Anda di halaman 1dari 22

KONSEP RECOVERY

( KEP. KES JIWA II )

Disusun Oleh Kelompok 1

1. Aldriansyah
2. Almeng Mewalondjo
3. Indo Nurjanna
4. Andriany Achmad
5. Winda Monica
6. Nahdhatul Imam
7. Adrian Prasetyo
8. Irmawati
9. Jesika Selin
10. Rani N.A Baso
11. Rusmawati
12. Sri Devi Jamal
13. Stelamaris Gimbo

Dosen Mata Kuliah : Ns. Ardin S. Hentu, M.Kep

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widya Nusantara Palu

Tahun 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
pertolongan dan pimpinanNnya sehingga Makalah Keperawatan Jiwa 2 yang berjudul
“Konsep Recovery”, dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Kami dalam penulisan makalah ini menyadari masih banyak kekurangan
dalam menyusun makalah ini dan kami menerima dengan baik semua saran dan
kritikan demi perbaikan penulisan makalah ini.
Kiranya makalah ini dapat bermanfaat bagi pengembangan dibidang
pendidikan khususnya di lingkungan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widya
Nusantara Palu.

Palu, 1 Maret 2020

Kelompok 1

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut WHO sehat adalah keadaan keseimbangan yang sempurna baik fisik,
mental dan social, tidak hanya bebas dari penyakit dan kelemahan. Menurut Undang
–Undang Kesehatan RI no.23 tahun 1992, sehat adalah keadaan sejahtera tubuh, jiwa,
social yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara social dan
ekonomis. Sakit adalah ketidakseimbangan fungsi normal tubuh manusia, termasuk
sejumlah system biologis dan kondisi penyesuaian.
Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sehat emosional psikologis, dan social
yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang
efektif, konsep diri yang positif, dan kestabilan emosional (Videbeck,2008).
Penanganan gangguan jiwa di Indonesia masih mengandalkan obat sebagai terapi
utama, sedangkan penyebab gangguan jiwa itu multikompleks. Sudah saatnya
mengatasi penyakit tersebut dengan pemberdayaan pasien, melalui sebuah proses
recovery dengan dukungan dari lingkungan masyarakat, pemerintah, dan tenaga
kesehatan. Secara global 1 dari 4 orang menderita gangguan jiwa baik dinegara maju
maupun negara berkembang. Program penanganan gangguan jiwa yang ada di
Indonesia hingga saat ini masih berfokus pada pengobatan dan mengandalkan Rumah
sakit jiwa sebagai pelayanan utama bagi penderita gangguan jiwa, sehingga banyak
penderita yang kambuh setelah pulang kerumah, disebabkan tidak adanya pelayanan
kesehatan jiwa dimasyarakat. Recovery yang dijalani pasien bukan hanya sekedar
pulih dari penyakit tapi untuk membuat kehidupan orang yang mengalami gangguan
jiwa keterbatasan akibat penyakitnya menjadi lebih berarti.
B. Tujuan
Setelah mengetahui konsep Recovery, maka dapat dilakukan asuhan
keperawatan pada pasien gangguan jiwa harga diri rendah dengan menggunakan
konsep recovery.

iv
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Recovery
Recovery merupakan suatu proses perjalanan mencapai kesembuhan dan
transformasi yang memampukan seseorang dengan gangguan jiwa untuk hidup
bermakna di komunitas yang dipilihnya untuk mencapai potensi yang dimilikinya
(USDHHS, 2006 dalam Stuart, 2013). Recovery merupakan proses dimana seseorang
mampu untuk hidup, bekerja, belajar dan berpartisipasi secara penuh dalam
komunitasnya. Recovery berimplikasi terhadap penurunan atau pengurangan gejala
secara keseluruhan (Ware et al, 2008 dalam Stuart 2013).
Kekuatan diri merupakan pondasi dari dukungan dan sistem recovery yang
berpusat pada diri sendiri dan motivasi diri. Aspek terpenting dari recovery
didefinisikan oleh setiap individu dengan pertolongan dari pemberi layanan kesehatan
jiwa dan orang-orang yang sangat penting dalam kehidupannya (Stuart, 2010).
Individu menerima dukungan pemulihan melalui aktivitas yang didefinisikan sebagai
rehabilitasi, yang merupakan proses menolong seseorang kembali kepada level fungsi
tertinggi yang dapat dicapai. Recovery gangguan jiwa merupakan gabungan
pelayanan sosial, edukasi, okupasi, perilaku dan kognitif yang bertujuan pada
pemulihan jangka panjang dan memaksimalkan kecukupan diri (Stuart, 2013).
Sejumlah praktik berbasis bukti mendukung dan meningkatkan pemulihan
meliputi : tritmen asertif komunitas, dukungan bekerja, manajemen dan pemulihan
penyakit, tritmen terintegrasi untuk mendampingi kejadian berulang gangguan jiwa
dan penyalahgunaan zat, psikoedukasi keluarga, manajemen pengobatan.
Dukungan pemulihan dalam asuhan keperawatan jiwa meliputi bekerja
dengan tim tritmen multidisiplin yang meliputi psikiater, psikolog, pekerja sosial,
konselor, terapis okupasi, pakar konsumen dan teman sejawat,manajer kasus,
pengacara keluarga, pakar pengambil kebijakan. Dukungan ini juga membutuhkan

