAL
KERINCI SEBLAT

PENGUASA WAY KAMBAS


Meski dikelilingi populasi manusia, Taman Nasional Way
Kambas berada dalam kekuasaan harimau sumatra. Daerah
jelajahnya berpusat di Tiger Intensive Monitoring Area (TIMA).
Sedikitnya ada empat harimau yang mendominasi Way
Kambas selama 1995 - 2016.

GEMBONG RAHWANA
Berkuasa selama tiga tahun, kurun Oktober 1995 sampai
Oktober 1998.

BUYUNG
Penerus Gembong, yang berkuasa selama 4 tahun, antara
Oktober 1997 sampai Februari 2001.

GOGON
Penerus Buyung ini terpantau pertama kali pada Juni 1999. Ia
penguasa terlama: 12 tahun, antara 1999 sampai 2011.

GIBRAL
Mendominasi setelah masa Gogon, dan masih berkuasa
hingga 2015.

PETA: ESRI, USGS, NOAA, BADAN PLANOLOGI KEHUTANAN, DIREKTORAT PEMOLAAN DAN
INFORMASI KONSERVASI ALAM. TEKS: MUHAMMAD YUNUS, PENYELAMATAN DAN KONSERVASI
HARIMAU SUMATERA (PKHS).
TUTUPAN HUTAN 2014

KAWASAN
KONSERVASI WILAYAH
DI LUAR KERJA PKHS
TAMAN NASIONAL

TAMAN NASIONAL AREA DIPERBESAR

R I AU

Selama 2002 - 2015, PKHS melakukan aksi


konservasi di Taman Nasional Bukit Tiga
Puluh: pemantauan populasi, mitigasi konflik,
perlindungan dan pemberdayaan masyarakat.

TAMAN NASIONAL
BUKIT TIGAPULUH

Jambi
JAMBI
TAMAN NASIONAL
BERBAK SEMBILANG

Palembang

S U M AT R A S E L ATA N
BENGKULU

Bengkulu

Pemantauan populasi
harimau berjangka panjang
antara 1995-2015, dengan
LAMPUNG menentukan Tiger Intensive
Monitoring Area (TIMA). Ini
adalah kawasan yang cukup
TAMAN NASIONAL luas, dengan tipe habitat
WAY KAMBAS yang mewakili kawasan Way
Kambas. Lokasi TIMA di
tengah kawasan, seluas 13
TAMAN NASIONAL x 13 km persegi, atau sekira
BUKIT BARISAN SELATAN
Bandarlampung 13 persen dari luas Taman
Nasional Way Kambas.
KILOMETER

0 105 210
FOTO: AGUS PRIJONO
LANSKAP
WAY KAMBAS

Tim PKHS memasang kamera intai


untuk memantau populasi dan
habitat harimau di Taman Nasional
Way Kambas. Pemantauan
jangka panjang menunjukkan
lanskap yang kecil dan terpisah
ini mampu menopang populasi
harimau di pesisir timur Lampung.
Sayangnya, pemantauan
untuk sementara waktu
terpaksa dihentikan lantaran
banyaknya kamera yang hilang.
Pertanyaannya: bagaimana nasib
pemantauan harimau di kawasan
ini?
UPAYA SUMATRA

MENELISIK PETAK-PETAK HUTAN

Ekspedisi saintifik: Sumatra Wide Tiger Survei untuk memahami


harimau sembari menumbuhkan generasi konservasi.
Inilah survei terbesar dalam skala ruang dan waktu. Secara
keruangan, survei ini menelusuri hampir sekujur Sumatra, melibatkan
banyak pihak, dan berlangsung selama tiga tahun 2007 - 2009.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama lembaga-
lembaga internasional dan nasional bahu-membahu dalam merancang
dan menuntaskan kerja akbar ini.
Lembaga pelestarian itu meliputi: Wildlife Conservation Society
(WCS), Fauna & Flora International (FFI), Durrell Institute of
Conservation and Ecology (DICE), World Wildlife Fund (WWF),
Zoological Society of London (ZSL), Sumatran Tiger Conservation
and Protection (STCP), Yayasan Leuser Internasional (YLI), dan
Yayasan Badak Indonesia (YABI).
Kolaborasi saintifik ini kerap disebut survei okupansi: Sumatra
Wide Tiger Survey, yang menjadi salah satu capaian penting dalam
konservasi harimau. Demi memahami lebih dekat tentang harimau,
tim survei mendekam ratusan hari di dalam hutan, hidup menyatu
dengan alam, mempelajari distribusinya, satwa mangsanya, habitat
yang disukai dan dihuni karnivor ini.
Untuk satu tujuan, tim menggali pemahaman baru mengenai
dinamika kehidupan harimau. Sebuah pemahaman yang kemudian
menjadi landasan dalam bekerja terarah dan terintegrasi untuk
konservasi harimau.
Demi kepentingan survei, Sumatra dibagi dalam lebih dari 700
petak, yang berdimensi 17 x 17 kilometer. Petak yang ditelisik adalah
petak dengan luas hutan sekurangnya 30 kilometer persegi. Jika
seluruhnya diselimuti hutan, petak itu disurvei paling tidak sejauh
40 kilometer. Pada survei 2007-2009 lalu, para pelestari berhasil
menyigi dan menyisir 394 petak. Dari jumlah petak tersebut, 206 di
antaranya dihuni harimau, yang merentang mulai dari dataran rendah
hingga pegunungan.
Survei okupansi Dan, mempelajari harimau nampaknya memang tidak akan pernah
melibatkan banyak usai. Hari ini, berselang 10 tahun dari survei pertama itu, tentu kondisi
pihak, yang terdiri dari hutan, masyarakat, dan pembangunan telah banyak berubah. Begitu
otoritas pengelola juga sebagian habitat harimau pun mengalami perubahan fungsi
kawasan konservasi, lahan.
pegiat, pelestari, dan Kenyataan itu membuat harimau semakin sulit untuk bertahan
lembaga swadaya hidup. Karena, habitat yang berubah memaksa sebagian harimau
masyarakat bidang
menjelajahi wilayah tak jauh dari aktivitas manusia. Sebagian harimau
konservasi. Hasil
yang lain terpaksa berkonflik, atau menemui ajal di tangan pemburu.
survei ini akan
Sebagian lagi, harimau yang bernasib baik masih berada di relung
memperbaharui data
dan informasi tentang
hutan yang tak tersentuh manusia.
harimau sumatra, dan
Lantaran itu, pada 2018, para pihak kembali memperbaharui
satwa terancam punah pemahaman dan pengetahuan mengenai status populasi harimau di
lainnya. lanskap yang terus berubah. Semula, pendekatan lanskap konservasi
harimau, atau tiger conservation landscape, beserta kategorinya
mengarahkan upaya konservasi di lanskap-lanskap besar.
Dari analisis populasi (population viability analysis [PVA]) para
ahli menyarankan: untuk melestarikan harimau perlu upaya serius
dalam menghubungkan lanskap-lanskap yang terpisah-pisah. Ini
memang langkah maju bagi pendekatan lanskap konservasi harimau.
Tapi, pendekatan ini juga perlu penyempurnaan terus-menerus guna
menjawab tantangan zaman.
FOTO: EDY SUSANTO

MENJAGA HARIMAU NUSANTARA 153


KAWASAN YANG DISURVEI 2007 - 2009
GUNUNG LEUSER
JEJAK SURVEI 2007-2009 KERINCI SEBLAT
Satu dekade silam, para pelestari
menjelajahi 394 petak di lanskap- ULU MASEN 1.229
lanskap harimau sumatra. Dari BUKIT BARISAN SELATAN 1.001
jumlah itu, 206 di antaranya dihuni
harimau, dengan lokasi yang RIAU UTARA 739
merentang mulai dari dataran BUKIT TIGAPULUH 733
rendah hingga pegunungan. Tim
BATANGHARI 726
menempuh perjalanan sejauh 13
ribu kilometer lebih, kira-kira setara BUKIT BALAI REJANG 686
dengan 13 perjalanan pulang balik BETABUH - SOSA 360
dari ujung barat ke ujung timur
BUKIT DUABELAS 336
Jawa. Ribuan kilometer jejak survei
itu untuk mendata keberadaan WAY KAMBAS 330
harimau di setiap petak. Segores 293
BERBAK
cakaran di batang pohon adalah
bukti bernilai untuk menentukan DANGKU 216
apakah sang pemangsa ini RIMBANG BALING 160
mendiami sepetak hutan.
KERUMUTAN 120

NANJAK MAKMUR 120

TESSO NILO 40

Para konservasionis telah mendesain, lalu menyempurnakan SKALA SURVEI


2018 - 2019
metode, dan Sumatra Wide Tiger Survey bisa mulai dijalankan kembali.
Rencananya, para pelestari akan mendata 712 petak yang melibatkan
73 regu yang terdiri dari 354 personel. Survei yang menunjukkan 712 PETAK

kolaborasi para pihak ini melibatkan 43 otoritas kawasan konservasi,


lembaga swadaya masyarakat, donor, dan pihak swasta.
Yang luar biasa, survei yang dahulu baru bisa selesai dalam tiga
43 LEMBAGA

tahun, kali ini akan ditargetkan tuntas dalam satu tahun. Jadi, paling
tidak butuh upaya tiga kali lipat lebih intensif. Ditambah lagi, dalam
73 REGU

survei kali ini, tim juga mencuplik sampel kotoran harimau guna
analisis kepadatan populasi melalui DNA. Inovasi ini menunjukkan 354 PERSONEL

kapasitas pelestari yang semakin berkembang.

MEMBANGKITKAN GENERASI KONSERVASI HARIMAU


Para pelestari muda telah lahir. Pada saat survei pertama, mereka
yang menjadi anggota tim, sebagian telah berkembang, dan kini bisa
memimpin. Itu terutama setelah menuntut ilmu di lapangan dan
berimprovisasi menjalankan upaya konservasi. Sebagian yang lain
menuntut ilmu di berbagai universitas. Bahkan, ada yang belajar di
mancanegara, lalu kembali untuk mengembangkan konservasi.

154 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


KILOMETER
3655
2.767

KOLABORASI SAINTIFIK 2018 - 2019


Survei besar-besaran ini untuk memantau pola sebaran harimau
di seluruh kawasan yang tersisa di Sumatra. Survei digelar
antar-waktu, atau pengulangan dengan jeda tertentu, sehingga
diperoleh sebaran populasi harimau. Selanjutnya, hasil survei dapat
menentukan efektivitas bagi intervensi konservasi harimau. Selain
itu, tim juga juga akan meneliti kawasan-kawasan penyangga.
Dalam perkembangan 10 tahun belakangan, ternyata kawasan
penyangga masih dihuni harimau sumatra.
Survei yang akan berlangsung selama 2018 - 2019 ini memakai
cara yang sama dengan penelitian sebelumnya: metode deteksi
keberadaan harimau. Selain itu, juga akan diketahui faktor-faktor
biofisik dan intensitas gangguan yang mempengaruhi pola sebaran
satwa liar. Kegiatan ini sebagai mandat Strategi Konservasi Harimau
Sumatra 2007 – 2017, dan menjadi bagian terpenting dari kajian
kebutuhan Strategi Konservasi Harimau Sumatra 2018 – 2028.
Dengan membandingkan hasil survei sebelumnya, pengambil
keputusan dan pelaku konservasi dapat mengetahui apakah
populasi harimau cenderung menurun, stabil, atau meningkat, baik
dalam skala ruang dan waktu. Selain mendata harimau, tim juga
meneliti satwa kunci lain: gajah, badak, tapir, serta satwa mangsa
harimau.

Sebagai wahana belajar bersama, Forum HarimauKita memfasilitasi


penyusunan panduan monitoring harimau sumatra. Panduan ini
berisi tata cara survei okupansi, pemantauan kepadatan populasi,
hingga metodologi mencuplik sampel DNA. Ini membanggakan.
Para peneliti dan ahli statistik di tim lapangan berkontribusi
dalam menyusun buku panduan ini. Selain itu, panduan ini juga
diintegrasikan dalam metode pemantauan populasi Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan bahan ajar kurikulum resmi
Pusat Pendidikan dan Latihan Kehutanan.
Upaya-upaya itu untuk membangkitkan semangat generasi muda
yang kelak menjadi tumpuan dalam menyelamatkan harimau—dan
bahkan untuk konservasi spesies lain. Tambahan pula, fokus berbagai
lembaga yang bergiat dalam konservasi harimau telah mengarah pada
peningkatan kapasitas konservasionis Indonesia.
Sepuluh tahun lalu, para pelestari belajar ihwal survei lapangan,
analisis data, dan berbagai upaya konservasi dari pakar internasional.
Tentu tetap memerlukan sumbangsih pakar internasional, namun
pada beberapa tahun terakhir ini, para pelestari jauh lebih mandiri
dalam berbagai aspek konservasi. ***

MENJAGA HARIMAU NUSANTARA 155


Hidup masyarakat di pedalaman Rimbang Baling
sangat dekat dengan alam. Mereka yang sebenarnya
berada paling dekat dengan satwa liar, terutama
harimau. Dengan inisiatif konservasi, masyarakat ini
dapat bersumbangsih dalam menyelamatkan harimau
sumatra.
FOTO: DWI OBLO
Harimau di Taman Margasatwa
Ragunan, Jakarta, menjadi bagian
dari konservasi ex-situ, yang
mendukung pelestarian in-situ.

FOTO: AGUS PRIJONO

158 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


B A G I A N E M PAT

H A R A PA N N U S A N TA R A

GARIS DEPAN
KONSERVASI HARIMAU

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 159


PENGANTAR

PEMBELAJARAN DARI SUMATRA

Para pelestari berbagi pengalaman dalam konservasi harimau


sumatra. Pertukaran ide yang dapat melahirkan sintesis baru.

Pengalaman sejati dalam pelestarian harimau tentu ada di lapangan


dengan segala situasi dan kondisinya. Dari berbagai pelajaran itu para
pemerhati, akademisi, praktisi, dan pegiat konservasi menuangkan
gagasan, pengalaman, dan kegelisahan.
Bab ini lebih tepat disebut sebagai 'atlas' pemikiran dan gagasan
yang mengendap di ruang ingatan para pelestari. Temanya merentang
lumayan luas: dari ikhtiar konservasi di lanskap industri, medis
harimau, kampanye, hingga penegakan hukum. Tentu saja, masih
banyak pelajaran di luar sana yang belum tertuang dalam pustaka ini.
Meski demikian, cakupan pembelajaran dari para pelestari cukup
untuk memindai gerakan konservasi harimau di Indonesia secara
umum. Dan yang terpenting, hikmah kerja keras itu berdasarkan
pengalaman langsung. Di antara berbagai persoalan, seperti diuraikan
para pelestari, terselip harapan, solusi, dan inovasi. Itu juga berarti
melestarikan harimau bagaikan mencari butiran mutiara di lautan
pasir.
Pencarian solusi dan inovasi dalam melestarikan harimau
membutuhkan daya tahan, keteguhan jiwa, dan akal yang peka. (Anda
harus menyisihkan ruang tertentu di sudut sanubari Anda untuk
harimau.) Semangat inilah yang terawat selama beberapa dekade
belakangan, yang menumbuhkan generasi-generasi baru.
Pelajaran dari setiap pelestari berbeda-beda sehingga memperkaya
pertukaran gagasan. Pada tahap selanjutnya, berbagi pengalaman
bisa melahirkan sintesis yang mendorong arah baru dalam upaya
pelestarian harimau sesuai dengan perkembangan zaman.
Dengan begitu, di relung terdalam pelestarian harimau sumatra,
terdapat tuntutan untuk terus berkiprah. Paparan dari para pelestari ini
diharapkan dapat menumbuhkan, dan merawat, asa dalam konservasi
harimau. Kelestarian harimau sumatra menuntut ikhtiar para pihak
sepanjang masa. ***
Sebagai spesies payung, dengan
melindungi harimau sekaligus
mewarat jasa lingkungan, seperti
lanskap Ulu Masen yang teduh ini.
FOTO: DWI OBLO

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 161


KONSERVASI HARIMAU
DI BENTANG ALAM INDUSTRI
DOLLY PRIATNA

Membuka peluang kontribusi bagi pelaku industri dalam


pelestarian harimau sumatra.
Secara global, harimau (Panthera tigris) adalah salah satu ikon
konservasi. Namun, jumlah dan habitat harimau dunia terus menyusut
dari waktu ke waktu. Catatan para ahli menunjukkan, populasi kucing
besar ini anjlok drastis: dari 100.000 pada awal 1900-an, hingga tinggal
3.500 pada saat ini. Bahkan, dalam satu dekade terakhir, jumlah dan
luas daerah sebaran harimau secara global menyusut 40 persen.
Fakta lainnya, dalam lima dekade terakhir, tiga trah harimau
dinyatakan punah: harimau kaspia, harimau bali, lalu menyusul
harimau jawa. Saat ini, satu ras harimau di Cina bagian selatan, Panthera
tigris amoyensis, juga sedang di ambang kepunahan. Populasinya yang
sangat kecil sehingga dinilai tidak ‘layak’ untuk bertahan dalam jangka
panjang.
Demikian juga nasib harimau sumatra (P. t. sumatrae). Luas dan
kualitas habitat raja rimba ini terus menyusut. Tren penyusutan itu
berbanding terbalik dengan meningkatnya populasi manusia dan
masifnya pembangunan ekonomi berbasis lahan.
Upaya menyelamatkan harimau sumatra dari kepunahan bukannya
tidak dilakukan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah
menerbitkan sejumlah kebijakan dan mendirikan kawasan-kawasan
konservasi. Upaya itu disertai dengan aksi nyata guna melindungi
harimau: melindungi habitat, mencegah perburuan-perdagangan,
serta mitigasi konflik manusia dan harimau. Bahkan sejak awal 1980-
an, lebih dari tiga dekade silam, telah banyak keterlibatan berbagai
organisasi konservasi internasional yang turut mendukung pelestarian
kucing terbesar ini.
Namun ironisnya, fakta berbicara lain. Populasi harimau sumatra
ternyata terus menurun. Perkiraan pada 1978 masih ada sekitar 1.000
ekor; prediksi 1987 menyajikan angka 800 ekor; perhitungan 1992
menyebutkan tinggal 500 ekor. Lalu, estimasi dengan metode yang lebih
canggih pada 2010 menunjukkan harimau di alam tinggal 325 ekor.

162 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Harimau jantan Melihat kenyataan ini, nampaknya upaya dan dukungan para
dewasa, Abimanyu, pihak belum cukup efektif untuk menjamin kelangsungan hidup
yang rutin harimau sumatra. Selama ini, barangkali pendekatan intervensi
memanfaatkan konservasi harimau belum tepat. Selama beberapa dekade, para ahli
kawasan lindung dalam percaya, dengan berfokus pada perlindungan di taman nasional, suaka
konsesi hutan tanaman margasatwa, dan cagar alam, sudah cukup memadai untuk mencegah
industri di Sumatra
kepunahan macan loreng ini.
Selatan. Rekaman
Pandangan selama ini yang meyakini harimau hanya menempati
kamera jebak pada
hutan-hutan di kawasan konservasi, ternyata juga keliru. Belakangan,
Desember 2014 ini
menunjukkan bentang
para ahli tahu kalau harimau memanfaatkan belantara lebat sebagai
alam industri dapat
tempat berlindung dan saat induk membesarkan anaknya saja.
bersumbangsih dalam Selebihnya, harimau lebih menyukai ekoton: wilayah transisi antara
konservasi harimau. hutan dengan areal terbuka bersemak belukar. Ekoton memang kaya
hewan ungulata yang menjadi makanan favorit harimau. Terlebih
lagi, harimau ternyata juga melintasi perkampungan yang berbatasan
dengan hutan.
Bahkan baru-baru ini, didapat fakta satwa ini juga menggunakan
areal bersemak di perkebunan sawit, karet, dan hutan tanaman
industri. Bagi harimau sumatra, kawasan budidaya itu sebagai habitat
tambahan tempat mencari makan. Dan yang terpenting, kawasan
budidaya itu juga sebagai batu loncatan dan koridor dalam pergerakan
harimau ke kawasan hutan yang lebih luas.
FOTO: APP SINARMAS

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 163


Mosaik hutan alam dan hutan tanaman di satu konsesi hutan
tanaman industri, dengan berbagai peruntukan lahan lain di
sekitarnya di bentang alam Provinsi Riau. Citra yang diabadikan
pada Oktober 2015 ini menunjukkan kerumunan hutan alam menjalar
di sela hutan tanaman, yang memberikan koridor bagi harimau dan
satwa lain untuk melintas ke wilayah lain.

FOTO: APP SINARMAS

164 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


PENDEKATAN BENTANG ALAM: SEBUAH SOLUSI?
Berkembangnya teknologi dalam dunia konservasi, seperti kamera
jebak, radio pelacak, dan kalung berpiranti GPS, banyak membantu
dalam menambah pengetahuan tentang harimau. Teknologi telah
memperbaiki dalam menaksir populasi, memahami tingkah laku dan
ekologi harimau.
Semakin mudahnya penyebaran informasi juga membuat para
praktisi semakin memahami fakta konflik manusia-harimau yang
semakin meningkat dari waktu ke waktu. Selain perburuan dan
perdagangan bagian tubuhnya, kini disadari konflik menjadi salah satu
ancaman bagi harimau. Dalam beberapa kasus, konflik sering berakhir
ditangkapnya harimau. Tidak jarang, konflik berakhir dengan kematian
harimau akibat amukan masyarakat. Padahal, sering kesalahan bukan
di pihak harimau, namun manusia-lah yang merangsek ke habitat
harimau.
Saat hutan Sumatra masih luas, populasi penduduknya masih
jarang, industri berbasis lahan masih terkendali, manusia dan harimau
sumatra hidup di relungnya masing-masing. Meski ada interaksi,
namun di antara kedua spesies ini tidak saling menekan. Pada kondisi
seperti itu, pendekatan konservasi konvensional yang hanya ‘bermain’
di kawasan konservasi, mungkin cukup untuk melestarikan harimau.
Namun, situasinya kini jauh berbeda. Perubahan besar telah terjadi
selama 30 tahun terakhir: kawasan hutan banyak dirombak menjadi
lahan pertanian, perkebunan, pemukiman, dan infrastruktur. Sebagai
satwa berwilayah jelajah luas, hal itu memaksa harimau harus melintas
dan mencari makan di areal yang berubah. Itu juga berarti harimau
harus mengambil risiko terbesar: berhadapan dengan manusia.
Namun bukan berarti tanpa harapan. Kini, untuk melestarikan
harimau perlu memperhatikan cakupan wilayah yang lebih luas,
melampui batas kawasan konservasi. Dengan kata lain, upaya konservasi
harimau harus menggandeng para pihak di sekitar kawasan konservasi.
Untuk meminimalkan risiko kepunahan harimau, dibutuhkan
pendekatan yang tepat dan inovatif: melibatkan semua aktor di satu
mosaik bentang alam dengan berbagai peruntukan lahan. Dan, juga
mendorong para pihak untuk mengambil perannya masing-masing.
Pendekatan bentang alam atau lanskap konservasi harimau,
telah diperbincangkan sejak lebih dari 10 tahun lalu. Pendekatan ini
dipercaya tepat dan ampuh untuk mengatasi tantangan konservasi
saat ini. Pendekatan ini pun seharusnya dapat digunakan dalam upaya
melestarikan harimau sumatra. Tentu dengan syarat: para pihak, dari
pemerintah pusat, daerah, pelaku usaha, sampai masyarakat di satu
lanskap memiliki persepsi dan tujuan yang sama.

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 165


Masyarakat perlu memahami dan menyadari, mereka berkebun,
berladang, memelihara ternak dan mencari penghidupan di areal
yang juga dihuni harimau. Mereka menggunakan ruang yang sama
dengan harimau, sehingga memahami perilaku ekologinya menjadi
satu keniscayaan. Ini merupakan ‘modal dasar’ untuk menghindari
terjadinya konflik manusia-harimau.
Pada saat yang sama, diperlukan keberpihakan pemerintah
pusat dan daerah pada konservasi harimau, dengan menimbang
keberadaan harimau dalam merancang kebijakan penataan ruang
untuk pembangunan. Selain itu, pemerintah juga harus lebih serius
dalam menjaga dan mengamankan kawasan-kawasan hutan yang
menjadi tanggung-jawabnya. Seiring dengan itu, untuk memberikan
efek jera, pemerintah mesti tegas dalam menegakkan hukum bagi
para pelaku kejahatan kehutanan dan konservasi.
Pada kawasan hutan yang terlanjur berubah, ataupun yang kelak
akan dikembangkan menjadi areal budidaya, ada regulasi yang
mewajibkan setiap konsesi mengalokasikan 10 persen arealnya
untuk kawasan lindung. Kawasan lindung dalam konsesi, baik hak
guna usaha ataupun hutan tanaman industri, penempatannya harus
disesuaikan dengan kebutuhan harimau. Namun, agaknya itu saja
dirasa belum cukup.
Areal-areal konsesi masih perlu dikaji nilainya bagi kepentingan
konservasi. Kajian ini untuk mengetahui secara indikatif, daerah-
daerah mana saja dalam konsesi yang menjadi lintasan dan habitat
harimau, serta areal-areal berhutan mana yang harus dipertahankan.
Dengan demikian, dalam operasionalnya, para pemegang konsesi
dapat mengelola dengan pendekatan ‘pengelolaan terbaik’ (best
practices) agar kawasannya menjadi ramah konservasi harimau.
Para pihak dalam satu bentang alam tidak dapat berupaya secara
parsial. Perlu berkoordinasi, agar bercak-bercak hutan dalam setiap
konsesi dapat berfungsi optimal. Selanjutnya, perlu memetakan
kawasan lindung, areal bernilai konservasi tingggi, areal berhutan
dengan stok karbon tinggi, serta perladangan masyarakat, untuk
memastikan keterhubungan antar-habitat dan koridor harimau
dalam satu lanskap.
Perambahan dan pembalakan liar bisa terjadi di setiap kawasan
hutan. Tidak terkecuali di dalam areal konsesi. Maka, para pelaku
industri sudah semestinya berupaya serius dalam menjaga keutuhan
kawasan lindung, areal bernilai konservasi, areal dengan stok karbon
tingginya, dan mencegah perburuan liar.
Bila hal tersebut dilakukan, areal konsesi dapat berfungsi menjadi
batu loncatan, koridor, dan bahkan habitat tambahan bagi harimau

166 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Babi hutan (Sus di luar kawasan konservasi. Ini bakal menjadi kontribusi signifikan
scrofa) yang hidup di dari pelaku industri dalam pelestarian harimau di Sumatra.
areal hutan tanaman Untuk legalitas eksistensi areal-areal bernilai konservasi tinggi di
merupakan salah satu satu bentang alam, dapat dikemas dalam skema kawasan ekosistem
mangsa favorit harimau. esensial. Inisiasinya dapat didorong melalui Direktorat Jenderal
Mencegah perburuan Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian
hewan mangsa dapat
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang lalu dikukuhkan dengan
menjamin ketersediaan
peraturan daerah. Selanjutnya, pengelolaan bentang alam dapat
pakan di lanskap
dilakukan melalui satu forum, atau memberdayakan Kesatuan
industri, sehingga
Pengelolaan Hutan, yang telah ditetapkan pemerintah untuk
dapat mengurangi
potensi konflik
mengelola setiap jengkal kawasan hutan.
manusia-harimau. Foto Konsep lanskap nampaknya cocok untuk menjawab tantangan
ini diabadikan kamera yang dihadapi dalam konservasi harimau. Saat ini, habitat harimau
jebak pada Oktober di Sumatra sebagian besar berada pada satu mosaik bentang alam
2017 di satu konsesi dengan penggunaan lahan untuk berbagai tujuan. Keadaan tersebut
HTI di Riau. menuntut para pihak untuk mengupayakan terciptanya harmoni
antara manusia dengan harimau.
Hidup ko-eksis ini dapat menghindari pecahnya konflik manusia-
harimau. Lebih jauh, pengelolaan dengan pendekatan bentang alam
dapat mewujudkan pembangunan berkelanjutan, yang menjaga
keseimbangan antara kepentingan sosial-ekonomi dengan konservasi.
***
FOTO: APP SINARMAS

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 167


DESA DAN KONSERVASI HARIMAU
AGUSTINUS WIJAYANTO DAN AKBAR A. DIGDO

Membumikan konservasi harimau dalam pembangunan wilayah


desa.
Tidak sedikit desa-desa yang berdiam di kawasan konservasi,
entah di taman nasional maupun suaka margasatwa. Keberadaan
desa ini menjadi tantangan bagaimana menyeimbangkan upaya
konservasi dan pembangunan desa.
Kebijakan konservasi dan kehutanan memang telah memuat
adanya pemberdayaan dan peran serta masyarakat di sekitar kawasan
konservasi. Namun demikian, sinergi antara kepentingan konservasi
dengan pembangunan desa sering belum optimal di tingkat
tapak. Karena itu, perlu ditempuh pendekatan kreatif yang dapat
menjembatani kedua kepentingan itu.
Peluang untuk itu terbuka dengan terbitnya Undang-undang
Desa. Sesuai amanat undang-undang itu, pembangunan desa
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mendorong
pembangunan desa secara mandiri dan berkelanjutan yang
berorientasi pada ketahanan sosial, ekonomi, dan lingkungan. Desa
juga didorong untuk mengembangkan potensinya dan melestarikan
lingkungan hidup.
Salah satu contoh sinergi pembangunan desa dan konservasi dapat
dilihat di Suaka Margasatwa Rimbang Baling, kelolaan Kesatuan
Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) oleh Balai Besar Konservasi
Sumber Daya Alam Riau. Pendekatan Kesatuan Pengelolaan Hutan
Konservasi dapat digunakan untuk menyelaraskan konservasi harimau
dengan pembangunan wilayah melalui rencana pembangunan jangka
menengah desa (RPJM Desa). Inisiatif ini didampingi Program
IMBAU (WWF-YAPEKA-INDECON).
Upaya untuk memasukkan aspek konservasi telah dimulai sejak
penggalian gagasan pada tahap kajian keadaan desa. Sementara
itu, pihak KPHK diharapkan dapat mewadahi masyarakat untuk
melakukan kegiatan lestari di blok pemanfaatan dan blok khusus di
suaka margasatwa.

