Anda di halaman 1dari 44

PENGARUH BUKU CERITA BERGAMBAR TERHADAP

PENGETAHUAN MANAJEMEN BENCANA ANAK TK

Proposal Penelitian

Oleh

Marwah

NIM. P07124322012

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU

JURUSAN SARJANA TERAPAN

PRODI D-IV KEBIDANAN


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu negara yang memiliki kerawanan paling tinggi di dunia

adalah Indonesia, dengan sejumlah potensi bencana yang mengintainya,

seperti gunung berapi, tanah longsor, tsunami, angin putting beliung,

gempa bumi, termasuk banjir. Setiap tahunnya, bencana alam yang terjadi

sebanyak 289 kali dengan rata-rata kematian setiap tahun mencapai 8.000

peristiwa dalam tenggang waktu 30 tahun terakhir (GFDRR, 2020).

Menurut UU No 24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau

rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau

faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan

timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta

benda, dan dampak psikologis. Dengan banyaknya potensi bencana yang

terjadi di Indonesia maka menjadi sangat penting pendidikan manajemen

bencana ini dilakukan sejak dini.

Wilayah Sulawesi Tengah memiliki beberapa jenis ancaman (bahaya

atau potensi) bencana alam, baik yang bisa memicu bencana geologi

maupun bencana hidro meteorologi. Ancaman bencana geologi, terutama

gempa tektonik, disebabkan oleh posisi Pulau Sulawesi (terutama wilayah

Sulawesi Tengah) yang terletak di pusat triple junction 3 lempeng tektonik

raksasa dunia, yakni lempeng India-Australia, lempeng Eurasia dan

lempeng Pasifik. Tidak jarang, gempa tersebut juga memicu bencana


terjadinya bencana lain seperti tsunami, downlift (penurunan permukaan

tanah) dan longsor.

Sejarah bencana alam gempa bumi di Sulawesi Tengah dimulai pada

tahun 1870 sampai tahun 2020 tercatat di BPBD sebanyak 33 kali gempa.

Gempa yang paling besar terjadi pada tahun 2018 dengan Magnitudo 7,4

disertai tsunami, Kerugian material > 18 Trilyun dengan korban jiwa 4.845

orang, 705 orang hilang. Maka dari itu pentingnya di lakukan sosialisasi

tentang manajemen bencana.

Manajemen bencana adalah mekanisme yang berkelanjutan,

berkesinambungan dan terintegrasi yang bertujuan untuk meningkatkan

mutu tahapan-tahapan yang berkaitan dengan pengamatan dan kajian

bencana serta preventif, mitigasi, kesiapsiagaan, peringatan dini,

penanganan saat masa krisis, pemulihan serta perbaikan (Undang-undang

Republik Indonesia no. 24 Tahun 2007). Dengan kata lain, dalam

manajemen bencana terdapat beberapa langkah yang ditempuh oleh

pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat untuk mengurangi risiko dan

menanggulagi bencana. Berbagai usaha tersebut juga tertuang dalam

nawacita ke-7 yang melandasi program konservasi potensi alam, ekologi

dan pengelolaan bencana (BNPB, 2016) .

Anak-anak merupakan anggota masyarakat yang paling rentan jika

bencana terjadi bencana karena anak-anak merupakan individu yang lemah

dan masih membutuhkan perlindungan, berdasarkan hasil penelitian

(Haleemunnissa et al., 2021) , menunjukkan bahwa anak-anak memiliki


resiko yang paling besar menjadi korban bencana dan terpapar virus serta

mengalami kematian. Dan bencanapun memberikan efek negative terhadap

tumbuh kembang anak, karena anak harus mengalami ketakutan, depresi

dan harus bertahan di tempat berlindung yang aman tanpa adanya interaksi

atau kegiatan bermain yang sangat mereka sukai.

Seringkali anak usia dini dianalogikan sebagai pihak yang tidak

berdaya, lemah, rapuh, pasif, dan memiliki ketidak mampuan dalam segala

hal. Meski begitu, terkadang anak anak dapat memperlihatkan keinginan

serta kapasitas yang luar biasa ketika berhadapan dengan bencana yang

tanpa disadari mereka mampu menyelamatkan dirinya sendiri maupun

orang lain. Anak-anak bukan makhluk pasif, sehingga pemikiran dan

perasaan mereka yang muncul akibat adanya bencana perlu dipahami dan

mereka perlu diberi pemahaman mengenai bagaimana caranya bereaksi

terhadap rasa takut, menepis ketakutan tersebut, dan menciptakan prosedur

yang luwes untuk bertahan hidup. anak-anak perlu diperhitungkan dalam

menghadapi beragam kerumitan dan rintangan hidup (Osofsky & Reuther,

2013) .

Dengan banyaknya potensi bencana yang terjadi di Indonesia maka

menjadi sangat penting pendidikan manajemen bencana ini dilakukan sejak

dini. Hal ini salah satunya dengan membekali pendidik TK mengenai

pendidikan manajemen bencana yang nantinya dapat disimulasikan pada

anak melalui kegiatan buku cerita bergambar. Pendidikan manajemen

bencana dapat merubah pengetahuan, sikap dan keterampilan anak


mengenai kebencanaan. Perubahan tersebut meliputi pemahaman tempat

tinggalnya apakah kawasan rawan bencana, memiliki kepedulian dalam hal

mencegah sebelum terjadi bencana yang mengakibatkan korban jiwa, dan

melatih keterampilan dalam upaya penyelamatan saat menghadapi bencana.

Informasi yang bermuatan bencana alam dan telah disesuaikan

dengan usia anak harus ditampilkan kepada anak-anak. Mengenalkan

perihal bencana alam kepada anak dengan cara yang mudah dan murah

ialah dengan cara melalui buku bacaan anak. Dalam hal ini, visual cetak

dan elektronik akan membuat anak-anak terbuka pada media simbolis

(Raynaudo & Peralta, 2019) .

Media pembelajaran bagi anak yang sering digunakan ialah buku

bergambar. Permatasari. A.N, et al: 2018 Sebagai contoh dalam

mengenalkan astronomi kepada anak melaui media big book mampu

menjadikan anak usia dini menciptakan bentuk tiruan, dan menangkap

makna pesan yang disampaikan. Dalam konteks ini, buku bergambar

berfungsi sebagai media utama untuk mendapatkan kata dan bahasa baru,

mengerti persepsi, dan berperan sebagai media edukatif bagi anak-anak.