v
perawat untuk berfokus pada tiga elemen yaitu : individu, keluarga dan komunitas
(Stuart, 2013).
B. Mental Health Recovery Model & The Recovery Model in Psychiatric Nursing
Recover Model pada kesehatan jiwa tidak berfokus pada pengobatan, tetapi
sebagai gantinya lebih menekankan dapat hidup beradaptasi dengan sakit jiwa yang
sifatnya kronis. Pada model ini lebih menekankan kepada hubungan sosial,
pemberdayaan, strategi koping, dan makna hidup.
Peplau (1952 dalam Varcarolis 2013) menciptakan teori bahwa pentingnya
hubungan interpersonal terapeutik, model recovery berubah dari hubungan nurse-
patient menjadi nurse-partner. Berdasarkan penelitian Hanrahan et al (2011 dalam
Varcarolis 2013) menyatakan pentingnya meningkatkan peran individu dan keluarga
dalam proses recovery. Caldwell et al (2010 dalam Varcarolis 2013) menegaskan
perawat jiwa harus mengajarkan tenaga kesehatan lain tentang konsep recovery dan
menyarankan cara memberdayakan pasien dan memajukan proses recovery.

C. Manfaat & Peran Perawat Pada Pemberian Terapi pada Proses Penyembuhan
Pemberian terapi adalah berbagai pendekatan penenganan klien gangguan
jiwa yang bervariasi, yang bertujuan untuk mengubah perilaku klien dengan
gangguan jiwa dengan perilaku mal adaptifnya menjadi perilaku yang adaptif.
Perawat sebagai terapis mendasarkan potensi yang dimiliki pasien sebagai titik tolak
terapi atau penyembuhan dengan memberikan berbagai macam terapi Generalis
maupun Spesialis.
Dalam pemberian terapi perawat sebagai terapis senantiasa berdasarkan pada
kompetensi yang dia miliki dan kondisi pasien yang menjadi titik tolak terapi atau
penyembuhan.
Efektivitas terapi komplementer dan alternatif (CAM) telah banyak dibuktikan
oleh klinisi yang merujuk klien ke praktisi CAM baik sebagai terapi tunggal ataupu
terapi tambahan dalam terapi konvensional. Terapi CAM dapat memberi dampak
penting dalam praktik keperawatan kesehatan jiwa. Terapi alternatif telah banyak
dirasakan bermanfaat, aman, hemat biaya, dan mudah dilaksanakan di tatanan
kesehatan jiwa. Terapi alternatif komplementer (CAM) dapat dilakukan oleh perawat
(Stuart, 2013).

vi
Keperawatan termasuk dalam posisi yang ideal dalam memberikan perawatan
dengan menggabungkan banyak terapi CAM untuk mengatasi gejala yang dialami
oleh klien dengan gangguan jiwa. Disamping itu terapi CAM yang memberdayakan
klien dapat memperkuat hubungan antar perawat dan klien dalam meningkatkan
proses pemulihan (Stuart, 2013).
Models, Theories, and Therapies in Current Practice

