Anda di halaman 1dari 24

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis

terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik di dunia, yaitu

lempeng benua Asia dan benua Australia, serta lempeng samudera

Hindia dan samudera Pasifik, hal inilah yang membuat Indonesia

rawan akan bencana gempa bumi maupun tsunami (Nurdin, 2018).

Menurut Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG)

dalam kurun waktu satu tahun terakhir indonesia diguncang dengan

ratusan kali gempa bumi. Pusat data informasi bencana indonesia

mencatat setidaknya terjadi 2190 kejadian gempa bumi sejak bulan

januari sampai dengan september 2019. Kejadian gempa bumi ini

menyebabkan 445 meninggal dunia, 1.433 luka-luka, dan 1.034.916

terdampak dan mengungsi. Sekitar 23.000 rumah rusak (BNPB,

2019). Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa bencana

gempa bumi tidak dapat diprediksi waktu dan lokasi terjadinya.

Disamping itu dampak yang ditimbulkan dari gempa bumi tidak

hanya kerugian materiil tetapi kerugian secara psikologis (Amin,

2017).

Salah satu daerah yang rawan terhadap gempa bumi adalah

Halmahera Timur. Berdasarkan peta kawasan rawan bencana


Gempa bumi provinsi Maluku Utara, halmahera timur berada di

kawasan rawan menengah. Hal ini berarti bahwa kawasan ini

berpotensi terlanda goncangan gempabumi dengan skala intensitas

berkisar antara VII-VIII MMI. Dampak yang mungkin timbul berupa

retakan tanah, longsoran pada perbukitan, bangunan yang dibangun

secara tidak baik dengan struktur yang buruk dapat mengalami

keruskaan berat (Bencana, 2013).

Untuk menghindarkan atau mengurangi dampak bencana,

diperlukan adanya kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi

bencana gempa bumi. Menurut Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi

(2014) kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari

kegiatan pengendalian risiko bencana yang bersifat pro-aktif

sebelum terjadi bencana. Salah satu komunitas rawan bencana

adalah komunitas sekolah. Menurut Badan Nasional

Penanggulangan Bencana (BNPB) kesiapsiagaan di sekolah menjadi

penting, mengingat banyaknya sekolah/madrasah yang berada di

wilayah rawan bencana gempa bumi dan tsunami.

Sekolah/madrasah merupakan tempat kedua setelah rumah dimana

anak didik berkumpul dan menghabiskan waktu untuk belajar selama

± 7jam. Hal ini menjadikan sekolah beresiko tinggi untuk jatuhnya

korban yang tidak sedikit apabila tidak dilakukan upaya pengurangan

risiko bencana (BNPB, 2012).


Dalam Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2010-

2019 telah direncanakan adanya implementasi kesiapsiagaan

bencana di Sekolah/madrasah. Menurut Konsorsium Pendidikan

Bencana Indonesia (2011) integrasi Sekolah Siaga Bencana

merupakan upaya membangun kesiapsiagaan sekolah yang

dikembangkan untuk menggugah kesadaran atas risiko bencana di

sekolah. Komunitas Sekolah/Madrasah aman dari bencana

merupakan bentuk komitmen pemerintah Indonesia dalam

mewujudkan sekolah/madrasah aman dari bencana sejalan dengan

prakarsa United Nation International Strategy for Disaster Reduction

(UNISDR) terkait kampanye sejuta Sekolah dan Rumah Sakit aman

tahun 2010, Hyogo Framework for Action (HFA) tahun 2005-2015,

The Dakkar Framework of Education for All (EFA) tahun 2000-2015

(BNPB, 2012).

Namun dalam kenyataannya di lapangan, masih banyak

sekolah yang memiliki kesiapsiagaan rendah dalam menghadapi

bencana (Chairummi 2013, LIPI-UNIESCO/ISDR, 2006). Ditambah

lagi perhatian pemerintah terhadap penanggulangan bencana belum

sepenuhnya maksimal. Umumnya pemerintah atau lembaga bantuan

hanya memusatkan perhatian pada upaya tanggap darurat

sedangkan perhatian pada tahap sebelum bencana (pra-bencana)

