PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dalam konteks keadaan penyakit kronis recovery sering dianggap atau
disebut sebagai sebuah proses (Bellack, 2006), way of live, sebuah visi
ataupun kerangka konsep. Tidak ada definisi tunggal tentang recovery karena
setiap individu yang telah berhasil menjalani proses recoverynya
mendefinisikan recovery secara berbeda-beda (Kelly & Gamble, 2005), akan
tetapi pesan utamanya adalah bahwa harapan untuk hidup lebih berarti adalah
suatu yang mungkin meskipun mengalami penyakit yang cukup berat atau
kecacatan. (Deegan, 1988, Anthony, 1993).
1
tersebut terhadap kehidupan individu yang sedang mengalami suatu penyakit
atau ketidakberdayaan (Thomas, Bracken & Laudar, 2004).
Yang kedua adalah seorang wanita yang survive dari penyakitnya, yang
merupakan salah seorang responden pada penelitian fisher (1997) yang
berjudul “Someone who believed in them, helped them to recover”
2
Responden tersebut mengatakan “saya bisa bersemangat untuk menjalani
hidup karena saya punya seorang dokter yang percaya saya, yang tidak pernah
menyerah selama saya dirawat di rumah sakit. Dia yang selalu menyemangati
saya untuk sembuh. Disamping itu saya juga dirawat oleh perawat yang
sangat care dengan saya, yang selalu merawat saya dengan tulus dan
menyemangati saya, dia benar – benar menolong saya dan memotivasi saya
untuk bangkit melawan penyakit yang saya alami. Perawat itu seringkali
berkata Jangan menyerah, jangan biarkan penyakit mu mengambil alih
kehidupanmu. Berjuanglah terus.
B. Rumusan masalah
1. Apa Itu Recovery?
C. Tujuan
1. Agar mahasiswa mengetahui apa itu recovery
3. Model recovery
D. Manfaat
Memahami manfaat dari recovery dan cara melakukannya.
3
BAB II
KONSEP TEORI
A. KONSEP RECOVERY
1. Definisi
Orang dengan gangguan jiwa berat yang mendapatkan dukungan
tepat dan secara individual, dapat pulih dari penyakitnya dan memiliki
kehidupan yang memuaskan serta produktif. Recovery merupakan suatu
proses perjalanan mencapai kesembuhan dan transformasi yang
memampukan seseorang dengan gangguan jiwa untuk hidup bermakna di
komunitas yang dipilihnya untuk mencapai potensi yang dimilikinya
(USDHHS, 2006 dalam Stuart, 2013). Recovery merupakan proses
dimana seseorang mampu untuk hidup, bekerja, belajar dan berpartisipasi
secara penuh dalam komunitasnya. Recovery berimplikasi terhadap
penurunan atau pengurangan gejala secara keseluruhan (Ware et al, 2008
dalam Stuart 2013).
Kekuatan diri merupakan pondasi dari dukungan dan sistem
recovery yang berpusat pada diri sendiri dan motivasi diri. Aspek
terpenting dari recovery didefinisikan oleh setiap individu dengan
pertolongan dari pemberi layanan kesehatan jiwa dan orang-orang yang
sangat penting dalam kehidupannya (Stuart, 2010). Individu menerima
dukungan pemulihan melalui aktivitas yang didefinisikan sebagai
rehabilitasi, yang merupakan proses menolong seseorang kembali kepada
level fungsi tertinggi yang dapat dicapai. Recovery gangguan jiwa
merupakan gabungan pelayanan sosial, edukasi, okupasi, perilaku dan
kognitif yang bertujuan pada pemulihan jangka panjang dan
memaksimalkan kecukupan diri. (Stuart, 2013).