168 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Suasana pagi di Pengelolaan Suaka Margasatwa Rimbang Baling memang terbagi
kampung tua Ludai, dalam beberapa blok: perlindungan, pemanfaatan, blok khusus,
yang berada di rehabilitasi, religi, budaya, dan sejarah. Blok pemanfaatan ditetapkan
dalam kawasan Suaka karena letak, kondisi, dan potensinya, sesuai untuk pemanfaatan
Margasatwa Rimbang jasa lingkungan.
Baling. Kampung Blok pemanfaatan dapat mewadahi pemanfaatan jasa lingkungan
tua ini masuk dalam secara lestari, seperti wisata alam, pemakaian air, dan lainnya, sesuai
blok khusus, untuk
aturan yang berlaku. Selain itu, blok ini juga memberikan peluang bagi
mewadahi adanya
masyarakat untuk memanfaatkan sumber daya di suaka margasatwa.
pemukiman sebelum
Sedangkan blok khusus untuk mewadahi keberadaan masyarakat yang
ada suaka margasatwa.
sudah ada sebelum penunjukan suaka margasatwa, dan menampung
pembangunan strategis nasional.
Sementara dari sisi desa, rencana pembangunan desa dapat
mewadahi kegiatan yang mendukung konservasi di blok pemanfaatan
dan blok khusus. Contoh bagus menautkan konservasi dengan
pembangunan desa terlihat dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Desa Tanjung Belit dan Batu Sanggan di Kecamatan
Kampar Kiri Hulu, Kampar. Tanjung Belit adalah desa penyangga,
sementara Batu Sanggan berada di dalam suaka margasatwa.
Rencana pembangunan kedua desa tersebut telah memasukkan
aspek-aspek yang beririsan dengan konservasi. Dalam rencana
bidang pembinaan kemasyarakatan misalnya, tercantum kegiatan
FOTO: DWI OBLO

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 169


Salah satu praktik pembangunan berkelanjutan berupa
pertanian intensif di lahan warga Desa Tanjung Belit. Pertanian
intensif dapat mencegah pembukaan lahan baru yang dapat
mengganggu habitat harimau (atas). Kearifan lokal menjadi
modal sosial untuk mendorong masuknya upaya konservasi
dalam pembangunan desa, seperti panen ikan di lubuk
larangan di Kampung Ludai (kanan). Sebaliknya, pengelola
kawasan konservasi sepantasnya memberi ruang partisipasi
di blok pengelolaan. Dengan skema kemitraan, masyarakat
berkesempatan memanfaatkan jasa lingkungan suaka
margasatwa, seperti ekowisata dan air.

FOTO: DWI OBLO

170 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 171
MENAUTKAN KONSERVASI DENGAN DESA
Dua kebijakan berpeluang untuk menyelaraskan desa dengan
konservasi. Kebijakan pertama: undang-undang desa;
kebijakan kedua: undang-undang kehutanan dan konservasi.
Kedua kebijakan itu beserta turunannya, dipadukan dalam
bentuk pembangunan berkelanjutan, yang dituangkan dalam
rencana desa dan rencana pengelolaan kawasan konservasi.

KEBIJAKAN DESA
Dokumen rencana tata
Internalisasi di ruang, dan rencana jangka
UU No. 6/2014 Permendagri
desa melalui menengah kabupaten dan
PP No. 43/2014 No. 114/2014
perencanaan desa provinsi.

Hasil kajian di
desa: untuk
memahami potensi, Hasil penyelarasan:
kecenderungan, dan Rencana kegiatan
Pengelolaan modal sosial. yang dituangkan
sumberdaya alam dalam Rencana
Proses Fasilitasi Pembangunan
dan pembangunan
berkelanjutan Pemanfaatan Jangka Menengah
Fasilitasi untuk sumberdaya alam Desa dan kerjasama
Konsep untuk harmonisasi memasukkan dan keterlibatan pengelolaan dengan
kebijakan kehutanan dan pembangunan masyarakat di KLHK.
pembangunan desa. berkelanjutan dalam blok pengelolaan
konteks pembangunan dan rencana
desa dan pengelolaan pengelolaan suaka
kawasan konservasi. margasatwa.
Aksi kegiatan
matapencaharian
UU No. 5/1990, Integrasi vertikal berkelanjutan dan
Permen No. P43/2017
UU No. 41/1999 KLHK: dari pusat Permen No. P44/2017
konservasi.
PP No. 108/2015 sampai tapak

KEBIJAKAN KEHUTANAN Hasil evaluasi untuk


memperbaiki konsep Monitoring
pembangunan dan evaluasi
berkelanjutan.

IRISAN DESA DENGAN KONSERVASI

DESA KAWASAN KONSERVASI


Desa menuangkan berbagai kegiatan di rencana Pengelolaan kawasan konservasi berdasarkan
pembangunan jangka menengah, sesuai tata ruang kelola sesuai dengan tujuan: perlindungan,
ruang dan sumber dayanya. Bagi desa di batas pengawetan dan pemanfaatan. Di ruang kelola
ataupun berada di kawasan konservasi, melalui atau blok pemanfaatan, pengelola menampung
rencana pembangunan itulah, desa memasukkan kepentingan desa. Bentuk pemanfaatan bersifat
aspek konservasi, seperti patroli kawasan lestari: ekowisata, air, dan jasa lingkungan lain.
ataupun tim mitigasi konflik mandiri. Kegiatan Pengelola juga dapat berkontribusi bagi desa
konservasi sesuai dengan keadaan setempat. melalui pemberdayaan masyarakat.

172 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


PEMBELAJARAN DARI RIMBANG BALING
DAPAT MENJADI PERTIMBANGAN
DALAM MENYELARASKAN KEPENTINGAN
KONSERVASI DAN PEMBANGUNAN DESA
DI TEMPAT LAIN.

penyadartahuan mitigasi konflik dengan binatang buas. Demikian


juga, dalam bidang pemberdayaan masyarakat yang memasukkan
pelatihan mencegah kebakaran lahan dan hutan, pengelolaan hutan
berbasis masyarakat, biogas, dan lainnya.
Dalam rencana pembangunan dua desa itu, masyarakat diajak
untuk mengoptimalkan lahan garapannya dengan tanaman produktif,
tanpa membuka lahan baru yang menganggu habitat harimau. Desa
juga memahami bagaimana memperlakukan lingkungannya untuk
berinteraksi dengan satwa liar.
Selain itu, media radio komunitas, yang dikembangkan di Tanjung
Belit, menjadi sarana bertukar informasi konservasi yang dapat
dijangkau masyarakat di desa-desa hulu yang terpencil. Demikian
juga pemanfaatan jasa lingkungan melalui ekowisata sungai, yang
menjadi salah satu alternatif pemanfaatan berkelanjutan di Batu
Sanggan. Masyarakat mendapat manfaat langsung dan berperan dalam
mengurangi tekanan dalam kawasan yang menjadi habitat harimau.
Pembelajaran dari dua desa tersebut dapat menjadi pertimbangan
dalam menyelaraskan kepentingan konservasi dan pembangunan
desa di tempat lain. Pemberdayaan masyarakat, semisal tim patroli
berbasis masyarakat, dapat didukung dengan pendanaan dari desa.
Sehingga, desa secara langsung mendukung pekerjaan pengelola
kawasan konservasi yang didiami harimau.
Jadi, sudah saatnya pengelola kawasan konservasi terjun ke
lapangan untuk mendapatkan informasi dan masukan dari masyarakat,
pemerintah daerah, desa, dan tokoh adat. Pun, pemerintah desa dan
daerah, sepantasnya membuka diri terhadap masuknya aspek-aspek
konservasi dalam rencana pembangunan wilayahnya.
Dengan begitu, sifat saling membuka diri akan memberikan peluang
bagi sinergi para pihak di tingkat tapak. Kegiatan konservasi menjadi
prioritas di desa; dan sebaliknya, pihak pengelola akan memasukkan
pemberdayaan masyarakat dalam manajemen kawasannya.***

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 173


PENGINTAI DALAM SENYAP
ERNI SUYANTI MUSABINE

Diam-diam, berbagai jasad renik mematikan mengintai populasi


harimau di alam liar.
Harimau sumatra dikenal mampu hidup di hutan dataran rendah
sampai hutan pegunungan. Sayangnya, habitat yang semakin menyusut
memaksa harimau memasuki wilayah aktivitas manusia.
Dengan berkeliaran di pemukiman, harimau dapat dengan mudah
mencari mangsa ternak. Satwa mangsa harimau sumatra memang
tidak terbatas ruminansia liar, tetapi juga hewan domestik. Hanya saja,
dari sejumlah kejadian konflik, nampaknya sakit dan penyakit juga
mendorong harimau mendekati pemukiman.
Pada Desember 2008 misalnya, seekor anak harimau tanpa induk
ditemukan di pinggir jalan desa yang menuju perkebunan sawit PT
Agri Andalas, Bengkulu Tengah, Bengkulu. Ia terlihat lemah. Setelah
mendapatkan perawatan di Laboratorium dan Klinik Kesehatan
Hewan Dinas Peternakan Bengkulu, harimau itu akhirnya mati.
Namun, kematiannya membuka kotak pandora tentang hidup-
mati harimau sumatra. Usai bedah bangkai, ternyata anak harimau
itu mati lantaran penyakit tersebab bakteri.
Memang, siapa pun tak bakal mudah mengetahui harimau liar yang
sakit dan yang sehat. Ini lantaran harimau acap tidak menunjukkan
gejala klinis yang jelas dan khas. Selain itu, sulit juga untuk menjumpai
harimau liar di habitatnya—lalu memeriksa kesehatannya.
Yang sering terjadi: harimau lebih mudah dijumpai di daerah
rawan konflik. Selama ini, harimau terdeteksi sakit atau mengidap
penyakit setelah tertangkap. Jadi, setiap harimau yang diselamatkan
dari jebakan pemburu dan konflik, selalu menjalani pemeriksaan
medis.
Bagi harimau yang selamat dan hidup, pemeriksaan medis untuk
mengetahui status kesehatannya. Kemudian, hasil cek medis menjadi
pertimbangan upaya selanjutnya: ia layak dilepasliarkan, atau harus
dikarantina untuk pengobatan sampai sembuh. Atau, jalan terakhir
terbaik: ia disuntik mati.

174 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Pengobatan dan Pilihan suntik mati tentu dengan beberapa syarat ketat. Pertama,
perawatan medis harimau memang menderita penyakit menular mematikan, yang
harimau korban bisa mengancam sesamanya, satwa lain, maupun manusia. Kedua,
konflik dari Kabupaten peluang untuk sembuh sangat kecil. Dan ketiga, suntik mati untuk
Seluma, Bengkulu, mengurangi derita harimau yang dirundung penyakit.
Mei 2015. Warna dan Sementara untuk harimau yang ditemukan mati, selanjutnya
pola loreng harimau medik melakukan nekropsi atau bedah bangkai. Ini untuk mengetahui
ini pudar lantaran penyebab kematiannya. Apakah ia mati secara wajar; mati karena unsur
digerogoti dermatitis kesengajaan; mati karena sakit atau penyakit. Dari pemeriksaan medis
atau penyakit kulit, dan itu, harimau hidup ataupun mati akan diketahui status kesehatannya.
diselamatkan di kantor Dengan prosedur medis itu, medik veteriner mengetahui beberapa
Balai KSDA Bengkulu. harimau yang dievakuasi dari daerah konflik dan perburuan di
Bengkulu, Jambi, dan Sumatra Barat, menunjukkan kondisi sakit.
Hasil cek medis menyingkap adanya beberapa penyebab penyakit
yang menyerang harimau di alam.
Salah satunya, penyakit tersebab parasit. Penyakit parasiter ini
terlihat dari gejala klinis dan pemeriksaan spesimen. Dari pemeriksaan
spesimen, beberapa harimau yang mati menderita nekrosis hati,
kerusakan ginjal, infeksi paru-paru, dan radang usus.
Penyakit parasiter dari endoparasit, beberapa di antaranya bersifat
zoonosis dari kelas Nematoda, yakni cacing gilig Ancylostoma sp.
Ancylostomiasis menggerogoti kekebalan tubuh sehingga harimau
FOTO: BALAI KSDA BENGKULU

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 175


rawan terserang parvovirus, hepatitis, distemper, serta Toxocara sp
dengan patogenitas tinggi, dan bisa menginfeksi manusia.
Dari sisi konservasi, penyakit parasiter bisa menular dari harimau
sakit ke harimau sehat. Penularan penyakit parasiter bisa melalui satwa
mangsa, ataupun dari hewan domestik yang sakit. Penularan terjadi
saat harimau memangsa hewan domestik yang sakit. Atau, bisa juga
melalui kontaminasi feses, air, dan tanah yang tercemar agen penyakit.
Sementara itu, penyakit dari cacing, ada jenis Paragonimus sp.,
Dipylidium sp. dan larvanya. Infeksi campuran dari cacing-cacing
tersebut menyebabkan kematian harimau dengan beberapa gejala
klinis, seperti dehidrasi, jinak, rambut rontok, dan kurus.
Selain endoparasit, ada juga ektoparasit yang dijumpai pada
harimau sumatra, yaitu Rhipicephalus sp. Infestasi caplak ini dapat
menyebabkan iritasi, dan anemia. Parasit ini juga vektor biologis
penyakit parasit darah protozoa Babesia dan bakteri intraseluler
Ehrlichia canis. Yang terakhir ini, agen penyebab penyakit Erlichiosis
yang sering menyerang anjing.
Penyakit parasit darah yang ditemukan pada harimau adalah
Anaplasmosis dengan gejala klinis berperilaku pasif dan lesu.
Anaplasma spp dilaporkan menyebabkan penyakit pada kucing,
namun belum diketahui prevalensi infeksi, manifestasi penyakit, serta
rekomendasi pengobatannya.
Catatan-catatan medis tersebut menunjukkan penyakit berpotensi
mengurangi populasi harimau di alam liar. Dampak terburuk infestasi
FOTO: BALAI KSDA BENGKULU

176 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Pada 24 April 2013, penyakit parasiter adalah kematian. Ini pernah terjadi pada harimau
tim medik veteriner korban jerat pemburu dan konflik di Muara Emat, Kerinci, Jambi,
memeriksa harimau pada November 2011. Setelah berhasil diselamatkan, harimau nahas
yang menderita itu akhirnya meregang nyawa. Hasil pemeriksaan bedah bangkai
penyakit parasiter. menunjukkan ia terinfestasi berbagai jenis cacing.
Harimau yang lesu Lantas bagaimana mengobati harimau liar yang sakit? Agak sulit
ini diselamatkan dari menjawab pertanyaan ini. Harimau sakit tentu perlu diselamatkan
Talang Sebaris, Seluma, dengan cara ditangkap dengan kandang jebak, lalu diisolasi untuk
Bengkulu (kiri). Dengan pengobatan. Jawaban itu sederhana, tapi rumit.
nekropsi, medik dapat Yang lebih masuk akal: meminimalkan penularan penyakit dari
menelisik adanya larva hewan domestik ke harimau liar. Upaya ini pernah dilakukan dengan
migran pada organ hati
vaksinasi anjing-buru dan anjing piaraan masyarakat yang berdiam di
harimau itu (atas).
kawasan hutan dan di daerah rawan konflik. Selain itu, juga ada
layanan pemeriksaan kesehatan dan pengobatan hewan domestik.
Upaya lain adalah mencegah masuknya anjing-buru babi ke habitat
harimau dan daerah rawan konflik. Ini mengingat beberapa anjing
buru di Sumatra ada yang menderita penyakit yang bisa ditularkan
kepada harimau liar—contohnya, cacing jantung.
Pemukiman yang dekat hutan membuat harimau lebih mudah
berinteraksi dengan manusia. Masyarakat pedalaman Sumatra biasa
memelihara hewan, seperti anjing penjaga dan anjing-buru. Kebiasaan
memelihara ini tentu berisiko membuka kontak penyakit dari hewan
domestik ke harimau liar.
Perlu dipikirkan juga, di masa mendatang, ada tim medik yang bisa
bergerak untuk mencegah penularan penyakit dari hewan domestik
ke harimau—dan sebaliknya. Sejauh ini, yang telah dilakukan adalah
melatih dokter hewan yang tinggal di daerah rawan konflik.
Pelatihan yang berlangsung sejak 2011 sampai 2018 ini salah satu
materinya tentang penanganan medis harimau yang diduga sakit,
harimau korban konflik dan perburuan liar. ***
FOTO: ERNI SUYANTI MUSABINE

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 177


LUKA DAN NESTAPA KONFLIK
SUGENG DWI HASTONO

Dunia medik yang menyingkap harimau-harimau korban konflik


yang sakit dan mengidap penyakit.

Selama ini, saat konflik harimau dengan manusia meletus, perhatian


khalayak lebih tertuju kepada korban manusia. Memang, relatif lebih
mudah menghitung kerugian yang dialami manusia: terluka, ternak
dimangsa, sampai hilang nyawa. Namun, dari pihak lawan, sungguh
tidak mudah untuk menilai kerugian yang dialami harimau. Lagipula,
antara harimau dan manusia tak bisa berkomunikasi secara verbal.
Tim medik konservasi satwa liar dan tim mitigasi berdiri di
antara dua pihak yang bertikai ini. Dan itu tak mudah, lantaran
harus menyelamatkan dua pihak yang bertarung. Dendam dan
amarah dari pihak manusia dapat dibaca dari ucapan dan tindakan.
Tapi, bagaimana membaca amarah atau keluhan harimau?
Dari pengalaman selama menangani konflik harimau dengan
manusia, medik satwa menemukan beberapa kasus sakit – penyakit
yang diderita harimau korban. Barangkali, sakit – penyakit adalah
pertanda lain dari kerugian yang dialami harimau.

TRAUMA FISIK
Sebagai penguasa rantai makanan, dipastikan tidak ada satwa
lain yang akan memangsa harimau. Artinya, agak aneh bila harimau
mengalami trauma fisik. Di alam liar, harimau mengalami trauma
fisik mungkin lantaran berkelahi dengan sesamanya.
Dari hampir semua kasus, harimau mengalami trauma fisik karena
jerat pemburu. Jerat dari senar baja misalnya, dapat melukai telapak
kaki hingga tungkai bawah. Itulah bagian tubuh harimau yang paling
sering terluka jeratan.
Selain itu, harimau korban konflik juga mengalami luka tertembus
peluru, anak panah para pemburu, atau benda runcing-tajam lain.
Bahkan, baru-baru ini seekor harimau betina yang mengandung dua
anak, ditemukan mati tergantung di pinggir jurang akibat jerat sling
yang melingkar di pinggangnya.

178 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Bedah bangkai dari harimau betina korban jerat pemburu untuk
menelisik penyebab kematiannya. Dari pembedahan ini, tim medik
mengetahui sang harimau ini juga sedang bunting dengan dua janin.
Hanya dari kasus konflik dan korban jerat, tim medis dapat menyingkap
harimau liar juga rentan terhadap sakit dan penyakit.

INFEKSI KUMAN
Luka perkelahian, jerat, peluru, benda tajam-runcing yang tidak
mendapatkan penanganan tim medik, berisiko diikuti terinfeksi
kuman (bakteri). Tidak jarang harimau yang ditemukan dengan
luka jerat yang bernanah—tanda pembusukan, sehingga terpaksa
diamputasi untuk membuang bagian yang telah membusuk.
Luka yang tak tertangani dengan baik membuat infeksi menjadi
kronis, yang selanjutnya sepsis atau infeksi menyebar ke bagian tubuh
lain. Bila begitu, sepsis dapat mengancam jiwa harimau.
Pada tingkat yang kronis, tim medik terpaksa mengamputasi
bagian tubuh harimau. Ini bukan hal mudah bagi harimau. Amputasi
menurunkan daya gerak dan kemampuan harimau untuk berburu
demi bertahan hidup di alam liar. Sehingga, harimau yang teramputasi
terpaksa menjalani sisa hidupnya di lembaga konservasi ex-situ.
Ia menjadi harimau berkebutuhan khusus, yang bergantung pada
manusia untuk mendapatkan pakan dan pasangan hidup.
FOTO: FITRIANI DWI KURNIASARI
WILDLIFE CRIME TEAM RIAU/WWF-INDONESIA
CENTRAL SUMATRA PROGRAM
GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 179
INFESTASI PARASIT
Pertama-tama, infestasi parasit tersebab kelompok parasit eksternal
di antaranya caplak dan pinjal. Kedua parasit ini menghisap darah
harimau melalui gigitan di permukaan kulit. Selain menyebabkan
anemia, caplak dan pinjal juga dapat menularkan penyakit, seperti
babesia, anaplasma dan ehrlichia. Perlahan-lahan, penyakit-penyakit
itu membuat harimau menderita malnutrisi—lalu dapat mati.
Sementara itu, cacing pita dan cacing gilig adalah parasit
internal yang sangat mudah ditemukan pada harimau. Harimau
dapat terinfeksi bila memangsa satwa atau ternak yang kebetulan
mengidap kelompok cacing tersebut.
Ancylostoma sp adalah salah satu cacing gilig yang dapat bermigrasi
dari saluran pencernaan harimau: menembus dinding usus, dan
dapat menyebar ke seluruh bagian tubuh. Akibatnya, seringkali anak
harimau yang masih muda dapat terinfestasi cacing ini karena migrasi
dari induk ke janin di dalam kandungan.
Semua jenis cacing akan menghisap darah sehingga harimau
menderita anemia – malnutrisi. Dampak selanjutnya, daya tahan
tubuh harimau merosot, lalu mudah sakit. Migrasi larva cacing gilig
menyebabkan radang dan pendarahan hebat di berbagai organ tubuh
harimau. Bila sudah begitu, nyawa harimau tinggal menunggu waktu.
Luka harimau mengeluarkan darah dan berbau amis yang
disukai lalat. Serangga ini hinggap, lalu menggerogoti jaringan luka,
dan bertelur. Dalam hitungan jam, telur menetas menjadi larva,

180 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Dari pemeriksaan lantas bergerak menuju luka terbuka itu untuk makan jaringan dan
nekropsi pada 13 bersarang. Bila sudah begitu, terjadilah kerusakan jaringan di area
November 2011, tim luka, yang dikenal dengan istilah myasis larva migran.
medik menemukan Bila kebetulan harimau menjilati luka yang menjadi sarang lalat,
cacing dewasa pada bisa jadi larva ikut masuk ke saluran pencernaan. Pada beberapa
saluran cerna harimau kasus, ditemukan larva lalat booth yang melukai, membenamkan diri,
yang dievakuasi dari dan bersarang di saluran pencernaan dan pernapasan.
Desa Muara Emat,
Kerinci, Jambi. GANGGUAN METABOLISME
Harimau yang sudah tua akan mengalami proses penurunan
fungsi organ tubuh. Dehidrasi yang serius misalnya, akan mengurangi
pasokan oksigen dan nutrisi ke sekujur tubuh. Dampak selanjutnya,
harimau tua mengalami kegagalan fungsi organ, atau kematian
jaringan, yang dapat menyebabkan kematian.
Timbunan cairan di dalam rongga perut, atau ascites, umumnya
terjadi karena malnutrisi maupun gangguan fungsi organ sirkulasi darah
dan ginjal. Pada kasus gangguan metabolisme tersebab penurunan
fungsi organ, sangat sulit untuk menyelamatkan si harimau.
Di alam liar, harimau tua dan sakit pasti bersembunyi. Alhasil sulit
menemukan harimau tua yang sakit tersebab gangguan metabolisme.
Kasus harimau mati dari Taman Nasional Bukit Barisan Selatan
pada Maret 2015 misalnya, terindikasi mengalami kerusakan hati.
Timbunan cairan ascites juga pernah ditemukan pada Mei 2014.

FOTO: ERNI SUYANTI MUSABINE

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 181


182 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA
Caplak menyerang
harimau sumatra
yang menjadi korban
konflik (atas). Cacing
nematoda yang
menembus usus dan
bersarang di diafragma
harimau (bawah).
POTENSI ANCAMAN PENYAKIT LAIN
Selain sakit – penyakit di atas, masih ada potensi penyakit lain yang
tak kalah membahayakan bagi harimau. Harimau yang merupakan
hewan dalam familia felidae rentan terhadap infeksi Toxoplasma sp
yang memang memiliki inang utama dari keluarga kucing dan kucing
besar. Terlebih lagi, cara utama penularan toxoplasmosis adalah
memakan daging mentah yang terinfeksi toxoplasma.
Kemudian ada rabies yang disebabkan Lyssa Virus, yang dapat
menyerang semua hewan berdarah panas. Penyakit ini berpotensi
menjadi ancaman, mengingat tim medik pernah menemukan
kasus rabies pada primata, lutung dan makaka—salah satu mangsa
harimau.
Jangan lupa juga, beberapa provinsi di Sumatra: Lampung, Sumatra
Utara, dan Aceh, merupakan wilayah endemis rabies. Toxoplasmosis
dan rabies adalah penyakit yang bersifat zoonosis: dapat menular
dari hewan ke manusia, atau sebaliknya.
Satu lagi penyakit yang mengkhawatirkan: canine distemper virus
(CDV). Ini salah satu penyakit virus yang bersumber dari anjing,
dan beberapa jenis karnivor lainnya. Sejumlah laporan menyebut
CDV dapat menyebabkan perubahan perilaku harimau, yang bisa
berujung kematian.
Potensi penularan penyakit ini semakin besar karena pemburu
babi hutan sering membawa anjing ke dalam hutan. Dalam beberapa
kali insiden konflik, ada kasus harimau yang memangsa anjing. Bila
anjing-buru yang ke hutan maupun anjing yang dimangsa harimau
terinfeksi virus CDV, mereka dapat menularkan penyakit ini ke
harimau. Masuknya pemburu babi bersama anjing ke hutan adalah
ancaman penularan CDV—juga beberapa penyakit lain.
Seluruh penyakit ini memang tak selalu menyebabkan harimau
penderita menemui ajal secara langsung. Tapi, tetap saja memengaruhi
kelestarian populasi karena harimau sakit akan menurun kemampuan
berburunya. Ia lantas terdorong mencari buruan yang mudah di
pemukiman. Dengan demikian, harimau sakit dapat menyulut
konflik. Penyakit CDV juga dapat mengurangi kemampuan bayi
harimau untuk bertahan hidup, ataupun membuat harimau rentan
terhadap penyakit lain.***
FOTO: SUGENG DWI HASTONO (SEMUANYA)

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 183


YANG TERSIRAT
DARI BALIK KONFLIK
MUNAWAR KHOLIS

Pertikaian harimau dan manusia menandakan gejala ekosistem


sedang merana.

Meski konflik merupakan bentuk interaksi yang paling dominan


antara harimau dan manusia, ada beberapa interaksi lain yang juga
perlu dicermati. Dalam perspektif bentang alam, harimau sebenarnya
berinteraksi secara tak kasat mata dalam proses ekosistem. Dalam
proses interaktif itu, harimau memberikan dampak positif maupun
negatif terhadap manusia.
Agaknya, perlu diingat: habitat favorit harimau bukan dataran
tinggi di atas batas vegetasi pegunungan (alpin dan sub-alpin). Dataran
tinggi memang jauh dari manusia dan relatif aman dari perburuan.
Kendati ada harimau yang mendiami dataran tinggi, umumnya dalam
kepadatan rendah. Populasinya tak sepadat, misalnya, dibandingkan
dengan habitat rawa gambut maupun hutan bakau, seperti di Taman
Nasional Berbak-Sembilang.
Dahulu harimau menyukai berdiam di hutan dataran rendah
karena berlimpah satwa mangsa. Selama ada makanan, di situ ia
hidup. Sayangnya, hutan dataran rendah sudah menjadi wilayah yang
didominasi manusia.
Artinya, perombakan habitat di dataran rendah, plus perburuan,
membuat harimau terpaksa pergi meninggalkan wilayah utamanya.
Pilihan lain, jika harimau tak mengungsi, adalah berkonflik dengan
manusia. Ini memaksa harimau menjalani hidup yang sulit. Ia di
bawah ancaman ratusan jerat yang ditebar bagaikan ranjau darat.
Fakta menunjukkan konversi hutan semakin merangsek ke habitat
harimau. Akibatnya, jarak antara aktivitas manusia dengan habitat
harimau semakin beririsan. Terjadilah interaksi yang semakin intensif,
lalu meletus pertikaian.
Data dari berbagai Balai Konservasi Sumber Daya Alam, yang
disusun Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Forum
HarimauKita menunjukkan tingginya konflik. Selama kurun 2001
sampai 2016, terjadi 1.069 insiden konflik dalam berbagai bentuk.

