21100119140095
Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
2019/2020
Pendahuluan
Sejak pertama kali ditetapkan sebagai dasar negara oleh PPKI pada 18 Agustus
1945, tepat satu hari setelah bangsa Indonesia menyatakan kemerdekannya, Pancasila
dianggap sebagai sublimasi dari pandangan hidup dan nilai-nilai budaya yang mampu
menyatukan bangsa Indonesia. Keberagaman suku, ras, bahasa, dan agama, keberadaannya
dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral maupun sosio-kultural. Sosio-kultural
berarti mencerminankan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia.
Oleh sebab itu, Pancasila kemudian menjadi norma dasar dalam penyelenggaraan
bernegara yang memiliki kedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum tertinggi,
menjadi pandangan hidup bagi bangsa Indonesia, dan jiwa yang mencerminkan kepribadian
bangsa Indonesia. Sebagai dasar negara, Pancasila menjadi norma dasar dalam
penyelenggaraan bernegara, sekaligus menjadi sumber dari segala sumber hukum yang
menjadi cita-cita bersama bangsa Indonesia.
Pada era globalisasi seperti sekarang ini, setiap negara dituntut untuk selalu lebih
maju mengikuti setiap perkembangan demi perkembangan, yang terkadang jauh dari
sebuah keteraturan. Pihak yang diuntungkan dalam situasi tersebut, tentunya adalah negara-
negara maju yang memiliki tingkat kemapanan dan kemampuan yang jauh lebih tinggi jika
dibandingkan dengan negara-negara berkembang. Suka atau tidak suka, mau ataupun tidak
mau, bangsa Indonesia harus mengikuti. Apabila Indonesia tidak mengikuti arus
globalisasi, bisa jadi Indonesia menjadi negara tertinggal dan mungkin disebut negara
"primitive".
Dalam kaitannya dengan sistem hukum dan sistem norma hukum, Pancasila
diposisikan oleh para fundatores negara ini sebagai ideologi, cita-cita dasar, dan
mahasumber hukum (sumber dari segala sumber hukum) NKRI. Hal ini menutup berbagai
kemungkinan menyusupnya unsur-unsur atau pengaruh-pengaruh lain yang dapat
menggerus nilai-nilai Pancasila. Karena itu, pemerintah perlu menegaskan eksistensi
Pancasila itu sendiri. Usaha seperti ini sangat perlu dan penting mengingat potensi bahaya
yang muncul. Realitas plural dalam kehidupan bersama kita sebagai sebuah bangsa,
menuntut adanya suatu nilai tertinggi yang mampu mempersatukan dan mengikat. Melihat
realitas seperti ini, maka hemat saya, para fundatores negara tepat ketika menjadikan
Pancasila sebagai dasar negara.
Sebagai dasar negara, Pancasila tidak bersifat statis. Ia selalu hidup dan dinamis.
Hal ini memungkinkan Pancasila dapat dengan baik mengikuti perubahan zaman
atau globalisasi. Namun di sini, globalisasi tidak mendikte Pancasila, tetapi bahwa
Pancasila menyediakan dasar bagi masyarakat atau negara untuk bisa mengikuti
perkembangan zaman dengan baik. Di sini juga Pancasila dapat menjadi semacam nilai-
nilai, darinya masyarakat bisa mendapat pedoman bagaimana caranya hidup bermasyarakat
dengan realitas plural di tengah globalisasi. Dengan ini, kita tidak akan merasa syok atau
tercerabut dari budaya atau nilai-nilai dasar kita, berhadapan dengan invasi budaya dari luar
oleh sebab pengaruh globalisasi. Dalam konteks ini, Pancasila tidak akan pernah bentrok
atau menolak globalisasi. Inilah sifat dinamis Pancasila. Karena itu, Pancasila disebut
sebagai ideologi yang terbuka.
Gagasan Pancasila sebagai ideologi terbuka itu sendiri berkembang sejak tahun
1985, tetapi semangatnya sudah berkobar sejak Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara.
Hal ini memungkinkan diterapkannya sistem demokrasi dalam pemerintahan. Maka dari
itu, sebagai ideologi terbuka, Pancasila adalah yang paling tepat diterapkan dalam praktik
hidup berbangsa dan bernegara di bumi Indonesia ini.
Pancasila juga memiliki nilai praksis, karena begitulah ideal sebuah nilai. Artinya,
cara hidup dan pandangan hidup masyarakat dapat menunjukkan suatu penghayatan atas
nilai-nilai Pancasila. Nilai praksis akan nyata dalam realitas hidup sehari-hari. Suatu nilai
tanpa praksis adalah kosong, tanpa makna. Suatu nilai hanya akan terasa kalau kelihatan
buahnya. Buah yang baik karena itu berasal dari pohon yang baik. Karena itu, nilai-nilai
Pancasila hanya akan hidup kalau sudah menjelma dalam praktik hidup yang nyata.
Yang bisa kita katakan saat ini ialah rasa syukur. Lebih dari 70 tahun Indonesia
merdeka, keberadaan superorganisme bernama 'bangsa Indonesia', dengan jejaring 'sarang
lebah' yang menyatukan segala keragaman dan keluasaan Tanah Air ini, telah menjalankan
fungsi emansipatorisnya secara mengagumkan. Ini mungkin terdengar ganjil
bagi mindset kebanyakan kita yang telanjur rutin dibanjiri kabar buruk. Lebih dari itu,
sejarah evolusi manusia dalam ratusan tahun lamanya membentuk otak manusia memiliki
kesadaran yang sangat akut terhadap potensi bahaya. Kombinasi kedua hal ini merintangi
kemampuan kita untuk bisa melihat kabar baik (Diamandis & Kotler, 2012).
Nyatanya, sejarah perjalanan 'negara-bangsa' Indonesia mengukir banyak kabar baik,
selama mengarungi segala tantangan dan cobaan. Secara eksternal, solidaritas kebangsaan
ini berhasil membebaskan aneka kelompok etno-religius dari belenggu penjajahan dari luar.
Secara internal, solidaritas kebangsaan telah menjadikan Indonesia rumah yang relatif
damai bagi segala kemajemukan yang ada.
Globalisasi merestrukturisasi cara hidup umat manusia secara mendalam, nyaris pada setiap
aspek kehidupan. Pada ranah negara-bangsa, di satu sisi, globalisasi menarik (pull away)
sebagian dari kedaulatan negara-bangsa dan komunitas lokal, tunduk pada arus global
interdependence, yang membuat negara-bangsa dirasa terlalu kecil untuk bisa mengatasi
(secara sendirian) tantangan-tantangan global. Di sisi lain, globalisasi juga menekan (push
down) negara-bangsa, yang mendorong ledakan ke arah desentralisasi dan otonomisasi.
Negara-bangsa menjadi dirasa terlalu besar untuk menyelesaikan renik-renik masalah di
tingkal lokal, yang menyulut merebaknya etno-nasionalisme dan tuntutan otonomi lokal
beriringan dengan revivalisme identitas-indentitas kedaerahan.
Daftar Pustaka
Kompasiana.com (2019, 8 Juni). Peranan Pancasila dalam Era Globalisasi. Diakses pada 4
Desember 2019, dari
https://www.kompasiana.com/rafikurnia1301/5cfbc06a3ba7f77c1b765ef2/pancasila-dalam-
era-globalisasi?page=all .