Buku bergambar mampu memberi akses konten yang biasa tidak anak-anak

alami dan hal ini menjadi salah satu manfaat dari buku bergambar sebagai

sumber utama pendidikan (Strouse et al., 2018) .

Konteks yang terdapat dalam buku tersebut juga akan memberi

pengalaman dan pemahaman yang menantang bagi anak. Setelah selesai

membaca buku cerita bergambar, guru akan menanyakan kembali


mengenai jalan ceritanya kepada anak serta menyampaikan pesan-pesan

yang terkandung di dalamnya. Sebagian besar anak dapat mengulang alur

cerita sesuai dengan bahasa pada tahap usianya (Filipović, 2018) . Hal ini

menunjukkan bahwa anak mempunyai kompetensi mengulang kembali

cerita yang tertera di buku cerita bergambar setelah dibacakan oleh guru

maupun orang tua.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik melakukan

penelitian yang berjudul “Pengaruh Buku Cerita Bergambar Terhadap

Pengetahuan Manajemen Bencana Anak di Wilayah Kabonena. Peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian di wilayah kabonena karna di wilayah

tersebut termasuk sesar palu koro yang aktif. Sesar aktif tersebut dan

pertemuan antar lempeng yang biasa disebut zone subduksi, setiap saat

bisa memicu terjadinya gempa tektonik. Maka dari itu di perlukan

sosialiasi manajemen bencana khuusnya kepada anak TK.

B.
C. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas , maka rumusan masalah pada

penelitian ini adalah apakah ada hubungan pengaruh buku cerita

berga.mbar terhadap pengetahuan menejamen bencana anak di wilayah

kabonene tahun 2022?

D. Tujuan penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitaian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan pengaruh

buku cerita bergambar terhadap pengetahuan menejamen bencana anak

di wilayah kabonena tahun 2022.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi pengetahuan menejamen bencana anak di wilayah

kabonena.

b. Mengidentifikasi fungsi buku cerita bergambar terhadap

pengetahuan menejamen bencana anak di wilayah kabonena.

c. Menganalisa hubungan buku cerita bergambar terhadap

pengetahuan menejamen bencana anak di wilayah kabonena.

E. Manfaat Penelitian

Secara garis besar, manfaat penelitian ini terdiri atas dua hal yaitu: manfaat

secara teoritis dan manfaat secara praktis.

1. Manfaat teoritis

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai

pedoman atau acuan bagi penelitian selanjutnya. Dengan adanya

penelitian ini, diharapkan dapat menjadi tolak ukur dalam melakukan


penelitian yang sejenis.Selain itu, sebagai tindak lanjut penyempurnaan

bahan ajar sehingga penelitian ini juga dapat dilanjutkan atau sebagai

referensi bagi penelitian selanjutnya.

2. Manfaat praktis

Secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat khususnya bagi siswa

dan guru.

a. Bagi siswa, penelitian ini dapat mengembangakan pengetahuan

tentang manajemen becana pada anak.

b. Bagi guru, penelitian ini memberikan alternatif pemilihan bahan

ajar yang cocok dalam pembelajaran.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi Konsep

1. Buku cerita Bergambar

Buku cerita bergambar merupakan buku yang dimana isi setiap

halaman lebih didominasi oleh gambar meskipun masih tedafat teks

dalam buku tersebut untuk mengetahui alur atau jalan dari cerita yang

sedang dibaca.

Penggunaan buku cerita bergambar sebagai media pembelajaran

bagi anak usia dini dapat membuat anak menjadi tertarik dengan cerita

dengan adanya gambar yang tersedia, selain itu dengan menggunak

buku cerita bergambar anak akan berimajinasi dapat mengembangakan

kemampuan anak yang lainnya. Gambar – gambar yang digunakan

sebagai ilustrasi dalam buku cerita ditunjukan agar cerita lebih hidup

dan komunikatif dengan pembacanya. (Nugiyantoro Burhan, 2005) .

Penggunaan buku cerita bergambar untuk anak usia dini dapat

membantu anak dalam menegembangkan imajinasi, kreativitas anak,

buku cerita bergambar akan sangat enari bagi anak terdapat gambar

yang membuat anak antusia setiap membaca atau mendengarkan cerita

yang dibaca.

a. Fungsi buku cerita bergambar.

Mitchell menunjukan beberapa fungsi dan pentingnya buku cerita

bergambar bagi perkembangan anak sebagai berikut :


1) Buku cerita bergambar dapat membantu anak terhadap

pengembangan dan perkembangan emosi

2) Buku cerita bergambar dapat membantu anak untuk belajar

tentang dunia, menyadarkan anak tentang keberadaan dunia

ditengan masyarakat dan alam

3) Buku cerita bergambar dapat membantu anak belajar tentang

orang lain, hunbungan yang terjadi, pengembangan perasaan

4) Buku cerita bergambar dapat membantu anak untuk

memperoleh kesenangan

5) Buku cerita bergambar dapat membantu anak untuk

mengapresiasi keindahan

6) Buku cerita bergambar dapat membantu anak untuk

menstimulus imajinasi (Prastowo Andi ,2015).

Buku cerita bergambar memiliki banyak fungsi bagi perkembangan

anak seperti, kepribadian, moral, bahasa dan kognitif anak. Dalam

buku cerita bergambar banyak hal yang dapat menarik bagi ank dari

gambar yang ada pada buku, warna, karakter yanga ada dalam cerita,

yang menarik akan membuat anak tertarik untuk membaca atau

mendengarkan cerita

b. Karakteristik buku cerita bergambar

Dalam memilih buku cerita untuk ada hal untuk memilih yang

sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan anak

ada beberapa kreteria buku cerita bergambar menurut para ahli,


“menurut Efendi, Bangsa dan Yudani mengatakan bahwa

kreteria buku cerita yang baik memiliki :

1) Tampilan visual buku dirancang menggunakan tampilan full

color.

2) Tampilan visual buku lebih didominan gambar dibanding teks,

3) Jenis huruf pada buku cerita memiliki tingkat terbacaan yang

baik bagi anak – anak.

4) Judul buku cerita mewakili seluruh isi cerita dan menarik minat

anakuntuk membaca lebih lanjut.

5) Tampilan warna mampu memberikan kesan dan mudah

ditangkap oleh indra penglihatan anak.” (Riduwan ,2014).

Menurut Rothlein ada beberapa kreteria dalam memilih

buku bergambar, yaitu :

1) Apakah gambar mendukung teks.

