Anda di halaman 1dari 5

Hallo, perkenalkan nama saya AAA, sering disapa A.

Saya adalah pribadi


yang memiliki tekad kuat dan bisa bekerja keras untuk dapat mencapai mimpi-
mimpi saya. Jenjang sarjana yang saya raih tidaklah melalui jalan yang mudah,
sebab saya berasal dari keluarga sederhana yang tidak mampu membiayai
kuliah di perguruan tinggi swasta, namun berkat program Beasiswa Bidikmisi,
saya mampu merasakan nikmatnya gelar sarjana. Kesempatan yang saya
dapatkan tersebut menghantarkan saya mendapatkan pendidikan S1 fakultas
ilmu kesehatan program studi fisioterapi Universitas Muhammadyah Surakarta.
Sejak mendapatkan kesempatan berkuliah melalui program beasiswa, saya
berfikir bahwa ini merupakan sebuah tanggung jawab untuk bermanfaat untuk
orang lain dan salah satunya untuk mewujudkan rasa syukur terhadap apa yang
telah saya terima. Untuk merealisasikan rasa tanggung jawab tersebut selama
menjadi mahasiswa, saya belajar melaksanakan prinsip Tri Darma perguruan
tinggi yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian. Di perkuliahan saya
mengikuti seluruh kegiatan akademik dengan sungguh- sungguh dan dibuktikan
dengan nilai IPK yang baik, sedangkan dalam bidang penelitian saya melakukan
penelitian dan diskusi bersama mengenai pengembangan ilmu di bidang
fisioterapi. Sementara di bidang pengabdian, saya telah aktif dalam berbagai
kegiatan sosial. Saya sadar kegiatan yang saya lakukan adalah sesuatu yang
dimulai dari hal sederhana namun rutin dan berkesinambungan. Di bidang
pengabdian saya bersama komunitas studi ilmu fisioterapi melakukan
pengabdian masyarakat berupa bakti sosial meliputi sosialisasi dan cek
kesehatan secara gratis secara berkala setiap akhir pekan, bekerja sama dengan
Posyandu lansia. Ketika akhir semester tiba, kami melakukan kegiatan tersebut
di daerah desa yang terpencil dan jauh dari akses fasilitas kesehatan. Kegiatan
intra kampus, saya tergabung di komunitas TBM Garuda. TBM Garuda adalah
sebuah taman baca untuk kegiatan mengajar anak-anak yang bermukim di
pingiran rel kereta api, di daerah Pucangsawit, Kota Surakarta. Anak-anak
tersebut 90% berasal dari keluarga menengah ke bawah yang sangat minim
mendapatkan fasilitas pendidikan tambahan. Selain di TBM Garuda, saya
bergabung di sebuah komunitas yang disebut Sahabat Anugrah. Komunitas ini
mengajar untuk anak-anak difabel atau anak kebutuhan khusus, di sebuah
yayasan SLB Anugerah yang berada di Surakarta dan yayasan Yaraisya di
Klaten. Ketika mengajar anak-anak difabel, kami bekerjasama dengan berbagai
disiplin ilmu seperti dengan psikologi, pendidikan luar biasa, dan bidan
kesehatan fisioterapi. Untuk di yayasan Yaraisya Klaten terletak di daerah
Karanganaom yang cukup jauh dari kota, sekitar satu setengah jam perjalanan
untuk menuju yayasan, kemudian saya dan rekan komunitas menginisiatif untuk
menjalankan program mingguan untuk mengajar dan melakukan cek kesehatan.
Saat ini, Yayasan Yaraisya menjadi yayasan binaan dan observasi prodi
fisioterapi UMS sehinga anak-anak difabel tersebut mendapatkan follow up
yang berkelanjutan. Ketika saya mengajar di kedua yayasan tersebut, selain
dapat menerapkan ilmu saya dapat memperoleh dan pengalaman baru,
mengasah pengetahuan untuk terus berkembang dan pemahaman dan karakter
yang terbentuk menjadi sesuatu yang lebih berharga.