sangat kurang.
Langkah strategis yang dapat dilakukan untuk meningkatkan

kesiapsiagaan siswa adalah dengan memberikan pelatihan tentang

penanggulangan bencana. Pelatihan penanggulangan bencana

memberdayakan siswa dengan memberikan keterampilan

keselamatan dan hidup dasar yang diperlukan untuk aman “get safe”

dan tetap aman “stay safe” selama bencana berlangsung sehingga

siswa dapat terhindar dari dampak bencana alam gempa bumi, serta

dapat melakukan pertolongan pertama pada korban dan cara

evakuasinya apabila peristiwa gempa bumi terjadi pada saat jam

sekolah (BNPB, 2012). Menurut BNPB (2012) kegiatan pendidikan

dan pelatihan kebencanaan di sekolah menjadi strategi efektif,

dinamis, dan berkesinambungan dalam upaya penyebarluasan

pendidikan kebencanaan.

Dari hasil observasi dan wawancara dengan salah satu guru di

SMP N 1 Maba Halmahera Timur didapatkan data bahwa SMP N 1

Maba belum menjadi sekolah siaga bencana, belum adanya jalur

evakuasi, tidak ada peringatan tanda bahaya seperti sirine dan

belum adanya pelatihan dan simulasi siaga bencana di sekolah

tersebut secara berkelanjutan. Berdasarkan latar belakang diatas,

maka peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh pelatihan

penanggulangan bencana gempa bumi terhadap kesiapsiagaan

siswa kelas VII di SMP 1 Imogiri Bantul Yogyakarta. Hasil penelitian


ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa niscaya

mampu mengurangi dampak risiko bencana di sekolah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka perumusan

masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana Pengaruh

Penggunaan Film Animasi Gempa Bumi Terhadap Kesiapsiagaan

siswa kelas VII SMP Negeri 1 Maba Halmahera Timur.

C. Tujuan

1. Mengetahui kesiapsiagaan siswa sebelum diberikan perlakuan.

2. Mengetahui kesiapsiagaan siswa setelah diberikan perlakuan.

3. Mengetahui pengaruh penggunaan film animasi gempa bumi

terhadap kesiapsiagaan siswa kelas VII SMP Negeri 1 Maba

Halmahera Timur

D. Ruang Lingkup

1. Materi

Ruang lingkup materi ini termasuk dalam materi Keperawatan

Disaster.

2. Responden

Siswa kelas VII yang tercatat sebagai siswa SMP Negeri 1

Maba Halmahera Timur

3. Tempat penelitian

SMP Negeri 1 Maba Kabupaten Halmahera Timur.

4. Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan bulan Oktober 2019 sampai dengan

bulan Juli tahun 2020.

E. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Menambah pengetahuan mengenai ilmu keperawatan terutama

tentang keperawatan Bencana / Disaster.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru

Hasil penelitian dapat menjadi bahan masukan bagi guru untuk

dijadikan bahan dalam variasi pengajaran sehingga dapat lebih

menarik.

b. Bagi Sekolah

Memberikan sumbangan bagi sekolah dalam rangka perbaikan

pembelajaran siaga bencana gempa bumi di sekolah dan dapat

memberikan masukan baru mengenai metode pembelajaran

siaga bencana gempa bumi sehingga dapat meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan siswa dalam siaga bencana

gempa bumi.

c. Bagi Pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pemerintah

Kabupaten Halmahera Timur dalam melaksanakan

pembelajaran siaga bencana secara rutin di sekolah..