2) Apakah gambar jelas dan mudah dibedakan,

3) Apakah ilustrasi memperjelas latar, rangkaian cerita,

penjiwaan dan karakter.

4) Apakah anak mampu mengidentifikasi karakter dan

tindakan,

5) Apakah gaya dan ketepatan bahasa cocok untuk anak-anak,

6) Apakah ilustrasi menghindarkan klise.

7) Apakah temanya mempunyai kegunaan.

8) Apakah ada ketepatan konsep untuk anak-anak.


9) Apakah variasi buku yang telah dipilih merefleksikan

keragaman budaya, dan

10) Apakah buku yang dipilih merefleksikan berbagai gaya

(Rosginasari Gina, 2014).

Dari pendapat para ahli diatas dapat penulis simpulkan bahwa

kereteria buku cerita bergambar bagi anak sebagi berikut :

1) Buku cerita memiliki tampilan yang menarik bagi anak.

2) Memiliki bahasa yang dapat dimengerti bagi anak.

3) Memiliki gambar yang jelas bagi anak.

4) Memiliki teks untuk mendukung alur jalannya cerita,

5) Memiliki warna untuk menarik perhatian anak

6) Ukuran buku memiliki kenyamanan bagi pembaca.

2. Gempa Bumi

Gempa Bumi merupakan pelepasan energi secara tiba-tiba yang

menimbulkan getaran partikel yang menyebar kesegala arah akibat

proses subduksi (T.Putranto, n.d). Menurut Prager 2006 dalam Pristanto

2010 mengemukakan gempa bumi merupakan getaran siesmik yang

disebabkan oleh pecahnya atau bergesernya bebatuan di suatu tempat

dalam kerak bumi. Getaran tersebut merambat melalui tanah dalam

bentuk gelombang getaran sehinga manusia yang berada di permukaan

bumi merasa getaran yang akhirnya disebut gempa bumi. Secara umum

terdapat dua teori proses terjadinya gempa bumi yakni teori mengenai

pergeseran sesar dan teori kekenyalan elastis (Prataopu, 2013).


Teori Pergeseran sesar dimulai 225 tahun yang lalu dimana benua

merupakan satu daratan yang disebut Pangaea. Seiring berjalannya

waktu daratan ini memisahkan diri sehingga mendasar pembentukan

lempeng-lempeng bumi yang masih bergerak dan memicu terjadinya

gempa bumi. Sedangkan menurut teori kekenyalan elastis bahwa gempa

bumi disebabkan oleh adanya pelepasan energi renggangan elastik

batuan pada litosfer sehingga terjadi getaran pada permukaan bumi

semakin besar energi yang dilepaskan maka semakin kuat getaran yang

ditimbulkan (Pristanto, 2010).

Berikut merupakan jenis-jenis gempa bumi dilihat dari

karakteristik penyebabnya.

1. Gempa Bumi Runtuhan

Gempa bumi runtuhan merupakan gempa bumi yang disebabkan

oleh runtuhnya lubang-lubang interior bumi, misalnya runtuhnya

lorong tambang atau lorong sebuah gua. Gempa bumi ini dapat

menyebabkan getaran dipermukaan bumi namun tidak begitu besar

dirasakan yang terjadi hanya ditempat saja atau secara lokal

(Nandi, 2006).

2. Gempa Bumi Vulkanik

Gempa bumi vulkanik merupakan merupakan gempa bumi yang

diakibatkan oleh aktivitas gunung berapi, yaitu akibat gerakan

magma dari dalam bumi (batholit) yang naik ke atas (lubang

kepundan). Gerakan magma tersebut yang menimbulkan gerakan


pada permukaan bumi dan dapat di rasakan oleh manusia di

sekitarnya (Sungkawa, 2007). Gempa bumi vulkanik dapat dilihat

berdasarkan aktivitas gerakan magma yang dapat dideteksi dengan

alat yaitu seismograf sehingga dalam mitigasi bencana yang di

sebabkan oleh gempa bumi ini dapat di minimalisirkorban baik

nyawa, harta maupun benda. Gempa bumi vulkanik secara garis

besar termasuk dalam gempa bumi mikro yang rata rata

berkekuatan 4 skala ricther.

3. Gempa bumi tektonik

Gempa bumi tektonik adalah gempa bumi yang terjadi karena

pelepasan tenaga akibat pergeseran sesar atau kekenyalan elastis

pada daerah tumbukan lempeng samudra dengan lempeng benua

(Sungkawa, 2007). Proses pelepasan energi berupa gelombang

elastis yang disebut gelombang seismic atau gempa yang sampai

kepermukaan bumi dan menimbulkan getaran dan kerusakan

terhadap benda benda atau bangunan di permukaan bumi. Gempa

bumi ini berhubungan dengan gerakan-gerakan tektonik yang terus

berlangsung dari proses pembentukan gunung, terjadinya patahan,

dan tarikan atau tekanan dari pergerakan lempeng batuan penyusun

kerak bumi. Besarnya kerusakan akibat gempa bumi tektonik

tergantung dengan besarnya getaran yang sampai ke permukaan

bumi.
4. Gempa Bumi akibat Tumbukan Meteor: Dalam teori dinyatakan

bahwa gempa ini terjadi akibat jatuhnya meteor ke atmosfer bahkan

permukaan bumi namun jarang terjadi serta jarang menimbulkan

gempa (Amelia, 2011).

Kota Palu, merupakan pusat pemerintahan Provinsi Sulawesi

Tengah juga masuk dalam kategori daerah yang rawan gempa bumi

dikarenakan daerah Palu mempunyai aktivitas tektonik yang tergolong

cukup tertinggi. Hak ini disebabkan wilayah Kota Palu memiliki sesar

bumi atau patahan kerak Bumi dengan berdimensi besar, patahan kerak

bumi diwilayah ini disebut sesar Palu-Koro. Patahan itu memiliki

panjang kurang lebih 500 kilometer, dari sepanjang Selat Makassar

hingga di Pantai Utara Teluk Bone. Sesar ini melintasi Teluk Palu

kemudian memotong pusat kota hingga tembuh ke Sungai Lariang yang

berada di Lembah Pipikoro.

Wilayah Sulawesi Tengah memang rawan terjadi gempa bumi,

seperti pada lima tahun yang lalu tepatnya pada 28 September 2018,

wilayah Sulawesi Tengah digoncang gempa bumi dengang kekuatan

yang cukup besar. Pusat gempa ada di sebelah 26 km utara wilayah

Donggala dan 80 km barat laut Kota Palu dengan kedalaman 10 km.