No. Theorist Model/Theory Focus of Nusing


1. Dorothy Johnson Behavioral system Membantu pasien
kembali pada keadaan
seimbang ketika
mengalami stess
melalui
pengurangan atau
menghilangkan
sumber stress
dan mendukung
proses adaptif
(Johnson, 1980)
2. Imogene King Goal attainment Membangun
hubungan
interpersonal dan
membantu pasien
untuk mencapai
tujuan nya berdasakan
peran nya
dalam konteks sosial
(King, 1981)

vii
3. Betty Neuman System Model Membangun
hubungan
perawat-pasien untuk
membantu
menghadapi respon
stres (1982)
4. Dorothes Orem Self-Care Deficit Mengatasi defisit
perawatandiri dan
mendorong pasien
untuk terlibat secara
aktif pada perawatan
diri mereka (Orem,
2001)
5. Hildegard Peplau Interpersonal Menggunakan
Relations hubungan
interpersonal sebagai
alat terapeutik untuk
menyembuhkan dan
mengurangi
kecemasan
(Peplau, 1992)
6. Jean Watson Transpersonal Caring Caring merupakan
prosedur dan tugas
penting; membangun
hubungan perawat-
pasien sehingga
menghasilkan
Therapeutic Outcome
(Watson, 2007)

viii
D. Terapi Generalis
1. Terapi Psikofarmakologi
Psikofarmakologi merupakan sebuah standar yang telah ditetapkan dalam
menangani penyakit-penyakit neurobiologis. Namun, obat tidak dapat berjalan
sendiri dalam menangani masalah personal, social atau komponen lingkungan
klien atau respon terhadap penyakit. Kondisi-kondisi tersebut membutuhkan
pendekatan yang terintegrasi dan komperensif dalam merawat individu dan
gangguan jiwa.
Peran perawat dalam psikofarmakologi
a. Pengkajian Klien
Pada proses kolaborasi pemberian obat sangat penting melakukan
pengkajian dasar klien termasuk riwayat, kondisi fisik dan hasil laboratorium
evaluasi kesehatan jiwa, pengkajian social budaya dan yang paling utama
adalah riwayat pengobatan untuk dilengkapi pada setiap klien sebelum
diberikan pengobatan.
b. Kordinasi Tritmen Modalitas
Perawat memiliki peran penting dalam merancang program tritmen yang
komprehensif. Pilihan tritmen yang paling tepat pada setiap klien bersifat
individu dan merupakan gambaran dari rencana tritmen. Kordinasi dalam
melakukan perawatan merupakan tanggung jawab utama perawat yang
bersama-sama dengan klien dalam membina hubungan terapiutik sebagai
bagian dari tim pelayanan kesehatan.
c. Pemberian Obat
Perawat memiliki peran penting terhadap pengealaman klien dalam
mendapatkan pengobatan psikofarmakologi. Pada beberapa pelayanan
perawat bertugas menentukan jadwal dosis berdasarkan dosis kebutuhan
obat seta kebutuhan klien, mengatur pemberian obat dan selalu waspada
terhadap efek serta penanganan efek obat.

ix
d. Monitor Efek Obat
Perawat berperan penting dalam memantau efek obat psikofarmaka. Peran
dalam memantau efek obat seperti membuat standarisasi pengukuran efek
obat terhadap target gejala, mengevaluasi dan meminimalisasi efek samping,
mengatasi reaksi berlawanan dan mencatat efek obat terhadap konsep diri
klien, kepercayaan serta keyakinannya terhadap perawatan. Obat harus
diberikan sesuai dengan dosis yang direnkomendasikan dan dalam jumlah
yang tepat sebelum menentukan apakah memiliki dampak terapiutik yang
adekuat pada klien.
e. Edukasi Pengobatan
Perawat merupakan pemegan posisi utama dalam memberikan edukasi pada
klien dan keluarga tentang pengobatan. Edukasi meliputi pemberian
informasi lengkap kepada klien dan keluarga sehingga mereka dapat
memahami, mendiskusikan dan menerimanya. Edukasi tentang obat
merupakan kunci penting agar efektif dan aman dalam mengonsumsi obat-
obat psikotropika, kolaborasi klien dalam merencanakan tritmen dan
kepatuhan klien terhadap regimen terapi obat.
2. Terapi Tindakan Pada Keluarga
Tindakan pada keluarga merupakan terapi yang ditujukan untuk
melibatkan keluarga dan mendorong mereka untuk menjadi peserta aktif dalam
ritmen dan pemulihan, sehingga meningkatkan keterampilan koping pada klien
dan keluarga mereka. Peran Perawat dalam terapi keluarga yaitu untuk
mendorong hubungan keluarga yang sehat melalui psikoedukasi, penguatan
kekuatan, konseling sportif, dan rujukan untuk terapi dan dukungan.
Perawat sudah dipersiapkan dengan baik untuk meningkatkan fungsi
keluarga dalam pengaturan klinis tradisional dan nontradisional.
Perawat harus mengintegrasikan teori berbasis keluarga dengan ilmu
tindakan pada keluarga dalam program klinis, memberikan dan mempromosikan
tindakan pada keluarga berbasis-bukti, dan advokasi untuk keluarga dan
penggantian pihak ketiga untuk tindakan pada keluarga.
a. Advokasi Keluarga merupakan model bekerja dengan orang tua dan anggota
keluarga untuk membantu mereka bertindak sebagai advokat dengan dan
atas nama anggotakeluarga yang memiliki ketidakmampuan.