F. Keaslian Penelitian

Tabel I
Keaslian Penelitian

No Peneliti Judul Metode Hasil Perbedaan Persamaan


1 Andhariska Pengembangan Film Quasi Perbedaan hasil pemahaman Perbedaan berupa Metode yang
Pembelajaran Experiment materi kesiapsiagaan bencana lokasi penelitian di digunakan yaitu
Kesiapsiagaan Bencana gempa bumi mengalami Klaten untuk penelitian quasi eksperimen,
Gempa Bumi Untuk peningkatan sebesar 21.00. Hasil selanjutnya di Maba serta respnden
Meningkatkan uji T-test pada nilai pretest dan Halmahera Timur yang digunakan
postest terhadap pengetahuan
Pengetahuan Siswa Pada yaitu anak.
materi kesiapsiagaan bencana
Ekstrakurikuler Sekolah gempa bumi menunjukan nilai
Siaga Bencana Di Smp signifikan 0,000 < 0,05 maka Ho
Negeri 1 Klaten ditolak dan Hi diterima yang
berarti terdapat pengetahuan
peserta didik sebelum dan
sesudah menggunakan produk
yang dikembangkan.
2 Daud Penerapan Pelatihan Siaga Quasi pelatihan siaga bencana dengan Perbedaan berupa Tema penelitian
Bencana Dalam Experimen model praktik langsung meniru lokasi penelitian, berupa gempa
Meningkatkan Pengetahuan, tindakan seperti saat terjadi responden, serta bumi serta metode
Sikap, Dan Tindakan gempa dapat meningkatkan variabel bebas penelitian
Komunitas Sma Negeri 5 kesiapsiagaan komunitas SMAN 5
Banda Aceh Banda Aceh dengan
bertambahnya pengetahuan
tentang gempa bumi, sikap yang
lebih tepat terhadap gempa bumi
serta tindakan yang lebih sesuai
dalam menghadapi gempa bumi.
3 Cahayanti Penerapan Metode Quasi Tingkat pemahaman Perbedaan berupa Persamaan pada
Simulasi Evakuasi Bencana Experiment Pengetahuan bagi anggota lokasi penelitian dan metode penelitian
Gempa Bumi pada Gerakan pramuka mengenai variabel bebas dan tema
Ekstrakurikuler Pramuka gempa bumi sebelum diadakan penelitian
guna Meningkatkan simulasi bencana menunjukkan
Kesiapsiagaan Siswa Kelas rata-rata 80,9. Dan sesudah
X di SMA Negeri 1 Weru diadakan simulasi bencana
Kabupaten Sukoharjo menunjukkan rata-rata 94,8.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Landasan Teori

1. Film Animasi

Animasi diambil dari bahasa latin, “anima” yang artinya

jiwa, hidup, nyawa, dan semangat. Animasi adalah gambar 2

dimensi yang seolah-olah bergerak, karena kemampuan otak

untuk selalu menyimpan/mengingat gambar sebelumnya (The

Making of Animation, 2004).

Animasi merupakan serangkaian gambar gerak cepat

yang countine atau terus-menerus yang memiliki hubungan

satu dengan lainnya. Animasi yang awalnya hanya beruapa

rangkaian dari potongan-potongan gambar yang digerakkan

sehingga terlihat hidup (Adinda & Adjie, 2011).

Animasi dijelaskan sebagai seni dasar dalam mempelajari

gerak suatu objek, gerakan merupakan pondasi utama agar

suatu karakter terlihat nyata. Gerakan memiliki hubungan yang

erat dalam pengaturan waktu dalam animasi (Maestri &

Adindha, 2006).

Dari pengertian-pengertian yang sudah dijelaskan bahwa,

animasi merupakan suatu teknik dalam pembuatan karya audio

visual yang berdasarkan terhadap pengaturan waktu dalam

9
gambar. Gambar yang telah dirangkai dari beberapa potongan

gambar yang bergerak sehingga terlihat nyata.

2. Jenis Film Animasi

Animasi telah berkembang sesuai dengan kemajuan

teknologi yang ada sehingga muncul jenis animasi. Teknik yang

digunakan untuk membuat animasi makin beragam (Djalle,

2007). Menjelaskan jenis animasi yang sering diproduksi.

a. Animasi 2D, jenis animasi yang lebih dikenal dengan film

kartun pembuatannya menggunakan teknik animasi hand

draw atau animasi sel, penggambaran langsung pada film

atau secara digital.

b. Animasi 3D, merupakan pengembangan dari animasi 2D

yang muncul akibat teknologi yang sangat pesat. Dan

terlihat lebih nyata dari pada 2D.

c. Animasi stop motion, merupakan jenis animasi yang

merupakan potongan-potongan gambar yang disusun

sehingga bergerak.