Gempa bumi ini yang cukup besar ini dirasakan di Kabupaten

Donggala, Kabupaten Parigi Moutong, Kota Palu, Kabupaten Sigi,

Kabupaten Tolitoli, Kabupaten Poso, Kabupaten Mamuju, Kota

Balikpapan, Kota Makassar dan Kota Samarinda. Gempa bumi yang


menyita perhatian dunia ini menjadi penyebab fenomena tsunami dan

likuifaksi 1.

BPBD kota palu menangani bencana gempa bumi 28 September

2018 yang terjadi di Sulawesi Tengah khususnya di Kota Palu sesuai

dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang

Penanggulangan Bencana dan Peraturan Daerah Kota Palu Nomor 2

Tahun 2009 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan

Bencana Daerah Kota Palu. Berbagai bantuan diberikan oleh BPBD

kepada para korban bencana di Kota Palu untuk menanggulangi

bencana yang terjadi namun, berdasarkan hasil observasi manajemen

BPBD kota Palu yang diterapkan untuk menangani bencana belum

terlaksana dengan maksimal.

Dilihat dari data diatas maka kita bisa melihat bahwa pentingnya

sosialisasi manajemen bencana di lakukan.

3. Manajemen Bencana

a. Definisi Manajemen Bencana

Manajemen penanggulangan bencana dapat didefinisikan

sebagai segala upaya atau kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka

upaya pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat dan

pemulihan berkaitan dengan bencana yang dilakukan pada tahapan

sebelum, saat dan setelah bencana.

Manajemen penanggulangan bencana merupakan suatu proses

yang dinamis, yang dikembangkan dari fungsi manajemen klasik


1
yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pembagian tugas,

pengendalian dan pengawasan dalam penanggulangan bencana.

Proses tersebut juga melibatkan berbagai macam organisasi yang

harus bekerjasama untuk melakukan pencegahan, mitigasi,

kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan akibat bencana.

Manajemen Bencana

Manajemen
Risiko Bencana

Mitigasi

Manajemen Manajemen
Kesiapsiagaan
Kedaruratan Pemulihan

Pra Bencana Saat Bencana Pasca Bencana

b. Tahapan Manajemen Bencana

Dalam upaya menerapkan manajemen penanggulangan bencana,

dilaksanakan melalui 3 (tiga) tahapan sebagai berikut:

1) Tahap pra-bencana yang dilaksanakan ketika tidak terjadi

bencana dan terdapat potensi bencana

2) Tahap tanggap darurat yang diterapkan dan dilaksanakan pada

saat sedang terjadi bencana.

3) Tahap pasca bencana yang diterapkan setelah terjadi bencana.


Dalam keseluruhan tahapan penanggulangan bencana tersebut,

ada 3 (tiga) manajemen yang dipakai yaitu :

1) Manajemen Risiko Bencana

Adalah pengaturan/manejemen bencana dengan penekanan

pada faktor-faktor yang bertujuan mengurangi risiko saat

sebelum terjadinya bencana. Manajemen risiko ini dilakukan

dalam bentuk:

a) Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang

dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau

mengurangi ancaman bencana.

b) Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko

bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun

penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi

ancaman bencana.

c) Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan

untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian

serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.

Kesiapsiagaan ini sebenarnya masuk manajemen darurat,

namun letaknya di pra bencana. Dalam fase ini juga

terdapat peringatan dini yaitu serangkaian kegiatan

pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat

tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat

oleh lembaga yang berwenang.


2) Manajemen Kedaruratan

Adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan

penekanan pada faktor-faktor pengurangan jumlah kerugian

dan korban serta penanganan pengungsi saat terjadinya bencana

dengan fase nya yaitu :

a) Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang

dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk

menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi

kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda,

pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan

pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan

sarana.

3) Manajemen Pemulihan

Adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan

penekanan pada faktor-faktor yang dapat mengembalikan

kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena

bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan,

prasarana, dan sarana secara terencana, terkoordinasi, terpadu

dan menyeluruh setelah terjadinya bencana dengan fase-

fasenya nya yaitu :

a) Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek

pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang

memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama


untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua

aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada

wilayah pascabencana.

b) Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua

prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah

pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun

masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan

berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya,

tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta

masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat

pada wilayah pascabencana.


4. Pendidikan Kebencanaan

a. Pendidikan Kebencanaan di Satuan PAUD

Pada saat ini dalam penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia

Dini (PAUD), Pemerintah telah menerbitkan kurikulum nasional

PAUD yang ditetapkan berdasarkan Permendikbud Nomor 146

Tahun 2014, yang dikenal dengan Kurikulum 2013 PAUD.

Kurikulum tersebut bersifat rujukan bagi seluruh penyelenggaraan

PAUD yang tersebar di Indonesia. Dengan demikian kurikulum

tersebut masih bersifat umum, untuk dapat dilaksanakan secara

aktual, maka setiap satuan PAUD harus mengembangkannya

menjadi kurikulum operasional yang sesuai dengan kondisi dan

kekhasan atau potensi yang tersedia, baik pada tingkat satuan itu

sendiri maupun pada tingkat daerah (lokal).

Upaya aktualisasi kurikulum dapat merujuk pada berbagai

dimensi dan kondisi yang dihadapi dan terjadi secara nyata di

satuan pendidikan maupun kondisi obyektif di mana satuan

pendidikan tersebut berada (di daerah tertentu). Salah satu kondisi

nyata yang dihadapi saat ini, serta banyak terjadi di seluruh daerah

Indonesia adalah kedaan bencana alam. Bencana tersebut akhir-

akhir ini bahkan hampir merata terjadi di seluruh wilayah

Indonesia, baik bencana banjir, tsunami, gempa bumi, longsor,

akibat letusan gunung berapi, dan sebagainya.


Kondisi tersebut di atas, tentu bukan hanya berdampak

pada kehidupan masyarakat secara umum, tetapi juga berdampak

terhadap penyelenggaraan dan layanan pendidikan, termasuk pada

penyelenggaraan pendidikan di satuan atau lembaga PAUD.

Bahkan lebih jauhnya berdampak pada peserta didik (anak-anak)

baik pada saat itu, maupun pada kehidupan anak tersebut kelak

ketika mereka dewasa.

b. Tujuan Pendidikan Kebencanaan di Satuan PAUD

1) Dari sudut anak sebagai peserta didik.