x
b. Praktik yang berorientasi pada keluarga mengacu pada tindakan tertentu
pada keluarga dan kerangka konseptual yang lebih luas untuk tindakan yang
mencakup asuhan keperawatan yang berpusat pada keluarga.
c. Ilmu tindakan keluarga merupakan area keilmuan yang didefinisikan dengan
penelitian dalam mengubah perilaku keluarga.
3. Iktisas Terapi Kelompok
Kelompok menawarkan berbagai hubungan antara anggota karena setiap
anggota kelompok akan berinteraksi satu sama lain dengan pemimpin kelompok.
Anggota kelompok berasal dari berbagai latar belakang dan masing-masing
memiliki kesempatan untuk belajar dari orang lain diluar lingkaran sosialnya.
Mereka dihadapkan dengan rasa iri hati, daya tarik, daya saing, dan banyak
emosi lainnya dan perasaan yang diungkapkan oleh orang lain (Yalom,2005).
Kelompok terapiutik memiliki tujuan bersama yaitu kelompok memiliki
tujuan kelompok untuk membantu anggota yang secara konsisten terlibat dalam
mengidentifikasi hubungan destruktif dan mengubah perilaku maladaptive
mereka.
Peran Perawat
Perawat sebagai pemimpin kelompok harus dapat mengkordinir dan mempelajari
kelompok dan berpartisipasi di dalamnya pada waktu bersamaan. Pemimpin
harus selalu memantau kelompok dan bila diperlukan, membantu kelompok
mencapai tujuannya.
E. Terapi Spesialis
1. Guided Imagery
Guided Imagery merupakan program yang mengarahkan pikiran dengan
memandu imajinasi seseorang terhadap situasi santai, fokus pada kondisi untuk
mengurangi stres dan meningkatkan kenyaman serta suasana hati (Stuart, 2013).
Klien yang menerima GI memiliki tingkat kenyamanan yang lebih tinggi dan
tingkat depresi, ansietas dan stres yang lebih rendah dibandingkan dengan klien
yang tidak menerima GI (Apostolo dan Kolcaba, 2009).
2. Music Intervention
Terapi musik digunakan dengan menerapkan unsur-unsur penyembuhan
untuk memenuhi kebutuhan spesifik pada individu. Musik dan proses fisiologis
(detak jantung, tekanan darah, gelombang otak, suhu tubuh, pencernaan, dan
hormon adrenal) melibatkan irama dan getaran yang terjadi secara rutin, berkala