Maka dapat disimpulkan bahwa jenis film animasi

sekarang ini merupakan penggabungan antara jenis animasi

terdahulu. Animasi berawal dari 2D yang telah berkembang

menjadi 3D.
3. Prinsip Animasi

Prinsip-prinsip animasi ada 12 teknis dalam pembuatan

animasi memang harus dimiliki oleh seorang animator, tetapi

animator juga harus memiliki feeling yang kuat mengenai

timing, pergerakan, pengamatan dan tingkah laku. Animator

harus menjadi seorang aktor, punya perasaan, dan logika agar

dapat membuat sesuatu menjadi hidup dan alami. Prinsip-

prinsip tersebut antara lain (George Maestri, 2006):

a. Timing

Timing yaitu dapat diartikan sebagai acting serta

timing pergerakan satu karakter dalam satu scene.

Sehingga gerakan animasi dapat terlihat sangat kaku atau

bahkan sangat lamban.

b. Arc

Arc yaitu gerakan yang membentuk garis lengkung

yang alami dalam dunia. Tiap benda mempunyai gaya

atau kekuatan, kecuali benda yang sifatnya mekanis atau

tidak alami.

c. Squash and Stretch

Squash and Stretch yaitu dapat diimplementasikan

dalam beberapa proses perubahan bentuk pada kulit dan

otot, lompatan, morphing, pengaruh berat, simulasi objek-

objek dynamic.
d. Anticipation

Anticipation yaitu gerakan animasi selalu memiliki

tahap persiapan ketika melakukan sebuah aksi atau

gerakan. Gerakan yang menujukkan gerakan awal atau

persiapan yang dilakukan.

e. Esay In and Esay Out

Esay In and Esay Out yaitu prinsip yang

berhubungan dengan akselerasi ketika objek mengalami

percepatan dan perlambatan ketika mengalami

pergerakan.

f. Secondary Action

Secondary Action yaitu membuat animasi terlihat

lebih alami dan menarik. Merupakan gerakan pendukung

dari gerakan utama yang mengalami pergerakan.

g. Follow Through and Overlapping

Follow Through and Overlapping yaitu reaksi yang

terjadi atau gerakan overlap sebuah karakter animasi

setelah melakukan animasi utama atau gerakan utama.


4. Definisi Kesiapsiagaan

Kesiapsiagaan adalah program berbasis masyarakat

untuk mendorong pemberdayaan kapasitas masyarakat agar

siaga dalam mencegah serta mengurangi dampak resiko

bencana yang terjadi di tempat tinggalnya (PMI, 2012).

Kesiapsiagaan diartikan sebagai rangkaian kegiatan yang

dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui

pengorganisasian serta langkah yang tepat guna dan berdaya

guna (Jateng, 2018).

Kesiapsiagaan adalah bentuk latihan koordinasi,

komunikasi dan evakuasi dengan melibatkan seluruh

pemangku kepentingan (BNPB, 2017).

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa

kesiapsiagaan adalah rangkaian kegiatan terkoordinir untuk

pemberdayaan masyarakat melalui langkah yang tepat guna

dan berdaya guna.

Pelatihan adalah bentuk pemberian informasi melalui

media atau simulasi ( Indriyasari, 2016).

Jadi Pelatihan kesiapsiagaan bencana adalah

penyampian informasi kebencanaan melalui media atau

simulasi yang terorganisir guna meningkatkan kewaspadaan

terhadap bencana.
5. Tindakan Siaga Bencana

Tindakan siaga bencana dilakukan agar mengurangi dan

menghindari potensi kehilangan seperti korban jiwa dan benda

(Kurniati, 2018). Dalam Undang-undang No. 24 Tahun 2007

sikap siaga bencana adalah tentang serangkaian kegiatan yang

dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui

pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan

berdaya guna. Selain itu, menurut (BNPB, 2017) secara

sederhana sikap siaga bencana meliputi empat tahapan yang

tertuang dalam gambar 1 :


15

Mittigation
(Pencegahan &
Pengurangan )

Recovery Preparednes
(Pengawasan & Perencanaan &
Pemulihan Kesiapan

Respone
(pertolongan &
Penyelamatan

Gambar 1
Tahapan Siaga Bencana
Sumber : Kurniati (2018)

a) Mitigation : pengurangan – pencegahan

Mitigation merupakan tahapan atau langkah

memperingan risiko yang ditimbulkan oleh bencana.

Dalam mitigasi terdapat dua bagian penting, yakni

pengurangan dan pencegahan terjadinya bencana.