Sejumlah praktik berbasis bukti mendukung dan meningkatkan
pemulihan meliputi : treatment asertif komunitas, dukungan bekerja,
manajemen dan pemulihan penyakit, treatment terintegrasi untuk
mendampingi kejadian berulang gangguan jiwa dan penyalahgunaan zat,
4
psikoedukasi keluarga, manajemen pengobatan. Dukungan pemulihan
dalam asuhan keperawatan jiwa meliputi bekerja dengan tim treatment
multidisiplin yang meliputi psikiater, psikolog, pekerja sosial, konselor,
terapis okupasi, pakar konsumen dan teman sejawat, manajer kasus,
pengacara keluarga, pakar pengambil kebijakan. Dukungan ini juga
membutuhkan perawat untuk berfokus pada tiga elemen yaitu : individu,
keluarga dan komunitas. (Stuart, 2013).
2. Karakteristik Recovery
5
g. Peer support : Membuat klien merasa dihargai
6
recovery dan menyarankan cara memberdayakan pasien dan memajukan
proses recovery.
7
4. Manfaat Dan Peran Perawat Dalam Pemberian Terapi Dalam Proses
Penyembuhan
Pemberian terapi adalah berbagai pendekatan penenganan klien
gangguan jiwa yang bervariasi, yang bertujuan untuk mengubah perilaku
klien dengan gangguan jiwa dengan perilaku mal adaptifnya menjadi
perilaku yang adaptif. Perawat sebagai terapis mendasarkan potensi yang
dimiliki pasien sebagai titik tolak terapi atau penyembuhan dengan
memberikan berbagai macam terapi Generalis maupun Spesialis.
Dalam pemberian terapi perawat seabagai terapis senantiasa
berdasarkan pada kompetensi yang dia miliki dan kondisi pasien yang
menjadi titik tolak terapi atau penyembuhan.
Efektivitas terapi komplementer dan alternatif (CAM) telah
banyak dibuktikan oleh klinisi yang merujuk klien ke praktisi CAM baik
sebagai terapi tunggal ataupu terapi tambahan dalam terapi konvensional.
Terapi CAM dapat memberi dampak penting dalam praktik keperawatan
kesehatan jiwa. Terapi alternatif telah banyak dirasakan bermanfaat,
aman, hemat biaya, dan mudah dilaksanakan di tatanan kesehtan jiwa.
Terapi alternatif komplementer (CAM) dapat dilakukan oleh perawat
(Stuart, 2013).
Keperawatan termasuk dalam posisi yang ideal dalam memberikan
perawatan dengan menggabungkan banyak terapi CAM untuk mengatasi
gejala yang dialami oleh klien dengan gangguan jiwa. Disamping itu
terapi CAM yang memberdayakan klien dapat memperkuat hubungan
antar perawat dan klien dalam meningkatkan proses pemulihan (Stuart,
2013).
8
B. TERAPI SUPPORTIVE ENVIRONMENT
1. Definisi
Lingkungan didefinisikan dengan berbagai pandangan, lingkungan
merujuk pada keadaan fisik, psikologis, dan sosial diluar batas sistem,
atau masyarakat dimana sistem itu berada.
Terapi lingkungan (Milieu Therapy) berasal dari bahasa Perancis
yang berarti perencanaan ilmiah dari lingkungan untuk tujuan yang
bersifat terapeutik atau mendukung kesembuhan.
Pengertian lainnya adalah tindakan penyembuhan pasien melalui
manipulasi dan modifikasi unsur-unsur yang ada pada lingkungan dan
berpengaruh positif terhadap fisik dan psikis individu serta mendukung
proses penyembuhan.
Terapi lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di lingkungan
kita, yang diciptakan untuk pengobatan termasuk fisik dan sosial.
Suatu manipulasi ilmiah pada lingkungan yang bertujuan untuk
menghasilkan perubahan pada perilaku pasien dan untuk
mengembangkan keterampilan emosional dan sosial.
2. Tujuan terapi supportive environment
Membantu individu untuk mengembangkan rasa harga diri,
mengembangkan kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain,
membantu belajar mempercayai orang lain, dan mempersiapkan diri
untuk kembali ke masyarakat.