xi
dan terdiri dari osilasi (Crowe, 2004 dalam Lindquist, 2014). Intervensi musik
memberikan pasien / klien stimulus menghibur yang dapat membangkitkan
sensasi menyenangkan sambil memfokuskan perhatian individu ke musik bukan
pada pikiran stres, nyeri, ketidaknyamanan, atau rangsangan lingkungan lainnya
(Lindquist, 2014).
3. Humor
Psikoterapis Steven Sultanoff menjelaskan bahwa perbedaan utama antara
komedi-klub humor dan humor terapi. Humor terapi telah didefinisikan sebagai
setiap intervensi yang mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan dengan
merangsang ekspresi. Intervensi ini dapat meningkatkan kesehatan, sebagai
terapi komplementer, memfasilitasi penyembuhan atau mengatasi baik fisik,
emosi, kognitif, sosial, dan spiritual "(AATH, 2000 dalam Lindquist, 2014).
4. Yoga
Yoga merupakan kegiatan yang mengatur tubuh secara fisik dan
emosional dengan menggunakan berbagai posisi tubuh, latihan peregangan,
kontrol nafas dan meditasi. Teknik pernapasan yang digunakan dalam yoga dapat
berhubungan dengan stimulasi saraf vagus dan menyeimbangkan sistem saraf
otonom. Kegiatan yoga ini dapat mengurangi agitasi dan aktivitas pada beberapa
klien depresi saat berlatih meditasi (Stuart, 2013).
5. Biofeedback
Biofeedback merupakan suatu tindakan dimana respon fisiologis, seperti
detak jantung, hantaran kulit, suhu kulit, dan aktivasi otot dipantau dengan tujuan
mengajarkan klien untuk secara sadar mengatur proses tersebut. EEG
Biofeedback dikenal juga sebagai neuroterapi/ neurofeedback adalah biofeedback
tertentu yang menstransmisikan sinyal electroencephalogram (EEG) dan
memberikan informasi tentang aktivitas neuron di korteks serebral. Melalui
pengkondisian operan atau belajar, klien diajarkan menggunakan informasi
tentang otak untuk mengubah atau meningkatkan fungsinya (Stuart, 2013).
Perawat profesional ideal untuk memberikan biofeedback karena pengetahuannya
tentang fisiologi, psikologi, kesehatan dan penyakit di negaranya. Perawat
menggunakan biofeedback harus disertifikasi oleh Sertifikasi Biofeedback
International Alliance (BCIA, www.bcia.org), yang menawarkan sertifikasi

xii
dalam biofeedback umum, neurofeedback, dan biofeedback disfungsi otot
panggul (Lindquist, 2014).
6. Meditation
Meditasi kesadaran (Mindfulness meditation) mengajarkan klien berfokus
pada pengalaman mereka. Klien diajarkan untuk menyadari sensasi, pikiran dan
perasaan yang dialami saat ini yang bertujuan untuk memungkinkan diri
mengamati pengalaman membuat tujuan, tidak menghakimi, serta menerima cara
dan menemukan sifat yang lebih dalam dari pengalaman (Tusaie dan Edds, 2009
dalam Stuart, 2013).
7. Prayer
Stabile (2013) mendefinisikan doa sebagai komunikasi antara manusia
dan Tuhan, komunikasi timbal balik yang meliputi berbicara kepada Tuhan
(Lindquist, 2014). Banziger, Van Uden, dan Janssen (2008) mencatat bahwa
orang dapat melihat doa sebagai kerjasama dengan Tuhan di mana mereka berada
dalam kontak dan persekutuan dengan Tuhan. Doa dapat dilakukan secara
individual, dalam suatu kelompok, atau sebagai bagian dari iman atau komunitas
agama (Lindquist, 2014). Sejumlah penelitian telah mendokumentasikan
efektivitas doa sebagai strategi koping. Dari tinjauan studi tentang doa, Holywell
dan Walker (2009) menyimpulkan bahwa doa adalah strategi koping yang
membantu untuk menengahi antara agama dan kesejahteraan (Lindquist, 2014).
Perawat dapat menciptakan lingkungan yang kondusif untuk berdoa:
bermain musik meditasi, mencegah interupsi, dan memperoleh buku atau
perlengkapan yang dibutuhkan bagi orang untuk berdoa seperti yarmulke untuk
seorang Yahudi atau rosario bagi seseorang dari iman Katolik. Muslim dapat
memilih untuk membaca doa dari Al-Qur'an (Al-Quran). Perawat perlu
menghormati bentuk apapun atau ritual doa yang dipilih pasien (Lindquist,
2014). Orang dengan depresi dan kecemasan yang telah berpartisipasi dalam
enam sesi doa 1 jam mingguan menunjukkan perbaikan dalam depresi dan
kecemasan dibandingkan dengan subyek pada kelompok kontrol (Boelens,
Reeves, Replogle, & Koenig, 2009).
8. Journaling