16

b) Preparedness : perencanaan – persiapan

Preparedness merupakan kesiapsiagaan dalam

menghadapi terjadinya bencana. Ada dua bagian

penting dalam kesiapsiagaan, yakni adanya

perencanaan yang matang dan persiapan yang

memadai sehubungan denga tingkat risiko bencana.

c) Response : penyelamatan – pertolongan

Response merupakan tindakan tanggap

bencana yang meliputi dua unsur terpenting, yakni

tindakan penyelamatan dan pertolongan.

Pertamatama, tindakan tanggap bencana tersebut

ditujukan untuk menyelamatkan dan menolong jiwa

manusia baik secara personal, kelompok maupun

masyarakat secara keseluruhan. Kedua, ditujukan

untuk menyelamatkan harta benda yang

berhubungan dengan keberlangsungan hidup

personal, kelompok maupun masyarakat

selanjutnya.

d) Recovery : pemulihan-pengawasan

Recovery merupakan tahap atau langkah

pemulihan sehubungan dengan kerusakan atau

akibat yang ditimbulkan oleh bencana. Dalam tahap

ini terdapat dua bagian, yaitu pemulihan dan


17

pengawasan yang ditujukan untuk memulihkan

keadaan ke kondisi semula atau setidaknya

menyesuaikan kondisi pascabencana guna

keberlangsungan hidup selanjutnya. Dalam ranah

kebencanaan, ada istilah pengurangan resiko

bencana atau yang disebut DRR (Disaster Reduction

Risk). DRR berarti upaya mengurangi resiko

bencana, mengurangi kerugian. Pendekatan DRR ini

multiaspek, multisektor, multidimensi. Upaya DRR ini

mensyaratkan koordinasi antara lembaga

pemerintah dan nonpemerintah, kesiapan

pemerintah pusat dan daerah, pengetahuan yang

memadahi untuk semua level, mulai dari pemerintah

hingga masyarakat biasa, serta infrastruktur yang

memadai.

Beberapa prinsip dasar kesiapsiagaan menurut

Kurniati (2018) :

1) Kesiapsiagaan merupakan proses yang

berkesinambungan.

2) Kesiapsiagaan mengurangi ketidaktahuan

selama bencana.

3) Kesiapsiagaan merupakan kegiatan

pendidikan.
18

Guna menjamin tercapainya suatu kesiapsiagaan

tertentu, diperlukan berbagai langkah persiapan pra-

bencana, sedangkan keefektifan dari kesiapsiagaan

masyarakat dapat dilihat dari implementasi kegiatan

tanggap darurat dan pemulihan pasca bencana. Tingkat

kesiapsiagaan suatu komunitas dapat menurun setiap

saat seiring dengan berjalannya waktu, pengaruh

perubahan sosial, politik, budaya, dan ekonomi dari suatu

masyarakat. Oleh karena itu perlu sekali dilakukan

pemantauan dan pengetahuan terhadap kondisi

kesiapsiagaan masyarakat (Kurniati, 2018).

6. Parameter Kesiapsiagaan Erupsi Gunung Api

Menurut (Kurniati, 2018) terdapat empat faktor yang

disepakati sebagai parameter untuk mengukur kesiapsiagaan

individu dan komunitas untuk mengantisipasi bencana alam,

yaitu:

a. Pengetahuan terhadap resiko bencana

Pengetahuan merupakan faktor utama kunci

kesiapsiagaan. Pengetahuan yang harus dimiliki

mengenai bencana erupsi gunung api yaitu pemahaman

tentang erupsi gunung api dan pemahaman tentang

kesiapsiagaan menghadapi bencana tersebut, meliputi

pemahaman mengenai
19

tindakan penyelamatan diri yang tepat saat terjadi erupsi

gunung api.

b. Rencana tanggap darurat

Menjadi penting dalam kesiapsiagaan terutama

berkaitan dengan pertolongan dan penyelamatan, agar

korban bencana dapat diminimalkan.

c. Sistem peringatan bencana

Sistem peringatan bencana meliputi tanda

peringatan dan distrbusi informasi akan terjadi bencana.

Dengan adanya peringatan bencana, maka dapat

menumbuhkan tindakan yang tepat untuk mengurangi

korban jiwa, harta benda dan kerusakan lingkungan.

