Anda di halaman 1dari 5

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut laporan World Health Organization (WHO) Antara 1998 2017, gempa bumi menyebabkan
hampir 750.000 kematian secara global. lebih dari separuh kematian terkait bencana alam. Lebih
dari 125 juta orang terkena dampak gempa bumi selama periode ini, yang berarti mereka terluka,
kehilangan tempat tinggal, mengungsi atau dievakuasi selama fase darurat bencana (WHO, 2019).

Wilayah Indonesia terletak diantara tiga lempeng tektonik yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik,
dan lempeng Hindia-Australia. Situasi ini membuat Indonesia rentan terhadap gempa bumi, tsunami,
letusan gunung. berapi, dan jenis bencana geologi lainnya. Ancaman bencana gempa bumi meliputi
hampir diseluruh wilayah Kepulauan Indonesia, baik dalam skala kecil maupun skala besar (BNPB.
2018).

Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi. dan Geofisika (BMKG), kejadian gempa bumi di
Indonesia sebelum tahun 2017 rata-rata hanya 4.000-6.000 kali dalam setahun, lalu yang dirasakan
atau kekuatannya lebih dari sekitar 200-an. Namun setelah tahun 2017 jumlah kejadian itu
meningkat menjadi lebih dari 7.000 kali dalam setahun. Bahkan tahun 2018. tercatat sebanyak
11.920 kali kejadian gempa. Ini namanya bukan peningkatan, tapi sebuah lonjakan (BMKG, 2020).

Gempa bumi adalah peristiwa berguncangnya bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng
bumi, aktivitas sesar (patahan), aktivitas gunung api, atau runtuhan batuan. Jenis bencana ini
bersifat merusak, dapat terjadi setiap saat dan berlangsung dalam waktu singkat. Gempa bumi dapat
menghancurkan bangunan, jalan, jembatan, dan sebagainya dalam sekejab (BNPB, 2018).

Bidan merupakan tenaga kesehatan yang pada umumnya bekerja di Puskesmas atau yang berada di
masyarakat atau komunitas yang paling dekal terkena dampak dari bencana. Kontribusi Bidan
terhadap bencana/ pengurangan risiko darurat atau kesiapsiagaan sangat penting. Namun, Bidan
sering tidak termasuk dalam tenaga kesiapsiagaan bencana di tingkat lokal, nasional dan
internasional. Hal ini didukung oleh fakta dari WHO yang menyebutkan bahwa kesehatan ibu, bayi
baru lahir dan perempuan perlu diperhatikan dalam manajemen korban massal sehingga
International Confrederation of Midwives (ICM) dan asosiasi anggotanya untuk memastikan bahwa
Bidan dapat berpartisipasi dan mengambil peran dalam kesiapsiagaan bencana (Hesti, 2019).

Bidan di wilayah kerja potensi bencana harus siap memberikan asuhan Kebidanan yang lebih optimal
kepada seluruh masyarakat di tengah kondisi bencana yang bisa terjadi setiap saat. Kesiapsiagaan
Bidan dalam menghadapi bencana merupakan salah satu upaya konkrit dalam mengurangi dampak
buruk terjadinya bencana. Bidan diharapkan mampu melakukan pemetaan ibu hamil, bersalin, nifas,
dan bayi baru lahir di daerah yang berpotensi bencana

Sehingga mudah untuk evakuasi dan diberikan pelayanan yang lebih

Komprehensif jik sewaktu-waktu terjadi bencana (Mashdariyah, 2018).

Simpan

Kondisi Indonesia yang rentan terhadap bencana seharusnya diimbangi dengan upaya peningkatan
kesiapsiagaan bencana. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan
berdaya guna. Tujuan dilakukannya kesiapsiagaan bencana adalah untuk mengurangi risiko
(dampak) yang diakibatkan oleh adanya bencana (BNPB. 2018).

Faktor utama yang mengakibatkan timbulnya banyak korban akibat bencana gempa adalah karena
kurangnya kesiapsiagaan masyarakat tentang bencana dan kurangnya kesiapan masyarakat dalam
mengantisipasi bencana tersebut (Simandalahi, 2019).

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan hal ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu indra
penglihatan. Pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2020). Dalam Paket Pelayanan Awal
Minimum (PPAM) (2015), pengetahuan merupakan faktor utama dan menjadi kunci untuk
kesiapsiagaan, minimnya pengetahuan adalah penyebab utama tingginya korban akibat dinamika
proses alam yang terus berlangsung (Pratiwi, 2020).