xiii
Istilah journal, buku harian, menulis reflektif, dan menulis ekspresif
sering digunakan secara bergantian. Diari lebih sering fokus pada rekaman
peristiwa dan pertemuan, sedangkan journal berfungsi sebagai alat untuk
merekam proses kehidupan seseorang (Cortright 2008 dalam Lindquist, 2014).
Peristiwa dan pengalaman yang dicatat dalam jurnal berisi refleksi seseorang
tentang peristiwa dan makna pribadi yang pernah dialami mereka. Dalam
penulisan jurnal, interaksi antara sadar dan tidak sadar sering terjadi. Bentuk
penulisan ekspresif seperti puisi, cerita, dan pesan memo adalah metode individu
dapat menggunakan untuk mengeksplorasi perasaan batin dan pikiran (Lindquist,
2014).
Pada mereka yang baru didiagnosis dengan penyakit kronis, journal
tentang perspektif mereka tentang bagaimana penyakit dapat mempengaruhi
kehidupan mereka serta dapat membantu mereka mengungkap kekhawatiran
sehingga bisa didiskusikan dengan profesional kesehatan. Perawat dan keluarga
dapat menyiapkan catatan pasien, Kemudian digunakan dalam program tindak
lanjut untuk membantu subjek memperoleh pemahaman tentang waktu mereka di
unit perawatan intensif, termasuk mimpi dan saat-saat ketika pasien bingung atau
tidak sadar. Program ini terbukti berguna bagi pasien dan staf. Menulis jurnal
juga telah digunakan untuk membantu orang mengembangkan spiritual. Journal
juga dapat membantu dalam berdoa. Tindakan menulis membantu menjaga
seseorang berpusat pada percakapan dengan Tuhan. Seperti yang disarankan oleh
Chittister, sebuah bagian dari kitab suci dapat menjadi stimulus untuk
menggunakan journal untuk berdoa (Lindquist, 2014).
9. Storytelling
Mendongeng/bercerita didefinisikan sebagai seni atau tindakan bercerita
(Dictionary.com, 2013). Sebuah cerita adalah narasi, baik benar atau fiktif, dalam
bentuk prosa atau ayat yang dirancang untuk menarik, menghibur, atau
menginstruksikan pendengar atau pembaca. Penggunaan cerita di layanan
kesehatan, penelitian kesehatan, dan pendidikan tidak terbatas. Perawat dapat
menggunakan cerita dalam beberapa situasi di masa hidup untuk berbagai tujuan.
Cerita dapat digunakan dalam terapi keluarga dan dapat membantu anggota

xiv
dalam memasuki makna dari masa lalu, sekarang, dan masa depan serta
membantu pasien untuk "membuat makna" dan penyembuhan (Roberts, 1994
dalam Lindquist, 2014).
10. Animal- Assisted Therapy
Terapi dengan bantuan hewan didefinisikan sebagai intervensi yang
diarahkan pada tujuan yang menggunakan ikatan manusia-hewan sebagai bagian
integral dari proses pengobatan (American Veterinary Medical Association,
2012). Meskipun berbagai spesies hewan dan keturunan, seperti kucing, burung,
kelinci, kuda, dan lumba-lumba, yang terlibat dalam AAT, anjing memiliki
persentase tertinggi dari hewan yang digunakan untuk AAT (Hart, 2000).
Beberapa kunci dari AAT adalah:
a. tujuan dan sasaran tertentu yang ditetapkan untuk setiap pasien,
b. mengukur kemajuan,
c. interaksi didokumentasikan.
Tujuan dirancang oleh seorang perawat, terapis okupasi, terapi fisik,
konselor, dokter, atau profesional perawatan kesehatan lainnya yang
menggunakan AAT dalam proses pengobatan (American Veterinary Medical
Association, 2012). Sebuah tujuan fisik misalnya peningkatan mobilitas dengan
berjalan dengan anjing. Contoh tujuan kognitif termasuk peningkatan ekspresi
verbal (melalui interaksi normal dengan hewan) dan peningkatan memori jangka
panjang (melalui mengingat nama dan aktivitas hewan pada kunjungan terakhir).
Tujuan sosial bisa meliputi meningkatkan keterampilan sosial dan membangun
hubungan dengan orang lain melalui binatang. Hewan juga dapat membantu
meningkatkan sosialisasi dengan memfasilitasi diskusi piaraan di masa lalu.
Disamping itu tujuan emosionalnya adalah meningkatkan motivasi yang
ditunjukkan oleh berpakaian atau berjalan melihat hewan.
2. Massage
Pijat istilah berasal dari kata Yunani massein, yang berarti uleni (Calvert,
2002). Kata Arab massal atau mash, untuk menekan lembut, juga berarti pijat
(Goodall-Copestake, 1919). Keperawatan merupakan salah satu disiplin ilmu
pertama yang menggunakan pijat. Dokter, terapis fisik, terapis pijat, dan bahkan
cosmetologists juga menggunakan pijat. Orang-orang Yunani dan Romawi

