Anda di halaman 1dari 3

Promosi Kesehatan di Indonesia Kurang Maksimal

Mei 24, 2010 oleh : BHP UMY

Promosi kesehatan atau health promotion merupakan sebuah upaya penting yang harus dilakukan
tenaga kesehatan dengan kolabaorasi bersama masyarakat untuk menciptakan masyarakat yang sehat
baik secara fisik maupun mental khususnya dalam mencapai target Indonesia Sehat 2010. Namun hingga
saat ini promosi kesehatan di Indonesia belum mecapai tahap yang maksimal. Masih banyak masyarakat
yang tidak sadar kesehatan. Mencegah lebih baik dari mengobati juga masih sebatas semboyan dan
belum bisa menjadi sebuah landasan kesadaran di masyarakat.

Demikian diungkapkan oleh Ahmadyani Syuaibi mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta (PSIK UMY) dalam diskusi terbatas mengenai promosi kesehatan di
Indonesia yang telah dipresentasikan di Thailand pada minggu lalu (13/5).

Promosi kesehatan merupakan sebuah proses untuk membuat masyarakat lebih mampu mengontrol,
menjaga, dan memperbaiki kesehatan. Biasanya proses ini dilakukan oleh para tenaga kesehatan
dengan melakukan Home Care atau kunjungan ke rumah-rumah masyarakat maupun memberikan
pendidikan kesehatan melalui penyuluhan di komunitas maupun desa. Menurut Yani, promosi
kesehatan ini bukan hanya disampaikan melalui teori saja tetapi juga melalui demonstrasi tentang
pentingnya menjaga kesehatan atau langkah-langkah untuk menangani penyakit. “Demonstrasi ini perlu
dilakukan karena memang tingkat pemahaman setiap masyarakat berbeda,”urainya di kampus terpadu
UMY, Sabtu (22/5)

Menurut Yani, ada beberapa hal yang menghambat maksimalisasi promosi kesehatan di Indonesia.
Pertama, karena tenaga kesehatan yang masih sedikit sehingga sumber daya manusia untuk melakukan
promosi kesehatan seperti Home Care, penyuluhan, dan demostrasi juga terbatas. Terutama di daerah-
daerah terpencil di Indonesia. “Terbatasnya tenaga kesehatan ini berakibat pada banyak masyarakat
yang tidak tersentuh oleh promosi kesehatan ini,”ungkap mahasiswa asal Maluku Utara ini.

Hambatan kedua, masyarakat Indonesia masih banyak percaya pada mitos. Contohnya jika ada orang
yang sakit lebih baik di bawa ke dukun dari pada di periksakan ke ahli kesehatan atau jika ada yang sakit
maka akan dikaitkan dengan hal yang berbau mistis seperti santet, gangguan mahluk halus dan lain
sebagainya. Menurut Yani, ini merupakan masalah terbesar dalam melaksanakan promosi kesehatan.
Pola pikir masyarakat yang dekat dengan mitos, sering membuat masyarakat sulit penerima pendidikan
kesehatan yang diberikan oleh para ahli kesehatan. Menurut Yani, ini adalah budaya dan untuk merubah
budaya juga tidak bisa secara revolusioner namun harus perlahan. “Sehingga perlu saat ini bagi para
tenaga kesehatan untuk menciptakan sebuah metode pendidikan kesehatan yang dikolaborasi dengan
kepercayaan msayarakat sehingga bisa lebih bisa diterima penjelasan mengenai pendidikan kesehatan
tersebut,”paparnya.

Promosi kesehatan ini bertujuan bukan hanya untuk individu agar bisa sadar sehat. Namun juga
diperuntukkan bagi keluarga yang salah satu atau beberapa keluarganya mederita sakit. Anggota
keluarga yang lain akan dibimbing untuk merawat anggota keluarganya yang sakit. Contohnya jika ada
anggota keluarga yang menderita diabetes maka anggota keluarga yang lain di ajari menyiapkan pola
makan yang baik, dan lain-lain. “ Jadi promosi kesehatan ini bukan hanya untuk individu saja namun juga
keluarga,”pungkasnya.

YOGYAKARTA - Promosi kesehatan atau health promotion kesehatan di Indonesia belum mencapai
tahap yang maksimal. Masih banyak masyarakat yang tidak sadar kesehatan.

Mencegah lebih baik dari mengobati juga masih sebatas semboyan dan belum bisa menjadi sebuah
landasan kesadaran di masyarakat.

Hal tersebut diungkapkan oleh Ahmadyani Syuaibi mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PSIK UMY) dalam diskusi terbatas, mengenai promosi
kesehatan di Indonesia yang telah dipresentasikan di Thailand baru-baru ini.

“Lebih sebatas pada sebuah slogan saja dan itu kita lihat promosi kesehatan di Indonesia belum
maksimal,” ujar Syuaibi, di Kampus UMY belum lama ini.

Dia menerangkan, ada beberapa hal yang menghambat maksimalisasi promosi kesehatan di Indonesia.
Pertama, karena tenaga kesehatan yang masih sedikit, sehingga sumber daya manusia untuk melakukan
promosi kesehatan seperti Home Care, penyuluhan, dan demostrasi juga terbatast terutama di daerah-
daerah terpencil di Indonesia.

Hambatan kedua, masyarakat Indonesia masih banyak percaya pada mitos. Contohnya jika ada orang
yang sakit lebih baik di bawa ke dukun dari pada di periksakan ke ahli kesehatan
“Terbatasnya tenaga kesehatan ini berakibat pada banyak masyarakat yang tidak tersentuh oleh
promosi kesehatan ini disamping kuatnya kepercayaan pada mitos,” ungkap mahasiswa asal Maluku
Utara ini.

Terkait mitos tersebut menurut Yani, ini merupakan masalah terbesar dalam melaksanakan promosi
kesehatan. Pola pikir masyarakat yang dekat dengan mitos, sering membuat masyarakat sulit penerima
pendidikan kesehatan yang diberikan oleh para ahli kesehatan. Menurut Yani, ini adalah budaya dan
untuk merubah budaya juga tidak bisa secara revolusioner namun harus perlahan.

"Sehingga perlu saat ini bagi para tenaga kesehatan untuk menciptakan sebuah metode pendidikan
kesehatan yang dikolaborasi dengan kepercayaan msayarakat sehingga bisa lebih bisa diterima
penjelasan mengenai pendidikan kesehatan tersebut,” paparnya.

Promosi kesehatan sendiri ujarnya merupakan sebuah proses untuk membuat masyarakat lebih mampu
mengontrol, menjaga, dan memperbaiki kesehatan.

Biasanya proses ini dilakukan oleh para tenaga kesehatan dengan melakukan Home Care atau kunjungan
ke rumah-rumah masyarakat maupun memberikan pendidikan kesehatan melalui penyuluhan di
komunitas maupun desa.

Promosi kesehatan ini bukan hanya disampaikan melalui teori saja tetapi juga melalui demonstrasi
tentang pentingnya menjaga kesehatan atau langkah-langkah untuk menangani penyakit.

Anda mungkin juga menyukai