184 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Harimau ini terjerat Dari delapan provinsi di Sumatra, Aceh, Bengkulu, Jambi, dan Riau,
sling di kawasan merupakan empat provinsi dengan insiden konflik terbanyak. Aceh
hutan produksi Air dan Bengkulu didominasi konflik dengan dampak terhadap ternak,
Rami, Mukomuko, sedangkan Riau didominasi konflik yang berujung jatuhnya korban
Bengkulu pada 2012. manusia.
Harimau yang cacat Unit pelaksana teknis, dengan dukungan dari para mitra, sudah
semakin sulit mencari mengelola data konflik sejak 2000-an. Data ini menjadi bekal untuk
mangsa. Seandainya
menyerap pembelajaran dalam memahami dan menangani konflik.
kembali ke alam
Saat ini, juga tersedia call center di setiap Balai Konservasi Sumber
liar, ia akan mencari
Daya Alam, yang membuka saluran bagi masyarakat untuk memberi
mangsa mudah: ternak
di perkampungan.
informasi tentang satwa, konflik, perdagangan liar dan aduan lain.
Artinya, konflik akan
PEMBELAJARAN 1: KONFLIK HARIMAU DAN DEFORESTASI
terus terjadi.
Sebelum heboh kasus harimau Bonita, yang menyita perhatian
masyarakat, Riau sudah dikenal sebagai wilayah yang didominasi
konflik, berupa serangan harimau terhadap manusia. Wajar bila
muncul pertanyaan: apa yang terjadi dengan hutan di Riau? Kenapa
terjadi konflik berskala berat di sana?
Pertama-tama, perlu melihat kondisi habitat serta perubahan-
perubahannya di Sumatra, khususnya Riau. Cara termudah: melihat
data citra satelit—kini, citra satelit mudah diperoleh. Lagipula, ada
pakar yang menganalisis deforestasi berdasarkan citra satelit—meski
FOTO: ERNI SUYANTI MUSABINE

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 185


tak banyak. Referensi yang banyak menjadi rujukan deforestasi di Populasi manusia
Sumatra adalah studi Belinda Margono dan kawan-kawan pada menduduki lahan di
2012 dan 2014. hutan Taman Nasional
Analisis citra menunjukkan menyusutnya hutan Riau selama dua Bukit Barisan Selatan,
dekade terakhir terjadi di dataran rendah, pegunungan, dan wilayah lalu merombaknya
perbatasan lahan basah. Hanya saja, perlu dicatat, tak semua bentuk menjadi kebun kopi.
deforestasi tersebut bertentangan dengan peraturan kehutanan. Di seputar tempat ini,
ditemukan jejak-jejak
Meski begitu, citra satelit ini cukup untuk menampilkan hubungan
harimau. Semakin
deforestasi dengan pola konflik harimau.
masuk ke hutan,
Indikasinya jelas: ada hubungan sebab-akibat antara ketersediaan
manusia tanpa sadar
habitat dan insiden konflik. Lantaran itu, perlu kebijakan lebih kuat meningkatkan risiko
untuk memastikan tersambungnya antar-habitat kecil, dan kualitas konflik.
habitat harimau di daerah rawan konflik. Ini sebagai upaya untuk
mitigasi konflik.
Sebenarnya, pecahnya konflik tidak terjadi secara mendadak.
Sebelum meletus, ada berbagai faktor awal yang saling terkaitan,
yang tanpa disadari membuka peluang konflik. Faktor itu lumayan
banyak, mulai dari deforestasi, degradasi lahan—baik legal maupun
ilegal, perburuan, hingga kebiasaan beternak dengan melepas hewan
piaraan. Dari pengalaman selama dua dekade belakangan terdapat
beberapa pembelajaran utama dalam menanggulangi konflik.
FOTO: AGUS PRIJONO

186 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


PEMBELAJARAN 2: MENANGANI SEJAK MASIH DINI
Pemerintah pusat tidak tinggal diam dalam menghadapi situasi
konflik satwa dan manusia. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.48/Menhut-II/2008 merupakan kemajuan besar dalam membekali
kapasitas dan menempatkan petugas di lapangan untuk menangani
konflik satwa liar. Meski dalam praktiknya masih ada kekurangan,
namun semangat menanggulangi konflik sudah tertanam secara
formal.
Penanganan konflik dilakukan sesuai dengan tingkat risikonya.
Karena itu, diperlukan pemahaman dan penguasaan situasi konflik,
seperti dijelaskan peraturan menteri itu.
1. Risiko rendah. Konflik tidak berpotensi mengancam
keselamatan manusia maupun harimau, tetapi menimbulkan
rasa takut dan tidak aman. Tindakan langsung di lapangan tidak
terlalu mendesak. Perlu tindakan pemantauan dan persiapan
masyarakat untuk menghindari konflik.
2. Risiko sedang. Konflik tidak berpotensi mengancam
keselamatan manusia dan harimau bila dilakukan langkah-
langkah penanganan. Pada tahap ini perlu pengiriman tim
penanggulangan konflik ke lokasi.
3. Risiko tinggi. Konflik berpotensi sangat mengancam
keselamatan manusia bila tidak dilakukan langkah-langkah
penanganan.
Konflik berisiko rendah tentu saja dapat meningkat levelnya jika
tidak ditangani secara dini dengan pencegahan yang tepat. Beberapa
contoh penanganan konflik secara dini: sosialisasi, penghalauan, dan
memperbaiki kebiasan beternak masyarakat dengan mengandangkan
ternak pada sore dan malam hari.
Penanganan konflik sejak dini bertujuan untuk meminimalkan
dampak; mengajak masyarakat berperilaku secara aman di wilayah
yang ada harimau, lalu menghalaunya; dan melakukan antisipasi agar
konflik berkepanjangan dapat dicegah.
Di Aceh misalnya. Kendati jumlahnya terbilang tinggi, namun
sebagian besar konflik berisiko ringan: harimau hanya melintas dan
memangsa ternak. Tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh
dan mitranya segera merespon saat level konflik masih rendah. Respon
cepat ini untuk mencegah dampak konflik berkembang menjadi
membahayakan manusia dan satwa. Metode ini terlihat cukup efektif:
sejak 2011 tidak terjadi lagi kematian harimau akibat konflik.
Dengan demikian, untuk dapat menanggapi saat konflik masih
berisiko rendah, diperlukan sistem pemantauan yang efektif sehingga
informasi dini dapat direspon secara cepat.

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 187


Mitigasi konflik menuntut banyak pihak terlibat. Contohnya: konflik
gajah - manusia di lanskap Bukit Barisan Selatan. Pertikaian terjadi
di hutan kemasyarakatan dalam wewenang Kesatuan Pengelolaan
Hutan. Untuk mengurus si gajah, melibatkan Balai Konservasi
Sumber Daya Alam. Sementara itu, Taman Nasional Bukit Barisan
Selatan juga terlibat karena kawasannya menjadi habitat gajah. Dari
sisi sosial, pemerintah daerah selayaknya mendampingi masyarakat.
Jadi, minimal ada empat pihak berwenang yang terlibat.
FOTO: AGUS PRIJONO

188 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


PEMBELAJARAN 3: PEMBANGUNAN RAMAH LINGKUNGAN
Untuk menangani konflik secara memadai harus dengan
sudut pandang yang luas. Karena itu, prinsip bentang alam dalam
penanggulangan konflik menjadi induk dari segala upaya penanganan
teknis di lapangan.
Pertama-tama, mulai dari pemahaman bahwa konflik merupakan
gejala dari ketidak-seimbangan pengelolaan bentang alam. Strategi
penanggulangan konflik harus melibatkan para pihak yang bekerja
di bidang konservasi, pengelola kawasan hutan produksi, dan
pelaksana pembangunan daerah.
Dampak konflik bagi masyarakat dapat berupa kerugian ekonomi
dalam bentuk ternak atau hilangnya kesempatan untuk bekerja di
kebun lantaran situasi yang rawan. Kerugian paling tak ternilai adalah
hilangnya nyawa.
Tentu saja sudah pasti bahwa merespon konflik sejak dini akan
membutuhkan sumber daya waktu, tenaga, dan finansial yang tidak
sedikit. Karena itu, sudah semestinya tanggung jawab mitigasi
konflik menjadi beban bersama para pihak, sesuai dengan kapasitas
masing-masing. Berbagi peran tersebut akan meringankan beban
penanggulangan konflik.
Konflik perlu ditangani secara komprehensif dari berbagai aspek:
kawasan hutan, satwa mangsa, koridor antar-hutan, keterlibatan
instansi terkait, dan masyarakat. Jadi, jelaslah mitigasi konflik tak
hanya bisa mengandalkan respon ‘reaktif ’. Di wilayah yang rawan
konflik, respon reaktif hanya akan memperburuk keadaan: masyarakat
akan mengambil tindakan sendiri yang bisa membahayakan kedua
belah pihak.
Kegagalan menitikberatkan mitigasi konflik secara komprehensif,
tanpa koreksi terhadap ketidakseimbangan ekosistem, berpotensi
akan terus menggiring harimau ke dalam pertikaian. Jangan sampai
sejarah di Jawa terulang kembali: konflik demi konflik terjadi, korban
berjatuhan, hingga akhirnya menyapu populasi harimau.
Pembangunan ekonomi ramah lingkungan yang tersurat dalam
rencana pembangunan daerah untuk memastikan mitigasi konflik
menjadi bagian tugas strategis pemerintah daerah. Pemerintah daerah
dapat berkontribusi dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat,
memperbaiki daya dukung lingkungan, dan menjaga konektivitas
habitat harimau.
Dengan demikian, konservasi harimau tak hanya menjadi
tanggung jawab institusi konservasi sumber daya alam, tapi juga
menjadi tujuan bersama yang terus digaungkan sebagai wujud nyata
capaian pembangunan berkelanjutan.***

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 189


MERAWAT KERINCI SEBLAT
WIDO R ALBERT

Kerja keras di area pemantauan intensif untuk menangkal


perburuan dan menyigi populasi harimau.

Taman Nasional Kerinci Seblat terbentang seluas lebih dari 1,3 juta
hektare. Dengan luasan tersebut, butuh usaha dan sumber daya yang
tak sedikit untuk upaya konservasi harimau sumatra di bentang alam
Kerinci Seblat.
Komponen pokok dalam upaya konservasi harimau di tingkat
tapak adalah perlindungan dan pemantauan populasi. Dalam
upaya tersebut, Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat bersama
mitra kerja Fauna & Flora International – Indonesia Programme
membentuk tim konservasi harimau. Tim ini terdiri dua unit
kerja: Pelestarian Harimau Sumatera Kerinci Seblat (PHSKS) dan
Monitoring Harimau Sumatera Kerinci Seblat (MHSKS).
Pelestarian Harimau Sumatera Kerinci Seblat bekerja intensif
dalam upaya perlindungan: patroli rutin untuk mencegah perburuan
di dalam dan sekitar taman nasional. Sementara itu, Monitoring
Harimau Sumatera Kerinci Seblat secara berkala memantau populasi
harimau di sekitar Kerinci Seblat.
Usaha perlindungan dan pemantauan yang mencakup seluruh
taman nasional, berada di empat provinsi: Jambi, Sumatra Barat,
Sumatra Selatan, dan Bengkulu, dirasa sangat berat. Apalagi personel
dan dana juga terbatas.
Untuk memaksimalkan perlindungan dan pemantauan, dipilihlah
lokasi prioritas yang menjadi fokus utama patroli intensif dan
pemantauan. Salah satu wilayah fokus tersebut dikenal dengan nama
Core area – Taman Nasional Kerinci Seblat.
Area pemantauan itu terbilang kecil dibandingkan dengan total
luas wilayah taman nasional. Luasnya tidak sampai 1/10 dari luas
taman nasional. Wilayah ini terletak di bagian tengah taman nasional,
yang membentang di Jambi dan Bengkulu. Berdasarkan pengamatan
berkala, core area masih memiliki populasi harimau yang baik.
Namun, tingkat ancaman perburuan juga tinggi.

190 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Tim Monitoring Harimau Sumatera memasang kamera jebak untuk
memantau populasi di lanskap Kerinci Seblat. Kawasan pemantauan
hanya mencakup tak sampai 1/10 dari luas Taman Nasional Kerinci
Seblat yang 1,3 juta hektare. Meski begitu, upaya di area kecil ini
membuktikan patroli dan pemantauan intensif dapat menjaga
populasi harimau, dan menurunkan ancaman perburuan.

FOTO: AGUS PRIJONO

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 191


FOTO: AGUS PRIJONO

192 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Kamera jebak menghasilkan citra
individu-individu harimau di area
pemantauan Kerinci Seblat. Dari citra
yang terkumpul selama beberapa tahun,
tim mengetahui perkembangan populasi
harimau di lanskap ini. Tak jarang,
kamera juga memotret orang-orang yang
memasuki taman nasional secara ilegal.

Tim berpatroli dan memantau populasi secara berkala setiap tahun.


Total 32 individu harimau yang berhasil diidentifikasi dari rekaman
kamera jebak.
Penemuan jerat di daerah ini juga tinggi. Pada 2014 – 2015, tim
membongkar tak kurang 30 jerat harimau aktif. Jerat-jerat ini tidak
saja menyasar harimau, namun juga satwa lain.
Satu kejadian terekam tim monitoring pada 2015: menemukan
kamp pemburu harimau di dalam hutan. Di kamp itu, tim menemukan
kulit segar dan tulang harimau yang baru satu hari dikuliti pemburu.
Daging harimau berserakan dibuang tidak jauh dari kamp. Pada
saat itu, pemburu berhasil kabur.
Beruntung, pemimpin dari perburuan tersebut berhasil ditangkap
pada 2016, lantas divonis 3,5 tahun penjara. Dan pada 2018, salah
seorang pelaku yang kabur pada 2015 berhasil ditangkap pada operasi
penegakan hukum perdagangan kulit harimau. Kulit harimau yang
dijual ternyata adalah harimau jantan dewasa yang terekam kamera
jebak yang dipasang di sekitar core area akhir 2013.
Kerja keras tim pelestarian dan monitoring terbukti berhasil
menurunkan jumlah jerat harimau secara drastis. Selain itu, juga
terekam pertumbuhan populasi harimau, seperti terfotonya seekor
harimau betina secara berkala sejak 2005. Harimau itu terekam sejak
masih anak hingga dewasa, dan ia memiliki wilayah jelajahnya sendiri.
Di salah satu bagian core area, yang semula banyak ditemukan
jerat pemburu, berkat patroli berkala, jumlahnya menurun drastis.
Dan pada saat yang sama, jumlah harimau yang terekam kamera
jebak meningkat. Dulu, di awal pemantauan, saat temuan jerat masih
tinggi, harimau yang terekam kamera hanya dua ekor. Dengan
perlindungan secara berkala, saat temuan jerat menurun, individu
harimau yang terekam kamera semakin meningkat dari tahun ke
tahun.
Dari pemantauan mutakhir, kamera jebak merekam tujuh harimau.
Wilayah core area memiliki populasi harimau yang stabil dari tahun ke
tahun. Dan, dengan menekan tingkat perburuan, diharapkan upaya
konservasi harimau menjadi lebih efektif. ***

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 193


FOTO: EDY SUSANTO

194 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Saat senja menjelang, ibu ini menggiring
kerbaunya ke dekat rumahnya. Pemukiman
di pelosok Kerinci Seblat ini dikelilingi taman
nasional, yang menjadi rumah harimau. Tata
cara beternak ini perlu diperbaiki untuk mitigasi
konflik. Salah satunya caranya: melindungi
ternak di kandang yang kokoh.

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 195


MEMBILANG SANG DATUK
FEBRI A. WIDODO

Menduga populasi harimau di hutan belantara: tantangan dan


peluang inovasinya.

Seperti sudah diketahui secara umum, definisi populasi adalah


kumpulan makhluk hidup yang sejenis dalam suatu area dalam
waktu tertentu. Pertanyaannya, bagaimana menghitung ukuran
populasi?
Jawaban atas pertanyaan ini tergantung pada objek beserta
wilayahnya yang akan diukur. Pendugaan populasi manusia misalnya,
relatif mudah dilakukan karena bisa memakai metode sensus untuk
seluruh penduduk.
Tim sensus mengunjungi satu per satu rumah, lalu mendata
jumlah jiwanya. Tentu saja, tantangannya, sensus mencakup seluruh
wilayah seluas sebaran penduduk.
Itu berbeda dalam menduga populasi harimau sumatra. Pemangsa
ini pemalu, susah dijumpai, dan menghuni wilayah luas di belantara
liar. Sulit membayangkan, untuk mengetahui jumlah harimau
di kawasan tertentu, lantas mengirimkan puluhan orang untuk
menghitung satu-satu. Lagipula, bertemu langsung dengan satwa ini
bukanlah ide yang bagus.
Namun, pendugaan populasi satwa ini penting sebagai dasar
menentukan arah dan upaya konservasi di masa depan. Misalnya saja,
bila populasinya menurun, berarti perlu tindakan konservasi guna
menjaga keseimbangan alam. Karena, sebagai pemuncak mata rantai
makanan, harimau berperan sebagai pengatur ekosistem.
Di masa lalu, karena keterbatasan teknologi, peneliti dan pemerhati
menduga harimau dengan pendekatan sederhana, seperti survei
transek dengan mendeteksi jejak maupun tanda-tanda perjumpaan
lainnya. Hasil deteksi jejak dan perjumpaan ini akan digunakan
dalam menduga populasi dengan pendugaan perpendicular, yang
mempertimbangkan jumlah deteksi dan jaraknya dari transek. Alhasil,
bias perhitungannya lumayan tinggi karena tanpa mengidentifikasi
individu.

196 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Pemasangan kamera Namun, survei transek ini lebih cocok untuk mengetahui kekayaan
jebak perlu ketelitian dan kelimpahan relatif satwa, ketimbang untuk mengukur populasi.
dan kehati-hatian Survei transek juga cocok untuk memprediksi tingkat hunian
agar hasilnya sesuai harimau—daripada untuk menduga populasi. Kendati begitu, dengan
harapan. Salah distance sampling memungkinkan survei transek dapat juga untuk
satunya: memberikan menduga populasi. Survei ini memang relatif mudah dan murah.
penanda ujicoba, dan Hanya saja, salah satu kelemahannya adalah akurasinya sangat rendah.
memastikan kamera
Seiring berjalannya waktu, kebutuhan informasi populasi yang
bekerja dengan baik
akurat mutlak diperlukan. Kemudian, muncul penggunaan metode
sebelum ditinggalkan.
mark - recapture untuk menduga populasi satwa dengan informasi
Tim akan kembali lagi
untuk mengunduh hasil
dasar berupa individu-individu yang bisa dikenali dan diidentifikasi.
jepretan dan mengisi
Berkat teknologi kamera jebak, peneliti dapat mengenali individu
baterai. yang terpotret, lalu menjadi bekal penting dalam memperkirakan
populasinya. Untuk hewan ini, setiap harimau yang terpotret kamera
dapat dikenali melalui perbedaan pola belangnya.
Tantangannya, memasang kamera jebak di alam liar tidak mudah,
entah karena medan yang sulit, cuaca, ataupun kondisi sosial. Tekanan
sosial tak jarang menjadi kendala dalam pemasangan kamera. Ada
saja oknum yang sengaja mencuri ataupun merusak kamera jebak.
Tak ayal, beberapa kali peneliti menemukan kamera hangus terbakar,
hanyut terbawa air, atau malah hilang dicuri seseorang. Padahal harga
kamera jebak tidaklah murah.
FOTO: WWF - INDONESIA/FEBRI A WIDODO

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 197


198 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA
Makan siang sahaja di tengah hutan saat pemasangan kamera jebak.
Menunya: sambal teri, tahu, kerupuk (atas). Untuk survei lapangan
lebih dari dua pekan, setiap orang membawa beban setidaknya 15
kg beras, dan kebutuhan lainnya. Seringkali, tim mesti melewati jalur-
jalur ekstrem demi mencapai titik lokasi pemasangan kamera. Kerja
keras ini kadang berakhir memilukan bila kamera dicuri atau dirusak
orang yang tak bertanggung jawab (kiri).

Tantangan itu perlu dijawab dengan inovasi dan pemutakhiran


kamera jebak. Beberapa inovasi muncul dengan adanya alat pelacak
atau pendeteksi lokasi kamera penjebak. Atau, malah kamera jebak
dapat mengirimkan gambar langsung secara real time melalui sinyal
GSM maupun sinyal satelit. Namun teknologi itu tidaklah mudah
dan murah.
Selain itu, khususnya untuk sinyal GSM juga belum menjangkau
semua tempat lantaran terbatas cakupan wilayahnya. Kapasitas baterai
juga menjadi masalah untuk kamera jebak yang dapat memancarkan
atau mencari sinyal.
Seiring berjalannya waktu, kamera jebak tak hanya digunakan
sebagai alat pemantauan harimau. Kamera ini juga menjadi alat
dokumentasi untuk bahan produksi material kampanye. Bahkan
belakangan ini, muncul pengembangan kamera jebak 360 derajat
yang mampu merekam ke segala penjuru arah.
FOTO: WWF - INDONESIA /KUSDIANTO (SEMUANYA)

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 199


FOTO: WWF - INDONESIA/BALAI BESAR KSDA RIAU

200 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Dari rekaman kamera jebak, peneliti
mengetahui identitas setiap harimau yang
terpotret dengan menelisik pola loreng di
sisi kiri dan kanan tubuhnya. Jadi, perlu
sepasang kamera buat memotret sisi kanan
dan kiri. Foto ini Ini baru satu contoh pola
loreng di sisi kiri, yang harus dilengkapi
dengan foto sisi kanan. Dengan mengenali
setiap individu, di suatu wilayah, peneliti
bisa menduga populasi harimau.
Hanya saja, pengembangannya masih belum sempurna, terutama
ukurannya yang cukup besar dan kapasitas energinya masih terbatas.
Akankah di masa datang lahir kamera jebak super-canggih yang
mampu memantau 360 derajat, mengirim obyek ke peneliti, aman
dari pencurian, dengan kapasitas energi besar, dan tentu saja harganya
terjangkau?
Apapun itu, kehadiran peneliti di lapangan tetap penting karena
ia perlu merasakan langsung suasana habitat harimau. Peneliti tak
hanya duduk di belakang meja, sembari menunggu hasil jepretan
datang otomatis.
Analisis gambar dari jepretan kamera jebak selama ini masih
memerlukan peneliti untuk mengidentifikasi individu, dan menduga
populasi dengan perangkat lunak terpisah. Akankah kelak ada
perangkat lunak yang bisa menganalisis secara otomatis foto, lalu
langsung muncul angka dugaan populasi harimau?
Selain itu, identifikasi individu juga dapat dilakukan dengan
menggunakan informasi genetik DNA (deoxyribonucleic acid).
Survei lapangan untuk mengoleksi DNA harimau tidak murah dan
sulit. Survei dengan cara ini umumnya dilakukan bila penempatan
kamera jebak tidak memungkinkan untuk analisis.
Pendekatan DNA tak banyak digunakan dalam menduga populasi,
melainkan lebih untuk tujuan lain, seperti mengetahui kekerabatan
harimau. Sejauh ini, tingkat keberhasilan dalam mengoleksi DNA
harimau pun masih minim. Agaknya, perlu perangkat baru yang dapat
memudahkan mengoleksi informasi genetik harimau.
Perkembangan lain yang perlu perhatian adalah kegandrungan
memakai pesawat nir-awak atau drone dalam konservasi satwa liar.
Sejauh ini masih belum ada drone yang mampu menghitung populasi,
semisal memindai suatu kawasan, lalu diketahui jumlah harimaunya.
Di sisi lain, penggunaan pesawat ini juga perlu dibatasi. Soalnya, alih-
alih untuk mendukung upaya konservasi, drone bisa dimanfaatkan
pemburu untuk mengejar harimau di alam liar.***

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 201


202 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA
Kamera jebak mengabarkan berita yang cukup
mengggembirakan: di beberapa tempat
harimau terekam sedang kawin. Citra ini
menunjukkan harimau masih punya harapan
untuk berkembang biak di alam liar Sumatra.
FOTO: WWF - INDONESIA/BALAI BESAR KSDA RIAU

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 203


HARIMAU DATARAN TINGGI
WULAN PUSPARINI

Populasi di lanskap Leuser menunjukkan luasnya relung habitat


dan lentingnya daya hidup sang karnivor.

Pertanyaan besarnya: berapa harimau yang ada di Sumatra? Untuk


menjawab pertanyaan ini sungguh tidak mudah. Pertama-tama,
mesti memasang serangkaian kamera jebak di luasan area penelitian
selama tiga bulan. Kedua, berdasarkan hasil rekaman kamera itu,
lalu dihitung populasinya dengan metode statistika spatially explicit
capture recapture. Pertanyaan selanjutnya yang lebih menarik: apakah
populasi harimau sumatra naik, stabil, atau malah turun? Untuk
menjawab ini, proses perhitungan dengan kamera jebak tadi harus
dilakukan secara periodik, atau berulang.
Masalahnya, tidak banyak lokasi di Sumatra yang memiliki
pengukuran populasi berulang. Hanya ada beberapa lokasi yang telah
dilakukan pengukuran berkala, seperti Bukit Barisan Selatan, Way
Kambas, Kerinci Seblat, dan Langkat di lanskap Leuser. Syarat agar
perkembangan populasi bisa diamati adalah pengukuran berulang itu
harus dilakukan di area studi yang sama dengan metode yang sistematis.
Nah, mari melihat lebih lanjut lokasi yang terakhir, yaitu Langkat
di sebelah timur dari lanskap Leuser atau Taman Nasional Gunung
Leuser. Langkat memiliki perwakilan habitat yang lengkap, mulai
dari hutan dataran rendah, perbukitan, sub-pegunungan, hingga
pegunungan. Tetapi yang menarik, habitat di Langkat didominasi
sub-pegunungan hingga pegunungan dengan ketinggian rata-rata
lokasi kamera jebak berada di atas 1.400 meter dari muka laut.
Di lokasi ini, peneliti telah melakukan tiga kali survei dengan
kamera jebak untuk memantau populasi harimau sumatra. Selama
hampir sepuluh tahun pemantauan, 2010-2013-2018, harimau yang
teridentifikasi ada 23 ekor, yang terdiri dari 14 ekor betina, lima
jantan, dan empat ekor tak teridentifikasi jenis kelaminnya. Tiga ekor
betina yang sama terfoto selama dua periode 2010 dan 2013, dan
hanya seekor harimau jantan yang terfoto berulang di tiga periode
2010 hingga 2018.

204 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Harimau jantan dewasa yang selalu terfoto di ketiga periode survei,
2010-2013-2017. Hanya seekor harimau jantan inilah yang terfoto
berulang di Langkat. Total individu harimau yang terekam kembali
(recapture) yang cukup rendah menunjukkan dinamika populasi
di Langkat sangat tinggi, dengan tingkat kemampuan hidup
berkelanjutan (kesintasan) antar-periode: 0,85.

FOTO: WCS-IP & TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 205


Total individu harimau yang terekam kembali (recapture) yang Harimau betina dewasa
cukup rendah ini menunjukkan dinamika populasi di Langkat sangat yang terfoto pada
tinggi, dengan tingkat keberlanjutan hidup (kesintasan) antar-periode survei 2010 dan 2013 di
0,85. Nilai ini cukup baik bagi populasi harimau. Bicara sedikit lebih Langkat (atas). Harimau
teknis, dengan pendekatan analisis multisession dari spatially explicit jantan yang terekam di
capture recapture, ternyata harimau di Langkat populasinya stabil...! Aceh Selatan (kanan).
Itu berita baik mengingat banyaknya ancaman di daerah penyangga
di wilayah Langkat. Oh ya, untuk melihat kecenderungan populasi,
nilai yang harus dibandingkan adalah kepadatan, yaitu jumlah
harimau per 100 km persegi. Jadi yang dibandingkan bukan jumlah
harimau total, ya. Ini dilakukan agar perbandingan lebih sahih, karena
berbicara dengan satuan luasan yang sama dan standar. Analisis
permulaan menunjukkan kepadatan harimau di Langkat selama 2010
hingga 2018 kira-kira sama, yaitu 1 harimau per 200 km persegi.
Habitat optimal untuk kesintasan jangka panjang karnivor terbesar
di Sumatra ini adalah area yang aman dari gangguan manusia,
banyak mangsa, serta sumber air di hutan dataran rendah. Tapi,
seperti umumnya hutan dataran rendah Sumatra, Langkat dikelilingi
ancaman langsung, seperti kerusakan habitat dan perburuan satwa
mangsa. Atau, bahkan mungkin juga perburuan harimau itu sendiri.
Menarik untuk dilihat, harimau yang terfoto kamera jebak di hutan
dataran rendah Langkat adalah harimau-harimau jantan, sedangkan
harimau-harimau betina terfoto di area pegunungan. Perbandingan
jumlah individu harimau: satu jantan untuk setiap empat betina.
FOTO: WCS-IP, TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER

206 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Belum diketahui dengan pasti apakah perbedaan deteksi jenis
kelamin di habitat yang berbeda ini mencerminkan respon harimau
terhadap perbedaan gangguan. Mungkin saja ini hanya keunikan
spesifik yang ada di setiap area. Contohnya, di area lain dari lanskap
Leuser, yaitu di Aceh Selatan, harimau yang terfoto di pegunungan
justru harimau-harimau jantan, dan tanpa ada harimau yang terfoto
di dataran rendah.
Meski banyak harimau di Leuser hidup di pegunungan, tapi dari
foto, mereka tak terlihat kurus atau kekurangan makanan. Memang,
mangsa utama harimau, seperti rusa dan babi hutan, paling banyak
menghuni hutan dataran rendah hingga perbukitan. Tapi, hasil analisis
pemodelan okupansi terlihat di pegunungan Langkat pun masih ada
mangsa, seperti kijang muncak. Sebaran satwa mangsa, seperti rusa
dan babi, semakin sedikit seiring naiknya tinggi tempat. Itu berbeda
dengan kijang muncak yang tak sensitif terhadap tinggi tempat, yang
menyukai area dengan tutupan hutan yang baik dengan sumber air.
Harimau-harimau di Leuser menunjukkan betapa luasnya relung
habitat dan lentingnya daya hidup karnivor ini. Mereka bisa hidup
lestari di berbagai tipe habitat, bahkan hingga di ketinggian di mana
satwa mangsa jauh lebih sedikit dibandingkan di hutan dataran
rendah. Resep utama keberlanjutan hidup harimau sepertinya
adalah area yang aman dari gangguan manusia dan tersedianya satwa
mangsa. Bila ini dipenuhi, harimau akan beradaptasi menyesuaikan
dengan lingkungan untuk hidup dan berkembang biak. ***
FOTO: WCS-IP, USAID, BKSDA ACEH,
TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 207


MEMBURU PEMBURU SI RAJA RIMBA
GIYANTO

Kejahatan terhadap harimau melibatkan jaringan yang rumit


dan tertutup.

Kejahatan satwa liar di Indonesia menempati urutan ketiga


setelah perdagangan narkoba dan perdagangan manusia dari segi
besarnya kerugian bagi negara. Sementara dari sisi organisasi
jaringan, perdagangan satwa liar menempati urutan keempat setelah
perdagangan narkoba, senjata, dan perdagangan manusia.
Salah satu jenis satwa liar yang menjadi target perdagangan di
pasar gelap adalah harimau sumatra. Perdagangan harimau sumatra
merupakan bisnis yang menjanjikan keuntungan besar. Umumnya,
harimau sumatra yang dijual dalam bentuk bagian tubuhnya: kulit,
tulang, tengkorak, kumis, penis, taring, dan kuku.
Harimau sumatra yang beredar di pasaran tidak hanya dari
perburuan, namun ada indikasi juga dari kepemilikan ilegal dan dari
lembaga konservasi yang melibatkan oknum lembaga konservasi
tersebut. Permintaan pasar yang terbuka dengan harga yang tinggi,
nasional maupun internasional, memicu perburuan hampir di
semua habitat harimau di Sumatra.

JARINGAN DAN MODUS OPERANDI


Khusus untuk harimau sumatra, perdagangannya dilakukan oleh
jaringan tertutup dengan mata rantai yang panjang, kompleks dan
berlapis. Di tingkat pemburu dan pembeli, para pelaku berkelompok
dan saling terhubung dalam hubungan yang saling menguntungkan.
Dalam jaringan itu, pemburu berada di tingkat paling bawah
yang berperan penting dalam organisasi perdagangan. Para pemburu
punya spesialisasi khusus, terlatih, dan berpengalaman. Mereka
memahami perilaku dan habitat kesukaan harimau. Mereka bahkan
terampil dalam memodifikasi alat berburu. Mereka lihai memasang
perangkap di tempat-tempat yang berpeluang besar mendapatkan
harimau.
Pemburu biasanya diberi modal awal oleh pembeli atau cukong.