xv
dipengaruhi dokter untuk menggunakan pijat. Terapis fisik menggunakan pijat di
kedokteran olahraga untuk mengurangi rasa sakit, merehabilitasi, dan
meningkatkan kinerja fisik bagi para atlet (Brummitt 2008). Perawat
menggunakan pijat sebagai intervensi untuk menghilangkan stres fisiologis dan
psikologis dan mempromosikan relaksasi (Harris & Richards, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi pijat juga bermanfaat
bagi klien depresi. Mekanisme terapi ini adalah menekan sumbu HPA dengan
berkurangnya hormon stres dan meningkatkan aktivasi sistem saraf parasimpatis
sehingga menurunkan denyut nadi, relaksasi serta menurunkan nyeri (Stuart,
2013).
3. Tai Chi
Tai Chi yang berarti puncak tertinggi, adalah seni bela diri tradisional
Cina (Koh, 1981) dan latihan pikiran-tubuh. Teknik ini melibatkan serangkaian
cairan, terus menerus, anggun, postur yang menari, dan gerakan yang dikenal
sebagai bentuk (Yang, 2010 dalam Lindquist, 2014). Ada beberapa gaya Tai Chi
yang saat ini dipraktekkan; Chen (cepat dan lambat gerakan besar), Yang
(memperlambat gerakan besar), Wu (pertengahan mondar-mandir, gerakan
kompak), dan Sun (cepat, gerakan kompak) (Jou, 1983 dalam Lindquist, 2014).
Setiap gaya memiliki protokol karakteristik yang berbeda dari gaya lain dalam
postur atau bentuk, urutan gerakan, kecepatan, dan tingkat kesulitan.Namun
memiliki prinsip-prinsip dasar yang sama (Yang, 1991 dalam Lindquist, 2014).
Tai Chi cocok untuk orang dewasa yang lebih tua atau untuk pasien dengan
penyakit kronis karena intensitas yang rendah, ritme stabil, dan ketegangan fisik
dan mental yang rendah (Greenspan, 2007 dalam Lindquist, 2014).
4. Terapi Relaksasi (Terapi Pijat)
Teknik relaksasi adalah teknik untuk menurunkan respon relaksasi
sebagai mekanisme protektif terhadap stress yang menurunkan denyut nadi,
metabolism laju pernafasan dann tonus otot. Relaksasi adalah suatu kondisi untuk
membebaskan fisik dan mental dari tekanan atau stress. Teknik relaksasi
memberikan kemampuan kepada individu untuk dapat mengontrol dirinya sendiri
ketika terjadi ketidak nyamanan atau nyeri dan memperbaiki keadaan fisik dan

xvi
stress emosional (Potter & Perry, 2002). Salah satu teknik relaksasi adalah terapi
pijat (Sharon et. All, 2000 dikutip dari Wahyuni, 2002). Terapi pijat adalah terapi
relaksasi dengan memberikan tekanan-tekanan tertentu pada anggota badan.
Dalam terapi relaksasi, perawat menggunakan pijat sebagai intervensi untuk
menghilangkan stres fisiologis dan psikologis dan mempromosikan relaksasi
(Harris & Richards, 2010). Dalam review dari 22 studi yang pijat telah
digunakan, Richards, Gibson dan Overton-McCoy (2000) menemukan bahwa
hasil yang paling sering dilaporkan adalah pijat dapat pengurangan kecemasan.
5. Exercise (Olah Raga)
Aktivitas fisik didefinisikan sebagai "mengerakan tubuh yang bertujuan
untuk pengeluaran kalori" (American College of Sports Medicine, 2006). Secara
umum pengertian olahraga adalah sebagai salah satu aktivitas fisik maupun
psikis seseorang yang berguna untuk menjaga dan meningkatkan kualitas
kesehatan seseorang.
Peran Perawat
Memberikan pendidikan kesehatan pada pasien tentang pentingnya
berolahraga, perawat juga dapat selalu memotivasi pasien untuk dapat melakukan
olah raga rutin sesuai kondisi pasien. Perawat dapat membantu pasien untuk
berkonsultasi dengan dokter untuk menentukan olahraga apa yang tepat dengan
kondisi pasien dan dapat pasien lakukan secara mandiri.
F. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Isolasi sosial : menarik diri
Data yang perlu dikaji :
(1) Data Obyektif
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri di
kamar, banyak diam.
(2) Data Subyektif
Ekspresi wajah kosong, tidak ada kontak mata, suara pelan dan
tidak jelas.
b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Data yang perlu dikaji :
(1) Data Subyektif