Pendukung pemulihan jiwa, proses pemulihan gangguan jiwa tidak
bisa terjadi dalam ruang hampa. Ada 4 dimensi yang mendukung
pemulihan gangguan jiwa:
a. Kesehatan
Agar bisa pulih, penderita gangguan jiwa harus sehat fisiknya.
Mampu mengatasi atau mengendalikan penyakit atau gejala penyakit
yang dideritanya, dan mempunyai cukup informasi sehingga bisa
memilih segala sesuatu yang akan mendukung kesehatan fisik dan
jiwanya. Termasuk disini adalah terbebas dari kecanduan alkohol
9
maupun obat bius. Penderita gangguan jiwa juga seperti orang pada
umumnya, mereka juga bisa terkena penyakit fisik. Penyakit fisik
penderita gangguan jiwa juga perlu dirawat dan disembuhkan.
Penderita gangguan jiwa yang mempunyai penyakit fisik berat lebih
sulit untuk bisa pulih dari sakit jiwanya.
b. Perumahan
Rumah atau tempat tinggal yang aman dan stabil sangat mendukung
proses pemulihan dari gangguan jiwa. Penderita gangguan jiwa tidak
harus punya rumah sendiri, tetapi, adanya tempat tinggal yang aman
dan stabil sangat penting bagi pemulihan jiwa seseorang. Aman dan
stabil disini berarti terbebas dari kekhawatiran dari diusir sehingga
mereka harus hidup menggelandang dijalanan. Mereka yang hidup
menggelandang dijalanan akan sangat sulit untuk bisa pulih kembali
karena mereka tidak mempunyai tempat tinggal yang aman dan stabil.
c. Tujuan
Penderita gangguan jiwa perlu mempunyai kegiatan harian yang
bermakna yang bisa berupa suatu pekerjaan, bersekolah, menjadi
relawan atau melakukan pekerjaan rumah tangga, kegiatan kreatif,
mandiri, mempunyai penghasilan atau sumber daya sehingga bisa
berpartisipasi dalam kehidupan sosial. Penderita gangguan jiwa yang
tidak mempunyai kegiatan harian yang berarti, hanya duduk melamun
dengan sorotan mata kosong, akan lebih sulit bisa pulih dan kembali
hidup produktif di masyarakat. Tujuan hidup atau keinginan untuk
meraih sesuatu akan menjadi motor penggerak dari proses pemulihan
yang sering tidak mudah dan penuh tantangan.
d. Komunitas
e. Penderita gangguan jiwa perlu mempunyai jaringan kekerabatan atau
pertemanan yang mendukung dan bisa memberikan harapan,
kehangatan serta persaudaraan. Mereka yang hidupnya menyendiri
atau terisolasi akan lebih mudah untuk kembali kambuh penyakitnya.
10
Komunitas tersebut bisa diciptakan dengan mengikuti beberapa
kegiatan sosial di masyarakat, seperti : kegiatan pengajian, olah raga,
arisan, atau kegiatan yang terkait dengan hobi.
a. Tujuan umum
Membekali kemampuan pasien untuk kembali ke masyarakat dan
dapat menjalankan kehidupan fisik dan sosial seoptimal mungkin.
b. Tujuan khusus
Membatasi gangguan dan perilaku maladaptif. Mengajarkan
keterampilan psikososial dengan cara :
1) Orientasi yaitu pencapaian tingkat orientasi dan kesadaran
terhadap realita yang lebih baik. Orientasi berhubungan dengan
pengetahuan dan pemahaman pasien terhadap waktu, tempat,
tujuan, sedangkan kesadaran dapat dikuatkan melalui interaksi
dan aktifitas pada semua pasien.
2) Asertation yaitu kemampuan mengekspresikan perasaan sendiri
dengan tepat. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mendorong
pasien dalam mengekspresikan diri secara efektif dengan tingkah
laku yang dapat diterima oleh masyarakat.