208 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Tim gabungan Polda Modal untuk meringankan beban, lantaran dalam sekali perburuan,
Aceh, Polres Biruen, pemburu menghabiskan waktu berhari-hari dengan biaya jutaan
dan BKSDA Aceh rupiah.
menangkap pelaku Sementara itu, pembeli memiliki latar belakang dan level yang
berinisial AS, dengan beragam. Satu pembeli dapat terhubung dengan pembeli lain, sehingga
barang bukti kulit dalam satu kasus perdagangan tubuh harimau, dapat ditemukan dua
serta tulang harimau sampai tiga pembeli untuk produk yang sama.
sumatra, pada Ada dua kelompok besar yang bermain di level pembeli harimau
17 Maret 2016 di sumatra. Kelompok pertama: pembeli lokal Indonesia. Mereka
Kabupaten Biruen,
terhubung dengan berbagai kelompok yang saling membantu dan
Aceh.
punya wilayah operasi sendiri.
Kelompok kedua: pembeli lintas-provinsi atau skala ekspor.
Mayoritas pelakunya warga negara asing Cina ataupun WNI ber-
etnis Cina. Pelaku ini membatasi bisnisnya di kalangan etnis tertentu,
atau hanya mencakup bisnis keluarga. Pembeli di kelompok kedua ini
didominasi pelaku dengan latar belakang etnis Cina, karena negara
pasar terakhir adalah Cina atau Vietnam.
Di dalam bisnis keluarga atau etnis tertentu, tingkat kepercayaan
akan tinggi bila mitra bisnis dari kalangan keluarga atau etnis yang
sama. Alhasil, tertangkapnya pelaku tak serta-merta menghentikan
kejahatan, lantaran mereka bisa mengalihkan bisnis haramnya ke
anggota keluarga lain. Fenomena ini hanya dijumpai di perdagangan
FOTO: WCS-IP/GIYANTO

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 209


ilegal untuk jenis satwa tertentu: harimau, trenggiling, kepala
rangkong gading.
Perdagangan gelap harimau tidak hanya dilakukan antara penjual
dan pembeli, namun dapat juga melibatkan pihak lain: kurir dan
makelar. Karena berperan dalam memainkan harga, kurir dan makelar
dapat menjadi faktor penentu terjadinya transaksi.
Dalam jaringan gelap ini, kurir dan makelar juga berperan penting
dalam memutus jalur komunikasi antara satu pelaku dengan pelaku
lain. Mereka ibaratnya menjadi simpul dari beberapa pelaku. Itulah
sebabnya, ketika operasi penangkapan digelar, penegak hukum sulit
mengembangkan mata rantai jaringan perdagangan. Alhasil, operasi
FOTO: WCS-IP/NANDA P. NABABAN

210 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Sidang kasus perdagangan
harimau sumatra pada 1 Juni
2016, dengan tersangka berinisial
AS dan MAS di Pengadilan Negeri
Biruen, Aceh.

terbatas pada pelaku yang tertangkap tangan, dan sulit mengurai


pelaku yang lain.
Karena itu, pengembangan kasus kriminal satwa tergantung
pada kemampuan interogasi dan teknologi dalam penyelidikan dan
penyidikan. Selain itu, lebih dari lima kasus perdagangan harimau,
ditemukan keterlibatan oknum penegak hukum, dan pelaku lain yang
terkait dengan sindikat internasional. Adanya berbagai level pelaku ini
membuat harga harimau sumatra menjadi semakin mahal. Masing-
masing level berupaya mendapatkan keuntungan sendiri-sendiri.
Berkembangnya Internet dan media sosial telah mengubah strategi
perdagangan harimau secara signifikan dalam lima tahun terakhir.
Perdagangan harimau yang awalnya melalui pertemuan langsung,
dan terbatas antara penjual dengan pembeli, kini berubah menjadi
transaksi daring atau online. Transaksi daring lebih praktis, murah,
aman, dan menjangkau pasar global.
Pada 2014, International Fund for Animal Welfare (IFAW) meneliti
perdagangan satwa via Internet di 16 negara. Hasilnya: perdagangan
hidupan liar daring sebanyak 33.006 di 280 situs web terbuka.
Sebanyak 9.482 iklan daring menawarkan spesies hidupan liar
Appendix I dan II konvensi internasional perdagangan spesies
terancam punah CITES, termasuk harimau sumatra.
Pelaku perdagangan daring umumnya memakai rekening pihak
ketiga, sering disebut rekening bersama, sebagai sarana bertransaksi.
Ketika kesepakatan jual-beli terjadi, pengiriman kepada pembeli
dilakukan dengan memakai jasa pihak ketiga, baik kurir, bis,
kendaraan travel, maupun layanan pengiriman barang.
Dan, konflik harimau dengan manusia menjadi salah satu
peluang bagi para pemburu untuk mendapatkan harimau. Pelaku
memanfaatkan informasi yang berkembang di masyarakat, maupun
dari media massa, untuk memasang perangkap dengan target
harimau yang berkonflik. Rasa resah dan kecewa masyarakat terhadap
penanganan konflik yang berlarut-larut kerap menjadi pembenaran
untuk memburu harimau sumatra—misalnya di Mandailing Natal,
Sumatra Utara, beberapa waktu lalu.

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 211


JUMLAH KASUS BERKEKUATAN HUKUM TETAP 2003 - SEPTEMBER 2018.
35
Meningkatnya jumlah penangkapan
bukan berarti naiknya perburuan
harimau. Itu dapat dijadikan petunjuk
meningkatnya kemampuan dan
komitmen aparat dalam 4-5 tahun
terakhir. Ini dimungkinkan dengan
semakin terlatihnya aparat dalam 11 12
mendeteksi daerah rawan kejahatan 7
satwa liar, mampu menyelesaikan
perkara, dan partisipasi aktif dari
lembaga terkait. 2003-06 2007-10 2011-14 2015-’Sep 18

RERATA VONIS KURUNGAN DAN DENDA


2003 - SEPTEMBER 2018.
44,5 Rerata hukuman kurungan
Rerata vonis kurungan bagi pelaku selama 2003-
(bulan) 2006: 25,6 bulan, kemudian
25,6 menurun pada 2007-
20,4 22,6 2010: 20,7, dan 2011-
2014: 8,8. Namun selama
2015-September 2018 kembali
8,8 Rerata hukuman denda meningkat dengan rerata 22,6
(juta) bulan. Sedangkan untuk rerata
? denda cenderung meningkat
8,1
3,1 dalam setiap periodenya, yang
tertinggi terjadi pada 2015 -
2003-2006 2007-1010 2011-2014 2015-’Sep 18 September 2018: Rp 37,6 juta.

DAFTAR VONIS HUKUMAN PENJARA LEBIH DARI 24 BULAN


KURUNGAN (BULAN) DENDA (JUTA RP) SUBSIDER (BULAN)
RIAU - 2016 48 100 1
BENGKULU - 2016 48 60 3

ACEH - 2018 48 50 4
RIAU - 2016 48 50 3
BENGKULU - 2017 42 50 5
BENGKULU - 2017 42 30 6
LAMPUNG - 2003 42 ?

LAMPUNG - 2005 42 ?

LAMPUNG - 2003 36 ?

BENGKULU - 2017 36 50 5
LAMPUNG - 2018 36 50 4
LAMPUNG - 2018 36 50 4
ACEH - 2016 36 50 3
BENGKULU - 2016 36 30 2
JAMBI - 2017 30 100 2
LAMPUNG - 2005 32 ?
SUMATRA UTARA - 2008 32 ?
LAMPUNG - 2003 30 ?

212 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


UPAYA PENEGAKAN HUKUM
Penegakan hukum bagi pelaku kejahatan harimau sumatra sudah
dilakukan dan masih berjalan hingga saat ini. Sejak 2003, sedikitnya
ada 64 operasi penangkapan yang berhasil sampai putusan hukum
di pengadilan. Operasi penangkapan yang terbanyak terungkap,
dan pelakunya menjalani proses hukum, terjadi pada antara 2015 –
September 2018, yaitu 35 penangkapan.
Meningkatnya jumlah penangkapan bukan berarti meningkatnya
kejahatan terhadap harimau sumatra. Namun hal itu dapat dijadikan
petunjuk meningkatnya kemampuan dan komitmen aparat dalam
4-5 tahun terakhir.
Hal itu dimungkinkan dengan makin terlatihnya aparat dalam
mendeteksi daerah rawan kejahatan satwa liar, mampu menyelesaikan
perkara, dan partisipasi dari pihak terkait—Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan, polisi, bea cukai, dan aparat bandara AvSec.
Dari 64 penangkapan itu, 104 pelaku telah divonis di meja hijau—
sampai September 2018. Setiap pelaku divonis dengan hukuman
kurungan dan denda yang beragam. Hukuman tertinggi: 48 bulan,
dengan denda seratus juta rupiah di Riau pada 2016. Jumlah pelaku
yang divonis hukuman kurungan lebih dari 24 bulan sejak 2003
sebanyak 27 orang, yang 21 vonis di antaranya terjadi pada periode
2015 - September 2018, dan enam vonis pada periode sebelumnya.
Terjadi penurunan jumlah rata-rata hukuman kurungan kepada
pelaku dari 2003-2006 sampai 2011-2014. Namun terjadi peningkatan
yang signifikan pada periode 2015 sampai September 2018, dengan
rata-rata vonis: 44,5 bulan.
Sedangkan untuk rata-rata denda cenderung meningkat dalam
setiap periode. Rata-rata denda tertinggi terjadi pada 2015 - September
2018, yaitu Rp 37,6 juta. Meningkatnya hukuman dalam 4 tahun
terakhir menunjukkan kasus kejahatan terhadap harimau menjadi
kasus yang serius—khususnya bagi jaksa dan hakim. Sehingga, vonis
hukuman lebih tinggi dari periode sebelumnya.
Selain itu, hal tersebut barangkali juga karena adanya peningkatan
kapasitas penanganan tindak pidana satwa liar dalam 4 tahun
terakhir. Pemantauan kasus-kasus harimau yang sedang ditangani
juga menghasilkan hukuman yang signifikan.
Pemantauan ini penting mengingat penyidik, jaksa, dan hakim,
perlu mendapatkan informasi status konservasi satwa, nilai kerugian
negara, atau dampak ekologi hilangnya harimau. Pemantauan kasus
tak hanya dilakukan oleh praktisi hukum, namun juga media massa
yang berkontribusi dalam menyebarluaskan hasil penanganan
perkara.***

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 213


RELAWAN BERHATI HARIMAU
LAKSMI DATU BAHADURI

Perjuangan generasi muda berjiwa konservasi demi masa depan


harimau Indonesia.

Pada awal 2011, momen itu tercipta: lahirlah jaringan relawan


Forum HarimauKita, Tiger Heart. Relawan Tiger Heart lantas berjuang
bersama lembaga konservasi Wildlife Conservation Society - Indonesia
Program, Zoological Society of London – Indonesia, YayasanWWF
Indonesia, Fauna & Flora International - Indonesia Programme, Forum
Konservasi Leuser, Perkumpulan Konservasi Harimau Sumatra dan
lembaga lain. Sejak itu, kolaborasi ini berkontribusi dalam gerakan
konservasi harimau.
Hingga 2018, sebanyak 310 relawan Tiger Heart menjadi basis
gerakan untuk menyuarakan pentingnya konservasi habitat dan
satwa-satwa kunci Indonesia—terutama harimau. Ini sebentuk model
community outreach: Tiger Heart berkampanye menyentuh segala
lapisan masyarakat di berbagai kota.
Rentang tema kampanye beragam, mulai dari menggalang
partisipasi publik dalam perlindungan harimau dan habitatnya. Tak
hanya itu, Tiger Heart juga turun ke lapangan bersama pengelola
kawasan konservasi untuk menggelar ‘sapu jerat’.
Semenjak Hari Harimau se-Dunia - Global Tiger Day
dicanangkan, Forum HarimauKita, Tiger Heart, dan pemerintah
berinisiatif terdepan dalam perhelatan itu. Hari Harimau merupakan
peringatan tahunan untuk meningkatkan kepedulian masyarakat
terhadap konservasi kucing besar itu. Peringatan ini disepakati
pada International Tiger Forum di Tiger Summit, Saint Petersburg,
November 2010. Dalam pertemuan itu, disepakati Hari Harimau
se-Dunia diperingati setiap 29 Juli. Tekad untuk menggelar Hari
Harimau dilandasi oleh kondisi populasi-populasi harimau yang
rentan punah.
Dan sejak 2011, secara serentak perayaannya digelar di kota-kota
di Sumatra, dan sebagian kota di Jawa, dengan melibatkan lembaga
pegiat konservasi, mahasiswa, masyarakat, dan pihak swasta.

214 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Kampanye konservasi Salah satu tujuan peringatan, seperti tercantum dalam Strategi dan
harimau dari Rencana Aksi Konservasi Harimau Sumatra, untuk meningkatkan
relawan Tiger Heart dukungan masyarakat terhadap upaya konservasi harimau, baik
menjangkau segala nasional maupun global secara persuasif. Perkembangan itu
lapisan masyarakat. mendasari pentingnya mendorong peran relawan untuk mempertajam
Hari Harimau se- kampanye, dan membawa perubahan positif serta aksi nyata bagi
Dunia menjadi sarana konservasi harimau.
menautkan hasil dan
Pada satu pertemuan tahunan, Forum HarimauKita menegaskan
upaya konservasi
relawan dapat dilibatkan dalam setiap konservasi harimau—apapun
harimau dengan
bentuknya. Salah satu aksi nyatanya: sapu jerat. Aksi ini berpeluang
khalayak luas.
dapat dikembangkan, dan menjadi gerakan yang mewadahi
partisipasi publik dalam pengamanan kawasan konservasi. Aktivitas
sapu jerat juga dapat dipadukan dengan wisata minat khusus jelajah
alam, sehingga lebih bermakna bagi ekosistem.
Pada hakikatnya, sapu jerat merupakan aksi bersama dalam
memerangi perburuan liar. Seperti diketahui, selain perubahan
habitat dan konflik, perburuan merupakan ancaman mematikan
bagi harimau, di mana para pemburu umumnya menggunakan
jebakan jerat. Hal ini terlihat dari banyaknya temuan alat pembunuh
itu selama patroli.
Jerat terbuat dari berbagai bahan dengan ukuran dan desain yang
beragam, tergantung pada satwa sasaran. Jerat tak hanya menyasar
FOTO: TIGER HEART BENGKULU - FORUM HARIMAUKITA

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 215


harimau, tapi juga bisa menjerat hewan mangsa dan spesies terancam
punah lain. Atau sebaliknya, jerat untuk satwa lain tak jarang juga
menyasar harimau. Artinya, apa pun dalihnya, jerat pemburu adalah
alat yang mematikan bagi satwa liar—bahkan kadang melukai
petugas patroli.
Selama 2015 – 2018, polisi hutan dan mitra telah memusnahkan
sekitar 1.326 jerat. Para jagawana dan tim patroli telah menyisir
segala medan, yang jika diukur jarak tempuhnya mencapai 44.969
kilometer. Jangkauan yang hampir 45 kali panjang Pulau Jawa ini
ditempuh jagawana kawasan konservasi bersama mitranya di enam
lanskap: Bukit Barisan Selatan, Kerinci Seblat, Leuser, Ulu Masen,
Rimbang Baling, dan Berbak Sembilang.
FOTO: TIGER HEART BENGKULU - FORUM HARIMAUKITA

216 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Relawan menelisik jejak harimau di
sebatang pohon saat aksi sapu jerat.
Aksi ini berpeluang menjadi gerakan
yang mewadahi partisipasi publik dalam
pengamanan kawasan konservasi.

Upaya Tiger Heart bersama mitra dan partisipasi masyarakat


dalam memusnahkan jerat tentu harus didukung dengan penegakan
hukum untuk memberikan efek jera kepada pemburu. Namun,
saat ini proses hukum terhadap pemburu belum pernah dilakukan
petugas bila si pemburu belum memperoleh satwa buruannya.
Seperti banyak diketahui, masyarakat di tepi hutan, yang juga
memanfaatkan hasil hutan, dapat menilik kembali kearifan leluhurnya
yang mampu memanfaatkan hutan secara berkelanjutan. Para leluhur
di perbatasan hutan ini bertahun-tahun telah memetik inspirasi dari
harimau. Memang, selain berperan secara ekologi, harimau juga
mewarnai budaya dan peradaban manusia.
Para leluhur di Sumatra mempercayai harimau merupakan nenek
moyang, atau yang dituakan. Suku Melayu memanggilnya datuk, yang
bisa diartikan kakek. Suku Minangkabau memanggilnya inyiak, yang
juga berarti kakek. Di tempat lain, Aceh, harimau disebut rimueng.
Berbagai sebutan itu menunjukkan masyarakat menempatkan
harimau dalam posisi terhormat sebagai simbol penjaga ketentraman
wilayah. Sebagai contoh, di Aceh, ketika ada harimau mati, masyarakat
melakukan upacara adat kenduri. Ada juga yang meyakini, auman
dan terlihatnya harimau di desa sebagai pertanda akan datangnya
bahaya dan terjadi hal-hal buruk yang dilakukan masyarakat yang
menyalahi aturan.
Dikenalnya harimau baik yang tak menimbulkan masalah, hanya
melintas, dan harimau tidak baik, juga mendasari masyarakat dalam
menindak harimau yang masuk kampung. Bahkan beberapa kearifan
lokal mengadopsi perilaku harimau dalam gerakan beladiri.
Dahulu, ternak yang dimangsa harimau dianggap hal biasa, sebagai
perwujudan bentuk “sedekah” untuk yang dituakan. Petani hutan
di sejumlah tempat mempersembahkan durian pertama yang jatuh
untuk harimau—simbol ia dituakan.
Masih kuatnya kepercayaan terhadap adat dan peran tokoh
adat, dapat dipastikan membentuk pandangan dan persepsi positif
masyarakat terhadap harimau. Namun kearifan lokal kini mulai
memudar seiring dengan perkembangan zaman dan kerapnya konflik
manusia-harimau di desa sekitar kawasan hutan. Nampaknya, sambil
menegakkan hukum formal, perlu juga membangkitkan kembali
kearifan lokal terhadap harimau .***

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 217


KONSERVASI EX-SITU
HARIMAU SUMATRA
LIGAYA TUMBELAKA

Menjaga populasi cadangan untuk menyangga kelestarian


harimau di alam liar.

Lembaga konservasi di Indonesia telah membuktikan mampu


mengelola dan merawat harimau sumatra. Bahkan Beberapa
lembaga konservasi mampu meningkatkan jumlah harimau melalui
perkembangbiakan. Saat ini, program pengembangbiakan harimau
dilaksanakan melalui Global Species Management Plan (GSMP).
Hasil pendataan sensus dan silsilah harimau sampai Februari
2018, ada 119 ekor di 16 lembaga konservasi Perkumpulan Kebun
Binatang se-Indonesia (PKBSI). Sampai Oktober 2018, jumlahnya
menjadi 129 ekor di 17 lembaga konservasi umum, dan 1 lembaga
konservasi khusus. Peningkatan ini karena adanya kelahiran pada
2018, dan masuknya data baru dari satu lembaga konservasi khusus.
Populasi harimau PKBSI merupakan populasi ex-situ primer.
Dalam populasi ini, sejumlah besar harimau berada pada usia
tua, dengan beberapa harimau muda. Dengan kondisi ini, dapat
menyebabkan penurunan populasi dalam waktu yang singkat,
kecuali ada upaya meningkatkan perkembangbiakan. Analisis data
menunjukkan diperlukan 6 anakan dari perkawinan indukan yang
terkontrol pada tahun mendatang, untuk mempertahankan jumlah
populasi saat ini.
Mulai 2008, Indonesia bekerja sama dengan perhimpunan kebun
binatang di Eropa, Amerika, Australia, dan Jepang dalam strategi
perkembangbiakan harimau sumatra (GSMP). Sasarannya: harimau
sumatra ex-situ dapat mencapai keragaman genetik global 94,3
persen, dengan mengawinkan 10 harimau asal alam yang berada di
PKBSI.
Keragaman genetik populasi harimau PKBSI saat ini masih
berada dalam kategori sedang: 89,3 persen, di bawah target minimum
standar 90 persen. Dari data Studbook Nasional Indonesia, tercatat
10 harimau asal alam dengan garis genetik murni yang baru, atau
langka, dan tidak punya keturunan.

218 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Harimau sumatra di Taman Margasatwa Ragunan, DKI Jakarta,
menjadi bagian dari populasi ex-situ sebagai cadangan primer.
Untuk menjaga populasi ex-situ saat ini, diperlukan 6 anakan
dari perkawinan indukan yang terkontrol pada tahun mendatang.
Tantangannya: belum semua lembaga konservasi yang memiliki
harimau sumatra mau turut berkontribusi dalam program
penangkaran terpadu (cooperative breeding program). Selain itu,
proses pemindahan harimau antar-institusi yang harus mengikuti
prosedur pemerintah, terkadang lambat dalam pelaksanaannya.

FOTO: ASEP ABDULLAH

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 219


CADANGAN TERAKHIR
Populasi di lembaga konservasi ex-situ menjadi cadangan terakhir bila harimau sumatra liar punah di
alam. Caranya: pengembangbiakan terkontrol untuk menjaga kemurnian jenis dan mencegah kawin
sedarah. Pendataan silsilah dilakukan secara nasional maupun internasional. Lembaga konservasi juga
sarana edukasi bagi masyarakat, dan tempat belajar tenaga kesehatan untuk pengendalian harimau.

SEBARAN HARIMAU SUMATRA EX-SITU SAMPAI OKTOBER 2018


JANTAN
Taman Safari Indonesia I
BETINA

Taman Margasatwa Ragunan

Kebun Binatang Surabaya

Kebun Binatang Medan

Taman Margasatwa
Kinantan Bukittinggi

Maharani Zoo & Goa


DUA TIPE LEMBAGA KONSERVASI
Kebun Binatang Bali LEMBAGA KONSERVASI UMUM
untuk tujuan umum, seperti taman safari,
Kebun Binatang
Tamansari Bandung
taman margasatwa, dan kebun binatang.
LEMBAGA KONSERVASI KHUSUS
Batu Secret Zoo - Batu untuk tujuan tertentu, seperti pusat
penyelamatan satwa, ataupun pusat rehabilitasi
Kebun Binatang
Gembira Loka
satwa.

Taman Hewan
Pematang Siantar POPULASI CADANGAN PRIMER
Taman Satwa
Taru Jurug Surakarta

Gelata Lestari
129
di 18 lembaga konservasi Indonesia

Tambling Wildlife
Nature Conservation POPULASI CADANGAN SEKUNDER
Taman Safari Indonesia II
Kebun Binatang
Taman Rimbo Jambi
Agrowisata Sido Muncul
265
Amerika Utara, Eropa, Australasia, Jepang

Taman Satwa Cikembulan


Garut

POPULASI HARIMAU SUMATRA 6 TAHUN POPULASI JANTAN DAN BETINA 6 TAHUN


TERAKHIR TERAKHIR

120 60
ekor
ekor
100 50

2013 2014 2015 2016 2017 2018 2013 2014 2015 2016 2017 2018

220 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


KERAGAMAN GENETIK
POPULASI HARIMAU PKBSI
SAAT INI MASIH BERADA DALAM KATEGORI
SEDANG: 89,3 PERSEN,
DI BAWAH TARGET
MINIMUM STANDAR 90 PERSEN.

Dalam strategi ke depan, satwa-satwa ini yang harus diprioritaskan


dalam perkembangbiakan ex-situ PKBSI. Dengan demikian, akan
membantu menstabilkan struktur usia, lantaran masih ada harimau
muda yang dapat bereproduksi beberapa tahun kemudian. Hal ini
dapat meningkatkan keragaman genetik, dan mengurangi perkawinan
sedarah di masa depan.
Untuk keberhasilan program ini, lembaga konservasi PKBSI
telah memiliki harimau sumatra untuk perkawinan lintas-lembaga
sesuai rekomendasi dari pengelola populasi harimau dan studbook
keeper. Pemindahan atau transfer harimau sumatra akan terjadi
guna pencapaian strategi ini.
Bagi lembaga konservasi PKBSI yang ingin memelihara harimau
akan dimungkinkan, dengan syarat memenuhi sarana dan prasarana
kandang, sumberdaya manusia berkompeten, dan mengikuti standar
pemeliharaan harimau. Syarat ini juga berlaku bagi semua lembaga
konservasi yang telah mempunyai harimau sumatra.
Bila sampai saat ini masih belum memenuhi standar pengelolaan,
dengan pedoman PKBSI-GSMP, lembaga konservasi perlu segera
mencapai standar itu. Untuk itu, Perkumpulan Kebun Binatang se-
Indonesia akan segera menyusun pedoman standar pemeliharaan
dan perkembangbiakan harimau sumatra.
Sampai saat ini, 265 harimau sumatra dikelola di luar Indonesia.
Ini membentuk populasi ex-situ sekunder, atau cadangan harimau
sumatra, yang perlu diperhatikan populasi dan keragaman mutu
genetiknya. Hampir semua harimau sumatra di luar negeri punya
kekerabatan satu sama lain.
Peningkatan keragaman genetik dapat dilakukan dengan cara
memberikan kesempatan harimau populasi sekunder memperoleh
darah baru dari PKBSI yang tak berkerabat. Sehingga, tidak perlu
perbaikan genetik di PKBSI, dan dapat menjadi kandidat berharga
untuk dikawinkan dengan harimau sumatra di luar Indonesia di
masa mendatang. Kegiatan ini untuk meningkatkan kelangsungan
populasi global harimau sumatra, yang terkoordinasi dalam Global
Species Management Plan. ***

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 221


PELEPASLIARAN
HARIMAU SUMATRA
AHMAD FAISAL DAN YOAN DINATA

Keputusan cepat dan tepat adalah kunci yang menentukan masa


depan harimau korban konflik.

Konteks bahasan dalam artikel ini adalah pelepasan kembali


harimau liar tangkapan (yang tertangkap ataupun ditangkap) pada
saat konflik. Dengan kata lain, bukan pelepasliaran harimau captive
yang lahir di lembaga konservasi—semisal di kebun binatang ataupun
taman safari.
Pada 2012, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, melalui
Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati, didukung beberapa
lembaga swadaya masyarakat, telah menyusun Pedoman Praktis
Pencegahan dan Penanggulangan Konflik antara Manusia dan
Harimau. Kendati pedoman itu telah menyinggung soal pelepasliaran,
namun nampaknya masih diperlukan adanya panduan detail yang
menjelaskan teknis dan tahapan pelepasliaran.
Pengambilan keputusan yang cepat dan tepat adalah kunci
yang menentukan masa depan harimau tangkapan. Prosesnya perlu
melibatkan orang-orang berkompeten, seperti dokter hewan, ahli
biologi, ahli ekologi dan ahli perilaku harimau. Keputusan tindakan
yang akan diambil terhadap harimau tangkapan perlu menimbang
beberapa aspek: kesehatan, biologi dan ekologi.
Kondisi kesehatan harimau yang akan dilepas tentu saja harus
normal untuk menunjang kelangsungan hidupnya di alam liar. Ia
juga mesti bebas dari gangguan kesehatan, semisal tidak mengidap
penyakit yang dapat menular kepada harimau liar lainnya. Dalam
hal ini, dokter hewan bertanggung jawab atas penilaian kesehatan
si harimau, berdasarkan pemeriksaan fisik secara langsung dan
pemeriksaan sampel biologis, seperti darah, feses, organ, dan bagian
lain yang diperlukan.
Seringkali pada kasus harimau yang terjerat, kaki yang terluka
tak dapat diselamatkan sehingga harus diamputasi. Pada kasus seperti
itu, harimau tidak dapat dilepasliarkan kembali karena ia bakal sulit
bertahan hidup dalam kondisi cacat.

222 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Pemasangan kalung Meski begitu, di beberapa tempat di Sumatra, kamera jebak pernah
GPS dilakukan saat merekam harimau dengan kaki cacat—kemungkinan besar karena
harimau terbius terjerat, lalu bisa lepas sendiri.
pada pemeriksaan Di sisi lain, ada juga beberapa kasus harimau tertangkap dalam
terakhir mendekati kondisi normal secara fisik tapi proses pelepasannya tak bisa segera
hari pelepasliaran. dilakukan, baik ke habitat asalnya ataupun ke habitat lain. Hal itu
Perangkat GPS terjadi lantaran mesti menimbang banyak hal, seperti penentuan
membantu tim lokasi pelepasliaran, tidak tersedianya perangkat pemantau kalung
memantau pergerakan GPS (GPS collar), dan lain-lain.
harimau dalam jangka Dalam melepas satwa liar, termasuk harimau, kesehatan menjadi
pendek.
salah satu aspek penting yang harus diperhatikan. Prinsip utama
pelepasliaran adalah mencegah penularan penyakit, terutama yang
infeksius, dari harimau yang dilepas ke populasi harimau yang
sudah menghuni habitat setempat. Dan, tentu saja harus tetap
memperlakukan si harimau tangkapan sebagai harimau liar, bukan
harimau captive.
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan melalui observasi langsung
untuk menentukan skor kondisi tubuh, kehamilan, jenis kelamin,
luka luar yang dapat teramati dan abnormalitas tubuh luar lainnya.
Hasil observasi tersebut dapat dijadikan pertimbangan apakah
harimau dapat segera dilepas, atau masih perlu tindakan medis
lanjutan sebelum dilepas.
FOTO: AHMAD FAISAL - ZSL INDONESIA

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 223


Pun, tim medis perlu mengambil sampel biologis, seperti darah,
feses, dan rambut. Tak hanya untuk medis, pencuplikan sampel
juga penting buat pemeriksaan genetika. Informasi genetika kelak
bermanfaat dalam pengelolaan kantong-kantong populasi harimau
yang tersebar di kawasan yang terfragmentasi—yang dihuni beberapa
harimau, bahkan sangat sedikit individu.
Sampel biologis tersebut juga dapat menjadi bahan penelitian,
mengingat sedikitnya informasi untuk pemantauan kesehatan harimau
liar. Uji laboratorium terhadap sampel darah dapat memberikan
informasi mengenai kesehatan harimau apakah terinfeksi parasit,
bakteri, virus, ataupun adanya kelainan sistemik tubuh lainnya.
Namun, berdasarkan pengalaman, nampaknya perlu adanya
panduan dalam menentukan kondisi harimau liar yang memadai
untuk dilepasliarkan. Misalnya saja, status kesehatan standar untuk
menentukan apakah harimau dapat dilepas langsung, atau masih perlu
intervensi medis sebelum pelepasan. Dengan demikian, penilaian
kesehatan sesuai standar baku, bukan berdasarkan subjektivitas
dokter hewan.
Melengkapi aspek kesehatan, aspek biologi juga perlu diperhatikan
dalam menyelamatkan harimau konflik. Salah satunya: apakah harimau
konflik itu perlu ditangkap atau tidak. Seandainya perlu ditangkap,
harus juga menimbang kemungkinan dan peluang pelepasliaran
pasca-penangkapan. Aspek biologi yang perlu diperhatikan antara
lain umur, jenis kelamin, dan tingkah laku. Hal-hal itu yang menjadi
dasar yang menentukan harimau tangkapan dapat segera dilepas,
berikut tahap-tahap pelepasliarannya.
Dalam banyak kasus, harimau konflik yang ditangkap adalah
dewasa muda yang produktif, umur tiga sampai lima tahun, sehingga
penting dilepasliarkan untuk menunjang keberlangsungan populasi
harimau di alam.
Harimau betina yang produktif memiliki prioritas untuk
dilepasliarkan agar dapat berkembang biak. Sementara itu, pejantan
berperan untuk menjaga dan menyebarluaskan variasi genetik.
Namun demikian, di sisi lain, perlu juga memperhatikan sejarah
konflik dan tingkah laku si harimau. Misalnya, apakah harimau itu
pernah memangsa manusia atau menyerang ternak.
Untuk harimau dengan riwayat pernah memangsa manusia,
atau biasa disebut man-eater, beberapa ahli dan praktisi tidak
merekomendasikan untuk dilepasliarkan. Pengalaman dari beberapa
kasus di India, meski sudah melewati proses rehabilitasi, dan lalu
dilepas, harimau yang pernah memangsa manusia ternyata kembali
melakukan perbuatannya.