xvii
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri
(2) Data Obyektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.
c. Gangguan citra tubuh
Data yang perlu dikaji :
(1) Data subyektif
Mengungkapkan tidak ingin hidup lagi, Mengungkapkan sedih
karena keadaan tubuhnya, Klien malu bertemu dan berhadapan dengan
orang lain, karena keadaan tubuhnya yang cacat
(2) Data obyektif
Ekspresi wajah sedih, Tidak ada kontak mata ketika diajak
bicara, Suara pelan dan tidak jelas, Tampak menangis
2. Diagnosa keperawatan
a. Harga diri rendah
b. Gangguan citra tubuh
3. Rencana tindakan keperawatan

Diagnosa I : harga diri rendah.


Tujuan umum : Kien dapat berhubungan dengan orang lain secara
optimal.
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
(1) Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip komunikasi
terapeutik
(2) Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal
(3) Perkenalkan diri dengan sopan
(4) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
(5) Jelaskan tujuan pertemuan
(6) Jujur dan menepati janji
(7) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
(8) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
(1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
(2) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klie
(3) Utamakan memberi pujian yang realistik.
c. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.

xviii
(1) Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan.
(2) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya
d. Klien dapat merencanakn kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
(1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari.
(2) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
(3) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien lakukan.
e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuannya.
(1) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
(2) Diskusikan pelaksanaan kegiatan diruma
(3) Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
(4) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara mearwat klien
dengan harag diri rendah.
(5) Bantu keluarga memberiakn dukungan selama klien dirawat.
(6) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah

Diagnosa II : gangguan citra tubuh


Tujuan umum : klien tidak terjadi gangguan konsep diri : harga
diri rendah/klien akan meningkat harga dirinya
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
(1) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri, jelaskan
tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang
jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
(2) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
(3) Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
(4) Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan
bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
(1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
(2) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan
memberi pujian yang realistis
(3) Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

xix
c. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
(1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
(2) Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke
rumah
d. Klien dapat menetapkan/merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki
(1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan
(2) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
(3) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
(1) Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
(2) Beri pujian atas keberhasilan klien
(3) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
f. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
(1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
(2) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
(3) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
(4) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

xx
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Recovery merupakan suatu proses perjalanan mencapai kesembuhan dan
transformasi yang memampukan seseorang dengan gangguan jiwa untuk hidup
bermakna di komunitas yang dipilihnya untuk mencapai potensi yang dimilikinya
(USDHHS, 2006 dalam Stuart, 2013).

B. Saran
Sebagai masyarakat hendaklah kita menerima orang dengan gangguan jiwa
yang telah sehat dan mengikut sertakan mereka dalam kegiatan-kegiatan sosial agar
mereka meresa berarti kembali dan sebagai seorang peawat hendaklah kita
memberikan yang aman dan nyaman pada pasien saat pemberian terapy agar yang
diberikan berjalan baik.

xxi
DAFTAR PUSTAKA

Azis R, dkk. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang : RSJD


Dr. Amino Gondoutomo. 2003.

Boyd MA, Hihart MA. Psychiatric Nursing : Contemporary Practice.


Philadelphia : Lipincott-Raven Publisher. 1998

Keliat BA. Proses Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999

Stuart GW, sundeen SJ. Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3. Jakarta :
EGC. 1998

xxii
f.

xxiii

Anda mungkin juga menyukai