Untuk itu diperlukan latihan dan simulasi tentang tindakan

yang harus dilakukan apabila mendengar peringatan dan

cara menyelamatan diri waktu terjadi bencana.

d. Mobilisasi sumber daya

Sumber daya yang tersedia, baik sumber daya

manusia maupun sarana prasarana penting untuk

keadaan darurat. Sumber daya yang tersedia meliputi

keterlibatan dalam pertemuan/seminar/pelatihan

kesiapsiagaan bencana, keterampilan yang berkaitan

dengan kesiapsiagaan.
20

Keempat parameter tersebut bervariasi dalam

penggunaannya sesuai dengan spesifikasi dan kebutuhan

masing-masing stakeholder seperti masyarakat,

pemerintah, dan komunitas sekolah. Pada pelatihan

kesiapsiagaan yang digunakan dalam penelitian ini

memuat parameter pengetahuan terhadap resiko

bencana, rencana untuk keadaan darurat bencana, sistem

peringatan bencana, dan kemampuan untuk memobilisasi

sumber daya. Sementara untuk Kebijakan dan panduan

tidak digunakan.

7. Anak Sebagi Faktor Resiko Bencana

Remaja menurut WHO (2018) adalah proses kanak-kanak

menuju dewasa. Sedangkan menurut Kementerian Kesehatan

(2010) remaja adalah rentang usia antara 10 sampai dengan 19

tahun.

Anak-anak dan remaja usia 11- 15 tahun sering

mengalami gangguan akibat bencana karena batasan

pengetahuan, fisik, imunitas, psikososial, kurangnya

kemampuan melindungi diri dan kemampuan komunikasi

yang akan berdampak pada masalah kesehatan (Permana,

2018). Oleh karena itu diperlukan suatu cara untuk

meningkatkan pengetahuan dalam bentuk pelalitahan simulasi


kesiapsiagaan, agar mengurangi dampak dari bencana

(Kemendikbud, 2011).

8. Pengetahuan

Menurut (Rosyida, 2017) pengetahuan adalah hasil

tahu,dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan

terhadap suatu objek tertentu. Sedangkan menurut (Ningtyas,

2015) pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui berkaitan

dengan proses pembelajaran. Proses pembelajaran ini

dipengaruhi berbagai faktor dari dalam seperti motivasi dan

faktor luar berupa sarana informasi yang tersedia serta

keadaan sosial budaya. Secara garis besar domain tingkat

pengetahuan mempunyai 6 tingkatan, meliputi: mengetahui,

memahami, menggunakan, menguraikan, menyimpulkan, dan

mengevaluasi. Ciri pokok dalam taraf pengetahuan adalah

ingatan tentang sesuatu yang diketahuinya baik melalui

pengalaman, belajar, ataupun informasi yang diterima dari

orang lain. Menurut (Suwaryo, 2017)pengetahuan dibagi

menjadi 6 (enam) tingkat, yaitu:

a) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang

telah dipelajari sebelumnya, mengingat kembali sesuatu

yang spesifik dari seluruh beban yang dipelajari atau


rangsangan yang telah diterima. Tahu merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah.

b) Memahami

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan

untuk menjelaskan secara kasar tentang objek yang

diketahui, dan dapat menginterpresentasikan materi

tersebut secara benar.

c) Aplikasi

Aplikasi di antara sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi

atau kondisi real (sebenarnya).

d) Analisis

Analisis adalah suatau kemampuan untuk

menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam

komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur

organisasi, dan masih ada kaitanya satu sama lain.

e) Sintesis

Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan

untuk menghubungkan bagian-bagian didalam suatu

bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan

menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang

ada.
f) Evaluasi

Evaluasi berkaitan dengan masalah kemampuan

untuk melakukan terhadap suatu materi objek

berdasarkan kriteria yang ditentukan sendiri atau kriteria

yang telah ditentukan atau telah ada.

Berdasarkan uraian di atas pengetahuan merupakan

hasil dari proses mencari tahu, dari yang tadinya tidak

tahu menjadi tahu. Dalam proses mencari tahu ini

mencakup berbagai metode dan konsep-konsep baik

melalui proses pendidikan maupun pengalaman.

Anda mungkin juga menyukai