224 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Harimau bernama Gadis Liku ini akhirnya keluar dari kandang
untuk bebas kembali di Taman Nasional Kerinci Seblat. Ia sempat
melewati perawatan selama dua bulan di Taman Margasatwa dan
Budaya Kinantan Bukittinggi. Pada Mei 2016, ia memangsa sapi
masyarakat di Ranah Pesisir, Pesisir Selatan. Setelah penghalauan,
rupanya ia masih berkeliaran. Untuk mencegah jatuhnya korban
manusia maupun si harimau, Balai Konservasi Sumber Daya Alam
Sumatra Barat memutuskan untuk menangkapnya. Sebelum
dilepaskan kembali, tim medis memeriksa kesehatan Gadis Liku.

FOTO: WILSON NOVARINO (SEMUANYA)

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 225


Desain kandang angkut tak terlalu terbuka agar harimau tak terlihat
dari luar. Namun kandang mesti berventilasi, dan berlubang pakan
yang cukup, untuk mencegah harimau mengalami stres. Saat
pelepasan, harimau dipastikan dalam keadaan sadar, dan cukup
isitirahat usai pengangkutan. Alat dokumentasi, katrol penarik
pintu, jalur keluar harimau, dokter hewan, dan petugas bersenjata
api mesti dipersiapkan secara matang dan siap siaga.

Akhirnya, harimau pemangsa manusia itu harus ditangkap kembali,


atau ditembak mati. Kendati begitu, hal itu masih menjadi perdebatan
para ahli dan praktisi sehingga perlu penelitian lebih lanjut.
Dalam menentukan harimau tangkapan layak dilepasliarkan atau
tidak, harus berdasarkan pertimbangan tim yang terdiri dari dokter
hewan, ahli biologi dan ekologi harimau. Dan selanjutnya, unit
pelaksana teknis konservasi sumber daya alam setempat membentuk
tim pelepasliaran: dokter hewan, ahli biologi, polisi kehutanan dan
pihak terkait lainnya.
FOTO: AHMAD FAISAL - ZSL INDONESIA

226 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Tidak hanya pada saat pelepasliaran, tim ini bertugas mulai dari
sebelum sampai sesudah pelepasliaran. Pendeknya, tim bekerja
mulai dari menentukan titik lokasi lepas, tahap-tahap saat pelepasan,
dan pemantuan usai lepas liar.
Lokasi pelepasliaran ditentukan berdasarkan kajian ekologi dan
analisis kesesuaian habitat dengan variabel spasial dan non-spasial.
Secara umum, kajian ekologi menyangkut beberapa hal, seperti
ketersediaan mangsa, ancaman perburuan, aktivitas manusia, tipe
habitat, topografi, populasi harimau liar, dan sosial masyarakat.
Tentu saja titik pelepasliaran yang sangat disarankan adalah lanskap
yang sama dengan lokasi penangkapan si harimau. Harapannya, hal
ini dapat menjaga keberlangsungan populasi harimau di lanskap
tersebut.
Setelah pelepasliaran, tim akan memonitor pergerakan harimau.
Pada tahap inilah kalung GPS sangat berguna untuk memantau
pergerakan dan lokasi harimau secara berkala. Pemasangan kalung
GPS sebaiknya dilakukan pada saat harimau dibius dalam pemeriksaan
kesehatan menjelang pelepasan.
Pemasangan kalung GPS mendekati pelepasan ini untuk
menghindari pemakaian baterai yang tidak perlu. Dan, perlu juga
memastikan kalung GPS dapat berfungsi baik, dan sabuknya tidak
mencederai harimau.
Pemantauan pergerakan harimau dapat dilakukan selama periode
yang telah disepakati bersama tim monitoring. Jika terdeteksi
harimau mendekati pemukiman, atau tak bergerak dalam waktu
lama, tim harus segera menuju titik lokasi untuk memeriksanya.
Jika harimau berada dekat pemukiman, maka tim dapat
melakukan pengusiran. Jika terdeteksi tak bergerak dalam waktu
lama, tim harus memeriksa ke titik lokasi untuk mengonfirmasi
keadaan si harimau.
Hanya saja, pemantauan dengan kalung GPS hanya untuk jangka
pendek, hanya dalam kisaran beberapa bulan. Sementara untuk
pemantauan jangka panjang, tim dapat memakai kamera jebak.
Pelepasliaran harimau selalu menjadi berita yang sensasional di
media massa. Namun ada juga aspek lain yang tak kalah penting,
yaitu upaya memperbaiki habitat harimau dan perlindungan dari
perburuan. Tanpa upaya-upaya itu, pelepasliaran akan menjadi
kurang berguna.
Pada akhirnya, upaya pelepasliaran dapat dikatakan berhasil bila
harimau dapat bertahan hidup berdampingan dengan manusia, dan
populasinya tetap terjaga. Hal ini dapat dicapai dengan perencanaan
dan penanganan yang baik dengan melibatkan para pihak terkait.***

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 227


INSPIRASI DARI SAINS
FAHRUL AMAMA

Menuju kemandirian masyarakat sebagai pelestari harimau


sumatra.

Dalam pelestarian harimau sumatra, Wildlife Conservation Society


senantiasa menerapkan pendekatan konservasi berbasis sains. Upaya
konservasi diawali dengan survei lapangan untuk mendapatkan data
kepadatan populasi dan menentukan status konservasi. Pendekatan
sains juga digunakan untuk mengidentifikasi faktor pembatas dan
ancaman kelestarian harimau. Secara umum, strategi WCS dalam
konservasi hidupan liar adalah “Discover-Protect-Inspire.”
Ancaman utama bagi pemangsa ini adalah menurunnya populasi
akibat perburuan. Harimau dibunuh untuk diambil kulit, tulang,
dan organ tubuhnya yang lain. Pada saat yang sama, satwa mangsa
harimau pun diburu, sementara hutan habitatnya tak sedikit yang
dirombak. Dampaknya berantai: daerah jelajah harimau berubah,
dan pecahlah konflik dengan manusia.
Perseteruan itu umumnya berupa pemangsaan ternak, atau
harimau berkeliaran di pemukiman. Pemangsaan ternak mendorong
manusia melakukan aksi balas dendam, yang berdampak pada
menurunnya populasi harimau.
Karena itu, seluruh upaya WCS dilakukan di habitat kunci harimau,
seperti perlindungan, mitigasi konflik, dukungan penegakan hukum,
serta kampanye. Hakikatnya, WCS menerapkan pendekatan berbasis
lanskap di tingkat tapak, sebagai bagian dari implementasi strategi
nasional konservasi harimau.
Perlindungan kawasan konservasi menjadi kunci utama dalam
melestarikan harimau di alam. Karena itu, Wildlife Conservation
Society mendorong perlindungan kawasan secara kolaboratif dan
terpadu di tiga taman nasional: Gunung Leuser, Bukit Barisan Selatan,
dan Way Kambas. Dukungan tersebut melalui patroli berbasis Spatial
Monitoring and Reporting Tool (SMART). Berkolaborasi dengan mitra
lainnya, WCS mendukung pemangku kawasan menjaga intensitas
dan konsistensi patroli.

228 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Masyarakat Data patroli yang memadai diharapkan dapat memberikan
membangun kandang informasi akurat bagi pengelolaan kawasan konservasi. Untuk itu,
ternak anti-serangan WCS terus meningkatkan dukungan bagi patroli perlindungan dari
harimau secara mandiri tahun ke tahun. Berkat dukungan itu, cakupan patroli di Bukit Barisan
di batas Taman Nasional Selatan meningkat, dari 18 persen dari luas kawasan pada 2014, jadi
Bukit Barisan Selatan. 27 persen pada 2017. Sementara di Leuser, luas areal yang dipatroli
Selain menjaga aset pada 2014 hanya mencakup 8,3 persen, meningkat jadi 16,4 persen
ternak aman, peternak
dari luas kawasan pada 2017.
juga nyaman dan tidak
Untuk meningkatkan upaya mitigasi konflik manusia dengan
resah.
satwa liar, WCS memulai program Wildlife Response Unit (WRU)
pada 2007. Program ini untuk mengurangi kerugian dan mencegah
jatuhnya korban, baik manusia maupun satwa liar, dengan merespon
konflik secara cepat dan efisien. Kehadiran unit tanggap satwa liar
ini juga memperkuat implementasi kebijakan dan pengembangan
teknik penanggulangan konflik melalui peningkatan peran, kapasitas,
ketrampilan, dan kemandirian para pihak.
Dalam menangangi konflik, unit tanggap satwa liar memakai
pendekatan yang tak mematikan, dengan memfasilitasi masyarakat
membangun kandang ternak anti-serangan harimau (tiger proof
enclosure-TPE). Wildlife Response Unit pun mengembangkan inovasi
dengan menggunakan alat penanggulangan konflik dan melatih
masyarakat menangani satwa liar—termasuk dokter hewan.
FOTO: EDY SUSANTO

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 229


Selama 2008-2017, Wildlife Response Unit telah merespon 550
konflik harimau-manusia dan mendorong pembangunan 500 unit
kandang anti-pemangsaan di 50 desa di lanskap Leuser dan Bukit
Barisan Selatan. Dari pengalaman, respon cepat unit ini sangat
menentukan keberhasilan dalam penanganan konflik. Dan, yang tak
kalah penting, tim mampu memelihara persepsi positif masyarakat
terhadap harimau.
Hasilnya, hingga kini di lanskap Leuser dan Bukit Barisan Selatan,
tidak ada harimau yang terbunuh akibat aksi balas dendam karena
memangsa ternak. Kandang anti-pemangsaan juga amat efektif, dalam
arti tak tercatat adanya harimau memangsa ternak di dalam kandang.
Secara konsisten pula, WCS mendukung penegakan hukum
dari pihak berwenang. Penegakan hukum memberikan efek jera
untuk mencegah pembunuhan harimau dengan dalih balas dendam.
Tindakan balas dendam ditengarai juga berkaitan dengan perburuan
dan perdagangan harimau. Di sisi lain, untuk meningkatkan persepsi
positif terhadap harimau, WCS menggelar kampanye penyadartahuan
masyarakat. Kampanye dibarengi dengan promosi prinsip hidup ko-
eksis dengan membangun sikap toleran terhadap keberadaan harimau.
Hasilnya, sudah sewajarnya semua upaya tersebut bisa mengurangi
ataupun menghentikan ancaman bagi harimau dan habitatnya.
Indikasi positifnya dapat dilihat dari hasil survei kamera jebak di
Bukit Barisan Selatan pada 2015. Untuk kawasan hutan dataran
rendah Bukit Barisan Selatan, perkiraan kepadatan harimau 2,8
individu per 100 kilometer persegi adalah angka yang bagus.
Di Gunung Leuser, khususnya di Langkat-Bendahara, hasil
survei menunjukkan indikasi peningkatan populasi. Pada 2010,
perkiraan kepadatan harimau 0,44 individu per 100 kilometer
persegi, meningkat jadi 0,46 pada 2013. Dan pada 2018, angkanya
naik menjadi 0,59 individu.
Hasil analisis deforestasi di Gunung Leuser dan Bukit Barisan
Selatan juga menggembirakan. Laju kehilangan hutan di Taman
Nasional Gunung Leuser pada 2011 yang 0,29 hektare per tahun,
berkurang menjadi 0,27 di 2015. Dan, pada 2017 menjadi 0,01. Semua
hasil positif ini menunjukkan implementasi yang konsisten akan
membawa dampak positif bagi pelestarian harimau dan habitatnya.
Di Bukit Barisan Selatan, penurunan laju deforestasi cukup tinggi
terjadi, khususnya di wilayah perlindungan intensif (IPZ). Laju
deforestasinya menurun dari 0,18 persen per tahun pada 2000-2005
menjadi 0,02 persen pada 2005-2011. Pada 2011-2015, laju deforestasi
menjadi -0,04 yang menunjukkan bertambahnya tutupan hutan dari
suksesi sekunder di areal bekas perambahan—khususnya di Resor
Sukaraja Atas.

230 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Staf Balai Besar Pada 2017, WCS menginisiasi pengembangan masyarakat
Taman Nasional Bukti desa mandiri (MDM) dalam mitigasi konflik di sebelas desa di
Barisan Selatan dan lanskap Leuser dan Bukit Barisan Selatan. Konflik yang sporadis,
tim Wildlife Response tersebar luas, dan cenderung berulang membutuhkan kemandirian
Unit WCS berdiskusi masyarakat dalam menanganinya. Dengan bekal mitigasi konflik,
dengan satuan tugas masyarakat setempat bisa lebih cepat dalam menanggapi konflik
konflik mandiri di desa harimau. Masyarakat desa mandiri dapat meredam konflik agar
Sukaraja. Satgas mandiri
tidak berkembang menjadi membahayakan kedua belah pihak.
ini memungkinkan
Wildlife Response Unit bekerja bersama masyarakat membangun
warga melakukan
kemandirian itu melalui pendampingan, pelatihan, sosialisasi dan
mitigasi konflik untuk
menyelamatkan
kampanye. Di lanskap Leuser, delapan desa di Aceh dan Sumatra
manusia dan satwa.
Utara telah didampingi sejak 2017. Lima desa di antaranya, Seumanah
Jaya, Panton Lues, Batu Napal, Terlis, dan Listen, telah membentuk
kelompok swadaya masyarakat (KSM) dan satgas mitigasi konflik
sendiri. Dua satgas mitigasi konflik yang terbentuk telah bekerja
efektif berdasarkan surat keputusan desa.
Sementara di Bukit Barisan Selatan, satgas mitigasi konflik di
desa mempromosikan pembangunan kandang ternak anti-serangan
harimau kepada masyarakat. Peternak mulai membangun kandang
anti-serangan secara mandiri, dan memandangnya sebagai proteksi
terhadap investasi dalam usaha peternakan. Masyarakat yang
berketrampilan, sadar, dan berdaya, pada gilirannya akan menjelma
menjadi masyarakat mandiri pelestari harimau.***
FOTO: AGUS PRIJONO

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 231


KEARIFAN DI BATAS BUKIT BARISAN SELATAN

Wildlife Response Unit, tim dari Wildlife Conservation


Society – Indonesia Program, bekerja di bentang alam Taman
Nasional Bukit Barisan Selatan. Tim ini menanggapi segala
bentuk konflik satwa liar dengan manusia. Salah satu peristiwa
konflik terjadi di Way Asahan, Desa Kubu Perahu, di sekitar
taman nasional. Tim lantas sosialisasi, dan mendapati jejak
yang diduga induk harimau dan anaknya.
Salah seorang tetua Kubu Perahu, Selamet, mengatakan
ternaknya pernah dimangsa harimau. Sejak 1970, Selamet telah
hidup dan menetap di Kubu Perahu. Sebagian masyarakat Kubu
Perahu meyakini ada dua golongan harimau: jadi-jadian dan
sungguhan. Harimau jejadian dipercaya melintasi pemukiman di
bulan tertentu, biasanya Muharam. Harimau jadi-jadian juga
diyakini sebagai perwujudan prajurit Prabu Siliwangi, raja Pajajaran
dari tanah Pasundan. Karena itu, pada Muharam, warga desa
membatasi aktivitasnya, terutama saat malam hari.
Dalam kearifan Kubu Perahu, sebagian orang yang pernah
ke hutan pernah bertemu sosok yang selalu bertopi yang
diyakini sebagai manusia harimau. Berbeda dengan harimau
jejadian, kata Selamet, harimau sungguhan biasanya cenderung
menghindar bila bertemu manusia.
Manajer Program Lanskap Bukit Barisan Selatan Firdaus
R. Affandi menuturkan, begitu banyak kearifan lokal di Kubu
Perahu. Sosok harimau sumatra diagungkan dalam berbagai
kepercayaan. “Manusia dan harimau membangun sebentuk
komunikasi dengan bijak. Warga menghalau harimau cukup
dengan kearifan lokal, tidak dengan sarana yang terbilang
kasar, seperti meledakkan petasan,” terangnya.
Dahulu, saat menemukan jejak harimau, warga biasanya
menutupinya dengan dedaunan. Maksudnya, mencegah
harimau kembali lagi di masa depan. Pun, ada kepercayaan
lokal: jangan sampai jejaknya terinjak, karena niscaya si harimau
akan mengikuti si penginjak.

232 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Saat di hutan, kehadiran harimau ditandai bau anyir yang Warga mengunduh
khas. Tiba-tiba nyamuk ataupun agas pun bertambah banyak. getah di hutan damar,
Primata siamang kadang juga melengking dengan nada tak jauh dari Taman
pendek. Bila harimau memang ada di sekitaran, warga biasanya Nasional Bukit Barisan
menyalakan rokok yang beraroma tajam. Ini untuk menghalangi Selatan. Tegakan damar
harimau mengendus kehadiran manusia. Tentu saja, tetap milik masyarakat ini
berdoa dan berpikir positif: memasuki hutan dengan niat baik. membentuk hutan yang
Tak hanya harimau, kearifan lokal juga berkaitan dengan satwa bisa menjadi tambahan
liar lain. Pecing misalnya, zat pembau yang digunakan untuk habitat bagi harimau.
mengusir babi hutan yang menjadi hama bagi petani. Pecing Sayangnya, kini pewaris
terbuat dari darah kambing yang disimpan dalam waktu lama. menebangi hutan damar
Atau, ada juga yang membuat rajah bertuliskan Arab yang untuk diambil kayu,
dijampi-jampi tetua. Warga lebih memilih pecing ketimbang dan ganti komoditas
jaring bentang untuk melindungi tanamannya. Mereka khawatir, budidaya.
jika memakai jaring, yang masuk malah harimau.
Saat ini, generasi seusia Selamet sudah langka. Tak banyak
lagi yang memahami kearifan lokal dalam berkomunikasi
dengan alam. Pemangsaan ternak oleh harimau adalah
konsekuensi dari siklus alam yang terganggu. Hutan di Kubu
Perahu masih bagus, namun sudah banyak warga dari luar
desa yang memburu satwa liar, termasuk harimau.
Firdaus mengungkapkan, agar harimau tidak memangsa
ternak, dapat dicegah dengan tidak memburu satwa
mangsanya. Nampaknya dibutuhkan banyak masyarakat, seperti
Selamet, yang memakai logika alam dan kearifan lokal: harimau
dan hutan tak terpisahkan dari kehidupan manusia.
FOTO: AGUS PRIJONO

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 233


Masyarakat Pesanguan, desa penyangga
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, memiliki
satuan tugas mandiri konflik satwa liar dengan
manusia. Satuan tugas ini berada di garis
depan pananganan konflik, mengingat lokasi
yang terpencil dan sulit dijangkau tim Wildlife
Respon Unit WCS dan taman nasional.

234 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


FOTO: AGUS PRIJONO

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 235


AKSI KONSERVASI DI ULU MASEN
SILFI IRIYANI

Pendekatan konservasi dengan skema hutan desa: manfaat bagi


masyarakat dan melindungi harimau.

Ulu Masen merupakan hamparan ekosistem yang mencakup


berbagai jenis kawasan hutan. Fauna & Flora International mencatat,
sebagian besar kawasan Ulu Masen terdiri dari hutan lindung dan
cagar alam, sebagian lagi hutan produksi, sedikit areal penggunaan
lain dan non-hutan.
Ekosistem Ulu Masen memiliki biodiversitas tinggi dan menjadi
salah satu habitat harimau sumatra. Karena itu, kawasan ini menjadi
salah satu habitat rekomendasi Global Tiger Recovery untuk
pemulihan harimau sumatra.
Ulu Masen berada dalam wilayah yang dilindungi versi IUCN
tingkat VI. Artinya, Ulu Masen merupakan kawasan lindung dengan
rekomendasi untuk dikelola secara terpadu berbasis masyarakat,
perlindungan ekosistem, dan minim pembangunan industri.
Nilai penting itulah yang menjadi pertimbangan aksi konservasi
FFI di wilayah ini. Aksi konservasi tidak hanya dalam aspek
perlindungan, namun juga kerja kolaboratif dengan para pihak untuk
memperkuat dampak dan manfaat konservasi.
Beberapa pendekatan konservasi merujuk pada kepentingan
mendasar. Pertama, kolaborasi melindungi habitat untuk mengurangi
ancaman kerusakan hutan dengan patroli bersama, terdiri dari
Kesatuan Pengelolaan Hutan Wilayah I Aceh, FFI Aceh Program, dan
tim patroli dari unsur masyarakat. Kedua, kolaborasi mengurangi
perburuan dan perdagangan satwa melalui operasi jerat dan
membentuk jaringan informan. Ketiga, memperkuat kelembagaan
pengelola hutan di tingkat tapak.
Selain itu, juga dilakukan pelatihan dalam pengelolaan kawasan
hutan, baik bagi KPH I Aceh, masyarakat, dan mitra lokal. Aktivitas
ini untuk penguatan data dasar dalam mendukung konservasi
harimau sumatra. Hingga saat ini, FFI Aceh Program telah berupaya
melindungi habitat harimau dengan mendorong pengelolaan hutan

236 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Lanskap Ulu Masen desa di Pidie dan Pidie Jaya, Aceh. Di Pidie, meliputi Gampong Mane,
tercakup dalam 4.620 hektare; Gampong Blang Dalam, 1.048 hektare, dan Gampong
ekosistem Leuser yang Lutueng, 2.271 hektare. Sementara di Pidie Jaya: Gampong Blang
membentang di Aceh Sukon, 1.110 hektare, dan Gampong Kayee Jatoe, 1.088 hektare.
dan Sumatra Utara. Sebagai salah satu pendekatan dalam konservasi harimau, hutan
Kawasan ini sarat desa juga memberikan manfaat bagi masyarakat pengelola hutan
jasa lingkungan yang desa. Dalam dokumen 'Tiger Conservation Landscape' disebutkan
menyokong kehidupan
perlindungan terhadap habitat harimau juga dapat memberikan
manusia, flora dan
manfaat bagi kehidupan manusia.
fauna.
Manfaat dan fungsi ekosistem Ulu Masen memberi manfaat jasa
lingkungan dan ekonomi, baik bagi masyarakat sekitar. Sehingga,
kawasan ini kemudian didorong untuk dikelola masyarakat
melalui skema hutan desa. Skema ini sekaligus bagian dari upaya
perlindungan habitat harimau sumatera.
Sementara itu, dalam perlindungan habitat dan hewan mangsa,
sejak 2016 hingga 2018 telah dilakukan patroli bersama KPH I Aceh.
Fauna & Flora International Aceh bersama tujuh community ranger
dan KPH I melakukan patroli selama 565 hari dengan jarak tempuh
3.300 kilometer.
Patroli ini fokus di wilayah Ulu Masen yang berada di wilayah
pengelolaan KPH I. Jumlah hari patroli paling banyak pada 2017:
306 hari, dan melibatkan tujuh komunitas jagawana dengan jarak
tempuh 1.750 km.
FOTO: DWI OBLO

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 237


Keumala Rangger
713 km

JEJAK PATROLI 2016 - 2018


Dalam upaya perlindungan habitat harimau
dan mangsanya, sejak 2016 hingga 2018
digelar patroli bersama: FFI, Kesatuan
Pengelolaan Hutan Wilayah I Aceh, dan Blang Raweu Rangger
tujuh komunitas ranger. Patroli berfokus
pada wilayah Ulu Masen di wilayah kelolaan
KPH I. Jumlah hari patroli terbanyak pada
2017: 306 hari, melibatkan tujuh komunitas
ranger. Sementara pada 2016, hanya lima
Beungga Rangger
komunitas ranger. Perbedaan ini karena pada
2017 dan 2018, patroli didukung program
persatuan konservasi alam dunia IUCN, yang
diselaraskan dengan patroli di hutan desa.
Meutala Rangger

Lembah Paleng Rangger


Sabee Rangger

JENIS TEMUAN SELAMA PATROLI 2016 - 2018

KAYU ILEGAL Jantho Rangger


248 km

1.017 kubik
PEMBALAKAN KAYU

665 101

PERAMBAHAN
233
PERBURUAN
136 45

JERAT DIHANCURKAN
119
PERTAMBANGAN
19
238 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA
Hari patroli Jarak tempuh
Lanskap Ulu Masen Pada 2016 hanya lima tim patroli hutan masyarakat yang aktif
sarat jasa lingkungan dan melakukan patroli selama 129 hari patroli, dengan jarak tempuh
yang menyokong 848 km. Adanya perbedaan ini dikarenakan pada 2017 dan 2018
kehidupan manusia, aktivitas patroli didukung IUCN yang juga diserasikan dengan patroli
flora dan fauna. di wilayah hutan desa.
Patroli swadaya dari pengelola hutan desa dilakukan melalui
pendanaan dari berbagai sumber. Salah satunya, pembiayaan dari hasil
usaha kelompok yang dikontribusikan untuk patroli hutan. Lembaga
pengelola hutan desa secara reguler juga dilatih beragam keterampilan
pengelolaan hutan desa, termasuk pemahaman konservasi harimau
sumatra dan habitatnya. Hasil survei FFI pada 2017 menunjukkan
masyarakat sekitar hutan desa memiliki pemahaman yang baik
tentang harimau sebagai satwa dilindungi, juga gajah, trenggiling, dan
orangutan.
Selama 2016 – 2018, tim patroli menemukan 233 tanda-
tanda aktivitas perambahan, 665 tanda pembalakan liar, 19 tanda
pertambangan ilegal, 136 temuan tanda perburuan satwa. Patroli
juga menghancurkan 119 jerat, dan temuan 1.000 kubik kayu hasil
penjarahan. Patroli juga menemukan tanda keberadaan harimau
sumatra berupa jejak dan rekaman kamera jebak. Tantangan terbesar
yang dihadapi dalam konservasi harimau, di antaranya penegakan
hukum terhadap aktivitas yang mengancam habitat dan harimau.
Untuk mengatasi tantangan itu, FFI Aceh bersama Balai
Konservasi Sumber Daya Alam, dan KPH I melakukan koordinasi
dan bersinergi secara aktif. Salah satu upaya yang dilakukan secara
nyata: mensinergikan rencana kerja, memperkuat kapasitas tim, dan
penyadartahuan bersama. ***
FOTO: RADINAL/FFI ACEH

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 239


HUTAN DESA DAN KONSERVASI
DEDI KISWAYADI

Pengelolaan hutan berbasis masyarakat untuk pengembangan


ekonomi, pembangunan desa, dan konservasi.

Fauna & Flora International telah mendorong pengelolaan


hutan di tingkat tapak melalui skema hutan desa. Pengelolaan hutan
berbasis desa, atau gampong di Aceh, merupakan tingkatan terkecil
pengelolaan di tingkat tapak dalam konteks lokasi. Meski begitu,
tetap diperlukan penyesuaian dalam konteks budaya mukim sebagai
identitas kelembagaan masyarakat yang menghimpun beberapa desa
(gampong-gampong). Dalam konteks pengelolaan yan lebih padu,
direkomendasikan untuk pola pengaturan pengelolaan yang diperkuat
di level kemukiman dalam hal penyusunan reusam atau aturan.
Pengelolaan hutan berbasis masyarakat melalui perhutanan sosial
merupakan salah satu upaya dalam melindungi habitat dan satwa
yang dilindungi. Pada 2013, FFI memfasilitasi lima hutan desa di dua
kabupaten: Pidie dan Pidie Jaya, total area lebih dari 10 ribu hektare.
Hutan desa itu sudah mendapatkan penetapan areal kerja (PAK) dari
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2015 dan hak
pengelolaan hutan desa (HPHD) dari gubernur Aceh pada 2016.
Lima lokasi hutan desa itu terbagi dalam dua blok hutan. Pada
2017, FFI memfasilitasi tiga gampong di Pidie dan 1 desa di Aceh
Besar. Saat ini, ada empat lokasi yang telah diusulkan, dan sudah
diverifikasi Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan
wilayah Sumatra dengan luas 21.594 hektare. Berdasarkan peta
indikatif, 79.026 hektare kawasan Ulu Masen dicadangkan sebagai
wilayah perhutanan sosial. Dan, FFI mendorong dan memfasilitasi
sekitar 31.731 hektare untuk pengelolaan hutan berbasis masyarakat.
Dalam fasilitasi itu, FFI mendorong desa melakukan beberapa
kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan hutan, pengembangan
ekonomi, dan konservasi. Di antaranya: penyusunan rencana kelola
hutan desa dan qanun desa, mendorong pemanfaatan dana desa
untuk patroli, mitigasi konflik, rehabilitasi lahan, dan pemberdayaan
ekonomi melalui pemanfaatan hasil hutan bukan kayu.

240 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Masyarakat mengolah rotan yang dipanen dari kawasan hutan desa
untuk dijadikan tudung sajian makanan. Selain itu, masyarakat juga
memanfaatkan hasil hutan bukan kayu lainnya dari hutan desa,
untuk mendorong ekonomi masyarakat. Hasil olahan ini dipasarkan
ke kota terdekat dan ada juga yang ditampung pengusaha rotan.
Dari penjualan, hasilnya dibagi untuk si pembuat kerajinan dengan
lembaga pengelola hutan desa.

FOTO: BOYHAQI/FFI ACEH

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 241


FOTO: BOYHAQI/FFI ACEH

242 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Hutan desa di Ulu Masen sungguh
berlimpah hasil bumi. Salah satunya
durian. Warga ini memikul durian
dari hutan desa, melewati seutas
kabel penyeberangan.