3) Accuption yaitu kemampuan pasien untuk dapat percaya diri
dan berprestasi melalui keterampilan membuat kerajinan tangan.
4) Recreation yaitu kemampuan membuat dan menggunakan
aktifitas yang menyenangkan dan relaksasi.
11
4) Mempersiapkan diri kembali ke masyarakat.
5) Mencapai perubahan yang positif.
3. Karakteristik terapi supportive environment
Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, maka lingkungan harus
bersifat terapeutik yaitu mendorong terjadi proses penyembuhan,
lingkungan tersebut harus memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Pasien merasa akrab dengan lingkungan yang diharapkannya.
b. Pasien merasa senang /nyaman dan tidak merawsa takut dengan
lingkungannya.
c. Kebutuhan-kebutuhan fisik pasien mudah dipenuhi.
d. Lingkungan rumah sakit/bangsal yang bersih.
e. Lingkungan menciptakan rasa aman dari terjadinya luka akibat
impuls-impuls pasien.
f. Personal dari lingkungan rumah sakit/bangsal menghargai pasien
sebagai individu yang memiliki hak, kebutuhan dan pendapat serta
menerima perilaku pasien sebagai respon adanya stress.
g. Lingkungan yang dapat mengurangi pembatasan-pembatasan atau
larangan dan memberikan kesempatan kepada pasien untuk
menentukan pilihannya dan membentuk perilaku yang baru.
4. Karakteristik lingkungan
a. Lingkungan Fisik
Aspek terapi lingkungan meliputi semua gambaran yang konkrit yang
merupakan bagian eksternal kehidupan rumah sakit.
b. Lingkungan Psikososial
Lingkungan yang kondusif yaitu fleksibel dan dinamis yang
memungkinkan pasien berhubungan dengan orang lain dan dapat
mengambil keputusan serta toleransi terhadap tekanan eksternal.
Beberapa prinsip yang perlu diyakini petugas kesehatan dalam
berinteraksi dengan pasien:
1) Tingkah laku dikomunikasikan dengan jelas untuk
mempertahankan, mengubah tingkah laku pasien.
12
2) Penerimaan dan pemeliharaan tingkah laku pasien tergantung dari
tingkah laku partisipasi petugas kesehatan dan keterlibatan pasien
dalam kegiatan belajar.
3) Perubahan tingkah laku pasien tergantung pada perasaan pasien
sebagai anggota kelompok dan pasien dapat mengikuti atau
mengisi kegiatan.
4) Kegiatan sehari-hari mendorong interaksi antara pasien.
5) Mempertahankan kontak dengan lingkungan misalnya adanya
kalender harian dan adanya papan nama dan tanda pengenal bagi
petugas kesehatan.
5. Peran perawat
a. Distribusi kekuatan
Petugas kesehatan mendistribusikan pengetahuan, pengalaman
kepada seluaruh staf ssesuai dengan wewenang masing-masing agar
kebutuhan yang dibuat bertujuan sama dan yang terbaik untuk pasien.
b. Komunikasi terbuka
Komunikasi dilakukan oleh perawat untuk mendapatkan informasi
guna menetapkan keputusan.
c. Memperhatikan struktur interaksi
Struktur interaksi meliputi :
1) Sikap bersahabat
2) Penuh rasa empati
3) Lembut dan tegas
d. Aktifitas kerja
Diperlukan dorongan yang kuat dari lingkungan dengan jalan
mengijinkan pasien untuk memilih terapi. Akan lebih berarti bila
dapat diterapkan pada pekerjaan yang nyata.
e. Peran serta keluarga dan masyarakat
Selama di rumah sakit diusahakan pasien sering berhubungan dengan
keluarga, agar keluarga dapat mengikuti perkembangan kesembuhan
13
pasien sehingga berminat untuk mengkoordinir kepulangannya bila
sudah baik.
f. Penyesuaian lingkungan dengan kebutuhan dan perkembangan
pasien.