Setelah lulus sarjana dengan beasiswa bidikmisi, saat ini saya bekerja di Klinik
Fisioterapi di daerah Mojosongo. Selain bekerja di klinik, saya merangkap kerja
menjadi guru pendamping khusus inklusi dan sebagai asistan dosen di prodi
fisioterapi selama satu semester. Setelah bekerja, saya tetap ingat atas tanggung
jawab kepada negara atas kesempatan yang telah saya peroleh, dan saya tetap
melanjutkan kegiatan sosial dan tergabung dalam organisasi yang bergerak
khusus di bidang inklusi yaitu komunitas Gapai Indonesia. Kegiatan yang
dilaksanakan selain mengajar anak-anak difabel juga mengadakan
pemberdayaan kepada ibu-ibu yang memiliki anak difabel dengan pelatihan
pembuatan kerajinan untuk kemudian bisa dipamerkan dan dijual.

Menurut International Labour Organization, 82% penyandang disabilitas


berada di negara berkembang dan hidup di bawah garis kemiskinan. Hal ini
menyebabkan terbatasnya akses kesehatan, pendidikan, pelatihan dan pekerjaan.
Di Indonesia sendiri, menurut penelitian WHO terdapat kurang lebih 10%
penyandang disabilitas baik disabilitas fisik, mental, intelektual dan sensorik.
Akibat keterbatasan dan minimnya akses informasi masih banyak penyandang
disabilitas yang belum memiliki jaminan asuransi kesehatan. Penyandang
disabilitas memiliki hak dan memperoleh standar pelayanan kesehatan yang
tinggi. Pelayanan kesehatan dimulai dari pencegahan, rehabilitasi dan pelayanan
kesehatan baik promotif, preventife, kuratif maupun rehabilitatif.

Dengan fakta lapangan tersebut serta pengalaman yang telah saya


dapatkan membuat saya menjadi pribadi yang peka terhadap lingkungan
terutama memahami betapa pentingnya peran kesehatan masyarakat dalam
peningkatan kualitas sumber daya manusia terutama pada pelayanan kesehatan
tingkat pertama, juga peran di setiap aspek dan fase mulai dari promotif hingga
rehabilitatif. Saat ini seharusnya masyarakat sadar pentingnya melakukan
pencegahan terhadap suatu penyakit, baik penyakit genetik, kronis maupun
degeneratif. Kurangnya kesadaran tersebut disebabkan beberapa faktor salah
satunya kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai cara mencegah berbagai
macam penyakit dan cara menerapkan gaya hidup yang sehat. Rendahnya
pengetahuan dan pemahaman kesehatan tersebut juga disebabkan karena
kurangnya peran tenaga kesehatan dalam melakukan promosi kesehatan dan
kontrol kesehatan secara langsung dan pengetahuan awam yang diperoleh di
media online sering menimbulkan kesalahpahaman. Sehingga untuk
meningkatan kesadaran masyarakat perlu diiringi dengan memperdalam ilmu di
bidang kesehatan masyarakat. Dengan jumlah tenaga kesehatan yang mumpuni
maka promosi dan penyuluhan tentang kesehatan dan pencegahan penyakit akan
dapat menjurus kesemua lapisan masyarakat.

Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki kesadaran


rendah untuk menjalankan pola hidup sehat, sehingga banyak pasien yang
datang berobat dengan penyakit yang sudah kronis. Hal tersebut selain
menurunkan tingkat kesembuhan, terkait dengan usia sehat dan harapan hidup
yang semakin rendah, maka biaya yang di tanggung negara untuk peningkatan
layanan kesehatan semakin besar. Kondisi sebaliknya terjadi apabila usia sehat
dan harapan hidup meningkat. Lamanya usia sehat berdampak langsung pada
produktivitas warga, banyak yang kehilangan pekerjaan dan menimbulkan
masalah ekonomi.