Salah satu klausul qanun adalah perlindungan beberapa spesies


penting: harimau, gajah, orangutan, rangkong, trenggiling, murai
batu, dan hewan lain yang dilindungi. Selain itu, juga tanaman endemik
lokal, seperti meudang jeumpa (Elmerrillia tsiampaca).
Selain itu, FFI juga melakukan pelatihan untuk meningkatkan
kapasitas pengelola hutan desa dan masyarakat. Beberapa pelatihan
yang telah diinisiasi: penyusunan rencana pengelolaan hutan desa,
teknik pembibitan dan pengembangan kebun bibit, pelatihan
peradilan adat, patroli monitoring keanekaragaman hayati.
Juga ada lokalatih skema pengurangan emisi dari deforestrasi
dan degradasi hutan, pelatihan dekorasi pelaminan dan menjahit
untuk ibu-ibu, pelatihan kerajinan rotan, penggemukan sapi serta
sekolah lapang yang bekerjasama dengan Balai Perhutanan Sosial
wilayah Sumatra.
Dengan adanya hutan desa, masyarakat dapat memanfaatkan
hasil hutan bukan kayu, seperti jernang dan rotan tanpa rasa takut
akan ditangkap pengaman hutan atau pihak kepolisian. Selain
itu, lembaga pengelola juga menjalin kerjasama dengan beberapa
pengusaha rotan untuk menampung hasil rotan dari hutan desa.
Sampai saat ini, kelompok ibu-ibu mendukung pengelolaan hutan
desa melalui usaha pelaminan telah menghasilkan pendapatan
bersih 5,8 juta rupiah.
Masyarakat sekitar juga melakukan perlindungan hutan desa.
Berada dekat dengan hutan desa, mereka mencegah perburuan satwa,
mencegah masuknya orang dari luar desa yang akan memanen hasil
hutan, serta menjaga lubuk sungai dari oknum yang ingin menuba
dan menyetrum ikan.
Sebab, selama aturan pengelolaan terus berjalan, pendapatan
masyarakat akan meningkat—khususnya yang memanfaatkan ikan
jurung dari sungai di dalam hutan desa. Masyarakat bisa mendapatkan
penghasilan minimal 150 ribu rupiah per hari.***

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 243


HARIMAU RAWA GAMBUT
TOMI ARIYANTO DAN YOAN DINATA

Upaya konservasi karnivor di bentang alam rawa gambut Berbak-


Sembilang. Harimau terjaga, masyarakat sejahtera.

Hamparan hutan rawa gambut di Sumatra terbentang di pesisir


timur, di antaranya bentang alam Berbak-Sembilang. Kawasan yang
berada di batas Jambi dan Sumatra Selatan ini menjadi tandon karbon
tertinggi di Indonesia yang mencapai 100 juta ton.
Sejak 1990-an, tekanan terhadap hutan lanskap ini meningkat
pesat karena pesatnya pertumbuhan penduduk yang diikuti dengan
pembukaan lahan, pembalakan, dan kebakaran hutan. Kebakaran
hutan di rawa gambut menjadi isu utama kehutanan dan perubahan
iklim, yang berpengaruh terhadap ekonomi nasional.
Pentingnya lanskap ini mendorong pemerintah menetapkan
Taman Nasional Berbak dan Taman Nasional Sembilang. Dua kawasan
ini lalu bergabung menjadi Taman Nasional Berbak-Sembilang pada
2015, dengan luasan 344.157 hektare. Selain sebagai situs RAMSAR
dan Cagar Biosfer UNESCO, secara global, Berbak-Sembilang juga
salah satu lanskap konservasi harimau, Tiger Conservation Landscape,
kelas IV dengan status ‘kurang data.’ Minimnya pengetahuan
mengenai harimau mendorong inisiatif konservasi harimau di Berbak-
Sembilang. Untuk itu, Balai Taman Nasional Berbak dan Zoological
Society of London mendorong pengarusutamaan isu harimau di
kawasan lahan basah ini.
Program konservasi harimau dikembangkan melalui proyek
karbon, dikenal Berbak Carbon Initiatives Project, menjadi terobosan
dalam upaya pendanaan jangka panjang. Program tersebut dimulai
pada 2008, yang bersamaan dengan kasus konflik manusia dan harimau
yang cukup besar dan menjadi perhatian luas. Konflik itu menjadi
sorotan pertama dari khalayak terhadap keberadaan harimau di
Berbak-Sembilang. Dalam waktu yang berdekatan dengan momentum
itu, Berbak menjadi salah satu bentang alam yang disertakan dalam
survei seluruh Sumatra, Sumatra Wide Tiger Survey, yang lantas diikuti
pemantauan, patroli, dan mitigasi konflik yang berkelanjutan.

244 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Harimau di Berbak- Pemantauan populasi harimau di hutan rawa gambut memiliki
Sembilang mampu tantangan tersendiri dibandingkan dengan bentang alam lain.
beradaptasi dengan Jika di bentang alam lain, jalur satwa mudah diidentifikasi dengan
habitatnya yang melihat punggungan bukit. Namun di rawa gambut, tak semudah itu.
didominasi wilayah Genangan air di musim basah, dan tumpukan serasah kering ketika
berair—sebagian musim kemarau, membuat sangat sedikit jejak yang dapat diamati.
dipengaruhi pasang Setelah melakukan berbagai percobaan yang melibatkan masyarakat
surut, dan daya dukung
dan identifikasi lokasi secara bertahap, pada 2010 untuk pertama
mangsa yang rendah.
kalinya kepadatan harimau di Berbak dapat diperkirakan: 1,02 individu
per 100 kilometer persegi. Lalu diikuti dengan monitoring pada 2015:
1,2 individu, dan 2018: 1,6 individu. Trennya: kepadatan harimau
meningkat. Apakah tren itu berarti populasi harimau meningkat?
Untuk menjawab pertanyaan ini perlu kehati-hatian. Ini mengingat,
berdasarkan distribusinya, harimau di Berbak tersebar pada wilayah
yang cukup sempit, dengan proporsi tumpang-tindih yang tinggi.
Hasil kajian okupansi dari data kamera jebak menunjukkan,
hanya 30 persen wilayah Berbak yang dihuni harimau. Kajian lebih
mendalam tentang kebakaran hutan menunjukkan bahwa harimau
masih menghuni wilayah bekas kebakaran. Bahkan harimau terfoto
pada lokasi hutan bekas terbakar. Mengapa hunian harimau di Berbak
memiliki proporsi yang cukup kecil? Ini nampaknya dipengaruhi
adanya bekas kebakaran yang menimbulkan cekungan air di tengah
kawasan sehingga lintasan harimau terputus.
FOTO: TAMAN NASIONAL BERBAK-SEMBILANG
ZOOLOGICAL SOCIETY OF LONDON

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 245


Sayangnya keberhasilan pemantauan di wilayah Berbak belum
dapat dicapai di wilayah Sembilang. Hingga saat ini, belum diperoleh
data yang cukup untuk analisis populasi.
Distribusi yang cukup sempit tersebut tentu saja menyebabkan
harimau di Berbak sangat rentan terhadap perburuan. Pada 2012,
ditemukan harimau terjerat hingga mati di tengah hutan Berbak.
Selain perburuan dengan jerat konvensional, penggunaan setrum
listrik marak dilakukan di Berbak-Sembilang, baik untuk perburuan
maupun perlindungan kebun dari hama babi.
Setidaknya, hingga saat ini, terdapat dua harimau yang mati
karena kabel listrik voltase tinggi. Bahkan pada 2017-2018, ditemukan
beberapa bukti penggunaan setrum listrik untuk perburuan di
beberapa lokasi. Hal ini mendorong program ujicoba pagar listrik
yang ramah satwa. Kendati sudah ujicoba, penerapannya secara
masif belum dapat dilakukan. Ini terutama teknologinya yang masih
terbilang mahal.
Upaya perlindungan harimau di Berbak-Sembilang secara terus
dilakukan, dan disertai dengan adopsi pengembangan teknologi.
Bahkan Berbak menjadi percobaan pertama teknologi SMART
untuk konservasi harimau pada 2013. Balai Taman Nasional Berbak
Sembilang dan Zoological Society of London membentuk unit
patroli harimau sumatra, Tiger Protection and Patrol Unit (TPPU)
yang didukung dengan perangkat SMART dan cyber tracker untuk
pengelolaan informasi.
Untuk keberlanjutan program, unit patroli itu beranggotakan
polisi hutan dan masyarakat mitra polhut yang aktif berpatroli setiap
bulan. Patroli itu diiringi dengan upaya di luar kawasan: edukasi,
pendampingan masyarakat, serta mitigasi konflik, untuk menjaga
harimau Berbak.
Karakteristik harimau di hutan rawa gambut mungkin berbeda
dengan kawasan lain. Harimau di Berbak-Sembilang mampu
beradaptasi dengan habitatnya yang didominasi wilayah berair—
sebagian dipengaruhi pasang surut, dan daya dukung mangsa yang
rendah.
Konsentrasi distribusi harimau di Berbak berhasil teridentifikasi,
dan ditetapkan sebagai area inti harimau Berbak (Berbak Tiger
Core Area). Namun, hal ini bagaikan pisau bermata dua. Di satu
sisi, upaya perlindungan dapat semakin terarah dan terfokus, di sisi
lain populasi tersebut sangat rentan perburuan ataupun penurunan
keragaman genetika dalam jangka panjang.
Pemberdayaan masyarakat juga salah satu kunci bagi kelestarian
harimau di bentang alam Berbak-Sembilang. Program kemasyarakatan

246 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Berbak-Sembilang merupakan lanskap lahan basah yang menjaga
cadangan karbon terbesar di Indonesia. Dengan melindungi harimau
berarti melindungi seluruh kekayaan hayati di lanskap ini.

yang telah, dan sedang, berjalan meliputi peningkatan produktivitas


kakao dan karet di beberapa desa. Program ini untuk meningkatkan
ekonomi setempat sehingga dapat mengurangi tekanan masyarakat
ke dalam kawasan taman nasional.
Prosesnya, bermula dengan penguatan kelompok tani dan
pembentukan kelompok belajar, yang disebut sekolah lapang, yang
diadakan setiap bulan. Melalui sekolah lapang, masyarakat memeroleh
pengetahuan intensifikasi produk pertanian ramah lingkungan.
Proses sekolah lapang menghasilkan semangat: ‘harimau terjaga,
masyarakat sejahtera.’ ***
FOTO: TAMAN NASIONAL BERBAK-SEMBILANG

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 247


MENYISIR ANCAMAN BAGI HARIMAU

Konservasi harimau membutuhkan pengetahuan mendalam


mengenai ancaman utamanya. Karena itu, pada 2013 disusun
dokumen Kajian Ancaman terhadap Harimau di Berbak-
Sembilang (Berbak-Sembilang Tiger Threat Assessment). Kajian
ini untuk mengidentifikasi dan memprioritaskan ancaman
spesifik terhadap harimau-lanskap. Harapannya, kajian ini
sebagai dasar mengembangkan rencana aksi mitigasi konflik
manusia-harimau dan menjamin kelangsungan populasi
ANCAMAN harimau di lanskap konservasi prioritas.
BERISIKO TINGGI: Dokumen ini akan digunakan untuk mendorong kolaborasi
PEMBALAKAN semua pemangku kepentingan di bentang alam—masyarakat,
pemerintah, perusahaan—dalam menerapkan strategi jangka
LEGAL MAUPUN
pendek dan panjang konservasi harimau. Ini terutama dari
ILEGAL, perspektif manfaat timbal-balik yang dapat diperoleh dari
PEMBANGUNAN pengurangan ancaman harimau.
INFRASTRUKTUR Jika ancaman berkurang dan pengelolaan lahan yang
KOMERSIAL, DAN efektif diterapkan di Berbak-Sembilang, bukti menunjukkan
PERAMBAHAN. hunian harimau dapat pulih dan berkembang secara alami.
Dengan kondisi itu, dan adanya habitat yang cukup, akan
memungkinkan harimau dan manusia hidup berdampingan,
tanpa konflik, di lanskap yang sama.
Kajian ini menggali ancaman dari tiga faktor utama: yaitu
ancaman langsung terhadap harimau, ancaman terhadap
mangsa, dan ancaman terhadap habitat. Ketiga ancaman itu
dilihat dari tiga sisi: cakupan geografis, tingkat keparahan
ancaman, dan kemampuan untuk pulih kembali tersebab
ancaman. Masing-masing memiliki empat tingkat risiko: sangat
tinggi, tinggi, sedang, dan rendah.
Untuk ancaman langsung terhadap harimau, hasil kajian
mengungkap perburuan memiliki tingkat risiko yang tinggi.
Risiko tinggi dari perburuan dilihat dari data Wildlife Conflict
Response Team, kerjasama Zoological Society of London dan
Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jambi yang memperkirakan

248 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


10 harimau terbunuh selama 2010-2012. Sedangkan risiko
kematian harimau karena pagar listrik, pembunuhan harimau
yang tak sengaja keluar dari hutan, terjeratnya harimau oleh
jerat satwa lain, serta penyakit memiliki risiko sedang. Ancaman
lain, terbunuhnya harimau oleh racun pestisida di perkebunan
berisiko yang rendah.
Ancaman bagi satwa mangsa terdiri dari perburuan dan
penyakit. Ancaman perburuan satwa mangsa di Berbak-
Sembilang cukup rendah, sedangkan penyakit berisiko sedang.
Walaupun belum banyak penelitian mengenai penyakit pada
satwa mangsa (termasuk ternak) namun penyakit berpotensi
mempengaruhi harimau. Sehingga, penyakit satwa mangsa
berkategori sedang—hingga ada penelitian lebih lanjut.
Dari sisi habitat, ada beberapa ancaman langsung
dan tak langsung yang berpengaruh terhadap harimau.
Ancaman berisiko tinggi: pembalakan legal maupun illegal,
pembangunan infrastruktur komersial, dan perambahan, secara
langsung menyebabkan penurunan kuantitas dan fragmentasi
habitat. Sebagai hutan rawa gambut yang rawan terbakar,
kebakaran hutan dan lahan juga berisiko tinggi.
Ancaman sedang berasal dari pengumpulan hasil hutan
bukan kayu dan aktivitas pengambilan ikan. Ancaman ini dinilai
sedang karena berpeluang meningkatkan risiko konflik manusia-
harimau dan kerusakan habitat. Misalnya, kebakaran hutan dan
lahan dapat disebabkan aktivitas pengawetan ikan dengan
cara dipanggang, yang meninggalkan api tidak terkendali.
Sedangkan pertambahan kebutuhan lahan untuk pertanian dan
ladang penggembalaan dinilai sebagai ancaman yang rendah.
Hasil kajian memberikan peta jalan bagi penyelamatan
harimau di Berbak-Sembilang yang disertai dengan jangka
waktu pelaksanaan. Rekomendasi menekankan sejumlah aspek,
yaitu pertama, pembentukan unit penegakan hukum dan
mitigasi konflik. Kedua, menciptakan sistem manajemen adaptif
berdasarkan monitoring dan intervensi manajemen yang
efektif. Ketiga, menciptakan dasar hukum untuk melindungi
habitat harimau di luar kawasan lindung dan menerapkannya
di dalam dan di antara lanskap harimau prioritas. Dan
terakhir, mempertahankan konektivitas antara habitat yang
terfragmentasi untuk keberhasilan konservasi harimau di
bentang alam Berbak-Sembilang.

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 249


KONSERVASI DI LANSKAP PRIORITAS
RUDIJANTA T NUGRAHA

Harimau sumatra pantas menerima perhatian dan kerja keras


dari seluruh elemen bangsa.

Proyek Sumatran Tiger yang dimulai pada 2016 bertujuan


meningkatkan konservasi keanekaragaman hayati di lanskap prioritas
Sumatra. Untuk mencapai sasaran itu, proyek mengadopsi praktik
manajemen yang baik di kawasan lindung dan lanskap produksi
yang berdekatan. Keberhasilan proyek dengan indikator pemulihan
populasi harimau.
Untuk mencapai sasaran tersebut, Proyek Sumatran Tiger
melakukan intervensi melalui tiga komponen. Komponen pertama,
meningkatkan efektivitas lembaga pengelola wilayah lindung yang
akan membantu mengatasi lemahnya kapasitas manajemen wilayah
lindung dan kontrol atas sumber daya alam.
Selanjutnya, komponen kedua meliputi membangun sistem
koordinasi lintas-sektoral untuk lanskap-lanskap prioritas guna
mengatasi hambatan kedua buruknya koordinasi kelembagaan antar
berbagai organisasi yang bergerak di bidang konservasi hutan dan
alam liar. Dan, komponen ketiga: pembiayaan berkelanjutan untuk
manajemen keanekaragaman hayati yang akan mengatasi hambatan
rendahnya manajemen dan perencanaan keuangan untuk wilayah
lindung. Tiga komponen tadi diterapkan bersama para mitra dan
pengelola kawasan konservasi di empat taman nasional: Bukit Barisan
Selatan, Kerinci Seblat, Berbak-Sembilang, dan Gunung Leuser.
Ancaman utama keragaman hayati di Sumatra, dan tempat lain di
Indonesia adalah degradasi dan hilangnya habitat di hutan. Ancaman
lain, yang juga mengancam harimau, umumnya perburuan liar
untuk konsumsi (seperti perburuan rusa untuk diambil dagingnya),
perdagangan organ harimau, serta pembunuhan harimau sebagai
aksi balas dendam akibat konflik.
Pertikaian antara harimau dan manusia adalah tanda adanya relasi
yang negatif. Untuk menekan interaksi yang merugikan itu, perlu
mitigasi konflik dengan dua pendekatan. Pertama, pendekatan teknis

250 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Jagawana Taman melalui berbagai metode mitigasi; kedua, pendekatan dalam dimensi
Nasional Bukit Barisan manusia dalam menyikapi konflik. Upaya ini perlu kerja jangka
Selatan bersama panjang dan konsisten sehingga berdampak positif di masa datang.
tim WCS mengecek Sementara itu, pada tataran proyek, kondisi harimau di lanskap
kamera jebak untuk prioritas memang sangat tergantung pada intensitas perlindungan dari
memantau harimau institusi pengelola kawasan lindung—balai taman nasional dan balai
sumatra di lanskap konservasi sumber daya alam. Ini mengingat ancaman perburuan
Bukit Barisan Selatan.
selalu ada, dan selalu terjadi, bila tidak dipantau secara rutin.
Taman nasional satu
Contohnya: di Taman Nasional Kerinci Seblat, pada 2013-2015
dari empat lanskap
terjadi perburuan yang membuat kelimpahan harimau di areal
prioritas proyek
Sumatran Tiger.
pemantauan intensif menurun. Lantaran itu, Proyek Sumatran Tiger
bekerjasama dengan Fauna & Flora International dan Taman Nasional
Kerinci Seblat melakukan pemantauan dan perlindungan harimau.
Sinergi tersebut—antara lembaga swadaya dengan otoritas kawasan
konservasi—diharapkan dapat mengisi kendala dari sisi sumberdaya
manusia dan pendanaan. Dari sisi pengelola kawasan, sumberdaya
manusia masih memerlukan peningkatan kapasitas untuk upaya
konservasi yang komprehensif. Kapasitas teknis maupun non-
teknis sangat penting dan dibutuhkan dalam pengelolaan kawasan
konservasi. Dari sisi anggaran, pengelolaan kawasan konservasi
masih bertumpu pada anggaran pemerintah yang masih terbatas,
sementara dukungan para pihak maupun donor tidak bersifat rutin
dan berkelanjutan.
FOTO: AGUS PRIJONO

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 251


Kepadatan ternak di dekat kawasan hutan menjadi salah satu
faktor pemicu konflik harimau dengan manusia. Mitigasi konflik
memerlukan dua pendekatan: teknis penanganan konflik dan non-
teknis menyangkut pengelolaan masyarakat dalam menyikapi. Itu
berarti mitigasi konflik membutuhkan keterlibatan banyak pihak
untuk menangani dengan dua pendekatan tersebut. Tujuan akhir
dari mitigasi konflik: masyarakat aman, harimau selamat.

FOTO: EDY SUSANTO

252 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Dalam mendorong perlindungan, proyek tidak terbatas pada
penanganan perburuan dan perdagangan ilegal harimau, tetapi juga
menekan tingkat perambahan di kawasan konservasi. Selain patroli
untuk pencegahan dan penindakan perambahan, upaya lain melalui
dukungan penyelesaian perambahan dengan kemitraan konservasi,
seperti sedang dilakukan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.
Kawasan konservasi merupakan harapan terakhir pelestarian
harimau dalam jangka panjang. Dengan demikian, pengelola mesti
fokus pada tujuan kawasan konservasinya. Bila memang untuk
perlindungan spesies misalnya, perlu kegiatan yang berfokus pada
konservasi spesies. Jadi, demi pencapaian tujuan itu, pengelolaan
kawasan yang efektif menjadi perhatian utama.
Dalam skala yang lebih luas, pengelolaan kawasan konservasi tidak
bisa berdiri sendiri, tetapi berupa jaringan antar-kawasan. Kawasan
konservasi bisa dibilang hanya sebagian kecil dari lanskap harimau
yang lebih luas. Pada tataran lanskap, upaya konservasi harimau mau
tak mau mesti melibatkan pihak-pihak lain: pemerintah daerah,
perkebunan, perusahaan hutan tanaman dan masyarakat. Pengalaman
menunjukkan, tidak mudah untuk mengajak dan melibatkan pihak
lain di luar kalangan konservasi.
Itulah sebabnya, kapasitas kelembagaan pengelola konservasi
di tingkat nasional juga perlu ditingkatkan untuk mempermudah
koordinasi dan sinergi lintas-kementerian, pemerintah daerah dan
industri budidaya. Inilah yang menjadi perhatian penting dalam
meningkatkan keterhubungan dan keterkaitan para pihak dalam
konservasi harimau.
Selama tiga dekade terakhir, harus diakui adanya peningkatan
cukup signifikan, dari mulai banyaknya lembaga yang terlibat sampai
meningkatnya kapasitas pemantauan, perlindungan, mitigasi konflik,
dan kesadaran publik. Selain itu, peralihan generasi juga berjalan
dengan banyaknya lapisan usia muda yang terlibat dalam konservasi
harimau.
Sebagai kucing besar terakhir yang dimiliki Indonesia, punahnya
harimau sumatra pasti merugikan di tingkat lokal maupun global.
Secara nasional, Indonesia akan kehilangan salah satu spesies
kebanggaan yang berperan dalam memelihara jaringan ekosistem di
habitatnya. Secara global, kalangan ilmuwan akan kehilangan potensi
sumberdaya dan pengetahuan yang bisa didapatkan dari keberadaan
harimau sumatra.
Apapun tantangan dan kendalanya, selagi masih ada waktu,
harimau sumatra pantas mendapatkan perhatian dan kerja keras
dari seluruh elemen bangsa.***

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 253


REFLEKSI KONSERVASI HARIMAU

Sering bertambahnya pengetahuan, gambar besar tantangan


konservasi harimau pun semakin terang.

Momentum pertama konservasi harimau sumatra terjadi


seperempat abad lalu di Padang, Sumatra Barat. Saat itu, pada 1994
para pihak berkumpul dan menggelar lokakarya untuk menentukan
arah konservasi harimau sumatra. Ada tiga tujuan lokakarya: mengkaji
kesintasan populasi dan habitat harimau sumatra, menyusun strategi
pengelolaan untuk mencegah kepunahan harimau, dan rekomendasi
aksi konservasi bagi pemerintah dan lembaga konservasi global.
Sejak 1994 sampai kini, upaya konservasi harimau sumatra telah
melewati banyak perkembangan. Dari waktu ke waktu, pengetahuan
dan pemahaman tentang harimau sumatra terus berkembang. Cara
ringkas untuk melihat perkembangan itu, salah satunya dengan
menilik kembali tiga momentum penyusunan strategi konservasi
harimau: 1994, 2007, dan 2018.
Pada 1994, dalam menyusun strategi konservasi, para pihak
berbekal sedikit pengetahuan. Analisis kesintasan populasi dan
habitat masih bertumpu pada kajian dari pihak luar, dan terbatas di
taman nasional: Kerinci Seblat, Gunung Leuser, Way Kambas, Berbak,
Bukit Barisan Selatan; serta dua suaka margasatwa, yaitu Kerumutan
dan Rimbang Baling.
Lalu pada 2007, para pihak menyusun strategi konservasi kedua
untuk jangka waktu 2007 – 2017. Berbeda dengan yang pertama,
pada strategi konservasi kedua, Indonesia telah memiliki peneliti dan
praktisi harimau—meski belum cukup banyak. Alhasil, substansi
strategi konservasi disesuaikan dengan kapasitas para peneliti dan
praktisi harimau.
Dari sisi penyusun saja sudah berbeda dengan yang pertama:
kontribusi lebih dominan dari para praktisi Indonesia. Pada saat
yang sama, pengelolaan kawasan konservasi di lanskap harimau
juga semakin mantap. Sejumlah mitra internasional dan nasional
juga mendampingi pengelola kawasan, yang memudahkan untuk

254 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Relokasi harimau mendapatkan data populasi, perburuan, deforestasi, dan sebagainya.
korban konflik di Data-data lebih komprehensif dibandingkan dengan strategi
Seluma, Bengkulu dari konservasi yang pertama—kendati belum mencukupi.
kantor Balai Konservasi Perkembangan penting yang menentukan setelah 2007 adalah
Sumber Daya Alam inisiatif konservasi harimau di tingkat global. Dalam Global Tiger
Bengkulu ke Taman Initiative, negara-negara yang menjadi habitat harimau berkomitmen
Wisata Alam Seblat mendorong konservasi satwa ini di negaranya. Setiap negara lantas
pada 28 Oktober 2015.
menyusun program nasional pemulihan harimaunya (National Tiger
Recovery Program-NTRP).
Dan untuk Indonesia, Strategi Konservasi Harimau Sumatra 2007
- 2017 menjadi bekal dalam menyusun NTRP tersebut. Ringkasnya,
NTRP dari Global Tiger Initiative merupakan versi ringkas Strategi
Konservasi 2007 – 2017 itu. Salah satu tujuan Global Tiger Initiative
adalah untuk menggalang pendanaan konservasi harimau di lanskap-
lanskap utama.
National Tiger Recovery Program mendorong upaya di enam
lanskap utama konservasi harimau: Leuser–Ulu Masen, Kerinci
Seblat, Bukit Tigapuluh, Kampar – Kerumutan, Berbak Sembilang,
dan Bukit Barisan Selatan – Bukit Balai Rejang Selatan. Keenam
lanskap ini dipilih berdasarkan telah tersedianya unit manajemen,
luas kawasan, status perlindungan, infrastruktur, peluang populasi
bisa bertahan dalam jangka panjang, potensi komitmen dari lembaga
swadaya masyarakat, dan kemungkinan pelibatan para pihak.
FOTO: BALAI KSDA BENGKULU

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 255


Global Tiger Initiative bisa dibilang lompatan penting dalam
perkembangan konservasi harimau di Indonesia. Semua negara
harimau mendefinisikan aksi-aksi yang berpengaruh signifikan
terhadap konservasi harimau ke depan. Untuk Indonesia, ada
tiga aksi utama. Pertama, penguatan kapasitas pengelola kawasan
konservasi di lanskap utama dan kapasitas pemantauan populasi di
area pemantauan. Kedua, mengembangkan kolaborasi antar-sektor
pemerintahan di lanskap prioritas. Dan ketiga, mengembangkan
pendanaan berkelanjutan. Salah satu hasil dari Global Tiger Initiative
adalah proyek konservasi harimau Global Enviroment Facility.
Seiring berakhirnya strategi konservasi 2007-2017, kini memasuki
babak ketiga untuk 2018-2028. Kini, para pihak menyusun strategi
dengan berbekal sains yang berkembang selama 2007 -2017. Sepanjang
kurun itu, pengetahuan konservasi harimau telah mengalami banyak
perkembangan. Salah satunya, analisis kesintasan populasi harimau—
biasa disebut PVA, population viable analysis.
Perkembangan ilmu pengetahuan tersebut membuat masalah dan
tantangan lebih terang benderang dengan pasokan data deforestasi,
perburuan, konflik, sosial, dan sebagainya. Dan kini, semakin jelas
semua tantangan itu terjadi hampir di seluruh lanskap konservasi
harimau.
Bila dibandingkan yang pertama dan kedua, yang hanya mencakup
beberapa lanskap, strategi konservasi 2018 – 2028 mengkaji seluruh
petak hutan yang dihuni dan tidak dihuni harimau.
Hanya saja, seiring dengan bertambahnya pengetahuan, tentu
masih ada yang perlu diperbaiki—itu juga berarti ada kemajuan.
Dalam jangka sepuluh tahun sebelumnya, ada informasi yang nyata
bahwa strategi konservasi luput menangani populasi harimau di
lanskap-lanskap kecil.
Memang, selama 2007 – 2017, konservasi berfokus di lanskap
besar dan utama. Hasil kajian peneliti memang mendorong arah
pendanaan konservasi ke lanskap-lanskap besar. Pertimbangannya,
ketimbang mengelola seluruh lanskap yang bakal tidak efektif,
peneliti dan praktisi lebih menyarankan untuk melindungi lanskap
besar yang menjadi sumber individu baru di lanskap kecil. Idenya:
populasi di lanskap utama diselamatkan terlebih dahulu, dengan
zona tanpa gangguan manusia, sehingga pertumbuhan populasinya
positif bagi lanskap lain di sekitarnya.
Idenya disebut dengan konsep source-sink area. Sederhananya,
ada daerah sumber populasi di lanskap besar—yang dilindungi dan
dikelola, dan lanskap kecil dengan populasi yang rentan hilang,
entah karena konflik ataupun perburuan.

256 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Warga di Pulau Secara saintifik, selama dasawarsa lalu, memang aksi konservasi
Tengah, Sungai Penuh, mengacu hasil penelitian yang mendorong perhatian ke lanskap
Jambi, menyaksikan utama yang dihuni 50 – 100 harimau. Karena fokus ke sana, konflik
pergelaran Ngagah dan perburuan justru sering terjadi di lanskap yang belum tertangani.
Harimau. Kesenian Harapannya, dalam strategi ke depan, ada mobilisasi pendanaan
ini membangkitkan untuk lanskap-lanskap kecil. Kelak, konservasi harimau di lanskap
kembali tradisi lama besar tetap berjalan, sembari mengelola populasi harimau di lanskap
yang punah seiring
kecil. Dengan demikian, secara ringkas, dalam konteks strategi
hilangnya harimau
konservasi kini dikenal dua lanskap: yang terkelola dan belum
di Pulau Tengah.
terkelola.
Konservasi harimau
nampaknya pantas
Untuk itu, perlu pembelajaran dari pengalaman konservasi
melibatkan budayawan
harimau selama ini. Misalnya saja, pendekatan tim anti perdagangan
dan seniman dalam ilegal cukup berhasil dalam hal jumlah penanganan kasus yang
kampanye penyadaran. ditangani. Itu bagus. Namun kenapa angka kasus perburuan dan
perdagangan harimau masih tetap tinggi setelah 10 tahun berlalu?
Pantas diduga, harimau tersebut berasal dari lanskap-lanskap kecil
yang belum terkelola. Atau, bisa juga berasal dari sebagian wilayah
lanskap besar, namun masih luput dari perhatian.
FOTO: AGUS PRIJONO

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 257


FOTO: AGUS PRIJONO

258 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Tim Pelestarian Harimau Sumatra
Kerinci Seblat mengunjungi Renah
Pemetik, di batas taman nasional,
untuk mitigasi konflik harimau. Tim
ini melakukan sosialisasi kepada
masyarakat untuk mencegah ekskalasi
konflik. Tim ini berada di antara dua
kepentingan: menentramkan masyarakat,
menyelamatkan harimau.

