Oleh :
Kelompok 5
1.
UNIVERSITAS ANDALAS
2020
Strategi Promosi Kesehatan
b) Social Support
Strategi promosi kesehatan ini merupakan penciptaan situasi sosial yang kondusif
dan mendorong dipraktikkannya suatu perilaku sehat serta penciptaan panutan-
panutan dalam mengadopsi suatu perilaku sehat dan melestarikannya. Adapun
permasalahan kesehatan yang akan diuraikan adalah Menciptakan suasana
lingkungan sosial yang kondusif untuk para penyandang difabel dan disabilitas
khusunya dilingkungan Kampus. Social support dilingkungan kampus hendaknya
dapat menciptakan hubungan yang erat antara pihak kampus dan penyandang
difabel dan disabilitas serta para mahasiswa. Berikut upaya yang dapat dilakukan
untuk membantu para penyandang difabel dan disabilitas :
1. Akses fisik
Dalam buku “Membangun Kampus Inklusif”, dipaparkan contoh bagaimana akses
bangunan dan lingkungan disekitar kampus yang meliputi aspek sarana dan
prasarana fisik, sebagai berikut:
a. Ram (tangga landai)
Ram ini hendaknya disediakan di setiap pintu masuk agar mudah diakses, baik bagi
pengguna kursi roda maupun maupun penyandang disabilitas netra.
b. Lift (Eskalator)
Sarana ini penting untuk disediakan apabila gedung memiliki lebih dari satu lantai.
c. Pintu Otomatis dengan sensor gerakan untuk membuka dan menutup secara
otomatis.
d. Toilet Khusus
Toilet ini memiliki ruang yang lebar agar dapat digunakan oleh pengguna kursi roda
dan memilki kloset duduk yang dilengkapi rail pengaman agar mereka bisa
berpegangan.
e. Ruangan atau Kamar dilengkapi dengan label, nama, atau nomor dalam huruf
Braille.
f. Pembedaan landmark untuk menjadi identitas sebuah gedung atau ruangan.
g. Parkir khusus
h. Keamanan lingkungan, meliputi saluran air atau got yang tertutup dan lantai yang
tidak licin atau basah
2. Akses Nonfisik
Akses Nonfisik dikaitkan dengan bagaimana informasi, komunikasi, dan teknologi
dapat digunakan atau dipahami penyandang disabilitas. Hal ini terkait dengan
bagaimana merespon kebutuhan penyandang difabel dan disabilitas, yakni:
a. Ketika kita ingin menyediakan atau menyebarluaskan informasi, hendaknya kita
berfikir terlebih dahulu apakah informasi yang kita buat dapat dipahami oleh
penyandang difabel dan disabilitas.
b. Untuk dapat membuat informasi yang lebih aksesisbel, penting untuk memodifikasi
bentuk media informasi dalam format tertentu agar dapat diakses oleh penyandang
difabel dan disabilitas.
c. Memberikan layanan komunikasi yang mendukung agar penyandang difabel dan
disabilitas memahami informasi yang ada, misalnya membacakan teks tertentu
untuk tunanetra, menggunakan catatan atau tulisan ketika berkomunikasi dengan
penyandang rungu-wicara, menyediakan alat bantu dengan adaptif dan sebagainya.
c) Empowerment
Seiring dengan perkembangan pemahaman tentang disabilitas, terjadi pula perubahan
pendekatan proses pembangunan terkhusus pada penyandang disabilitas. Sekarang tidak
ada lagi penyebutan orang cacat maupun orang tidak normal yang semua bermakna
negatif, namun berubah menjadi difabel yang bermakna orang berkemampuan berbeda
ataupun penyandang disabilitas.
Pertama, membangun kesadaran akan kondisi obyektif, permasalahan, dan potensi pada
penyandang disabilitas. Proses analisis kebutuhan menjadi langkah dasar dalam
pemberdayaan sehing-ga program pemberdayaan menjawab riil kebutuhan penyandang
disabilitas, bukan keinginan ataupun usulan normatif dari pihak di luar penyandang
disabilitas. Salah satu sumber kegagalan pemberdayaan pada penyandang disabilitas
adalah pengabaian dan ketidakseriusan pada proses analisis kebutuhan yang seharusnya
dilakukan secara partisipatif.
Ketiga, mendorong penciptaan lingkungan makro yang memberi peluang luas agar
terbangun keberdayaan penyandang disabilitas. Dalam hal ini, program yang bersifat
advokasi kebijakan menjadi penting dilakukan, seperti review peraturan perundangan,
termasuk peraturan daerah sehingga semua kebijakan publik memiliki perspektif
disabilitas. Seiring dengan otonomi daerah, perlu semua peraturan daerah berperspektif
disabilitas. Jika daerah belum memiliki payung hukum yang spesifik, maka advokasi
kebijakan menjadi sebuah kebutuhan seperti pembuatan peraturan daerah untuk
perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. Apabila payung hukum
sudah ada, perlu review dan advokasi implementasi dari peraturan yang sudah ada.
Lima hal utama tersebut di atas perlu dilakukan dalam pemberdayaan penyandang disabilitas
agar efektif menuju keberdayaan difabel. Strategi pemberdayaan yang menekankan pada
proses partisipatif, dengan model pengorganisasian kelompok, dan tim pelaksana yang
kolaboratif multistakeholders akan lebih efektif untuk pewujudan dan pemenuhan hak-hak
penyandang disabilitas.
d) Kemitraan
Melakukan kerjasama dengan pihak organisasi yang ada di kampus seperti BEM
untuk membantu melakukan program terkait Universitas Andalas Peduli Disabilitas
dan Difabel. Pihak organisasi dapat membantu dengan cara turun langsung ke
lapangan atau dengan menyebarkan informasi di akun-akun social media yang
mereka punya. Dengan demikian, program yang akan dilakukan diharapkan berjalan
dengan lancar.