Pencipta lingkungan yang aman dan nyaman
1) Perawat menciptakan dan mempertahankan iklim/suasana yang
akrab, menyenangkan, saling menghargai di antara sesame
perawat, petugas kesehatan, dan pasien.
2) Perawat yang menciptakan suasana yang aman dari benda-benda
atau keadaan-keadaan yang menimbulkan terjadinya
kecelakaan/luka terhadap pasien atau perawat.
3) Menciptakan suasana yang nyaman.
4) Pasien diminta berpartisipasi melakukan kegiatan bagi dirinya
sendiri dan orang lain seperti yang biasa dilakukan di rumahnya.
Misalnya membereskan kamar.
Penyelenggaraan proses sosialisasi:
1) Membantu pasien belajar berinteraksi dengan orang lain,
mempercayai orang lain, sehingga meningkatkan harga diri dan
berguna bagi orang lain.
2) Mendorong pasien untuk berkomunikasi tentang ide-ide, perasaan
dan perilakunya secara terbuka sesuai dengan aturan di dalam
kegiatan-kegiatan tertentu.
3) Melalui sosialisasi pasien belajar tentang kegiatan-kegiatan atau
kemampuan yang baru, dan dapat dilakukannya sesuai dengan
kemampuan dan minatnya pada waktu yang luang.
g. Sebagai teknis perawatan
Fungsi perawat adalah memberikan/memenuhi kebutuhan dari pasien,
memberikan obat-obatan yang telah ditetapkan, mengamati efek obat
dan perilaku-perilaku yang menonjol/menyimpang serta
mengidentifikasi masalah-masalah yang timbul dalam terapi tersebut.
14
h. Sebagai leader atau pengelola.
Perawat harus mampu mengelola sehingga tercipta lingkungan
terapeutik yang mendukung penyembuhan dan memberikan dampak
baik secara fisik maupun secara psikologis kepada pasien.
6. Jenis-jenis terapi supportive environment
a. Terapi rekreasi
Yaitu terapi yang menggunakan kegiatan pada waktu luang, dengan
tujuan pasien dapat melakukan kegiatan secara konstruktif dan
menyenangkan serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial.
b. Terapi kreasi seni
Perawat dalam terapi ini dapat sebagai leader atau bekerja sama
denagn orang lain yang ahli dalam bidangnya karena harus sesuai
dengan bakat dan minat.
1) Dance therapy/menari : untuk mengkomunikasikan tentang
perasaan dan kebutuhan pasien.
2) Terapi musik : untuk mengekspresikan perasaan marah, sedih,
kesepian, dan gembira.
3) Terapi dengan menggambar/melukis : dengan menggambar akan
menurunkan ketegangan dan memusatkan pikiran yang ada.
c. Literatur/biblio therapy
Terapi dengan kegiatan membaca seperti novel, majalah, buku-buku
dan kemudian mendiskusikannya.Tujuannya adalah untuk
mengembangkan wawasan diri dan bagaimana mengekspresikan
perasaan/pikiran dan perilaku yang sesuai dengan norma-norma yang
ada.
d. Pettherapy
Terapi ini bertujuan untuk menstimulasi respon pasien yang tidak
mampu mengadakan hubungan interaksi dengan orang-orang dan
pasien biasanya merasa kesepian, menyendiri.
e. Planttherapy
15
Terapi ini bertujuan untuk mengajar pasien untuk memelihara segala
sesuatu/mahluk hidup, dan membantu hubungan yang akrab antara
satu pribadi kepada pribadi lainnya.
7. Kondisi pasien pada terapi supportive environment
Pasien yang dilakukan terapi ini adalah Pasien rendah diri (low self
esteem) , depresi (depression) bunuh diri (suicide).
a. Syarat lingkungan secara psikologis harus memenuhi hal-hal sebagai
berikut:
1) Ruangan aman dan nyaman.
2) Terhindar dari ala-alat yang dapat digunakan untuk mencederai
diri sendiri atau orang lain.
3) Alat-alat medis, obat-obatan, dan jenis cairan medis di lemari
dalam keadaan terkunci.
4) Ruangan harus ditempatkan di lantai satu dan keseluruhan
ruangan mudah dipantau oleh petugas kesehatan.
5) Tata ruangan menarik dengan cara menempelkan poster yang
cerah dan meningkatkan gairah hidup pasien.
6) Warna dinding cerah.
7) Adanya bacaan ringan, lucu, dan memotivasi hidup.
8) Hadirkan musik ceria, tv, dan film komedi.
9) Adanya lemari khusus untuk menyimpan barang-barang pribadi
pasien.
b. Lingkungan sosial:
1) Komunikasi terapeutik dengan cara semua petugas menyapa
pasien sesering mungkin.
2) Memberikan penjelasan setiap akan melakukan kegiatan
keperawatan atau kegiatan medis lainnya.
3) Menerima pasien apa adanya jangan mengejek serta
merendahkan.
4) Meningkatkan harga diri pasien.
16
5) Membantu menilai dan meningkatkan hubungan social secara
bertahap.
6) Membantu pasien dalam berinteraksi dengan keluarganya.
7) Sertakan keluarga dalam rencana asuhan keperawatan, jangan
membiarkan pasien sendiri terlalu lama di ruangannya.
c. Lingkungan Psikososial:
1) Komunikasi terapeutik, sikap bersahabat dan perasaan empati.
2) Observasi pasien tiap 15 menit.
3) Jelaskan tujuan pengikatan/pengekangan secara berulang-ulang.
4) Penuhi kebutuhan fisik pasien.
5) Libatkan keluarga.
8. Komponen Fungsional Terapi Lingkungan
a. Containment
1) Fungsi : mendukung kesehatan fisik dan merubah perilaku
berkuasa.
2) Tujuan : memberi keamanan pasien serta lingkungan serta
menumbuhkan percaya.
3) Bentuk terapi : isolasi dan pengikatan.
4) Aktifitas : memberikan perlindungan fisik dan mencegah cidera
pada diri sendiri dan orang lain.
b. Support
1) Fungsi : membantu pasien merasa aman dan nyaman serta
mengurangi kecemasan.
2) Tujuan : meningkatkan harga diri dan percaya diri pasien.
3) Bentuk terapi : penggunaan komunikasi terapeutik, pemberian
perhatian dengan sikap empati edukasi.
4) Aktifitas : meningaktkan hubungan dan interaksi.
17
c. Struktur
1) Fungsi : membantu mendorong perilaku yang maladaptif menjadi
adaptif.
2) Tujuan : meningkatkan tanggyng jawab terhadap perilaku dan
konsekuensinya, serta meningkatkan keterlibatan pasien terhadap
aktifitas yang terstruktur.
3) Bentuk terapi : terapi aktifitas, terapi aktifitas sosian, terapi
occupation.
4) Aktifitas : menentukan jenis kegiatan sesuai dengan kondisi dan
kemampuan pasien.
d. Involvement
1) Fungsi : mendorong pasien untuk dapat bekerjasama, melakukan
kompromi dan konfrontasi untuk meningkatkan keterlibatan
sosial.
2) Tujuan : menstimulasi pasien tuntuk berperan serta aktif dalam
lingkungan sosial dan interaksi serta mengembangkan
keterampilan.
3) Bentuk terapi : terapi kelompok.
4) Aktifitas : melakukan aktifitas kelompok.
e. Validation
1) Fungsi : membantu pasien mengambangakan kapasitas kedekatan
yang lebih besar dan menyatu identitasnya.
2) Tujuan : membantu pasien memahami dan menerima keunikan
dirinya serta mendorong integrasi antara perasaan senang dan
tidak senang.
3) Bentuk terapi : Psikodrama, stimulasi persepsi dan validasi.
4) Aktifitas : bermain drama, menerima pikiran perasaan pasien dan
memberi reinforcemen.
18
9. Komponen Yang Perlu Diperhatikan Dalam Terapi Lingkungan
a. Fisik
Terkait dengan desain dan renovasi.
b. Intelektual
Aspek intelektual dari lingkungan meliputi; warna, sinar, suara,
suhu, bau, dan rasa.
c. Sosial
Komponen sosial; peran pasien pola komunikasi dan perbandingan
staf dengan pasien.
d. Emosional
Faktor fisik, intelektual dan sosial menciptakan suasana emosional,
misalnya:
1) Merasa sangat senang berada di ruangan/lingkungan.
2) Merasa sangat santai.
3) Setiap orang bekerjasama dengan baik.
4) Segala sesuatu terawat baik.
Peran terapis
1) Tidak devensif
2) Empati
3) Dapat menciptakan keamanan
4) Tidak menakutkan
5) Menurut Moons peran terapis dalam terapi lingkungan adalah
mendukung spontanitas pasien dan merangsang pasien agar
merasa bebas dan terbuka.
e. Spiritual
Sarana tempat ibadah, buku-buku suci, dll. Harus terpisah, sepi dan
tertutup agar memusatkan perhatian untuk pengobatan dan
menemukan harapan baru bagi masa depan pasien.
19
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Recovery merupakan suatu proses perjalanan mencapai kesembuhan
dan transformasi yang memampukan seseorang dengan gangguan jiwa untuk
hidup bermakna dikomunitas yang dipilihnya untuk mencapai potensi yang
dimilikinya. Recovery model pada kesehatan jiwa tidak berfokus pada
pengobatan, tetapi sebagai gantinya lebih menekannkan dapat hidup
beradaptasi dengan sakit jiwa yang sifatnya kronis. Pada model ini lebih
menekankan kepada ubungan sosial, pemberdayaan, strategi koping, dan
makna hidup.
Pemberian terapi adalah berbagai pendekatan penanganan klien
gangguan jiwa yang bervariasi, yang bertujuan untuk mengubah perilaku
klien dengan gangguan jiwa dengan perilaku mal adaptifnya menjadi perilaku
adaptif. Perawat sebagai terapis mendasarkan potensi yang dimiliki pasien
sebagai titik tolak terapi atau penyembuhan dengan memberikan berbagai
macam terapi generalis maupun spesialis. Terapi lingkungan adalah segala
sesuatu yang ada di lingkungan kita, yang diciptakan untuk pengobatan
termasuk fisik dan sosial. Suatu manipulasi ilmiah pada lingkungan yang
bertujuan untuk menghasilkan perubahan pada perilaku pasien dan untuk
mengembangkan keterampilan emosional dan sosial.
B. SARAN
Penulis mengharapkan makalah ini dapat dijadikan sebagai referensi
untuk menambah pengalaman pembaca. Selain itu dengan adanya ini,
berbagai wawasan baru yang mungkin didapat pembaca dapat diterapkan
dalam kehidupan pribadi maupun bermasyarakat.
20
DAFTAR PUSTAKA
Stuart, G. W, and Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC, 1998.
Yosep, Iyus, Keperawatan Jiwa (edisi revisi). Bandung : PT Refika Aditama,
2007.
Bellack, A. S. (2006, July). Scientific and consumer models of recovery in
schizophrenia: Concordance, contrasts, and implications. Schizophrenia Bulletin.
https://doi.org/10.1093/schbul/sbj044
Nathan, A. J., & Scobell, A. (2012, September). How China sees America.
Foreign Affairs. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
https://www.academia.edu/31436393/literatur_review_survivor_for_skizofrenia.pdf
21