Karena itu, perlu untuk melacak asal-usul harimau yang masih


bertahan di lanskap kecil (kurang dari 500 kilometer persegi) dan
lanskap yang berinteraksi dengan manusia. Ini merupakan salah satu
pekerjaan di masa datang untuk mengetahui mana lanskap kecil yang
dihuni dan tidak dihuni harimau. Bila sudah teridentifikasi, lantas
dilihat kemungkinan koneksi lanskap kecil dengan lanskap utama.
Begitu juga, kemungkinan koneksi antara lanskap-lanskap kecil.
Atau, bisa juga lanskap-lanskap kecil tidak lagi dihuni harimau,
dan tak mungkin lagi dihubungkan dengan lanskap mana pun.
Pilihan yang mungkin adalah menjadi sanctuary atau suaka harimau.
Apapun itu, ke depan perlu dipikirkan berbagai alternatif dalam
konservasi harimau. Pilihan apapun didasarkan pada sains dan
pengetahuan lanskap-lanskap yang belum terkelola tentang populasi,
sebaran, habitat, dan daya dukungnya. Itu hal-hal yang penting
untuk dijawab secara saintifik dalam tahun-tahun mendatang.
Jika sudah terjawab, langkah selanjutnya pemetaan pihak-
pihak terkait di lanskap-lanskap kecil. Hanya dengan mengetahui
para pemangku di lanskap yang dihuni harimau, pengembangan
strategi konservasi akan lebih efektif. Dari sana, lantas menggali
skema pendanaan yang paling mungkin, entah dengan skema
hutan sosial, perdagangan karbon atau yang lain. Skema pendanaan
menjadi tantangan terbesar dalam konservasi harimau. Pengalaman
menunjukkan, karena luasnya cakupan lanskap, seberapa pun besarnya
dana, pada akhirnya tetap harus memilih skala prioritas konservasi.
Kendati perkembangan cukup menggembirakan, studi harimau
sebenarnya tidak hanya tentang populasi, tapi selayaknya juga
memperhatikan sejarah, psikologi, budaya, sosiologi, dan antropologi.
Ini nampaknya yang kurang tersentuh dalam strategi konservasi
harimau. Kajian berbagai disiplin ilmu tersebut akan menentukan
langkah-langkah konservasi harimau ke depan. Dari hasil kajian itu,
langkah selanjutnya adalah menerjemahkannya dalam bahasa publik
dan kebijakan. ***

GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 259


Himbauan bagi masyarakat tentang
perlindungan spesies dilindungi di pelosok
Kerinci Seblat, yang berbatasan dengan taman
nasional.
FOTO: AGUS PRIJONO

260 AUM! ATLAS HARIMAU NUSANTARA


GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU 261
Imaji harimau dan banteng di sisi
depan gunungan wayang Jawa.
Citra ini merupakan simbol keadaan
semesta yang seimbang: pohon
kehidupan, satwa liar dan manusia.
FOTO: DWI OBLO
EPILOG

GARIS DEPAN DI MASA DATANG


HARIYO T WIBISONO

Telah banyak kemajuan dalam upaya konservasi harimau sumatra


selama dua dekade terakhir. Namun demikian, para pelestari menyadari
tantangan terhadap kelestarian harimau sumatra tidak akan pernah
reda. Pemerintah, para praktisi, akademisi, sektor swasta, pemuka
agama, dan masyarakat luas adalah mata rantai yang tak terpisahkan
dari untaian rantai ekosistem harimau sumatra. Karena itu, sinergi
para pihak tersebut harus terus digalakkan dan diperkuat dengan satu
tujuan: menyelamatkan harimau Indonesia yang terakhir.
Tidak bisa dipungkiri, hingga saat ini upaya konservasi harimau
sumatra masih didominasi entitas internasional. Mimpi yang
harus terus ditanamkan kepada generasi muda adalah memastikan
kepemimpinan anak-anak bangsa di dalam konservasi hidupan liar
di Indonesia di masa datang. Pemerintah harus terus mendorong
dan memfasilitasi tumbuhnya entitas-entitas baru konservasi yang
mumpuni, baik di tingkat lokal maupun nasional. Lembaga-lembaga
pendidikan nasional harus terus memperkuat kapasitas ilmiahnya
untuk menghasilkan generasi baru yang kompetitif di dalam praktik-
praktik konservasi harimau sumatra.
Harimau sumatra adalah harta hidup tak ternilai sekaligus harga
diri bangsa Indonesia. Setelah punahnya harimau bali dan harimau
jawa, kehilangan harimau sumatra pasti merupakan aib bangsa.
Harimau sumatra masih menjelajah bebas di rumahnya. Ruang hidup
dan sumberdaya alamnya masih cukup tersedia. Praktisi anak bangsa
dan pengetahuan masih terus tumbuh. Oleh karena itu, asa masih
terbentang luas di depan mata. Tugas bersama adalah menjaga dan
memupuk asa itu agar terus tumbuh, agar anak cucu masih dapat
menelusuri jejak harimau sumatra di alam liar. Agar mereka bangga
memiliki harimau sumatra. Karena, harimau sumatra adalah harimau
terakhir bangsa Indonesia. ***

EPILOG 263
FOTO: AGUS PRIJONO

264 ATLAS KONSERVASI HARIMAU NUSANTARA


Saat jembatan desa sedang dibangun, anak-anak
membantu menyeberangkan kendaraan yang lewat.
Anak-anak pedalaman Kerinci Seblat ini calon generasi
yang kelak bisa berkontribusi dalam konservasi
harimau.

MEMAHAMI SANG RAJA RIMBA 265


CATATAN PUSTAKA

BAGIAN SATU
NUSANTARA HARIMAU: MEMAHAMI SANG RAJA RIMBA

Jejak Dua Juta Tahun Lalu


Kitchener, Andrew C. 1999. Tiger Distribution, Phenotypic Variation and Conservation
Issues. Dalam: Seidenticker, J., Christie, S., dan Jackson, P. (Editors). Riding the Tiger,
Tiger Conservation In Human-Dominated Landscapes. The Zoological Society of London,
Cambridge University Press.
Sunquist, M., Karanth, U., dan Sunquist, F. 1999. Ecology, Behaviour and Resilience Of The
Tiger And Its Conservation Needs. Dalam: Seidenticker, J.,Christie, S., dan Jackson,
P. (Editors). Riding the tiger, tiger conservation in human-dominated landscapes. The
Zoological Society of London, Cambridge University Press.
Sunarto, Widodo, E., dan Priatna, D. Tanpa tahun. Rajut Belang: Panduan Perbaikan
Praktik Pengelolaan Perkebunan Sawit dan Hutan Tanaman Industri dalam
Mendukung Konservasi Harimau Sumatera. Departemen Kehutanan, WWF,
Harimaukita, ZSL.

Wibawa Sang Pemangsa


Boomgard, Peter. 2001. Frontiers of Fear, Tigers and People in The Malay World, 1600 -
1950. Yale University.
Dinerstein, E., Loucks, C., Wikramanayake, E., Ginsberg, J., Sanderson, E., Seidensticker,
J., Forrest, J., Bryja G., Heydlauff, A., Klenzendorf, S., Leimgruber, P., Mills, J.,
O’brien, T. G., Shrestha, M., Simons, R., & Songer, M. 2007. The Fate of Wild Tigers.
Bioscience 57 (6), June 2007. doi:10.1641/B570608.
Haidir, I.A., Albert, W. R., Pinondang, I. M. R., Ariyanto, T., Widodo, F.A., dan
Ardiantiono. 2017. Pedoman Pemantauan Populasi Harimau Sumatera. Direktorat
Konservasi Keanekaragaman Hayati. Direktorat Jenderal KSDAE, KLHK, Jakarta.
Kartawibawa, R. 1925. Bakda Mawi Rampog. Wedalan: Bale Pestaka, 1925.
Kitchener, Andrew C. Tiger Distribution, Phenotypic Variation and Conservation
Issues. Dalam: Seidenticker, J., Christie, S., dan Jackson, P. 1999. Riding The Tiger,
Tiger Conservation In Human-Dominated Landscapes. The Zoological Society of London,
Cambridge University Press.
Kholis, M., Faisal, A., Widodo, F. A., Musabine, E. S., Hasiholan, W., dan Kartika, E.C.
Tanpa Tahun. Pedoman Penanggulangan Konflik Manusia dan Harimau Sumatera.
Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
National Geographic Indonesia. 2018. Arwah Rimba, Syaman dan Tarian di Kerinci
yang Menyatukan Manusia dan Harimau. Edisi Juli 2018.
Philip J. Nyhus and Ronald Tilson. 2010. “Where the Tiger Survives, Biodiversity Thrives.”
Kyoto Journal 75 pp 86-87 Available at: http://www.kyotojournal.org/biodiversity/
BD_print/86/KJnyhus-tilson. pdf.
Raharyono, D., dan Paripurno, E. T. 2001 Berkawan Harimau Bersama Alam. Yayasan
Kappala Indonesia, The Gibbon Foundation, Pusat nformasi Lingkungan Indonesia –
Jaringan Program Pergerakan LSM, Bogor.
Kartodirjo, S. dan, Suryo, D. 1994. Sejarah Perkebunan di Indonesia, Kajian Sosial
Ekonomi. Aditya Media, Yogyakarta.
Sunarto, Widodo, E., dan Priatna, D. Tanpa tahun. Rajut Belang: Panduan Perbaikan
Praktik Pengelolaan Perkebunan Sawit dan Hutan Tanaman Industri dalam
Mendukung Konservasi Harimau Sumatera. Departemen Kehutanan, WWF,
Harimaukita, ZSL.
Sunquist, M., Karanth, U., dan Sunquist, F. 1999. Ecology, behaviour and resilience of the
tiger and its conservation needs. Dalam: Seidenticker, J.,Christie, S., dan Jackson,
P. (Editors). Riding the Tiger, Tiger Conservation in Human-dominated Landscapes
The Zoological Society of London, Cambridge University Press.
Whitten, T., Soeriaatmadja, R. E., dan Afiff, S. A. 1999. Ekologi Jawa dan Bali. Editor
Seri: S. N. Kartikasari. Prenhallindo. Jakarta.

266 ATLAS HARIMAU NUSANTARA


BAGIAN DUA
NUSANTARA HARIMAU: YANG SILAM, YANG KELAM

Dua Sirna, Satu Tersisa


Boomgard, Peter. 2001. Frontiers of Fear, Tigers and People in The Malay World, 1600 -
1950. Yale University.
Cribb, Robert. 1988. The Politics of Environmental Protection In Indonesia. Working Paper
No. 48. Centre of Southeast Asian Studies, Monash University, Australia.
Kholis, M., Faisal, A., Widodo, F. A., Musabine, E. S., Hasiholan, W., dan Kartika, E.C.
Tanpa Tahun. Pedoman Penanggulangan Konflik Manusia dan Harimau Sumatera.
Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Harimau Bali, Musnah di Ujung Bedil Pemburu


Ashraf, Mohammed. 2006. The Extirpation of Bali and Javan Tiger: Lessons from The Past.
Tiger Paper, July-September 2006, Wildlife and National Parks Management. https://
works.bepress.com/biocen trism/12/
Boomgard, Peter. 2001. Frontiers of Fear, Tigers and People in The Malay World, 1600 -
1950. Yale University.
Whitten, T., Soeriaatmadja, R. E., dan Afiff, S. A. 1999. Ekologi Jawa dan Bali. Editor
Seri: S. N. Kartikasari. Prenhallindo. Jakarta.

Harimau Jawa, Terlambat di Tikungan Terakhir


Boomgard, Peter. 2001. Frontiers of Fear, Tigers and People in The Malay World, 1600 -
1950. Yale University.
Cribb, Robert. 1988. The Politics of Environmental Protection in Indonesia. Working Paper
No. 48. Centre of Southeast Asian Studies, Monash University, Australia.
Kartawibawa, R. 1925. Bakda Mawi Rampog. Wedalan: Bale Pestaka, 1925.
Pandji Yudistira. 2012. Sang Pelopor, peranan Dr. S H Kooders dalam Sejarah
Perlindungan Alam di Indonesia. Kementerian Kehutanan.
Raharyono, D., dan Paripurno, E. T. 2001. Berkawan Harimau Bersama Alam. Yayasan
Kappala Indonesia, The Gibbon Foundation, Pusat nformasi Lingkungan Indonesia –
Jaringan Program Pergerakan LSM, Bogor.
Seidensticker, J., dan Suyono. 1980. The Javan Tiger and Meru Betiri Reserve:
A Plan for Management. World Wide Fund, International Union for Conservation
of Nature and Natural Resources, Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam.
Soeratman, Darsiti. 1989. Kehidupan Dunia Kraton Surakarta 1830 - 1939. Penerbit
Taman Siswa. Yogyakarta.
Whitten, T., Soeriaatmadja, R. E., dan Afiff, S. A. 1999. Ekologi Jawa dan Bali. Editor
Seri: S. N. Kartikasari. Prenhallindo. Jakarta.

Manusia dan Harimau di Jawa Abad ke-19


1. E. R. Schidmore, Java: The Garden of the East, Singapore: Oxford University Pess,
1897.
2. Alfred Russel Wallace, The Malay Archipelago, Singapore: Periplus Classic, hlm. 76.
3. Antoine Cabaton, Java, Sumatra, and the Other Islands of the Dutch East Indies,
London: Adelphi Terrace, 1911), hlm. 53-56.
4. Peter Boomgaard, Children of the Colonial State. Population Growth and Economic
Development in Java, 1795-1880, Netherlands: Free University Press, hlm. 167.
5. Peter Boomgaard dan A.J. Goorszen, Changing Economy in Indonesia Vol. 11.
Population Trends 1795-1942, Amsterdam: Royal Tropical Institute, 1991, hlm. 82.
6. Boomgaard, Children of the Colonial State … hlm. 203.
7. Vratislav Mazak, “Panthera tigris” dalam Mammalian Species No. 152, Panthera tigris
(8 Mei 1981), hlm. 1-2.
8. Andries Hoogerwerf, Udjung Kulon: The Land of the Last Javan Rhinoceros, Leiden:
E.J. Brill, 1970, hlm. 246.
9. Andrew K. C. dan N. Yamaguchi, “What is a Tiger? Biogeography, Morphology and
Taxonomy” dalam R. Tilson dan P. J. Nyhus (ed.), Tiger of the World. The Science, Politics
and Conservation of Panthera tigris, London: Elsevier, 2010, hlm. 56

CATATAN AKHIR 267


10. John Seidensticker dan Suyono, The Javan Tiger and the Meru Betiri Reserve: A Plan
for Management, Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam dan World Wildlife
Fund, 1980.
11. R. Kartawibawa, Bakda Mawi Rampog, Wedalan: Bale Pestaka, 1925. Terjemahan: Di
setiap hutan pasti ada macan, namun tidak berkeliaran di hutan yang saya sebutkan
tadi (Kartawibawa merujuk pada kadaton sima atau kerajaan harimau di Lodoyo
[Blitar selatan], Gadungan [Pare, Kediri], Kedoewang [Wonogiri], dan Cilacap).
Macannya besar-besar, ibaratnya: tapaknya sebesar piring tembikar. Semakin ramai
daerahnya, semakin habis hutannya, semakin habis macannya.
12. Amanda Williams, “Did Neandhertals and sabre-toothed wage battles? Fossil remains
reveal the predators lived side by side with our ancerstors.”
13. Peter Boomgaard, Frontiers of Fear… hlm. 39.
14. Boomgaard, Frontiers of Fear … hlm. 249.
15. Boomgaard, Frontiers of Fear … hlm. 83-84.
16. Bataviaasch Handelsblad No. 99, Senin 29 April 1878, hlm. 4.
17. Bataviaasch Nieuwsblad, No. 80, 7 Maret 1891, hlm. 2.
18. De Locomotief, N0. 192, Senin 22 Agustus 1898, hlm. 2.
19. De Grondwet, No. 14, 27 November 1894, hlm. 7; Leeuwarder Courant, No. 257,
Rabu 31 Oktober 1894, hlm. 6; De Telegraaf, No. 1851, Selasa 5 Januari 1898, hlm. 6;
Java Bode, No. 76, 1 April 1879, hlm. 4.
20. “Premies op Het Dooden van Tijgers” dalam De Locomotief No. 88, Sabtu 17 April
1897.
21. "Jachtcomando” dalam Bataviaasch Nieuwsblad No. 168, Sabtu 20 Juni 1903.
Rudolph Albert Kerkhoven adalah keponakan Karl Albert Ruolph Bosscha
dan penggagas Nederlandsch Indische Stenkundige Vereeniging (NISV) atau
Perhimpunan Astronomi Hindia Belanda. Keluarga Kerkhoven adalah filantropis
yang mendirikan observatorium Bosscha dan Technische Hoogeschool te Bandoeng.
22. R.A. Kerkhoven dan E.J. Kerkhoven, “A Tiger Hunt in Java” dalam Journal of the
Straits Branch of the Royal Asiatic Society No. 12, Desember 1883, hlm. 269.

BAGIAN TIGA
IKHTIAR SUMATRA, MENJAGA HARIMAU SUMATRA

Waspada Sumatra
Boomgard, Peter. 2001. Frontiers of Fear, Tigers and People in the Malay World, 1600 -
1950. Yale University.
Departemen Kehutanan. 2007. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Harimau
Sumatera (Panthera tigris sumatrae). 2007 – 2017. Departemen Kehutanan, Jakarta.
Franklin, N., Bastoni, Sriyanto, Siswomartono, D. Manansang, J., and Tilson, R. Last
of the Indonesian Tigers: a Cause for Optimism. Dalam: Seidenticker, J., Christie,
S., dan Jackson, P. 1999. Riding the Tiger, Tiger Conservation in Human-dominated
Landscapes. The Zoological Society of London, Cambridge University Press.
Ng, J. and Nemora. 2007. Tiger Trade Revisited in Sumatra, Indonesia. TRAFFIC Southeast
Asia, Petaling Jaya, Malaysia.
Pelzer, Karl J. 1985. Toean Keboen dan Petani, Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria
di Sumatra Timur 1863-1947. Sinar Harapan, Jakarta.
Sjamni, Adnan. 1949. Sumatra Pulau Harapan. Grafica, Djakarta.
Sumardjani, Lisman. 2007. Konflik Sosial Kehutanan: Mencari Pemahaman untuk
Penyelesaian Terbaik. WG Ternure. PDF.
Whitten, T., Damanik, S. J., Anwar, J, dan Hisyam, N. 1997. The Ecology of Sumatra. The
ecology of Indonesia Series Volume I. Periplus, Singapore.
Wulan, Y C., Yasmi, Y., Purba, C., & Wollenberg, E. 2004. Analisa Konflik Sektor
Kehutanan di Indonesia 1997 – 2003. Center for International Forestry Research,
Bogor, Indonesia.

268 ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Harimau di Kala Antroposen
Boomgard, Peter. 2001. Frontiers of Fear, Tigers and People in the Malay World, 1600 -
1950. Yale University.
Margono, B. A., Turubanova, S., Zhuravleva, I., Potapov, P., Tyukavina A., Baccini, A.,
Goetz, S., and Hansen, M.C. 2012. Mapping and Monitoring Deforestation and
Forest Degradation in Sumatra (Indonesia) Using Landsat Time Series Data Sets
from 1990 to 2010. Enviromental Research Letter, doi: 10.1088/1748-
9326/7/3/034010
Forum HarimauKita. Tanpa Tahun. Infografis: Berpacu dengan Kepunahan. Ditjen
KSDAE, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Forum Harimaukita.
Global Tiger Initiative Secretariat. 2012. Managing Tiger Conservation Landscapes
and Habitat Connectivity: Threats and Possible Solutions. Experiences from
Bangladesh, India, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Nepal, Thailand, and Vietnam. The
World Bank, Washington, D.C. https://www.researchgate.net/publication/259344793
Kartika, E. C. 2017. Spatio-Temporal Patterns of Human Tiger Conflict in Sumatra 2010
-2016. Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta.
Kholis, M., Faisal, A., Widodo, F. A., Musabine, E. S., Hasiholan, W., dan Kartika, E.
C. Tanpa Tahun. Pedoman Penanggulangan Konflik Manusia dan Harimau Sumatera.
Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati, Direktorat Jenderal Konservasi
Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
PDF.
Pusparini, Wulan. 2016. Laporan Akhir Sumatran Tiger PVA 2016. Penyusun
Wulan Pusparini, Tomi Ariyanto, Lili Sadikin, Febri Anggriawan Widodo. Disusun
Forum HarimauKita untuk KLHK. Tidak dipublikasikan.
Shepherd, Chris R. and Magnus, Nolan. 2004. Nowhere to Hide: The Trade in Sumatran
Tiger. TRAFFIC Southeast Asia. https://www.researchgate.net/publication/242391386
Whitten, T., Damanik, S. J., Anwar, J, dan Hisyam, N. 1997. The Ecology of Sumatra. The
ecology of Indonesia Series Volume I. Periplus, Singapore.

Genealogi Perburuan Harimau


Ashraf, Mohammed. 2006. The Extirpation of Bali and Javan Tiger: Lessons from the Past.
Tiger Paper, July-September 2006, Regional Quarterly Bulletin on Wildlife and
National Parks Management. https://works.bepress.com/biocentrism/12/
Boomgard, Peter. 1997. Hunting and Trapping in the Indonesian Archipelago, 1500-
1950. Dalam: Boomgard, P., Colombijn, F., and Henley, D. (Editors). Paper
Landscapes, Explorations in the Enviromental History of Indonesia. Leiden, KITLV
Press.
Boomgard, Peter. 2001. Frontiers of Fear, Tigers and People in the Malay World, 1600 -
1950. Yale University.
Jepson, P. & R.J. Whittetaker. 2000. Histories of Proctected Areas: Internationalisation
of Conservationist Values and Their Adoption in The Netherlands Indies (Indonesia).
Enviroment and History 8: 129 - 172.
Mill, Judy A. 2015. Blood of the Tiger, A Story of Conspiracy, Greed, and the Battle to Save
a Magnificent Species. Beacon Press, Boston, Massachusetts.
Ng, J. and Nemora. 2007. Tiger Trade Revisited in Sumatra, Indonesia. TRAFFIC Southeast
Asia, Petaling Jaya, Malaysia.
Raharyono, D., dan Paripurno, E. T. 2001. Berkawan Harimau Bersama Alam. Yayasan
Kappala Indonesia, The Gibbon Foundation, Pusat Informasi Lingkungan Indonesia –
Jaringan Program Pergerakan LSM, Bogor.
Shepherd, Chris R., and Magnus, Nolan. 2004. Nowhere to Hide: The Trade in Sumatran
Tiger. TRAFFIC Southeast Asia. https://www.researchgate.net/publication/242391386
Whitten, T., Damanik, S. J., Anwar, J, dan Hisyam, N. 1997. The Ecology of Sumatra. The
ecology of Indonesia Series Volume I. Periplus, Singapore.
Whitten, T., Soeriaatmadja, R. E., dan Afiff, S. A. 1999. Ekologi Jawa dan Bali. Editor
Seri: S. N. Kartikasari. Prenhallindo. Jakarta.

CATATAN AKHIR 269


BAGIAN EMPAT
HARAPAN NUSANTARA, GARIS DEPAN KONSERVASI HARIMAU

Pengintai dalam Senyap


Fowler ME., et al. 1993. Parasitic Deseases of Carnivores. Zoo and Wild Medicine Current
Therapy (3th ed), U.S.A, p 401.
Foreyt WJ. 1997. Veterinary Parasitology Reference Manual (4th ed), Washington, 1997.
p 12-40.
Klos HG, Lang EM. 2005. Handbook of Zoo Medicine. Diseases and Treament of Wild
Animals, Canada, p 101.

Membilang Sang Datuk


Lettink, M., and Armstrong, D.P. 2003. An introduction to using mark-recapture analysis for
monitoring threatened species. Department of Conservation Technical Series 28A:
5–32.
Silveira, L., Ja’como, A. T., & Diniz-Filho, J. A. 2003. Camera trap, line transect census
and track surveys: a comparative evaluation. Biological Conservation 114 , 351–355.
Sunarto, S., M. J. Kelly, K. Parakkasi, S. Klenzendorf, E. Septayuda and et al. 2012.
Tigers Need Cover: Multi-Scale Occupancy Study of the Big Cat in Sumatran Forest
and Plantation Landscapes. PLoS ONE 7 (1).
Thomas, L. Buckland, A. T. Burnham, K. P. Anderson, D. R. Laake, J. L. Borchers, D.
L., & Strindberg, S. (2002). Distance sampling. Encyclopedia of Environmetrics
Volume 1, 544–552. ISBN 0471 899976.
Wibisono, H. T., M. Linkie, G. Guillera-Arroita, J. A. Smith, Sunarto, and et al. (2011).
Population Status of a Cryptic Top Predator: An Island-Wide Assessment of Tigers
in Sumatran Rainforests. PLoS ONE 6 (11).

Memburu Pemburu Si Raja Rimba


1. https://nasional.tempo.co/read/1066973/kisah-harimau-sumatera-yang-mati-
dibunuh-warga-mandailing-natal/full&view=ok
2. Data-data dari Database Wildlife Crime Unit – Wildlife Conservation Society
Indonesia Program.
3. Kejahatan satwa liar di Indonesia menempati urutan ketiga setelah perdagangan
narkoba dan perdagangan manusia dari segi besarnya kerugian negara yang
ditimbulkan dari https://news.detik.com/berita/d-3998884/menteri-lhk-kejahatan-
satwa-liar-peringkat-ke-3-di-indonesia.
4. Perdagangan satwa liar melibatkan jaringan terorganisir, dan menempati urutan
keempat setelah perdagangan narkoba, senjata, dan perdagangan manusia dari
http://nationalgeographic.grid.id/read/13307329/kesadaran-penegak-hukum-
untuk-melindungi-satwa-nusantara?page=all
5. Untuk membantu melancarkan aksinya... dari http://banjarmasin.tribunnews.
com/2017/10/12/ini-modus-penyelundupan-potongan-tubuh-satwa-di-bandara-
tersangka-berpangkat-kapten.
6. Pada 2014, International Fund for Animal Welfare (IFAW) melakukan penelitian
tentang perdagangan online di 16 negara. Hasilnya: perdagangan hidupan liar
daring sebanyak 33.006 di 280 situs web terbuka. Sebanyak 9.482 iklan daring ini
menawarkan spesies hidupan liar bekategori Appendix I dan II Convention on
International Trade in Endangered Species (CITES), termasuk harimau sumatra
dari https://www.ifaw.org/united-states/news/wanted-%E2%80%93-dead-or-alive-
grisly-wildlife-cybertrade-exposed.

270 ATLAS HARIMAU NUSANTARA


CATATAN AKHIR 271
PROFIL PENULIS
Urutan nama sesuai dengan urutan artikel di atlas

SUNARTO ekolog satwa di WWF, anggota Dewan Penasehat Forum HarimauKita,


dan Perkumpulan Konservasi Gajah Indonesia. Ia anggota dari tiga Specialist
Group IUCN, yaitu: Cats, Asian Elephants, dan Asian Rhino. Hasil studi dan
pengalamannya telah dipublikasikan di Tropical Biodiversity, PLoS ONE, Oryx,
Sinar Harapan, Kompas, Tempo, MetroTV, Majalah National Geographic, dan
Channel TV NatGeo Wild.

ABMI HANDAYANI sedang studi di Universiteit Leiden, Belanda, dengan fokus


sejarah kolonial dan global. Ia juga memiliki minat pada sejarah lingkungan dan
sejarah intelektual.

DOLLY PRIATNA adalah kepala Departemen Konservasi Lanskap pada Asia


Pulp & Paper Group (APP) sejak 2012. Ia membuat strategi dan merancang
konservasi keanekaragaman hayati, mengkoordinasikan kajian, pemantauan,
perlindungan, dan pengelolaan kawasan bernilai konservasi tinggi di konsesi
pemasok kayu. Secara bersamaan, ia juga mengajar di Program Studi Manajemen
Lingkungan, Program Pascasarjana, Universitas Pakuan Bogor. Saat ini masih
tercatat sebagai Dewan Penasehat pada Asian Journal of Conservation Biology
dan Forum HarimauKita, Wakil Ketua Dewan Pengurus Yayasan Belantara, dan
Anggota Badan Pengembangan Usaha di Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia
(APHI).

AGUSTINUS WIJAYANTO saat ini aktif di Perkumpulan Pemberdayaan


Masyarakat dan Pendidikan Konservasi Alam YAPEKA sebagai deputi direktur
eksekutif. Yapeka adalah perkumpulan yang fokus pada pemberdayaan
masyarakat dan pendidikan konservasi alam. Ia juga Livelihood Project manager
untuk Intergrated Tiger Habitat Conservation Program di Rimbang Baling, Riau,
bersama WWF-INDECON. Perhatian utama Agus adalah pengembangan strategi
pengelolaan sumberdaya alam dan pemberdayaan masyarakat.

AKBAR A. DIGDO saat ini direktur eksekutif Perkumpulan Pemberdayaan


Masyarakat dan Pendidikan Konservasi Alam-YAPEKA. Ia punya minat khusus
pada inisiatif konservasi berbasis masyarakat di kawasan lindung laut, pemantauan
pesisir, dan ekowisata. Akbar salah satu tokoh kunci di kalangan lembaga swadaya
masyarakat untuk Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Lingkungan
Mandiri Perdesaan (PNPM LMP) di sejumlah wilayah di Sumatra.

ERNI SUYANTI MUSABINE berkiprah sebagai kepala urusan Program dan


Kerjasama Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu. Ia juga aktif di
advisory board ‘Centre for Orangutan Protection” dan “Animals Indonesia”. Di
Forum HarimauKita, ia koordinator Human-Tiger Conflicts, Wildlife Diseases
& Genetics Forum HarimauKita. Berbagai penghargaan telah ia terima: Kick
Andy Heroes Awards, Perempuan Inspirasi Bidang Lingkungan ‘Garnita
Malahayati’ Bengkulu, Perempuan Inspiratif NOVA kategori Perempuan dan
Lingkungan, dan Lifetime Achievement Orangutan Friends Awards.

272 ATLAS HARIMAU NUSANTARA


SUGENG DWI HASTONO berpraktik di Amanah Veterinary Services, Lampung.
Sejak 2012, membantu Balai Konservasi Sumber Daya Alam Lampung dalam
menangani konflik satwa liar. Ia sering diminta karya baktinya oleh Taman
Nasional Way Kambas, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, dan Suaka Rhino
Sumatra. Ia aktif menjadi narasumber di Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan. Pada 2017, ia bergabung sebagai anggota Forum HarimauKita.

MUNAWAR KHOLIS berkecimpung di konservasi harimau sejak 2002, diawali


dari pusat penyelamatan satwa (PPS). Ia menangani konflik harimau-manusia,
berpatroli, monitoring populasi dan kegiatan awareness di Fauna-Flora
International dan Wildlife Conservation Society. Ia turut mengembangkan
Forum HarimauKita, dan saat ini menjadi ketua periode 2017-2019. Tahun
2016 bergabung dengan USAID-LESTARI untuk konservasi keragaman hayati
Indonesia.

WIDO R ALBERT sejak 2014 berkiprah di FFI-Indonesia Programme sebagai


koordinator Program Monitoring Harimau Sumatera di Taman Nasional Kerinci
Seblat. Sejak duduk di bangku kuliah, ia telah tertarik pada konservasi satwa liar,
dan berpartisipasi dalam konservasi khususnya harimau sumatra. Ia mengawali
menjadi volunteer Forum HarimauKita sebagai anggota Tiger Heart Padang,
kemudian anggota aktif Forum HarimauKita sejak 2015, dan pengurus pada
2017-2019.

FEBRI A. WIDODO koordinator program penelitian dan pemantauan harimau


dan gajah untuk WWF – Indonesia Program Sumatra Tengah. Ia anggota
Forum HarimauKita sebagai pengurus 2017-2019. Selain itu, Febri juga terlibat
ekspedisi dengan Biosphere Expeditions untuk konservasi harimau di Rimbang
Baling. Selain tertarik pada satwa liar, ia juga berpengalaman dalam bidang
ekowisata arung jeram dan Search and Rescue (SAR).

WULAN PUSPARINI telah aktif di bidang konservasi harimau sejak 2008. Saat
ini ia bekerja di Wildlife Conservation Society - Indonesia Program sebagai
senior species conservation project. Selain memberikan nasihat teknis terhadap
konservasi spesies di program terestrial, ia juga mengepalai Unit Sains yang
bekerja lintas-program untuk menjamin pendekatan konservasi berlandaskan
kaidah ilmiah yang baik. Ia juga aktif menerbitkan jurnal ilmiah dan studi
untuk konservasi harimau.

GIYANTO memulai kegiatan profesional di konservasi lingkungan pada 2004


sebagai peneliti satwa liar. Bekerja untuk isu perdagangan ilegal satwa liar sejak
2007 dengan monitoring pasar burung di Medan, Sumatra Utara. Bergabung
dengan Wildlife Conservation Society - Indonesia Program pada 2008 sebagai
ketua Wildlife Crime Unit untuk perburuan dan perdagangan ilegal satwa liar di
Aceh dan Sumatra Utara. Saat ini ia menjabat senior Wildlife Crime Unit & Forest
Crime Unit specialist yang mengoordinasi tim di beberapa wilayah di Indonesia.

PROFIL PENULIS 273


LAKSMI DATU BAHADURI bekerja di Forum HarimauKita sebagai executive
officer. Ia mengelola seluruh kegiatan FHK dan jaringan relawan Tiger Heart
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam melindungi harimau sumatra
dan satwa liar lainnya. Ia tertarik pada monitoring mamalia dan burung,
interaksi antara satwa liar dan perdagangan satwa liar. Juga, ia bertanggung
jawab sebagai project manager pada Microgrant 2 GEF UNDP.

LIGAYA TUMBELAKA sebagai dosen di Divisi Reproduksi dan Kebidanan Fakultas


Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Ia menjadi studbook keeper harimau
sumatra nasional Indonesia sejak 1995. Ligaya mendapatkan pengalaman sebagai
dokter hewan satwa liar dan mengelola kebun binatang sejak 1992, saat ditunjuk
oleh tim kerjasama IPB dan Taman Safari Indonesia Bogor. Pada 2018, Ligaya
menjadi co-covenor program Global Species Management Plan untuk harimau
sumatra bekerjasama dengan WAZA, IUCN dan PKBSI.

AHMAD FAISAL dokter hewan dan biologiwan konservasi. Saat ini ia bekerja di
Wildlife Conservation Society – Indonesia Program dan juga salah satu pengurus
Forum HarimauKita untuk Divisi Kesehatan Satwa Liar dan Mitigasi Konflik
periode 2017-2019. Konservasi satwa liar selalu menjadi aspirasi utamanya baik
dalam pekerjaan maupun pendidkan. Selama kurun 10 tahun dia telah bekerja
untuk pusat rehabilitasi orangutan di Kalimantan Timur, penangkaran monyet
ekor panjang di Kepulauan Riau, konservasi harimau di Jambi dan Sumatra
Selatan, serta anggota IUCN Reintroduction Specialist Group.

YOAN DINATA berpengalaman dalam konservasi selama 14 tahun yang fokus


pada konservasi mamalia besar: harimau sumatra, gajah, dan tapir. Selain itu,
ia berpengalaman dalam pelatihan konservasi tingkat dasar dan lanjutan untuk
universitas, LSM, perusahaan dan Nature Lover Group di Jawa dan Sumatra.
Sejak 2008, ia anggota aktif dan ketua Forum HarimauKita 2015-2017. Ia
tertarik pada ekologi populasi felids, manajemen habitat, dan perdagangan
satwa liar. Saat ini, Nata sebagai Tiger Conservation project manager untuk
Zoological Society of London.

FAHRUL AMAMA adalah koordinator Pengembangan Jejaring Konservasi di


Program Terestrial WCS Indonesia. Ia membantu memfasilitasi pengembangan
kerjasama parapihak dalam upaya pelestarian harimau sumatra di lanskap
Leuser, Bukit Barisan Selatan, dan Way Kambas.

SILFI IRIYANI saat ini sebagai policy & governance coordinator, Fauna &
Flora International – Aceh Program. Semenjak 2008, Silfi telah berkiprah di
Wildlife Conservation Society dan Conservation International. Selain sebagai
anggota The International Association for The Study of The Commons (IASC),
Silfi juga berkiprah di beberapa bidang, di antaranya pengelolaan hutan,
REDD+, mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, pendidikan dan penyadaran,
mitigasi konflik manusia dengan satwa liar, sistem analisis dan pemodelan.

DEDI KISWAYADI beraktivitas sebagai biodiversity and wildlife coordinator,


Fauna & Flora International – Aceh Program. Ia pernah bekerja di Australian
Indonesian Partnership for Reconstruction and Development (AIPRD-

274 ATLAS HARIMAU NUSANTARA


AusAID), dan Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi Aceh (BRR). Tugas kerja
Dedi mencakup survei kamera jebak, okupansi, stok karbon, patroli, mitigasi
konflik manusia dan harimau, hingga membangun jaringan kerja.

TOMI ARIYANTO sejak 2014 bekerja dalam konservasi harimau di Zoological


Society of London (ZSL) Indonesia sebagai koordinator riset dan monitoring.
Tomi berpengalaman selama 10 tahun bekerja di konservasi spesies dan bentang
alam, khususnya harimau sumatra dan orangutan di Kalimantan. Aktif sebagai
anggota Forum HarimauKita sejak 2016, dan pengurus 2017-2019.

RUDIJANTA T NUGRAHA adalah national project manager untuk Transforming


Effectiveness Biodiversity Conservation in Priority Sumatra Landscapes GEF
UNDP. Ia telah bekerja dalam bidang konservasi dan kehutanan selama 10
tahun di Taman Nasional Kerinci Seblat. Ia juga aktif di Tiger Protection and
Conservation Unit (TPCU) selama 4 tahun, manajer Taman Nasional Alas Purwo,
dan Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem.

HARIYO T. WIBISONO, akrab dipanggil Beebach, memulai karir di bidang


konservasi harimau sejak 1998. Ia satu dari sedikit praktisi konservasi harimau
yang masih aktif hingga saat ini. Sejak 2017, Beebach menjadi peneliti pada San
Diego Zoo Global for Conservation Research. Pada 2018, bersama beberapa
rekan, ia mendirikan Yayasan Sintas Indonesia untuk konservasi hidupan dan
alam liar Indonesia. Selama karirnya, Beebach telah memimpin dan menginisiasi
pengembangan beberapa dokumen: Strategi dan Rencana Aksi Konservasi
Harimau Sumatra 2007 – 2017, Rencana Pemulihan Harimau Sumatra 2012 –
2022, dan Strategi dan Rencana Aksi Harimau Sumatra 2018 – 2028. Ia juga
memimpin Sumatra Wide Tiger Survei yang pertama pada 2007, dan yang kedua
2018.

FRANSISCA NONI TIRTANINGTYAS saat ini bekerja di Fauna & Flora


International sebagai national biodiversity monitoring specialist. Ia juga kerap
menulis tentang konservasi di media massa dan berkiprah dalam konservasi
burung laut.

MUHAMMAD YUNUS berkiprah dalam konservasi harimau di Penyelamatan


dan Konservasi Harimau Sumatera (PKHS) Lampung. Salah satu generasi
pertama dalam pelestarian harimau sumatra.

OKTAFA RINI PUSPITA berkontribusi untuk peta di pustaka ini. Pada 2015, ia
bergabung dengan Wildlife Conservation Society - Indonesia Program sebagai
conservation management officer yang berhubungan dengan pengelolaan
kawasan konservasi. Aktivitas itu utamanya terkait dengan implementasi dan
pengembangan sistem SMART yang terintegrasi dengan pengelolaan kawasan
konservasi berbasis resor. Ia juga fasilitator penilaian efektivitas pengelolaan
kawasan konservasi.

AGUS PRIJONO adalah penulis lepas, ilustrator satwa liar, dan kontributor
National Geographic Indonesia.

PROFIL PENULIS 275


DAFTAR PUSTAKA

Ashraf, Mohammed. 2006. The Extirpation of Bali and Javan Tiger: Lessons From
The Past. Tiger Paper, July-September 2006, Regional Quarterly Bulletin on
Wildlife and National Parks Management. https://works.bepress.com/biocen
trism/12/
Boomgard, Peter. 1997. Hunting and Trapping in the Indonesian Archipelago, 1500-
1950. Dalam: Boomgard, P., Colombijn, F., and Henley, D. (Editors). Paper
Landscapes, Explorations in the Enviromental History of Indonesia. Leiden, KITLV
Press.
Boomgard, Peter. 2001. Frontiers of Fear, Tigers and People in the Malay World, 1600 -
1950. Yale University.
Cribb, Robert. 1988. The Politics of Environmental Protection in Indonesia. Working Paper
No. 48, Centre of Southeast Asian Studies, Monash University, Australia.
Departemen Kehutanan. 2007. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Harimau
Sumatera (Panthera tigris sumatrae) 2007 – 2017. Departemen Kehutanan, Jakarta.
Franklin, N., Bastoni, Sriyanto, Siswomartono, D. Manansang, J., and Tilson, R. Last
of the Indonesian Tigers: a Cause for Optimism. Dalam: Seidenticker, J., Christie,
S., dan Jackson, P. 1999. Riding the Tiger, Tiger Conservation in Human-dominated
Landscapes. The Zoological Society of London, Cambridge University Press.
Haidir, I.A., Albert, W. R., Pinondang, I. M. R., Ariyanto, T., Widodo, F.A., dan
Ardiantiono. 2017. Pedoman Pemantauan Populasi Harimau Sumatera. Direktorat
Konservasi Keanekaragaman Hayati. Direktorat Jenderal KSDAE, KLHK, Jakarta
Hoogerwerf, Andries. 1970. Udjung Kulon: The Land of the Last Javan Rhinoceros.
Leiden: E.J. Brill.
Jepson, P. & R.J. Whittetaker. 2000. Histories of Proctected Areas: Internationalisation
of Conservationist Values and Their Adoption in The Netherlands Indies (Indonesia).
Enviroment and History 8: 129 - 172.
Jacson, P. & Nowell, K. 2008. Panthera tigris ssp. sondaica. The IUCN Red List of
Threatened Species 2008: e.T41681A10509194.
------------. 2008. Panthera tigris ssp. balica. The IUCN Red List of
Threatened Species 2008: e.T41682A10510320.
Kartawibawa, R. 1925. Bakda Mawi Rampog. Wedalan: Bale Pestaka.
Kitchener, Andrew C. Tiger Distribution, Phenotypic Variation and Conservation
Issues. Dalam: Seidenticker, J., Christie, S., dan Jackson, P. 1999. Riding the Tiger, Tiger
Conservation in Human-dominated Landscapes. The Zoological Society of London,
Cambridge University Press.
Kholis, M., Faisal, A., Widodo, F. A., Musabine, E. S., Hasiholan, W., dan Kartika, E.C.
Tanpa Tahun. Pedoman Penanggulangan Konflik Manusia dan Harimau Sumatera.
Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Margono, B. A., Turubanova, S., Zhuravleva, I., Potapov, P., Tyukavina A., Baccini, A.,
Goetz, S., and Hansen, M.C. 2012. Mapping and Monitoring Deforestation and
Forest Degradation in Sumatra (Indonesia) Using Landsat Time Series Data Sets
from 1990 to 2010. Enviromental Research Letter, doi: 10.1088/1748-
9326/7/3/034010
Mill, Judy A. 2015. Blood of the Tiger, A Story of Conspiracy, Greed, and the Battle to Save
a Magnificent Species. Beacon Press, Boston, Massachusetts.
National Geographic Indonesia, Juli 2018. Arwah rimba, syaman dan tarian di Kerinci
yang menyatukan manusia dan harimau.
Kartodirjo, S. dan, Suryo, D. 1994. Sejarah perkebunan di Indonesia, kajian sosial
ekonomi. Aditya Media, Yogyakarta.
Kartika, E. C. 2017. Spatio-temporal Patterns of Human Tiger Conflict in Sumatra 2010
-2016. Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Direktorat Jenderal Konservasi

276 ATLAS HARIMAU NUSANTARA


Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
Jakarta.
Kholis, M., Faisal, A., Widodo, F. A., Musabine, E. S., Hasiholan, W., dan Kartika, E.
C. Tanpa Tahun. Pedoman Penanggulangan Konflik Manusia dan Harimau Sumatera.
Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati, Direktorat Jenderal Konservasi
Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
PDF.
Ng, J. and Nemora. 2007. Tiger Trade Revisited in Sumatra, Indonesia. TRAFFIC Southeast
Asia, Petaling Jaya, Malaysia.
Pandji Yudistira. 2012. Sang Pelopor, peranan Dr. S H Kooders dalam Sejarah
Perlindungan Alam di Indonesia. Kementerian Kehutanan.
Philip J. Nyhus and Ronald Tilson. 2010. “Where the tiger survives, biodiversity thrives”
Kyoto Journal v75 pp 86-87 Available at: http://www.kyotojournal.org/biodiversity/
BD_print/86/KJnyhus-tilson. pdf.
Pusparini, Wulan. 2016. Laporan Akhir Sumatran Tiger PVA 2016. Penyusun Wulan
Pusparini, Tomi Ariyanto, Lili Sadikin, Febri Anggriawan Widodo. Disusun
Forum HarimauKita untuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tidak
dipublikasikan.
Raharyono, D., dan Paripurno, E. T. 2001 Berkawan Harimau Bersama Alam. Yayasan
Kappala Indonesia, The Gibbon Foundation, Pusat nformasi Lingkungan Indonesia –
Jaringan Program Pergerakan LSM, Bogor.
Sjamni, Adnan. 1949. Sumatra Pulau Harapan. Grafica, Djakarta.
Schidmore, E.R. 1897. Java: The Garden of the East, Singapore: Oxford University Pess.
Seidensticker, J., dan Suyono. 1980. The Javan tiger and Meru Betiri Reserve:
A plan for management. World Wide Fund, International Union for Conservation
of Nature and Natural Resources, Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam.
Soeratman, Darsiti. 1989. Kehidupan Dunia Kraton Surakarta 1830 - 1939. Penerbit
Taman Siswa. Yogyakarta.
Sumardjani, Lisman. 2007. Konflik Sosial Kehutanan: Mencari Pemahaman Untuk
Penyelesaian Terbaik. WG Ternure. PDF.
Sunarto, Widodo, E., dan Priatna, D. Tanpa tahun. Rajut belang: Panduan perbaikan
praktik pengelolaan perkebunan sawit dan hutan tanaman industri dalam mendukung
konservasi harimau Sumatera. Departemen Kehutanan, WWF, HarimauKita, ZSL.
Sunquist, M., Karanth, U., dan Sunquist, F. Ecology, behaviour and resilience of the tiger
and its conservation needs. Dalam: Seidenticker, J.,Christie, S., dan Jackson, P. 1999.
Riding the tiger, tiger conservation in human-dominated landscapes. The Zoological
Society of London, Cambridge University Press.
Whitten, T., Damanik, S. J., Anwar, J, dan Hisyam, N. 1997. The Ecology of Sumatra. The
ecology of Indonesia Series Volume I. Periplus, Singapore.
Whitten, T., Soeriaatmadja, R. E., dan Afiff, S. A. 1999. Ekologi Jawa dan Bali. Editor
Seri: S. N. Kartikasari. Prenhallindo, Jakarta.
Yudistira, Panji. 2012. Sang Pelopor, peranan Dr. S H Kooders dalam sejarah
perlindungan alam di Indonesia. Direktorat Kawasan Konservasi dan Bina Hutan
Lindung Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Kehutanan.

REPRODUKSI FOTO
Foto-foto lama direproduksi dari beberapa sumber buku berikut:
- Sijthoff, A.W. 1980. Java’s Onuitputtelijke Natuur, Reisverhalen,
tekeningen en fotografieen van Franz Wilhelm Junghuhn.
- Heijboer, Pierre. 1977. Klamboes, Klewangs, Klapperbomen. Den Haan.
- Whitten, T., Soeriaatmadja, R. E., dan Afiff, S. A. 1999. Ekologi Jawa dan Bali. Editor
Seri: S. N. Kartikasari. Prenhallindo, Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA 277


INDEKS

A and Natural Heritage (World Heritage Convention-


Aceh 90, 93, 95, 97, 100, 106, 108, 116, 121, 122, 129, 130, UNESCO) 37
134, 138, 139, 140, 141 Convention International Trade in Endangered Species of
Adu harimau dan banteng 60, 61, 70, 76 Wild Fauna and Flora (CITES) 37
Alas Purwo 65, 71
Alfred Russel Wallace 78 D
Amur 30 Dangkalan Sunda 24, 26, 28
Anaplasma spp 174 Deforestasi 93, 98, 101, 105, 116, 118, 119
Anaplasmosis 174 Deli 91, 94, 97
Ancylostoma sp 173, 178 Dipylidium sp 174
Amur 30 Dispersal 119
ASEAN Agreement on the Conservation of Nature and Distemper 174, 181
Natural Resources 1985 37
Asahan 94, 97 E
Asia 24, 25, 26, 28, 30, 33 E. R. Schidmore 78
Asia Tenggara 24 Ehrlichia canis 174

B F
Bali 54, 56, 57, 58, 59, 71, 72, 74, 78, 80 Flagship species 47
Bali Barat 56, 57, 71, 72 Flora & Fauna International 129
Baluran 61, 65, 81 FFI 129, 130, 131, 152
Bangli 56, 59 Forum HarimauKita 155
Banten 60, 61, 63, 70, 71, 73, 74, 83, 112 Forum Konservasi Leuser 129, 138
Banyumas 64, 81, 112 FKL 129, 138, 139
Banyuwangi 44, 61, 63, 65, 71, 81, 83, 112
Batavia 64, 70, 73, 81 G
Belanda 61, 70, 71, 73, 76, 77, 80, 84 Garut 64, 80
Benggala 30 Global Tiger Initiative 95
Bengkulu 172, 173, 175, 183, 188, 253 Gunung Baluran 61
Berbak-Sembilang 93, 95, 144, 147 Gunung Honje 74
Besuki 46, 61, 83, 97, 112 Gunung Kidul 63, 65
Bhutan 31 Gunung Malabar 64, 80
Blambangan 44, 45 Gunung Slamet 63, 71
Blitar 22, 43, 45, 48, 49, 60, 65, 67, 71, 76, 83 G.W.F. Kehrer 84
Bogor 57, 70, 73, 74, 83, 84
Boja 65, 81 H
Bukit Balai Rejang 117, 119, 141, 154 Hama harimau 83
Bukit Barisan 88, 90, 91, 92, 93, 94, 95, 99, 118, 129, 134, Tulah harimau 70, 83
135, 140, 141, 142 Harimau
Bukit Barisan Selatan 88, 93, 94, 95, 99, 118, 134, 135, 140, Harimau amur 37
141, 142 Harimau bali 27, 28, 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 61, 62, 63,
64, 65, 69, 70, 71, 72, 73, 74, 78 90, 113, 160
C Harimau bengal 37
Cagar Alam Pinus Jantho 93 Harimau cina selatan 37
Sanine distemper virus 181, CDV 181 Harimau indocina 37
Cibadak 64, 80 Harimau jawa 25, 26, 28, 31, 32, 35, 41, 45, 46, 49, 90,
Cilacap 48 92, 102, 105, 113
Cina 25, 30, 160, 207 Harimau kaspia 37
Cina Selatan 30 Harimau malaya 37
Cirebon 46 Harimau sumatra 33, 43, 55, 77, 78, 85, 86, 88, 90, 93,
Coenraad Jacob Temminck 80 94, 102, 103, 104, 105, 106, 113, 114, 115, 128, 132,
Convention Concerning the Protection of World Cultural 134, 138, 139, 148, 153, 154, 155, 156, 158, 160, 161,

278 ATLAS HARIMAU NUSANTARA


163, 172, 174, 181, 188, 194, 202, 206, 207, 209, 211,
216, 217, 218, 219, 226, 230, 234, 237, 244, 249, 251, 252 L
Harimau sunda 90 Lanskap belum terkelola 116, 117
Himpunan Perlindungan Alam Hindia Belanda 71, 77 Lanskap konservasi harimau 116, 120, 128, 129, 138, 153
Holosen 25 tiger conservation landscapes 116
Hutan adat 130 bentang alam 161, 162, 163, 164, 165, 182, 187,
Hutan desa 130 188, 230, 242, 243, 244, 246, 247
H. Zollinger 56, 5 Lanskap terkelola 116
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 25, 32, 49, 57, 73,
I 74, 83
Ijen 63 Lembaga konservasi 177, 206, 212, 216, 217, 218, 219, 220,
India 30, 31 252
Indocina 30 Leuser 93, 94, 95, 116, 119, 120, 121, 122, 129, 138, 140,
141, 152
J Leuweung Sancang 80
Jawa 22, 25, 27, 28, 30, 31, 35, 36, 41, 43, 44, 45, 46, 47, 49, Lodoyo 43, 45, 48, 60
50, 52, 54, 55, 58, 60, 61, 62, 63, 64, 70, 71, 73, 76, 77, 78, Lumajang 61
79, 80, 81, 83, 84, 85, 90, 92, 96, 97, 102, 105, 106, 110,
111, 112, 113, 154 M
Jambi 173, 175, 179, 183, 188, 218, 242, 246, 255 Madiun 112
Jepara 70, 83 Macan kumbang 67
Macan tutul 60, 63, 64, 69, 70, 71, 73, 79, 111, 112
K Malaya 30
Kalimantan 25, 28 Malaysia 30
Kamera jebak 161, 163, 165, 189, 191, 195, 197, 199, 202, Marapi 63
204, 221, 225, 228, 237, 243, 249 Meru Betiri 60, 61, 63, 64, 70, 71, 77, 81
Kawasan konservasi 93, 94, 95, 99, 120, 128, 129, 130, 140, Museum Zoologi Bogor 25, 32, 49, 57, 73, 74, 83, 113
141, 153, 154, 160, 161, 163, 165, 166, 168, 170, 171, 212, Metapopulasi 119
213, 214, 215, 226, 227, 248, 249, 251, 252, 254 Mitigasi konflik 42, 47, 160, 170, 171, 176, 184, 187, 193,
Kaspia 30 226, 227, 229, 238, 242, 244, 246, 247, 248, 249, 250,
Kediri 43, 44, 48 251, 257
Kepunahan 54, 55, 57, 58, 72, 73, 77, 80, 118, 119 Monitoring Harimau Sumatera Kerinci Seblat (MHSKS)
Kerinci 42, 43, 44, 45 130
Kerinci Seblat 94, 95, 109, 116, 119, 120, 124, 125, 127, 130,
131, 132 N
Kolonial 56, 60, 61, 70, 71, 72, 73, 76, 77, 80, 85 National Tiger Recovery Program (NTRP) 95
Konflik 56, 60, 61, 70, 71, 72, 73, 76, 77, 80, 85, 92, 93, 94, Ngagah Harimau 42, 43
95, 98, 99, 102, 104, 106, 107, 108, 111, 113, 115, 116, Ngawi 60
119, 135, 140, 141, 142, 144, 149, 160, 163, 164, 165, Nekropsi 173, 175, 179
170, 171, 172, 173, 175, 176, 177, 181, 182, 183, 184, Nematoda 173
185, 186, 187, 193, 209, 213, 215, 220, 222, 226, 227,
228, 229, 230, 232, 238, 242, 244, 246, 247, 248, 249, P
250, 251, 253, 254, 255, 257 Padang 93, 97, 101, 107, 117, 129, 131, 135, 139, 141, 145,
Konservasi 63, 72, 77, 80, 85 93, 94, 95, 99, 105, 116, 120, 148
128, 129, 130, 135, 138, 139, 140, 141, 144, 149, 152, 153, Panthera 24, 26, 27, 28, 31
154, 155, 156, 158, 160, 161, 163, 164, 165, 166, 167, 168, Panthera tigris 70, 80, 160
170, 171, 174, 176, 177, 187, 188, 191, 194, 199, 206, 211, Panthera tigris amoyensis 160
212, 213, 214, 215, 216, 217, 218, 219, 220, 224, 226, 227, Panthera tigris sondaica 31, 90
234, 235, 236, 237, 238, 242, 244, 246, 247, 248, 249, 251, P. t. sondaica 27, 28
252, 253, 254, 255, 257 Panthera tigris tigris 31
Korea Selatan 95, 113 P. t. altaica 27
Koridor 93, 119, 122, 124, 130, 161, 162, 164, 187 P. t. amoyensis 27

DAFTAR PUSTAKA 279


P. t. balica 27, 28 Subspesies 54, 55, 70, 71, 78, 80, 81
P. t. corbetti 27 Sumatra 24, 25, 27, 28, 30, 31, 35, 36, 37, 41, 43, 44, 45,
P. t. jacksonii 27 46 90, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 100, 101, 105,
P. t. virgata 26 106, 107, 108, 111, 112, 113, 119, 120, 128, 129, 134,
Pulau Tengah 43 138, 139, 144,
152, 154, 155
Sumatra Barat 95, 96, 108, 173, 188, 223, 252
R
Sumatran Tiger Conservation and Protection 152
Rusia 24, 30
Sumatra Wide Tiger Survey 95, 138, 152
P
T
Paragonimus sp 174
Tamanjaya 74
Parvovirus 174
Taman Nasional
Pasuruan 61
Alas Purwo 45
Pekalongan 60
Bali Barat 57
Pelestarian Harimau Sumatera Kerinci Seblat (PHSKS) 130
Meru Betiri 45, 60, 61, 64
Penyelamatan dan Konservasi Harimau Sumatera 148
Ujung Kulon 45, 61, 63, 71, 74, 80
PKHS 129, 148, 149, 151
Batang Gadis 93
Pemangsa 34
Berbak-Sembilang 93, 129, 131, 135, 141, 144, 149
Perburuan 55, 56, 57, 58, 63, 70, 72, 73, 76, 77, 78, 80, 83,
Bukit Barisan Selatan 129, 135, 141, 145, 149
84, 91, 92, 93, 95, 96, 110, 111, 113, 115, 116, 118, 119,
Bukit Tigapuluh 131, 149
138, 145, 148
Gunung Leuser 129, 130, 134, 139, 140
Peter Boomgaard 80, 81, 83, 85
Kerinci Seblat 129, 131, 135, 139, 141, 145
Pieter de Carpentier 110
Way Kambas 93, 95, 140, 141, 148, 149, 151,129, 135,
Pleistosen 24, 25, 26, 28, 33
141, 145, 149
Populasi 116, 117, 118, 119, 120, 121, 124, 138, 145, 160,
Tampomas 64, 80
163, 172, 174, 181, 187, 188, 189, 191, 194, 195, 199, 202,
Tegal 112
203, 204, 212, 216, 217, 219, 221, 222, 225, 226, 228, 243,
Tesso Nilo 95
244, 246, 248, 252, 253, 254, 255, 257
Translokasi 108, 119
Priangan 45, 46, 55, 60, 70, 71, 76, 84, 97, 112
Toxocara sp 174
Probolinggo 61, 70, 83
Pulau Tengah 43
U
Ulu Masen 116, 119, 120, 121, 130, 138
R Umbrella species 47
Rampogan 60, 66, 67, 69, 70, 76
Raung 63 W
Rabies 181 Wildlife Conservation Society 129, 138, 140, 152
Rembang 83 WCS 129, 140, 141, 142, 152
Rhipicephalus sp 174 Weleri 60
Rusia 24, 30
Y
S Yogyakarta 46, 47, 50, 63, 71, 112
Samarkilang 134, 135 Yayasan Badak Indonesia 152
Semarang 60 Yayasan Leuser Internasional 152
Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Harimau Sumatra Yayasan WWF Indonesia 129
2007 – 2017 95 WWF 92, 103, 104, 111, 129, 134, 135,
Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Baling 93, 166, 167 137, 152
Suaka Margasatwa Padang Sugihan 93 Z
Suaka Margasatwa Rawa Singkil 93, 121, 138, 140, 141 zoonosis 173, 181
Suaka Margasatwa Rawa Singkil 139, 140
Suaka Margasatwa Rimbang Baling 129, 135
Subang 80

280 ATLAS HARIMAU NUSANTARA


DAFTAR PUSTAKA 281
UCAPAN TERIMA KASIH

Buku ini merupakan karya dari sumbangsih banyak pihak: individu-individu yang
bekerja di berbagai lembaga swadaya masyarakat dalam konservasi harimau. Dari
lembaga tersebut, dimungkin untuk mendapatkan data dan informasi yang kemudian
diadaptasi menjadi teks dan infografis. Dengan ini, seluruh tim Atlas Harimau Nusantara
mengucapkan terima kasih:

1. Direktorat Kawasan Konservasi dan Direktorat Konservasi Keanekaragaman


Hayati, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kemen-
terian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
2. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atas perkenan untuk memotret spesimen
harimau bali dan harimau jawa di Museum Zoologi Bogor,
3. Fauna & Flora International - Indonesia Programme,
4. Wildlife Conservation Society (WCS) - Indonesia Program,
5. Yayasan WWF Indonesia,
6. Zoological Society of London (ZSL) - Indonesia Programme,
7. Penyelamatan dan Konservasi Harimau Sumatera (PKHS),
8. Forum Konservasi Leuser (FKL).

Begitu juga ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang tidak kami sebutkan satu per
satu. Karya ini tentu masih melewatkan banyak pihak, gagasan, dan inisiatif konservasi
harimau sumatra yang memang mencakup banyak kalangan. Atas dasar itu, karya ini tidak
berniat untuk mengabaikan upaya-upaya pihak lain dalam melindungi dan menyelamatkan
satwa pemangsa ini.

Anda mungkin juga menyukai