Hasil penelitian Hesti (2019), tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan Kesiapsiagaan Bidan
dalam Menghadapi Bencana Gempa dan Tsunami di Puskesmas Kota Padang, menunjukkan terdapat
hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan kesiapsiagaan bidan dalam
menghadapi bencana gempa dan tsunami di puskesmas kota Padang,

Bengkulu pernah dilanda gempa bumi paling besar pada 12 September 2007 berkekuatan 8.4 SR
yang memicu tsunami ke pesisir Bengkulu Utara hingga Mukomuko. Cielombang 2,2 meter juga
melumat sebagian daratan Padang. Stasiun Geofisika Kepahiang mencatat Bengkulu sudah dilanda
972 kali gempa tektonik dalam tiga tahun terakhir Rinciannya pada 2016 sebanyak 346 kali, 2017
sebanyak 294 kali dan 2018 meningkat hingga 332 kali. Kekuatannya mulai dari 2,5 hingga 6 SR. Dari
332 gempa di 2018 yang terjadi sepanjang tahun ini, hanya 30 gempa yang dirasakan masyarakat.
Gempa tersebut rata-rata disebabkan oleh aktivitas subduksi lempeng Indo Australia yang menyusup
ke bawah lempeng Eurasia dan terjadi deformasi batuan. Menurut BMKG. Gempa terbanyak
disebabkan lempeng subduksi di laut. Sementara yang berpusat di darat sedikit (KP2C, 2020).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Bengkulu tahun 2020 jumlah Puskesmas yang berada di Kota
Bengkulu sebanyak 20 Puskesmas yang terdiri dari 201 Bidan. Dari 20 Puskesmas tersebut jumlah
bidan terbanyak yaitu di Puskesmas Telaga Dewa Kota Bengkulu berjumlah 27 bidan.

Jika melihat persentase penyebaran penduduk, maka kecamatan dengan presentase penduduk
terbanyak berada di kecamatan Selebar yaitu sebesar

21.28%. Hal ini disebabkan luasnya wilayah kecamatan Selebar dibandingkan kecamatan lainnya juga
dipengaruhi oleh makin pesatnya pembangunan komplek perumahan baru (Kota Bengkulu Dalam
Angka, 2021).

Alasan peneliti mengambil tempat penelitian di Puskesmas Telaga Dewa dan Puskesmas Betungan
yaitu karena jumlah bidan di Puskesmas Telaga Dewa yang lebih banyak daripada puskesmas lainnya
dan laju penyebaran penduduk yang terus bertambah di kecamatan Selebar daripada kecamatan
lainnya. Hal ini menunjukkan faktor kerentanan dari aspek kependudukan cukup tinggi yang
mengakibatkan tingkat resiko yang tinggi pula.

Berdasarkan hasil survey awal yang dilakukan pada tanggal 5 April 2021 di Puskesmas Telaga Dewa
dan pada tanggal 20 April 2021 di Puskesmas Betungan melalui wawancara dari 8 orang bidan
terdapat 2 orang siap terhadap bencana gempa bumi karena telah mengikuti pelatihan
kesiapsiagaan bencana dan mengetahui tentang apa saja yang harus dilakukan bidan saat terjadi
gempa bumi dan 6 orang kurang siap karena belum pernah mengikuti pelatihan kesiapsiagaan
bencana dan kurang mengetahui apa saja yang harus dilakukan bidan saat terjadi gempa bumi.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik melakukan penelitian lebih lanjut tentang
hubungan pengetahuan dengan kesiapsiagaan bidan dalam menghadapi gempa bumi di Puskesmas
Telaga Dewa dan Puskesmas Betungan Kota Bengkulu”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian yang diambil adalah
“Apakah ada hubungan pengetahuan dengan kesiapsiagaan bidan dalam menghadapi bencana
gempa bumi di Puskesmas Telaga Dewa dan Puskesmas Betungan Kota Bengkulu?”.
C. Tujuan Penelitian Umum

Tujuan umum

Tujuan Untuk mempelajari hubungan pengetahuan dengan kesiapsiagaan bidan dalam menghadapi
bencana gempa bumi di Puskesmas Telaga Dewa dan Puskesmas Betungan Kota Bengkulu.

2. Tujuan Khusus

a.Untuk mengetahui gambaran kesiapsiagaan bidan dalam menghadapi

Bencana gempa bumi di Puskesmas Telaga Dewa dan Puskesmas

Betungan Kota Bengkulu.

b. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan bidan dalam menghadapi bencanagempa bumi di


Puskesmas Telaga Dewa dan Puskesmas Betungan Kota Bengkulu.

c. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan kesiapsiagaan bidan dalam menghadapi


bencanagempa bumi di Puskesmas Telaga Dewa dan Puskesmas Betungan Kota ngkulu.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Puskesmas Telaga Dewa dan Puskesmas Betungan Kota

Bengkulu

Diharapkan hasil penelitian ini dapat disampaikan kepada Puskesmas lokasi penelitian berupa
laporan akhir yang dapat menjadi dasar dalam pertimbangan peningkatan manajemen dan
kompetensi kesiapsiagaan bencana bagi tenaga kesehatan terutama bidan di puskesmas.

2. Bagi STIKES Tri Mandiri Sakti Bengkulu

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi mahasiswa untuk meningkatkan
pengetahuan tentang hubungan pengetahuan dengan kesiapsiagaan bidan dalam menghadapi
bencana gempa bumi.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar atau pembanding bagi penelitian
selanjutnya dalam mengembangkan dan menyempumakan penelitian yang akan datang
berhubungan dengan kesiapsiagaan terhadap bencana gempa bumi.

Anda mungkin juga menyukai