Bertujuan untuk peningkatan dan penguatan capaian

perkembangan anak sebagaimana yang telah dituangkan dalam

Permendikbud Nomor 137/2014 tentang Standar Nasional

PAUD dan dalam peningakatan dan penguatan capaian

kompetensi/kemampuan setiap anak sebagaimana yang telah

ditetapkan dalam Permendikbud Nomor 146/2014 tentang

Kurikulum PAUD.

2) Dari sudut satuan atau lembaga sebagai pelaksana.

Bertujuan untuk menyelaraskan dan memberikan

penguatan layanan pendidikan di setiap satuan atau lembaga

PAUD agar lebih sesuai dengan karakteristik, kebutuhan,

kondisi, daya dukung, dinamika bahkan kekhasan dari setiap

anak dan daerah di mana satuan atau lembaga PAUD itu berada
sehingga layanan menjadi lebih efektif, efisien, berkualitas,

optimal, dan dapat dipertanggungjawabkan.

3) Dari sudut sumber daya manusia di satuan (penyelenggara,

pengelola dan pendidik).

Bertujuan untuk penguatan komitmen dan kompetensi

(profesional, pedagogik, kepribadian, dan sosial) dalam

menfasilitasi, menstimulasi dan berinteraksi dengan peserta

didik dalam mecapai perkembangan dan kemampuan anak

dapat menjadi lebih efektif, efisien, berkualitas, optimal, dan

dapat dipertanggungjawabkan.

4) Dari sudut pembinaan.

Bertujuan untuk lebih meningkatkan keselarasan upaya

pembinaan, baik secara internal maupun eksternal, sehingga

proses pendidikan yang dijalankan oleh satuan atau lembaga

PAUD di seluruh Indonesia menjadi lebih terarah, fokus, dan

tepat sasaran dalam mewujudkan seluruh capaian

perkembangan anak sebagaimana yang telah ditungkan dalam

Permendikbud Nomor 137/2014 tentang Standar Nasional

PAUD dan capaian seluruh kompentensi/ kemampuan setiap

anak sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Permendikbud

Nomor 146/2014 tentang Kurikulum PAUD.


5) Dari sudut pemerintah daerah dan mitra.

Bertujuan untuk lebih memudahkan pemerintah daerah

dan mitra dalam memberikan beragam dukungan dan fasilitasi

sesuai dengan kondisi dan kebijakan yang ada di daerahnya,

sehingga proses layanan di setiap satuan PAUD terlaksana atau

berjalan secara lebih efektif, efisien, berkualitas, optimal, dan

dapat dipertanggungjawabkan.

c. Cara-Cara Penanggulangan Bencana.

Berdasarkan UU No 24 Tahun 2007 pasal 33 menyebutkan

bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri atas 3

(tiga) tahap meliputi: prabencana; saat tanggap darurat; dan

pascabencana.

1) Penaggulangan Sebelum Bencana

Kegiatan sebelum bencana merupakan serangkaian

kegiatan Pendidikan dan/atau pembelajaran pada anak usia dini

yang berhubungan dengan pemahaman kesiapsiagaan dalam

menghadapi bencana. Kegiatan ini ditujukan untuk mengurangi

(mereduksi) potensi bahaya/kerugian yang mungkin timbul

ketika bencana. Pendidikan kesiapsiagaan dalam layanan

PAUD dilaksanakan pada saat keadaan normal atau sebelum

terjadi bencana, dengan tujuan untuk mengurangi resiko

bencana. Pada Pendidikan pra bencana dibagi menjadi tiga


bagian sesuai dengan kondisi yang dihadapi pada saat bencana,

antara lain adalah: pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan.

2) Pencegahan Bencana

Kegiatan pencegahan bencana adalah serangkaian

kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan

dan/atau mengurangi ancaman bencana. Pada tahun 2012,

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)

mengeluarkan Perka BNPB No 4 Tahun 2012 tentang Pedoman

penerapan Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana (SMAB), di

mana Perka ini bertujuan:

a) Mengidentifikasi lokasi sekolah/madrasah pada prioritas

daerah rawan bencana gempa bumi dan tsunami.

b) Memberikan acuan dalam penerapan sekolah/madrasah

aman dari bencana baik secara struktural maupun non-

struktural.

Dalam Pendidikan pra bencana ini pada tahap

perencanaan juga diperlukan pengetahuan tentang:

1) Jenis bencana.

2) Alat yang diperlukan saat bencana itu ada.

3) Apa yang dilakukan saat bencana itu dating

3) Mitigasi Bencana

Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi

risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun


penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman

bencana. Pendidikan Mitigasi Bencana Pada Pendidikan Anak

Usia Dini memiliki tujuan sebagai berikut :

a) Mengembangkan Pendidikan mitigasi bencana pada anak

usia dini yang terintegrasi dalam kebijakan Kurikulum

2013.

b) Mengenalkan prosedur pelaksanaan Pendidikan mitigasi

bencana pada lembaga PAUD sesuai dengan potensi

Kebencanaannya.

c) Mengenalkan respon tanggap darurat melalui pelayanan

Pendidikan, perawatan dan perlindungan pada anak usia

dini dalam situasi dan kondisi bencana.

d) Mengembangkan alternatif akses pelayanan Pendidikan

dan pengembangan anak usia dini di daerah bencana dan

tanggap darurat

e) Membekali pengetahuan, kemampuan dan sikap orang

tua/keluarga dalam menghadapi bencana dan pemulihan

pasca bencana.

f) Meningkatkan partisipasi dan peranserta masyarakat

dalam penanganan Pendidikan dan pengembangan anak

usia dini di zona bencana dan tanggap darurat.


4) Kesiapsiagaan Bencana

Dalam menghadapi ancaman bencana, kesiapsiagaan

menjadi kunci keselamatan Anda. Kesiapsiagaan merupakan

serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi

bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang

tepat guna dan berdaya guna. Pendidikan Kebencanaan

dilakukan dalam rangka menunjang kegiatan latihan

kesiapsiagaan. Banyak upaya kesiapsiagaan bermanfaat dalam

berbagai situasi bencana. Beberapa upaya penting untuk

kesiapsiagaan adalah:

a) Memahami bahaya di sekitar Anda.

b) Memahami sistem peringatan dini setempat dan mengetahui

rute evakuasi dan rencana pengungsian.

c) Memiliki keterampilan untuk mengevaluasi situasi secara

cepat dan mengambil inisiatif tindakan untuk melindungi

diri.

d) Memiliki rencana antisipasi bencana untuk keluarga dan

mempraktekkan rencana tersebut dengan latihan.

e) Mengurangi dampak bahaya melalui latihan kesiapsiagaan.

f) Melibatkan diri dengan berpartisipasi dalam pelatihan.

Salah satu kebutuhan yang diperlukan untuk menghadapi

bencana adalah rencana kesiapsiagaan.


5) Dampak Dan Penanganan Reaksi Anak Terhadap Bencana

Dampak Kebencanaan pada anak usia dini menimbulkan

reaksi yang khas pada anak, antara lain adalah:

a) Gejala bagi anak usia di bawah 2 tahun:

(1) Anak tidak dapat menjelaskan kejadian atau perasaan

mereka

(2) Anak butuh digendong dan diperhatikan terus menerus

b) Gejala bagi anak usia 2-5 tahun:

(1) Merasa tidak berdaya serta tidak dapat menjaga dirinya

sendiri

(2) Anak belum paham kalau orang yang sudah meninggal

tidak akan kembali

(3) Anak akan mengekspresikan bagian dari kejadian traumatik

dalam permainannya secara berulang-ulang

(4) Anak takut sekali ditinggalkan, sehingga perlu berulang

kali diyakinkan bahwa ia akan selalu diperhatikan dan

dijaga.

c) Reaksi Emosi dan Perilaku:

(1) Takut berpisah dengan orang tua

(2) Menangis

(3) Merengek

(4) Berteriak

(5) Bergerak tanpa tujuan atau tidak bergerak sama sekali


(6) Gemetar

(7) Ekspresi wajah ketakutan

(8) Tidak mau lepas dari orang tua

(9) Perilaku regrasi (dulu sudah tidak mengompol kembali,

takut gelap, dll)

Langkah pertama untuk penanganan psikologis awal anak

yang mengalami bencana adalah memberikan rasa aman kepada

anak. Pemberian rasa aman tersebut dapat diungkapkan baik secara

verbal maupun non verbal. Selain itu, Pedoman Pendidikan

Kebencanaan di Satuan anak juga harus diberikan kesempatan

untuk mengekspresikan perasaannya melalui berbagai metode,

misalnya menggambar, menulis cerita, bernyanyi, olahraga, dan

lain-lain. Seringkali anak akan menggambarkan kejadian yang

masih sangat melekat didalam ingatannya.

6) Muatan Materi Pendidikan Kebencanaan untuk Anak Usia Dini

diantaranya

a) Materi Terkait Gempa Bumi

Gempa bumi adalah peristiwa berguncangnya bumi yang

disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, aktivitas sesar

(patahan), aktivitas gunung api, atau runtuhan batuan. Jenis

bencana ini bersifat merusak, dapat terjadi setiap saat dan

berlangsung dalam waktu singkat. Gempa bumi dapat

menghancurkan bangunan, jalan, jembatan, dan sebagainya


dalam sekejap. Sampai saat ini, belum ada ahli dan institusi

yang mampu memprediksi kapan terjadinya gempa bumi.

Institusi yang berwenang untuk mengeluarkan informasi

kejadian gempa bumi adalah BMKG. Anda dapat mengetahui

informasi dari berbagai parameter mengenai besaran suatu

gempa bumi, titik pusat gempa bumi, kedalaman, dan potensi

tsunami dari laman (www. bmkg.go.id) atau pun aplikasi gawai

BMKG berbasis android atau IOS.

(1) Prabencana gempa bumi:

(a) Menyiapkan rencana untuk penyelamatan diri apabila

gempa bumi terjadi.

(b) Melakukan latihan yang dapat bermanfaat dalam

menghadapi reruntuhan saat gempa bumi, seperti

merunduk, perlindungan terhadap kepala, berpegangan

atau pun dengan bersembunyi di bawah meja.

(c) Menyiapkan alat pemadam kebakaran, alat keselamatan

standar, dan persediaan obat-obatan.

(d) Membangun konstruksi rumah yang tahan terhadap

guncangan gempa bumi dengan fondasi yang kuat.

Selain itu, Anda bisa merenovasi bagian bangunan yang

sudah rentan.
(e) Memperhatikan daerah rawan gempa bumi dan aturan

seputar penggunaan lahan yang dikeluarkan oleh

pemerintah.

(2) Saat bencana gempa bumi: Di dalam bangunan, seperti

rumah, sekolah atau pun bangunan bertingkat:

(a) Guncangan akan terasa beberapa saat. Selama jangka

waktu itu, upayakan keselamatan diri Anda dengan cara

berlindung di bawah meja untuk menghindari dari

benda-benda yang mungkin jatuh dan jendela

kaca.Lindungi kepala dengan bantal atau helm, atau

berdirilah di bawah pintu. Bila sudah terasa aman,

segera lari keluar rumah.

(b) Jika sedang memasak, segera matikan kompor serta

mencabut dan mematikan semua peralatan yang

menggunakan listrik untuk mencegah terjadinya

kebakaran. Bila keluar rumah, perhatikan kemungkinan

pecahan kaca, genteng, atau material lain. Tetap

lindungi kepala dan segera menuju ke lapangan terbuka,

jangan berdiri dekat tiang, pohon, atau sumber listrik

atau gedung yang mungkin roboh.

(c) Jangan gunakan lift apabila sudah terasa guncangan.

Gunakan tangga darurat untuk evakuasi keluar

bangunan. Apabila sudah di dalam elevator, tekan


semua tombol atau gunakan interphone untuk panggilan

kepada pengelola bangunan.

(d) Kenali bagian bangunan yang memiliki struktur kuat,

seperti pada sudut bangunan.

(e) Apabila Anda berada di dalam bangunan yang memiliki

petugas keamanan, ikuti instruksi evakuasi.

(3) Pascabencana gempa bumi

(a) Tetap waspada terhadap gempa bumi susulan.

(b) Ketika berada di dalam bangunan, evakuasi diri Anda

setelah gempa bumi berhenti. Perhatikan reruntuhan

maupun benda-benda yang membahayakan pada saat

evakuasi.

(c) Jika berada di dalam rumah, tetap berada di bawah meja

yang kuat.

(d) Periksa keberadaan api dan potensi terjadinya bencana

kebakaran.

(e) Berdirilah di tempat terbuka jauh dari gedung dan

instalasi listrik dan air. Apabila di luar bangunan

dengan tebing di sekeliling, hindari daerah yang rawan

longsor.

(f) Jika di dalam mobil, berhentilah tetapi tetap berada di

dalam mobil. Hindari berhenti di bawah atau di atas

jembatan atau rambu-rambu lalu lintas


BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pre

Eksperiment dengan rancangan the one group pre-test and pos- test. Pada

penelitian ini peneliti mengisi koisioner pre-test dengan cara memberi

pertanyaan langsung kepada anak-anak , dan untuk koisioner pos-test pada

saat sudah memberikan edukasi dalam bentuk buku cerita bergambar dan

kemudian peneliti mengisi kembali koisioner pos-test dengan pertanyaan

yang sama. Pengujian sebab akibat dilakukan dengan cara

membandingkan hasil pre-test dengan post-test ilustrasi dalam penelitian

ini (Masturoh, 2018).

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian

Pre-test Perlakuan Post-test

01 X 02

Ket :
O1 : Pre-test ( Pengukuran pengetahuan sebelum pemebrian edukasi)

X : Perlakuan (Edukasi buku cerita bergambar)

O2 : Post-test (Pengukuran pengetahuan setelah pemebrian edukasi)


B. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan januari sampai april 2023

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Taman kanak – kanak al- khairat

kabonena Palu. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan atas pertimbangan

karena daerah tersebut termasuk sesar yang aktif yaitu sesar palu koro.

C. Populasi dan sampel


1. Populasi

(Sugiyono 2019). populasi adalah wilayah generalisasi yang

terdiri atas: objektif / subjektif yang mempunyai kuantitas dan

karakteritik tertentu yang di tetapkan oleh peneliti unruk dipelajari

kemudian ditarik keimpulannya. Pada penelitian ini , yang menjadi

populasi adalah seluruh anak anak di Taman kanak – kanak al- khairat

kabonena Palu.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang diteliti oleh karena

tidak dimungkinkan mengambil populasi secara keseluruhan.sampel

yang dipilih pada suatu penelitian hendaknya mampu

mempresentasikan populasi secara keseluruhan. Sampel pada

penelitian ini adalah anak pada usia 5-6 tahun di Taman kanak – kanak

al- khairat kabonena Palu .


3. Tehnik pengambilan sampel

Tehnik pengambilan sampel menggunakan non probability sampling

secara purposive sampling dengan menggunakan kriteria inklusi dan

eksklusi. (Santari, mieke wirakusuma, 2011).

a. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah

 Anak yang berumur antar 5-6 tahun

b. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah

 Anak yang memilki keterbatasan fisik seperti buta dan tuli.

D. Variabel Penelitian dan Devenisi Operasional

1. Variable penelti

a. Variable bebas atau variable independen dalam penelitian ini adalah

edukasi melalui buku cerita bergambar.

b. Variable terikat atau dependen yang dipengaruhi dalam penelitian

ini adalah pengetahuan anak tentang manajemen bencana

2. Definisi Operasional

a. Edukasi manajemen bencana melalui buku cerita bergambar

Penyajian materi yang dilakukan untuk memberikan informasi

tentang manajemen bencana kepada responden dengan cara

membacakan buku cerita bergambar tentang apa itu gempa,,

penyebab gempa, dampak dari gempa, rencana yang akan

dilakukan ketika gempa, tindakan yang dilakukan ketika terjadi

gempa dan cara mempertahankan diri ketika terjadi gempa.


b. Pengetahuan anak

Hasil tahu dan memahami dari responden tentang manajemen

bencana mencakup pengertian gempa, penyebab gempa, dampak

gempa, penanganan gempa, dan cara mempertahankan diri dari

gempa.

Cara ukur : Pengisian Kuesioner

Alat ukur : Kuesioner

Skala ukur : Ordinal

Hasil ukur :

 Kurang, bila subyek menjawab benar 0-2 pertanyaan

 Cukup, , bila subyek menjawab benar 3-5 pertanyaan

 Baik, bila subyek menjawab benar 6-7 pertanyaan

E. Tehnik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Data Primer

Data primer diperoleh secara langsung dangan cara melakukan

pengisian kuisioner terhadap responden, dalam bentuk wawancara

langsung terhadap responden . kuesioner berisi 7 pertanyaan dan

menggunakan pilihan jawaban apabila responden memlih jawaban

benar dari kuesioner mendapatkan skor 1 dan bilah memilih jawaban

salah mendapat skor 0 . total skor maksimal 7 dan minimal 0.

Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh maka pengetahuan responden

dapat dikategorkan baik, cukup, dan kurang.


2. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari instani terkait yang dapat

memberikan data tentang jumlah siswa yang ada di taman kanak-kanak

alkhairat kabonena, dan jurnal tentang manajemen dari BPBD Provinsi

dan BPBD Kota Palu.

F. Pengolahan Data

Pengolahan data setelah terkumpul dari pengisian kuesioner yang

ada , maka dilakukan pengolahan data tersebut dengan tahap-tahap sebagai

berikut :

1. Editing (Penyuntingan Data)

Setelah data terkumpul maka dilakukan editing atau penyuntingan

untuk memerika setiap kuesioner yang telah diisi, lalu data

dikelompokkan sesuai kriteria yang telah ditetapkan.

2. Coding

Dilakukan memudahkan pengolahan data yaitu dengan melakukan

pengkodean pada daftar pertanyaan yang telah diisi yaitu setiap

jawaban dari responden.

3. Entry

Memasukkan ata entri, atu procecing data, yakni jawaba jawaban

dari masing-masingresponden dalam bentuk kode (angka atau huruf)

dimasukkan dalam program atau “softwer” computer dan di ubah

dalam bentuk kalimat


4. Tabulasi

Setelah dilakukan perkodean kemudian data dimmaukkan kedalam

table menurut sifat –sifat yang dimiliki sesuai dengan tujuan peneliti

untuk memudahkan penganalisaan data (Satari, mieke wirakusuma,

2011).

G. Analisa Data

Setelah mempperoleh nilai dar masing-masingtabel selanjutnya

data dianalisa dengan computer.

1. Analisis Univariat

Dilakukan terhadap tiap variable dari hasil penelitian. Analisis ini

menghasilkan distribusi dan presentasi dari tiap variable ditelit .

Analisis data dengan menggunakan rumus :

Distribusi frekuensi:

f
P= X 100 %
n

Keterangan :

P : Presentasi

F : jumlah jawaban berdasarkan kategori

N :jumlah responden

2. Analisi Bivariat

Analisi data yang dilakukan terhadap dua variable yang diduga

berhubungan atau berkolerasi. Dilakukan untk mengetahui perbedaan

antara variable independen dan variable dependen. Anali data

penelitian menggunakan uji Wilcoxon melalui system komputerisasi


pada tingkat kepercayaan 95% (a=0,05). (Sataria, mieke wirakusuma,

2011).

H. Penyajian Data

Data penelitian ini disajikan dalam bentuk table, kemudian

dijelaskan dalam bentuk narasi.


Gambar 1. Tahapan Penelitian
Pengetahuan manajemen bencana diperoleh dari subjek dalam bentuk data pre-test dan
post-test melalui tes:

Tabel 1. Kisi-Kisi Instrumen Pengetahuan Manajemen Bencana

Aspek Indikator Baik Cuku Kuran


p g

Mitigasi a. Mengetahui Jenis Bencana.


b. Mengetahui pencegahaan terhadap bencana.
c. Mengetahui dampak bencana

Preparedness a. Mengetahui rencana tindak yang dilakukan


(kewaspadaan) dalam keadaan darurat sesuai dengan jenis
bencana.

Response a. Mengetahui langkah-langkah penyelamatan


(tanggapan) diri ketika ada bencana.

b. Mengetahui cara mempertahankan diri


setelah terjadi bencana

Recovery a. Mengetahui rencana pemulihan


(pemulihan)

Data mengenai pengetahuan manajemen bencana anak diperoleh melalui

tes dalam bentuk 7 pertanyaan setelah itu skor yang diperoleh anak kategorikan

dalam tiga jenis seperti baik, cukup dan kurang. Kriteria kurang bila anak mampu

menjawab 0-2 pertanyaan dengan benar dan memperoleh kategori kurang.

Sementara bila anak mampu menjawab 3-5pertanyaan maka akan berada dalam

kelompok cukup dan yang mampu menjawab 6-7 pertanyaan berada dalam

golongan yang memiliki pengetahuan baik.


DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, M., ‘Modul Manajemen Penanggulangan Bencana Pelatihan


Penanggulangan Bencana Banjir 2017’, Pusat Pendidikan Dan Pelatihan
Sumber Daya Air Dan Kontruksi, 2017, 77

Amelia, R., 2011. Teori Dasar. Available at:


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23857/4/Chapter II.pdf.
diakses tanggal 14 oktober 2016

BNPB. 2016. Data dan Informasi Bencana Indonesia, Badan Nasional


Penanggulangan Bencana (BNPB), Diakses tanggal 30 Juli 2016 dari
http://dibi.bnpb.go.id

Filipović, K. (2018). Gender Representation in Children’s Books: Case of an


Early Childhood Setting. Journal of Research in Childhood Education,
32(3), 310–325. https://doi.org/10.1080/02568543.2018.1464086

GFDRR. (2020). Indonesia. 2020.

Haleemunnissa, S., Didel, S., Swami, M. K., Singh, K., & Vyas, V. (2021).
Children and COVID19: Understanding impact on the growth trajectory
of an evolving generation. Children and Youth Services Review, 120.
https://doi.org/10.1016/j.childyouth.2020.105754

Maturoh ,I.(2018). metode penelitian kesehatan. Hak cipta .


http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2018/09/
Metodologi-Penelitian-Kesehatan_SC.pdf

Nandi. (2006). Handouts Geologi Lingkungan : Gempa Bumi. Retrieved from


http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/19790101
2005011-NANDI/geologi
lingkungan/GEMPA_BUMI.pdf__suplemen_Geologi_Lingkungan.pdf
Nugiyantoro Burhan, Sastra Anak Pengantar Pemahaman Dunia Anak,
Yogjakarta,Gajah Mada University Press, : 2005

Osofsky, J., & Reuther, E. (2013). Young Children and Disasters: Lessons
Learned About Resilience and Recovery. ZERO TO THREE, 34(2), 46-
54.

Prastowo Andi, Munyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Tematik Terpadu


Implementasiu Kurikulum 2013 Untuk SD/MI ,Jakarta, Prenadamedia
Group ,2015

Prataopu, R. D. (2013). Analisis tingkat Kekerasan Tanah di Bawah Stasiun -


Stasiun Seismik di jawa Tengah Menggunakan Software Seisgram2k.
Inovasi Fisiska Indonesia, 3. Retrieved from ejournal.unesa.ac.id

Pristanto, A. I. (2010). Upaya Peningkatan Pemahaman Masyarakat Tentang


Mitigasi Bencana Gempa Bumi Di Desa Tirtomartani Kecamatan
Kalasan Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Retrieved from
http://eprints.uny.ac.id/494/1/ADHITYA_IRVAN_PRISTANTO.pdf

Purnama, (2017) ‘Modul manajemen penanggulangan bencana pelatihan


penanggulangan bencana banjir 2017’, Pusat Pendidikan Dan Pelatihan
Sumber Daya Air Dan Kontruksi, p. 77.

Raynaudo, G., & Peralta, O. (2019). Children learning a concept with a book and
an e-book: a comparison with matched instruction. European Journal of
Psychology of Education, 34(1), 87-99. https://doi.org/10.1007/s10212-
018-0370-4

Riduwan , Sunarto, Pengantar Statistika, Bandung, Alfabet, 2014


Rosginasari Gina, Pengembangan, Media Pembelajaran Berbasis Audiovisual
Pada Pembelajaran Ekstraksi di SMK N 2 Indramayu ( Skripsi Program
Sastra satu Universitas Pendidikan Indonesia: 2014

Santari, miekewirakusuma,F. (2011) konsistensi penelitian dalam bidang


kesehatan (B.K Wibiisono (ed)). PT Refika Aditama.

Strouse, G. A., Nyhout, A., & Ganea, P. A. (2018). The role of book features in
young children's transfer of information from picture books to real-world
contexts. In Frontiers in Psychology (Vol. 9, Issue FEB).
https://doi.org/10.3389/fpsyg.2018.00050

Sungkawa, D. (2007). Dampak Gempa Bumi Terhadap Lingkungan. Pendidikan


Geografi, 7. Retrieved from
http://ejournal.upi.edu/index.php/gea/article/view/1706/1157

Undang-undang Republik Indonesia no. 24 Tahun 2007. (2007). Retrieved from


https://bnpb.go.id/ppid/file/UU_24_2007.pd

Anda mungkin juga menyukai