Harapan dan mimpi saya terhadap Indonesia di masa mendatang adalah


mulainya terbentuknya kesadaran dan kebiasaan hidup sehat serta mengingat
pentingnya mencegah lebih baik daripada mengobati. Sebagai alumni sarjana
bidang fisioterapi, hal ini juga sejalan prinsip “exercise is culture”, dimana
keduanya memiliki kesamaan mengupayakan untuk melakukan tindakan
pencegahan dan cara- cara membentuk kebiasaan hidup sehat untuk
meminamalisir apabila terjadi suatu penyakit yang menyebabkan disabilitas
baik dari mulai penyakit genetik, kronis, dan degeneratif.

Peran yang akan saya lakukan untuk Indonesia di masa depan sebagai
tenaga kesehatan dan aktivis kesehatan, akan saya maksimalkan potensi saya
dengan menjadi agent of health, agent of change, dan agent of development.
Sebagai agent of health yaitu dengan berperan meningkatkan status dan kualitas
kesehatan yang baik di masyarakat sehingga diharapkan dapat meningkatkan
angka harapan hidup masyarakat di Indonesia, mengingat menurut skor dari
Overall Healty Living Index Indonesia berada di peringkat terbawah untuk
status kesehatan di kawasan Asia Pasific. Sedangkan sebagai agent of change,
saya berperan menciptakan dan mengajak untuk membentuk kebiasaan hidup
sehat, dimulai dengan langkah sederhana seperti membudayakan minum air
putih yang cukup, mengurangi konsumsi gula, dan olahraga minimal 30 menit.
Hal ini tentunya tidak mudah mengingat di era sekarang yang segalanya serba
mudah diakses sehingga terbentuk kebiasaan malas gerak dan meningkatnya
jumlah konsumsi makanan kekinian yang rendah nutrisi dan tinggi kadar gula
sehingga beresiko bagi kesehatan manusia di masa depan. Sebagai agent of
development, di era 4.0 ini saya ingin mengembangkan sumber daya manusia
dengan memanfaatkan teknologi dan media elektronik, lalu mempromosikan
kesehatan dengan menarik sehingga dapat menciptakan masyarakat yang
mandiri dan perduli terhadap pencegahan penyakit.

Langkah yang saya lakukan untuk mewujudkan mimpi saya tersebut


antara lain, langkah pertama sebagai tenaga kesehatan selain memberi edukasi
kepada pasien secara personal juga akan melakukan riset di lingkungan
masyarakat untuk mendapatkan metode-merode pendekatan yang efektif pada
promosi kesehatan yang dilakukan di sosial media yang mudah dipahami di
berbagai kalangan usia. Langkah kedua, yaitu mengimplementasikan hasil riset
di lingkungan masyarakat dengan kerja sama dengan komunitas atau organisasi
sosial sehingga program dan hasil riset dapat berjalan secara terstruktur dan
memperluas persebaran informasi secara lebih masif. Langkah ketiga yaitu
menjadi akademisi agar dapat meneruskan pengembangan estafet keilmuan
kepada putra putri bangsa, dan pengembangan ilmu terus berjalan untuk
mewujudkan masyarakat Indonesia denga kualitas kesehatan yang lebih baik.
Dengan menjadi akademisi, saya juga dapat memperluas kesempatan membina
yayasan-yayasan kecil untuk menjadi binaan instansi atau lembaga pendidikan
serta kerjasama dengan Dinas Sosial daerah sehinga keduanya baik instansi
maupun yayasan mendapatkan kesempatan untuk berkembang lebih baik.

Saya berharap dalam kurang dari satu dekade ke depan, Indonesia mampu
meningkatkan kualitas kesehatan masyarakatnya. Dengan bekal yang telah saya
dapatkan dari pendidikan formal serta pengalaman sosial, maka saya
berkomitmen menjadi tenaga kesehatan Indonesia dan akademisi yang
berdedikasi sepenuhnya untuk kemajuan kesehatan di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai