PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia termasuk negara yang berisiko bencana tinggi sebagai dampak dari
letak negara ini secara geografis. Kondisi geofrafis Indonesia seperti wilayah tropis,
berada di antara pertemuan dua samudera dan dua benua membuat negara ini menjadi
rawan banjir (BNPB, 2021). Menurut Data dan Informasi Bencana Indonesia dalam
periode 5 tahun terakhir Kalimantan Tengah telah mengalami 785 kejadian bencana.
Kejadian bencana tersebut terjadi oleh 5 jenis bencana yaitu banjir, tanah longsor,
puting beliung, kebakaran hutan dan lahan serta gempa bumi. Berdasarkan data IRBI
Provinsi Kalimantan Tengah memiliki indeks risiko sedang dengan nilai indeksi yaitu
Bencana banjir adalah bencana alam yang sering terjadi di berbagai daerah
Negara Indonesia. Menurut kajian risiko bencana yang disusun oleh BNPB pada tahun
2015 jumlah jiwa terpapar risiko bencana banjir tersebar di beberapa pulau melebihi
170 juta dengan nilai aset terpapar melebihi Rp. 750 Triliun (Badan Nasional
potensi bencana banjir di Kalimantan Tengah adalah 793,00 (Badan Pusat Statistik
kecamatan terluas ketiga setelah Dusun Timur dan Paju Epat. Luas wilayah ini adalah
579 km² atau 15,10% luas Kabupaten Barito Timur (Badan Pusat Statistik Barito Timur,
2021). Angka kejadian banjir di kecamatan ini pun tinggi yaitu 9 dari 19
1
2
Kabupaten Barito Timur adalah salah satu kabupaten yang ada di Kalimantan Tengah.
Barito Timur terdiri dari 10 kecamatan dan 104 desa (Badan Pusat Statistik Provinsi
Kalimantan Tengah, 2019). Berdasarkan data BPS Kalimantan Tengah bencana alam
dengan indikator tertinggi adalah banjir yaitu 50,00 (Badan Pusat Statistik Provinsi
Kalimantan Tengah, 2018). Berdasarkan data IRBI Barito Timur berada di urutan 138
dengan skor 36.00 termasuk kategori risiko tinggi banjir (BNPB, 2021).
Dunia saat ini berada pada Era Ageing Population, dimana jumlah penduduk
lansia melampaui 8,5% penduduk dunia yaitu sebanyak 617,7 juta orang lansia dan
diprediksi akan mencapai 12% penduduk dunia pada tahun 2030 (Elvina, 2022).
Penduduk lansia di Indonesia memiliki persentase sebanyak 10,7% dari total penduduk
di tahun 2020, dan diprediksikan di tahun 2035 penduduk lansia akan mencapai
BPS Provinsi Kalimantan Tengah penduduk lansia Kabupaten Barito Timur berada di
urutan ketiga yaitu 9,02% setelah Kabupaten Barito Selatan 9,29% dan Kabupaten
Pulang Pisau 10,29% (Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Tengah, 2021).
Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil terdapat 6.193 lansia pada
tahun 2020 di Kabupaten Barito Timur (Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten
Barito Timur, 2021). Terjadi peningkatan dari tahun ke tahun pada lansia Kabupaten
Barito Timur di tahun 2018 sebesar 7,01%, di tahun 2019 sebesar 7,29% dan tahun
2020 sebesar 7,60% (Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Tengah, 2020).
Karau (Badan Pusat Statistik Barito Timur, 2021). Dengan adanya kecenderungan
peningkatan lansia ini, kita harus waspada akan jumlah korban lansia jika terjadinya
bencana.
Ada 3 jenis kesiapsiagaan yang bisa diberikan pada lansia yaitu kesiapsiagaan
pribadi, kesiapsiagaan praktis dan kesiapsiagaan sosial dalam bentuk poster, brosur,
lansia, tindakan ketika terjadi bencana, evakuasi diri saat bencana telah reda dan
kesiapan untuk kembali ke rumah setelah terjadi banjir serta melatih stimulasi
kesiapsiagaan lansia agar siap dalam menghadapi bencana banjir (Tuohy et.al. dalam
pengorganisasian serta langkah yang tepat dan berdaya guna. Kesiapsiagaan adalah
pengorganisasian dan langkah yang tepat serta berdaya guna (Badan Nasional
mengacuhkan dan tidak melakukan upaya yang banyak saat menghadapi bencana
namun melihat terlebih dahulu bagaimana ketinggian air sehingga air sempat meluap
dan mengakibatkan banyak masyarakat yang terjebak di dalam rumah (Ramadoan dan
Sahrul, 2018).
2019). Hasil penelitian di Posyandu Lansia Kebalen Desa Pasar Terusan mengenai
maupun saat banjir masih ada, responsden tidak melakukan kerja bakti membersihkan
risiko bencana, formulasi serta pengelolaan sumber daya dan pelatihan penduduk di
area rawan bencana. Lansia termasuk golongan yang berumur tua sehingga rentan
5
dan mempunyai tingkat morbiditas yang tinggi dibandingkan kelompok usia muda.
Lansia termasuk kelompok yang rawan bencana, faktor kurangnya kemampuan fisik,
perubahan fisiologis yang dialami seperti penurunan kemampuan tulang dan otot
membuat lansia menjadi sangat rentan ketika menghadapi bencana banjir. Studi
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
bencana banjir.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
2. Bagi Masyarakat
bencana.
Dapat digunakan bagi peneliti selanjutnya sebagai bahan serta sumber data
penelitian dengan ruang lingkup yang sama ataupun mengubah variabel dan tempat
penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Bencana
1. Pengertian Bencana
disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia
nalar dan pengetahuan manusia (Permana Putri dan Aisyah, 2021). Bencana
2. Klasifikasi Bencana
Disaster Reduction) bencana dibedakan menjadi dua yaitu bencana alam dan
bencana teknologi. Bencana alam terbagi menjadi 6 kelompok yaitu geofisik (gempa
7
8
kimia, gedung runtuh, ledakan, kebakaran, gas bocor, racun, radiasi, tumpahan
minyak, kecelakan transportasi (udara, jalan, rel dan air), kecelakaan lain (runtuh,
B. Banjir
1. Pengertian Banjir
tergenangnya suatu daratan yang umumnya sering disebabkan oleh debit air yang
meningkat (Sulaiman et al., 2020). Banjir pada dasarnya merupakan proses alamiah
yang berpotensi menjadi bencana jika proses tersebut mengenai dan menyebabkan
Banjir adalah kondisi saat suatu wilayah yang biasanya tidak digenangi air
2. Penyebab Banjir
Umumnya banjir terjadi disebabkan oleh curah hujan yang tinggi secara
terus-menerus sehingga mengakibatkan luapan air sungai, danau, air laut ataupun
drainase. Penyebab lain terjadinya banjir yaitu karena ulah manusia seperti alih
3. Dampak Banjir
masalah kesehatan fisik dan mental, korban jiwa, kerusakan fasilitas umum, benda
dimaksud dengan kelompok rentan antara lain orang lanjut usia, anak-anak, wanita
hamil, fakir miskin, dan disabilitas (Hildayanto, 2020). Manusia umumnya akan
Menurut UU No.13 Tahun 1998 seseorang yang disebut dengan nama lansia
adalah seseorang yang sudah berumur lebih dari 60 tahun. Lansia termasuk tumbuh
yaitu rambut beruban, kerutan kulit, dan hilangnya gigi (Kusumawardani &
Dananawarih, 2018).
pengorganisasian serta langkah yang tepat dan berdaya guna. Kesiapsiagaan adalah
pengorganisasian dan langkah yang tepat serta berdaya guna (Badan Nasional
mencari informasi sehingga memiliki persiapan saat menghadapi bencana yang akan
bencana, upaya bekerja sama dengan berbagai pihak pun sudah dilakukan tapi masih
saja terlihat gagap dan terdapat banyak korban lansia (Jannah et al., 2021). Menurut
Nurdihayati & Bahar (2018) peningkatan kesiapsiagaan lansia dapat dilakukan melalui
terjadi bencana, seperti menyiapkan yang mudah dibawa dalam tas, kemana meminta
11
pertolongan dan berkumpul serta bagaimana dilakukan evakuasi saat kondisi darurat
dan menyelamatkan diri. Pada kondisi darurat seperti banjir sebaiknya memasukkan
makanan ringan, makanan berat dan air minum yang kurang lebih mampu bertahan 72
Jika lansia tinggal seorang diri sebaiknya diberikan persiapan telepon seluler
ataupun bagi yang tidak memiliki untuk diingatkan agar menyimpan nomor keluarga
juga penting seperti memulihkan kondisi fisik maupun psikologis lansia. Usahakan
E. Kerangka Teori
Bencana
12
pada banyak aspek kehidupan seperti kesehatan, sosial keagamaan, ekonomi dan
psikologis. Sisi psikis mencakup aspek emosi dan aspek kognitif, contoh aspek emosi
adalah rasa takut, syok, dendam, sedih, malu rasa bersalah, rasa tidak berdaya dan
kehilangan emosi, sedangkan contoh aspek kognitif yaitu persepsi, pikiran yang kacau,
kurang konsentrasi, berkurangnya daya ingat, dan menyalahkan diri sendiri (Rabiatul
bencana dengan pengorganisasian dan langkah yang tepat serta berdaya guna (Badan
lebih siap menghadapi bencana, wanita cenderung lebih rentan dan kurang siap
terhadap bencana. Selanjutnya usia rentan seperti lansia kurang siap dan rentan
13
informasi, lebih berjaga-jaga sehingga lebih siap baik fisik maupun mental untuk
Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah kualititatif dengan
pendekatan studi kasus. Jenis kualititatif merupakan hasil prosedur penelitian berupa
data deskriptif seperti kata-kata tertulis atau lisan dari orang maupun perilaku yang bisa
diamati (Notoadmjodo dalam Yudha, 2020). Jenis penelitian studi kasus adalah
serangkaian kegiatan ilmiah yang dilakukan secara terperinci dan mendalam mengenai
suatu program, peristiwa, dan aktivitas yang dilakukan perorangan, kelompok, atau
Studi kasus yang menjadi pokok bahasan penelitian ini digunakan untuk
banjir di Desa Pinang Tunggal, Kecamatan Pematang Karau, Kabupaten Barito Timur.
Subjek pada penelitian ini dipilih melalui metode purposive sampling, yaitu cara
al., 2022). Fokus dalam penelitian kualititatif kedalaman, ketelitian, dan tergali suatu
data yang didapatkan sehingga kualitas penelitian tersebut semakin baik. Metode
membuat penelitian ini memiliki subjek yang lebih sedikit dibandingkan penelitian
14
15
menurut jumlah tetapi didasarkan pada kesesuaian dan kecukupan untuk mencapai
saturasi data pada suatu kejenuhan dimana tak ada lagi didapatkan informasi baru
serta pengulangan yang telah dicapai (Saryono & Mekar dalam Elvina, 2022). Dalam
penelitian ini partisipan adalah lansia di Desa Pinang, Kecamatan Pematang Karau,
1. Lansia yang tinggal tidak tetap di Desa Pinang Tunggal, Kecamatan Pematang
C. Fokus Studi
Studi kasus intrinsik dilakukan saat peneliti ingin memahami lebih dalam
mengenai suatu kasus biasa seperti karakteristik, sifat atau masalah individu maupun
kelompok, perhatian peneliti fokus dan tertuju untuk lebih mengerti aspek-aspek dari
Klasifikasi penelitian ini adalah studi kasus dengan kasus intrinsik. Kasus
intrinsik pada penelitian ini adalah kasus kesiapsiagaan banjir yang terjadi pada lansia
D. Definisi Operasional
Alat atau instrumen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain (Elvina,
2022):
1. Peneliti sebagai instrumen. Afiyanti & Rachmawati pada 2014 mengatakan bahwa
dalam penelitian kualitatif, hal ini disebabkan peneliti adalah perencana, pelaksana,
pelopor, pengumpul data, analisis, penafsir data serta pelopor penelitian (Elvina,
2022).
2. Alat bantu lembar pedoman wawancara yang berisi kumpulan pertanyaan yang
3. Buku catatan yang digunakan untuk mencatat semua hasil wawancara yang
Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah. Waktu pengambilan data dilakukan pada
Banjir. Instrumen penelitian yang digunakan adalah buku catatan, alat bantu rekam
sebelumnya.
pertanyaan terbuka (tidak ada alternatif jawaban). Dapat diartikan bahwa wawancara
penelitian kualitatif seperti percakapan dua orang mengenai sesuatu (Afrizal dalam
Texsas, 2021).
yang berpedoman dari lembar pedoman wawancara yang telah dipersiapkan sebelum
18
yang sedang dicari peneliti, dimana pertanyaan tersebut tidak termasuk dalam
pertanyaan yang telah disusun oleh peneliti. Di dalam penelitian kualitatif peneliti tidak
dapat cepat puas terhadap informasi yang diperoleh dari informan, sehingga perlu
pengecekan dan klarifikasi atas informasi yang didapatkan peneliti (Bungin dalam
Texsas, 2021).
informan dicatat menggunakan buku catatan dan percakapan dengan informan dapat
direkam menggunakan handphone. Catatan tersebut hanya berupa inti dari kata-kata
yang disampaikan informan. Setelah peneliti kembali ke rumah catatan tersebut diubah
menjadi catatan yang lebih lengkap dengan bantuan hasil rekaman yang sudah peneliti
Membuat transkrip data ialah menyalin atau memindahkan data baik dari
informasi lisan yang direkam atau informasi catatan lapangan ke dalam bentuk
tulisan. Setiap informasi yang digunakan diberi kode agar mudah ditelusuri jika
2. Mereduksi Data
kekhawatiran serta akibat yang mungkin terjadi selama penelitian dilaksanakan. Hak-
Hasil berupa rekaman diberikan kode tanpa nama dalam sebuah file.
Selanjutnya disimpan dalam file khusus dan dengan partisipan yang sama.
wawancara disimpan dalam tempat khusus yang dapat oleh peneliti saja guna
lakukan atau apa yang akan dilakukan terhadap mereka. Partisipan memiliki
secara sadar dan suka rela/tanpa paksaan sehingga diberikan kebebasan bagi
(autonomous agents).
a. Beneficience (Kemanfaatan)
kepada peserta.
1. Deskripsi Area
Timur dan Paju Epat. Luas wilayah Kecamatan Pematang Karau adalah 579 km²
atau 15,10% dari luas Kabupaten Barito Timur. Kecamatan Pematang Karau terdiri
atas 13 desa. Desa yang dilaksanakan penelitian adalah Desa Pinang Tunggal.
Luas Desa Pinang Tunggal adalah 42 km² atau 7,2% dari luas Kecamatan
Pematang Karau. Terdapat 3 sungai yang melintasi Desa Pinang Tunggal Sungai
Tuyau Udik, Sungai Barumbung dan Sungai Karau. Rata-rata curah hujan di desa
ini adalah 65,9 mm. Ketinggian Desa Pinang Tunggal dari permukaan laut adalah
31,0 m dengan kemiringan lahan landai <15° (Badan Pusat Statistik Barito Timur,
2021).
Kabupaten Barito Timur. Ada 5 (lima) orang partisipan yang berpartisipasi dalam
penelitian ini.
Pengurus Kelompok Lansia Desa Pinang Tunggal via telepon tanggal 18 Agustus
2022. Kemudian peneliti mendatangi rumah lansia pada tanggal 7 Oktober 2022.
22
23
berdasarkan tempat yang telah disepakati oleh peneliti dan partisipan. Saturasi data
dapat direkam menggunakan handphone. Catatan tersebut hanya berupa inti dari
tersebut diubah menjadi catatan yang lebih lengkap dengan bantuan hasil rekaman
terdiri dari 2 orang partisipan dengan jenis kelamin perempuan dan 3 orang
bekerja sebagai ibu rumah tangga (IRT). Pendidikan terakhir partisipan hampir
orang berpendidikan terakhir SMA. Rentang usia partisipan sangat beragam ada 1
4. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil analisa tematik didapatkan tema dan subtema yang bisa
Akses jalan putus, gagal panen Hambatan saat banjir Persepsi lansia terhadap
pengetahuan dan sikap
Menghalangi pekerjaan, mendatang wabah- dalam menghadapi bencana
wabah penyakit banjir
Padi terendam, usaha nyedap karet tidak bisa
Kerugian bagi petani dan perkebunan
Kerusakan pangan
Tetap di rumah
Biasa saja
Siap, masih bisa dikontrol Kelengkapan siaga bencana Persepsi lansia terhadap
rencana tanggap darurat
Tidak jadi masalah
Tetap aman
Pengamatan turun dekat sungai dan Minimnya informasi Persepsi lansia terhadap
pengalaman peringatan bencana sistem peringatan bencana
banjir
Hujan deras
Tidak pernah
26
Ada tabungan
Tidak ada tabungan
Ada BPJS
Tidak ada
Ada BPJS
Ada BPJS
banjir dan persepsi lansia terhadap mobilisasi sumber daya dan dana. Berdasarkan
tema ini juga didapatkan 8 subtema yaitu, hambatan saat banjir, jenis sumber
bencana, adaptasi saat banjir, informasi peringatan bencana, respons saat banjir,
Banjir
a. Pengetahuan
aktivitas manusia, dan faktor geofrafis. Hal ini dapat dilihat melalui
percakapan berikut:
27
“Banjir itu bencana yang paling sering kita alami, karena mengingat
sekarang dimana dia bertahan (air) karena kita ini imbas batu bara
“Pertama tanggul masih belum ada, irigasi juga belum ada dan
masyarakat. Daerah kita daerah rawa, dataran rendah kalau hujan deras
“Banjir ini kan dari hujan, ketika hujan deras lalu banjir karena air tadi
datang” P5.
akses jalan, wabah penyakit, kerugian gagal panen dan tidak dapat bekerja
kerusakan pangan seperti sayur-sayuran karena banjir tadi kita tidak dapat
“Yang paling sering dialami itu adalah banjir yang dapat menyebabkan
“Beberapa lansia masih bertani. Nah saat banjir, padi itu terendam
tenggelam dalam air, lalu usaha nyedap karet pun tidak bisa” P3.
b. Sikap
besar partisipan memilih untuk biasa saja atau tetap tinggal dirumah
mentoleransi bencana banjir di lingkungan mereka. Hal ini dapat dilihat dari
P4.
“Ya, masalahnya biasa saja karena yang banjir daerah itu (kawasan tanpa
siring)” P3.
Melalui wawancara ini juga didapatkan hasil yaitu ada salah satu
banjir yang terjadi di desa ini. Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara
berikut:
Banjir
tetap tinggal di rumah dan tidak mengungsi. Hal ini dapat dilihat melalui
percakapan berikut:
“Untuk sementara belum pernah sampai mengungsi atau pergi keluar untuk
diungsikan” P2.
“Ya, masalahnya biasa saja karena yang banjir daerah itu (kawasan tanpa
sirin)” P3.
“Tetap di rumah karena tidak pernah banjir berlebihan di daerah kita ini” P4.
dilakukan ialah mengungsi untuk tinggal bersama anak. Hal ini dapat dilihat
“Sering mengungsi untuk tinggal bersama anak karena takut terjebak. Bisa
yaitu persedian pangan dan persiapan tabungan baik berupa uang maupun
barang berharga lainnya. Hal ini dapat dilihat melalui hasil wawancara berikut:
“Jelas, karena kita di sini untuk masalah pangan tidak jadi masalah karena
“Aman karena kita petani pekebun karena banjir pun tidak setiap bulan ada
musimnya, dari misalnya musim bulan 10 sampai 11, 12 nah tiga bulan itu. Tapi
karena kita petani kan padi bisa diantisipasi kita terlebih dahulu digiling,
aman” P2.
“Seperti saya bilang meskipun banjir tidak terlalu menderita tetap aman tetap
seperti kata orang sejahtera selama rajin bekerja dan tidak malas dibawa tidur”
P1.
telepon, dan informasi dari keluarga. Hal ini dapat dilihat melalui hasil
wawancara berikut:
dia pergi subuh untuk memantau aliran Sungai Karau dari jembatan, jika air
“Tau bahwa air akan naik, berdasarkan alat komunikasi telpon genggam
misalnya “Bagaimana keadaan Ampah? Banjir, ya”. Jadikan kita yang di sini
“Kalau masalah air naik karena kita melihat curah hujan yang tinggi, kita
segera melihat ke sungai. Kalau air sungai naik itu sangat cepat sehingga
“Di sini kita tidak terlalu sulit mengetahui ciri-ciri air ingin banjir, apabila sudah
hujan deras, pasti banjir. Iya itu buktinya bila hujan deras air pasti naik” P4.
karena dekat dengan sungai. Itulah sebabnya kita bisa memantau langsung
“Tidak ada, tidak pernah kalau dari lembaga resmi yang menyampaikan
“Tidak ada karena di Desa Pinang sendiri masih belum ada sistem peringatan
peringatan bencana banjir hanya ada didapatkan melalui lembaga wilayah lain.
tapi seperti kata orang hanya melalui dunia maya sehingga kita tahu” P1.
banjir yang diselenggarakan oleh pemerintah. Hal ini dapat terlihat dalam
percakapan berikut:
“Tidak pernah setau saya. Selama saya tinggal di Desa Pinang, setahu saya
semacamnya” P3.
“Kalau pelatihan tidak ada, selama tinggal di sini belum pernah diadakan
lagi” P5.
bencana banjir, didapatkan hasil penelitian bahwa ada 4 orang partisipan yang
orang partisipan yang memiliki tabungan. Hal ini dilihat melalui percakapan
berikut:
“Tidak ada, dasar memang tidak ada, tidak dapat berbohong tidak ada” P5.
berikut:
“Ada, untuk keaktifan jarang dicek. Terakhir kali seingat-ingat masih aktif” P2.
“Ada tapi tidak dapat bayar karena kenaikan pembayaran yang sekarang
“Ada dan itu BPJS mandiri, masih aktif sampai sekarang” P4.
“Hanya ada BPJS yang jarang dicek lalu tidak tau aktif atau tidak sekarang”
P5.
B. Pembahasan
Kabupaten Barito Timur, yaitu tingginya pengetahuan tentang kondisi banjir, rendahnya
sistem peringatan bencana; dan rendahnya kesiapan mobilisasi sumber daya dan
dana.
Bencana Banjir
a. Pengetahuan
dalam Ramadoan dan Sahrul, 2018). Lansia Desa Pinang Tunggal umumnya
cuaca, faktor aktivitas manusia dan faktor geografis, sedangkan untuk dampak
banjir yang dialami lansia seperti hambatan saat banjir yaitu kerusakan akses
jalan, kerugian gagal panen dan tidak terhambatnya aktivitas bekerja serta
wabah penyakit. Hal ini sejalan dengan penelitian (Muthia et al., 2020)
berbagai penyebab banjir seperti faktor alam maupun faktor aktvitas manusia
disebabkan oleh banjir yaitu rusaknya akses jalan penghubung antar desa dan
sawah yang beresiko terdampak banjir karena permukaan tanah yang rendah.
Salah satu penyebab banjir adalah faktor cuaca dimana Desa Pinang
Tunggal yang memiliki curah hujan cukup tinggi 65,69 mm membuat desa ini
rawan banjir jika terjadi hujan deras (Badan Pusat Statistik Barito Timur, 2021).
salah satu penghasil batu bara, terdapat 185 izin usaha pertambangan di
Eksploitasi kawasan hutan oleh tambang batu bara dapat merusak kualitas,
mengatur tata air, dan mencegah banjir (Soegiharto et al., 2017). Faktor
geografis Desa Pinang Tunggal yang dilintasi oleh 3 aliran sungai yaitu Sungai
ketinggian Desa Pinang Tunggal yang rendah dari permukaan laut adalah 31,0
menjadi sangat rentan mengalami bencana banjir saat terjadi hujan dengan
lansia Desa Pinang Tunggal dalam mitigasi bencana saat banjir didapatkan
dari pengalaman. Hal ini dapat dilihat saat terjadinya banjir lansia tidak
infrastruktur berupa akses jalan saat banjir sering terganggu seperti akses jalan
b. Sikap
terhadap orang lain, objek maupun situasi yang berkaitan dengannya. Sikap
pada kesiapsiagaan terhadap bencana banjir (Firmansyah et. al., dalam Muthia
et al., 2020).
bencana banjir. Adanya sikap dan persepsi ini dapat menumbuhkan perilaku
adaptasi saat banjir terjadi (Sunimbar dan Angin, 2022). Berdasarkan hasil
mengatakan bahwa memilih untuk tinggal dirumah atau biasa saja pada saat
terjadinya banjir, hal ini disebabkan bencana banjir yang dinilai belum pernah
37
sangat berlebihan. Hal ini sejalan dengan penelitian Ismail et al. (2020)
yang dapat terjadi 20 kali per tahun. Hasil penelitian lain oleh Sunimbar dan
peristiwa banjir adalah rutinisme yang umumnya terjadi setiap tahun sehingga
cukup menyesuaikan diri, banjir menjadi sesuatu yang biasa namun tetap
bencana banjir tahunan yang umumnya terjadi sebanyak 4 kali per tahun.
Aliran sungai Karau merupakan urat nadi kehidupan lansia Desa Pinang
Tunggal, selain itu sungai ini juga memberikan kontribusi yang cukup besar
Badan Pusat Statistik Barito Timur (2021) disepanjang sungai Karau telah
tersebut tidak besar dan terbiasa bagi lansia Desa Pinang Tunggal.
Pengalaman hidup yang cukup lama dengan banjir melatih lansia desa Pinang
wawancara menunjukkan adanya sikap dua kelompok lansia, yaitu bertahan atau
mengungsi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nurfianah dan Legowo
menganggap banjir sebagai suatu hal yang sudah biasa, sehingga meskipun banjir
berbulan-bulan terjadi mereka tidak ingin mengungsi atau berpindah tempat. Hasil
penelitian lain oleh Rizal (2020) mengatakan bahwa masyarakat Desa Pekauman
Martapura tetap melakukan aktvitas seperti biasa pada umumnya dan tidak memilih
mengungsi pada kondisi banjir. Hasil penelitian Hidayat et al. (2020) mengatakan
biasa-biasa saja, karena merasa aman dalam kehidupan sehingga tidak memilih
untuk mengungsi. Kebijakan lansia yang memilih untuk tetap bertahan saat banjir
kehidupan.
Kebijakan lansia yang memilih untuk tetap bertahan bukan berarti bahwa
tempat yang lebih aman sering kali muncul pada saat banjir datang. Namun saat
banjir agak surut dan aktvitas mulai kembali normal, keinginan untuk mengungsi tadi
tersebut termasuk dalam kisaran rendah dan perlu ditingkatkan agar di masa
mendatang lansia lebih siaga serta tangguh dalam menghadapi bencana (Jannah
et al., 2021).
Banjir yang disebabkan oleh pasang tinggi dan hujan deras sudah rutin
dialami oleh lansia Desa Pinang Tunggal, Kecamatan Pematang Karau Kabupaten
Barito Timur sehingga lansia sudah mengantisipasi atau bersiap-siap jika terjadi
banjir. Pada saat 3 bulan pertama sebelum terjadinya banjir, lansia biasanya sudah
atau digunakan pada saat terjadinya banjir. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
Desa Tanjungsari telah memiliki persediaan tanggap darurat yaitu persedian bahan
pangan dan air minum. Hasil penelitian lain oleh (Rochayati et al., 2021)
mengatakan bahwa sebagian besar rumah tangga miskin di Desa Kosekan dan
Desa Tanjang memiliki ketahanan pangan atau masuk kedalam kategori tahan
pangan. Hasil penelitian Anua et al. (2021) mengatakan bahwa sebagian besar
penduduk Kampung Manek Urai Lama, Kuala Krai, Kelantan memiliki uang
tabungan atau simpanan jika terjadi banjir. Penduduk Kampung Manek Urai Lama
pekerjaan tambahan ini dapat menjadi sumber pemulihan penduduk pasca bencana
banjir.
Modal finansial salah satu terpenting bagi lansia Desa Pinang Tunggal.
Bencana banjir memberikan dampak negatif terhadap harta benda lansia seperti
rusaknya hunian, fasilitas umum, sawah dan harta benda lainnya. Melalui modal
ancaman bencana banjir (Brigita dan Sihaloho, 2018). Hal ini dapat dilihat melalui
kutipan wawancara berikut “aman karena kita petani pekebun karena banjir pun
tidak setiap bulan ada musimnya, dari misalnya musim bulan 10 sampai 11, 12 nah
40
tiga bulan itu. Tapi karena kita petani kan padi bisa diantisipasi kita terlebih dahulu
digiling, tabungan sedikit masih ada, karet juga masih ada”. Modal finansial baik
berupa tabungan ataupun barang berharga lainnya oleh salah satu lansia ini
menyampaikan akan timbulnya kejadian alam pada masyarakat yang dapat berupa
(Ruhyat et al., 2022). Sistem peringatan dini merupakan faktor kunci yang
disampaikan tepat waktu, maka dapat memperkecil dampak negatif dari suatu
peristiwa yang bisa menimbulkan bencana besar (Hidayati dalam Elvina, 2022).
cukup seragam terkait sistem peringatan bencana di Desa Pinang Tunggal. Lansia
Desa Pinang Tunggal umumnya tidak tahu dengan istilah sistem peringatan dini,
selama ini lansia Desa Pinang Tunggal mendapatkan informasi terkait adanya banjir
memantau ke dekat sungai. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sianturi
akses informasi tentang risiko bencana. Hasil penelitian lain oleh Ula et al. (2019)
cara tradisional yaitu turun ke sungai secara langsung untuk melihat apakah terjadi
air pasang atau tidak melihat warna air keruh atau tidak. Hasil penelitian masyarakat
Sei Bingai juga mengatakan bahwa mayoritas informasi bencana banjir diperoleh
melalui lingkungan mereka secara mulut ke mulut atau didapatkan secara mandiri
bencana. Informasi hanya didapatkan melalui anak atau kerabat yang berada pada
wilayah hulu misalnya Ampah dan Tim Satgas Kebencanaan Kecamatan Dusun
Tengah. Keterlambatan informasi ini membuat lansia Desa Pinang Tunggal sering
mengorganisasikan sumber daya menjadi lebih tepat sasaran, adil dan mencegah
seluruh partisipan belum pernah mengikuti pelatihan atau simulasi bencana hasil ini
bencana. Hasil penelitian lain oleh Juliana et al. (2019) menyatakan sebagian besar
keterampilan, dan sikap dalam menghadapi bencana (Risnah et. al., dalam Elvina,
mendasar dalam proses perubahan kesiapsiagaan. Jika stimulus ini dapat diterima
atau perubahan kesiapsiagaan yang lebih baik, sehingga dengan adanya respons
Pada saat banjir penyakit sangat rentan untuk menular ke orang lain yang
dapat melalui lingkungan kotor, genangan bekas banjir, luka luar yang dimiliki warga
serta udara yang dapat menularkan penyakit (Naja, 2019). Oleh karena itu
diperlukan sumber daya yang cukup saat menangani masalah kesehatan yang
disebabkan oleh bencana. Akses dan kontrol pada sumber daya sangat diperlukan
43
oleh masyarakat agar dapat bertahan hidup, memulihkan diri pasca bencana
Hasil ini penelitian ini, sumber daya yang dapat digunakan serta dimiliki
hampir oleh seluruh partisipan ialah asuransi kesehatan berupa BPJS Kesehatan.
Hal ini sejalan dengan penelitian Elvina (2022) menyatakan bahwa seluruh
partisipan memiliki asuransi kesehatan KIS. Hasil penelitian lain oleh Widya et al.
kesehatan berupa BPJS Kesehatan. BPJS maupun KIS dapat digunakan untuk
2018).
kerusakan dan kerugian akibat bencana banjir pada periode 204-2013 senilai Rp.
10. 312. 080.000.0000 dengan komposisi sebagai berikut: banjir dan tanah longsor
di Jawa Timur pada bulan Januari tahun 2008 dengan kerusakan dan kerugian
tahun 2010 dengan kerusakan dan kerugian senilai Rp. 280.580.000.000; banjir di
Jabodetabek pada bulan Januari 2013 dengan kerusakan dan kerugian senilai Rp.
sandang, pangan, dan papah sudah terpenuhi. Jika masyarakat memiliki sumber
dana yang rendah, maka cenderung kurang siap dalam menghadapi bencana
44
(Nurmimah et al., 2021). Pada tahap pra bencana banjir hendaknya setiap keluarga
(Pangestika et al., 2022). Tabungan dapat digunakan jika terjadi kejadian darurat
atau krisis, tabungan umumnya dapat berupa uang, emas, dan sebagainya.
Pengelolaan sumber dana dengan baik membantu pada saat kejadian darurat atau
memiliki tabungan, hanya ada satu partisipan yang memiliki. Hal ini sejalan dengan
banjir dengan modal yang ada. Hasil penelitian lain Brigita dan Sihaloho (2018)
Samarinda sebagian besar belum memiliki tabungan dan asuransi sebagian sumber
sumber daya di masa mendatang (Nurhadi et al., 2018). Sumber daya manusia
45
darurat. Mobilisasi sumber daya juga dapat mengalami kendala sehingga tidak
dapat berjalan dengan maksimal, oleh karena itu mobilisasi sumber daya termasuk
parameter yang penting dalam menghadapi bencana (Rahman dan Triyatno, 2018).
C. Keterbatasan Penelitian
kualitatif peneliti memiliki peran sebagai instrumen utama saat pengumpulan data,
sehingga hasil yang didapat banyak dipengaruhi oleh kemampuan dan pengalaman
peneliti.
untuk diwawancarai, sehingga sebagian besar partisipan dalam penelitian ini adalah
ditemukan.
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
cuaca, faktor aktivitas manusia dan faktor geografis, sedangkan untuk dampak
banjir yang dialami lansia seperti hambatan saat banjir yaitu kerusakan akses
jalan, kerugian gagal panen dan tidak terhambatnya aktivitas bekerja serta
wabah penyakit. Sedangkan untuk sikap, lansia Desa Pinang Tunggal memilih
untuk tinggal dirumah atau biasa saja pada saat terjadinya banjir, hal ini
sebagian besar lansia memilih untuk tinggal di rumah atau biasa saja saat
3. Sebagian besar lansia Desa Pinang Tunggal memiliki rencana tanggap darurat
yaitu persediaan pangan dan salah satu lansia memiliki persiapan tabungan
4. Sistem peringatan dini di Desa Pinang Tunggal juga masih minim, untuk
47
5. Mobilisasi sumber daya dan dana yang jika dilihat dari materi kesiapsiagaan
B. Rekomendasi
pada partisipan.
pemerintah.
3. Diperlukan adanya kerja sama antara pemerintah khususnya BNPB dan BPBD
48
adanya evaluasi pada kesiapsiagaan khususnya pada tingkat kelurahan atau
pedesaan yang rawan bencana agar masyarakat lebih siaga pada saat
49